Oleh:
Qoriq Dwi Vega
NIM 162310101158
Nama :
NIM :
Judul :
Hari :
Tanggal :
TIM PEMBIMBING
…………………………………. ………………………………………
ii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ........................................................................................... i
iii
1.9.1. Tuberkulosis........................................................................................ 20
1.9.2. Pneumothoraks.................................................................................... 30
1.10. CLINICAL PATHWAY................................................................... 35
BAB 2. PROSES KEPERWATAN ................................................................... 36
2.1 PENGKAJIAN ...................................................................................... 36
2.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN ......................................................... 41
2.3 INTERVENSI KEPERAWATAN ...................................................... 43
2.4 EVALUASI KEPERAWATAN .......................................................... 46
2.5 DISCHARGE PLANNING ................................................................. 46
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 48
iv
1
1.1.ANATOMI FISIOLOGI
1.1.1 Sistem Respiratori
Gambar 2. Saluran
Pernafasan Bawah
Gambar 3. Penampakan
Mikroskopis Sebuah Lobul
2
Dalam Peate dan Muralitharan tahun 2017 dijelaskan, untuk bagian saluran
pernafasan atas udara masuk melalui hidung dan rongga mulut, hidung terbagi
dalam 2 bagian oleh septum nasi, tersusun dari tulang ethmoid. Dalam hidung
pada bagian sekitar conchae superior dan septum atas terdapat Reseptor Olfaktori
yang peka terhadap bau. Faring menghubungkan rongga nasal dan oral dengan
laring. Faring terbagi menjadi 3 yaitu nasofaring, orofaring, dang laringofaring.
Orofaring dan laringofaring dilewati oleh makanan minuman dan juga udara.
Untuk melindungi dari abrasi organ ini dilindungi oleh non‐keratinised stratified
squamous epithelium.
Saluran bagian atas ini juga memastikan udara yang masuk ke saluran bawah
telah hangat, lembab, dan bersih. Permukaan saluran ini terdapat mucus dan juga
terdapat jaringan kapiler. Reflek bersin sebagai salah satu perlindungan saluran
apabila terdapat benda asing masuk, dibantu pula oleh tonsil yang merupakan
Lymph Nodules yang menjadi sistem pertahanan tubuh (Peate dan Muralitharan,
2017).
Saluran pernafasan bawah terdapat laring, trakea, bronkus primer kiri dan
kanan, dan 2 buah paru-paru. Paru berbentuk kerucut dan memenuhi torak,
dilindungi tulang torak yang terdiri dari iga dan sternum. Apex atau puncak paru
berada di atas Klavikula dan bagian bawah berada di atas otot cekung diafragma
(Peate dan Muralitharan, 2017).
Bronchial Tree-Paru terbagi atas bagian yang disebut Lobus. 3 di kanan dan 2 di
kiri. Cardiac Notch adalah tempat jantung berada adntara 2 paru. Paru dilindungi
oleh membran yang disebut Plura Parietal (melindungi dari thoraks) dan Viseral
(melindungi paru), ruang antar pleura terisi cairan lubrikasi yang mengurangi
gesekan. Selain itu sifat dan cara kerja pleura ini seperti kaca basah yang saling
menempel, sehingga saat melakukan inspirasi dengan kenaikan dinding dada akan
ikut terangkat dan saat dinding dada turun dan paru turun dan akan naik kembali
maka paru tidak akan kolaps (Peate dan Muralitharan, 2017).
Suplai darah-zona konduksi dan respiratori menerima darah dari berbagai arteri,
darah deoksigenasi dikirim menuju lobus melalui kapiler menuju arteri pulmonal
kiri dan kanan. Darah yang Reoksigen dibawa kembali ke jantung melalui vena
pulmonal (disalurkan ke seluruh tubuh) (Peate dan Muralitharan, 2017).
Perlu diketahui juga bentuk dari bronkiolus kanan dan kiri berbeda, kanan lebih
landai dan kiri lebih menukik, ini sebabnya bakteri TB lebih sering menyerang
paru kanan, selain itu juga banyak alveolus di paru kanan menjadi sarang yang
ideal bagi bakteri aerob ini.
1.1.2 Thoraks
Thoraks merupakan tulang-tulang yang berada di bagian badan atas di
bawah leher dan di atas diafragma yang bekerja sebagai pelindung dari paru-paru.
Thoraks tersusun atas tulang rusuk, sternum, dan vertebra. Paru-paru berbentuk
kerucut memenuhi thoraks mulai dari bagian Apex yang berada di bawah tulang
clavicula, dan bagian basal atau terbawah paru menempati otot cekung yang
disebut diafragma. Batas paru-lambung berada di intercostae VII atau VIII.
5
Dalam proses bernafas ada 11 otot intercosta eksternal, yang menempel pada
intercostal-space (jarak antar tulang rusuk). Selama inspirasi diafragma
berkontraksi dan akan turun, otot intercosta eksternal mendorong tulang rusuk
keluar dan ke atas. Thoraks akan lebih besar (ekspansi) dari sebelumnya, dan
tekanan intrapulmonal menurun dibawah tekanan atmosfer. Ekspirasi adalah
proses yang lebih pasif. Otot intercosta-internal dan diafragma relaksasi,
memungkinkan recoil elastik yang alami dari jaringan paru untuk mengembang
kembali ke bentuk semula, mendorong udara kembali ke atmosfer (Peate dan
Muralitharan, 2017).
Gambar 5.
Penampakan
Thoraks dan Paru-
Paru
6
1.2. DEFINISI
1.2.1 Tuberkulosis
Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit infeksi yang paling banyak
menyerang parenkim paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.
Penyakit ini dapat juga menyerang ke bagian tubuh lain seperti meningen, ginjal,
tulang, dan nodus limfe. Penyakit ini ditularkan melalui inhalasi percikan ludah
(droplet) dari satu individu ke individu lainnya dan membentuk kolonisasi di
bronkiolus atau alveolus. Bakteri TBC juga dapat masuk melalui saluran cerna,
melalui ingesti susu tercemar dan kadang melalui lesi kulit. Tuberkulosis secara
khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan.
Penyakit ini bersifat menahun dan dapat menular dari penderita kepada orang lain
(Somantri, 2007).
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang
paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (Kemenkes RI, 2011).
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit menular yang disebabkan bakteri
Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyerang berbagai organ, terutama
paru-paru. Penyakit ini bila tidak diobati atau pengobatannya tidak tuntas dapat
menimbulkan komplikasi berbahaya hingga kematian. TB diperkirakan sudah ada
di dunia sejak 500 tahun sebelum Masehi, namun kemajuan dalam penemuan dan
pengendalian penyakit TB baru terjadi dalam dua abad terakhir (Kemenkes RI,
2014).
1.2.2 Pneumothoraks
Pneumothoraks adalah istilah yang digunakan untuk penimbunan udara
pada rongga pleura, yaitu dinding tipis di antara paru-paru dan rongga dada.
Tekanan dari udara yang menumpuk tersebut dapat memicu pengempisan paru-
paru hingga kolaps (PDPI, 2017). Pneumotoraks didefinisikan sebagai
keberadaan udara di rongga pleura (ruang antara dinding dada dan paru-paru).
Pneumothoraks diperkenalkan dan didiskripsikan gambaran klinisnya pertama
kali pada tahun 1803, abad ke 19 diyakini bahwa Tuberkulosis adalah penyebab
7
1.3. EPIDEMIOLOGI
1.3.1 Tuberkulosis
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur dalam deliknews.com tahun
2017 menyebutkan terdapat penderita TB di Jawa Timur sebanyak 123.414 orang,
dari jumlah tersebut baru 39 persen yang ditemukan dan dari jumlah tersebut
sebanyak 89% telah mendapatkan pengobatan secara optimal. Insiden kasus ini
adalah 316/100.000.
Dalam Pedoman Nasional Penanggulangan TBC tahun 2011 Diperkirakan
sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh Mycobacterium
tuberkulosis. Pada tahun 1995, diperkirakan ada 9 juta pasien TB baru dan 3 juta
kematian akibat TB diseluruh dunia. Diperkirakan 95% kasus TB dan 98%
kematian akibat TB didunia, terjadi pada negara-negara berkembang.
Penyebab utama meningkatnya beban masalah TB antara lain adalah:
1. Kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat, seperti pada negara negara
yang sedang berkembang.
2. Kegagalan program TB selama ini. Hal ini diakibatkan oleh:
- Tidak memadainya komitmen politik dan pendanaan
- Tidak memadainya organisasi pelayanan TB (kurang terakses oleh
masyarakat, penemuan kasus /diagnosis yang tidak standar, obat tidak terjamin
penyediaannya, tidak dilakukan pemantauan, pencatatan dan pelaporan yang
standar, dan sebagainya).
- Tidak memadainya tatalaksana kasus (diagnosis dan paduan obat yang tidak
standar, gagal menyembuhkan kasus yang telah didiagnosis)
- Salah persepsi terhadap manfaat dan efektifitas BCG.
- Ifrastruktur kesehatan yang buruk pada negara-negara yang mengalami krisis
ekonomi atau pergolakan masyarakat.
3. Perubahan demografik karena meningkatnya penduduk dunia dan perubahan
struktur umur kependudukan.
4. Dampak pandemi HIV (Kemenkes RI, 2011)
8
1.2.3 Pneumothoraks
Insiden pneumotoraks pada laki-laki lebih banyak dari pada perempuan
(5:1). 6 Kasus PSP di Amerika 7,4/100.000 per tahun untuk laki-laki dan
1,2/100.000 per tahun untuk perempuan sedangkan insiden PSS dilaporkan
6,3/100.000 untuk laki-laki dan 2/100.000 untuk perempuan. PSS yang paling
sering terjadi yaitu pada PPOK sedangkan penelitian oleh Myers melaporkan
bahwa tuberkulosis selalu menunjukkan terjadinya pneumotoraks. Penelitian
Weissberg terhadap 1.199 pasien pneumotoraks mengenai insiden beberapa jenis
pneumotoraks mendapatkan 218 pasien PSP, 505 PSS, 403 pneumotoraks
traumatik, dan 73 pneumotoraks iatrogenik. Untuk letak lesi pneumotoraks, lesi
kanan lebih banyak ditemukan dibandingkan lesi kiri sedangkan pada penelitian
Sadikot didapatkan letak lesi kiri lebih banyak ditemukan (Masengi dkk., 2016).
Angka kejadian pneumotoraks pada umumnya sulit ditentukan karena
banyak kasus yang tidak didiagnosis sebagai pneumotoraks karena berbagai sebab,
paling sering pada usia 20-30 tahun. Tuberkulosis paru merupakan penyebab
pneumotoraks spontan sekunder tertinggi di beberapa negara berkembang.
Prevalensi TB paru yang masih tinggi di Indonesia merupakan faktor penyebab
terjadinya Pneumotoraks Spontan Sekunder (PPS). Sebagian besar adalah
penderita Penyakit Paru Obstruktif Menahun (PPOM).
1.4.ETIOLOGI
1.4.1 Tuberkulosis
Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculosis tipe Humanus. Kuman tuberkulosis pertama kali
ditemukan oleh Robert Koch pada tahun 1882 (Keman, 2005). Walaupun
sebagian besar basil tuberkulosis menyerang paru, namun dapat juga menyerang
organ tubuh lain. Mycobacterium tuberculosis merupakan mikobakteria tahan
asam dan merupakan mikobakteria aerob obligat dan mendapat energi dari
oksidasi berbagai senyawa karbon sederhana. Dibutuhkan waktu 18 jam untuk
menggandakan diri dan pertumbuhan pada media kultur (Herchline, 2013 dalam
(Yunia dan Dharma, 2015).
9
Ada dua macam mikobakteria tubercolosis yaitu Tipe Human dan Tipe
Bovin. Basil Tipe Bovin berada disusu sapi yang menderita mastitis tuberkulosis
usus. Basil Tipe Human bisa berada di bercak ludah (droplet) dan di udara yang
berasal dari penderita TBC, dan orang yang rentan terinfeksi bila menghirupnya
(Wim de Jong, 2005).
1.2.4 Pneumothoraks
Penyebab dan Faktor Risiko Pneumothoraks
Pneumothoraks bisa dialami secara tiba-tiba oleh orang yang sehat, maupun
sebagai bentuk komplikasi dari kondisi paru-paru tertentu. Beberapa jenis
penyebab serta faktor risiko meliputi:
- Kerusakan paru-paru akibat pernyakit tertentu, seperti Penyakit Paru Obstruktif
Kronis (PPOK), pneumonia, serta tuberkulosis.
- Cedera dada yang melukai paru-paru, misalnya luka tembak atau tulang rusuk
yang patah.
- Sobeknya kantong udara kecil yang terletak di permukaan paru-paru. Kondisi
ini umumnya dialami oleh pengidap pneumothoraks primer. Kantong udara
(bleb) ini terbentuk tanpa menimbulkan gejala dan ini di luar kantong-kantong
udara normal (alveoli) di paru-paru. Penyebab bleb pecah juga tidak dapat
dipastikan. Udara yang dilepas akan terperangkap di rongga pleura.
- Menggunakan alat bantu pernapasan, contohnya ventilator.
- Merokok. Asap rokok diduga bisa menipiskan dinding bleb sehingga risiko
pneumothoraks meningkat.
- Jenis kelamin. Kondisi ini lebih sering dialami oleh pria dibandingkan wanita.
- Usia. Pneumothoraks primer cenderung terjadi pada usia muda, yaitu sekitar 20
hingga 40 tahun.
- Faktor keturunan. 1 dari 9 pengidap pneumothoraks diperkirakan memiliki
anggota keluarga dengan kondisi kesehatan yang sama.
- Pernah mengalami pneumothoraks. Sebagian besar orang yang pernah
terserang kondisi ini berpotensi untuk kembali mengalaminya (PDPI, 2017).
10
1.5. KLASIFIKASI
1.5.1 Tuberkulosis
Menurut Klasifikasi dalam Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis
Kemenkes Republik Indonesia tahun 2011
1. Berdasarkan Organ Tubuh (anatomical site) yang Terkena:
a. Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang
jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar
pada hilus.
b. Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain
selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium),
kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat
kelamin, dan lain-lain.
(Pasien dengan TB paru dan TB ekstraparu diklasifikasikan sebagai TB paru)
1.2.5 Pneumothoraks
Pneumothoraks dibagi menjadi 2 jenis berdasar Fistula dan berdasar Kejadian.
1. Berdasar Fistula (saluran yang abnormal antara dua organ dalam berjalan
dari organ dalam menuju luar tubuh)
12
a. Pneumothoraks Terbuka
Adanya hubungan terbuka antara rongga pleura dan bronkus dengan
lingkungan luar. Dalam keadaan ini, tekanan intrapleura sama dengan tekanan
barometer (luar). Tekanan intrapleura pada waktu inspirasi adalah negatif dan
pada waktu ekspirasi tekanannya positif.
Gambar 7. Ilustrasi
Tension Pneumothoraks
13
2. Berdasar Kejadian
a. Pneumothoraks Spontan
- Primer (idiopatik) : ruptur dari subpleural bleb, lebih sering terjadi pada
orang yang tinggi dan kurus karena tekanan pleura lebih besar dari paru-
paru basal ke apex, alveoli di apex mengalami tekanan yang lebih besar
yang memicu pembentukan subpleural bleb.
- Skunder (disertai Penyakit) ; bebrapa penyakit paru dapat menyebabkan
ini antara lain asma bronkial, penyakit infeksi paru (Tuberkulosis,
pneumocystis carinii, abses paru yang memicu pneumothoraks dengan
empyema), fibrosis alveoli idiopatik, scleroderma, dan lain sebagainya.
Degradasi fiber elastis pleura visceral memicu terjadinya pneumothoraks.
b. Pneumothoraks Traumatik : terjadi karena perlukaan dinding dada, bisa
terjadi langsusng sesaat setelah kejadian maupun beberapa saat kemudian.
Fraktur tulang iga dan dislokasi yang melukai lebih banyak ditemukan
dari penyebab kasus ini. Trauma dada yang menembus, mengakibatkan
luka memberikan jalan udara untuk masuk ke pleura melalui dinding dada
atau pleura visceral dari tracheobronchial tree. Pneumothoraks terbuka
terjadi ketika lubang luka cukup lebar untuk udara keluar masuk dengan
bebas dari rongga pleura, pada kasus ini tekanan atmosfer equilibrium
dengan tekanan intrapleural, membendung inflasi paru dan ventilasi
alveoli.
c. Pneumothoraks Iatrogenik (oleh karena efek samping tindakan):
komplikasi prosedur invasif yang diketahui seperti biopsi jarum paru
(transthoracic dan transbronchial), penempatan garis vena sentral, atau
ventilasi tekanan positif Namun, kondisi ini dapat timbul dari banyak
prosedur lain yang melibatkan toraks dan abdomen (Ojeda, Hipskin.
2018).
d. Pneumothoraks Katamenial : bentuk paling umum dari sindrom
endometriosis toraks, yang juga termasuk hemamenoramen katamenial,
hemoptisis katamenial, nodul paru hemopneumothoraks dan
endometriosis paru. Biasanya timbulnya kurang dari 72 jam setelah
menstruasi. Paling sering terjadi pada wanita berusia 30-40 tahun, tetapi
14
telah didiagnosis pada wanita muda pada usia 10 tahun dan wanita pasca
menopause, khusus pada wanita usia menstruasi paling banyak dengan
riwayat endometriosis panggul (Visouli, dkk. 2014).
1.6.PATOFISIOLOGI
1.6.1 Tuberkulosis
TB primer : Mikobakterium Tuberkulosis (MTB) yang mengalami inhalasi
melalui saluran napas mencapai permukaan alveoli, MTB tumbuh serta
berkembang biak dalam sitoplasma makrofag dan membentuk sarang tuberkel
pneumonik yang disebut sarang primer atau kompleks primer. Melalui aliran limfe
MTB mencapai kelenjar limfe hilus. Dari sarang primer akan timbul peradangan
saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal) dan diikuti pembesaran
kelenjar getah bening hilus (limfadenitis regional). Sarang primer ditambah
limfangitis lokal ditambah limfadenitis regional dikenal sebagai kompleks primer
TB post primer : Infeksi MTB post primer akan muncul beberapa bulan atau
tahun setelah terjadi infeksi primer karena reaktivasi atau reinfeksi. Hal ini terjadi
akibat daya tahan tubuh yang lemah. Infeksi tuberkulosis post primer dimulai
dengan sarang dini yang umumnya terdapat pada segmen apikal lobus superior
atau lobus inferior dengan kerusakan paru yang luas dan biasanya pada orang
dewasa. Patogenesis dan manifestasi patologi tuberkulosis paru merupakan hasil
respon imun seluler dan reaksi hipersensitiviti tipe lambat terhadap antigen kuman
tuberkulosis, perjalanan infeksi tuberkulosis terjadi melalui 5 tahap.
Tahap pertama : terjadi rata-rata 3-8 minggu setelah masuknya kuman,
memberikan test tuberculin yang positif, disertai demam dan pada fase ini
terbentuk komplek primer.
Tahap kedua : berlangasung ratarata 3 bulan (1-8 bulan) sejak pertama kuman
masuk. Pada fase ini sering terjadi penyebaran milier atau terjadi meningitis TB.
Tahap ketiga : terjadi rata-rata dalam 3-7 bulan (1-12 bulan), pada fase ini terjadi
penyebaran infeksi ke pleura.
Tahap keempat : rata-rata dalam waktu 3 tahun (1 - 6 tahun), terjadi setelah
komplek primer mereda, tahap ini merupakan periode skeletal. (Mulyadi dan
Fitrika, 2011).
15
1.2.6 Pneumothoraks
Pneumotoraks yang terjadi pada penderita TB adalah suatu komplikasi.
Keadaan ini terdapat pada proses pneumotoraks sekunder dimana terjadi pada
ruptur lesi paru yang terletak dekat permukaan pleura sehingga udara inspirasi
memperoleh akses ke rongga pleura. Lesi pleura ini juga dapat terjadi pada
penyakit emfisema, abses paru, karsinoma, dan banyak proses lainnya. Berbeda
dengan pneumotoraks spontan primer, pada pneumotoraks spontan sekunder
keadaan penderita tampak serius dan kadang-kadang mengancam kehidupan
karena adanya penyakit paru yang mendasarinya. Pneumotoraks spontan sekunder
terjadi oleh karena pecahnya bleb yang berada di sub pleura viseralis dan sering
ditemukan di daerah apeks lobus superior dan inferior. Terbentuknya bleb akibat
perembesan udara melalui alveoli yang dindingnya ruptur kemudian melalui
jaringan intersisial ke lapisan jaringan ikat yang berada di sub pleura viseralis.
Sebab pecahnya dinding alveolus ini belum diketahui dengan pasti, diduga ada
dua faktor yaitu penyakit paru dan peningkatan tekanan intraalveolar akibat
batuk.
Alveoli disangga oleh kapiler yang mempunyai dinding lemah dan mudah
robek, apabila alveoli tersebut melebar dan tekanan didalam alveoli meningkat
maka udara masuk dengan mudah menuju ke jaringan peribronkovaskuler.
Gerakan nafas yang kuat, infeksi dan obstruksi endobronkial merupakan beberapa
faktor presipitasi yang memudahkan terjadinya robekan selanjutnya udara yang
terbebas dari alveoli dapat mengoyak jaringan fibrotik peribronkovaskular.
Robekan pleura kearah yang berlawanan dengan tilus akan menimbulkan
pneumotoraks sedangkan robekan yang mengarah ke tilus dapat menimbulkan
pneumomediastinum.
Dalam suatu laporan kasus The Indian Journal of Chest Diseases & Allied
Sciences bahwa Tuberkulosis miliar dan kejadian pneumotoraks bilateral adalah
suatu komplikasi yang jarang terjadi. Adapun patomekanismenya masih belum
jelas. Diduga bahwa terjadi pembentukan daerah kecil konfluen nodul miliaria
subpleural yang mengalami caseation dan nekrosis kemudian pecah dan masuk ke
dalam ruang pleura sehingga menyebabkan pneumotoraks.
16
1.2.7 Pneumothoraks
Gejala klinik pada Pneumotoraks yaitu sesak napas, nyeri dada, batuk,
takikardi. Pada pemeriksaan fisik, suara napas melemah sampai menghilang,
fremitus melemah sampai menghilang, resonansi perkusi dapat normal atau
meningkat. Pada pneumotoraks ringan biasanya hanya menimbulkan takikardia
ringan dan gejala yang tidak khas. Pada pneumotoraks berat didapatkan suara
napas yang melemah bahkan sampai menghilang pada auskultasi, fremitus raba
menurun dan perkusi hipersonor.
g) MYCODOT
Deteksi antibody memakai antigen liporabinomannan yang diretakkan pada
suatu alat berbentuk seperti sisir plastic, kemudian dicelupkan dalam jumlah
memadai memakai warna sisir akan berubah
h) pemeriksaan radiology : Rontgen thoraks PA dan lateral
Gambaran foto thoraks yang menunjang diangnosis TB, yaitu:
1) bayangan lesi terletak dilapangan paru atas atau segment aplikal lobus
bawah
2) bayangan berwarna (patchy) atau bercak (nodular)
3) adanya kavitas, tunggal atau ganda
4) kelainan bilateral terutama dilapangan atas paru
5) adanya klasifikasi
6) bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian
7) bayangan millie
1.8.2. Pneumothoraks
Hasil foto Rongent akan menunjukkan hasil Paru kolaps, Pleural line, Daerah
avascular, Hiper radio lusen, tanda-tanda pendorongan.
3. CT-scan thoraks
CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa dengan
pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan ekstrapulmoner dan
untuk membedakan antara pneumotoraks spontan primer dan sekunder.
1.9. PENATALAKSANAAN
1.9.1. Tuberkulosis
Non-Farmakologik
1. Terapi umum untuk pasien TB : Istirahat yang cukup, Diet TKTP (tinggi
kalori tinggi protein)
Farmakologik
1. Medikamentosa, dasar terapi medikamentosa TB Paru adalah
a. Kombinasi : minimal dua macam tuberkulostika
b. Kontinyu : minum obat setiap hari
c. Lama : berbulan-bulan
d. Bila obat pertama sudah diganti maka dianggap sudah resisten terhadap obat
tersebut.
e. Semua obat sebaiknya di berikan dalam dosis tunggal (kecuali pirazinamaid)
a) INH (isoniazid)
Isoniazid berkeja dengan cara menghambat sintesis asam mikolik, asam mikolik
yaitu suatu kompenen dari esensial dinding sel bakteri. Mekanisme ini yang akan
menimbulkan efek terapi obat pada pasien TB yang bersifat bakterisid terhadap
organisme Mycobacterium tuberculosis yang aktif secara intraseluler dan
ekstraseluler. Cara kerja INH dapat terjadi peningkatan pada ekskresi piridoksin
(vitamin B6).
Piridoksin fosfat yang merupakan derivat piridoksin dibutuhkan untuk sintesis
asam d-aminolevulenat, sebuat enzim yang berfung sebagai pembentukkkan heme.
Heme sendiri adalah suatu bagian dari sek darah merah dan akan memberikan
pigmen berwarna merah pada darah. Defisiensi piridoksin yang disebabkan oleh
INH dapat menyebabkan anemia sideroblastik.
b) Rifampisin
Rifampisin merupakan obat antibiotik yang digunakan untuk mengobati infeksi
yang disebabkan oleh bakteri. Rifampicin sering dipakai untuk mencegah infeksi
yang serius. Rifampisin bekerja sebagai pembunuh bakteri yang menyebabkan
infeksi, cara kerjanya dengan menonaktifkan enzim RNA polimerase. RNA
polimerase untuk membuat protein dan untuk mengetahui inforasi tentang genetik
(DNA).
c) Ethambutol
Ethambutol adalah obat antibiotik untuk menghentikan pertumbuhan bakteri.
Ethambutol cara penggunaannya bersama dengan obat lain untuk mengobati
tuberculosis. Selain digunakan untuk mengobati tuberculosis obat ini juga bisa
mengobati infeksi MAC (Mycobacterium Avium Complex) bersama dengan obat
lain.
d) Streptomisin
Streptomisin adalah obat anti biotik golongan aminoglikosida yang memiliki
spektrum kerja yang menengah. Obat ini digunakan untuk mengatasi jumlah
infeksu pada tuberculosis, radang pada endokardium jantung, tularemia, wabah
pes, bekteremia, meningitis, pneumonia, brucellosis, dan infeksi saluran kemih.
Mekanisme kerja pada obat ini ialah berdasarkan hambatan sintesa protein kuman
dengan pengikatan RNA ribosomal. Obat anti biotik ini toksisitas intuk organ
22
pendengaran dan keseimbangan. Oleh karena itu, obat ini digunakan dengan
jangka waktu yang lama supaya tidak menimbulkan efek neurotoksis terhadap
saraf cranial e 8 yaitu dapat menimbulkan ketulian permanen.
e) Pirazinamide
Pirazinamid adalah anlog nikotinamid yang telah dibuat sintetiknya. Obat
pirazinamaide ini tidak larut dalam air. Pirazinamid di dalam tubuh akan
dihidrolisis oleh enzim pirazinamidase yang menjadi asam pirazinoat yang aktif
sebagai tuberkulostatik hanya untuk yang bersifat asam medianya. Pirazinamid ini
mudah diserah oleh usus dan tersebar luar keseluruh tubuh. Ekskresinya terutama
melalu filtrasi glomelurus. Pirazinamid terdapat dalam bentuk tablet 250 mg dan
500 mg.
Kombinasi dosis tetap (Fixed dose combination) Kombinasi dosis tetap ini terdiri
dari :
a. Empat obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg,
isoniazid 75 mg, pirazinamid 400 mg dan etambutol 275 mg dan
b. Tiga obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg,
isoniazid 75 mg dan pirazinamid 400 m
Golongan 2 obat suntik Second line drugs (bila yang pertama resisten)
a) Kapreomisin
Kpreomisin adalah suatu obat anti tuberculosis polipeptida yang dihasilkan oleh
streptomyces sp. Obat ini digunakan untuk infeksi paru oleh M tuberculosis yang
resisten terhadap obat primer. Obat ini efeknya sama dengan obat streptomisin
dan obat ini juga digunakan dengan untuk kuman yang telah resisten terhadap
streptomisin.
b) Amikacin
Amikacin adalah obat yang bisa menghambat pertumbuhan bakteri, obat amikacin
ini bisa membuat bakteri gagal memproduksi protein untuk bertahan hidup dalam
tubuh seseorang yang terinfeksi.
23
c) Kanamisin
Kanamycin adalah golongan obat antibiotik aminiglikosida digunakan untuk
mengatasi infeksi bakteri serius pada berbagai bagian tubuh. Obat kanamisin ini
bekerja dengan cara membunuh bakteri. Selain itu, obat ini juga dapat
menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara mengikat sintesa protein dalam sel
bakteri. Karena merupakan obat antibiotik, maka kanamycin tidak bisa digunakan
untuk infeksi akibat virus, termasuk flu.
Golongan 5 atau Obat belum terbukti efikasinya dan tidak direkomendasikan oleh
WHO
a) clofazimine
b) Linezolid
c) Amoxilin Clavulanate (Amx-Clv)
d) Thiocetazone
e) Clarithromycin
f) Imipenem
H : Isoniazid R : Rifampisin Z : E : S :
Pyrazinamide Ethambutol Streptomycin
8. Komplikasi
TB paru apabila tidak segera ditangani dengan baik akan menimbulkan
komplikasi. Komplikasi yang terjadi pada penderita TB paru dibedakan menjadi
dua yaitu:
1. Komplikasi dini
a. Pleuritis : Komplikasi yang terjadi dapat disebabkan oleh focus paru atau di
kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru membesar dan menyebabkan
pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan yang berat, bagian
tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan
rongga di jaringan paru (kavitas).
b. Efusi pleura : efusi pelura eksudatif disebabkan oleh peradangan, cedera pada
paru-paru, tumor, dan penyumbatan pembuluh darah atau pembuluh getah bening.
c. Epiema : Bila terjadi infeksi, produksi cairan di ruang pleura ini akan lebih
banyak, sehingga penyerapan cairan yang dilakukan oleh tubuh tidak dapat
mengimbanginya. Cairan pleura yang terinfeksi semakin mengental, membentuk
30
nanah, dan dapat menyebabkan lapisan paru-paru dengan rongga dada menempel
serta membentuk kantung-kantung. Kantung nanah inilah yang disebut empiema.
d. Laringitis : infeksi bakteri ke laring dapat terjadi melalui udara pernafasan,
sputum yang mengandung bakteri, atau penyebaran melalui darah atau limfe.
e. Peritonitis : infeksi kumannya berasal dari penyebaran secara hematogen.
Sering disebut juga sebagai Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP). Peritonitis
ini bentuk yang paling sering ditemukan dan disebabkan oleh perforasi atau
nekrose (infeksi transmural) dari kelainan organ visera dengan inokulasi bakterial
pada rongga peritoneum.
1.9.2. Pneumothoraks
1. Penatalaksaan pneumotoraks (umum)
Primary survey dengan memperhatikan:
a. Airway
b. Breathing
c. Circulation
1. Pemberian oksigenasi
Pernapasan dengan 100% oksigen mempercepat resorpsi udara bebas pleura ke
dalam darah dan mengurangu tenakan nitrogen dari udara yang terperangkap ke
31
3. Tindakan dekompresi
Sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus pneumotoraks yang luasnya
>15%. Tindakan ini bertujuan untuk mengurangi tekanan intrapleura dengan
32
membuat hubungan antara cavum pleura dengan udara luar dengan cara (Alsgaff
et al., 2009):
a. Menusukkan jarum melalui dinding dada kemudin masuk rongga pleura akan
berubah menjadi negatif karena mengalir ke luar melalui jarum tersebut.
b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil:
1) Dapat memakai infus set jarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke
dalam rongga pleura, kemudian infus set yang telah dipotong pada pangkal
saringan tetesan dimasukkan ke botol yang berisi air.
2) Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari gabungan jarum dan
kanula. Setelah jarum ditusukkan pada posisi yang tetap di dinding thoraks
sampai menebus ke cavum pleura, jarum dicabut dan kanula tetap
ditinggal. Kanula ini kemudian dihubungkan dengan pipa plastik infus set.
Pipa infus ini selanjutnya dimasukkan ke botol yang berisi air..
3) Pipa water sealed drainage (WSD) pipa khusus (thoraks kateter) steril,
dimasukkan ke rongga pleura dengan perantaraan troakar atau dengan
bantuan klem penjempit. Setelah troakar masuk, maka thoraks kateter
segera dimasukkan ke rongga pleura dan kemudian troakar dicabut,
sehingga hanya kateter thoraks yang masih tertinggal di rongga pleura.
Selanjutnya ujung kateter thoraks yang ada di dada dan di pipa kaca WSD
dihubungkan melalui pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa plastic
lainnya. Penghisapan dilakukan terus-menerus apabila tekanan intrapleural
tetap positif, Penghisapan ini dilakukan dengan memberi tekanan negatif
sebesar 10-20 cm H2O.
Komplikasi :
- Komplikasi primer : perdarahan, edema paru, tension pneumothoraks,
atrial aritmia
- Komplikasi sekunder : infeksi, empyema
d. Kontrol penderita pada waktu tertentu, terutama kalau ada keluhan batuk,
sesak nafas.
35
Ketidakefektifan
bersihan jalan napas
- Perubahan pemenuhan
nutrisi kurang dari
Risiko tinggi trauma kebutuhan
- Gangguan pemenuhan
- Nyeri
ADL
- Kerusakan integritas
- Kecemasan
jaringan
- Ketidaktahuan/pemenuha
- Risiko tinggi infeksi
n informasi
36
a. Identitas Klien
Meliputi nama, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, umur, pekerjaan,
pendidikan, alamat, agama, suku bangsa, tanggal masuk rumah sakit, no
register/MR, serta penanggung jawab
b. Riwayat Kesehatan
1) Diagnosa Medik: TBC
2) Keluhan Utama: sesak nafas
3) Riwayat penyakit sekarang: Keluhan sesak napas sering kali datang
mendadak dan semakin lama semakin berat. Nyeri dada dirasakan pada
sisi yang sakit, rasa berat, tertekan, dan terasa lebih nyeri pada gerakan
pernapasan. Selanjutnya dikaji apakah ada riwayat trauma yang
mengenai rongga dada seperti peluru yang menembus dada dan paru,
kecelakaan lalu lintas biasanya menyebabkan trauma tumpul di dada atau
tusukan benda tajam langsung menembus pleura.
1. Pengkajian Keperawatan
a. Persepsi kesehatan & pemeliharaan kesehatan
b. Pola nutrisi/ metabolik (ABCD) (saat sebelum sakit dan saat di rumah sakit)
- Antropometeri : mengalami penurunan berat badan
- Biomedical sign : Hb, leukosit, GDA, trombosit berada diatas/dibawah
normal.
- Clinical Sign : takipneu/bradipneu, takikardi/bradikardi,
hipertensi/hipotensi, hipertermi/hipotermi, SaO2 <95%
- Diet Pattern (intake makanan dan cairan): mengalami penurunan nafsu
makan, intake cairan menurun
c. Pola eliminasi: (saat sebelum sakit dan saat di rumah sakit)
Diisi pola BAK dan BAB pasien
d. Pola aktivitas & latihan (saat sebelum sakit dan saat di rumah sakit)
Aktivitas harian (Activity Daily Living)
Sebelum MRS Saat MRS
2. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum dan tanda-tanda vital pasien
a. Tingkat kesadaran : tingkat kesadaran pasien compos mentis
b. Berat badan : berat badan pasien mengalami penurunan
c. Tekanan darah : tekanan darah pasien menurun
d. Suhu : suhu pasien tinggi
e. Pernafasan : pasien dengan nafas pendek dan cepat
f. Nadi : pasien mengalami peningkatan denyut nadi
g. Kepala : mengamati bentuk kepala, adanya hematom/oedema,
perlukaan.
h. Rambut : pada klien biasanya rambutnya merata serta kulit kepala
klien bersih, dan tidak rontok.
39
o. Jantung
Inspeksi : ictus cordis terlihat (pada pasien sangat kurus)
- +
Palpasi : ictus cordis teraba 2 jari.
- -
Perkusi : bunyi redup
Auskultasi : irama jantung cepat, tidak terdapat suara jantung tambahan
40
p. Perut/Abdomen
Inspeksi : perutnya datar, tidak ada luka dan lesi,
Palpasi : tidak ada masa, tidak terdapat nyeri tekan
Perkusi : tidak kembung, timpani
Auskultasi : terjadi penurunan bising usus
q. Sistem integrumen
terjadi perubahan pada kelembapan atau turgor kulit jelek karena keringat dingin
dimalam hari dan hipertermi, tidak ikterus
r. Ekstermitas
ada edema pada ekstermitas atas dan bawah, dan kekuatan otot lemah.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium darah rutin : LED normal / meningkatkan, lomfositosis
b. Pemeriksaan sputum BTA untuk memastikan diagnostic TB paru, namun
pemeriksaan ini tidak spesifik karena hanya 30-70% pasien yang dapat
didiagnosis berdasarkan pemeriksaan ini
c. Tes PAP (periksidase Anti Peroksidase)
Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen staining
untuk menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB.
d. Tes mantoux/ tuberculin
Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen staining
untuk menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB
e. Tehnik polymerase chain reaction
Deteksi DNA kuman secara spesifik melalui amplifikasi dalam meskipun
hanya satu mikroorgnisme dalam spesimen juga dapat mendeteksi adanya
resistensi
f. becton Dickinson diagnostic instrument system (BACTEC)
Deteksi growth indeks berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolism
asam lemak oleh mikobakterium tuberculosis
i) MYCODOT
Deteksi antibody memakai antigen liporabinomannan yang diretakkan pada
suatu alat berbentuk seperti sisir plastic, kemudian dicelupkan dalam jumlah
memadai memakai warna sisir akan berubah
41
3. Kerusakan integritas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama NIC: Pressure ulcer prevention wound care
jaringan yang 3x24 jam, diharapkan integritas jaringan - Anjurkan Px untuk menggunakan pakain yang longgar
berhubungan dengan membaik dengan kriteria hasil: - Jaga kulit agar tetap bersih dan kering
adanya luka pasca - Perfusi jaringan normal - Mobilisasi Px setiap 2 jam sekali
pemasangan WSD - Tidak ada tanda-tanda infeksi - Monitor kulit akan adanya kemerahan
- Ketebalan dan tekstur jaringan normal - Monitor aktivitas dan mobilisasi Px
- Menunjukkan pemahaman dalam proses - Monitor status nutrisi
perbaikan kulit dan mencegah terjadinya - Ajarkan keluarga tentang luka dan perawatan luka
cidera berulang - Berikan posisi yang mengurangi tekanan pada luka
- Menunjukkan terjadinya proses penyembuhan - Lakukan teknik perawatan luka dengan steril
luka
46
a. Identitas
Diisi identitas pasien, tanggal MRS dan KRS, nomor RM, alamat, tanggal
lahir, penanggung jawab pasien.
b. Diagnosa utama dan diagnosa sekunder
Diisi dagnosa utama yang ditegakkan dan diagnosa sekunder pada saat
MRS
47
DAFTAR PUSTAKA
Astrid, P. 2015. Pneumotoraks pada Tuberkulosis Milier: Sebuah Laporan Kasus.
Vol. 2, No. 4 (jurnal online) [Diakses pada 13 Januari 2019]
Bhalla, A. S., Goyal, A., Guleria, R., & Gupta, A. K. (2015). Chest tuberculosis:
Radiological review and imaging recommendations. The Indian journal of
radiology & imaging, 25(3), 213-25.Chalik, R. 2016. Modul Bahan Ajar
Cetak Farmasi : Anatomi Fisiologi Manusia
Ince, A., Ozucelik, D. N., Avci, A., Nizam, O., Dogan, H., & Topal, M. A. (2013).
Management of pneumothorax in emergency medicine departments:
multicenter trial. Iranian Red Crescent medical journal, 15(12), e11586.
Kemenkes RI. 2014. Pusat Data Dan Informasi Kementerian Kesehatan RI-
TUBERKULOSIS
Masengi, W. D. P., E. Loho, dan V. Tubagus. 2016. Profil hasil pemeriksaan foto
toraks pada pasien pneumotoraks di bagian / smf radiologi fk unsrat rsup
prof . dr . r . d . kandou manado. Jurnal E-Clinic (ECl). 4
Visouli, A. N., Zarogoulidis, K., Kougioumtzi, I., Huang, H., Li, Q., Dryllis, G.,
Kioumis, I., Pitsiou, G., Machairiotis, N., Katsikogiannis, N., Papaiwannou,
A., Lampaki, S., Zaric, B., Branislav, P., Porpodis, K., … Zarogoulidis, P.
(2014). Catamenial pneumothoraks. Journal of thoracic disease, 6(Suppl 4),
S448-60.