JURUSAN KEPERAWATAN
2023
DAFTAR ISI
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya,sehingga makalah yang membahas tentang “Proses
Keperawatan Gawat Darurat klien dengan gangguan obstetri” ini dapat diselesaikan tepat pada
waktunya. Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai sarana untuk memperdalam materi
tentang Keperawatan Gawat Darurat yang merupakan salah satu mata kuliah yang diajarkan di
Poltekkes Kemenkes Jakarta III.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penulisan makalah ini, khususnya kepada ibu Deswani, S.Kp., M.Kes., Sp.Mat. sebagai dosen
mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat. Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari
sempurna. Penulis mohon maaf atas kesalahan dan ketidaksempurnaan yang pembaca temukan
dalam makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun saran dari semua pihak
sangat diharapkan.
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Deteksi dini, rujukan yang cepat dan tepat pada setiap kasus kegawatdaruratan
pada maternal dan neonatal dapat mencegah terjadinya peningkatan kasus kematian ibu,
janin dan bayi pada saat kehamilan atau persalinan. Makalah ini dibuat dengan tujuan agar
mahasiswa keperawatan semester V dapat memahami konsep kegawatdaruratan pada klien
dengan gangguan obstetric, bagaimana penanganannya, dan seperti apa konsep dasar dan
asuhan keperawatan pasien dengan gangguan obstetric. Pengenalan kondisi kedaruratan
obstetric ini bertujuan agar calon tenaga keperawatan di masa depan memiliki wawasan
dan kompetensi yang baik dalam menghadapi dan menangani kasus kegawatdaruratan
obstetric. Sehingga dapat menurunkan tingkat kematian atau Angka Kematian Ibu (AKI)
dan Angka Kematian Bayi (AKB).
1
1.2 Rumusan Masalah
2
BAB II
KEGAWATDARURATAN OBSTETRI
2.1.1 Pengertian
Kegawatdaruratan adalah suatu kejadian yang muncul secara mendadak, jika
mengalami kejadian yang mengancam jiwa membutuhkan pertolongan segera
karena sangat mengancam jiwa. Kegawatdaruratan obstetri adalah kejadian yang
tidak diinginkan karena kondisi yang mengancam jiwa saat kehamilan ataupun
melahirkan yang disebabkan terjadinya pendarahan, bukan hanya pada ibu saja
melainkan janin atau bayinya juga terancam, dan jika tidak ditangani segera dapat
mengakibatkan kematian ibu dan janin. penyebab terpenting kematian maternal di
Indonesia adalah perdarahan 40-60% , infeksi 20-30%, dan keracunan kehamilan
20-30%, sisanya sekitar 5% disebabkan penyakit lain yang memburuk saat
kehamilan.
2.1.2 Tanda dan Gejala
a. Terlambat haid atau amenore kurang dari 20 minggu
b. Pada pemeriksaan fisik : keadaan umum tampak lemah, kesadaran menurun,
tekanan darah menurun, denyut nadi cepat dan kecil, suhu badan meningkat
c. Perdarahan pervaginam, mungkin disertai keluarnya jaringan hasil konsepsi
d. Rasa mulas, kram perut di daerah atas simfisis, serta nyeri pinggang akibat
kontraksi uterus (Mansjoer, 2002)
2.1.3 Manifestasi Klinik
a. Pendarahan: bercak, merembes, profus (sebanyak-banyaknya) sampai syok
b. Infeksi dan sepsis: pengeluaran cairan pervaginam yang berbau, air ketuban
hijau, demam sampai syok
c. Hipertensi dan preeklampsia/ eklampsia: keluhan sakit kepala, penglihatan
kabur, kejang-kejang sampai koma/ tidak sadar
d. Persalinan macet dikenal dengan kemajuan persalinan tidak berlangsung sesuai
dengan batas waktu normal dan dapat bermanifestasi ruptura uteri (kondisi
robeknya dinding rahim akibat cedera persalinan)
3
2.1.4 Patoflow
4
berat yang menolak dalam pemberian obat profilaksis untuk anti kejang. Preeklamsia
adalah gejala pada ibu hamil saat hamil mengalami hipertensi bisa terjadi pada usia
kehamilan diatas 4 bulan, biasanya ditemukan pada usia kehamilan 9 bulan, bahkan
kapan saja bisa timbul hipertensi di masa pertengahan kehamilan.
Perdarahan
3) Postpartum
terdapat 2 jenis pendarahan yaitu primer dan sekunder.
a. Perdarahan Post partum primer
Pendarahan yang terjadi saat 24 jam pertama setelah melahirkan. disebabkan
oleh :
1. Atonia Uteri
2. Laserasi Jalan Lahir
3. Retensio Plasenta Atau Sebagian Plasenta
4. Gangguan Pembekuan Darah
b. Perdarahan pasca postpartum sekunder
Perdarahan yang terjadi setelah 24 jam melahirkan. disebabkan oleh :
1. Subinvolusi Uteri
2. Sisa Plasenta
3. Tumor/Mioma Uteri
4. Kelainan Perdarahan
5. Hematoma Jalan Lahir
4) Serangan Jantung pada Ibu
Pada ibu hamil mengalami perubahan bentuk fisiologis yang membutuhkan
untuk memberikan perawatan pada ibu dan janin yang ditandai dengan ada
adanya nyeri dada yang khas seperti ditusuk dibagian dada yang menjalar ke
bagian lengan atau punggung bahkan akan mengakibatkan henti jantung yang
mendadak. Jika adanya gejala tersebut pada ibu hamil sebaiknya langsung
dibawa kerumah sakit agar diberikan tindakan secepatnya supaya ibu dan janin
terselamatkan.
5) Prolaps Tali Pusat
Definisi prolaps tali pusat adalah kondisi Ketika tali pusat terletak disamping
atau didepan bagian janin yang terendah pada jalan lahir setelah ketuban
pecah. Penyebabnya adalah letak janin yang menyebabkan pintu atas panggul
tidak tertutup oleh bagian janin. Diagnosis prolaps tali pusat adalah pemeriksaan
5
dalam vagina yang teraba seperti tali, berdenyut bila bayi masih hidup. Tindakan
perawat yang harus dilakukan dalam kondisi ini adalah reposisi tali pusat jika
memungkinkan dan memposisikan panggul lebih tinggi.
6) Distosia Bahu
Distosia bahu adalah kondisi kegawatdaruratan obstetri pada persalinan
pervaginam dimana bahu janin gagal lahir secara spontan setelah lahirnya
kepala. Tanda klinis terjadinya distosia bahu :
a. Tubuh bayi tidak muncul setelah ibu meneran dengan baik dan traksi yang
cukup untuk melahirkan tubuh setelah kepala bayi lahir.
b. Turtle sign adalah kepala bayi tertarik kembali ke perineum ibu setelah
keluar dari vagina. Penarikan kepala bayi ini terjadi akibat bahu depan bayi
terperangkap di simfisis pubis ibu sehingga mencegah lahirnya tubuh bayi.
2.1.6 Komplikasi Kegawatdaruratan Obstetri
Komplikasi yang berbahaya pada abortus adalah perdarahan,perforasi, infeksi, dan
syok (Wijnjosastro, 2005):
a. Perdarahan
b. Perforasi
c. Infeksi
d. Syok
2.1.7 Diagnosa Keperawatan Pasien dengan Gangguan Obstetri
Didapatkan diagnosa keperawatan pada pasien dengan obstetri dalam buku SDKI
sebagai berikut :
a. Risiko ketidakseimbangan cairan (D.0036)
b. Risiko infeksi (D. 0142)
c. Nyeri akut (D.0077)
d. Risiko cedera pada ibu (D.0137)
e. Risiko cedera pada janin (D.0138)
6
tenaga medis lainnya. Setiap tenaga medis memiliki peran masing-masing, karena
penanganan perdarahan kegawatdaruratan harus dilakukan secara cepat, cermat, dan
intensif.
A) Resusitasi Awal
Pada semua kasus gawat daruratan obstetri penanganan awal adalah sama dengan
semua kasus gawat darurat lain, yaitu sesuai dengan urutan ABCDE.
1. (Airway) : Membuka atau membebaskan jalan napas. Membuat jalan napas pasien
bebas, tidak tersumbat. Dengan menggunakan metode Chin Lift / Jaw Thrust
(mengangkat dagu). Namun hati-hati jika pasien memiliki trauma leher.
2. (Breathing) : Memastikan pernapasan lancar sehingga oksigen bisa masuk sampai
ke paru, dan evaluasi suara napas atau rasakan hembusan nafas. Berikan oksigen
atau bantuan nafas.
3. (Circulation) : Memastikan peredaran darah lancar dengan memasang infus,
memberikan cairan dan atau transfusi darah.
4. (Drugs) : Memberikan obat-obatan gawat darurat yang diperlukan seperti :
uterotonik untuk meningkatkan kontraksi uterus, diuresis pada edema paru,
antidots pada kecurigaan intoksikasi.
5. (Environment) : Mencegah komplikasi pada pasien akibat jatuh atau aspirasi
karena penyakitnya seperti: pasien jatuh saat kejang eklampsia.
Pada kasus obstetri bisa ditambahkan (Fetus) jika terjadi gawat janin, denyut
jantung janin melemah (<100 x/mnt) maka Ibu diposisikan miring ke kiri dipasang
oksigen dan harus segera disiapkan untuk melahirkan bayi sesuai indikasi. Pada saat
awal resusitasi cairan, ambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium sederhana
hemoglobin (Hb), hematokrit, leukosit, trombosit, dan waktu perdarahan secara
langsung. Jangan lupakan juga mengambil sampel darah untuk keperluan transfusi
bila diperlukan.
B) Pemeriksaan Awal
1. Anamnesa : bisa dari pasien dan keluarga pasien.
2. Pemeriksaan Fisik : mengecek TTV, saturasi oksigen, produksi urin dan jumlah
perdarahan.
3. Pemeriksaan Laboratorium : faal pembekuan darah, protein urine, dan AGD
(Analisa Gas Darah).
C) Penanganan Awal
1. Tetap tenang pusatkan perhatian pada kebutuhan ibu
7
2. Jangan biarkan ibu sendirian tanpa ada yang menjaga
3. Jika ibu tidak sadar: nilai jalan napas, pernapasan dan sirkulasi
4. Jika curiga syok lakukan penatalaksanaan syok. Walaupun tanda syok tidak
terlihat pikirkan syok sewaktu melakukan evaluasi karena statusnya dapat
memburuk dengan cepat
5. Letakkan ibu dalam posisi berbaring miring dengan sisi kirinya dibawah dan kaki
dinaikkan
6. Longgarkan baju yang ketat.
7. Bicara dengan ibu dan bantu agar tetap tenang
8. Tanyakan apa yang terjadi dan gejala yang dialami
9. Lakukan pemeriksaan dengan cepat termasuk tanda vital dan warna kulit
10. Pertimbangkan jumlah darah yang hilang dan nilai tanda gejala yang ada.
Salah satu masalah yang sering terjadi pada kehamilan adalah terjadinya perdarahan.
Perdarahan dapat terjadi pada setiap usia kehamilan. Perdarahan pada kehamilan sendiri
berarti perdarahan melalui vagina yang terjadi pada masa kehamilan, bukan perdarahan
dari organ atau sistem lainnya. Perdarahan pada kehamilan adalah masalah yang cukup
serius yang terjadi pada masyarakat Indonesia yang mengakibatkan mortalitas yang cukup
tinggi pada ibu-ibu di Indonesia.
Perdarahan dalam kehamilan dapat terjadi setiap saat, baik selama kehamilan,
persalinan, maupun saat masa nifas. Oleh karena dapat membahayakan keselamatan ibu
dan janin, setiap perdarahan yang terjadi dalam kehamilan, persalinan, dan masa nifas
dianggap sebagai suatu keadaan akut dan serius. Setiap wanita hamil dan nifas yang
mengalami perdarahan, harus segera dirawat dan dicari penyebabnya, untuk selanjutnya
dapat diberi pertolongan dengan tepat.
Pengelompokan perdarahan pada kehamilan tersebut secara praktis dibagi menjadi:
perdarahan pada kehamilan muda, perdarahan sebelum melahirkan (antepartum
hemoragik), dan perdarahan setelah melahirkan (postpartum hemoragik).
2.3.1 Perdarahan Kehamilan Muda
Perdarahan pervaginam pada kehamilan muda adalah perdarahan yang terjadi
sebelum kehamilan 22 minggu. World Health Organization (WHO) menetapkan
batas usia kehamilan kurang dari 22 minggu, namun beberapa acuan terbaru
menetapkan batas usia kehamilan kurang dari 20 minggu.
8
Kehamilan normal biasanya tidak disertai dengan perdarahan pervaginam,
tetapi terkadang banyak wanita mengalami episode perdarahan pada trimester
pertama kehamilan. Darah yang keluar biasanya segar (merah terang) atau berwarna
coklat tua (coklat kehitaman). Perdarahan yang terjadi biasanya ringan, tetapi
menetap selama beberapa hari atau secara tiba-tiba keluar dalam jumlah besar.
Manifestasi klinis yang dapat terlihat pada perdarahan kehamilan muda adalah:
a) Tanda-tanda kehamilan, seperti amenorea kurang dari 20 minggu, mual muntah,
mengidam, hiperpigmentasi mammae, dan tes kehamilan positif
b) Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum tampak lemah atau kesadaran menurun,
tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan kecil, serta
suhu badan normal atau meningkat
c) Perdarahan pervaginam, mungkin disertai keluarnya jaringan hasil konsepsi
d) Rasa mulas atau keram perut di daerah atas simfisis disertai nyeri pinggang akibat
kontraksi uterus
Terdapat kalsifikasi perdarahan pada kehamilan muda, yaitu:
1) Abortus
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin
mampu hidup luar kandungan. Batasan abortus adalah umur kehamilan
kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Sedang
menurut WHO/FIGO adalah jika kehamilan kurang dari 22 minggu, bila
berat janin tidak diketahui. Abortus dapat terjadi karena beberapa sebab,
yaitu:
a. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi, disebabkan oleh lingkungan
sekitar tempat implantasi kurang sempurna, kelainan kromosom dan
adanya pengaruh dari radiasi, virus, obat-obat, dan sebagainya
b. Kelainan pada plasenta: misalnya karena hipertensi
c. Faktor maternal: penyakit mendadak seperti pneumonia, tifus
abdominalis, pielonefritis, malaria, dan lain-lain dapat menyebabkan
abortus. Toksin, bakteri, virus atau plasmodium dapat melalui plasenta
masuk ke janin, sehingga menyebabkan kematian janin dan kemudian
terjadilah abortus. Anemia berat, keracunan, laparotomi, peritonitis
umum, dan penyakit menahun juga dapat menyebabkan terjadinya
abortus.
9
d. Kelainan traktus genitalia: Retroversi uteri, mioma uteri, atau kelainan
bawaan uterus dapat menyebabkan abortus.
2) Kehamilan Ektopik
Kehamilan ektopik didefinisikan
sebagai suatu kehamilan yang
pertumbuhan sel telur yang telah
dibuahi tidak menempel pada
dinding endometrium kavum uteri,
tetapi biasanya menempel pada
daerah didekatnya.
Tuba bukanlah tempat untuk
pertumbuhan hasil konsepsi, sehingga tidak mungkin janin tumbuh secara
utuh seperti dalam uterus. Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada
umur kehamilan antara 6 sampai 10 minggu.
Ada berbagai macam faktor yang dapat menyebabkan kehamilan
ektopik. Namun kehamilan ektopik juga dapat terjadi pada wanita tanpa
faktor risiko. Faktor risiko kehamilan ektopik adalah sebagai berikut:
a. Penggunaan kontrasepsi spiral dan pil progesteron. Kehamilan ektopik
meningkat apabila ketika hamil masih menggunakan kontrasepsi spiral
(3-4%). Pil yang hanya mengandung hormon progesteron juga
meningkatkan kehamilan ektopik karena dapat mengganggu pergerakan
sel rambut silia di saluran tuba yang membawa sel telur yang sudah
dibuahi untuk berimplantasi ke dalam rahim.
b. Faktor abnormalitas dari zigot. Apabila tumbuh terlalu cepat atau
tumbuh dengan ukuran besar, maka zigot akan tersendat dalam
perjalanan pada saat melalui tuba, kemudian berhenti dan tumbuh di
saluran tuba
10
c. Faktor abnormalitas dari tuba. Lumen tuba sempit dan berkelok-kelok
panjang dapat menyebabkan fungsi silia tuba tidak berfungsi secara baik
dan perlengketan peritubal dengan distorsi atau lekukan tuba dapat
menghambat perjalanan telur.
d. Faktor ovum. Bila ovarium memproduksi ovum dan ditangkap oleh tuba
yang kontralateral, dapat membutuhkan proses khusus atau waktu yang
lebih panjang sehingga kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik
lebih besar.
e. Faktor lain: Pemakaian IUD dimana proses peradangan yang dapat
timbul pada endometrium dan endosalping dapat menyebabkan
terjadinya kehamilan ektopik.
3) Mola Hidatiosa
Mola berasal dari bahasa latin yang artinya massa dan hidatidosa berasal
dari kata hydats yang berarti tetesan air. Mola hidatidosa merupakan
kehamilan yang berkembang tidak wajar (konsepsi yang patologis) dimana
tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis mengalami
perubahan/degenerasi hidropik menyerupai buah anggur atau mata ikan.
Dalam hal demikian disebut Mola Hidatidosa atau Complete mole,
sedangkan bila disertai janin atau bagian janin disebut sebagai Mola
Parsialis atau Partial mole.
Penyebab dari mola tidak diketahui secara pasti, namun ada beberapa
faktor yang dapat menyebabkan terjadinya mola:
a. Faktor ovum yang memang sudah patologik, tetapi terlambat untuk
dikeluarkan
b. Imunoselektif dari trofoblast
c. Malnutrisi, defisiensi protein, asam folat, karoten, vitamin, dan lemak
hewani
d. Paritas tinggi
e. Umur, risiko tinggi kehamilan dibawah 20 atau diatas 40 tahun
f. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas
2.3.2 Perdarahan Antepartum
Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi setelah minggu ke 28
masa kehamilan. Perdarahan antepartum merupakan perdarahan yang berasal dari
traktus genitalia setelah usia kehamilan 24 minggu dan sebelum onset kelahiran janin.
11
Angka kejadiannya berkisar antara 5-10% kehamilan. Keparahan dan frekuensi
perdarahan obstetri membuat perdarahan trimester ketiga menjadi salah satu dari tiga
penyebab kematian ibu dan penyebab terbesar morbiditas dan mortalitas perinatal di
Indonesia.
Harus dibedakan antara perdarahan yang disebabkan oleh karena penyebab obstetri
dan non obstetri (penyebab lokal). Penyebab nonobstetri menghasilkan perdarahan
yang menyebabkan kehilangan darah yang relatif sedikit kecuali pada karsinoma
serviks yang invasive. Kebanyakan perdarahan yang parah menghasilkan hilangnya >
800 mL darah biasanya akibat solusio plasenta atau plasenta previa. Yang lebih jarang
namun tetap berbahaya yaitu perdarahan dari circumvallate placenta, abnormalitas
mekanisme pembekuan darah dan ruptur uteri.
a. Plasenta Previa
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen
bawah uterus sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir
(Wiknjosastro, 2014). Plasenta previa adalah kondisi dimana plasenta
berimplantasi menutupi sebagian atau seluruh segmen bawah rahim (Sataloff dkk,
2014).
Plasenta previa berdasarkan terabanya jaringan plasenta melalui jalan lahir
diklasifikasikan menjadi plasenta previa totalis yaitu implantasi plasenta menutupi
seluruh pembukaan jalan lahir, plasenta previa parsialis yaitu plasenta yang
implantasinya menutupi sebagian pembukaan jalan lahir, plasenta previa
marginalis yaitu plasenta yang implantasinya berada tepat di pinggir pembukaan
jalan lahir dan plasenta letak rendah yaitu
implantasi plasenta yang terletak 3-4 cm
dari pembukaan jalan lahir.
Gejala utama plasenta previa adalah perdarahan dari vagina yang terjadi pada
akhir trimester kedua atau trimester ketiga kehamilan. Ciri perdarahan tersebut
umumnya berupa:
1) Tanpa disertai rasa sakit
2) Berwarna merah cerah
3) Bisa banyak atau sedikit
4) Bisa terjadi berulang dalam beberapa hari
b. Solusio Plasenta
12
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya yang
normal dari uterus, sebelum janin dilahirkan. Definisi ini berlaku pada kehamilan
dengan usia kehamilan (masa gestasi) di atas 22 minggu atau berat janin diatas 500
gr. Berdasarkan gejalanya, solusio plasenta dibagi menjadi 3 kelas:
1. Kelas 0: tidak ada gejala. Karena tidak menimbulkan gejala gejala, solusio
plasenta kelas 0 ini baru ditemukan pada saat kelahiran dengan ciri berupa
gumpalan darah atau adanya area yang penyok pada plasenta.
2. Kelas 1: gejala ringan (48 persen kasus), gejalanya antara lain:
a) Tidak ada perdarahan atau perdarahan vagina ringan.
b) Nyeri rahim ringan.
c) Tekanan darah dan denyut nadi ibu normal.
d) Tidak ada gangguan koagulasi darah dan tidak ada gawat janin.
3. Kelas 2: gejala sedang (27 persen kasus), gejalanya antara lain:
a) Tidak ada perdarahan atau perdarahan vagina ringan.
b) Nyeri rahim sedang-berat dengan kontraksi tetanik.
c) Peningkatan denyut nadi ibu dengan perubahan tekanan darah dan denyut
nadi orthostatic (dipengaruhi posisi berdiri/ duduk).
d) Gawat janin dan Hipofibrinogenemia.
4. Kelas 3: gejala berat (24 persen kasus)
a) Tidak ada perdarahan sampai pendarahan vagina berat.
b) Kejang rahim (tetanik) yang berat dan sangat nyeri.
c) Syok maternal.
d) Hipofibrinogenemia.
e) Koagulopati.
f) Kematian janin.
Faktor-faktor yang berpengaruh pada solusio plasenta antara lain sebagai
berikut:
a. Hipertensi esensial atau preeklampsia.
b. Tali pusat yang pendek karena pergerakan janin yang banyak atau bebas.
c. Trauma abdomen seperti terjatuh tertelungkup, tendangan anak yang sedang
di gendong.
d. Tekanan rahim yang membesar pada vena cava inferior.
e. Uterus yang sangat kecil.
f. Umur ibu (< 20 tahun atau > 35 tahun)
13
g. Ketuban pecah sebelum waktunya.
h. Mioma uteri.
i. Defisiensi asam folat.
j. Merokok, alkohol, dan kokain.
k. Perdarahan retro plasenta.
l. Kekuatan rahim ibu berkurang pada
multiparitas.
m. Peredaran darah ibu terganggu
sehingga suplai darah ke janin tidak ada.
n. Pengecilan yang tiba-tiba pada hidramnion dan gemeli
c. Ruptur Uteri
Ruptur uteri adalah robeknya dinding uterus pada saat kehamilan atau persalinan
dengan usia kehamilan lebih dari 28 minggu. Etiologi umum yang menjadi
penyebab terjadinya perobekan adalah adanya riwayat pembedahan pada fundus
atau korpus uterus, pernah melakukan induksi oksitosin sembarangan, pernah
mengalami persalinan dengan waktu yang lama, terjadi penipisan pada segmen
bawah uterus. Pada ibu, gejala ruptur uteri yang dapat terjadi antara lain :
1. Nyeri hebat di perut yang terjadi secara tiba-tiba.
2. Kontraksi rahim berkurang atau berhenti.
3. Perdarahan hebat dari vagina
4. Nyeri parah yang mendadak di area bekas luka operasi rahim.
5. Penonjolan di perut bagian bawah dekat tulang kemaluan
6. Denyut jantung sangat cepat (takikardia).
7. Tekanan darah menurun drastis (hipotensi)
8. Sementara itu, gejala ruptur uteri pada janin adalah penurunan denyut jantung
dan lambat atau berhentinya gerakan janin (fetal distress).
2.3.3 Perdarahan Pospartum
Perdarahan postpartum mencakup semua perdarahan yang terjadi setelah
kelahiran bayi, sebelum, selama, dan sesudah keluarnya plasenta. Kehilangan darah
lebih dari 500 ml selama 24 jam pertama disebut perdarahan postpartum (Oxorn &
Forte, 2010). Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500 cc setelah
persalinan pervaginam dan lebih dari 1.000 ml untuk persalinan abdominal (Oktarina,
2016). Perdarahan postpartum adalah adalah perdarahan yang terjadi setelah bayi yang
lahir melewati batas fisiologis normal. Secara fisiologis, seorang ibu yang melahirkan
14
akan mengeluarkan darah sampai 500 ml tanpa menyebabkan gangguan homeostasis.
Jumlah perdarahan dapat diukur menggunakan bengkok besar (1 bengkok = ± 500 cc).
Oleh sebab itu, secara konvensional dikatakan bahwa perdarahan lebih dari 500 ml
dikategorikan sebagai perdarahan postpartum dan perdarahan mencapai 1000 ml
secara kasat mata harus segera ditangani secara serius (Nurhayati, 2019).
Berdasarkan waktu terjadinya, perdarahan postpartum dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu:
1) Perdarahan postpartum awal (early postpartum hemorrhage) yaitu perdarahan yang
terjadi sampai 24 jam setelah persalinan. Atau biasa disebut juga Perdarahan
Postpartum Primer, penyebabnya dapat berupa atonia uteri, retensio plasenta dan
sisa plasenta, dan robekan jalan lahir.
2) Perdarahan postpartum lambat (late postpartum hemorrhage) yaitu perdarahan
yang terjadi sampai 28 jam setelah persalinan. Atau biasa disebut Perdarahan
Postpartum Sekunder dimana perdarahan lebih dari 500 cc yang biasanya antara
hari ke 5 sampai 15 hari postpartum. Dapat disebabkan oleh kelambatan involusio,
dan hematoma vulva.
Berikut ini faktor-faktor yang mempengaruhi perdarahan postpartum, yaitu:
1) Partus lama. Partus lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam
pada primi dan lebih dari 18 jam pada multi. Partus lama menyebabkan terjadinya
inersia uteri yaitu, keadaan yang menunjukkan kontraksi rahim lemah atau
kekuatan kontraksi rahim tidak sesuai dengan besarnya pembukaan mulut rahim.
Hal ini dapat mengakibatkan kelelahan pada otot-otot uterus sehingga rahim
berkontraksi lemah setelah bayi lahir.
2) Paritas. Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut perdarahan
postpartum. Paritas satu dan paritas lebih dari tiga mempunyai angka kejadian
perdarahan postpartum paling tinggi. Pada paritas satu, ketidaksiapan ibu dalam
menghadapi persalinan yang pertama merupakan faktor penyebab
ketidakmampuan ibu hamil dalam menangani komplikasi yang terjadi selama
kehamilan, persalinan, dan nifas. Pada paritas lebih dari tiga, perdarahan
postpartum dapat disebabkan karena fungsi reproduksi yang mengalami
penurunan.
3) Peregangan Uterus. Peregangan uterus disebabkan oleh kehamilan ganda,
polihidramnion, dan makrosomia. Sebab-sebab tersebut akan mengakibatkan
15
uterus tidak mampu berkontraksi segera setelah plasenta lahir sehingga sering
menyebabkan perdarahan postpartum.
4) Oksitosin Drip. Stimulasi dengan oksitosin drip dengan pemberian dosis yang
tinggi dapat menyebabkan tetania uteri terjadi trauma jalan lahir ibu yang luas dan
menimbulkan perdarahan serta inversio uteri.
5) Anemia. Kadar hemoglobin <11 gr/dl akan cepat terganggu kondisinya bila terjadi
kehilangan darah. Anemia dihubungkan dengan kelemahan yang dapat dianggap
sebagai penyebab langsung perdarahan postpartum.
6) Usia. Ibu yang hamil berumur < 20 tahun dan > 35 tahun lebih beresiko mengalami
perdarahan pasca persalinan. Usia ibu hamil kurang dari 20 tahun lebih berisiko
karena rahim dan panggul ibu belum siap bereproduksi dengan baik, sehingga perlu
diwaspadai kemungkinan mengalami persalinan yang sulit dan kehamilan yang
bisa berakibat terjadinya komplikasi persalinan. Sebaliknya jika terjadi kehamilan
pada usia lebih dari 35 tahun kurang siap untuk menghadapi kehamilan dan
persalinan cenderung mengalami perdarahan, hipertensi, obesitas, diabetes, mioma
uteri persalinan lama dan penyakit-penyakit lainnya (Megasari M, 2013).
16
5. Melakukan tindakan pra rujukan jika ada tanda gejala syok atau ibu
mengalami perdarahan hebat :
a. Memposisikan ibu dengan nyaman
b. Memberikan oksigenasi nasal 5 liter/menit.
c. Memberikan cairan IV RL atau NaCL 0,9 % menggunakan abocath no
16 atau 18. Infus diberikan dengan tetesan cepat sesuai kondisi ibu
hingga denyut nadi ibu membaik.
d. Memasang catheter.
e. Mendampingi ibu ke tempat rujukan, memeriksa dan mencatat dengan
seksama tanda-tanda vital (pernafasan, nadi dan Tekanan Darah) setiap
15 menit sampai tiba di RS/ tempat rujukan.
f. Menjaga agar ibu tetap hangat selama perjalanan ke tempat rujukan
dengan menggunakan selimut tetapi jangan membuat ibu kepanasan.
6. Melakukan dokumentasi dengan lengkap
2.4.2 Penanganan Umum Perdarahan pada Kehamilan Muda
A. Alat dan bahan
1. Stetoskop
2. Tensimeter
3. Termometer
4. Spuit, obat-obatan
B. Langkah-langkah
1. Lakukan penilaian secara cepat mengenai keadaan umum ibu termasuk
tanda-tanda vital (nadi, tekanan darah, pernapasan, dan suhu)
2. Periksa tanda-tanda syok
a. Nadi lemah dan cepat (>100x/mnt)
b. Tekanan darah sangat rendah : tekanan sistolik < 90 mmHg
c. Nafas cepat (RR > 32x/mnt)
d. Air seni kurang dari 30 cc/ jam
e. Bingung, gelisah atau pingsan
f. Berkeringat atau kulit menjadi dingin dan basah, pucat
g. Jika terdapat syok, lakukan tatalaksana syok. Jika tidak terlihat tanda-
tanda syok, tetap pikirkan kemungkinan tersebut saat penolong
melakukan evaluasi mengenai kondisi ibu karena kondisinya dapat
memburuk dengan cepat.
17
3. Bila terdapat tanda-tanda sepsis atau dugaan abortus dengan komplikasi
berikan kombinasi antibiotika sampai ibu bebas demam untuk 48 jam :
a. Ampicillin 2 g IV/IM kemudian 1 g diberikan setiap 6 jam
b. Gentamicin 5 mg/kg BB IV setiap 24 jam
c. Metronidazole 500 mg IV setiap 8 jam
4. Segera rujuk ibu ke rumah sakit
5. Lakukan tatalaksana sesuai jenis abortus
Missed Tidak ada Tidak ada Lebih kecil Tertutup Janin telah mati tapi
Abortion dari usia tidak ada ekspulsi
kehamilan jaringan konsepsi
18
2. Petugas jaga melakukan anamnesis riwayat penyakit sekarang, seperti :
a. Perdarahan per vaginam pada usia 20 minggu atau lebih.
b. Perdarahan spontan tanpa aktivitas atau trauma pada daerah abdomen.
c. Nyeri atau tanpa nyeri akibat kontraksi uterus.
d. Beberapa faktor predisposisi :
1) Riwayat solusio plasenta.
2) Perokok.
3) Hipertensi.
4) Multiparitas.
3. Melakukan pemeriksaan tanda vital dan pemeriksaan fisik terkait, seperti :
a. Pemeriksaan Generalis :
1) Pemeriksaan tanda-tanda vital meliputi kesadaran, suhu, nadi, tekanan
darah dan frekuensi napas
2) Pemeriksaan menyeluruh dari kepala hingga kaki secara cepat
b. Pemeriksaan Obstetri :
1) Periksa luar: Menentukan bagian terbawah janin, menentukan letak
janin ada kelainan atau tidak dan mengukur DJJ dengan doppler.
2) Periksa dalam (inspekulo): Menentukan sumber perdarahan, apakah
perdarahan berasal dari dalam ostium uteri atau hanya perdarahan
yang berasal dari servix atau dinding vagina, serta menentukan
jumlah perdarahannya.
4. Melaporkan kondisi kepada dokter jaga dan melakukan kolaborasi
tatalaksana sesuai advice dokter
5. Penatalaksanaan, antara lain :
a. Bila didapatkan ada tanda-tanda syok seperti akral dingin dan pucat, nadi>
100x/menit teraba lemah dan tekanan darah sistolik< 90 mmhg maka
hendaknya segera dilakukan stabilisasi keadaan umum sebelum pasien
dirujuk kerumah sakit, dengan cara :
1. Pemberian oksigen nasal kanul 2 – 3 Liter / menit.
2. Lakukan pemasangan infus 2 jalur intravena dengan
menggunakan ringer laktat atau NaCl 0,9% dengan dosis loading
secepatnya (kecepatan 1 L dalam 15 – 20 menit), dapat diulang
kembali sampai maksimal 3 L dalam 2 – 3 jam apabila keadaan
pasien tidak membaik.
19
3. Lakukan pemasangan kateter untuk memantau urine output.
b. Bila didapatkan tanda – tanda inpartu seperti cairan lendir bercampur
darah dan kontraksi uterus minimal terjadi 2 kali dalam 10 menit serta
kehamilan lebih dari 37 minggu, lanjutkan dengan tatalaksana persalinan
normal, kecuali pada pasien plasenta previa dan vasa previa. Jika
kehamilan kurang dari 37 minggu sebaiknya pasien dirujuk ke rumah
sakit.
c. Bila tidak didapatkan tanda – tanda inpartu pikirkan perdarahan
antepartum dan segera lakukan pemasangan infus intravena lalu kemudian
rujuk pasien ke rumah sakit dengan melakukan stabilisasi terlebih dahulu.
Pada plasenta previa tidak disarankan untuk periksa dalam.
6. Pencatatan dan dokumentasi
2.4.4 Penanganan Perdarahan Postpartum
A. Alat dan bahan:
1. Tensimeter, stetoskop.
2. Seperangkat infus cairan RL, set,abocat ukuran 16,18, 20, plester, gunting,
kassa steril, tourniquet, povidone, alkohol 70%,
3. Obat-obatan ergometrine inj,oxytocin, inj,lidocaine, water for injection.
4. Spuit no.1, 3, 5, 10, 20, 50 cc
5. Benang dengan jarum chromic catgut no 3.0 dan no 2.0
6. Folley catheter no.16, 18, dan kantong urin
7. Selimut
8. APD
B. Langkah-langkah
1. Memanggil bantuan tim/tenaga kesehatan lain
2. Menilai sirkulasi, jalan nafas, dan pernafasan pasien
3. Bila menemukan tanda-tanda syok, lakukan penatalaksanaan syok
4. Memastikan ibu sudah mendapat tatalaksana aktif kala III
5. Memberikan oksigen
6. Memasang infus dua jalur intravena dan ambil darah untuk pemeriksaan
laborat
7. Memberikan cains infus ( Nacl 0,9% atau RL) secepatnya (1 liter dalam 15-20
menit), lanjutkan sesuai kondisi ibu.
8. Melakukan pengawasan Tensi, nadi, pernafasan.
20
9. Memeriksa kondisi abdomen : kontraksi uterus, nyeri tekan, parut luka, dan
tinggi fundus uterus.
10. Memeriksa jalan lahir dan area perineum untuk melihat perdarahan dan
laserasi (jika ada, misal : robekan servik atau robekan vagina).
11. Memeriksa kelengkapan plasenta dan selaput ketuban.
12. Mengosongkan kandung kemih.
13. Menentukan penyebab perdarahan.
14. Bila perlu, rujuk ibu ke fasilitas kesehatan yang lebih memadai.
21
BAB III
3.1 Pengkajian
a. Primary Survey
1) Airway: penilaian akan kepatenan jalan napas, meliputi pemeriksaan mengenai
adanya obstruksi jalan napas, adanya benda asing.
2) Breathing: frekuensi napas, apakah ada penggunaan otot bantu pernapasan, retraksi
dinding dada, adanya sesak napas.
3) Circulation: dilakukan pengkajian tentang volume darah dan cardiac output serta
adanya perdarahan.
4) Disability: berisi pengkajian kesadaran dengan Glasgow Coma Scale (GCS), ukuran
dan reaksi pupil.
5) Eksposure: berisi pengkajian terhadap suhu serta adanya injury atau kelainan lain,
kondisi lingkungan yang ada di sekitar klien.
b. Secondary Survey
Pengkajian sekunder meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis dapat
menggunakan format AMPLE (alergi, medikasi, past illness, last meal, dan
environment).
c. Pemeriksaan Fisik
22
d. Nyeri akut b.d menghebatnya aktivitas uterus, ketidaknyamanan berkenaan dengan
hipertensi atau infus oksitosin; hipoksia miometrik (abruptio plasenta) (D.0077)
e. Resiko syok hipovolemik b.d tidak adekuatnya sistem sirkulasi (akut) sekunder
terhadap perdarahan dan kekurangan cairan (D.0034)
3) Perdarahan Postpartum
a. Hipovolemik b.d kehilangan cairan aktif (perdarahan) (D.0023)
b. Resiko syok hipovolemik b.d penurunan aliran darah ke jaringan ditandai dengan
hipotensi dan hipoksia (D.0034)
c. Perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan perfusi ke perifer (D.0009)
d. Intoleransi aktivitas b.d penurunan suplai oksigen ke seluruh tubuh (D.0056)
e. Resiko infeksi b.d trauma jaringan, stasis cairan tubuh, dan penurunan HB (D.0142)
f. Nyeri akut b.d trauma atau distensi jaringan (D.0077)
4) Serangan Jantung pada Ibu Hamil
a. Penurunan curah jantung b.d perubahan kontraktilitas, perubahan frekuensi jantung
(D.0008)
b. Risiko perfusi miokard tidak efektif b.d perubahan volume sirkulasi (D.0014)
c. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran alveolus-kapiler (D.003)
5) Prolaps Tali Pusat
a. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan aliran darah ke plasenta atau melalui tali
pusat (prolaps) (D.0003)
b. Ansietas b.d situasi dan ancaman yang dirasakan oleh ibu atau janin (D.0080)
c. Resiko cedera terhadap janin b.d hipoksia janin dan abnormalitas pelvis ibu (D.0138)
d. Resiko infeksi b.d prosedur invasif (D.0142)
6) Distosia Bahu
a. Ansietas b.d ancaman pada status terkini dan kekhawatiran mengalami kegagalan
(D.0080)
b. Nyeri persalinan b.d dilatasi serviks dan pengeluaran janin (D.0079)
c. Resiko infeksi b.d prosedur invasif, ketuban pecah dini, dan ketuban pecah lama
(D.0142)
d. Resiko cedera pada ibu b.d malposisi janin (D.0137)
e. Resiko cedera pada janin b.d malposisi janin (D.0138)
23
1) Operasi Caesar
a. Manajemen Nyeri (I.08238)
b. Pencegahan Infeksi (I.14539)
c. Manajemen Energi (I.05178)
d. Terapi relaksasi (I.09326)
2) Preeklampsia
a. Perawatan Sirkulasi (I.02079)
b. Manajemen Jalan Napas (I.01011)
c. Manajemen Energi (I.05178)
d. Manajemen Nyeri (I.08238)
e. Manajemen Syok Hipovolemik (I.03116)
3) Perdarahan Postpartum
a. Manajemen Hipovolemia (I.03116)
b. Manajemen Syok Hipovolemik (I.03116)
c. Perawatan Sirkulasi (I.02079)
d. Manajemen Energi (I.05178)
e. Pencegahan Infeksi (I.14539)
f. Manajemen Nyeri (I.08238)
4) Serangan Jantung pada Ibu Hamil
a. Perawatan Jantung (I.02075)
b. Manajemen Aritmia (I.02035)
c. Terapi Oksigen (I.01026)
5) Prolaps Tali Pusat
a. Terapi Oksigen (I.01026)
b. Terapi relaksasi (I.09326)
c. Pemantauan denyut jantung janin (I.02056)
d. Pencegahan Infeksi (I.14539)
6) Distosia Bahu
a. Terapi relaksasi (I.09326)
b. Pengaturan Posisi (I.01019)
c. Pencegahan Infeksi (I.14539)
d. Perawatan Persalinan Risiko Tinggi (I.07228)
e. Pemantauan denyut jantung janin (I.02056)
24
3.4 Implementasi
Evaluasi keperawatan adalah tindakan akhir yang berfungsi untuk melengkapi proses
keperawatan sekaligus menjadi proses terakhir dari asuhan keperawatan. Berdasarkan
intervensi dan implementasi maka pada tahap evaluasi ada 4 hal yang perlu diperhatikan
untuk menjadi landasan evaluasi yaitu sebagai berikut :
a. S (Subjective) : Respon subjektif berdasarkan keluhan dan perasaan yang dirasakan
pasien
b. (Objective) : Respon objektif yang didapat dari hasil observasi keadaan atau kondisi
klien.
c. A (Analysis) : Analisa situasi dari masalah keperawatan yang dialami pasien
d. P (Planning) : Intervensi selanjutnya, apakah intervensi atau rencana tindakan
keperawatan yang diberikan kepada pasien dilanjutkan ke intervensi selanjutnya
atau tidak.
25
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN GANGGUAN OBSTETRI
Ny. S berusia 25 tahun hamil dilarikan ke RSUD Labuang pada tanggal 26 Maret 2021. Klien
mengalami kecelakaan lalu lintas ketika hendak ke supermarket pukul 09.00 menggunakan
sepeda motor. Klien jatuh ke aspal dalam keadaan duduk dan terhempas dari sepeda motornya
sejauh 1 meter. Klien ditemukan saksi dalam keadaan tidak sadarkan diri dengan posisi
telentang. Terlihat darah segar dari daerah jalan lahir, dari keterangan keluarga usia
kehamilannya 25 minggu. Dari pengkajian di RS didapatkan TD 90/70 mmHg, nadi
110x/menit, suhu 36,1°C, pernapasan 29x/menit, napas cepat dan dangkal, akral dingin (GCS
7) dan terdapat suara tambahan (ronchi), konjungtiva anemis, perdarahan pervaginam(+), air
ketuban utuh
26
Frekuensi: 2x
Keluhan: Mual, Flek-flek
Komplikasi: Tidak ada
Terapi: Asam folat
2) Trimester 2: -
3) Trimester 3: -
Imunisasi TT: 1x (15 November)
C. Riwayat Kesehatan Masa Lalu: klien sebelumnya tidak menderita sakit apapun.
D. Riwayat Kesehatan Keluarga: klien mengatakan dalam keluarga tidak ada yang
menderita penyakit menular atau menurun seperti, DM, hepatitis, TBC, Hipertensi, dll
E. Riwayat Keturunan Kembar: keluarga pasien mengatakan tidak punya riwayat
keturunan kembar.
27
• Klien membuka • Berikan masker reservoir pada
mata saat menerima 15 L/menit jika SpO2 awal di
rangsangan nyeri bawah 85%, jika tidak dapat
Data Objektif: diberikan nasal kanul atau
• GCS 7 (E2M3V2) masker wajah sederhana.
• Terdapat sumbatan • Jika terjadi henti jantung
pada jalan napas lakukan langkah B (breathing)
berupa darah dan lakukan bantuan pernapasan
lendir dengan cara mouth to mouth
• Klien tidak sadarkan atau dengan ambu bag.
diri
• Pernapasan
29x/menit
• Terdapat suara
tambahan (ronchi)
• Napas cepat dan
dangkal
28
• Perdarahan
pervaginam(+)
4) Pemeriksaan Fisik
a. TTV:
1. TD: 120/80 mmHg
2. N: 83x/menit
3. RR: 29x/menit
4. S: 36,1°C
Kesadaran: somnolen
b. Kepala : mesochepal, rambut bersih, tidak beruban.
c. Mata : simetris, sclera putih, konjungtiva merah.
d. Hidung : simetris, tidak ada polip, bersih.
e. Telinga : bentuk simetris kanan kiri, tidak terdapat serumen.
f. Mulut : mukosa bibir lembab, simetris.
g. Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
h. Dada : tidak ada retraksi dada, terdapat suara tambahan (ronchi), pernapasan cepat dan
dangkal.
i. Abdomen : pembesaran sesuai umur kehamilan, tidak ada bekas luka, tidak ada bekas
operasi.
j. Palpasi: Leopold I (fundus tegang), Leopold II (belum teraba), Leopold III (belum
teraba), Leopold IV (belum teraba).
k. Auskultasi: DJJ 110x/menit
l. Ekstremitas atas: simetris, gerakan aktif, jumlah jari lengkap, kuku bersih.
m. Ekstremitas bawah: simetris, gerakan aktif, tidak ada varices, reflek patella(+).
n. Genitalia luar: terjadi pengeluaran flek-flek, tidak ada bekas luka operasi.
o. Periksa Dalam
Tanggal: 26 Maret 2021
Pukul: 10.00
p. Indikasi: Keluar flek-flek
q. Hasil: tidak ada pembukaan serviks
r. Pemeriksaan Penunjang
Tanggal: 26 Maret 2021
29
Pukul: 10.10
USG: janin masih ada di dalam uterus.
30
• Menurut saksi, klien mengeluarkan ↓
darah segar dan menggumpal dari Hipovolemia
daerah jalan lahir ↓
Data Objektif Resiko Syok
• Akral dingin (GCS 7) Hipovolemia
• Suhu 36,1°C
• TD 90/70 mmHg
• Frekuensi nadi 110 kali/menit
• Konjungtiva anemis
• Perdarahan pervaginam (+)
Dx.1 Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif b.d sekresi yang 26 Maret AZ
tertahan d.d sumbatan pada jalan napas berupa darah 2021
dan lendir, ronchi, RR 29x/menit, dan SaO2 dibawah
85% (D.0001)
31
sekresi yang tertahan selama 3x24 jam Observasi
d.d sumbatan pada diharapkan bersihan 1. Monitor pola napas
jalan napas berupa jalan napas (frekuensi, kedalaman,
darah dan lendir, meningkat, dengan usaha napas)
ronchi, RR kriteria hasil: 2. Monitor bunyi napas
29x/menit, dan SaO2 1. Produksi tambahan (misalnya:
dibawah 85% sputum gurgling, mengi, wheezing,
(D.0001) menurun ronchi kering)
2. Ronchi 3. Monitor sputum (jumlah,
menurun warna, aroma)
3. Frekuensi Terapeutik
napas 4. Pertahankan kepatenan
membaik jalan napas dengan head-tilt dan
chin-lift
L. 01001 5. Posisikan semi-fowler atau
fowler
6. Lakukan penghisapan lendir
kurang dari 15 detik
7. Lakukan hiperoksigenasi
sebelum pengisapan endotrakeal
8. Berikan oksigen, untuk
mempertahankan saturasi oksigen
> 94%
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.
32
mmHg, frekuensi cairan meningkat, 1. Monitor status
nadi 110 kali/menit, dengan kriteria hasil: kardiopulmonal (frekuensi
konjungtiva 1. Frekuensi dan kekuatan nadi,
anemis, dan nadi membaik frekuensi napas, tekanan
perdarahan 2. Tekanan darah)
pervaginam (+) darah 2. Monitor status cairan
(D.0039) membaik (turgor kulit, CRT)
3. Turgor kulit 3. Periksa tingkat kesadaran
membaik 4. Periksa seluruh permukaan
tubuh terhadap adanya
L.03020 DOTS
(deformity/deformitas, open
wound/luka terbuka,
tenderness/nyeri tekan,
swelling/bengkak)
Terapeutik
Kolaborasi
33
2. Kolaborasi pemberian
transfusi darah, jika perlu
DX 26 1. Memonitor frekuensi RS : AZ
1 Maret napas pasien • Keluarga pasien
2021 2. Memonitor suara mengatakan pasien
tambahan seperti ronchi sulit bernapas
11.00 pada pasien
RO :
• Tampak terdapat
sumbatan pada jalan
napas berupa darah
dan lendir
• Klien tampak tidak
sadarkan diri
• Terdapat suara
tambahan ronchi,
napas cepat serta
dangkal
• Terdapat perdarahan di
telinga, hidung, dan
mulut
• RR 29x/menit
34
• Saturasi O2 dibawah
85%
DX 26 1. Memberikan oksigen RS : AZ
1 Maret 2. Mempertahankan • Pasien mengatakan
2021 kepatenan jalan napas dapat bernapas sedikit
dengan head-tilt dan lebih baik ketika diberi
12.00 chin-lift oksigen
3. Melakukan penghisapan
lendir kurang dari 15 RO :
detik • Pasien tampak
kooperatif saat
dilakukan head-tilt,
pemberian oksigen dan
penghisapan lendir
• Saturasi oksigen : 90%
DX 26 1. Memonitor status RS : AZ
2 Maret frekuensi dan kekuatan • Menurut keluarga,
2021 nadi, tekanan darah klien mengalami
2. Memonitor turgor kulit perdarahan hebat dan
13.00 dan CRT banyak mengeluarkan
3. Memeriksa tingkat darah
kesadaran • Menurut keluarga,
4. Memeriksa seluruh klien mengeluarkan
permukaan tubuh darah segar dan
terhadap adanya DOTS menggumpal dari
(deformity/deformitas, daerah jalan lahir
open wound/luka RO :
terbuka, tenderness/nyeri • Akral dingin (GCS 7)
tekan, swelling/bengkak • Suhu 36,1
• TD 90/70 mmHg
• Frekuensi nadi 110
kali/menit
35
• Konjungtiva anemis
• Perdarahan
pervaginam (+)
DX 26 1. Memonitor frekuensi RS : AZ
1 Maret napas pasien • Keluarga pasien
2021 2. Memonitor suara mengatakan pasien
tambahan seperti ronchi masih sulit bernafas
15.00 pada pasien namun sudah lebih
3. Memberikan oksigen baik dari sebelumnya
RO :
• RR 22x/menit
• SaO2 93%
DX 26 1. Memonitor status RS : AZ
2 Maret frekuensi dan kekuatan • Pasien mengatakan
2021 nadi, tekanan darah dirinya masih merasa
lemas
17.00
36
2. Memeriksa tingkat RO :
kesadaran • TD 100/75 mmHg
• Frekuensi nadi 80
kali/menit
• Akral dingin (GCS 9)
DX 26 1. Memonitor frekuensi RS : AZ
1 Maret napas pasien • Pasien mengatakan
2021 2. Memonitor suara sesak napas berkurang
tambahan seperti ronchi
19.00 pada pasien RO :
• RR 20x/menit
• Masih terdengar suara
ronchi
• SaO2 95%
DX 27 1. Memonitor frekuensi RS : AZ
1 Maret napas pasien • Pasien mengatakan
2021 2. Memonitor suara sudah tidak sesak
tambahan seperti ronchi napas
07.00 pada pasien
RO :
• RR 19x/menit
• Sudah tidak terdengar
suara ronchi
DX 27 1. Memonitor status RS : AZ
2 Maret frekuensi dan kekuatan • Pasien mengatakan
2021 nadi, tekanan darah sudah lebih baik dan
tidak sesak
10.00 RO :
• TD 110/80 mmHg
• Frekuensi nadi 90
kali/menit
37
• GCS 14
DX 27 1. Melakukan pemberian RS : AZ
2 Maret transfusi darah • Pasien menyetujui
2021 dilakukan transfusi
RO :
13.00 • Pasien tampak tenang
dan kooperatif
DX 27 1. Memonitor status RS : AZ
2 Maret frekuensi dan kekuatan • Pasien mengatakan
2021 nadi, tekanan darah sudah lebih baik dan
tidak sesak
18.00 RO :
• TD 110/80 mmHg
• Frekuensi nadi 90
kali/menit
DX 28 1. Memonitor frekuensi RS : AZ
1 Maret napas pasien • Pasien mengatakan
2021 2. Memonitor suara bisa bernapas lebih
tambahan seperti ronchi baik
08.00 pada pasien RO :
• RR 18x/menit
• Tidak ada suara ronchi
DX 28 1. Memonitor status RS : AZ
2 Maret frekuensi dan kekuatan • Pasien mengatakan
2021 nadi, tekanan darah sudah lebih baik
2. Memonitor turgor kulit RO :
09.00 dan CRT • TD 120/90 mmHg
• Frekuensi nadi 85
kali/menit
38
DX 28 1. Melakukan pemberian RS : AZ
2 Maret transfusi darah • Pasien mengatakan
2021 kondisinya sudah lebih
baik
09.00 RO :
• Pasien tampak tenang
dan kooperatif
DX 28 1. Memonitor frekuensi RS : AZ
1 Maret napas pasien • Pasien mengatakan
2021 bisa bernapas lebih
baik
12.00 RO :
• RR 18x/menit
39
O : TD 100/75 mmHg, Frekuensi nadi
80 kali/menit, Akral dingin (GCS 9)
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
• Memonitor status frekuensi dan
kekuatan nadi, tekanan darah
• Melakukan pemberian transfusi
darah
40
P : Intervensi dihentikan
41
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
AKI dan AKB di Indonesia masih tinggi. Terdapat 4 penyebab utama kematian ibu dan
janinnya yaitu perdarahan, infeksi, sepsis, hipertensi, preeklampsia, eclampsia dan
distosia. Penanganan kedaruratan obstetric harus dilakukan secara cepat dan tepat.
Melakukan deteksi dini perburukan kehamilan dan perawatan neonatal merupakan cara
yang dapat dilakukan untuk mencegah kematian ibu, janin maupun bayi. Sehingga
42
dibutuhkan kompetensi yang baik bagi para perawat dalam menangani masalah
kedaruratan obstetric dan juga mampu memberikan asuhan keperawatan yang sesuai
dengan kebutuhan pasien.
43
DAFTAR PUSTAKA
Bagus Ngurah Brahmantara. (2015). Laporan Kasus Ruptur Uteri Pada Kehamilan Trimester
Dua Paska Laparoskopi Miomektomi. Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana
Dirjen Pelayanan Kesehatan Kemenkes RI. (2023). Ruptur Uteri Diakses pada 13 Agustus
2023.https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/2468/ruptur-
uteri#:~:text=Pengertian%20rahim%20robek%20atau%20yang,membaha
yakan%20kesehatan%20ibu%20dan%20bayinya
Faizah Rohmah. (2014). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Abortus. Fakultas Ilmu
Kesehatan UMP.
Halodoc. (2019). Solusio Plasenta. Diakses pada 13 Agustus
2023.https://www.halodoc.com/kesehatan/solusio-plasenta
Londok THM, Lengkong RA, Suparman E. Karakteristik perdarahan antepartum dan
perdarahan postpartum. Jurnal e-Biomedik, Volume 1, Nomor 1; Maret
2013
Sari, Ratna Dewi Puspita. (2015). Ruptur Uteri. Juke Unila, Vol.5, No.9, Maret 2015
Scearce J., A, Nathan L, Goodwin TM, Laufer N. Editors. Current diagnosis and treatment
obstetrics and gynaecology. 10thed. USA: McGrawHill Companies ; 2007
44