Anda di halaman 1dari 29

Laporan Kasus

HEMOPNEUMOTHORAX EC VULNUS PUNCTUM


DENGAN EFUSI PLEURA KANAN MINIMAL

Oleh :
Nabilah Dwi Noprida, S. Ked
712020062

Pembimbing :
dr. Rudyanto, Sp.B

DEPARTEMEN ILMU BEDAH


RUMAH SAKIT UMUM PALEMBANG BARI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2022
HALAMAN PENGESAHAN

Telah dipresentasikan Laporan Kasus dengan judul :

HEMOPNEUMOTHORAX EC VULNUS PUNCTUM DENGAN


EFUSI PLEURA KANAN MINIMAL

Oleh:
Nabilah Dwi Noprida, S. Ked
712020062

Telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Palembang di Departemen Ilmu
Bedah di Rumah Sakit Umum Palembang BARI.

Palembang, Agustus 2022


Pembimbing

dr.Rudyanto, Sp.B
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
“Hemopneumothorax ec Vulnus Punctum Dengan Efusi Pleura Kanan
Minimal” sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior
di Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Palembang. Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad
SAW beserta para keluarga, sahabat, dan pengikutnya sampai akhir zaman.
Dalam penyelesaian laporan kasus ini, penulis banyak mendapat bantuan,
bimbingan, dan saran dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada :
1. dr. Rudiyanto, Sp.B, selaku pembimbing yang telah memberikan masukan
serta bimbingan dalam penyelesaian laporan kasus ini,
2. Rekan sejawat seperjuangan serta semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan laporan kasus ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini
masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran
dan kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan.
Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala atas segala amal yang telah
diberikan dan semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi semua.

Palembang, Agustus 2022

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................ i
KATA PENGANTAR ............................................................................ ii
DAFTAR ISI ........................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1
1.1 Latar Belakang............................................................................... 1
1.2 Tujuan............................................................................................ 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi........................................................................................... 3
2.2 Pneumothorax................................................................................. 6
2.3 Hemothorax..................................................................................... 6
BAB III LAPORAN KASUS................................................................. 57
BAB IV ANALISIS KASUS.................................................................. 47
BAB V KESIMPULAN........................................................................ 50
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 51
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Trauma dada menyiratkan trauma struktur anatomi dari empat daerah
dinding dada, rongga pleura, parenkim paru, dan mediastinum. Sekitar 25%
kematian trauma disebabkan oleh trauma thorax. Sebagian besar trauma dada
ini disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, trauma
tumpul, dan luka tusuk. Kematian pra rumah sakit akibat cedera toraks adalah
akibat dari ruptur pembuluh darah besar dan perdarahan masif, tamponade
jantung, tension pneumotoraks, dan flail chest bilateral dengan hipoksia
refrakter yang dalam.
Pneumotoraks traumatis didefinisikan sebagai adanya udara di rongga
pleura, yaitu ruang antara dinding dada dan paru-paru itu sendiri. Tanpa
tekanan intrapleural negatif yang menahan paru-paru ke dinding dada, sifat
rekoil elastisnya menyebabkan paru-paru kolaps. Konsekuensi fisiologis
utama dari pneumotoraks adalah penurunan kapasitas vital dan penurunan
tekanan parsial oksigen arteri (PaO2).
Haemothorax mengacu pada kumpulan darah di dalam rongga pleura.
Menurut definisi, efusi pleura berdarah ini harus mengandung nilai
hematokrit setidaknya 50% dari hematokrit darah perifer. Penyebab utama
hemotoraks adalah trauma tajam atau tumpul pada dada.
Hemopneumothorax adalah adanya darah dan udara dalam rongga
pleura dan dapat disebabkan oleh trauma tumpul atau tembus. Luka tusuk
merupakan penyebab utama luka tembus. Deteksi dini dan pengobatan
hemopneumothorax sangat penting dalam prognosis pasien. Sekitar 60% dari
politrauma berhubungan dengan trauma thorax. Penyebab kematian paling
umum dalam populasi 50% dari pasien meninggal segera dan kurang dari 10-
15% bertahan sampai masuk rumah sakit dengan tanda-tanda vital kritis.

1
2

1.2 Tujuan
Tujuan penulisan laporan kasus ini antara lain:
1. Memahami dan mampu mendiagnosis hemopneumothorax ec vulnus
punctum dengan efusi pleura kanan minimal secara tepat berdasarkan
gejala klinis dan pemeriksaan fisik.
2. Meningkatkan kemampuan penulisan ilmiah di bidang kedokteran
khususnya di Bagian Ilmu Bedah.
3. Memenuhi salah satu syarat ujian kepaniteraan Klinik Senior di Bagian
Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang
Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi
Thorax adalah bagian atas batang tubuh yang terletak antara leher dan
abdomen. Cavitas thoracis yang dibatasi oleh dinding thorax, berisi thymus,
jantung, paru-paru, bagian distal trachea dan bagian besar oesophagus.

Gambar 1. Cavitas Abdominalis

2.1.1 Kerangka Dinding Thorax


Kerangka dinding thorax membentuk sangkar dada
osteokartilaginosa yang melindungi jantung, paru-paru, dan beberapa
organ abdomen (misalnya hepar). kerangka thoraks terdiri dari
- Vertebra thoracica (12) dan discus intervertebralis
- Costa (12 pasang) dan cartilago costalis
- Sternum
Sifat khusus vertebra thoracica mencakup :

30
31

 Fovea costalis pada corpus vertebra untuk bersendi dengan caput


costae.
 Fovea costalis pada processus transversus untuk bersendi dengan
tuberculum costae, kecuali pada dua atau tiga costae terkaudal.
 Processus spinosus yang panjang.

2.1.2 Costae
Costae adalah tulang pipih yang sempit dan lengkung membatasi
bagian terbesar sangkar dada.
a. Ketujuh (kadang-kadang delapan) costae pertama disebut costa
sejati (vertebrosternal) karena menghubungakn vertebra dengan
sternum melalui cartilago costalisnya.
b. Costa VIII sampai costa X adalah costa tak sejati (vertebrokondral)
karena cartilafo masing-masing costa melekat kepada cartilago
costalis tepat di atasnya.
c. Costa XI dan XII adalah costa bebas atau costa melayang karena
ujung cartilago costalis masing-masing costa berakhir dalam
susunan otot abdomen dorsal.
Cartilago costalis memperpanjang costa ke arah ventral dan turut
menambah kelenturan dinding thorax. Cartilago costalis VII sampai
cartilago costalis X terarah ke kranial dan bersatu untuk membentuk
angulus infrasternalis dan arcus costarum pada kedua sisi. Costa berikut
carilago costalisnya terpisah satu sama lain oleh spatium intercostalis
yang berisi musculus intercostalis, arteria intercostalis, vena
intercostalis, dan nervus intercostalis.

2.1.3 Pleura dan Paru-Paru


32

a. Pleura
Paru-paru masing-masing diliputi oleh sebuah kantong
pleura yang terdiri dari dua selaput serosa yang disebut pleura,
yakni : pleura parietalis melapisi dinding thoraks, dan pleura
visceralis meliputi paru-paru, termasuk permukaannya dalam
fisura.
Cavitas pleuralis adalah ruang potensial antara kedua
lembar pleura dan berisi selapis kapiler cairan pleura serosa yang
melumas permukaan pleura menggeser secara lancar satu terhadap
yang lain pada pernapasan.
Pleura parietalis melekat pada dinding thorax, mediastinum
dan diaphragma. Pleura parietalis mencakup bagian-bagian
berikut :
 Pleura kostal menutupi permukaan dalam dinding thoraks
(sternum, cartilago costalis, costa, musculus intercostalis, dan
sisi vertebra thoracica)
 Pleura mediastinal menutupi mediastinum
 Pleura diafragmatik menutupi permukaan torakal diafragma
 Pleura servikal (cupula pleurae) menjulang sekitar 3 cm ke
dalam leher, dan puncaknya membentuk kubah seperti mangkuk
di atas apex pulmonis.
Pleura parietalis beralih menjadi pleura visceralis dengan
membentuk sudut tajam menurut garis yang disebut garis refleksi
pleural. Ini terjadi pada peralihan pleura kostal menjadi pleura
mediastinal di sebelah ventral dan dorsal, dan pada peralihan
pleura kostal menjadi pleura difragmatik di sebelah kaudal. Pada
radix pulmonis terjadi peralihan pula antara lembar pleura
visceralis dan pleura parietalis; sebuah duplikatur pleura parietalis
yang dikenal sebagai ligamentum pulmonale tergantung ke arah
kaudal di daerah ini.
33

Gambar 4. Pleura dan Paru-paru


b. Paru-Paru
Paru-paru normal bersifat ringan, lunak, dan menyerupai
spons. Paru-paru juga kenyal dan dapat mengisut sampai sekitar
sepertiga besarnya, jika cavitas thoracis dibuka. Paru-paru kanan
dan kiri terpisah oleh jantung dan pembuluh darah besar dalam
mediastinum medius. Paru-paru berhubungan dengan jantung dan
trachea melalui struktur dalam radix pulmonis. Radix pulmonis
adalah daerah peralihan pelura visceralis ke pleura parietalis yang
menguhubungkan fascies mediastinalis paru-paru dengan jantung
dan trachea. Hilum pulmonis berisi brinchus principalis, pembuluh
pulmonal, pembuluh bronkial, pembuluh limfe dan saraf yang
menuju ke paru-paru atau sebaliknya.
Fissura horizontalis dan fissura obliqua pada pleura visceralis
membagi paru-paru menjadi lobus-lobus. Masing-masing paru-
paru memiliki puncak (apex), tiga permukaan (fascies costalis,
fascies mediastinalis, dan fascies diaphragmatica), dan tiga tepi
(margo superior, margo inferior, dan margo anterior). Apex
34

pulmonis ialah ujung kranial yang tumpul dan tertutup oleh pleura
servikal. Apex pulmonis dan pleura servikal menonjol ke kranial
(2-3 cm) melalui apertura thoracis superior ke dalam pangkal leher.
Karenanya, bagian-bagian ini dapat mengalami cedera karena luka
pada leher, sehingga terjadi pneumothorax.

2.2 Pneumothorax
2.2.1 Definisi
Pneumothorax adalah terperangkapnya udara dalam ruang pleura
yang menyebabkan kolaps paru sebagian atau seluruhnya.
Pneumothorax dapat terjadi spontan atau sebagai akibat dari trauma
atau prosedur medis. Diagnosa berdasarkan klinis dan x-ray dada.

2.2.2 Etiologi
a. Primary spontaneous pneumothorax
Terjadi pada pasien tanpa penyakit paru yang mendasari,
biasanya pada laki-laki muda tinggi, kurus usia remaja dan usia
sekitar 20. Diperkirakan disebabkan oleh ruptur spontan dari
subpleural apical blebs atau bulla yang diakibatkan dari merokok
atau keturunan. Primary spontaneous pneumothorax juga terjadi
selama penyelaman dan penerbangan di ketinggian karena
perubahan tekanan dalam paru yang tidak merata.
b. Secondary spontaneous pneumothorax
Terjadi pada pasien dengan penyakit paru yang mendasari.
Paling sering disebabkan oleh rupturnya bleb atau bulla pada
pasien dengan COPD berat, infeksi Pneumocytis jirovecii yang
berkaitan dengan HIV, cystic fibrosis, atau penyakit parenkim paru
lain yang mendasari. Secondary spontaneous pneumothorax lebih
serius daripada primary spontaneous pneumothorax karena terjadi
pada pasien di mana penyakit paru yang mendasari menurunkan
pulmonary reservenya.
c. Iatrogenic pneumothorax
35

Disebabkan oleh intervensi medis, termasuk aspirasi jarum


transthoracic, torakosintesis, pemasangan central venous catheter,
ventilasi mekanik, dan resusitasi kardiopulmonari.
d. Traumatic pneumothorax
Bisa disebabkan oleh trauma tembus atau tumpul, banyak pasien
juga mengalami hemothorax (hemopneumothorax). Pada pasien
dengan luka tembus yang melewati mediastinum atau pada trauma
tumpul berat, pneumothorax dapat disebabkan oleh gangguan pada
tracheobronchial tree. Udara dari pneumothorax dapat memasuki
jaringan lunak pada dada dan/atau leher (emfisema subkutan), atau
mediastinum (pneumomediastinum).
Pneumothorax simple unilateral, walau besar, dapat ditoleransi
baik oleh sebagian besar pasien kecuali bila mereka mempunyai
penyakit paru mendasar yang signifikan. Namun, tension
pneumothorax dapat menyebabkan hipotensi, dan open
pneumothorax dapat membahayakan ventilasi.

Open Pneumothorax
Pada beberapa pasien dengan traumatic pneumothorax terdapat
pembukaan tidak tertutup pada dinding dada. Ketika pasien dengan open
pneumothorax menarik napas, tekanan intratoraks yang negatif menyebabkan
udara mengalir masuk ke dalam paru melalui trakea dan secara bersamaan
juga ke dalam ruang intrapleura melalui defek dinding dada. Pada defek
dinding dada yang kecil aliran udara yang masuk sedikit sehingga efek yang
tidak diinginkan sedikit. Namun jika pembukaan di dinding dada cukup besar
(sekitar dua pertiga diameter trakea atau lebih besar), lebih banyak udara
yang masuk melalui defek dinding dada daripada yang melalui trakea ke
dalam paru. Defek yang lebih besar dapat menghilangkan ventilasi pada sisi
yang terkena. Ketidakmampuan ventilasi paru menyebabkan kesulitan napas
dan gagal napas.
36

Pada pasien yang sadar, luka dada nyeri dan pasien mengalami kesulitan
napas serta manifestasi pneumotoraks lainnya. Udara yang masuk melalui
luka membuat suara menghisap yang khas (sucking sound).

2.2.3 Tanda dan Gejala


Pasien umumnya mengalami nyeri dada pleuritis, dyspnea, takipneu, dan
takikardia. Suara nafas dapat berkurang dan perkusi hipersonor pada
hemitoraks yang terkena. Emfisema subkutis menimbulkan suara crackle
dan crunch ketika di palpasi, dapat ditemukan lokal pada area yang kecil
atau melibatkan sebagian besar dinding dada dan/atau meluas sampai ke
leher, keterlibatan yang banyak menunjukkan adanya gangguan pada
tracheobronchial tree. Udara dalam mediastinum dapay menimbulkan suara
crunching khas yang seirama dengan detak jantung (Hamman sign atau
Hamman crunch), tetapi temuan ini tidak selalu muncul dan kadang juga
disebaban oleh trauma pada esofagus.

2.2.4 Diagnosa
1. Evaluasi klinis
Diagnosa open pneumothorax dibuat secara klinis dan membutuhkan
inspeksi seluruh permukaan dinding dada.
2. X-ray dada
Diagnosa biasanya dibuat dengan x-ray, namun pada
pneumothorax kecil USG (dllakukan pada saat resusitasi awal) dan CT
lebih sensitif daripada x-ray dada. Ukuran pneumothorax, disebutkan
sebagai persen dari hemithorax yang kosong, dapat diperkirakan dengan
x-ray.

2.2.5 Penatalaksanaan
1. Plester 3 sisi
Penanganan segera untuk open pneumothorax adalah dengan
menutup luka terbuka menggunakan occlusive dressing (kedap air dan
udara) steril berbentuk segi empat yang ditutup rapat dengan plester
37

pada 3 sisi saja. Dengan demikian, akan mencegah udara luar memasuki
dinding dada saat inspirasi namun bisa mengeluarkan udara intrapleura
yang keluar saat ekspirasi. Saat pasien stabil perlu dilakukan tube
thoracostomy.

2. Tube thoracostomy
Penanganan untuk sebagian besar pneumothorax adalah dengan
insersi thoracostomy tube ke dalam ruang interkosta anterior garis
midaxillary ke 5 atau 6.
Pada pasien dengan pneumothorax kecil dan tidak ada gejala
respirasi dapat diobservasi dengan x-ray dada serial hingga paru
mengembang kembali.
Jika kebocoran udara besar masih tetap ada setelah tube
thoracostomy, perlu dicurigai adanya trauma tracheobronchial tree dan
perlu dilakukan bronkoskopi atau konsultasi bedah secepatnya.

2.3 Hemothorax
2.3.1 Definisi
Hemothorax adalah akumulasi darah dalam ruang pleura. Volume
perdarahan bervariasi mulai dari minimal sampai masif. Hemothorax masif
seringkali didefinisikan sebagai akumulasi cepat darah  1500 ml dalam 24
jam atau .

2.3.2 Etiologi
Penyebab yang biasa terjadi adalah laserasi paru, pembuluh
interkosta, atau arteri mammary internal. Dapat disebabkan oleh
trauma tembus atau tumpul. Hemothorax seringkali disertai oleh
pneumothorax.

2.3.3 Tanda dan gejala


Pasien dengan volume perdarahan besar seringkali sesak dan
mengalami penurunan suara napas serta perkusi redup. Temuan
38

mungkin kurang bermakna pada pasien dengan hemothorax yang


kecil. Shock umum terjadi pada hemothorax masif.

2.3.4 Diagnosa
Hemothorax dicurigai berdasarkan gejalan dan temuan fisik.
Diagnosa khususnya dikonfirmasi dengan X-ray dada.

2.3.5 Penatalaksanaan
1. Resusitasi cairan sesuai kebutuhan
Pasien dengan hipovolemi (takikardia, hipotensi) diberikan
larutan kristaloid intravena dan kadang transfusi darah.
2. Tube thoracostomy
Jika volume darah cukup untuk tampak pada x-ray dada
(biasanya sekitar 500 ml), atau jika terdapat pneumothorax,
chest tube ukuran besar (32 hingga 38 Fr) dimasukkan dalam
ruang interkosta 5 atau 6 di midaxillary line. Drainase selang
meningkatkan ventilasi, mengurangi resiko pembekuan
hemothorax (yang bisa menjadi empyema atau fibrothorax), dan
memfasilitasi penilaian kehilangan darah dan intergritas
diafragmatika. Darah yang dikumpulkan dari tube thoracostomy
dapat ditransfusikan, mengurangi kebutuhan kristaloid dan darah
eksogen.
3. Kadang dibutuhkan thoracostomy
Thoracotomy segera diindikasikan jika terjadi situasi ini :
- perdarahan awal > 1500 ml
- perdarahan > 200 ml/jam selama lebih dari 2-4 jam dan
menimbulkan gangguan respirasi atau hemodinamik atau
butuh transfusi darah berulang.
39

BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama lengkap : Tn. B
Tanggal Lahir/Umur : 22 Januari 1997 (25 tahun)
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan Terakhir : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jl. Mayor Iskandar Muara Dua Pemulutan
Tanggal Masuk Rumah Sakit : 19 Juli 2022
Tanggal Pemeriksaan : 20 Juli 2022
No. RM : 62.54.28
DPJP : dr. Rudiyanto Sp. B
Ruangan : Kelas 3 bangsal bedah

3.2 Anamnesis (Autoanamnesis tanggal 23-06-2022)


Keluhan Utama :
Sesak nafas setelah ditusuk pisau di punggung kanan atas.
Riwayat Perjalanan Penyakit
Pasien datang ke IGD RSUD Palembang BARI dengan keluhan sesak nafas
setelah ditusuk pisau oleh orang tidak dikenal di punggung kanan atas sejak ±
30 menit SMRS. Pasien juga mengeluh nyeri pada luka tusuk. Keluhan
disertai mual (-), muntah (-), nafsu makan menurun (-). Keluhan tidak disertai
demam. BAK (-) biasa dalam batas normal.
3.3 Pemeriksaan Fisik
Status Presens
40

Keadaan umum : Tampak sakit sedang


Kesadaran : Compos mentis (E4 V5 M6)
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Nadi : 101x/menit, regular, isi dan tegangan cukup
RR : 32x/menit
Suhu : 36,50C
SpO2 : 96%

Status Generalisata
Kepala : Normocephali.
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), mata cekung
(-/-), pupil isokor, refleks cahaya (+/+)
Telinga : Simetris, sekret (-), otorrhea (-), nyeri mastoid (-)
Hidung : Simetris, napas cuping hidung (-), lendir (-)
Tenggorokan : Dalam batas normal, Tonsil T1-T1.
Mulut : Bibir pucat (-), sianosis (-), mukosa kering (-)
Leher : JVP meningkat (-), trakea di tengah, pembesaran KGB (-),
pembesaran kelenjar tyroid (-).
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tak tampak.
Palpasi : Pulsasi ictus cordis tidak teraba.
Perkusi : Pekak, Batas jantung dalam batas normal.
Auskultasi : Bunyi jantung I-II (+) normal, murmur (-), gallop (-)

Thorax
Inspeksi : Gerakan dada tidak simetris, retraksi dinding dada (-/-).
Ketinggalan saat bernafas (+), 1 luka tusuk regio thorax
posterior dextra yang telah di jahit.
Palpasi : Stem fremitus dextra melemah, nyeri tekan bagian luka
tusuk.
41

Perkusi : Hipersonor pada apeks paru dextra, redup bagian basal


paru dextra sampai ICS VI.
Auskultasi : Vesikuler (+/+) menurun, Rhonki (-/-), Wheezing (-/-).

Abdomen
Inspeksi : Tampak datar, tampak tegang, tidak terlihat ada massa.
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani seluruh abdomen.
Genitalia : Dalam batas normal
Ekstremitas
Superior : Akral hangat, sianosis (-), edema (-), CRT < 2”.
Inferior : Akral hangat, sianosis (-), edema (-), CRT < 2”.

3.4 Pemeriksaan Penunjang


 Laboratorium ( 19-07-2022 )
Jenis Pemeriksaan Hasil Rujukan
42

HEMATOLOGI
Hemoglobin 13,7 12-14 g/dL
Eritrosit 4,85 4.0 - 5.0 juta/uL
Leukosit 13,8 5 - 10 x 103/µL
Hematokrit 41 35 - 47 / %
Trombosit 395 150 - 400 ribu/mm3

Hitung Jenis Lekosit


Basophil 0% 0-1
Eosinophil 0% (L) 1-3
Batang 1% 2-6
Segmen 51% (H) 50 - 70
Limfosit 43% 20 - 40
Monosit 5% 2–8

Hemostatis
Masa Perdarahan 3 1-3 menit
Masa Pembekuan 10 10-15 menit
 Pemeriksaan foto thoraks AP
43

Kesan : Kecurigaan efusi pleura kanan minimal

3.5 Diagnosis Prabedah


Hemopneumothorax ec vulnus punctum dengan efusi pleura dextra minimal.

3.6 Tatalaksana
 Pada Saat di IGD RSUD Palembang Bari
- O2 Nasal Canul 3 lpm
- IFVD RL 500 ml gtt 20x/menit
- Inj. Ceftriaxone 2x1 gr
- Inj. Ketorolac 2 x 30 gr
- Jahit Luka
- Rencana Operasi, Rabu 20 Juli 2022 Pukul 10.00 WIB

 Operatif
Pemasangan WSD

 Post-Operatif
44

- O2 Nasal Canul 3 lpm


- IFVD RL gtt 20x/menit
- Inj. Ceftriaxone 2x1 gr
- Inj. Ketorolac 2x30 mg

3.7 Prognosis
Quo ad Vitam : Ad Bonam
Quo ad Functionam : Ad Bonam
Quo ad Sanationam : Ad Bonam

3.8 Follow Up
Waktu dan tanggal Hasil follow up
21-07-2022 S/ nyeri bekas luka operasi, sesak nafas (+)
Pukul 07.00 berkurang

O/ KU : Tampak sakit sedang


Keasadaran : Compos Mentis
GCS : E5M6V4
TD : 110/80 mmHg
HR : 89x/menit
RR : 26x/menit
T : 36,7oC
Pulmo:
Inspeksi : Gerakan dada simetris, retraksi
dinding dada (-/-).
Palpasi : stem fremitus dextra sinistra
simetris.
Perkusi : sonor kedua lapang paru.
Auskultasi : vesikuler (+/+) normal,
wheezing(-/-), rhonki (-/-)
WSD dextra :Undulasi (+), air bubble (+) dan
cairan sanguinis 100 cc
45

A/ post op WSD ec hemopneumothorax

P/ O2 Nasal Canul 3 lpm


- IFVD RL gtt 20x/menit
- Inj. Ceftriaxone 2x1 gr
- Inj. Ketorolac 2x30 mg
22-07-2022 S/ nyeri bekas luka operasi, sesak nafas (-)
07.00
O/ KU : Tampak sakit sedang
Keasadaran : Compos Mentis
GCS : E5M6V4
TD : 120/70 mmHg
HR : 85x/menit
RR : 22x/menit
T : 36,5oC

Pulmo:
Inspeksi : Gerakan dada simetris, retraksi
dinding dada (-/-).
Palpasi : stem fremitus dextra sinistra
simetris.
Perkusi : sonor kedua lapang paru.
Auskultasi : vesikuler (+/+) normal,
wheezing(-/-), rhonki (-/-)
WSD dextra :Undulasi (-), air bubble (-) dan
cairan sanguinis (-)

A/ post op WSD ec hemopneumothorax

P/ O2 Nasal Canul 3 lpm


- IFVD RL gtt 20x/menit
46

- Inj. Ceftriaxone 2x1 gr


- Inj. Ketorolac 2x30 mg
- AFF WSD
- Rencana pulang
BAB IV
ANALISIS KASUS

Pada laporan kasus ini didapatkan pasien Tn. B berusia 25 tahun


datang ke IGD RSUD Palembang BARI pada tanggal 19 Juli 2022 dengan
keluhan sesak nafas setelah ditusuk pisau oleh orang tidak dikenal di
punggung kanan atas sejak ± 30 menit SMRS. Pada pemeriksaan fisik lokalis
ditemukan luka tusuk di regio thorax posterior dextra dengan ukuran 2x1x2
cm. Untuk regio thorax anterior dextra ditemukan gerakan dada tidak
simetris, stem fremitus dextra melemah dan hipersonor pada apeks paru,
redup pada bagian basal paru dextra ICS V. Pada pemerikasaan juga vesikuler
menurun.
Hemopneumotoraks adalah adanya darah dan udara dalam rongga
pleura dan dapat disebabkan oleh trauma tumpul atau tembus. Luka tusuk
merupakan penyebab utama luka tembus. Dengan adanya udara dalam
rongga pleura tersebut, maka akan menimbulkan penekanan terhadap paru-
paru sehingga paru-paru tidak dapat mengembang dengan maksimal
sebagaimana biasanya ketika bernapas. Sedangkan, untuk penumpukan
volume darah ini bisa memberikan tekanan yang cukup besar pada paru-paru.
Akibatnya, kerja paru-paru menjadi terhambat dan bermasalah. Perdarahan
dapat mengandung sebanyak 40% dari seluruh volume darah yang tersirkulasi
di dalam tubuh. Darah pada ruang pleura mempengaruhi kapasitas vital
fungsional paru dengan membuat hipoventilasi alveolar. Suara nafas dapat
berkurang dan perkusi hipersonor pada pneumothorax yang terkena. Pasien
dengan volume perdarahan besar seringkali sesak dan mengalami penurunan
suara napas serta perkusi redup.

Pada pemeriksaan penunjang dilakukan pemeriksaan laboratorium


didapatkan leukosit 13,8 x 103/µL, Leukositosis yang didapatkan dari
pemeriksaan darah lengkap menunjukkan respon tubuh terhadap infeksi.
Jumlah sel darah putih (WCC) pada apendisitis akut memiliki peran yang
telah dibuktikan keabsahannya.

36
37

Berdasarkan diagnosis klinis yang telah ditegakan, maka pasien


direncanakan untuk dilakukan operasi dengan pemasangan water seal
drainage (WSD). . Sebagai penatalaksanaan awal yang diberikan pada
pasien sebelum operasi yaitu IVFD RL 20 tetes/menit, injeksi ceftriaxone
2x1 gr (IV), injeksi ketorolac 2x30 gr (IV) dan rencana operasi. .
Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien IVFD RL gtt 20x/menit,
pemberian cairan bertujuan untuk menjaga agar volume cairan tubuh tetap
relatif konstan. Pemberian cairan bertujuan untuk memulihkan volume
sirkulasi darah. Pemberian cairan diperlukan karena gangguan dalam
keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang umum terjadi pada
pasien dengan tindakan bedah. Ringer laktat adalah cairan yang isotonis
dengan darah dan dimaksudkan untuk cairan pengganti dan merupakan
cairan kristaloid.
Pada pasien di inj. .Ceftriaxone 2x1 gr pemberian antibiotika yang
sesuai sebagai profilaksis pada pasien diberikan antibiotik spektrum luas
meliputi antibiotik untuk bakteri aerob dan anaerob, dan diberikan secara
intravena.
Pada pasien juga diberikan Inj.ketorolac 2x30 gr. Pemberian ketorolac
merupakan golongan NSAID yang dapat digunakan untuk meredakan nyeri
pada pasien post operasi. Selain itu, perlu dilakukan observasi tanda vital
untuk mengantisipasi adanya perdarahan dalam, syok, hipertermia atau
gangguan pernafasan.
Penatalaksanaan operasi yang dilakukan pasien ini, pemasangan
WSD. Water Sealed Drainage (WSD) merupakan pipa khusus yang
dimasukkan ke rongga pleura dengan klem penjepit bedah untuk
mengeluarkan udara dan cairan melalui selang dada. Indikasi pemasangan
WSD yaitu hematotoraks, pneumotoraks, efusi pleura, empiema toraks, dan
pasca oprasi (torakotomi). Sedangkan tujuan pemasangan WSD untuk
mengeluarkan udara, cairan atau darah dari rongga pleura, mengembalikan
tekanan negative pada rongga pleura, mengembangkan kembali paru yang
kolap dan kolap sebagian, dan mencegah reflux drainase kembali ke dalam
rongga dada.
38

Kemudian dilakukan edukasi yang diberikan kepada pasien dan


keluarganya mengenai penyakit yang diderita pasien, pengobatan dan
perlunya dilakukan tindakan operatif untuk menghilangkan cairan dan
udara yang ada di organ pernafasan. Selain itu dijelaskan pula mengenai
komplikasi dari tindakan operatif tersebut. Edukasi juga mengenai keadaan
post operasi selesai, untuk membantu proses penyembuhan dan pemulihan
post operasi pasien harus menjaga kebersihan bekas luka post operasi,
minum obat teratur dan kontrol ke dokter.
BAB V
KESIMPULAN

1. Hemothorax adalah akumulasi darah dalam ruang pleura. Volume


perdarahan bervariasi mulai dari minimal sampai masif.
2. Pneumothorax adalah terperangkapnya udara dalam ruang pleura yang
menyebabkan kolaps paru sebagian atau seluruhnya.
3. Dengan adanya udara dan darah dalam rongga pleura tersebut, maka akan
menimbulkan penekanan terhadap paru-paru sehingga paru-paru tidak dapat
mengembang dengan maksimal sebagaimana biasanya ketika bernapas
4. Pasien dilakukan tindakan pemasangan WSD dan terapi farmakologi.

40
DAFTAR PUSTAKA

1. W.A Newman Dorland. Kamus kedokteran dorland. Edisi 31. Jakarta:


EGC.2010; 137
2. WHO.Global burden disease. [internet].2004.http://www.who.in
t/healthinfo/global burden disease/BD report 2004 anexa.pdf
3. Eylin. Karaktrisitik Pasien dan Diagnosis Histologi pada Kasus Appendisitis
Berdasarkan Data Registrasi di Departemen PatologiAnatomiFakultas
Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto
Mangunkusumo pada tahun 2003-2007 [skripsi].Jakarta: Universitas
Indonesia. Fakultas Kedokteran;2009.
4. Agrawal CS, Adhikari s, Kumar.Role of Serum C-Reactive Protein and
Leukocyte Count in TheDiagnosisofAcute Appendicitis. Nepal Med Coll J.
2008
5. Sjamsuhidajat R, Wim de Jong. Usus Halus, Appendiks, Kolon dan Rektum
dalam Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta : EGC. 2004;639-640
6. Berger DH, Jaffe BM. The Appendix dalam Schwartzx’s manual of Surgery.
Edisi ke-8 New York: The McGraw Hill companies;2006; 312
7. Mansjoer A, Dkk. Kapita Selekta Kedokteran.Jilid 2.Edisi 3.Jakarta : Media
Aesculapius. 2000; 307 Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah.
Edisi 4. Vol.3. 2016. Jakarta: EGC. p. 776-783.
8. Schwatz, et al. Principles of Surgery 8th Edition Volume 2. Jakarta: EGC. p.
1383 – 93.
9. Craig, Sandy Appendicitis [internet]. 2014.
http://emedicine.medscape.com/article/773895-overview#a0156.
10. Doherty GM. Current Diagnosis and Treatment : Surgery, 15 th Edition. USA:
Mc Graw Hill. 2020.
11. Depkes RI. Kasus Appendisitis di Indonesia. 2008.
12. Mansjoer A. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 4. 2010. Jakarta: Media
Aesculapius.

41
42

13. Snell, Richard S.,M.D,PhD. Anatomi Klinis :Berdasarkan Sistem . Jakarta:


EGC;2012.
14. Paulsen, F. ,J.Waschke. Atlas Anatomi Sobotta Ed .23. Jakarta: EGC;2013.
15. Mark L. Kovler, MD, and David J. Hackam, MD, PhD. CURRENT
SURGICAL THERAPHY. 13th Ed. 2020 : p.284-289.
16. Cadogan, Mike. Alvarado Score. 2020. [Internet]. https://litfl.com/alvarado-
score/.
17. Maxine A, Papadakis. Stephen J McPHEE. Current Medical Diagnosis and
Treatment. 58th. University of California, San Francisco 2019 : p.653-655.
18. National Digestive Diseases Infromation Clearinghouse. Appendicitis. Spirt
MJ. Complicated intra-abdominal infection : A focus on appendicitis and
diverticulitis. Postgraduated Medicine. 2010.
19. Setiati S, Alwi I, Sudoyo A, Simadibrata M, Setiyonadi B, Syam A. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi VI. Jakarta: Interna Publishing; 2014.
20. Soelistijo S, Suastika K, Lindarto D, Decroli E, Permana H. Pedomaan
Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta:
PB PERKENI; 2021.
21. Kementrian Kesehatan RI. Tetap Produktif, Cegah, dan Atasi Diabetes
Melitus. Pus Data dan Inf Kesehat RI. 2020;
22. Silbernagl S, Lang F. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2015.
23. American Diabetes Association. Diagnosis and Classifiacation Of Diabetes
Melitus. Diabetes Care. 2016;

Anda mungkin juga menyukai