Anda di halaman 1dari 28

 

TUGAS REFERAT
“HYDROPNEUMOTHORAX” 

Oleh :
Penasti Khairunnisa’ 

H1A 014 064

Pembimbing :

dr. Dewi Anjarwati, M.Kes, Sp. Rad

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


SMF RADIOLOGI RSUD PROVINSI NTB
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
2018
 

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, karena hanya
dengan rahmatNya, saya dapat menyelesaikan referat yang berjudul
“Hydropneumothorax”. Referat ini saya susun dalam rangka memenuhi tugas dalam
 proses mengikuti kepaniteraan klinik di bagian SMF Radiologi Rumah Sakit Umum
Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat, Fakultas Kedokteran Universitas Mataram.
Saya berharap penyusunan referat ini dapat berguna dalam meningkatkan pemahaman
kita semua mengenai Hydropneumothorax. Saya menyadari bahwa laporan ini masih
 belum sempurna. Oleh karena itu, saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun untuk perbaikan laporan ini.

Mataram, 14 Oktober 2018

Penyusun

2
 

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................
....................................................... ................................. 1

KATA PENGANTAR .....................................................................................


................................................... .................................. 2

DAFTAR ISI ....................................................................................................


................................................ .................................................... 3

BAB I : PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang ..........................................................................................


................................................ .......................................... 4
1.2.  Tujuan Penulisan .....................................................
......................................................................................
................................. 5

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

2.1.  Anatomi Sistem Pernapasan ....................................................


....................................................................
................ 6
2.2.  Fisiologi Sistem Pernapasan ...................................................
...................................................................
................ 12
2.3.  Definisi ....................................................................................................
................................................ .................................................... 13
2.4.  Etiologi ....................................................................................................
................................................ .................................................... 13
2.5.  Epidemiologi ...........................................................................................
................................................. .......................................... 15
2.6.  Patogenesis ..............................................................................................
.................................................... .......................................... 15
2.7.  Manifestasi Klinis ...................................................................................
................................................. .................................. 17
2.8.  Diagnosis .................................................................................................
............................................. .................................................... 17
2.9.  Tatalaksana ..............................................................................................
.................................................... .......................................... 24

BAB III : PENUTUP

3.1.  Kesimpulan ...................................................


.............................................................................................
.......................................... 26

DAFTAR PUSTAKA .....................................................


......................................................................................
................................. 27

3
 

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang

Pneumothorax adalah adanya udara yang terdapat di cavum pleura.


Pneumothorax dapat terjadi secara spontan atau karena trauma. Pada kondisi normal,
rongga pleura tidak terisi udara sehingga paru-paru dapat leluasa mengembang
terhadap rongga dada. Udara dalam kavum pleura ini dapat ditimbulkan oleh karena
adanya kerobekan pleura visceralis sehingga saat inspirasi udara yang berasal dari
alveolus akan memasuki kavum pleura.  Apabila kebocoran pleura visceralis berfungsi
sebagai katup, maka udara yang masuk saat inspirasi tak akan dapat keluar dari
kavum pleura pada saat ekspirasi. Akibatnya, udara semakin lama semakin banyak
sehingga mendorong mediastinum kearah kontralateral.

Hidropneumotoraks adalah suatu keadaan dimana terdapat udara dan cairan di


dalam rongga pleura yang mengakibatkan kolapsnya jaringan paru. Cairan ini bisa
 juga disertai dengan nanah (empiema) dan hal ini di namakan dengan
 piopneumotoraks. Sedangkan pneumotoraks itu adalah suatu keadaan terdapatnya
udara atau gas di dalam pleura yang menyebabkan kolapsnya paru yang terkena.

Menegakkan diagnosis hidropneumothoraks ini tentunya diperlukan anamnesis,


 pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
penu njang. pada anamnesis dan pemeriksaan fisik
haruslah sesuai dengan panduan diagnostic piopneumthoraks serta untuk pemeriksaan
 penunjangnya yakni Foto Thoraks, USG, CT-SCAN tanpa kontras. Tatalaksana yang
dilakukan pada kasus hidropneumothoraks ini tentunya dilakukan pugsi pleura baik
dengan pemasangan WSD.

4
 

1.2.  Tujuan Penulisan


Mengetahui tentang Hydropneumothorax dari definisi, etiologi, epidemiologi,
 patogenesis, manifestasi klinis, penegakan diagnosis, mengetahui modalitas dan
gambaran radiologi dan tatalaksana penyakit tersebut. 

5
 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.  Anatomi Sistem Pernapasan

Gambar. Struktur sistem respirasi

Secara fungsional, sistem pernapasan dapat dibagi menjadi zona konduksi dan

zona respirasi. Zona konduksi adalah sistem pernapasan termasuk organ dan struktur
yang tidak terlibat langsung dalam pertukaran gas. Pertukaran gas terjadi di zona
 pernapasan1.

Zona Konduksi

Fungsi utama dari zona konduksi adalah untuk menyediakan rute untuk masuk
dan keluar udara, menghilangkan debris dan patogen dari udara yang masuk, dan
menghangatkan serta melembabkan udara yang masuk. Epitelium saluran hidung,
misalnya, sangat penting untuk mendeteksi bau, dan epitel bronkus yang melapisi

6
 

 paru-paru dapat memetabolisme beberapa


b eberapa karsinogen di udara. Beberapa organ yang
termasuk ke dalam zona konduksi adalah:

Gambar. Zona Konduksi

1.  Hidung
Pintu masuk dan keluar utama untuk sistem pernapasan adalah melalui
hidung. Hidung terbagi menjadi dua bagian utama: hidung eksternal, dan
rongga hidung atau hidung bagian dalam. Hidung eksternal terdiri dari
 permukaan dan struktur rangka yang menghasilkan penampilan luar hidung dan
 berkontribusi pada berbagai fungsinya.

Beberapa tulang yang membantu membentuk dinding rongga hidung


memiliki ruang yang mengandung udara yang disebut sinus paranasal, yang
 berfungsi untuk menghangatkan dan melembabkan udara yang masuk. Sinus
dilapisi dengan mukosa. Setiap sinus paranasal diberi nama untuk tulang yang
terkait: sinus frontal, sinus maksilaris, sinus sphenoidalis, dan sinus ethmoidalis.
Sinus menghasilkan lendir dan meringankan berat tengkorak.
 Nares dan bagian anterior rongga hidung dilapisi dengan selaput lendir,
mengandung kelenjar sebaceous dan folikel rambut yang berfungsi untuk
mencegah berlalunya debris besar, seperti kotoran, melalui rongga hidung.

7
 

Epitel olfaktori digunakan untuk mendeteksi bau ditemukan lebih dalam di


rongga hidung.
2.  Faring
Faring dibagi menjadi tiga wilayah utama: nasofaring, orofaring, dan
laringofaring. Nasofaring diapit oleh konka dari rongga hidung, dan hanya
 berfungsi sebagai jalan napas. Di bagian atas nasofaring adalah tonsil faringeal.
Orofaring adalah lorong untuk udara dan makanan. Orofaring dibatasi secara
superior oleh nasofaring dan anterior oleh rongga mulut. Laryngopharynx lebih
rendah daripada orofaring dan posterior ke laring. Ini melanjutkan rute untuk
makanan dan udara sampai akhir inferior di mana sistem pencernaan dan
 pernapasan berbeda.

3.  Laring
Laring adalah struktur kartilago yang lebih rendah daripada laringofaring
yang menghubungkan faring ke trakea dan membantu mengatur volume udara
yang masuk dan meninggalkan paru-paru. Struktur laring dibentuk oleh
 beberapa bagian dari tulang rawan. Tiga potongan tulang rawan besar yaitu
kartilago tiroid (anterior), epiglotis (superior), dan kartilago krikoid (inferior) -
membentuk struktur utama laring
4.  Trakea
Trakea (batang tenggorok) memanjang dari laring menuju paru-paru.
Trakea dibentuk oleh 16 hingga 20 tulang rawan hialin berbentuk C yang
dihubungkan oleh jaringan ikat padat. Otot trakea dan jaringan ikat elastis
 bersama membentuk membran fibroelastik, membran fleksibel yang menutup
 permukaan posterior trakea, menghubungkan kartilago berbentuk C. Membran
fibroelastik memungkinkan trakea untuk meregang dan melebar sedikit selama
inhalasi dan exhalasi, sedangkan cincin tulang rawan memberikan dukungan
struktural dan mencegah trakea dari kolaps. Selain itu, otot trakea dapat
dikontrak untuk memaksa udara melalui trakea selama pernafasan

5.  Bronkus

8
 

Cabang-cabang trakea masuk ke bronkus primer kanan dan kiri di carina.


Bronkus ini juga dilapisi oleh epitel kolumnar bersilia pseudostratified
mengandung sel goblet memproduksi lender. Carina adalah struktur yang
terangkat yang mengandung jaringan saraf khusus yang menyebabkan batuk
keras jika benda asing, seperti makanan. Cincin tulang rawan, mirip dengan
trakea, mendukung struktur bronkus dan mencegah kolaps.
Bronkus primer memasuki paru-paru di hilus, daerah cekung di mana
 pembuluh darah, pembuluh limfatik, dan saraf juga masuk ke paru-paru.
Bronkus terus bercabang ke pohon bronkial. Pohon bronkial (atau pohon
 pernapasan) adalah istilah kolektif yang digunakan untuk bronkus bercabang
ganda ini. Fungsi utama bronkus, seperti struktur zona konduksi lainnya, adalah

menyediakan saluran udara untuk bergerak masuk dan keluar dari setiap paru.
Selain itu, membran mukosa perangkap puing dan patogen.

Zona Respirasi

Berbeda dengan zona konduksi, zona respirasi mencakup struktur yang terlibat
langsung dalam pertukaran gas. Zona respirasi dimulai di mana bronchioles terminal
 bergabung dengan bronkiole pernafasan, jenis bronkusol terkecil, yang kemudian
mengarah ke saluran alveolar, membuka ke dalam sekelompok alveoli.

1.  Alveolar
Saluran alveolar adalah tabung yang terdiri dari otot polos dan jaringan
ikat, yang membuka ke dalam sekelompok alveoli. Alveolus adalah salah satu
dari banyak kantung kecil seperti anggur yang melekat pada duktus alveolar.
Kantung alveolar adalah sekelompok alveoli individu yang bertanggung jawab
untuk pertukaran gas. Alveolus memiliki diameter sekitar 200 mm dengan
dinding elastis yang memungkinkan alveolus meregang selama asupan udara,
yang sangat meningkatkan luas permukaan yang tersedia untuk pertukaran gas.
Alveoli terhubung ke tetangga mereka dengan pori-pori alveolar, yang

9
 

membantu mempertahankan tekanan udara yang sama di seluruh alveoli dan


 paru-paru.

Gambar. Zona Respirasi


2.  Paru-paru
Organ utama dari sistem respires. Fungsi utama paru-paru adalah
melakukan pertukaran oksigen dan karbon dioksida dengan udara dari atmosfer.
Untuk tujuan ini, paru-paru bertukar gas pernapasan di area permukaan epitel
yang sangat besar (sekitar 70 meter persegi) yang sangat mudah menyerap gas.

Gambar. Anatomi Paru

10
 

Setiap paru terdiri dari unit yang lebih kecil yang disebut lobus. Fissures
memisahkan lobus ini satu sama lain. Paru kanan terdiri atas tiga lobus: lobus
superior, tengah, dan inferior. Paru kiri terdiri dari dua lobus: lobus superior
dan inferior. Segmen bronkopulmonal adalah pembagian lobus, dan setiap
lobus memiliki beberapa segmen bronkopulmonal. Setiap segmen menerima
udara dari bronkus tersiernya sendiri dan dipasok dengan darah oleh arteri
sendiri. Lobus paru adalah subdivisi yang terbentuk sebagai cabang bronkus
ke dalam bronkiolus. Setiap lobulus menerima bronchiole besar yang
memiliki banyak cabang. Sebuah septum interlobular adalah dinding, terdiri
dari jaringan ikat, yang memisahkan lobulus dari
d ari satu sama lain.
3.  Pleura

Setiap paru diapit di dalam rongga yang dikelilingi oleh pleura. Pleura
adalah membran serosa yang mengelilingi paru-paru. Pleura kanan dan kiri,
yang meliputi paru-paru kanan dan kiri, masing-masing, dipisahkan oleh
mediastinum. Pleura terdiri dari dua lapisan. Pleura viseral adalah lapisan
yang superfisial ke paru-paru, dan meluas ke dalam dan melapisi celah paru.
Sebaliknya, pleura parietalis adalah lapisan luar yang menghubungkan ke
dinding toraks, mediastinum, dan diafragma. Pleura viseral dan parietal
terhubung satu sama lain di hilus. Rongga pleura adalah ruang antara lapisan
viseral dan parietal.
Pleura melakukan dua fungsi utama yaitu menghasilkan cairan pleura
dan menciptakan rongga yang memisahkan organ utama. Cairan pleura
disekresikan oleh sel mesothelial dari kedua lapisan pleura dan bertindak
untuk melumasi permukaannya. Pelumasan ini mengurangi gesekan antara
dua lapisan untuk mencegah trauma saat bernafas, dan menciptakan tegangan
 permukaan yang membantu mempertahankan posisi paru-paru melawan
dinding toraks.

11
 

Gambar. Anatomi Pleura

2.2.  Fisiologi Sistem Pernapasan


Ventilasi paru terdiri dari dua langkah utama: inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi
adalah proses yang menyebabkan udara masuk ke paru-paru, dan ekspirasi adalah
 proses yang menyebabkan udara meninggalkan paru-paru. Siklus pernapasan adalah
satu urutan inspirasi dan ekspirasi. Secara umum, dua kelompok otot digunakan
selama inspirasi normal: diafragma dan otot interkostal eksternal.
Ketika diafragma berkontraksi, ia bergerak secara inferior menuju rongga perut,
menciptakan rongga toraks yang lebih besar dan lebih banyak ruang untuk paru-paru.
Kontraksi otot interkostal eksternal menggerakkan tulang rusuk ke atas dan ke luar,

menyebabkan tulang rusuk melebar, yang meningkatkan volume rongga toraks.


Karena kekuatan adhesif dari cairan pleura, perluasan rongga toraks memaksa paru-
 paru untuk meregang dan berkembang juga. Peningkatan volume ini menyebabkan
 penurunan tekanan intra-alveolar, menciptakan tekanan lebih rendah dari tekanan
atmosfer. Akibatnya, gradien tekanan dibuat yang mendorong udara ke paru-paru
atau disebut dengan proses inspirasi.
Proses ekspirasi   normal adalah pasif, yang berarti bahwa energi tidak
diperlukan untuk mendorong udara keluar dari paru-paru. Sebaliknya, elastisitas
 jaringan paru-paru menyebabkan paru untuk mundur, karena otot-otot diafragma
dia fragma dan

12
 

interkostal bersantai setelah inspirasi. Pada gilirannya, rongga toraks dan paru-paru
 berkurang volumenya, menyebabkan peningkatan tekanan interpulmonary. Tekanan
interpulmonary meningkat di atas tekanan atmosfer, menciptakan gradien tekanan
yang menyebabkan udara meninggalkan paru-paru1.

Gambar. Inspirasi dan Ekspirasi

2.3.  Definisi dan Klasifikasi

Hidropneumotoraks adalah suatu keadaan dimana terdapat udara dan cairan di


dalam rongga pleura yang mengakibatkan kolapsnya jaringan paru. Cairan ini bisa
 juga disertai dengan nanah (empiema) dan hal ini di namakan dengan
 piopneumotoraks. Sedangkan pneumotoraks itu adalah suatu keadaan terdapatnya
udara atau gas di dalam pleura yang menyebabkan kolapsnya paru yang terkena.

2.4.  Etiologi

Keadaan fisiologi dalam rongga dada pada waktru inspirasi tekanan intra pleura
lebih negatif dari tekanan intrabronkial, maka paru mengembang mengikuti gerakan
dinding dada sehingga udara dari luar akan terhisap masuk melalui bronkus hingga
mencapai alveoli. Pada saat ekspirasi dinding dada menekan rongga dada sehingga

13
 

tekanan intra pleura akan lebih tinggi dari pada tekanan udara alveoli atau di bronkus
akibatnya udara akan ditekan keluar melalui bronkus. 1,2,4 
Tekanan intrabronkial akan meningkat apabila ada tahanan pada saluran
 pernafasan dan akan meningkat lebih besar lagi pada permulaan batuk, bersin atau
mengejan. Peningkatan tekanan intrabronkial akan mencapai puncak sesaat
sebelumnya batuk, bersin dan mengejan. Apabila dibagian perifer bronki atau alveoli
ada bagian yang lemah, maka kemungkinan terjadinya robekan ronki atau alveoli
akan sangat mudah.1,2,3 
Dengan cara demikian dengan terjadinya pneumotoraks dapat dijelaskan yaitu,
 jika ada kebocoran didaerah
didae rah paru yang berisi udara
uda ra melalui robekan atau pleura yang
 pecah. Bagian yang robek tersebut berhubungan dengan bronkus. Pelebaran alveolus

dan septa-septa alveolus yang pecah kemudian membentuk suatu bula yang
 berdinding tipis didekat daerah yang ada proses non spesifik atau fibrosis
granulomatosa. Keadaan ini merupakan penyebab yang paling sering dari
 pneumotoraks.1,2 
Ada beberapa kemungkinan komplikasi pneumotoraks, suatu katup bola yang
 bocor yang menyebabkan tekanan pneumotoraks bergeser ke mediastinum. Apabila
kebocoran tertutup dan paru tidak mengadakan ekspansi kembali dalam beberapa
minggu, jaringan paru dapat terjadi sehingga tidak pernah ekspansi kembali secara
keseluruhan. Pada keadaan ini cairan serosa berkumpul didalam ronggs pleura yang
menimbulkan suatu hidropneumotoraks.1,2 
Hidropneumotoraks spontan skunder bisa merupakan komplikasi dari TB paru
dan pneumotoraks yaitu dengan rupturnya fokus subpleura dari jaringan nefrotik
 perkijuan sehingga tuberkuloprotein yang ada di dalam masuk kerongga pleura dan
udara dapat masuk dalam paru pada proses inspirasi tetapi tidak dapat keluar paru
ketika proses ekspirasi, semakin lama udara dalam rongga pleura akan meningkat dan
udara yang terkumpul akan menekan paru sehingga akan timbul gagal nafas. 1,2 

14
 

2.5.  Epidemiologi
Pneumothorax spontan primer terjadi pada 7,4-18 kasus per 100.000 penduduk
 per tahun pada pria dan 1,2-6 kasus per 100.000 penduduk per tahun pada wanita.
Merokok, pemakaian obat-obatan, tubuh yang lebih tinggi dan kurus merupakan
faktor risiko untuk mengembangkan pneumothorax spontan primer pada pria. Pada
 perokok berat (lebih dari 20 batang/hari) memiliki risiko relatif pneumotoraks adalah
100 kali lebih tinggi. Seorang pria yang tinggi dan kurus juga memiliki faktor risiko
 pneumothorax disebabkan karena pada individu yang tinggi, gradien tekanan pleura
lebih besar dari pangkal paru ke apex paru sehingga alveoli di apex paru menjadi
sasaran tekanan distensi yang lebih besar. 2 
Pneumothorax spontan sekunder sering merupakan hasil dari proses penyakit

yang mendasari di paru-paru, seperti penyakit paru obstruktif kronik. Hal ini
menyumbang sepertiga dari kasus pneumothorax spontan. Insiden pneumothorax
sekunder terjadi pada 6,3 kasus per 100.000 setiap tahun pada pria, dan 2 kasus per
100.000 setiap tahun pada wanita. Insiden terjadinya pneumothorax spontan sekunder
lebih banyak terjadi pada pasien dengan rentang usia 60-65 tahun. 3 
2.6.  Patogenesis

Paru-paru dibungkus oleh pleura parietalis dan pleura visceralis. Diantara


 pleura parietalis dan visceralis terdapat cavum pleura. Cavum pleura normal berisi

sedikit cairan serous jaringan.Tekanan intrapleura selalu berupa tekanan negatif.


Tekanan negatif pada intrapleura membantu dalam proses respirasi. Proses respirasi
terdiri dari 2 tahap : Fase inspirasi dan fase eksprasi. Pada fase inspirasi tekanan
intrapleura - 9 s/d - 12 cmH2O; sedangkan pada fase ekspirasi tekanan intrapleura: - 3
s/d - 6 cmH2O5,6.
Hidropneomotoraks dapat disebabkan oleh adanya trauma, peradangan, udara,
cairan. Dari penyebab tersebut dapat menyebabkan akumulasi cairan dan udara dalam
rongga pleura yang menyebabkan tekanan dalam rongga dada menjadi positif.
Akumulasi cairan dan udara menyebabkan paru-paru kolaps, sehingga terjadi

15
 

 perlengketan antara pleura parietalis dan pleura visceralis karena pergesekan yang
terus menerus yang menyebabkan robekan pada pleura, jadi cairan pleura bisa
merembes masuk kedalam pleura parietalis. Tindakan untuk mengatasi
hidropneumothoraks adalah dengan WSD, yang bertujuan unruk mengalirkan udara
dan cairan dalam upaya mengembangkan kembali paru-paru dan membuat tekanan
udara negatif pada rongga pleura3,4. 
Pada Pneumotoraks spontan terjadi oleh karena pecahnya bleb atau kista kecil
yang diameternya tidak lebih dari 1-2 cm yang berada di bawah permukaan pleura
viseralis, dan sering ditemukan di daerah apeks lobus superior dan inferior.
Terbentuknya bleb ini oleh karena adanya perembesan udara dari alveoli yang
dindingnya ruptur melalui jaringan intersisial ke lapisan jaringan ikat yang berada di

 bawah pleura viseralis. Sebab pecahnya dinding alveolus ini belum diketahui dengan
 pasti, tetapi diduga ada dua faktor sebagai penyebabnya 3,5. 
Faktor infeksi atau radang paru. Infeksi atau radang paru walaupun minimal
akan membentuk jaringan parut pada dinding alveoli yang akan menjadi titik lemah.  
Tekanan intra alveolar yang tinggi akibat batuk atau mengejan. Mekanisme ini tidak
dapat menerangkan kenapa pneumotoraks spontan sering terjadi pada waktu penderita
sedang istirahat. Dengan pecahnya bleb yang terdapat di bawah pleura viseralis, maka
udara akan masuk ke dalam rongga pleura dan terbentuklah fistula bronkopleura.
Fistula ini dapat terbuka terus, dapat tertutup, dan
d an dapat berfungsi sebagai ventil.  

Gambar. Ilustrasi Pneumothorax

16
 

1.7.  Manifestasi Klinis

Berdasarkan anamnesis, gejala dan keluhan yang sering muncul adalah:

a)  Sesak napas, didapatkan pada hampir 80-100% pasien. Seringkali sesak
dirasakan mendadak dan makin lama makin berat. Penderita bernapas
tersengal, pendek-pendek, dengan mulut terbuka.
 b)   Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien. Nyeri dirasakan tajam
 pada sisi yang sakit, terasa berat, seperti ditusuk, tertekan dan terasa lebih
lebi h
nyeri pada gerak pernapasan. Pada penderita pneumotoraks ventil, rasa
nyeri dan sesak nafas ini makin lama makin hebat, penderita gelisah,
sianosis, akhirnya dapat mengalami syok karena gangguan aliran darah
akibat penekanan udara pada pembuluh darah dimediastinum.
c)  Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien.
d)  Denyut jantung meningkat.
e)  Kulit mungkin tampak sianosis karena kadar oksigen darah yangkurang.
f)  Tidak menunjukkan gejala (silent) yang terdapat pada 5-10% pasien,
 biasanya pada jenis pneumotoraks spontan primer.(6) 
1.8.  Diagnosis
Anamnesis

Biasanya ditemukan anamnesis yang khas, yaitu rasa nyeri pada dada seperti
ditusuk, disertai sesak nafas dan kadang-kadang disertai dengan batuk-batuk. Rasa
nyeri dan sesak nafas ini makin lama dapat berkurang atau bertambah hebat. Berat
ringannya perasaan sesak nafas ini tergantung dari derajat penguncupan paru, dan
apakah paru dalam keadaan sakit atau tidak. Pada penderita dengan COPD,
 pneumotoraks yang minimal sekali pun akan menimbulkan sesak nafas yang hebat.
Sakit dada biasanya datang tiba-tiba seperti ditusuk-tusuk se tempat pada sisi paru
yang terkena, kadang-kadang menyebar ke arah bahu, hipokondrium dan skapula.
Rasa sakit bertambah waktu bernafas dan batuk. Sakit dada biasanya akan berangsur-

angsur hilang dalam waktu satu sampai empat hari3,4,5.

17
 

Batuk-batuk biasanya merupakan keluhan yang jarang bila tidak disertai penyakit
 paru lain; biasanya tidak berlangsung lama dan tidak produktif. Keluhan-keluhan
tersebut di atas dapat terjadi bersama-sama atau sendiri-sendiri, bahkan ada penderita
 pneumotoraks yang tidak mempunyai keluhan sama sekali. Pada penderita
 pneumotoraks ventil, rasa nyeri dan sesak nafas ini makin lama makin hebat,
 penderita gelisah, sianosis, akhirnya dapat mengalami syok karena gangguan aliran
darah akibat penekanan udara pada pembuluh darah di mediastinum.
Pemeriksaan Fisik
2,3,5
Pada pemeriksaan fisik torak didapatkan:
1.  Inspeksi :
a.  Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiper ekspansi dinding

dada)
 b.  Pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal
c.  Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat
2.  Palpasi :
a.  Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar
 b.  Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat
c.  Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit
3.  Perkusi :
a.  Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak menggetar
 b.  Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila tekanan
intrapleura tinggi
4.  Auskultasi :
a.  Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilang
 b.  Suara vokal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni negative.

18
 

Pemeriksaan Penunjang

a.  X-Ray Thorax

Foto Thoraks untuk mendiagnosis pneumotoraks pada foto thoraks dapat ditegakkan
dengan melihat tanda-tanda sebagai berikut (8):
-  Adanya gambaran hiperlusen avaskular pada hemitoraks yang mengalami
 pneumotoraks. Hiperlusen avaskular menunjukkan paru yang mengalami
 pneumothoraks dengan paru yang kolaps memberikan gambaran
radiopak. Bagian paru yang kolaps dan yang mengalami pneumotoraks
dipisahkan oleh batas paru kolaps berupa garis radioopak tipis yang
 berasal dari pleura visceralis,yang biasa dikenal sebagai pleural
sebagai pleural white line 
line 

Gambar 1. Tanda panah menunjukkan pneumothorax line

19
 

Gambar 2. Foto Rö pneumotoraks (PA), bagian yang ditunjukkan dengan anak panah
merupakan bagian paru yang kolaps

-
  Untuk mendeteksi pneumotoraks pada foto dada posisi supine orang dewasa
maka tanda yang dicari adalah adanya deep sulcus sign. 
sign.  Normalnya, sudut
kostofrenikus berbentuk lancip dan rongga pleura menembus lebih jauh ke
 bawah hingga daerah lateral
lat eral dari hepar dan lien. Jika terdapat udara pada rongga
 pleura, maka sudut kostofrenikus menjadi lebih dalam daripada biasanya. Oleh
karena itu, seorang klinisi harus lebih berhati-hati saat menemukan sudut
kostofrenikus yang lebih dalam dari pada biasanya atau jika menemukan sudut
kosto frenikus menjadi semakin dalam dan lancip pada foto dada seri.Jika hal ini
terjadi maka pasien sebaiknya difoto ulang dengan posisi tegak. Selain deep
 sulcus sign,
sign, terdapat tanda lain pneumotoraks berupa tepi jantung yang terlihat
lebih tajam. Keadaan ini biasanyaterjadi pada posisi supine di mana udara
 berkumpul di daerah anterior tubuh utamanya daerah medial.

Gambar 4. Deep sulcus sign (kiri) dan tension pneumotoraks


pne umotoraks kiri disertaideviasi
mediastinum kanan dan deep sulcus sign (kanan).

20
 

-  Jika pneumotoraks luas maka akan menekan jaringan paru ke arahhilus atau paru
menjadi kolaps di daerah hilus dan mendorongmediastinum ke arah kontralateral.
Jika pneumotoraks semakinmemberat, akan mendorong jantung yang dapat
menyebabkan gagalsirkulasi. Jika keadaan ini terlambat ditangani akan
menyebabkankematian pada penderita pneumotoraks tersebut. Selain itu, sela
igamenjadi lebih lebar.

Gambar 5. Pneumotoraks kanan (kiri) dan tension pneumotoraks (kanan)

Besarnya kolaps paru bergantung pada banyaknya udara yangdapat masuk ke


dalam rongga pleura. Pada pasien dengan adhesif pleura(menempelnya pleura
 parietalis dan pleura viseralis) akibat adanya reaksiinflamasi sebelumnya maka kolaps

 paru komplit tidak dapat terjadi. Hal yang sama juga terjadi pada pasien dengan
 penyakit paru difus di mana paru menjadi kaku sehingga tidak memungkinkan kolaps
 paru komplit.Pada kedua pasien ini perlu diwaspadai terjadinya loculated
 pneumothorax atau encysted pneumothorax.
pneumothorax. Keadaan ini terjadi karena udara tidak
dapat bergerak bebas akibat adanya adhesif pleura. Tanda terjadinya loculated
 pneumothorax adalah adanya daerah hiperlusen di daerah tepi paru yang berbentuk
seperti cangkang telur.

21
 

Gambar 6. Loculated Pneumotoraks

Foto dada pada pasien pneumotoraks sebaiknya diambil dalam posisi tegak
sebab sulitnya mengidentifikasi pneumotoraks dalam posisisupinasi. Selain itu, foto
dada juga diambil dalam keadaan ekspirasi penuh.

Gambar 7. Pneumotoraks kanan yang berukuran kecil dalam keadaan


inspirasi(kiri) dan dalam keadaan ekspirasi (kanan)

Ekspirasi penuh menyebabkan volume paru berkurang dan relatif menjadi


lebih padat sementara udara dalam rongga pleura tetap konstansehingga lebih mudah
untuk mendeteksi adanya pneumotoraks utamanyayang berukuran lebih kecil. Perlu

22
 

diingat, pneumotoraks yang terdeteksi pada keadaan ekspirasi penuh akan terlihat
lebih besar daripada ukuran sebenarnya.
Pneumotoraks yang berukuran sangat kecil dapat dideteksi denganfoto lateral
dekubitus. Pada posisi ini, udara yang mengambil tempattertinggi pada hemitoraks (di
daerah dinding lateral) akan lebih mudahterlihat dibandingkan pada posisi tegak.
Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi keadaan ini:
  Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi jantung mulai
dari basis sampai ke apeks.
  Emfisema Subkutan, dapat diketahui bila ada rongga hitam di bawahkulit
  Bila ada cairan di dalam
dalam rongga pleura, maka akan tampak permukaan cairan
sebagai garis datar di atas diafragma; yang biasaditemui pada kasus

Hidropneumotoraks

Gambar 8. Hidropneumothoraks
b.  CT Scan
Computed tomography (CT) thorax memberikan hasil yang sempurna
dalam penilaian pneumotoraks. Oleh karena itu, CT mungkin diperlukan untuk
menentukan ukuran dan lokasi pneumotoraks yang lebih baik, untuk membuat
diagnosis banding antara pneumotoraks dan bulla besar dengan evaluasi
 parenkim paru yang lebih baik.

23
 

Gambar CT Scan Hidropneumotoraks

c.  USG

Ultrasonografi scan (USG) adalah konsep baru untuk diagnosis


hidropneumotoraks. Hidropneumotoraks dilewatkan dalam lebih dari setengah
sinar-x dada yang diambil dalam posisi terlentang. Bedside USG terbukti sama
atau lebih sensitif untuk mendeteksi cedera ini dibandingkan dengan X-ray.
Pemindaian dilakukan dari ruang interkostal sepanjang garis midclavicular
dengan probe vaskular frekuensi tinggi yang ditempatkan ke dinding dada
anterior. Dalam "B-mode scan," pneumotoraks didiagnosis dengan hilangnya
gerakan geser dari pleura visceral atas pleura parietal.
p arietal.
1.9.  Tatalaksana
Tujuan dalam mengobati hidropneumotoraks adalah untuk menghilangkan
udara maupun cairan dari ruang pleura, untuk memungkinkan paru-paru untuk
memperluas kembali, dan untuk mencegah kekambuhan. Metode terbaik untuk
mencapai hal ini tergantung pada keparahan kolapsnya paru-paru, jenis
 pneumotoraks, kesehatan pasien secara keseluruhan dan pada risiko komplikasi.2 
a.  Observasi
Observasi direkomendasikan untuk pasien dengan Primer Spontaneous
Pneumothorax (PSP) yang menduduki kurang dari 15% hemitoraks. Seperti

 pasien-pasien ini, pengamatan tetap merupakan pengobatan lini pertama pada

24
 

 pasien dengan pneumotoraks dengan kedalaman kurang dari 1 cm atau


 pneumothoraces apikal yang terisolasi. Tingkat penyerapan udara adalah 1, 25%
2 5%
setiap 24 jam. Oksigen tambahan dapat diberikan untuk meningkatkan tingkat
 penyerapan udara pleura.
b.  Aspirasi-exsufflation
Aspirasi mungkin merupakan pengobatan awal untuk pasien dengan
 pneumotoraks primer. Ini juga dapat dipertimbangkan untuk pasien yang lebih
muda <50tahun dengan pneumotoraks sekunder dengan ukuran sedang (lingkar
udara 1-2 cm). Aspirasi jarum perkutan menghasilkan ekspansi paru lengkap
 pada 59-83% pasien dengan PSP dan 33-67% pasien dengan Secondary
Spontaneous Pneumothorax (SSP). Tingkat kekambuhan pneumotoraks setelah

ekskulsi hampir sama dengan yang ada setelah drainase tabung dada
c.  Tube Thoracostomy
Tube thoracostomy adalah prosedur bedah yang paling umum dilakukan dalam
 bedah thoraks. Penempatan tabung torakostomi diindikasikan untuk PSP dan
 pasien bergejala, serta untuk SSP simptomatik, pneumotoraks iatrogenik dan
traumatik. Tujuan terapi terapi dada secara keseluruhan adalah untuk
mempromosikan reekspansi paru. Tabung dada dimasukkan melalui sayatan
 pada ruang
ruan g interkostal ke-4 atau ke-5 di garis aksilaris anterior atau mid-aksila.
Ini juga dapat di tempuh melalui intercostal 2 midclavilaris.

25
 

BAB III

PENUTUP

3.1.  Kesimpulan
Hidropneumothorax adalah suatu kondisi dimana terdapatnya udara dan cairan
di dalam rongga pleura. Hal ini dapat disebabkan oleh karena suatu tindakan medis
seperti toracostomy, ataupun karena rupturnya fokus subpleura dari jaringan nefrotik.
Untuk penegakkan diagnosis tentunya dilakukan anamnesis sesuai dengan gejala
klinis dari hidropneumotorax serta dengan melakukan pemeriksaan fisik dan
 pemeriksaan penunjang seperti Foto thorax, CT-scan maupun USG.

26
 

DAFTAR PUSTAKA

1 Betts JG, Desaix P, Johnson E, Johnson JE, Korol O, Kruse D et al. 


al.  The

respiratory system.
system. 2013.

2 Milisavljevic S, Spasic M, Milosevic B. Pneumothorax: Diagnosis and


 2015; 10: 221 – 228.
treatment. Sanamed  2015; 228.

3 Chong ID, Chao A, Hunter-Behrend M, Gharahbaghian L, Mitarai T, Williams


S et al. 
al.  Diagnosis and Management of Spontaneous Pneumothorax in the
Emergency Department: A Review of the Most Current Clinical Evidence for
Diagnosis and Treatment. Pulm  2016; 3: 23 – 29.
Treatment. Pulm Res Respir Med - Open J  2016; 29.

4 Chaturvedi A, Lee S, Klionsky N, Chaturvedi A. Demystifying the persistent


 pneumothorax: role of imaging. Insights  2016; 7: 411 – 429.
imaging. Insights Imaging  2016; 429.

5 Yedlapati GK, Narahari NK, Reddy Y. Pneumothorax and its etiology. 2016;
3: 79 – 86.
86.

6 Tokur M, Ergİn M, Demİröz M, N MS, Arpağ H. Approach to Pneumothorax


in Emergency Department. Med Sci 2015; 23(3): 98 – 107.
Department. Med J Islam World Acad Sci 2015; 107.

7 Tschopp J-M, Bintcliffe O, Astoul P, Canalis E, Driesen P, Janssen J et al. 


al. 

ERS task force statement: diagnosis and treatment of primary spontaneous


 pneumothorax. Eur
 pneumothorax.  2015; 46: 321 – 335.
 Eur Respir J  2015; 335.

8.  Menon B, Singh P, Arora R. Interlobar Hydropneumothorax. Indian J chest


2014. 207-208.

9. Chen PH, Lin XZ. Images in Clinical Medicine: Hydropneumothorax. The


 New England Journal of Medicine 2013. 3: 362.

10. Halim H. Pulmonologi: Penyakit-Penyakit Pleura. Ilmu Penyakit Dalam 2009.

1066-1070.

27
 

28

Anda mungkin juga menyukai