Anda di halaman 1dari 33

VISI

Pada tahun 2023 menghasilkan Ners yang unggul dalam asuhan keperawatan lanjut usia
dengan menerapkan Ilmu dan Teknologi Keperawatan

TUGAS MAKALAH KEPERAWATAN GAWAT DARURAT I (KGD I)

PROSES KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DAN ETIK&LEGAL


KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Program Studi : Program Sarjana Terapan dan Program Studi


Pendidikan Profesi Ners Program Profesi
Mata Kuliah : Keperawatan Gawat Darurat
Dosen Pembimbing : Ace Sudrajat, S.Kp., M.Kes.

Kelompok : 1
Angggota : Annisa Triwijaya Tumuyu (P3.73.20.2.17.002)

Desy Nurohma Aviyanti (P3.73.20.2.17.011)

Kartika Witrianti (P3.73.20.2.17.020)

Rachmaningrum P.N.W. (P3.73.20.2.17.028)

Vidia Eka Septiasari (P3.73.20.2.17.035)

JURUSAN KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES JAKARTA III
TAHUN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
nikmat yang diberikan. Shalawat serta salam tak lupa kita sampaikan pada Nabi Muhammad
SAW, dengan mengucap rasa syukur kami sebagai tim penulis berhasil menyelesaikan
Makalah ini yang berjudul “PROSES KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DAN
ETIK&LEGAL KEPERAWATAN GAWAT DARURAT” untuk memenuhi tugas mata
kuliah Keperawatan Gawat Darurat I.

Dukungan dari berbagai pihak sangat membantu tim penulis dalam menyelesaikan
Makalah yang berjudul “PROSES KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DAN
ETIK&LEGAL KEPERAWATAN GAWAT DARURAT” ini. Ucapan terimakasih tim
penulis ucapkan kepada:

1. Bapak Ace Sudrajat, S.Kp., M.Kes. selaku dosen pembimbing kami dan dosen mata
kuliah Keperawatan Gawat Darurat I di Poltekkes Kemenkes Jakarta III
2. Dan kepada Orang Tua yang telah memberikan do’a, arah, dukungan, dan dorongan dari
segi material maupun moral.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih
banyak kekurangan-kekurangan dari segi kualitas atau kuantitas maupun dari ilmu
pengetahuan yang kami kuasai. Oleh karena itu kami selaku tim penulis mohon kritik dan
saran yang bersifat membangun untuk menyempurnakan pembuatan laporan atau karya tulis
dimasa mendatang. Atas perhatian dan waktunya kami ucapkan terima kasih.

Tim Penulis

Bekasi, Agustus 2019

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................................................1
B. Tujuan Penulisan Makalah.........................................................................................................2
C. Sistematika Penulisan................................................................................................................3
BAB II KONSEP DASAR...................................................................................................................4
A. Pengertian Triage.......................................................................................................................4
B. Prinsip Triage............................................................................................................................4
C. Tipe Triage Di Rumah Sakit......................................................................................................6
D. Klasifikasi Dan Penentuan Prioritas...........................................................................................6
E. Aspek dan Legal Keperawatan Gawat Darurat..........................................................................9
F. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat.......................................................................................10
G. Dokumentasi Triage.................................................................................................................12
H. Prosedur Tindakan Kolaboratif................................................................................................14
I. Prosedur Transportasi (Pemindahan Pasien)............................................................................14
BAB III TREND DAN ISSUE..........................................................................................................19
A. Analisis Pengaruh Pelatihan Resusitasi Jantung Paru (Rjp) Dewasa Terhadap Retensi
Pengetahuan Dan Ketrampilan Rjp Pada Mahasiswa Keperawatan Di Yogyakarta.........................19
B. Hubungan Ketepatan Penilaian Triase Dengan Tingkat Keberhasilan Penanganan Pasien
Cedera Kepala Di IGD RSU HKBP Balige Kabupaten Toba Samosir...................................................21
BAB IV PENUTUP............................................................................................................................25
A. Kesimpulan..............................................................................................................................25
B. Saran........................................................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................26

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pelayanan gawat darurat merupakan bentuk pelayanan yang bertujuan untuk
menyelamatkan kehidupan penderita, mencegah kerusakan sebelum
tindakan/perawatan selanjutnya dan menyembuhkan penderita pada kondisi yang
berguna bagi kehidupan. Karena sifat pelayanan gawat daruarat yang cepat dan tepat,
maka sering dimanfaatkan untuk memperoleh pelayanan pertolongan pertama dan
bahkan pelayanan rawat jalan bagi penderita dan keluarga yang menginginkan
pelayanan secara cepat.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi asuhan keperawatan gawat darurat,


yaitu kondisi kegawatan seringkali tidak terprediksi baik kondisi klien maupun jumlah
klien yang datang ke ruang gawat darurat, keterbatasan sumber daya dan waktu,
adanya saling ketergantungan yang sangat tinggi diantara profesi kesehatan yang
bekerja di ruang gawat darurat, keperawatan diberikan untuk semua usia dan sering
dengan data dasar yang sangat mendasar, tindakan yang diberikan harus cepat dan
dengan ketepatan yang tinggi (Maryuani, 2009).

Mengingat sangat pentingnya pengumpulan data atau informasi yang mendasar


pada kasus gawat darurat, maka setiap perawat gawat darurat harus berkompeten
dalam melakukan pengkajian gawat darurat. Keberhasilan pertolongan terhadap
penderita gawat darurat sangat tergantung dari kecepatan dan ketepatan dalam
melakukan pengkajian awal yang akan menentukan bentuk pertolongan yang akan
diberikan kepada pasien. Semakin cepat pasien ditemukan maka semakin cepat pula
dapat dilakukan pengkajian awal sehingga pasien tersebut dapat segera mendapat
pertolongan sehingga terhindar dari kecacatan atau kematian.

Pengkajian pada kasus gawat darurat dibedakan menjadi dua, yaitu pengkajian
primer dan pengkajian sekunder. Pertolongan kepada pasien gawat darurat dilakukan
dengan terlebih dahulu melakukan survei primer untuk mengidentifikasi masalah-
masalah yang mengancam hidup pasien, barulah selanjutnya dilakukan survei

1
sekunder. Tahapan pengkajian primer meliputi A: Airway, mengecek jalan nafas
dengan tujuan menjaga jalan nafas disertai kontrol servikal; B: Breathing, mengecek
pernafasan dengan tujuan mengelola pernafasan agar oksigenasi adekuat; C:
Circulation, mengecek sistem sirkulasi disertai kontrol perdarahan; D: Disability,
mengecek status neurologis; E: Exposure, enviromental control, buka baju penderita
tapi cegah hipotermia (Holder, 2002).

Pengkajian primer bertujuan mengetahui dengan segera kondisi yang


mengancam nyawa pasien. Pengkajian primer dilakukan secara sekuensial sesuai
dengan prioritas. Tetapi dalam prakteknya dilakukan secara bersamaan dalam tempo
waktu yang singkat (kurang dari 10 detik) difokuskan pada Airway Breathing
Circulation (ABC). Karena kondisi kekurangan oksigen merupakan penyebab
kematian yang cepat. Kondisi ini dapat diakibatkan karena masalah sistem pernafasan
ataupun bersifat sekunder akibat dari gangguan sistem tubuh yang lain. Pasien dengan
kekurangan oksigen dapat jatuh dengan cepat ke dalam kondisi gawat darurat
sehingga memerlukan pertolongan segera. Apabila terjadi kekurangan oksigen 6-8
menit akan menyebabkan kerusakan otak permanen, lebih dari 10 menit akan
menyebabkan kematian. Oleh karena itu pengkajian primer pada penderita gawat
darurat penting dilakukan secara efektif dan efisien (Mancini, 2011).

B. Tujuan Penulisan Makalah

1. Tujuan Umum

Menjelaskan konsep proses keperawatan gawat darurat dan etik & legal
keperawatan gawat darurat dan menjadi dasar dalam memberikan perawatan pada
pasien.

2. Tujuan khusus

a. Menjelaskan pengertian triage


b. Menjelaskan prinsip triage
c. Menjelaskan tipe triage
d. Menjelaskan klasifikasi dan penentuan prioritas
e. Menjelaskan aspek dan legal keperawatan gawat darurat
f. Menjelaskan asuhan keperawatan gawat darurat
g. Menjelaskan dokumentasi triage

2
h. Menjelaskan prosedur tindakan kolaboratif
i. Menjelaskan prosedur transportasi (pemindahan pasien)
j. Menjelaskan pengisian dokumen catatan keperawatan data kasus gawat darurat
pada setiap tahap

C. Sistematika Penulisan
Secara garis besar isi dan sistematika penulisan makalah ini terdiri atas:

1. Cover makalah
2. Kata pengantar
3. Daftar isi
4. BAB I Pendahuluan
5. BAB II Konsep Dasar
6. BAB III Trend and Issue
7. BAB IV Kesimpulan
8. Daftar Pustaka

3
BAB II

KONSEP DASAR

A. Pengertian Triage
Triage adalah suatu cara untuk menseleksi atau memilah korban berdasarkan
tingkat kegawatan. Menseleksi dan memilah korban tersebut bertujuan untuk
mempercepat dalam memberikan pertolongan terutama pada para korban yang
dalam kondisi kritis atau emergensi sehingga nyawa korban dapat diselamatkan.
Untuk bisa melakukan triage dengan benar maka perlu Anda memahami tentang
prinsip-prinsip triage.

Triage adalah suatu konsep pengkajian yang cepat dan terfokus dengan suatu cara
yang memungkinkan pemanfaatan sumber daya manusia, peralatan serta fasilitas
yang paling efisien dengan tujuan untuk memilih atau menggolongkan semua
pasien yang memerlukan pertolongan dan menetapkan prioritas penanganannya
(Kathleen dkk, 2008).
Triage adalah usaha pemilahan korban sebelum ditangani, berdasarkan tingkat
kegawatdaruratan trauma atau penyakit dengan mempertimbangkan prioritas
penanganan dan sumber daya yang ada.
Triage adalah suatu system pembagian/klasifikasi prioritas klien berdasarkan
berat ringannya kondisi klien/kegawatdaruratannya yang memerlukan tindakan
segera. Dalam triage, perawat dan dokter mempunyai batasan waktu (respon time)
untuk mengkaji keadaan dan memberikan intervensi secepatnya yaitu ≤ 10 menit.
Triase berasal dari bahasa Perancis trier dan bahasa inggris triage dan diturunkan
dalam bahasa Indonesia triase yang berarti sortir. Yaitu proses khusus memilah
pasien berdasar beratnya cidera/penyakit untuk menentukan jenis perawatan gawat
darurat. Kini istilah tersebut lazim digunakan untuk menggambarkan suatu konsep
pengkajian yang cepat dan berfokus dengan suatu cara yang memungkinkan
pemanfaatan sumber daya manusia, peralatan serta fasilitas yang paling efisien
terhadap 100 juta orang yang memerlukan perawatan di UGD setiap tahunnya
(Pusponegoro, 2010).
B. Prinsip Triage

Time Saving is Life Saving (waktu keselamatan adalah keselamatan hidup), The


Right Patient, to The Right Place at The Right Time, with The Right Care Provider.

4
1. Triase seharusnya dilakukan segera dan tepat waktu
Kemampuan berespon dengan cepat terhadap kemungkinan penyakit yang
mengancam kehidupan atau injuri adalah hal yang terpenting di departemen
kegawatdaruratan.
2. Pengkajian seharusnya adekuat dan akurat
Ketelitian dan keakuratan adalah elemen yang terpenting dalam proses
interview.
3. Keputusan dibuat berdasarkan pengkajian
Keselamatan dan perawatan pasien yang efektif hanya dapat direncanakan bila
terdapat informasi yang adekuat serta data yang akurat.
4. Melakukan intervensi berdasarkan keakutan dari kondisi
Tanggung jawab utama seorang perawat triase adalah mengkaji secara akurat
seorang pasien dan menetapkan prioritas tindakan untuk pasien tersebut. Hal
tersebut termasuk intervensi terapeutik, prosedur diagnostic dan tugas terhadap
suatu tempat yang diterima untuk suatu pengobatan.
5. Tercapainya kepuasan pasien
a. Perawat triase seharusnya memenuhi semua yang ada di atas saat
menetapkan hasil secara serempak dengan pasien
b. Perawat membantu dalam menghindari keterlambatan penanganan yang
dapat menyebabkan keterpurukan status kesehatan pada seseorang yang
sakit dengan keadaan kritis.
c. Perawat memberikan dukungan emosional kepada pasien dan keluarga atau
temannya.
Menurut Brooker, 2008. Dalam prinsip triase diberlakukan system prioritas,
prioritas adalah penentuan/penyeleksian mana yang harus didahulukan mengenai
penanganan yang mengacu pada tingkat ancaman jiwa yang timbul dengan
seleksi pasien berdasarkan :
a. Ancaman jiwa yang dapat mematikan dalam hitungan menit
b. Dapat mati dalam hitungan jam
c. Trauma ringan
d. Sudah meninggal
Pada umumnya penilaian korban dalam triage dapat dilakukan dengan :
a.       Menilai tanda vital dan kondisi umum korban

5
b.      Menilai kebutuhan medis
c.       Menilai kemungkinan bertahan hidup
d.      Menilai bantuan yang memungkinkan
e.       Memprioritaskan penanganan definitive

C. Tipe Triage Di Rumah Sakit


1. Tipe 1 : Traffic Director or Non Nurse
a. Hampir sebagian besar berdasarkan system triage
b. Dilakukan oleh petugas yang tak berijasah
c. Pengkajian minimal terbatas pada keluhan utama dan seberapa sakitnya
d. Tidak ada dokumentasi
e. Tidak menggunakan protocol
2. Tipe 2 : Cek Triage Cepat
a. Pengkajian cepat dengan melihat yang dilakukan perawat beregistrasi atau
dokter
b. Termasuk riwayat kesehatan yang berhubungan dengan keluhan utama
c. Evaluasi terbatas
d. Tujuan untuk meyakinkan bahwa pasien yang lebih serius atau cedera
mendapat perawatan pertama
3. Tipe 3 : Comprehensive Triage
a. Dilakukan oleh perawat dengan pendidikan yang sesuai dan berpengala
b. 4 sampai  5 sistem kategori
c. Sesuai protocol
D. Klasifikasi Dan Penentuan Prioritas
Berdasarkan Oman (2008), pengambilan keputusan triage didasarkan pada
keluhan utama, riwayat medis, dan data objektif yang mencakup keadaan umum
pasien serta hasil pengkajian fisik yang terfokus. Menurut Comprehensive
Speciality Standart, ENA tahun 1999, penentuan triase didasarkan pada kebutuhan
fisik, tumbuh kembang dan psikososial selain pada factor-faktor yang
mempengaruhi akses pelayanan kesehatan serta alur pasien lewat system pelayanan
kedaruratan. Hal-hal yang harus dipertimbangkan mencakup setiap gejala ringan
yang cenderung berulang atau meningkat keparahannya.
Beberapa hal yang mendasari klasifikasi pasien dalam system triage adalah kondisi
klien yang meliputi :

6
1. Gawat, adalah suatu keadaan yang mengancam nyawa dan kecacatan yang
memerlukan penanganan dengan cepat dan tepat.
2. Darurat, adalah suatu keadaan yang tidak mengancam nyawa tapi memerlukan
penanganan cepat dan tepat seperti kegawatan. Berdasarkan prioritas
keperawatan dapat dibagi menjadi 3 klasifikasi:

Tabel 4.1 Klasifikasi Berdasarkan Tingkat Prioritas (Labeling)

Tabel 4.2 Klasifikasi Triage

KLASIFIKASI KETERANGAN
Gawat darurat (P1) Keadaan yang mengancam nyawa atau
adanya gangguan ABC dan perlu tindakan
segera, misalnya cardiac arrest, penurunan
kesadaran, trauma mayor, dengan perdarahan
otak
Gawat tidak darurat (P2) Keadaamengancam nyawa tetapi tidak
memerlukan tindakan darurat. Setelah
dilakukan resusitasi maka sitindak lanjuti
oleh dokter spesialis
Darurat tidak gawat (P3) Keadaan yang tidak mengancam nyawa tetapi
memerlukan tindakan darurat. Pasien sadar,

7
tidak ada gangguan ABC dan dapat langsung
diberikan terapi definitive.
Tidak gawat tidak darurat (P4) Keadaan tidak mengancam nyawa dan tidak
memerlukan tindakan gawat. Gejala dan
tanda klinis ringan atau asimptomatis

Tabel 4.3 Klasifikasi berdasarkan Tingkat keakutan (Ilyer, 2004)

TINGKAT KEAKUTAN KETERANGAN


Kelas I Pemeriksaan fisik rutin (misalnya memar
minor) dapat menunggu lama tanpa bahaya
Kelas II Nonurgen atau tidak mendesak (misalnya
ruam, gejala flu) dapat menunggu lama tanda
bahaya
Kelas III Semi-urgen atau semi mendesak (misalnya
otitis media) dapat menunggu sampai 2 jam
sebelum pengobatan itu sendiri
Kelas IV Urgen atau mendesak (misalnya fraktur,
panggul, laserasi berat, asma) dapay
menunggu selama 1 jam
Kelas V Gawat darurat (misalnya henti jantung, syuk)
tidak boleh ada keterlambatan pengobatan
situasi yang menganvam hidup.
Beberapa petunjuk tertentu yang harus diketahui oleh perawat triage yang
mengindikasikan kebutuhan untuk klasifikasi prioritas tinggi. Petunjuk tersebut
meliputi :

1. Nyeri hebat
2. Perdarahan aktif
3.   Stupor / mengantuk
4. Disorientasi
5. Gangguan emosi
6. Dispnea saat istirahat
7.    Diaforesis yang ekstern
8.   Sianosis
9. Tanda vital diluar batas normal (Iyer, 2004)

8
E. Aspek dan Legal Keperawatan Gawat Darurat

3. PRINSIP ETIK DALAM


MENGAMBIL
KEPUTUSAN
4. Sebagaimana yang
tercermin dalam model
pengambilan keputusan,
prinsip-
5. prinsip etika yang
relevan harus
dipertimbangkan ketika
dilema etik muncul.
6. Terdapat beberapa prinsip-
prinsip etik yang terkait dam
pengaturan perawatan gawat
7. darurat, prinsip-prinsip ini
dimaksudkan untuk

9
memberikan hormat dan
martabat bagi
8. semua yang terlibat dalam
pengambialn keputusan.
9. 1. Menghargai otonomi
(facilitate autonomy)
10. Suatu bentuk hak
individu dalam mengatur
kegiatan/prilaku dan tujuan
11. hidup individu.
Kebebasan dalam memilih
atau menerima suatu
tanggung
12. jawab terhadap
pilihannya sendiri. Prinsip
otonomi menegaskan
bahwa

10
13. seseorang mempunyai
kemerdekaan untuk
menentukan keputusan
dirinya
14. menurut rencana
pilihannya sendiri. Bagian
dari apa yang didiperlukan
dalam
15. ide terhadap respect
terhadap seseorang,
menurut prinsip ini adalah
16. menerima pilihan
individu tanpa
memperhatikan apakah
pilihan seperti itu
17. adalah kepentingannya.
(Curtin, 2002). Permasalahan
dari penerapan prinsip
11
18. ini adalah adanya variasi
kemampuan otonomi pasien
yang dipengaruhi oleh
19. banyak hal, seperti
tingkat kesadaran, usia,
penyakit, lingkungan
Rumah
20. Sakit, ekonomi,
tersedianya informsi dan lain-
lain. Contoh: Kebebasan
pasien
21. untuk memilih
pengobatan dan siapa
yang berhak mengobatinya
sesuai
22. dengan yang diinginkan.
1. Tanggung Jawab Legal Dalam Keperawatan Gawat Darurat
Selain kewajiban etik perawat pada keperawatan kritis harus
memilikitanggung jawab dan tanggunggugat kepada pasien beberapa masalah
hukum yangmelibatkan perawat diantaranya:

12
a. Lisensi
Perawat yang terlibat dalam keperawatn kritis harus memiliki
lisensisebagai standar bahwa perawat tersebut dapat bertanggung
jawab danbertanggung gugat terhadap pasien yang ditangani. Lisensi ini
dibutuhkan didapatkan dengan melalui ujian kompetensi, lisensi
pelatihan keperawatngawat darurat (pelatihan PPGD).
b. Tuntutan perkara Perawat dalam melaksanakan perawatn kritis harus
memperhatikansegala prosedur yang ada. Ketika perawat tidak dapat
melaksanakan tugasdengan benar maka akan terjadi tuntutan atau
masalah-masalah hukum. Masalah hukum yang dapat dihadapi
dapat berupa pidana atau perdata. Oleh karena itu perawat kritis dalam
melakukan keperawatan gawat daruratatau kritis harus bersikap baik pada
pasien ataupun keluarga.
2. Keperawatan Gawat Darurat Ditinjau Dari Aspek Hukum
Walaupun ada undang-undang yang mengatur tentang keperawatan gawat
darurat yaitu Pasal 11 Peraturan Menteri Kesehatan tentang Informed
Consent menyatakan, dalam hal pasien tidak sadar/pingsan serta
tidak didampingi oleh keluarga terdekat dan secara medik berada dalam
keadaan gawatdarurat dan atau darurat yang memerlukan tindakan
medik segera untukkepentingannya, tidak diperlukan persetujuan dari
siapapun. Tetapi yang menjadi tuntutan hukum dalam praktek
Keperawatan Gawat Daruratbiasanya berasal dari :
a. Tuntutan hukum dalam praktek keperawatan gawat darurat biasanya
berasal dari:
1) Kegagalan komunikasi
2) Ketidakmampuan mengatasi dilema dalam profesi
b. Permasalahan etik dan hukum keperawatan gawat darurat merupakan
isu yang juga terjadi pada etika dan hukum dalam kegawatdaruratan
medik yaitu:
1) Diagnosis keadaan gawat darurat
2) Standar Operating Procedure
3) Kualifikasi tenaga medis
4) Hak otonomi pasien : informed consent (dewasa, anak)
5) Kewajiban untuk mencegah cedera atau bahaya pada pasien

13
6) Kewajiban untuk memberikan kebaikan pada pasien (rasa sakit,
menyelamatkan)
7) Kewajiban untuk merahasiakan
8) Prinsip keadilan dan fairness
9) Kelalaian
10) Malpraktek akibat salah diagnosis, tulisan yang buruk dan kesalahan
terapi : salah obat, salah dosis
11) Diagnosis kematian
12) Surat Keterangan Kematian
13) Penyidikan medikolegal untuk forensik klinik : kejahatan susila,
child abuse, aborsi dan kerahasiaan informasi pasien
c. Permasalahan dalam KGD dapat dicegah dengan:
1) Mematuhi standar operating procedure (SOP)
2) Melakukan pencatatan dengan bebar meliputi mencatat segala
tindakan, mencatat segala instruksi dan mencatat serah terima
F. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat

1. Proses keperawatan Gawat Darurat


a. Pengkajian
b. Diagnosa keperawatan
c. Rencana intervensi keperawatan
d. Evaluasi
2. Jenis pengkajian
a. Umum
1) Kesan perawat terhadap pasien saat sayang
2) Sakit berat, sakit senang, sakitr ringan
3) Gambar konsisi sedang di IGD
b. Kesadaran
1) Alert/Sadar Lingkungan
2) Verbal/Menjawab Pertanya
3) Pain/Nyeri
4) Unresponsive/Tidak Bereaksi
c. Primer

A: Airway (jalan nafas) dengan control  servikal

14
B: Breathing dan ventilasi

C: Circulation dengan control  perdarahan

D: Disability

E : Exposure control, dengan membuka  pakaian pasien tetapi cegah


hipotermi.

1) Airway (ada tidaknya sumbatan jalan napas distress pernapasan)


Sumbatan jalan nafas total
Pasien sadar          : memegang leher, gelisah, sianosis
Pasien tidak sadar: tidak terdengar suara nafas dan sianosis
2) Sumbatan parsial jalan napas
a) Ada kesulitan bernapas
b) Retraksi Suprasterna
c) Masih terdengar  suara napas
d) Suara stridor

3) Sumbatan  total jalan napas


a) Tidak ada suara napas
b) Ada kesulitan bernapas
c) Retraksi interkostal
d) Tidak dapat berbicara atau batuk
e) Memegang lehe
f)  ada tanda-tanda kepanikan
g) Wajah pucat, sianotik
4) Brathing (frekuensi napas suara pernapasan)
Frekuensi napas, suara penapasan, adanya udara keluar dari jalan napas
a) Cara pengkajian:
- Look: lihat tanda trauma, warna kulit, lihat pergerakan dada
- Listen: dengar suara napas dengan atau tanpa stetoskop apakah
terdapat suara tambahan
- Feel : rasakan dengan perkusi dan palpasi
5) Ciriculation (ada tidaknya denyut nadi kronis)
Ada tidaknya tanda-tanda syok, ada tidaknya perdarahan eksternal

15
d. Sekunder
1) SAMPLE (Sign and Symptoms, Allergy, Medication, Past medical
history, last, meal, leading)
2) Metode untuk mengkaji nyeri: PQRS
3) Pengkajian head to toe
4) Psikosisial
5) Pemeriksaan penunjang (Lab, RO)

3. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan dibuat sesuai dengan urutan masalah, penyebab, dan


data (problem, etiology, symptoms / PES), baik bersifat aktual maupun resiko
tinggi. Terkadang di IGD hanya ditulis masalah keperawatan sajaPrioritas masalah
ditentukan berdasarkan besarnya ancaman terhadap kehidupan klien ataupun
berdasarkan dasar/penyebab timbulnya gangguan kebutuhan klien.

G. Dokumentasi Triage

Dokumen adalah suatu catatan yang dapat dibuktikan atau dijadikan bukti dalam
persoalan hukum. Sedangkan pendokumentasian adalah pekerjaan mencatat atau
merekam peristiwa dan objek maupun aktifitas pemberian jasa (pelayanan) yang
dianggap berharga dan penting.
Dokumentasi yang berasal dari kebijakan yang mencerminkan standar nasional
berperan sebagai alat manajemen resiko bagi perawat UGD. Hal tersebut
memungkinkan peninjau yang objektif menyimpulkan bahwa perawat sudah
melakukan pemantauan dengan tepat dan mengkomunikasikan perkembangan pasien
kepada tim kesehatan. Pencatatan, baik dengan computer, catatan naratif, atau lembar
alur harus menunjukkan bahwa perawat gawat darurat telah melakukan pengkajian
dan komunikasi, perencanaan dan kolaborasi, implementasi dan evaluasi perawatan
yang diberikan, dan melaporkan data penting pada dokter selama situasi serius. Lebih
jauh lagi, catatan tersebut harus menunjukkan bahwa perawat gadar bertindak sebagai
advokat pasien ketika terjadi penyimpangan standar perawatan yang mengancam
keselamatan pasien (Anonimous, 2002).
Pada tahap pengkajian, pada proses triase yang mencakup dokumentasi :
1. Waktu dan datangnya alat transportasi
2. Keluhan utama

16
3. Pengkodean prioritas atau keakutan perawatan
4. Penentuan pemberi perawatan kesehatan yang tepat
5. Penempatan di area pengobatan yang tepat (missal : cardiac versus trauma,
perawatan minor vs perawatan kritis)
6. Permulaan intervensi (missal : balutan steril, es, pemakaian bidai, prosedur
diagnostic seperti pemeriksaan sinar X, EKG, GDA, dll
Rencana perawatan lebih sering tercermin dalam instruksi dokter serta dokumentasi
pengkajian dan intervensi keperawatan daripada dalam tulisan rencana perawatan formal
(dalam bentuk tulisan tersendiri). Oleh karena itu, dokumentasi oleh perawat pada saat
instruksi tersebut ditulis dan diimplementasikan secara berurutan, serta pada saat terjadi
perubahan status pasien atau informasi klinis yang dikomunikasikan kepada dokter
secara bersamaan akan membentuk “landasan” perawatan yang mencerminkan ketaatan
pada standar perawatan sebagai pedoman.
Dalam implementasi perawat gawat darurat harus mampu melakukan dan
mendokumentasikan tindakan medis dan keperawatan, termasuk waktu, sesuai dengan
standar yang disetujui. Perawat harus mengevaluasi secara continue perawatan pasien
berdasarkan hasil yang dapat diobservasi untuk menentukan perkembangan pasien kea
rah hasil dan tujuan dan harus mendokumentasikan respon pasien terhadap intervensi
pengobatan dan perkembangannya. Standar Joint Commision (1996) menyatakan bahwa
rekam medis menerima pasien yang sifatnya gawat darurat, mendesak, dan segera harus
mencantumkan kesimpulan pada saat terminasi pengobatan, termasuk disposisi akhir,
kondisi pada saat pemulangan, dan instruksi perawatan tindak lanjut.

Proses dokumentasi triage menggunakan system SOAPIE, sebagai berikut :


1.      S : data subjektif
2.      O : data objektif
3.      A : analisa data yang mendasari penentuan diagnosa keperawatan
4.      P : rencana keperawatan
5.      I : implementasi, termasuk didalamnya tes diagnostic
6.      E : evaluasi / pengkajian kembali keadaan / respon pasien terhadap
pengobatan dan perawatan yang diberikan (ENA, 2005)

H. Prosedur Tindakan Kolaboratif

17
Dasar pengelolaan  pasien ICU adalah pendekatan  multidisiplin dari
beberapa disiplin ilmu terkait  yang dapat memberikan  kontribusinya 
sesuai dengan bidang keahliannya  dan bekerjasama  di dalam tim. Tim
tersebut terdiri  dari:

1. Spesialis anestesi
2. Dokter spesialis
3. Perawat ICU
4. Dokter ahli mikrobiologi klinik
5. Ahli farmasi klinik
6. Ahli nutrisi
7. Fisioterapis
8. Tenaga lain sesuai klasifikasi pelayanan ICU

Tim Multidisiplin  mempunyai  5 (lima)  karakteristik:

1. Staf medik dan keperawatan yang tanggung  jawab


2. Staf medik, keperawatan, farmasi klinik, farmakologi  klinik, gizi klinik
dan mikrobiologi klinik yang berkolaborasi  pada pendekatan
3. Mempergunakan standar, protocol  atau guideline  untuk memastikan 
pelayanan yang konsisten  baik oleh dokter, perawat  maupun staf  yang
lain.
4. Memiliki dedikasi untuk melakukan koordinasi dan komunikasi.
5. Menekankan pada pelayaanan yang sudah tersertifikasi, pendidikan,
penelitian, masalah etik dan pengutamaan  pasien (Kemenkes, 2011)

I. Prosedur Transportasi (Pemindahan Pasien)


Transportasi pasien pada umumnya terbagi atas dua: Transportasi gawat darurat dan
kritis. Pada transportasi gawat darurat, setelah penderita diletakan diatas tandu (atau
Long Spine Board bila diduga patah tulang belakang) penderita dapat diangkut ke
rumah sakit. Sepanjang perjalanan dilakukan Survey Primer, Resusitasi jika perlu.
Tulang yang paling kuat ditubuh manusia adalah tulang panjang dan yang
paling kuat diantaranya adalah tulang paha (femur). Otot-otot yang beraksi pada
tulang tersebut juga paling kuat. Dengan demikian maka pengangkatan harus
dilakukan dengan tenaga terutama pada paha dan bukan dengan membungkuk
angkatlah dengan paha, bukan dengan punggung.
Panduan dalam mengangkat penderita gawat darurat.
1. Kenali kemampuan diri dan kemampuan pasangan kita.
2. Diangkat secara bersama dan bila merasa tidak mampu jangan dipaksakan
3. Ke-dua kaki berjarak sebahu kita, satu kaki sedikit didepan kaki sedikit

18
4. sebelahnya
5. Berjongkok, jangan membungkuk, saat mengangkat
6. Tangan yang memegang menghadap kedepan
7. Tubuh sedekat mungkin ke beban yang harus diangkat. Bila terpaksa jarak
8. maksimal tangan dengan tubuh kita adalah 50 cm
9. Jangan memutar tubuh saat mengangkat
10. Panduan diatas berlaku juga saat menarik atau mendorong penderita

J. Pengisian Dokumen Catatan Keperawatan Data Kasus Gawat Darurat Pada Setiap
Tahap
Dokumentasi asuhan keperawatan merupakan bagian integral dari asuhan
keperawatan yang dilaksanakan sesuai standar. Dengan demikian pemahaman dan
ketrampilan dalam menerapkan standar dengan baik merupakan suatu hal yang mutlak
bagi setiap tenaga keperawatan agar mampu membuat dokumentasi
keperawatan secara baik dan benar.
Dokumentasi yang berasal dari kebijakan yang mencerminkan standar
nasional berperan sebagai alat manajemen resiko bagi perawat UGD. Hal tersebut
memungkinkan peninjau yang objektif menyimpulkan bahwa perawat sudah
melakukan pemantauan dengan tepat dan mengkomunikasikan perkembangan pasien
kepada tim kesehatan. Pencatatan, baik dengan komputer, catatan naratif, atau lembar
alur harus menunjukkan bahwa perawat gawat darurat telah melakukan pengkajian

19
dan komunikasi, perencanaan dan kolaborasi, implementasi dan evaluasi perawatan
yang diberikan, dan melaporkan data penting pada dokter selama situasi serius. Lebih
jauh lagi, catatan tersebut harus menunjukkan bahwa perawat gawat darurat bertindak
sebagai advokat pasien ketika terjadi penyimpangan standar perawatan yang
mengancam keselamatan pasien.
Pada tahap pengkajian, pada proses triase yang mencakup dokumentasi:
1. Waktu dan datangnya alat transportasi
2. Keluhan utama (misal. “Apa yang membuat anda datang kemari?”)
3. Pengkodean prioritas atau keakutan perawatan
4. Penentuan pemberi perawatan kesehatan yang tepat
5. Penempatan di area pengobatan yang tepat (msl. kardiak versus trauma, perawatan
minor versus perawatan kritis)
6. Permulaan intervensi (misal. balutan steril, es, pemakaian bidai, prosedur
diagnostik seperti pemeriksaan sinar X, elektrokardiogram (EKG), atau Gas Darah
Arteri (GDA))(ENA, 2005).

KOMPONEN DOKUMENTASI TRIAGE


Tanggal dan waktu tiba
Umur pasien
Waktu pengkajian
Riwayat alergi
Riwayat pengobatan
Tingkat kegawatan pasien
Tanda - tanda vital
Pertolongan pertama yang diberikan
Pengkajian ulang
Pengkajian nyeri
Keluhan utama
Riwayat keluhan saat ini
Data subjektif dan data objektif
Periode menstruasi terakhir
Imunisasi tetanus terakhir
Pemeriksaan diagnostic
Administrasi pengobatan

20
Tanda tangan registered nurse

Rencana perawatan lebih sering tercermin dalam instruksi dokter serta


dokumentasi pengkajian dan intervensi keperawatan daripada dalam tulisan rencana
perawatan formal (dalam bentuk tulisan tersendiri). Oleh karena itu, dokumentasi oleh
perawat pada saat instruksi tersebut ditulis dan diimplementasikan secara berurutan,
serta pada saat terjadi perubahan status pasien atau informasi klinis yang
dikomunikasikan kepada dokter secara bersamaan akan membentuk “landasan”
perawatan yang mencerminkan ketaatan pada standar perawatan sebagai pedoman.
Dalam implementasi perawat gawat darurat harus mampu melakukan dan
mendokumentasikan tindakan medis dan keperawatan, termasuk waktu, sesuai dengan
standar yang disetujui. Perawat harus mengevaluasi secara kontinu perawatan pasien
berdasarkan hasil yang dapat diobservasi untuk menentukan perkembangan pasien ke
arah hasil dan tujuan dan harus mendokumentasikan respon pasien terhadap intervensi
pengobatan dan perkembangannya. Standar Joint Commision (1996) menyatakan
bahwa rekam medis menerima pasien yang sifatnya gawat darurat, mendesak, dan
segera harus mencantumkan kesimpulan padasaat terminasi pengobatan, termasuk
disposisi akhir, kondisi pada saat pemulangan, dan instruksi perawatan tindak lanjut.
Proses dokumentasi triage menggunakan sistem SOAPIE, sebagai berikut :
1. S : data subjektif
2. O : data objektif
3. A : analisa data yang mendasari penentuan diagnosa keperawatan
4. P : rencana keperawatan
5. I : implementasi, termasuk di dalamnya tes diagnostic
6. E : evaluasi / pengkajian kembali keadaan / respon pasien terhadap pengobatan
dan perawatan yang diberikan(ENA, 2005)
Untuk mendukung kepatuhan terhadap standar yang memerlukan stabilisasi,
dokumentasi mencakup hal - hal sebagai berikut:
1. Salinan catatan pengobatan dari rumah sakit pengirim
2. Tindakan yang dilakukan atau pengobatan yang diimplementasikan di fasilitas
pengirim
3. Deskripsi respon pasien terhadap pengobatan
4. Hasil tindakan yang dilakukan untuk mencegah perburukan lebih jauh pada
kondisi pasien

21
BAB III

TREND DAN ISSUE


A. Analisis Pengaruh Pelatihan Resusitasi Jantung Paru (Rjp) Dewasa Terhadap Retensi
Pengetahuan Dan Ketrampilan Rjp Pada Mahasiswa Keperawatan Di Yogyakarta.

Abstrak:
Henti jantung merupakan penyebab kematian utama pada kasus kegawatdaruratan
kardiovaskuler, baik pada setting prehospital (OHCA) maupun intrahospital.

22
Resusitasi Jantung Paru (RJP) yang berkualitas dapat mengoptimalkan return of
spontaneous circulation pada OHCA, tetapi banyak mahasiswa keperawatan tidak
percaya diri dalam melakukan prosedur ini sehingga mereka membutuhkan pelatihan
RJP, agar dapat berespon cepat, tanggap dan akurat dalam memberikan pertolongan
pada korban OHCA. Penelitian ini menguji pengaruh pelatihan RJP dewasa terhadap
retensi pengetahuan dan ketrampilan RJP pHasiada mahasiswa keperawatan di
Yogyakarta. Jenis penelitian quasi experimental dengan design one group pretest –
posttest. Posttest diberikan dua kali, yaitu sesaat sesudah pelatihan dan sebulan
sesudah pelatihan. Jumlah sampel yaitu 65 orang. Analisa data menggunakan pair t-
test. Hasilnya, pelatihan RJP berpengaruh positif terhadap pengetahuan dan
ketrampilan bystander RJP dengan p-value 0,000 (<0,001). Rerata skor awal
pengetahuan ±44,43, rerata skor sesaat sesudah pelatihan ±89,64 dan rerata skor
sebulan sesudah pelatihan adalah ±77,54. Rata-rata skor ketrampilan sebelum
pelatihan adalah ±35,55, rerata skor sesaat setelah pelatihan ±91,80 dan rerata skor
sebulan setelah pelatihan ±70,61. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden,
penurunan retensi pengetahuan dan ketrampilan mahasiswa sebulan sesudah pelatihan
RJP disebabkan karena mahasiswa kurang terpapar kasus pasien dengan henti jantung
yang membutuhkan tindakan RJP.
Kata Kunci: resusitasi jantung paru, pelatihan, bystander RJP

Hasil Penelitian
Pada penelitian ini, karakteristik responden berdasarkan usia menunjukkan
usia minimal adalah 20 tahun dan usia maksimal adalah 26 tahun, dengan mean 22,78.
Berdasarkan jenis kelamin, sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan
(76,92%).

Tabel 1. Data Karakteristik Responden berdasarkan usia dalam tahun (n=65


orang)
Usia Mean Median Modus SD
20-26 22,78 23 23 1,16
Sumber Data : Data Primer (2017)
Tabel 2. Data Karakteristik Responden berdasarkan jenis kelamin (n=65 orang)
Jenis Kelamin n %

23
Laki-laki 15 23,08
Perempuan 50 76,92
Total 65 100%
Sumber Data: Data Primer (2017)

Pada penelitian ini, kemampuan kognitif bystander RJP diartikan sebagai


kemampuan kognitif bystander dalam menginterpretasikan informasi tentang tindakan
early RJP pada pasien OHCA, sebelum, sesaat sesudah, dan satu bulan sesudah
pelatihan RJP. Berdasarkan table berikut tertuang rata-rata skor kemampuan kognitif
saat pretest, posttest dan sebulan sesudah pelatihan RJP.

Tabel 3. Data Kemampuan Kognitif dan Skill Responden Sebelum, Sesaat dan
Sebulan Sesudah Pelatihan RJP

Variabel Sebelum Sesaat Sebulan


Yang Pelatihan sesudah sesudah
Dinilai pelatihan pelatihan

Kemampu 44,43±5,44 89,64±5,56 77,54±6,86


an kognitif

Kemampu 33,55±6,51 91,80±6,25 70,61±6,14


an skill
Sumber Data: Data Primer (2017)

Pada penelitian ini, rata-rata skor pretest kemampuan kognitif bystander RJP
adalah ±44,43, sedangkan rata-rata skor sesaat sesudah pelatihan RJP adalah ±89,64
dan sebulan sesudah pelatihan RJP adalah ±77,54. Hasil penelitian ini didukung oleh
penelitian Bobrow et al (2012) bahwa rata-rata skor kemampuan kognitif bystander
RJP sebelum pelatihan yaitu ±52,04 dan skor kemampuan kognitif segera setelah
pelatihan meningkat menjadi ±84,34 dan sebulan setelah pelatihan menunjukkan
adanya penurunan yaitu menjadi ±78,59. Pada penelitian ini, rata-rata skor
kemampuan skill bystander RJP sebelum pelatihan yaitu ±35,55 sedangkan segera
setelah pelatihan meningkat menjadi ±91,80 dan sebulan setelah pelatihan, mengalami

24
penurunan menjadi ±70,61. McNallyet al.,(2011) mendukung hasil penelitian ini
bahwa kemampuan skill RJP sebelum diberikan pelatihan hanya ±29, sedangkan
setelah diberikan pelatihan, kemampuan skill RJP mencapai ±80,2 dan sebulan
sesudah pelatihan RJP menurun menjadi ±68,4. Hasil penelitian ini menunjukkan
adanya penurunan retensi pengetahuan dan ketrampilan mahasiswa sebulan sesudah
pelatihan RJP.

Kesimpulan:
Rata-rata skor awal pengetahuan bystander RJP pada penelitian ini adalah ±44,43,
sedangkan rata-rata skor sesaat sesudah pelatihan RJP adalah ±89,64 dan sebulan
sesudah pelatihan RJP adalah ±77,54. Rata-rata skor ketrampilan bystander RJP
sebelum pelatihan adalah ±35,55 sedangkan sesaat setelah pelatihan RJP adalah
±91,80 dan pada sebulan setelah pelatihan RJP adalah ±70,61.

B. Hubungan Ketepatan Penilaian Triase Dengan Tingkat Keberhasilan Penanganan


Pasien Cedera Kepala Di IGD RSU HKBP Balige Kabupaten Toba Samosir.

Abstrak:
Salah satu indikator keberhasilan respons medis darurat adalah kecepatan
memberikan bantuan yang cukup kepada pasien darurat baik secara teratur setiap hari
atau selama bencana dan keberhasilan penanganan cedera kepala untuk
menyelamatkan jiwa atau mencegah kecacatan sejak kejadian, dalam perjalanan ke
rumah sakit membantu . Triage adalah proses khusus memilah pasien berdasarkan
keparahan cedera atau penyakit untuk menentukan jenis perawatan darurat. Triase
didasarkan pada ABCDE, tingkat keparahan cedera, jumlah pasien yang datang,
fasilitas kesehatan yang tersedia dan kemungkinan hidup pasien. Perawat Triage
menggunakan keperawatan ABC seperti jalan napas, pernapasan dan sirkulasi, serta
warna kulit, kelembaban, suhu, denyut nadi, pernapasan, tingkat kesadaran dan
inspeksi visual untuk luka yang dalam, cacat berat dan memar untuk memprioritaskan
perawatan yang diberikan kepada pasien dalam keadaan darurat. kamar. Prinsip-
prinsip penanganan awal termasuk survei primer dan sekunder. Dalam manajemen
primer diprioritaskan pada ABCDE (Airway, dengan kontrol tulang belakang leher,
Pernapasan dan sirkulasi dengan kontrol perdarahan, kecacatan dan paparan) diikuti

25
oleh resusitasi. Triage adalah cara memilih pasien berdasarkan kebutuhan terapi dan
sumber daya yang tersedia. Penilaian triase adalah proses menilai pasien berdasarkan
keparahan cedera kepala atau menentukan jenis perawatan darurat. Metode: Desain
penelitian menggunakan metode penelitian korelasional dengan sampel 17 orang.
Pengambilan sampel penelitian ini menggunakan probability sampling dengan
Proportionate stratified random sampling, penelitian yang dilakukan pada Januari
2017. Hasil: Hasil penelitian menemukan triase perawat terhadap pasien cedera
kepala terlihat bahwa mayoritas perawat berhasil melakukan penilaian triase sebanyak
14 orang ( 82,36%). Korelasi ketelitian evaluasi perawat Triage dengan tingkat
keberhasilan penanganan Cedera Kepala pasien di IGD HKBP Balige Hospital
dengan hasil uji Pearson Product Moment dengan r = 0,327 yang berarti terdapat
korelasi
Keberhasilan penilaian Frekuensi Persentase
yang
Triase (%)
Berhasil 14 82.4 signifikan
Cukup berhasil 3 17.6 antara
Total 17 100
akurasi
penilaian perawat Triage dengan tingkat keberhasilan cedera kepala pasien di IGD
HKBP Balige. Oleh karena itu diharapkan ke Rumah Sakit agar dapat
mempertahankan hasil waktu respon yang cepat dan tepat, dan lebih meningkatkan
layanannya, terutama di departemen darurat.
Kata kunci: Penilaian triase, penanganan, pasien, cedera kepala.

Hasil Penelitian
Penilaian Triase Pasien Cedera Kepala
Keberhasilan penilaian triase perawat terhadap pasien cedera kepala terlihat bahawa
mayoritas perawat berhasil melakukan pernilaian triase sebanyak 14 orang (82.36%).

Tabel Keberhasilan Penilaian Triase

Distribusi Penanganan perawat pasien cedera kepala menunjukkan sebanyak sebanyak 14


orang (82.4%) melakukan penanganan yang baik terhadap pasien cedera kepala.

26
Hubungan ketepatan penilaian Triase perawat dengan tingkat keberhasilan
penanganan pasien Cedera Kepala

Hubungan ketepatan penilaian Triase perawat dengan tingkat keberhasilan


penanganan pasien Cedera Kepala di IGD RSU HKBP Balige dengan hasil uji Pearson
Product Moment dengan nilai r = 0.327 yang berarti ada hubungan yang signifikan antara
ketepatan penilaian Triase perawat dengan tingkat keberhasilan penanganan pasien
Cedera Kepala, dengan nilai signifikansi 0.000 (<0.05), maka Ho ditolak yaitu ada
hubungan ketepatan penilaian Triase perawat dengan tingkat keberhasilan penanganan
pasien Cedera Kepala di IGD RSU HKBP Balige. Penelitian ini menggunakan tingkat
kepercayaan 5% dan kekuatan uji 95%.

Kesimpulan:

Keberhasilan penilaian triase perawat terhadap pasien cedera kepala terlihat


bahawa mayoritas perawat berhasil melakukan pernilaian triase sebanyak 14 orang
(82.36%). Hubungan ketepatan penilaian Triase perawat dengan tingkat keberhasilan
penanganan pasien Cedera Kepala di IGD RSU HKBP Balige dengan hasil uji
Pearson Product Moment dengan nilai r = 0.327 yang berarti ada hubungan yang
signifikan antara ketepatan penilaian Triase perawat dengan tingkat keberhasilan
penanganan pasien Cedera Kepala di IGD RSU HKBP Balige.

27
BAB IV

PENUTUP
A. Kesimpulan

28
Pelayanan gawat darurat merupakan bentuk pelayanan yang bertujuan untuk
menyelamatkan kehidupan penderita, mencegah kerusakan sebelum
tindakan/perawatan selanjutnya dan menyembuhkan penderita pada kondisi yang
berguna bagi kehidupan. Karena sifat pelayanan gawat daruarat yang cepat dan
tepat, maka sering dimanfaatkan untuk memperoleh pelayanan pertolongan pertama
dan bahkan pelayanan rawat jalan bagi penderita dan keluarga yang menginginkan
pelayanan secara cepat.
Triage adalah suatu cara untuk menseleksi atau memilah korban berdasarkan
tingkat kegawatan. Menseleksi dan memilah korban tersebut bertujuan untuk
mempercepat dalam memberikan pertolongan terutama pada para korban yang
dalam kondisi kritis atau emergensi sehingga nyawa korban dapat diselamatkan.
Untuk bisa melakukan triage dengan benar maka perlu Anda memahami tentang
prinsip-prinsip triage.
Berdasarkan Oman (2008), pengambilan keputusan triage didasarkan pada
keluhan utama, riwayat medis, dan data objektif yang mencakup keadaan umum
pasien serta hasil pengkajian fisik yang terfokus.

B. Saran
Kegawatdaruratan harus cepat dan tepat serta harus dilakukan segera oleh
setiaporang yang pertama menemukan/mengetahui (orang awam, perawat, para
medis,dokter), baik didalam maupun diluar rumah sakit karena kejadian ini dapat
terjadi setiap saat dan menimpa siapa saja. Sebagai perawat kita harus cepat tanggap
pada keadaan yang mengancam keadaan seseorang.

DAFTAR PUSTAKA

29
Anonimous. 2002. Disaster Medicine. Philadelphia USA: Lippincott Williams.
ENA, 2005. Emergency Care. USA : WB Saunders Company.
Iyer, P. 2004. Dokumentasi Keperawatan: Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta :
EGC.
Gustia M., Manurung M.,(2018) Hubungan Ketepatan Penilaian Triase Dengan Tingkat
Keberhasilan Penanganan Pasien Cedera Kepala Di IGD RSU HKBP Balige Kabupaten
Toba Samosir. Jurnal Jumantik. Vol. 3. No.2
Guwandi,J. (2002). Hospital Law (Emerging doctrines & Jurisprudence). Jakarta :
Balai penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Ners Indonesia. 2016. Konsep ICU.
https://nersindonesiablog.wordpress.com/2016/12/09/konsep-icu/amp/ diakses pada 12
Agustus 2019.
Oman, Kathleen S. 2008. Panduan Belajar Keperawatan Emergensi. Jakarta : EGC.
Suarningsih, Ni Kadek Ayu. 2017. Pelaksanaan Teknik Memindahkan Pasien Trauma.
Denpasar: Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
Wijaya, S. 2010. Konsep Dasar Keperawatan Gawat Darurat. Denpasar : PSIK FK Unud.
Windya.R. (2017) Analisis Pengaruh Pelatihan Resusitasi Jantung Paru (Rjp) Dewasa
Terhadap Retensi Pengetahuan Dan Ketrampilan Rjp Pada Mahasiswa Keperawatan Di
Yogyakarta. Jurnal Keperawatan Soedirman. Vol. 12. No.3

30

Anda mungkin juga menyukai