FRAKTUR PELVIS
DISUSUN OLEH :
YUDITYA WIDIARTA 18.0601.0038
Fraktur pelvis merupakan 5 % dari seluruh fraktur. 2/3 trauma pelvis terjadi akibat
kecelakaan lalu lintas. 10% diantaranya disertai trauma pada alat-alat dalam rongga
panggul seperti uretra, buli-buli, rektum serta pembuluh darah.
B. ETIOLOGI
C. PATOFISIOLOGI
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat
diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya
atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh
darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus
tulang rusak.
Fraktur panggul sering merupakan bagian dari salah satu trauma multipel yang dapat
mengenai organ-organ lain dalam panggul. Keluhan berupa gejala pembengkakan,
deformitas serta perdarahan subkutan sekitar panggul. Penderita datang dalam
keadaan anemia dan syok karena perdarahan yang hebat.
Pengkajian awal yang perlu dilakukan adalah riwayat kecelakaan sehingga luasnya
trauma tumpul dapat diperkirakan. Sedangkan untuk trauma penetrasi, pengkajian
yang perlu dilakukan adalah posisi masuknya dan kedalaman. Klien dapat
menunjukkan trauma abdomen akut. Pada kedua tipe trauma terjadi hemoragi baik
baik internal maupun eksternal. Jika terjadi rupture perineum, manifestasi peritonitis
berisiko muncul,seluruh drainase abdomen perlu dikaji untuk mengetahui isi drainase
tersebut.
F. PENATALAKSANAAN
Jika celah kurang dari 2.5cm, diterapi dengan cara beristirahat ditempat tidur, kain
gendongan posterior atau korset elastis. Jika celah lebih dari 2.5cm dapat ditutup
dengan membaringkan pasien dengan cara miring dan menekan ala ossis ilii
menggunakan fiksasi luar dengan pen pada kedua ala ossis ilii.
b) Fraktur tipe close book
Beristirahat ditempat tidur selama sekitar 6 minggu tanpa fiksasi apapun bisa
dilakukan, akan tetapi bila ada perbedaan panjang kaki melebihi 1.5cm atau terdapat
deformitas pelvis yang nyata maka perlu dilakukan reduksi dengan menggunakan
pen pada krista iliaka.
3. Fraktur Tipe C
Sangat berbahaya dan sulit diterapi. Dapat dilakukan reduksi dengan traksi kerangka
yang dikombinasikan fiksator luar dan perlu istirahat ditempat tidur sekurang –
kurangnya 10 minggu. Kalau reduksi belum tercapai, maka dilakukan reduksi secara
terbuka dan mengikatnya dengan satu atau lebih plat kompresi dinamis.
1. Aktivitas/istirahat
Tanda : Keterbatasan/ kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin segera,
fraktur itu sendiri, atau trjadi secara sekunder, dari pembengkakan jaringan, nyeri).
2. Sirkulasi
3. Neurosensori
4. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri berat tiba-tiba pada saat cidera (mungkin terlokalisasi pada ara
jaringan/kerusakan tulang; dapat berkurang pada imobilisasi) tak ada nyeri akibat
kerusakan saraf.
6. Rencana pemulangan :
b) Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis),
kerusakan jaringan.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kehilangan integritas struktur
tulang, gangguan metabolisme sel, kerusakan muskuloskletal dan neuromuskuler,
nyeri.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan dan peningkatan paparan
lingkungan, prosedur infasif, pertahanan primer yang tidak adekuat (kerusakan
kulit, trauma jaringan).
c) Intervensi Keperawatan
1. Nyeri akut (00132)
Definisi : sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yang timbul
dari kerusakan jaringan aktual atau potensial atau penggambaran dari kerusakan
(International association for the study of pain); yang terjadi tiba-tiba atau secara
pelan-pelan dari intensitas ringan hingga berat dengan diantisipasi atau dapat
diprediksi dan dalam waktu kurang dari 6 bulan.
Defining characteristics :
b. Pengaturan posisi
Definisi: penentuan penempatan pasien atau bagian tubuh pasien untuk mendukung fisik dan
psikologis yang baik
Aktivitas
1. Membantu pasien dalam perubahan posisi.
2. Monitor status oksigen/pernafasan sebelum dan setelah perubahan posisi dilakukan.
3. Pemberian dukungan pada bagian tubuh yang perlu diimobilisasikan.
4. Fasilitasi posisi yang mendukung ventilasi/perfusi.
5. Lakukan latihan rentang gerak pasif dan aktif.
6. Cegah penempatan pasien pada posisi yang dapat meningkatkan nyeri.
7. Minimalkan gesekan ketika positioning.
8. Posisikan pasien pada posisi yang mendukung drainase perkemihan.
9. Posisikan pada posisi yang dapat mencegah penekanan pada luka.
10. Instruksikan pasien terkait bagaimana postur yang baik.
11. Atur jadwal perubahan posisi pada pasien
d. Perawatan luka
Definisi: Mencegah komplikasi luka dan meningkatkan kesembuhan
Aktivitas
1. Monitor karakteristik luka meliputi drainase, warna, ukuran dan bau
2. Pertahankan teknik steril dalam perawatan luka
3. Inspeksi luka setiap melakukan pergantian dreesing
4. Atur posisi untuk mencegah tekanan pada daerah luka
5. Tingkatkan intake cairan
6. Ajarkan pada pasien/anggota keluarga tentang prosedur perawatan luka
7. Ajarkan pada pasien/anggota keluarga tentang tanda dan gejala infeksi
8. Dokumentasikan lokasi luka, ukuran, dan penampakannya.
H. DAFTAR PUSTAKA