Anda di halaman 1dari 29

Case Report Session

HEMATOTORAKS

Oleh:
Adissa Benanda 1810313006
Ivena Sabila 181031102022

Preseptor:
dr.Muhammad Riendra, Sp.BTKV

BAGIAN ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
ANDALASRSUP DR. M. DJAMIL PADANG
2022

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 1


Fakultas Kedokteran Universitas Andalas 2
KATA PENGANTAR

Puji Syukur atas rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas
kehendak-Nya penulis dapat menyelesaikan Case report session dengan
judul Hematotoraks.
Case report session ini dibuat sebagai salah satu tugas dalam
Kepaniteraan Bagian Ilmu Bedah di Padang periode 20 Agustus – 24
Oktober 2022. Selain itu, besar harapan penulis dengan adanya case report
session mampu menambah pengetahuan para pembaca mengenai
Hematotoraks.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih
kepada dr. Muhammad Riendra,Sp.BTKV selaku preseptor yang telah
memberikan masukan yang berguna dalam proses penyusunan case report
session ini. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada rekan-
rekan yang juga turut membantu dalam upaya penyelesaian case report
session ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan baik dari segi isi,
susunan bahasa maupun sistematika penulisan case report session ini. Untuk
itu kritik dan saran pembaca sangat penulis harapkan. Akhir kata penulis
berharap kiranya case report session ini dapat menjadi masukan yang
berguna dan bisa menjadi informasi bagi tenaga medis dan profesi lain yang
terkait dengan masalah kesehatan khususnya mengenai Hematotoraks.

Padang, September 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................................. 1

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................... 2

BAB I ............................................................................................................................. 3
PENDAHULUAN....................................................................................................... 3

1.1 Pendahuluan ........................................................................................................ 3

1.2 Tujuan Penulisan ................................................................................................. 4

1.3 Batasan Masalah.................................................................................................. 4

1.4 Metode Penulisan ................................................................................................ 4

BAB II ............................................................................................................................ 5
TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................................. 5
2.1 Anatomi Toraks ........................................................................................... 5
2.2 Fisiologi Sistem Pernapasan ......................................................................... 6
2.3 Hemotoraks ................................................................................................. 9
2.4 Etiologi ...................................................................................................... 11
2.5 Epidemiologi ............................................................................................. 12
2.6 Patofisiologi ............................................................................................... 12
2.7 Manifestasi Klinis ...................................................................................... 14
2.8 Diagnosis ................................................................................................... 17
2.9 Tatalaksana ................................................................................................ 18
2.10 Prognosis ................................................................................................... 19

BAB III ......................................................................................................................... 20


LAPARON KASUS .................................................................................................. 20

BAB IV ........................................................................................................................ 25
DISKUSI .................................................................................................................. 25
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 26

1
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 (a) Anterior view dinding thoraks. (b). Posterior view dari dinding
thoraks … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … 4
Gambar 2. 2 Skematik anatomi dinding dada…………………………………….5
Gambar 2. 3 Klasifikasi Hemotoraks…………………………………………………..9
Gambar 2. 4 Chest X-ray Hemotoraks Dextra……………………………………….14
Gambar 2. 5 CT-Scan Hemotoraks……………………………………………....14
Gambar 2. 6 USG Toraks pada pasien Hemotoraks……………………………..15

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan
Sistem pernapasan adalah salah satu sistem penting dalam tubuh manusia
karena saat bernapas tubuh manusia menghirup oksigen yang sangat berfungsi
sebagai gas kehidupan pada sel dan membuang karbondioksida yang
merupakan zat sisa metabolisme. Oleh karena itu, gangguan apapun yang
terjadi pada sistem ini akan berpengaruh secara sistemik pada sistem-sistem
tubuh lainnya. Terdapat banyak gangguan yang berkemungkinan terjadi pada
system pernapasan, diantaranya yaitu Hemotoraks.1
Hematotoraks adalah adanya darah dalam rongga pleura. Sumber
perdarahan dapat berasal dari dinding dada, parenkim paru-paru, jantung atau
pembuluh darah besar. Jumlah perdarahan pada hematotoraks dapat mencapai
1500 ml, apabila jumlah perdarahan lebih dari 1500 ml disebut hematotoraks
masif.1 Sejauh ini penyebab paling umum dari hematotoraks adalah trauma,
baik trauma yang tidak disengaja, disengaja, atau iatrogenik. Sekitar 150.000
kematian terjadi dari trauma setiap tahun. 2
Dislokasi fraktur dari vertebra torakal juga dapat menyebabkan terjadinya
hemotoraks. Biasanya perdarahan berhenti spontan dan tidak memerlukan
intervensi operasi. Hematotoraks akut yang cukup banyak yang terlihat pada
foto toraks, sebaiknya diterapi dengan selang dada kaliber besar. Selang dada
tersebut akan mengeluarkan darah dari rongga pleura, mengurangi resiko
terbentuknya bekuan darah di dalam rongga pleura, dan dapat dipakai dalam
memonitor kehilangan darah selanjutnya. 3
Berbagai modalitas radiografi mutakhir telah merubah pemakaian
radiografi konvensional dalam menegakkan diagnosis Hematothorax. Oleh
karena itu, penting bagi kita untuk mengetahui dan memahami gabaran
radiologi yang khas pada hematothorax sebagai penegakan diagnosis, agar
dapat memberikan penatalaksanaan pada pasien dengan cepat dan tepat.

3
1.2 Tujuan Penulisan
Penulisan case report session ini bertujuan untuk mengetahui
definisi, anatomi, fisiologi sistem pernapasan, etiologi, epidemiologi,
patosisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, tatalaksana dan prognosis
Hematotoraks.

1.3 Batasan Masalah


Penulisan case report session ini membahas tentang definisi,
anatomi, fisiologi sistem pernapasan, etiologi, epidemiologi,
patosisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, tatalaksana dan prognosis
Hematotoraks.

1.4 Metode Penulisan


Penulisan case report session ini menggunakan tinjauan
kepustakaan yang merujuk kepada berbagai literat.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Toraks


Rongga toraks dibatasi oleh iga-iga, yang bersatu di bagian belakang pada
vertebra thoracalis dan di depan pada sternum. Kerangka rongga thorax,
meruncing pada bagian atas dan berbentuk kerucut terdiri dari sternum, 12
vertebra thoracalis, 10 pasang iga yang berakhir di anterior dalam segmen
tulang rawan dan 2 pasang yang melayang. Kartilago dari 6 iga memisahkan
articulatio dari sternum, kartilago ketujuh sampai sepuluh berfungsi
membentuk tepi kostal sebelum menyambung pada tepi bawah sternum.
Perluasan rongga pleura di atas clavicula dan di atas organ dalam abdomen
penting untuk dievaluasi pada luka tusuk. 1

Gambar 2.1 (a) Anterior view dinding toraks. (b). Posterior view dari dinding
toraks.

Musculus pectoralis mayor dan minor merupakan muskulus utama dinding


anterior toraks. Musculus latissimus dorsi, trapezius, rhomboideus, dan
musculus gelang bahu lainnya membentuk lapisan musculus posterior dinding
posterior thorax. Tepi bawah musculus pectoralis mayor membentuk
lipatan/plika axillaris posterior. Dada berisi organ vital yaitu paru dan jantung.
Pernafasan berlangsung dengan bantuan gerak dinding dada. Inspirasi terjadi
karena kontraksi otot pernafasan yaitu musculus interkostalis dan diafragma,
yang menyebabkan rongga dada membesar sehingga udara akan terhisap

5
melalui trakea dan bronkus.1
Pleura adalah membran aktif yang disertai dengan pembuluh darah dan
limfatik. Disana terdapat pergerakan cairan, fagositosis debris, menambal
kebocoran udara dan kapiler. Pleura visceralis menutupi paru dan sifatnya
sensitif, pleura ini berlanjut sampai ke hilus dan mediastinum bersama ± sama
dengan pleura parietalis, yang melapisi dinding dalam thorax dan diafragma.
Pleura sedikit melebihi tepi paru pada setiap arah dan sepenuhnya terisi dengan
ekspansi paru ± paru normal, hanya ruang potensial yang ada .1
Diafragma bagian muskular perifer berasal dari bagian bawah iga keenam
kartilago kosta, dari vertebra lumbalis, dan dari lengkung lumbokostal, bagian
muskuler melengkung membentuk tendo sentral. Nervus frenikus
mempersarafi motorik dari interkostal bawah mempersarafi sensorik.
Diafragma yang naik setinggi putting susu, turut berperan dalam ventilasi paru
± paru selama respirasi biasa / tenang sekitar 75%. 1

Gambar 2.2 Skematik anatomi dinding dada.

2.2 Fisiologi Sistem Pernapasan


Udara bergerak masuk dan keluar paru-paru karena ada selisih tekanan
yang terdapat antara atmosfir dan alveolus akibat kerja mekanik otot-otot.
Seperti yang telah diketahui, dinding toraks berfungsi sebagai penembus. Selama
inspirasi, volume toraks bertambah besar karena diafragma turun dan iga
terangkat akibat kontraksi beberapa otot yaitu sternokleidomastoideus
mengangkat sternum ke atas dan otot seratus, skalenus dan interkostalis
eksternus mengangkat iga-iga.1

6
Selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat
elastisitas dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis eksternus
relaksasi, dinding dada turun dan lengkung diafragma naik ke atas ke dalam
rongga toraks, menyebabkan volume toraks berkurang. Pengurangan volume
toraks ini meningkatkan tekanan intrapleura maupun tekanan intrapulmonal.
Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir menjadi terbalik, sehingga
udara mengalir keluar dari paru-paru sampai udara dan tekanan atmosfir menjadi
sama kembali pada akhir ekspirasi.1
Tahap kedua dari proses pernapasan mencakup proses difusi gas-gas
melintasi membrane alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5 μm).
Kekuatan pendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara
darah dan fase gas. Tekanan parsial oksigen dalam atmosfir pada permukaan laut
besarnya sekitar 149 mmHg. Pada waktu oksigen diinspirasi dan sampai di
alveolus maka tekanan parsial ini akan mengalami penurunan sampai sekiktar
103 mmHg. Penurunan tekanan parsial ini terjadi berdasarkan fakta bahwa udara
inspirasi tercampur dengan udara dalam ruangan sepi anatomik saluran udara
dan dengan uap air. Perbedaan tekanan karbondioksida antara darah dan alveolus
yang jauh lebih rendah menyebabkan karbondioksida berdifusi kedalam
alveolus.1,4
Dalam keadaan beristirahat normal, difusi dan keseimbangan oksigen di
kapiler darah paru-paru dan alveolus berlangsung kira-kira 0,25 detik dari total
waktu kontak selama 0,75 detik. Hal ini menimbulkan kesan bahwa paru-paru
normal memiliki cukup cadangan waktu difusi. Pada beberapa penyakit misal;
fibosis paru, udara dapat menebal dan difusi melambat sehingga ekuilibrium
mungkin tidak lengkap, terutama sewaktu berolahraga dimana waktu kontak
total berkurang. Jadi, blok difusi dapat mendukung terjadinya hipoksemia, tetapi
tidak diakui sebagai faktor utama.1,4

Adapun fungsi dari pernapasan adalah: 1


1. Ventilasi: memasukkan/mengeluarkan udara melalui jalan napas ke
dalam/dari paru dengan cara inspirasi dan ekspirasi tadi. Untuk
melakukan fungsi ventilasi, paru-paru mempunyai beberapa komponen
penting, antara lain :

7
a) Dinding dada yang terdiri dari tulang, otot, saraf perifer;
b) Parenkim paru yang terdiri dari saluran napas, alveoli, dan pembuluh
darah;
c) Dua lapisan pleura, yakni pleura viseralis yang membungkus erat
jaringan parenkim paru, dan pleura parietalis yang menempel erat ke
dinding toraks bagian dalam. Di antara kedua lapisan pleura terdapat
rongga tipis yang normalnya tidak berisi apapun;
d) Beberapa reseptor yang berada di pembuluh darah arteri utama.
2. Distribusi: menyebarkan/mengalirkan udara tersebut merata ke seluruh
sistem jalan napas sampai alveoli.
3. Difusi: oksigen dan CO2 bertukar melaluimembran semipermeabel
pada dinding alveoli (pertukaran gas).
4. Perfusi: Darah arterial di kapiler-kapiler meratakan pembagian muatan
oksigennya dan darah venous cukup tersedia untuk digantikan isinya
dengan muatan oksigen yang cukup untuk menghidupi jaringan tubuh. 7
Volume paru-paru dibagi menjadi empat macam, yakni:
a) Volume tidal merupakan volume udara yang diinspirasikan dan
diekspirasikan pada setiap pernapasan normal;
b) Volume cadangan merupakan volume tambahan udara yang dapat
diinspirasikan di atas volume tidal normal;
c) Volume cadangan ekspirasi merupakan jumlah udara yang masih
dapat dikeluarkan dengan ekspirasi kuat setelah akhir suatu
ekspirasi;
d) Volume residual adalah volume udara yang masih tersisa di dalam
paru- paru setelah melakukan ekspirasi kuat.7

Dalam menguraikan peristiwa-peristiwa pada siklus paru-paru, juga


diperlukan kapasitas paru-paru yaitu: 1). Kapasitas inspirasi 2). Kapasitas
residual fungsional 3). Kapasitas vital paksa 4). Kapasitas total paru-paru.1
Setiap kegagalan atau hambatan dari rantai mekanisme tersebut akan
menimbulkan gangguan pada fungsi pernapasan, berarti berakibat kurangnya
oksigenasi jaringan tubuh. Hal ini misalnya terdapat pada suatu trauma pada

8
thoraks. Selain itu maka kelainan-kelainan dari dinding thoraks menyebabkan
terganggunya mekanisme inspirasi/ekspirasi, kelainan-kelainan dalam rongga
thoraks, terutama kelainan jaringan paru, selain menyebabkan berkurangnya
elastisitas paru, juga dapat menimbulkan gangguan pada salah satu/semua fungsi
pernapasan tersebut. 1

2.3 Hemotoraks
Hematotoraks adalah adanya darah dalam rongga pleura. Sumber
perdarahan dapat berasal dari dinding dada, parenkim paru-paru, jantung atau
pembuluh darah besar. Jumlah perdarahan pada hematotoraks dapat mencapai
1500 ml, apabila jumlah perdarahan lebih dari 1500 ml disebut hematotoraks
masif.1 Sejauh ini penyebab paling umum dari hematotoraks adalah trauma, baik
trauma yang tidak disengaja, disengaja, atau iatrogenik. Sekitar 150.000
kematian terjadi dari trauma setiap tahun. Cedera dada terjadi pada sekitar 60%
kasus multiple-trauma. Oleh karena itu, perkiraan kasar dari terjadinya
hematotoraks terkait dengan trauma di Amerika Serikat mendekati 300.000
kasus per tahun. Sekitar 2.086 anak-anak muda Amerika Serikat, berumur 15
tahun dirawat dengan trauma tumpul atau penetrasi, 104 (4,4%) memiliki trauma
toraks. Dari pasien dengan trauma toraks, 15 memiliki hemopneumothoraks
(26,7% kematian), dan 14 memiliki hematotoraks (57,1% kematian). 5,6
Terjadinya hematotoraks biasanya merupakan konsekuensi dari trauma
tumpul, tajam dan kemungkinan komplikasi dari beberapa penyakit. Trauma
dada tumpul dapat mengakibatkan hematotoraks oleh karena terjadinya laserasi
pembuluh darah internal.3 Hematotoraks juga dapat terjadi, ketika adanya trauma
pada dinding dada yang awalnya berakibat terjadinya hematom pada dinding
dada kemudian terjadi ruptur masuk kedalam cavitas pleura, atau ketika
terjadinya laserasi pembuluh darah akibat fraktur costae, yang diakibatkan
karena adanya pergerakan atau pada saat pasien batuk. 5
Hemotoraks dibagi berdasarkan klasifikasi sebagai berikut :7
1. Hemotoraks ringan : yang tampak sebagian bayangan kurang dari 15 % pada
foto rontgen, perkusi pekak sampai iga IX. Jumlah darah sampai 300 ml.
2. Hemotoraks sedang : 15 – 35 % tertutup bayangan pada foto rontgen, perkusi
pekak sampai iga VI.jumlah darah sampai 800 ml

9
3. Hemotoraks besar : lebih 35 % pada foto rontgen, perkusi pekak sampai
cranial, iga IV. Jumlah darah sampai lebih dari 800 ml.

Gambar 2.3 Klasifikasi hemotoraks.

Berdasarkan penyebab hemotoraks dapat dibagi menjadi : 7


1. Hemotoraks spontan, Oleh karena : primer (ruptur blep , sekunder
(infeksikeganasan), neonatal.
2. Hemotoraks yang didapat, Oleh karena: iatrogenik, barotrauma,
trauma.Penyebab paling umum dari hemothorax adalah trauma dada.Trauma
misalnya :
- Luka tembus paru-paru, jantung, pembuluh darah besar, atau dinding dada.
- Trauma tumpul dada kadang-kadang dapat mengakibatkan lecet
hemothorax oleh pembuluh internal.
- Diathesis perdarahan seperti penyakit hemoragik bayi baru lahir atau
purpura Henoch-Schönlein dapat menyebabkan spontan hemotoraks.
Adenomatoid malformasi kongenital kistik : malformasi ini kadang-
kadang mengalami komplikasi, seperti hemotoraks.
Penegakkan diagnosis hematotoraks berdasarkan pada data yang diperoleh
dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang sesuai dengan
kriteria yang terdapat pada Management of Haemothorax. Adapun tanda dan
gejala adanya hematotoraks dapat bersifat simptomatik namun dapat juga
asimptomatik. Asimptomatik didapatkan pada pasien dengan hematotoraks yang
sangat minimal sedangkan kebanyakan pasien akan menunjukan simptom,
diantaranya: Nyeri dada yang berkaitan dengan trauma dinding dada, tanda-
tanda shok seperti hipotensi, dan nadi cepat, pucat, akral dingin, tachycardia,
dyspnea, hypoxemia, anxiety (gelisah), cyanosis, anemia, deviasi trakea ke sisi

10
yang tidak terkena, gerak dan pengembangan rongga dada tidak sama
(paradoxical), penurunan suara napas atau menghilang pada sisi yang terkena,
dullness pada perkusi, adanya krepitasi saat palpasi. 6
Tujuan utama tatalaksana dari hematotoraks adalah untuk menstabilkan
hemodinamik pasien, menghentikan perdarahan dan mengeluarkan darah serta
udara dari rongga pleura. Langkah pertama untuk menstabilkan hemodinamik
adalah dengan resusitasi seperti diberikan oksigenasi, cairan infus, transfusi
darah, dilanjutkan pemberian analgetik dan antibiotik. 6.7
Trauma toraks atau dada yang terjadi, menyebabkan gagal ventilasi (keluar
masuknya udara), kegagalan pertukaran gas pada tingkat alveolar (organ kecil
pada paru yang mirip kantong), kegagalan sirkulasi karena perubahan
hemodinamik (sirkulasi darah). Ketiga faktor ini dapat menyebabkan hipoksia
(kekurangan suplai O2) seluler yang berkelanjutan pada hipoksia jaringan.
Hipoksia pada tingkat jaringan dapat menyebabkan ransangan terhadap
cytokines yang dapat memacu terjadinya Adult Respiratory Distress Syndrome
(ARDS), Systemic Inflamation Response Syndrome (SIRS) dan sepsis. Hipoksia,
hiperkarbia, dan asidosis sering disebabkan oleh trauma toraks. Hipokasia
jaringan merupakan akibat dari tidak adekuatnya pengangkutan oksigen ke
jaringan oleh karena hipovolemia (kehilangan darah), pulmonary
ventilation/perfusion mismatch (contoh kontusio, hematoma, kolaps alveolus)
dan perubahan dalam tekanan intratoraks (contoh tension pneumothoraks,
pneumothoraks terbuka). Hiperkarbia lebih sering disebabkan oleh tidak
adekuatnya ventilasi akibat perubahan tekanan intratoraks atau penurunan
tingkat kesadaran. Asidosis metabolik disebabkan oleh hipoperfusi dari jaringan
(syok).8

2.4 Etiologi
Penyebab umum dari hemotoraks adalah trauma toraks. Hemotoraks juga
dapat terjadi pada pasien dengan defek pembekuan darah, operasi toraks atau
jantung, infark pulmonal, kanker pleura atau paru, dan tuberkulosis. Selain itu,
penyebab lainnya adalah pemasangan kateter vena sentral dan tabung
torakostomi.8

11
2.5 Epidemiologi
Untuk menentukan frekuensi populasi dengan hemotoraks secara general
cukup sulit. Hemotoraks kecil dapat dihubungkan dengan fraktur kosta dan dapat
tidak teridentifikasi atau tidak membutuhkan penanganan. Karena penyebab
terbanyak adalah dari trauma, estimasi populasi dapat dilihat dari statistik
trauma. 150.000 kematian karena trauma terjadi setiap tahun. Pada suatu
periode, anak-anak yang mengalami trauma, 4,4% dari jumlah tersebut
mengalami trauma toraks. Mortalitas trauma toraks dengan hemopneumotoraks
adalah 26,7% dan hemotoraks adalah 57,1%. Hemotoraks non-traumatik
memiliki angka mortalitas yang lebih rendah. 7,8

2.6 Patofisiologi
Pendarahan di dalam rongga pleura dapat terjadi dengan hampir semua
gangguan dari jaringan dada di dinding dan pleura atau struktur intrathoracic.
Respon fisiologis terhadap perkembangan hemothorax diwujudkan dalam 2 area
utama: hemodinamik dan pernafasan. Tingkat respon hemodinamik ditentukan
oleh jumlah dan kecepatan kehilangan darah. 8
Perubahan hemodinamik bervariasi, tergantung pada jumlah perdarahan
dan kecepatan kehilangan darah. Kehilangan darah hingga 750 mL pada seorang
pria 70 kg seharusnya tidak menyebabkan perubahan hemodinamik yang
signifikan. Hilangnya 750-1500 mL pada individu yang sama akan
menyebabkan gejala awal syok yaitu, takikardia, takipnea, dan penurunan
tekanan darah.7,8
Tanda-tanda signifikan dari shock dengan tanda-tanda perfusi yang buruk
terjadi dengan hilangnya volume darah 30% atau lebih (1500-2000 mL). Karena
rongga pleura seorang pria 70 kg dapat menampung 4 atau lebih liter darah,
perdarahan exsanguinating dapat terjadi tanpa bukti eksternal dari kehilangan
darah.7
Efek pendesakan dari akumulasi besar darah dalam rongga pleura dapat
menghambat gerakan pernapasan normal. Dalam kasus trauma, kelainan
ventilasi dan oksigenasi bisa terjadi, terutama jika berhubungan dengan luka
pada dinding dada. Sebuah kumpulan darah yang cukup besar menyebabkan
pasien mengalami dyspnea dan dapat menghasilkan temuan klinis takipnea.

12
Volume darah yang diperlukan untuk memproduksi gejala pada individu tertentu
bervariasi tergantung pada sejumlah faktor, termasuk organ cedera, tingkat
keparahan cedera, dan cadangan paru dan jantung yang mendasari. 7,8
Dispnea adalah gejala yang umum dalam kasus-kasus di mana hemothorax
berkembang dengan cara yang membahayakan, seperti yang sekunder untuk
penyakit metastasis. Kehilangan darah dalam kasus tersebut tidak akut untuk
menghasilkan respon hemodinamik terlihat, dan dispnea sering menjadi keluhan
utama.8
Darah yang masuk ke rongga pleura terkena gerakan diafragma, paru-paru,
dan struktur intrathoracic lainnya. Hal ini menyebabkan beberapa derajat
defibrination darah sehingga pembekuan tidak lengkap terjadi. Dalam beberapa
jam penghentian perdarahan, lisis bekuan yang sudah ada dengan enzim pleura
dimulai.8
Lisis sel darah merah menghasilkan peningkatan konsentrasi protein
cairan pleura dan peningkatan tekanan osmotik dalam rongga pleura. Tekanan
osmotik tinggi intrapleural menghasilkan gradien osmotik antara ruang pleura
dan jaringan sekitarnya yang menyebabkan transudasi cairan ke dalam rongga
pleura. Dengan cara ini, sebuah hemothorax ringan dan tanpa gejala dapat
berkembang menjadi berat dan gejala efusi pleura berdarah.8
Dua keadaan patologis yang berhubungan dengan tahap selanjutnya dari
hemothorax: empisema dan fibrothorax. Empiema hasil dari kontaminasi bakteri
pada hemothorax. Jika tidak terdeteksi atau tidak ditangani dengan benar, hal ini
dapat mengakibatkan syok bakteremia dan sepsis. 8

13
2.7 Manifestasi Klinis
Gejala klinis yang muncul pada pasien dengan hemotoraks adalah nyeri
dada, napas pendek, takikardi, hipotensi, pucat, dingin, dan takipneu. Pasien
juga dapat mengalami anemia sampai syok. 7,8 Hemothorak tidak
menimbulkan nyeri selain dari luka yang berdarah di dinding dada. Luka di
pleura viseralis umumnya juga tidak menimbulkan nyeri. Kadang-kadang
anemia dan syok hipovalemik merupakan keluhan dan gejala yang pertama
muncul. Secara klinis pasien menunjukan distress pernapasan berat, agitasi,
sianosis, takipnea berat, takikardia dan peningkatan awal tekanan darah, di
ikuti dengan hipotensi sesuai dengan penurunan curah jantung.
Respon tubuh degan adanya hemothoraks dimanifestasikan dalam 2 area
mayor:
a. Respon hemodinamik
Respon hemodinamik sangat tergantung pada jumlah perdarahan yang
terjadi. Tanda- tanda shock seperti takikardi, takipnea, dan nadi yang
lemah dapat muncul pada pasien yang kehilangan 30% atau lebih
volume darah
b. Respon respiratori
Akumulasi darah pada pleura dapat menggangu pergerakan napas. Pada
kasus trauma, dapat terjadi gangguan ventilasi dan oksigenasi, khususnya

14
jika terdapat injuri padadinding dada. Akumulasi darah dalam jumlah yang
8
besar dapat menimbulkan dispnea. Adapun tanda dan gejala adanya
hemotoraks dapat bersifat simptomatik namun dapat juga asimptomatik.
Asimptomatik didapatkan pada pasien dengan hemothoraks yang sangat
minimal sedangkan kebanyakan pasien akan menunjukan symptom,
diantaranya:
 Nyeri dada yang berkaitan dengan trauma dinding dada
 Tanda-tanda syok, seperti hipotensi, nadi cepat dan lemah, pucat, dan akral
dingin
- Kehilangan darah volume darah ↓ Cardiac output ↓ TD ↓
- Kehilangan banyak darah vasokonstriksi perifer pewarnaan kulit
oleh darah berkurang
 Tachycardia
- Kehilangan darah volume darah ↓ Cardiac output ↓ hipoksia
kompensasi tubuh takikardia
 Dyspnea
- Adanya darah atau akumulasi cairan di dalam rongga pleura
pengembangan paru terhambat pertukaran udara tidak adekuat sesak
napas.
- Darah atau akumulasi cairan di dalam rongga pleura pengembangan
paru terhambat pertukaran udara tidak adekuat kompensasi tubuh
takipneu dan peningkatan usaha bernapas sesak napas.
 Hypoxemia
- Hemotoraks paru sulit mengembang kerja paru terganggu kadar
O2 dalam darah ↓
 Takipneu
- Akumulasi darah pada pleura hambatan pernapasan reaksi tubuh
meningkatkan usaha napas takipneu.
- Kehilangan darah volume darah ↓ Cardiac output ↓ hipoksia
kompensasi tubuh takipneu.
 Anemia
 Deviasi trakea ke sisi yang tidak terkena.

15
- Akumulasi darah yang banyak menekan struktur sekitar
mendorong trakea ke arah kontralateral.
 Gerak dan pengembangan rongga dada tidak sama (paradoxical).
 Penurunan suara napas atau menghilang pada sisi yang terkena
- Suara napas adalah suara yang terdenger akibat udara yang keluar dan
masuk paru saat bernapas. Adanya darah dalam rongga pleura
pertukaran udara tidak berjalan baik suara napas berkurang atau
hilang.

16
 Dullness pada perkusi (perkusi pekak)
- Akumulasi darah pada rongga pleura suara pekak saat
diperkusi (Suara pekaktimbul akibat carian atau massa padat).
 Adanya krepitasi saat palpasi.

2.8 Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan fisik paru, foto toraks,
analisis cairan pleura, torasentesis, USG, dan CT scan. Pada pemeriksaan fisik
paru didapatkan tanda-tanda seperti pada efusi pleura. Pada hemitoraks yang
sakit, pergerakan akan terlihat berkurang. Perkusi pada hemitoraks yang sakit
terdengar redup dan pada auskultasi suara napas menurun atau menghilang sama
sekali.7
1) Chest X-ray : Pada foto toraks juga tampak seperti pada efusi pleura. Pada
kasus trauma tumpul, hemotoraks sering dihubungkan dengan cedera toraks
lainnya yang dapat terlihat pada foto toraks, seperti fraktur kosta atau
pneumotoraks, adanya gambaran hipodense pada rongga pleura di sisi yang
terkena dan adanya mediastinum shift. Chest x-ray sebagi penegak
diagnostik yang paling utama dan lebih sensitif dibandingkan lainnya. 8,9

Gambar 2.4 Chest X-ray Hemotoraks Dextra

2) CT Scan : CT scan merupakan pemeriksaan yang diindikasikan untuk


pasien dengan hemothoraks untuk evaluasi lokasi clotting (bekuan darah)

17
dan untuk menentukan kuantitas atau jumlah bekuan darah di rongga
pleura.9

Gambar 2.5 CT-scan Hemotoraks

3) USG : USG yang digunakan adalah jenis FAST dan diindikasikan untuk
pasien yang tidak stabil dengan hemothoraks minimal.

Gambar 2.6 USG toraks pada pasien Hemotoraks

2.9 Tatalaksana
Tujuan terapi adalah agar pasien dalam keadaan stabil, menghentikan
perdarahan, dan mengeluarkan darah dan udara yang ada pada rongga pleura.
Pasien diberikan oksigen, memastikan airway, breathing, dan circulation. Jika
pasien hipotensi, infus diberikan dan dimulai resusitasi cairan yang sesuai
dengan menggunakan Ringer Lactate. Transfusi darah dapat diberikan jika
dibutuhkan.3
Torakostomi atau chest tube adalah terapi utama3 untuk pasien dengan
hemotoraks. Pemasangannya selama beberapa hari untuk mengembangkan paru

18
ke ukuran normal. Torakotomi adalah prosedur pilihan untuk operasi eksplorasi
rongga dada ketika hemotoraks masif atau terjadi perdarahan persisten.
Torakotomi juga dilakukan ketika hemotoraks parah dan chest tube tidak dapat
mengontrol perdarahan. Torakotomi dilakukan bila perdarahan > 200 ml/jam
dan tidak ada tanda-tanda perdarahan berkurang.3
Fibrinolysis intrapleural digunakan untuk mengevakuasi hemotoraks
residual dalam kasus dimana drainase dengan torakostomi inisial tidak adekuat.
Dosis yang digunakan adalah streptokinase (250.000 IU) atau urokinase
(100.000 IU) dalam 100 ml saline steril. Dalam studi mengenai penggunaan
fibrinolysis intrapleural dalam kasus hemotoraks clotted traumatic, dengan
memasukkan agen fibrinolysis secara harian dalam jangka waktu 2-15 hari,
memberikan hasil penyembuhan sebanyak 92%. 7

2.10 Prognosis
Prognosis umum pada pasien dengan hemotoraks cukup baik. Mortalitas
berhubungan dengan berat ringannya cedera pada trauma toraks. Empyema
dapat terjadi pada 5% kasus, sedangkan fibrotoraks dapat terjadi pada 1% kasus.
Prognosis jangka pendek dan jangka panjang pada pasien dengan hemotoraks
non-traumatik bergantung pada penyebab hemotoraks. 3

19
BAB III
LAPARON KASUS
Identitas pasien
- Nama : Tn. AP
- Umur : 31 tahun
- Jenis Kelamin : Laki-laki
- Status Perkawinan : Belum menikah
- Alamat : Padang

Keluhan utama
Sesak nafas 15 jam SMRS

Primary survey
A : clear
B : spontan RR: 24 x/min, SaO2: 98% dengan O2 3L/menit
- Inspeksi : Gerakan dinding dada kiri tertinggal dari kana
- Auskultasi : Suara nafas rongga thoraks kiri lemah dari kanan
- Palpasi : fremitus melemah pada sisi kiri
- Perkusi : dull pada sisi kiri
C : BP: 125/68 mmHg, HR: 95 x/min
D : GCS 15, pupil isokor 3mm/3mm, reflek cahaya +/+
Secondary survey
Riwayat penyakit sekarang
- Sesak nafas 15 jam SMRS
- Sebelumnya pasien sedang menebang pohon, kemudian pohon tersebut
tumbang dan mengenai tubuh pasien.
- Pasien masih sadar setelah kejadian
- Nyeri (+) pada dinding dada kiri setelah kejadian
- Trauma ditempat lain tidak ada
Riwayat penyakit dahulu
- Riwayat sakit TB Paru tidak ada
- Riwayat Asma tidak ada

20
- Riwayat hipertensi tidak ada
- Riwayat DM tidak ada
- Riwayat keganasan tidak ada
Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami sakit yang sama
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan Fisik Umum
- Keadaan Umum : Sakit sedang
- Kesadaran : GCS 15
- TekananDarah : 125/68 mmHg
- Nadi : 95 kali/menit
- Nafas : 24 kali/menit
- Suhu : 36,8 ºC
- Nyeri : VAS 5

Status generalis
Kulit : Teraba hangat, turgor kulit normal
Kepala : Normocephal
Rambut : Normal, tidak mudah dicabut
KGB : Tidak ada pembesaran KGB
Mata : Pupil isokor, refleks cahaya +/+, konjungtiva anemis -/-, sklera
ikterik -/-
Telinga : Tidak ada kelainan
Hidung : Tidak ada nafas cuping hidung
Tenggorok : Tidak dilakukan pemeriksaan
Gigi dan mulut : Tidak dilakukan pemeriksaan
Leher : tidak ada kelainan
Abdomen : tidak ada kelainan
Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan

21
Anus : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas : Akral hangat, udem (-), CRT < 2 detik
Status lokalis
Regio thoraks :
- Inspeksi : Gerakan dinding dada kiri tertinggal dari kana
- Auskultasi : Suara nafas rongga thoraks kiri lemah dari kanan
- Palpasi : fremitus melemah pada sisi kiri
- Perkusi : dull pada sisi kiri

Diagnosis kerja
Trauma tumpul dada+ susp Hematotorak kiri
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Hb :8,7 gr%
WBC : 15.110/mm3
Platelet: 199.000/mm3
HT : 25%

22
Foto X-Ray

Diagnosis
Hematotorak kiri + fraktur tertutup costae 8,9,10 posterior torak sinistra
Pre-operasi
- Informed consent
- Antibiotik
- Analgetik
- Swab covid-19= negative
- Rencana chest tube+WSD
Laporan operasi
- Lapangan operasi didesinfektan
- Anestesi local
- Insisi pada garis aksila anterior, pada ruang intercostal ke-5,hemitoraks
kiri
- Kutis terbuka, subkutis terbuka, otot terbuka,pleura terbuka
- Dimasukkan chest tube no 28, sambung ke WSD, produksi awal kurang
lebih 100 cc
- Fiksasi selang dada

23
Foto x-ray control

Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam

24
BAB IV
DISKUSI
Seorang pasien laki-laki, usia 31 tahun, datang ke IGD RSUP Dr. M. Djamil
Padang pada tanggal 27 September 2022 dengan sesak nafas sejak 15 jam sebelum
masuk rumah sakit dan di diagnosis dengan hematotorak kiri ec trauma tumpul dada
dan fraktur tertutup costae 8,9,10 posterior torak sinistra
Berdasarkan anamnesis dikatakan bahwa pasien sedang menebang pohon,
kemudian tiba-tiba pohon tumbang dan mengenai badan pasien. Setelah kejadian
pasien masih sadar, namun pasien merasakan nyeri pada dinding dada kiri.
Berdasarkan pemeriksaan fisik, didapatkan frekuensi nafas pasien, yaitu
24x/menit, terlihat gerakan dinding dada kirivtertinggal dibandingkan kanan. Pada
palpasi, pasien didapatkan fremitus kiri menurun dibandingkan kanan. Saat
dilakukan perkusi, didapatkan bunyi redup pada dinding dada kiri. Temuan pada
pemeriksaan ini mendukung adanya hematotorak kiri
Pada pemeriksaan penunjang, dilakukan rontgen thoraks didapatkan
gambaran hipodense pada sisi kiri. Setelah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang, ditegakkan diagnosis pasien dengan hematotorak kiri
ec trauma tumpul dada dan fraktur tertutup costae 8,9,10 posterior torak sinistra
.Pasien direncanakan untuk Pro insersi chest tube+WSD. Selain itu pasien diberikan
IVFD RL 28 tpm, ceftriaxone 2x1 g, ketorolac 3x30 mg.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton & Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. EGC:
Jakarta.
2. Mary C Mancini. 2011. Hemothorax. http://emedicine.medscape.com/article/
2047916-overview#a0156
3. Gopinath N, Invited Arcticle “Thoracic Trauma”, Indian Journal of Thoracic
and Cardiovascular Surgery Vol. 20, Number 3, 144-148.
4. Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Media Aesculapius
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
5. Mosby Inc. Elsevier Chapter 26. Thoracic Trauma. 2007
6. Stanford Trauma Service Housestaff Manual Available from :
http://scalpel.stanford.edu/ICU/Stanford%20Trauma%20Service%20rev%20
4-05.pdf
7. Syamsu Hidayat,R Dan Wim De Jong, Buku Ajar Bedah, Penerbit Buku
Kedokteran, EGC, Jakarta,tahun 1995
8. Alsagaff, Hood. Mukty, H. Abdul. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya
: Airlangga University Press; 2009. p. 162-179
9. Malueka, Rusdy, Ghazali. Radiologi Diagnostik. Yogyakarta : Pustaka
Cendekia Press; 2007. p. 56

26

Anda mungkin juga menyukai