Anda di halaman 1dari 41

Laporan Kasus

Sectio Caesarea dengan Preeklamsia Berat

Disusun Oleh :

Nabilah Dwi Noprida, S.Ked.


NIM : 71.2020.062

Pembimbing Klinik:
Dr. dr. Hj. Aryani Aziz, Sp.OG (K), MARS.

DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2021

1
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

Judul:

Sectio Caesarea dengan Preeklamsia Berat

Oleh:

Nabilah Dwi Noprida, S.Ked.


71.2020.062

Telah dilaksanakan pada bulan April 2021 sebagai salah satu syarat dalam
mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di SMF/ Departemen Obstetri dan Ginekologi
Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang.

Palembang, Mei 2021

Dokter Pendidik Klinik

Dr. dr. Hj. Aryani Aziz, Sp.OG (K), MARS

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “
Sectio Caesarea dengan Preeklamsia Berat ” sebagai syarat mengikuti Kepaniteraan
Klinik Senior (KKS) di Departemen Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit
Muhammadiyah Palembang. Salawat beriring salam selalu tercurah kepada junjungan
kita, nabi besar Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan pengikut-
pengikutnya sampai akhir zaman.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih
kepada:

1. Dr. dr. Hj. Aryani Aziz, Sp.OG (K)., MARS., selaku pembimbing
Kepaniteraan Klinik Senior di SMF/ Departemen Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang yang telah
memberikan masukan, arahan, serta bimbingan dalam penyelesaian laporan
kasus ini

2. Rekan-rekan co-assistant atas bantuan dan kerjasamanya.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini


masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang
bersifat membangun sangat penulis harapkan.

Palembang, Mei 2021

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN...................................................................... ii
KATA PENGANTAR.................................................................................. iii
DAFTAR ISI ................................................................................................ iv
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang ........................................................................ 1
1.2 Maksud dan Tujuan ................................................................ 2
1.3 Manfaat ................................................................................... 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Preeklamsia ............................................................................ 3
2.1.1.Definisi ........................................................................... 3
2.1.2.Klasifikasi Hipertensi Dalam Kehammilan ..................... 3
2.1.3 Epidemiologi ................................................................... 5
2.1.4.Faktor Resiko ................................................................... 6
2.1.5.Patofisiologi ..................................................................... 6
2.1.6.Penatalaksanaan ............................................................... 8
2.2. Sectio Caesarea ...................................................................... 18
2.2.1.Definisi ............................................................................ 18
2.2.2. Epidemiologi .................................................................. 18
2.2.3. Indikasi ........................................................................... 19
2.2.4. Jenis Sectio Caesarea ..................................................... 20
2.2.5. Komplikasi .................................................................... 20

BAB III LAPORAN KASUS


3.1 Identitas Pasien ................................................................. 22
3.2 Anamnesis ......................................................................... 22
3.3 Pemeriksaan Fisik ............................................................. 24
3.4 Pemeriksaan Penunjang .................................................... 26
3.5 Diagnosis Kerja Dokter .................................................... 28
3.6 Penatalaksanaan ................................................................ 28
3.7 Laporan Persalinan ........................................................... 28
iv
3.8 Follow up ........................................................................... 29

BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Apakah Penegakan Diagnosis pada Pasien ini Sudah Benar?
....................................................................................... 32
4.2 Apakah Penatalaksanaan pada Pasien ini Sudah Adekuat? 33

BAB V SIMPULAN DAN SARAN


5.1 Simpulan ............................................................................ 34
5.2 Saran .................................................................................. 34

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 35

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Angka Kematian Ibu (AKI). AKI menggambarkan jumlah wanita yang
meninggal dari suatu penyebab kematian terkait dengan gangguan kehamilan atau
penanganannya (tidak termasuk kecelakaan atau kasus insidentil) selama
kehamilan, melahirkan dan dalam masa nifas (42 hari setelah melahirkan) tanpa
memperhitungkan lama kehamilan per 100.000 kelahiran hidup.1 Di Indonesia
sendiri, 38 ibu meninggal setiap harinya akibat penyakit/komplikasi terkait
kehamilan dan persalinan. Lima penyebab kematian ibu terbesar di Indonesia
yaitu perdarahan (30,3%), hipertensi dalam kehamilan (27,1%), infeksi (7,3%),
partus lama/macet (1,8%), dan abortus (1,6%).2
Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5 - 15 % penyulit kehamilan dan
salah satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas di
samping perdarahan dan infeksi. Secara global 80% kematian ibu tergolong
pada kematian ibu langsung. Penyakit hipertensi secara langsung bertanggung
jawab untuk kira-kira 20% kematian ibu di Amerika Serikat. Sebagian besar
kasus eklampsia terjadi dalam 24 jam setelah melahirkan tetapi sekitar 3%
eklampsia dapat timbul pada sebelum, selama, serta setelah persalinan. Data
provinsi Sumatera Selatan penyebab langsung kematian ibu di Sumatera Selatan
adalah eklamsi berat (31%), hipertensi dalam kehamilan (23%), perdarahan (24%)
dan lainnya.6
Preeklampsia berat dan eklampsia merupakan risiko yang membahayakan ibu
di samping membahayakan janin melalui plasenta. Beberapa kasus
memperlihatkan keadaan yang tetap ringan sepanjang kehamilan. jika preeklamsia
berat tidak ditangani dengan baik maka pasien akan mengalami kejang dan
berlanjut ke eklamsia. Demikian pula Jika eklampsia tidak ditangani secara cepat
akan terjadi kehilangan kesadaran dan kematian karena kegagalan.
Sectio Caesarea merupakan proses persalinan dengan membuat insisi pada
bagian uterus melalui dinding abdomen dengan tujuan untuk meminimalkan risiko
ibu dan janin yang timbul selama kehamilan atau dalam persalinan serta
1
mempertahankan kehidupan atau kesehatan ibu dan janinnya. Pasien post sectio
caesarea biasanya membutuhkan waktu rawat inap sekitar 3-5 hari setelah
operasi. Komplikasi setelah tindakan pembedahan, juga dapat memperpanjang
lama perawatan dan pemulihan di rumah sakit dan salah satu faktor proses
penyembuhan luka pada pasien post sectio caesarea dapat dipengaruhi oleh faktor
nutrisi, mobilisasi dan personal hygiene.1
Persalinan dengan operasi sectio caesarea memiliki resiko lima kali lebih besar
terjadi komplikasi dibandingkan dengan persalinan normal. Ancaman terbesar
bagi ibu yang menjalani sectio caesarea adalah anastesia, sepsis berat, dan
serangan tromboembolik. Meskipun teknik pembedahan dan anastesia semakin
berkembang, masih banyak ibu yang menderita komplikasi dan mengalami
peningkatan mortalitas dan morbiditas saat atau setelah sectio caesarea.
Komplikasi lain yang dapat terjadi setelah operasi sectio caesarea adalah infeksi
pada rahim, alat-alat berkemih, dan luka operasi.1-2
Berdasarkan uraian pendahuluan di atas maka penulis tertarik untuk membahas
kasus mengenai “G2P1A0 hamil aterm dengan PEB inpartu kala I fase aktif janin
tunggal hidup persentasi kepala”.

1.2. Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dan tujuan dari laporan kasus ini adalah sebagai berikut:
1. Diharapkan bagi semua dokter muda agar dapat memahami kasus
preeklamsi berat.
2. Diharapkan munculnya pola berfikir yang kritis bagi semua dokter muda
setelah dilakukannya diskusi dengan dosen pembimbing klinik tentang
kasus preeklamsi berat.

1.3. Manfaat
1.3.1. Manfaat Teoritis
a. Bagi institusi, diharapkan laporan kasus ini dapat menambah bahan
referensi dan studi kepustakaan dalam bidang ilmu obstetrik dan
ginekologi terutama tentang kasus preeklamsi berat.
b. Bagi penulis selanjutnya, diharapkan laporan kasus ini dapat menjadi
landasan untuk penulisan laporan kasus selanjutnya.
2
1.3.2. Manfaat Praktis
a. Bagi dokter muda, diharapkan laporan kasus ini dapat diaplikasikan
pada kegiatan kepaniteraan klinik senior (KKS) dalam penegakkan
diagnosis kehamilan dengan preeklamsi berat yang berpedoman pada
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lengkap dan runut.
b. Bagi dokter umum, diharapkan laporan kasus ini dapat menjadi bahan
masukan dan menambah pengetahuan dalam mendiagnosis kehamilan
dengan dengan preeklamsi berat yang selanjutnya melakukan rujukan
pada dokter spesialis yang berkompeten.
c. Bagi pasien dan keluarga, diharapkan laporan kasus ini dapat memberi
informasi mengenai preeklamsi berat serta komplikasi yang mungkin
terjadi apabila tidak segera dilakukan tindakan.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Preeklampsia
2.1.1 Definisi
Preeklamsia merupakan merupakan penyulit kehamilan yang
akut dan dapat terjadi ante, intra, dan postpartum. Dari gejala-gejala
klinik preeklamsia dapat dibagi menjadi preeklamsia ringan, dan
preeklamsia berat.10
Preeklampsia berat adalah suatu sindroma spesifik kehamilan
dengan menurunnya perfusi organ yang berakibat terjadinya vasopasme
pembuluh darah dan aktivitas endotel. Preeklampsia berat ialah
preeklampsia dengan tekanan darah sistolik ≥160 mmHg sistolik dan
tekanan darah diastolik ≥110 mmHg disertai proteinuria lebih dari 5
g/24 jam.10
Preeklamsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang
ditandai dengan hipertensi lebih dari 160 mmHg/110 mmHg disertai
dengan protein urin dan edema pada usia kehamilan 20 minggu atau
lebih.11
Preeklamsia berat dibagi menjadi, preeklamsia berat tanpa
Impending eclampsia, Preeklamsia ditandai dengan Impending
eklamsia. Disebut Impending eclamsia bila preeklamsia berat disertai
gejala- gejala subjektif berupa nyeri kepala hebat, gangguan visus,
muntah-muntah, nyeri epigastrium, dan kenaikan progresif tekanan
darah.10
2.1.2 Klasifikasi Hipertensi dalam Kehamilan10
1. Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum usia
kehamilan 20 minggu atau hipertensi yang pertama kali
terdiagnosis setelah usia kehamilan 20 minggu dan menetap
sampai 12 minggu pasca persalinan.

4
2. Preeklamsia-eklamsia
a. Preeklamsia adalah hipertensi yang timbul setelah usia
kehamilan 20 minggu disertai dengan proteinuria.
b. Eklamsia adalah preeklamsia yang disertai dengan kejang-
kejang dan/atau koma.
3. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsia adalah
hipertensi kronik disertai tanda-tanda preeklamsia atau hipertensi
kronik disertai proteinuria.
4. Hipertensi gestasional (transient hypertension) adalah hipertensi
yang timbul pada kehamilan tanpa disertai dengan proteinuria dan
hipertensi menghilang setelah 3 bulan pasca persalinan atau
kehamilan dengan tanda-tanda preeklamsia tetapi tanpa
proteinuria.

2.1.3 Epidemiologi
AKI menurut SDKI 2012 yang menunjukkan peningkatan (dari
228 per 100.000 kelahiran hidup menjadi 359 per 100.000 kelahiran
hidup). Kejadian kematian Ibu bersalin sebesar 49,5%, hamil 26,0%
nifas 24%. Penyebab angka kematian di Indonesia adalah perdarahan
38,24% (111,2 per 100.000 kelahiran hidup), infeksi 5,88% (17,09 per
100.000 kelahiran hidup), preeklamsia dan eklamsia 10-20% (30,7 per
100.000).12
Di Indonesia, preeklamsia berat dan eklamsia merupakan
penyebab dari 30%- 40% kematian maternal, sementara di beberapa
rumah sakit di Indonesia telah menggeser perdarahan sebagai
penyebab utama kematian maternal.13 AKI Provinsi Sumatera Selatan
berdasarkan data profil Kesehatan tahun 2017 yaitu 107 per 100.000
kelahiran hidup. Hipertensi dalam kehamilan menempati jumlah
terbanyak ke dari kematian ibu tahun 2017 di provinsi Sumatera
Selatan.14

5
2.1.4 Faktor Risiko
Identifikasi awal preeklampsia (dan jika mungkin, pencegahan)
adalah prinsip inti dari manajemen yang memadai. National Institute
for Health and Care Excellence (NICE) merekomendasikan agar
wanita yang berisiko tinggi mengalami preeklampsia diidentifikasi
sebelum usia kehamilan 13 minggu dan aspirin dosis rendah dimulai
sampai usia kehamilan 36 minggu.15
Ada banyak kondisi dan perilaku berisiko terhadap kesehatan
yang dianggap sebagai predisposisi preeklampsia. Wanita hamil
berisiko tinggi salah satunya wanita hamil dengan riwayat hipertensi
yang sudah ada sebelumnya, penyakit ginjal kronis, penderita diabetes
dengan terapi insulin, dan wanita hamil dengan riwayat preeklampsia
onset dini sebelumnya. Pemberian aspirin dosis rendah untuk wanita
dengan risiko sedang hingga tinggi telah terbukti bermanfaat dan
mengurangi kejadian preeklamsia.15
Preeklamsia lebih sering terjadi pada wanita primigravida dan
Usia lebih dari 40 tahun meningkatkan risiko, riwayat preeklamsia
sebelumnya, dan obesitas pra-kehamilan. Faktor risiko lainnya
termasuk diabetes, hipertensi yang sudah ada sebelumnya, wanita
hamil yang memiliki riwayat keluarga dengan preeklampsia, dan
wanita yang menderita kondisi medis seperti sindrom antifosfolipid.15

2.1.5 Patofisiologi
Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran
darah dari cabang-cabang arteri uterina dan arteri ovarika. Kedua
pembuluh darah tersebut menembus miometrium berupa arteri
arkuarta dan arteri arkuarta memberi cabang arteri radialis. Arteri
radialis menembus endometrrium menjadi arteri basalis dan arteri
basalis memberi cabang arterias spiralis.10
Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi
invasi trofoblas ke dalam lapisan otot arteria spiralis, yang
menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi dilatasi
arteri spiralis. Invasi tropolas juga memasuki jaringan sekitar arteri
6
spiralis, sehingga memudahkan lumen arteri spiralis mengalami
distensi dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spiralis ini
memberi dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi
vaskuler, dan peningkatan aliran darah pada daerah utero plasenta.
Akibatnya, aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan
juga meinngkat, sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin dengan
baik. Proses ini dinamakan “remodelling arteri spiralis”.10
Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel
trofoblas pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks
sekitarnya. Lapisan otot spiralis menjadi tetap kaku dan keras
sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami
distensi dan vasodilatasi. Akibatnya arteri spiralis relatif mengalami
vasokontriksi dan terjadi kegagalan “remodelling arteria spiralis”,
sehingga aliran darah uteroplasenta menurun dan terjadilah hipoksia
dan iskemia plasenta. Dampak iskemia plasenta akan menimbulkan
perubahan perubahan yang menjelaskan patogenensis HDK
selanjutnya..10
Diameter rata-rata arteria spiralis pada hamil normal adalah 500
mikron, sedangkan pada preeklampsia rata rata 200 mikron. Pada
hamil normal vasodilatasi lumen arteri spiralis dapat meningkatkan 10
kali aliran darah ke utero plasenta.10
Pada implantasi normal, arteri spiralis uterus mengalami
remodelling yang luas ketika diinvasi oleh trofoblas endovaskular
(Gambar 2.1). Akan tetapi, pada preeklamsi terdapat invasi
trofoblastik yang tidak lengkap. Pada kasus ini, pembuluh darah
decidua, tetapi bukan pembuluh darah myometrial, menjadi sejajar
dengan trofoblas endovaskular. Meekins dan kawan-kawan (1994)
menjelaskan jumlah arteri spiralis dengan trofoblas endovaskular
pada plasenta wanita normal dan wanita dengan preeklamsi. Madazli
dan kawan-kawan (2000) membuktikan bahwa besarnya defek invasi
trofoblastik terhadap arteri spiralis berhubungan dengan beratnya
hipertensi.10,16

7
Gambar 2.1 Implantasi Plasenta Normal

2.1.6 Penatalaksanaan
1. Penanganan Awal
Setiap wanita harus dievaluasi sebelum konsepsi untuk menentukan
kondisi tekanan darahnya. Jika terdapat hipertensi, dapat ditentukan beratnya,
sebab sekunder yang mungkin, kerusakan target organ, dan rencana strategis
penatalaksanaannya. Kebanyakan wanita penderita hipertensi yang
merencanakan kehamilan harus menjalani skrining adanya faeokromositoma
karena angka morbiditas dan mortalitasnya yang tinggi apabila keadaan ini
tidak terdiagnosa pada ante partum.17
Pada umumnya, frekuensi kunjungan antenatal menjadi sering pada akhir
trimester untuk menemukan awal preeklamsi. Wanita hamil dengan tekanan
darah yang tinggi (140/90 mmHg) akan dievaluasi di rumah sakit sekitar 2-
3 hari untuk menentukan beratnya hipertensi. Wanita hamil dengan hipertensi
yang berat akan dievaluasi secara ketat bahkan dapat dilakukan terminasi
kehamilan. Wanita hamil dengan penyakit yang ringan dapat menjalani rawat
jalan.17
8
Pada wanita penderita hipertensi yang merencanakan kehamilan, penting
diketahui mengenai penggantian medikasi anti hipertensi yang telah
diketahui aman digunakan selama kehamilan, seperti metildopa atau beta
bloker. Penghambat ACE dan ARB jangan dilanjutkan sebelum terjadinya
konsepsi atau segera setelah kehamilan terjadi.17
Perawatan di rumah sakit dipertimbangkan pada wanita dengan
hipertensi berat, terutama apabila terdapat hipertensi yang persisten atau
bertambah berat atau munculnya proteinuria. Evaluasi secara sistematis
meliputi :
1. Pemeriksaan detil diikuti pemeriksaan harian terhadap gejala klinis
seperti sakit kepala, pandangan kabur, nyeri epigastrium, dan
penambahan berat badan secara cepat.
2. Penimbangan berat badan saat masuk rumah sakit dan setiap hari
setelahnya.
3. Analisis proteinuria saat masuk rumah sakit dan setiap 2 hari.
4. Pengukuran tekanan darah dengan posisi duduk setiap 4 jam kecuali
saat pertengahan tengah malam dengan pagi hari.
5. Pengukuran serum kreatinin, hematokrit, trombosit, dan serum enzim
hati, frekuensi pemeriksaan tergantung beratnya penyakit.
6. Evaluasi berkala tentang ukuran janin dan cairan amnion secara klinis
dan dengan menggunakan ultrasonografi.16
Selain itu, pasien juga dianjurkan mengurangi aktivitas sehari-harinya
yang berlebihan. Tirah baring total tidak diperlukan, begitu pula dengan
pemberian sedatif. Diet harus mengandung protein dan kalori dalam jumlah
yang cukup. Pembatasan garam tidak diperlukan asal tidak berlebihan.16

2. Tatalaksana Preeklamsia
Diagnosis dini, supervisi medikal yang ketat, waktu persalinan
merupakan persyaratan yang mutlak dalam penatalaksanaan preeklamsi.
Persalinan merupakan pengobatan yang utama. Setelah diagnosis ditegakkan,
penatalaksanaan selanjutnya harus berdasarkan evaluasi awal terhadap
kesejahteraan ibu dan janin. Tujuan utama pengambilan strategi

9
penatalaksanaan adalah keselamatan ibu dan kelahiran janin hidup yang tidak
memerlukan perawatan neonatal lebih lanjut dan lama.
Penatalaksanaan pada preeklamsi dibagi berdasarkan beratnya
preeklamsi, yaitu :
1. Preeklamsi ringan10
a. Rawat Jalan
Ibu hamil dengan preeklampsia ringan dapat dirawat secara
rawat jalan. Dianjurkan ibu hamil banyak istirahat (berbaring/tidur
miring), tetapi tidak harus mutlak selalu tirah baring. Apabila
pasien sudah memilii tanda-tanda preeklampsia berat, pasien
disarankan kerumah sakit untuk rawat inap.
- Banyak istirahat
- Makan cukup protein
- Roborantia (vitamin dan mineral) : vit E, C, Calcium, aspilet
- Pemeriksaan laboratorium (HB, Hematokrit, asam urat, urine
lengkap, fungsi hati dan ginjal
b. Penderita baru dirawat
- Setelah 2 minggu pengobatan rawat jalan tidak menunjukkan
perbaikan gejala preeklampsia
- Timbul salah satu atau lebih tanda-tanda preeklampsia berat
Apabila tidak ada perbaikan dari tekanan darah dan kondisi ibu
atau ada tanda-tanda preeklampsia berat, disarankan untuk dirawat
di rumah sakit. Perawatan yang penting adalah pengelolaan cairan
karena ada kemungkinan terjadinya edema paru dan oliguria, oleh
karena itu dilakukan monitoring cairan input dan output. Bila
terjadi tanda-tanda edema paru, berikan ringer-dekstrose atau
carian garam faali jumlah tetesan: <125 cc/jam serta foley catheter.
Oliguria terlihat apabila cairan yang keluar <300cc/jam dalam 2-3
jam atau <500 cc/24 jam.
c. Evaluasi
- Lakukan pemeriksaan fisik (Pitting edema,BB tiap pagi
bangun, indeks gestosis tiap 12 jam, TD 6 jam kecuali tidur)
d. Persalinan
10
- Pada penderita preeklampsi ringan, yang normal selama
perawatan, persalinannya di tunggu sampai 40 minggu, lewat
TP dilakukan induksi partus
- Penderita preeklampsi ringan yang tekanan darahnya selama
perawatan tetapi belum mencapai normal, terminasi kehamilan
dilakukan pada kehamilan 37 minggu.
2. Preeklamsi berat
Tujuan penatalaksanaan pada preeklamsi berat adalah mencegah
konvulsi, mengontrol tekanan darah maternal, dan menentukan
persalinan. Persalinan merupakan terapi definitif jika preeklamsi berat
terjadi di atas 36 minggu atau terdapat tanda paru janin sudah matang
atau terjadi bahaya terhadap janin. Jika terjadi persalinan sebelum usia
kehamilan 36 minggu, ibu dikirim ke rumah sakit besar untuk
mendapatkan NICU yang baik. Perawatan preekalamsia berat sama
halnya dengan preeklamsia ringan, dibagi menjadi dua unsur10 :

1) Sikap terhadap penyakitnya, yaitu pemberian obat-obatan atau


terapi medisinalis
a. Penderita preeklamsia berat harus segera masuk rumah
sakit untuk rawat inap dan dianjurkan tirah baring ke satu
sisi (sisi kiri).
Perawatan yang penting pada preeklamsia berat adalah
pengelolaan cairan karena penderit preeklamsia berat
mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya edema paru dan
oligouria. Oleh karena itu mobnitoring Input cairan dan
output cairan mwnjadi sangat penting.
Cairan yang diberikan berupa 5% Ringer Dekstrose atau
cairan garam faali jumlah tetesan <125 cc/jam, infus
Dekstrose 5% tiap 1 liternya diselingi dengan infus Ringer
laktat (60-125cc/jam) 500 cc
Pasang kateter Foley untuk mengukur pengeluaran urin.
Oligouria terjadi bila produksi urin >30 cc/jam dalam 2-3
jam atau <500cc/24 jam. Berikan antasida untuk

11
menetralisir asam lambung yang sangat asam. Diet yang
cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam/
b. Pemberian obat anti kejang
MgSO4, diazepam dan fenitoin. Fenitoin sodium
mempunyai khasiat stabilisasi membran neuron, cepat
masuk jaringan otak dan efek antikejang terjadi 3 menit
setelah injeksi intravena. Pemberian magnesium sulfat
sebagai antikejang lebih efektif dibanding fenitoin,
berdasarkan Cochrane review terhadap enam uji klinik.
Obat antikejang yang banyak dipakai diindonesia adalah
Magnesium sulfat.
Cara pemberian :
Magnesium Sulfat Regimen
- Loading dose : initial dose
4 gram MgSo4 : intravena, (40% dalam 10cc) selama 15
menit
- Maintenance dose
Diberikan infus 6 gram dalam larutan Ringer/6 jam atau
diberikan 4 atau 5 gram i.m. selanjutnya Maintenance Dose
diberikan 4 gram i.m. 4-6 jam

- Syarat pemberian MgSo4


▪ Harus ada antidotum MgSo4 bila terjadi intoksiakasi
yaitu kalsium glukonas 10% = 1 gram (10% dalam
10cc) diberikan i.v. 3 menit
▪ Refleks patela (+) kuat
▪ Frekueni pernafasan >16 kali/ menit, tidak ada
tanda-tanda distress nafas
▪ Produksi urin >100 ml dalam 4 jam sebelumnya
(0,5ml/kgBB/jam)
- Magnesium Sulfat dihentikan bila
12
▪ Ada tanda tanda intoksikasi
▪ Setelah 24 jam pasca persalinan atau 24 jam kejang
berakhir
c. Pemberian obat anti hipertensi
- Anti hipertensi lini pertama
Nifedipin: dosis 10-20 mg per oral, diulangi setelah 30
menit, maksimum 120 mg dalam 24 jam
- Anti hipertensi lini kedua
Soddium Nitroprusid : 0,25 mikrogram i.v./kg/m, infus
ditingkatkan 0,25 mikrogram i.v./kg/5 menit
Diazokside : 30-60 mg i.v/5 menit atau i.v infus 10
mg/menit/titrasi.
Jenis obat antihipertensi yang diberikan di Indonesia:
- Nifedipin dosis 10-20 mg per oral, diulangi setelah 30
menit, maksimum 120 mg dalam 24 jam. Nifedipin tidak
boleh diberikan sublingual karena efek vasodilatasi sangat
cepat sehingga hanya diberikan oral saja
- obat anti hipertensi yang tersedia dalam bentuk injeksi di
indonesia adalah klonidine satu ampul mengandung 0,15
mg/cc, 1 ampul dilartkan dalam 10cc larutan garam
fisiologis atau bisa menggunakan aquades.
Jenis obat antihipertensi yang diberikan di Amerika:
- Hidralazin (apresoline) injeksi, suatu vasodilator langsung
pada arteriole yang menimbulkan refleks takikardi,
peningkatan cardiac output, sehingga memperbaiki perfusi
utero-plasenta.
d. Glukokortikoid
Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru-paru
janin tidak merugikan ibu. Diberikan pada kehamilan 32-
34 minggu, 2x24 jam.

13
2) Sikap terhadap kehamilannya: menejemen agresif, kehamilan
diakhiri (terminasi) setiap saat bila keadaan hemodinamika sudah
stabil
a. Perawatan Aktif : kehamilan segera diakhiri/diterminasi
bersamaan dengan pemberian pengobatan medikamentosa.
Indikasi perawatan aktif adalah didapatkan satu/ lebih keadaan
dibawah ini:
- Ibu
▪ Umur kehamilan ≥ 37 minggu
▪ Adanya tanda- tanda Impending eclampsia
▪ Kegagalan terapi pada perawatan konservatif yaitu :
keadaan klinik dan laboratik memburuk
▪ Diduga terjadi solusio plasenta
▪ Timbul onset persalinan, ketuban pecah perdarahan
- Janin
▪ Adanya tanda- tanda fetal distress
▪ Adanya tanda-tanda intra uterine growth retriction
▪ NST non reaktifdengan profil biofisik abnormal
▪ Terjadinya oligohidroamnion
- Laboratorik
▪ Adanya tanda-tanda sindrom HELLP khususnya
menurunnya trombosit dengan cepat
b. Perawatan konservatif (ekspektatif) : kehamilan tetap
dipertahankan dengan bersamaan memberikan terapi
medikamentosa. Indikasi perawatan konservatif adalah
kehamilan preterm 37 minggu tanpa disertai tanda-tanda
impending eclamsia, diberikan pengobatan yang sama dengan
pengobatan medikamentosa pada pengelolaan secara aktif.

Talaksana menurut protap obgyn disebutkan sbb:11


1) Perawatan Aktif
a. Indikasi: bila didapatkan satu atau lebih keadaan pada ibu:
- Kehamilan > 37 minggu
14
- Adanya tanda impending eklampsia
- Perawatan konservatif gagal (6 jam setelah pengobatan
medisinal terjadi kenaikan tekanan darah atau 24 jam setelah
pengobatan medisinal gejala tak berubah)
Pada janin:
- Adanya tanda-tanda gawat janin
- Adanya pertumbuhan janin terhambat dalam rahim
Laboratorik: adanya sindroma HELLP
b. Pengobatan medisinal
a) Segera masuk rumah sakit
b) Tirah baring miring ke satu sisi (kiri)
c) Infus D5:RL = 2:1(60-125 ml/jam)
d) Antasida
e) Diet: cukup protein, rendah karbohidrat, lemak, dan
garam
f) Obat-obatan anti kejang (MgSo4)
- Dosis awal 8g (20 ml 40%) IM: 4g bokong kanan 4g
bokong kiri
- Dosis ulangan, tiap 6 jam diulangi 4g MgSo4 (10ml 40%)
secara IM.

c. Mencegah Komplikasi
a) Diuretika diberikan atas indikasi:
- Edema paru
- Payah jantung kongestif
- Edema anasarka
- Kelainan fungsi ginjal
b) Antihipertensi diberikan atas indikasi:
Tekanan darah sistolik >160 mmHg diastolik >110 mmHg
Preparat:
Clonidine (catapres) 1 ampul:0,15 mg/ml 1 amp+10 ml
NaCl fls/aquades masukkan 5 ml I.V pelan selama 5 menit,

15
5 menit kemudian tekanan darah diukur, tak turun berikan
sisanya (5 ml pelan I.V 5 menit)
Nifedipin: 4x10 mg (p.o) sampai diastolic 90-100 mmHg.
Hidralazin (Apresolin) 1amp: 20 mg, 1 amp di encerkan
IVpelan melalui karet infus dapat diulangi setelah 20-30
menit.
a) Kardiotonika diberikan atas indikasi
- Tanda-tanda payah jantung
Diberikan cedilanid, digitalisasi cepat sebaiknya kerja
sama dengan payah jantung.
b) Lain-lain
- Antipiretik diberikan atas indikasi suhu rektal > 38,5 C
- Antibiotik apabila ada indikasi
- Analgetika atas indikasi kesakitan/gelisah, 50-75 mg
pethidin < 2jam sebelum jalan lahir.
d. Pengobatan obstretika
Cara pengakhiran kehamilan /persalinan
1) Belum inpartu:
a) Induksi persalinan:
- Amniotomi
- Drip oksitosin dengan syarat Bishop 5
b) SC bila:
- Syarat drip oksitosin tidak terpenuhi
- 12 jam sejak drip oksitosin belum masuk fase
aktif
2) Inpartu:
a) Kala 1:
- Fase laten tunggu 6 jam tetap fase laten
- Fase aktif: - amniotomi – tetes pitosin 0,6 jam
pembukaan tidak lengkap
b) Kala II
Tindakan dipercepat sesuai dengan syarat yang
dipenuhi.
16
2) Perawatan konservatif
a. Indikasi perawatan apabila:
- Kehamilan kurang dari 37 minggu
- Keadaan janin baik
- Tak ada impending eklampsia
b. Pengobatan medisinal
- Awal diberikan 8g (20 ml 40%) IM: 4g bokong kanan 4g
bokong kiri
- Bila ada perbaikan atau tetap diteruskan 24 jam
- Apabila setelah 24 jam ada tanda-tanda perbaikan maka
pengobatan diteruskan sbb:beri tablet luminal 3x30-60
mg/p.o
- Anti hipertensi oral bila TD masih > 160/110 mmHg
c. Pengobatan obstetric
- Observasi dan evaluasi sama dengan perawatan aktif, hanya
tidak dilakukan pengakhiran kehamilan.
- MgSo4 dihentikan bila ibu sudah mencapai tanda-tanda
preeklampsia ringan selambat-lambatnya 24 jam.
- Lebih dari 24 jam tidak ada perbaikan maka perawatan
konservatif dianggap gagal dan dilakukan terminasi.
d. Penderita boleh pulang bila:
Penderita sudah mencapai perbaikan dengan tanda-tanda
preeklampsia ringan, perawatan dilanjutkan s/d 3 hari lagi. Bila
selama 3 hari keadaan tetap baik (tanda-tanda preeklampsia
ringan) maka penderita bisa dipulangkan.

2.2 Sectio Caesarea


2.2.1 Definisi

17
Sectio caesarea merupakan proses persalinan dengan membuat
insisi pada bagian uterus melalui dinding abdomen dengan tujuan untuk
meminimalkan risiko ibu dan janin yang timbul selama kehamilan atau
dalam persalinan serta mempertahankan kehidupan atau kesehatan ibu
dan janinnya. Pasien post sectio caesarea biasanya membutuhkan
waktu rawat inap sekitar 3-5 hari setelah operasi. Komplikasi setelah
tindakan pembedahan, juga dapat memperpanjang lama perawatan dan
pemulihan di rumah sakit dan salah satu faktor proses penyembuhan
luka pada pasien post sectio caesarea dapat dipengaruhi oleh faktor
nutrisi, mobilisasi dan personal hygiene.1
Sectio caesarea adalah persalinan janin melalui sayatan perut
terbuka (laparotomi) dan sayatan di rahim (histerotomi). Sesar pertama
yang didokumentasikan terjadi pada 1020 M, dan sejak itu prosedurnya
telah berkembang pesat. Meskipun memberikan risiko komplikasi
langsung dan jangka panjang, bagi beberapa wanita, persalinan sesar
bisa menjadi cara teraman atau bahkan satu-satunya cara untuk
melahirkan bayi baru lahir yang sehat.1-2

2.2.2 Epidemiologi

Sectio caesarea adalah operasi paling umum yang dilakukan di


Amerika Serikat, dengan lebih dari 1 juta wanita melahirkan melalui
operasi caesar setiap tahun. Angka persalinan sesar meningkat dari 5%
pada tahun 1970 menjadi 31,9% pada 2016. Meskipun ada upaya
berkelanjutan untuk mengurangi tingkat bedah sesar, para ahli tidak
mengantisipasi penurunan yang signifikan setidaknya selama satu atau
dua dekade. Hasil Riskesdas tahun 2018 menunjukkan kelahiran
dengan metode operasi sesar sebesar 17,6 persen dari total 78.736
kelahiran sepanjang tahun 2018. 1-2

2.2.3 Indikasi6
a. Indikasi Ibu

18
• Deformitas panggul atau disproporsi sefalopelvis
• Riwayat kelahiran section ceasarea.
• Trauma perineum sebelumnya
• Sebelumnya operasi rekonstruksi panggul atau anal / rektal
• Herpes simpleks atau infeksi HIV
• Penyakit jantung atau paru
• Aneurisma otak atau malformasi arteriovenosa
b. Indikasi Janin
• Janin sangat besar
• Gawat janin
• Malposisi
• Malprentasi
• Double flootling breech
• Gagal melahirkan pervaginam operatif
• Prolaps tali pusat

2.2.4 Jenis Sectio Caesarea5


a. Sectio caesarea klasik atau korporal
Dengan sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira sepanjang
10 cm. Setelah dinding perut dan peritoneum parietal terbuka pada
garis tengah dibalut beberapa kain kasa panjang antara dinding
perut dan dinding uterus untuk mencegah masuknya air ketuban
dan darah ke rongga perut. Diadakan insisi pada bagian tengah
korpus uteri sepanjang 10 – 12 cm dengan ujung bawah di atas
batas plika vesiko uterina. Diadakan lubang kecil pada kantong
ketuban untuk mengisap air ketuban sebanyak mungkin; lubang ini
kemudian dilebarkan, dan janin dilahirkan dari rongga perut untuk
memudahkan tindakan-tindakan selanjutnya. Dan diberikan
suntikan 10 satuan oksitosin dalam dinding uterus atau intravena,
dan plasenta serta selaput ketuban dikeluarkan secara manual.
Kemudian dinding uterus ditutup dengan jahitan catgut yang kuat
dalam dua lapisan; lapisan pertama terdiri atas jahitan simpul dan

19
lapisan kedua atas jahitan menerus. Selanjutnya diadakan jahitan
menerus dengan catgut yang lebih tipis, yang mengikutsertakan
peritoneum serta bagian luar miomertrium dan yang menutup
jahitan yang terlebih dahulu dengan rapi. Akhirnya dinding perut
ditutup secara biasa.
b. Sectio caesarea transperitonealis profunda
Dengan sayatan melintang konkaf pada segmen bawah rahim kira-
kira 10 cm. Kateter dipasang dan wanita berbaring dalam letak
trendelenburg ringan. Diadakan insisi pada dinding perut pada
garis tengah dari simfisis sampai beberapa sentimeter di bawah
pusat. Setelah peritoneum dibuka, dipasang spekulum perut, dan
lapangan operasi dipisahkan dari rongga perut dengan satu kain
kasa panjang atau lebih. Peritoneum pada dinding uterus depan dan
bawah dipegang dengan pinset, plika vesiko-uterina dibuka dan
insisi ini diteruskan melintang jauh ke lateral; kemudian kandung
kencing dengan peritoneum di depan uterus didorong ke bawah
dengan jari.

2.2.5 Komplikasi4
Komplikasi pada sectio caesarea menurut adalah saebagai berikut :
1. Infeksi Puerferal (nifas)
a. Ringan dengan kenaikan suhu hanya beberapa hari saja.
b. Sedang dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai
dehidrasi dan perut sedikit kembung.
c. Berat dengan peritonitis, sepsisdan illeus paralitik. Infeksi
berat sering kita jumpai pada partus terlantar, sebelum timbul
infeksinifas, telah terjadi infeksi intra
d. partum karena ketuban pecah terlalu lama.

2. Perdarahan

20
3. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila
reperitonialisasi terlalu tinggi.Kemungkinan ruptur uteri spontan
pada kehamilan mendatang.
4. Kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada
kehamilan berikutnya bisa terjadi rupture uteri.

BAB III

21
LAPORAN KASUS

3.1 Identifikasi
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. Hartati Binti M. Sumir
Tanggal lahir: 24 April 1982
Umur : 39 Tahun
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jalan K.H Wahid Hasyim Lorong Terusan I RT 46 / RW 09, 06
Ulu, Sebrang Ulu 1
MRS : 11 Mei 2021
No. RM : 64-76-33

B. Identitas Suami
Nama : Tn. Zainuri
Tanggal lahir: 24 Agustus 1964
Umur : 56 Tahun
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Buruh
Alamat : Jalan K.H Wahid Hasyim Lorong Terusan I RT 46 / RW 09, 06
Ulu, Sebrang Ulu 1

3.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan pada tanggal 11 Mei 2021 (14.30 WIB)
A. Keluhan Utama
Hamil cukup bulan mengeluh perut mules yang menjalar ke pinggang
disertai keluarnya darah dan lendir melalui jalan lahir.

B. Riwayat Perjalanan Penyakit

22
Pasien datang hamil cukup bulan dengan gerakan janin masih bisa
dirasakan. Pasien mengeluh perut mules yang semakin lama semakin
bertambah dan menjalar ke pinggang. Keluhan juga disertai keluarnya darah
dan lendir melalui jalan lahir sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit.
Saat sampai, bidan mengatakan bahwa pasien sudah mengalami bukaan
5. Pasien menyangkal adanya mual, muntah, nyeri ulu hati, sakit kepala,
pandangan kabur, dan kejang. Pasien juga menyangkal adanya bagian tubuh
yang terasa bengkak.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


Hipertensi (-), Diabetes Melitus (-), Alergi (-), Asma (-), Penyakit Jantung (-),
Penyakit Ginjal (-).

D. Riwayat Penyakit Keluarga


Hipertensi (-), Diabetes Melitus (-), Alergi (-), Asma (-), Penyakit Jantung (-),
Penyakit Ginjal (-).

E. Riwayat Menstruasi
Usia menarche : 15 Tahun
Siklus haid : 28 Hari
Lama haid : 5 hari
Keluhan saat haid : Tidak ada
HPHT : 07 - 08 - 2020
TP : 14 - 05 - 2021

F. Riwayat Perkawinan
Menikah : 1 kali
Lama pernikahan : 6 tahun
Usia menikah : 33 tahun

G. Riwayat Kontrasepsi
23
- Belum pernah menggunakan kontrasepsi.

H. Riwayat ANC
- Pasien mengaku sering memeriksakan kehamilannya ke bidan dan telah
melakukan pemeriksaan USG sebanyak 3x.

I. Riwayat Kehamilan dan Persalinan


- Anak Pertama
Tahun 2017, aterm, lahir spontan pervaginam, ditolong oleh bidan di rumah
sakit, janin tunggal hidup, jenis kelamin perempuan, berat badan lahir 2800
gram.
- Anak Kedua
Hamil ini.

3.3 Pemeriksaan Fisik


A. Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tinggi Badan : 158 cm
Berat Badan : 89 kg
Tekanan Darah : 160/110 mmHg
Nadi : 90 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Pernapasan : 22 x/menit, reguler
Suhu : 36,5 °C

B. Pemeriksaan Spesifik

Kepala : Normocephali
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-) edema
periorbital (-/-), mata cekung (-/-), pupil isokor, reflek
cahaya (+/+)
Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar thyroid (-)
Thorax : Inspeksi : simetris, retraksi (-)

24
Palpasi : stem fremitus (+/+) sama kanan dan kiri
Perkusi: sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : vesikuler (+/+) ronki (-/-) wheezing (-/-)
Cor : Inspeksi : ictus kordis tidak tampak
Palpasi : ictus kordis tidak teraba
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : bunyi jantung I/II (+/+) normal, regular,
HR: 90 x/menit, murmur (-) gallop (-)
Abdomen : Inspeksi: perut membesar karena kehamilan, luka bekas
operasi (-), linea gravidarum (+), striae gravidarum (+)
Auskultasi: bising usus (+) normal
Perkusi : tidak dilakukan
Palpasi : hepar dan lien sulit dinilai
Genitalia : Bloody show (+), lendir (+), lesi (-), keputihan berbau
(-)
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2”, edema (-/-)

C. Status Obstetrikus
Pemeriksaan Luar
- Leopold I : TFU 3 jari di bawah processus xhypoideus 35 cm dari
symphisis pubis, bagian fundus ibu teraba bagian janin bulat
lembut tidak melenting.
- Leopold II : Punggung kanan teraba bagian kecil janin.
- Leopold III : Teraba bagian janin bulat keras dan melenting di bagian
bawah perut ibu.
- Leopold IV : Divergen (bagian terbawah sudah masuk PAP)
- TBJ : 3410 gram
- DJJ : 147 x/menit
- His : 2 / 10’ / 30”

25
Pemeriksaan Dalam :
- Konsistensi : portio lunak
- Posisi portio : medial
- Pembukaan : 5 cm
- Ketuban : Utuh
- Terbawah : Kepala
- Penunjuk : UUK
- Penurunan : Hogde 1

3.4 Pemeriksaan Penunjang


Hasil pemeriksaan laboratorium:

Pemeriksaan Darah (Tanggal 11 Mei 2021)


PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL
HEMATOLOGI
Darah Rutin
Hemoglobin 11.4 g/dL 12.0-14,0
Hematokrit 33.1 % 37.0-47.0
Jumlah Trombosit 300 ribu/uL 150-440
Jumlah Leukosit 9.2 ribu/uL 4.2-11.0
Hitung jenis Leukosit :
▪ Eusinofil 1.4 % 1-3
▪ Basofil 0.1 % 0-1
▪ Neutrofil 75.1 % 40.0-60.0
▪ Limfosit 17.1 % 20.0-50.0
▪ Monosit 4 % 2-8
Ratio N/L 4.4 <3.13
Laju Endap Darah
LED 1 Jam 39 mm/jam <20

Golongan Darah+Rhesus
Golongan Darah B
Rhesus Positif

26
HEMOSTASIS
Clotting time 7 Detik 10-15
Bleeding time 2 Detik 1-6

KIMIA KLINIK
SGOT 13 IU/L < 31
SGPT 12 IU/L < 31
Glucosa Darah Sewaktu 73 mg/dL < 180

IMUNOLOGI
Antigen SARS-CoV-2 Negatif Negatif
HBsAg Negatif Negatif

Pemeriksaan Urin (Tanggal 11 Mei 2021)


PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL
MAKROSKOPIS :
Warna Kuning
Kejernihan Agak Keruh
pH 6.5 5 – 8.5
Berat jenis 1.030 1.005 – 1.030
Protein +2 Negatif (-)
Bilirubin Negatif (-) Negatif (-)
Glukosa Negatif (-) Negatif (-)
Keton Positif (+++) Negatif (-)
Nitrit Negatif (-) Negatif (-)
Bilirubin Negatif (-) Negatif (-)
Urobilinogen Negatif (-) Negatif (-)
Sedimen
Epitel 8 /LPK 1-15
Leukosit 3-5 /LPB 0-5
Eritrosit 15-20 /LPK 0-3

27
Silinder Negatif (-) /LPK
Kristal Negatif (-) /LPB
Bakteri Negatif (-)
Lain-lain

3.5 Diagnosis Kerja


G2P1A0 hamil aterm dengan PEB inpartu kala I fase aktif, janin tunggal hidup
presentasi kepala.

3.6 Tatalaksana
- Observasi keadaan umum, tanda vital ibu, dan DJJ
- MgSO4 5 cc dilarutkan 10 cc injeksi iv 20 cc + 500 D5% 28 TPM
- Injeksi ceftriaxone 2x1 gram (skin test)
- Asam mefenamat 3x1 gram tab/oral
- B Complex 1x1 tab/oral
- Dopamet 3 x 250 mg tab/oral
- Pemasangan kateter urin menetap
- Cek laboratorium hematologi, urin rutin, tes anti HIV, dan tes Syphillis
- Rencana SC Cito pukul 15.00 WIB

3.7 Laporan Pasca Persalinan


Hari : Selasa
Tanggal : 11 Mei 2021
Dokter Operator : dr. Fahmi Usman, Sp. OG
Telah lahir neonatus
Pukul : 15.10
Jenis kelamin : Perempuan
BB : 3350 gram
PB : 40 cm
APGAR Score : 8/9
Diagnosis : Bayi sehat
3.8 Follow Up
Sebelum Partus
28
Tanggal Pemeriksaan Terapi (P/)
11/05/2021 S/ Pasien mengatakan perut mules ingin • Observasi keadaan
14.30 WIB melahirkan umum, tanda vital ibu,
dan DJJ
O/ KU : baik • IVFD MgSO4 5 cc
Kesadaran: compos mentis dilarutkan 10 cc iv +
TD : 160/110 mmHg 500 cc D5% 28 TPM
HR : 90 x/menit • Injeksi ceftriaxone
RR : 22 x/menit 2x1 gram (skin test)
o
Suhu : 36,5 C • Asam mefenamat 3x1
Kontraksi (+) gram tab/oral
DJJ : 147 x/menit • B Complex 1x1
Air ketuban (+) tab/oral
Pemeriksaan dalam : • Dopamet 3 x 250 mg
- Konsistensi : portio lunak tab/oral
- Posisi portio : medial
• Pemasangan kateter
- Pembukaan : 5 cm urin menetap
- Ketuban : Utuh
• Cek laboratorium
- Terbawah : Kepala
hematologi, urin rutin,
- Penunjuk : UUK
tes anti HIV, dan tes
- Penurunan : Hogde 1
Syphillis
• Rencana SC Cito
A/ G2P1A0 hamil aterm dengan PEB
pukul 15.00 WIB
inpartu kala I fase aktif, janin tunggal
hidup dengan presentasi kepala.

Setelah Partus

29
11/05/2021 S/ Nyeri luka operasi • Observasi keadaan umum,
16.50 WIB tanda vital ibu
O/ KU : baik • Observasi perdarahan
Sens : compos mentis • IVFD MgSO4 5cc
TD : 150/90 mmHg dilarutkan 10 cc iv + 500
HR : 81 x/menit cc D5% 28 TPM
RR : 21 x/menit • Injeksi ceftriaxone 2x1
o
Suhu : 36,4 C gram (skin test)
TFU 2 jari dibawah pusat • Diet TKTP
Kontraksi uterus (+) baik • ASI on demand
Luka operasi tenang
• Rencana ganti opsite
Lochia rubra (+) sedang
• Terapi oral
Th/
A/ P2A0 post SC hari ke-1 atas indikasi
• Asam mefenamat 3x1
preeklamsi berat
gram tab/oral
• B Complex 1x1
tab/oral
• Dopamet 3 x 250 mg
tab/oral
• Kateter menetap
12/01/2021 S/ Nyeri luka operasi • IVFD MgSO4 5cc
06.00 dilarutkan 10 cc iv + 500
O/ KU : baik cc D5% 28 TPM
Sens : compos mentis • Injeksi ceftriaxone 2x1
TD : 140/90 mmHg gram (skin test)
HR : 80 x/menit • Mobilisasi bertahap
RR : 22 x/menit • Diet TKTP
o
Suhu : 36,5 C • ASI on demand
TFU 2 jari dibawah pusat • Rencana ganti opsite
Kontraksi uterus (+) baik
• Terapi oral
Luka operasi tenang
Th/
Lochia rubra (+) sedang

30
• Asam mefenamat 3x1
A/ P2A0 post SC hari ke-2 atas indikasi gram tab/oral
preeklamsi berat • B Complex 1x1
tab/oral
• Dopamet 3 x 250 mg
tab/oral
• Kateter menetap
13/05/2021 S/ Tidak ada keluhan • AFF IVFD
06.00 WIB • AFF Kateter Menetap
O/ KU : baik • Mobilisasi bertahap
Sens : compos mentis • ASI on Demand
TD : 140/80 mmHg • Diet TKTP
HR : 80 x/menit • Rencana pulang (Kontrol
RR : 20 x/menit 10 hari ke depan)
o
Suhu : 36,5 C
• Terapi oral
TFU 3 jari dibawah pusat
Th/
Kontraksi uterus (+) baik
• Asam mefenamat 3x1
Luka operasi tenang
gram tab/oral
Lochia rubra (+) sedang
• B Complex 1x1
tab/oral
A/ P2A0 post SC hari ke-3 atas indikasi
• Dopamet 3 x 250 mg
preeklamsi berat
tab/oral

BAB IV

31
ANALISA KASUS

4.1 Apakah diagnosis sudah tepat?


Pada kasus ini dilaporkan ibu usia 39 tahun datang ke IGD RSMP pada tanggal
11 Mei 2021 pukul 13.15 WIB, berdasarkan anamnesa yang dilakukan ibu datang
dengan keluhan perut mules yang semakin lama semakin bertambah dan menjalar
ke pinggang. Keluhan juga di sertai keluarnya darah dan 2 jam sebelum masuk
rumah sakit. Saat sampai, bidan mengatakan bahwa pasien sudah mengalami
bukaan 5. Pasien menyangkal adanya mual, muntah, nyeri ulu hati, sakit kepala,
pandangan kabur, dan kejang. Pasien juga menyangkal adanya bagian tubuh yang
terasa bengkak.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah: 160/110 mmHg, nadi
90 x/m, suhu 36,5o C, laju pernafasan 22 x/m, Berat badan 89 kg dan tinggi badan
158 cm. Sedangkan pada pemeriksaan abdomen, palpasi TFU 3 jari dibawah
processus xhypoideus, punggung kanan teraba bagian kecil janin, presentasi
kepala, sudah masuk PAP, DJJ 147x/ menit. Pada pemeriksaan genitalia
didapatkan pembukaan dalam 5 cm, selaput ketubn (+), kepala HI.
Untuk diagnosis pada kasus ini sudah tepat yaitu, G2P1A0 hamil aterm dengan
PEB inpartu kala 1 fase aktif, janin tunggal hidup dengan presentasi kepala. Jika
ditinjau dari segi penulisannya diagnosis obstetri pada pasien ini sudah tepat,
dimana diawali dengan diagnosis ibu dan komplikasi, diagnosis kehamilan,
diagnosis persalinan, dan terakhir diikuti dengan diagnosis janin.
Berdasarkan hasil anamnesis, diketahui bahwa pasien G2P1A0 hamil aterm
dan sudah terdapat tanda inpartu. Berdasarkan teori, inpartu adalah suatu keadaan
ibu mau melahirkan ditandai dengan perut mules yang menjalar ke pinggang
semakin lama semakin sering dan kuat, disertai dengan keluar lendir, darah dan
air-air dengan his minimal 1x dalam 10 menit minimal 20 detik untuk primigravida
dan his minimal 2x dalam 10 menit lamanya minimal 20 detik untuk multigravida
disertai pendataran dan pembukaan serviks.4
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik, hal ini sesuai dengan teori bahwa
Preeklampsia berat adalah suatu sindroma spesifik kehamilan dengan menurunnya
perfusi organ yang berakibat terjadinya vasopasme pembuluh darah dan aktivitas
endotel selama kehamilan. Preeklamsia berat memiliki manifestasi TD
32
>160/90mmHg dan diikuti oleh satu gejala berikut; Proteinuria > +3 atau >
500mg/dL; Serum kreatinin > 1.1 mg/dL; edema paru; peningkatan fungsi hati >2x
; trombosit <100.000 dan nyeri kepala, epigastrium.

4.2 Apakah penatalaksanaan pasien ini sudah tepat?


Secara keseluruhan tatalaksana yang diberikan sudah adekuat. Tatalaksana
awal yang diberikan berupa IVFD RL gtt 20x/menit, injeksi ceftriaxone 1 gram
(skin test) intravena dan injeksi MgSO4 5cc dilarutkan 10 cc iv + 500 cc D5% 28
TPM. Diketahui bahwa tekanan darah pasien saat masuk rumah sakit adalah
160/110 mmHg. Pasien juga dilakukan cek laboratoium darah rutin dan urin rutin,
observasi keadaan umum, tanda vital ibu, DJJ dan HIS. Pada pasien ini akan
dipersalinan dengan sectio caesaria.
Pemberian obat anti kejang Magnesium sulfat MgSO4 pada kasus ini sudah
tepat. Magnesium sulfat merupakan obat anti kejang pilihan pertama pada kasus
preeklampsia berat atau eklampsia. Pengobatan suportif terutama ditujukan untuk
gangguan fungsi organ-organ penting, misalnya tindakan-tindakan untuk
memperbaiki asidosis, mencegah dekompensasi kordis. Pemberian nifedipine dan
dopamet sebagai obat anti hipertensi yang bekerja secara menghambat kalsium
untuk masuk ke dalam sel-sel pembuluh darah dan jantung. Dengan dihambatnya
kalsium, pembuluh darah akan lebih relaksasi dan bisa melebar. Dengan begitu,
aliran darah akan lebih lancar dan beban kerja jantung juga menjadi lebih ringan.
Tatalaksana post SC yang diberikan adekuat. Pasien mendapatkan tatalaksana
berupa Injeksi Ceftriaxone, Asam mefenamat, B Complex, Dopamet.
Ceftriaxon merupakan antibiotik golongan sefalosporin generasi ketiga
yang aktif terhadap kuman Enterobacteriae. Dosis 1-4g/24h diberikan 1x sehari.
Asam mefenamat merupakan analgetik anti-inflamasi non-steroid (NSAID) yang
berfungsi menghambat enzim yang memproduksi prostaglandin. Prostaglandin
adalah senyawa yang dilepaskan oleh tubuh dan menyebabkan rasa sakit dan
reaksi peradangan.

33
BAB V
PENUTUP

5.1 Simpulan
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, penunjang, dan tatalaksana
yang diberikan dapat disimpulkan bahwa:
1. Diagnosis pada kasus ini sudah tepat.
2. Tatalaksana pada kasus ini adekuat.

5.2 Saran
Berdasarkan uraian tersebut, adapun saran yang bisa diberikan yaitu:
Pada pasien hamil dengan preeklamsia berat hendaknya segera dibawa ke
rumah sakit untuk mencegah terjadinya komplikasi yang tidak diinginkan
seperti fetal distress.

34
DAFTAR PUSTAKA

1. Sung S, Mahdy H. 2021. Cesarean Section. In: StatPearls [Internet].


Treasure Island (FL): StatPearls Publishing.
2. Kementerian Kesehatan. 2018. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar
2018 [Internet]. Jakarta: Badan Litbang Kesehatan.
3. Rusleena T, Kasemsri S, Theera T. 2012. Short stature as an independent
risk factor for cephalopelvic disproportion in a country of relatively small-
sized mothers. Arch Gynecol Obstet.; 285(6); 1513-6.
4. Lorie M, Harper MD, David M, Stamilio, Anthony O, George AM. 2011.
Vaginal birth after cesarean for cephalopelvic disproportion: effect of birth-
weight difference on success. Obstet Gynecol.
5. Maraolo, A. E., Gentile, I., Buonomo, A. R., Pinchera, B., & Borgia, G.
2018. Current evidence on the management of hepatitis B in
pregnancy. World journal of hepatology, 10(9), 585–594.
https://doi.org/10.4254/wjh.v10.i9.585
6. Boyle A, Reddy UM, Landy HJ, Huang CC, Driggers RW, Laughon SK.
2013.
7. Ehsanipoor. 2018. Prelabor Rupture of Membranes. The American College
of Obstetricians and Gynecologists, ACOG Practice Bulletin, 131(1): 1-14.
8. Cunningham F. G. Obstetri Williams Volume 2 Edisi 23. Jakarta: EGC,
2013; hal. 662
9. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI). Jakarta: Badan Pusat
statistic; 2017
10. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta:
PT. Bina Pustaka, 2013. Hal. 531-550
11. The American College Obstetricians and Gynecologists. Preeclampsia and
Hypertension in Pregnancy : Resource Overview. [internet]. ACOG . 2019.
[dikutip pada 17 Juni 2020] tersedia di https://www.acog.org/Womens-
Health/Preeclampsia-and-Hypertension-in-Pregnancy?IsMobileSet=false

35
12. Dinkes Provinsi Sumatera Selatan. Profil seksi Pelayanan Kesehatan Dasar
Dinkes Provinsi Sumatera Selatan. 2016. [dikutip pada 17 Juni 2020] At
http ://www.dinkes.go.id/data-kesehatan/2016.html
13. WHO. 2014. Levels and Trend Maternal Mortality Rate. Geneva, 7(13):
125-126.
14. Parry and Strauss III. 2012. Premature Rupture of Fetal Membrane. New
England Journal of Medicine, 338:10 (Cited 15 November 2019)
downloaded from: www.nejm.org
15. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta:
PT. Bina Pustaka, 2013. Hal. 531-550
16. Anonim. Protap Obgyn Universitas Sriwijaya. Palembang. 2010.
17. Situmorang., dkk. Faktor- Faktor yang Berubungan Dengan Kejadian
Preeklamsia pada Ibu Hamil di Poli KIA RSU Anutapara Palu. Jurnal
Kesehatan Tadulako Vol 2. No1.2016.
18. Legawati, Utama NR. Analisis Faktor Risiko Kejadian Preeklampsia Berat
di RSUD Rujukan Kabupaten dan Provnsi Kalimantan Tengah. Jurnal Surya
Medika. Vol 3. No1. 2017
19. Dinkes Sumatera Selatan. Profil Kesehatan Sumatera Selatan 2017.
Palembang: Dinas Kesehatan, 2017.

36

Anda mungkin juga menyukai