Anda di halaman 1dari 24

Tinjauan Pustaka

Tumor Glandula Lakrimal

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik


Senior pada Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas
Syiah Kuala Rumah Sakit Umum Daerah Zainal Abidin/RSUDZA Banda Aceh

Disusun oleh :

Amania Jeumpa Nur Alam

Pembimbing :
dr. Rahmi Adriman, M. Kes, Sp. M

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH

2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
menciptakan manusia dengan akal, budi, serta berkat rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tinjauan pustaka yang berjudul “Tumor
Glandula Lakrimal”. Shalawat beriring salam kami sampaikan kepada nabi
besar Muhammad SAW, atas semangat perjuangan dan panutan bagi umatnya.
Adapun tinjauan pustaka ini diajukan sebagai salah satu tugas dalam
menjalankan kepaniteraan klinik senior pada bagian/SMF Mata Fakultas
Kedokteran Universitas Syiah Kuala, RSUDZA Banda Aceh. Kami
mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada dr.
Rahmi Adriman, M. Kes, Sp. M yang telah meluangkan waktunya untuk
memberikan arahan dan bimbingan dalam menyelesaikan tugas ini.
Kami menyadari bahwa tinjauan pustaka ini masih jauh dari
kesempurnaan. Saran dan kritik dari dosen pembimbing dan teman-teman akan
kami terima dengan tangan terbuka, semoga dapat menjadi bahan pembelajaran
dan bekal di masa mendatang.

Banda Aceh, April 2021

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ................................................................................. 2
DAFTAR ISI ................................................................................................ 3
BAB I PENDAHULUAN........................................................................ 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 6
2.1. Anatomi dan Fisiologi Sistem Lakrimalis............................ 6
2.1.1 Anatomi............................................................................. 6

2
2.1.2 Fisiologi....................................................................... 8
2.2. Definisi................................................................................. 10
2.3. Epidemiologi ....................................................................... 10
2.4. Klasifikasi ............................................................................ 11
2.4.1 Tumor Jinak....................................................................... 11
2.4.2 Tumor Ganas............................................................... 13
2.5. Manifestasi Klinis ................................................................ 17
2.6. Diagnosis ............................................................................. 18
2.6.1 Anamnesis......................................................................... 18
2.6.2 Pemeriksaan Fisik.............................................................. 18
2.6.3 Pemeriksaan Penunjang............................................... 18
2.7. Tatalaksana .......................................................................... 20
2.8. Komplikasi .......................................................................... 20
2.9. Prognosis ............................................................................. 21
BAB III KESIMPULAN............................................................................ 22
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 23

3
BAB I
PENDAHULUAN

Rongga orbita merupakan rongga kompleks yang terdiri dari bola mata,
jaringan adiposa, pembuluh darah, saraf dan jarngan ikat. Orbita dalam arti luas
menjelaskan rongga yang di dalamnya terdapat struktur penting untuk fungsi
penglihatan yang dikelilingi oleh struktur tulang yang melindunginya.
Dikarenakan ruangan orbita yang sempit, lesi yang terjadi pada orbita akan
menuebabkan peningkatan volume intraorbita yang nantinya dapat menyebabkan
proptosis bola mata dan dapat mempengaruhi fungsi penglhatan, hal ini dapat
terjadi karena sedikitnya rongga kosong pada orbita.1

Kelenjar lakrimal adalah kelenjar sekresi ekrin yang terdiri dari dua lobus
yang terletak di superotemporal orbita. Kedua lobus kelenjar lakrimal terdiri atas
lobus orbital yang lebih kecil dari lobus palpebra dan secara anatomis dipisahkan
oleh aponeurosis levator. Lobus palpebra merupakan satu-satunya lobus yang
daoat dilihat saat dilakukan eversi kelopak mata, maka dari itu proses penyakiy
pada lobus orbital sering tidak menimbulkan manifestasi hingga penyakit tersebut
terus berkembang.2

Semua struktur anatomi pada rongga orbita dapat berkembang menjadi


neoplasma. Terdapat pula hal-hal yang dapat menyebabkan pertumbuhan tumor
secara sekunder yaitu invasi dari struktur yang berdekatan, gangguan
limfoproliferatif dan metastasis secara hematogen. Massa pada glandula lakrimal
dapat secara umum terbagi atas inflamasi dan neoplasma. Penyebab inflamasi
sering disebabkan oleh dakrioadenitis, sarcoidosis, dan pseudotumor. Sedangkan
lesi neoplasma glandula lakrimal sebagian besar berasal dari sel epitel dengan
persentase 50% jinak dan 50% ganas.3,4

Lesi jinak yang terdapat pada sistem lakrimal termasuk adenoma pleomorfik
(benign mixed cell tumors), benign reactive lymphoid hyperplasia, dan
onkositoma (oncocytomas). Tumor ganas glandula lakrimal termasuk adenoma
kistik, adenokarsinola, karsinoma sel skuamosa, karsinoma mucoepidermoid, dan
limfoma maligna. Karsinoma ksitik adenoid merupakan tumor ganas yang paling
sering ditemukan yaitu sekitar 50% dari total tumo ganas lakrimal dan 25% dari
total tumor glandula lakrimal.

Tumor glandula lakrimal sudah mempunyai kasus pada setiap 1 dari


1.000.000 orang per tahun dan seperempat kasus tumor pada rongga orbita
merupakan tumor jinak. Lesi tumor ini merupakan lesi yang berasal dari sel epitel
dan juga limfatik dengan persentasi 10-15% lainnya berasal dari jaringan
mesenkim atau lesi sekunder.5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi Sistem Lakrimalis (Apparatus Lakrimalis)

2.1.1 Anatomi

Sistem lakrimalis mencakup struktur-struktur yang terlibat dalam produksi


dan drainase air mata. Sistem ini terdiri dari dua bagian yaitu komponen
sekresi, yang terdiri dari kelenjar yang menghasilkan berbagai untuk
pembentuk cairan air mata, dan komponen ekskresi yang mengalirkan secret
ke dalam hidung.6

Glandula lakrimal pada manusia terdiri dari dua jenis yaitu glandula
lakrimal mayor dan glandula lakrimal asesoris. Glandula lakrimalis pada tiap
mata terdiri dari 58 glandula lakrimalis mayor (pars orbital dan pars
palpebra), 55 glandula asesoris (50 glabdula Krauss dan 5 glandula Wolfring)
dan 1 karunkula.7

Glandula lakrimal mayour terdiri dari pars orbital di bagian superior dan
pars palpebral di bagian inferior yang keduanya saling berhubungan pada
aponeurosis musculus levator palpebrae superior. Glandula lakrimalis bagian
mayor berbentuk seperti almond dan teletak di bagian superior dan lateral
mata rongga orbita pada cekungan tulang frontal. Glandula lakrimal ini
menghasilkan/mensekresi air mata melalui ductus ke forniks superior.
Lobulus pada pars orbital glandula lakrimal dekat dengan septum orbital
damun terletak di bawan musculus levator palpebrae.7,8

Persarafan sekretomotorik parasimpatik berasal dari nucleus lacrimalis


nervus fascialis. Serabut preganglionic mencapai ganglion pterygopalatinum
melalui nervus intermedius daan ramus petrosus mayor dan nervus canalis
pterygoidei. Persarafan ganglion simpatik berasal dari plexus caroticus
internus dan berjalan melalui nervus petrosus profundus.8
Gambar 1. Apparatus Lakrimalis9
Air mata mengalir membasahi kornea dan berkumpul di dalam lacus
lacrimalis. Dari sini, air mata masuk ke canaliculi lacrimalis melalui puncta
lacrimalia. Canaliculi lacrimales berjalan ke medial dan bermuara ke dalam saccus
lacrimalis yang terletak di dalam alur lacrimalis di belakang ligamentum palpebra
mediale dan merupakan ujung atas yang buntu dari ductus nasolacrimales.8

Ductus nasolacrimales mempunyai panjang 0,5 inci (1,3 cm) dan keluar
dari ujung bawah saccus lacrimalis. Ductus berjalan ke bawah, ke belakang dan ke
lateral di dalam canalis oseosa dan bermuara ke meatus nasi inferior. Muara ini
dilindungi oleh lipatan yang dinamakan plica lacrimalis. Fungsi lapisan ini adalah
mencgah udara masuk melalui ductus ke dalam saccus pada waktu
menghembuskan kotoran.8

2.1.2 Fisiologi

Volume terbesar air mata dihasilkan oleh kelenjar lakrimal yang terletak di
fossa glandulae lakrimalis di kuadran temporal atas orbita. Duktus kelenjar ini
mempunyai panjang berkisar 6-12 mm, berjalan pendek menyamping di bawah
konjungtiva.10

Permukaan mata dijaga tetap lembab oleh kelenjar lakrimalis. Sekresi


basal air mata perhari diperkirakan berjumlah 0,75-1,1 gram dan cenderung
menurun seiring dengan pertambahan usia. Volume terbesar air mata dihasilkan
oleh kelenjar air mata utama yang terletak di fossa lakrimalis pada kuadran
temporal di atas orbita. Kelenjar yang berbentuk seperti buah kenari ini terletak
didalam palpebra superior. 11

Setiap kelenjar ini dibagi oleh kornu lateral aponeurosis levator menjadi
lobus orbita yang lebih besar dan lobus palpebra yang lebih kecil. Setiap lobus
memiliki saluran pembuangannya tersendiri yang terdiri dari tiga sampai dua
belas duktus yang bermuara di forniks konjungtiva superior. Sekresi dari kelenjar
ini dapat dipicu oleh emosi atau iritasi fisik dan menyebabkan air mata mengalir
berlimpah melewati tepian palpebra (epiphora).11

Kelenjar lakrimal tambahan, walaupun hanya sepersepuluh dari massa


utama, mempunya peranan penting. Kelenjar Krause dan Wolfring identik dengan
kelenjar utama yang menghasilkan cairan serosa namun tidak memiliki sistem
saluran. Kelenjar- kelenjar ini terletak di dalam konjungtiva, terutama forniks
superior. Sel goblet uniseluler yang tersebar di konjungtiva menghasilkan
glikoprotein dalam bentuk musin. Modifikasi kelenjar sebasea Meibom dan Zeis
di tepian palpebra memberi substansi lipid pada air mata. Kelenjar Moll adalah
modifikasi kelenjar keringat yang juga ikut membentuk film prekorneal. 11

Sistem ekskresi terdiri atas punkta, kanalikuli, sakus lakrimalis, dan duktus
nasolakrimalis. Setiap berkedip, palpebra menutup mirip dengan risleting – mulai
di lateral, menyebarkan air mata secara merata di atas kornea, dan
menyalurkannya ke dalam sistem ekskresi pada aspek medial palpebra. Setiap kali
mengedip, muskulus orbicularis okuli akan menekan ampula sehingga
memendekkan kanalikuli horizontal. Dalam keadaan normal, air mata dihasilkan
sesuai dengan kecepatan penguapannya, dan itulah sebabnya hanya sedikit yang
sampai ke sistem ekskresi. Bila memenuhi sakus konjungtiva, air mata akan
masuk ke punkta sebagian karena hisapan kapiler.10,11

Dengan menutup mata, bagian khusus orbikularis pre-tarsal yang


mengelilingi ampula mengencang untuk mencegahnya keluar. Secara bersamaan,
palpebra ditarik ke arah krista lakrimalis posterior, dan traksi fascia mengelilingi
sakus lakrimalis berakibat memendeknya kanalikulus dan menimbulkan tekanan
negatif pada sakus. Kerja pompa dinamik mengalirkan air mata ke dalam sakus,
yang kemudian masuk melalui duktus nasolakrimalis – karena pengaruh gaya
berat dan elastisitas jaringan – ke dalam meatus inferior hidung. Lipatan-lipatan
mirip-katup dari epitel pelapis sakus cenderung menghambat aliran balik air mata
dan udara. Yang paling berkembang di antara lipatan ini adalah “katup” Hasner di
ujung distal duktus nasolakrimalis. Berikut adalah ilustrasi dari sistem ekskresi air
mata yang berhubungan dengan fungsi gabungan dari muskulus orbikularis okuli
dan sistem lakrimal inferior.10,11

Air mata akan disekresikan secara refleks sebagai respon dari berbagai
stimuli. Stimulus tersebut dapat berupa stimuli iritatif pada kornea, konjungtiva,
mukosa hidung, stimulus pedas yang diberikan pada mulut atau lidah, dan cahaya
terang. Selain itu, air mata juga akan keluar sebagai akibat dari muntah, batuk dan
menguap. Sekresi juga dapat terjadi karena kesedihan emosional. Kerusakan pada
nervus trigeminus akan menyebabkan refleks sekresi air mata menghilang. Hal ini
dapat dibuktikan dengan pemberian kokain pada permukaan mata menyebabkan
penghambatan hantaran pada ujung nervus sensoris yang mengakibatkan
penghambatan refleks sekresi mata (bahkan ketika mata dipaparkan pada gas air
mata yang poten). 12
Permukaan bola mata yang terpapar dengan lingkungan dijaga tetap
lembab oleh air mata. Air mata tersebut disekresikan oleh aparatus lakrimalis dan
disertai dengan mukus dan lipid oleh organ sekretori dari sel-sel pada palpebra
serta konjungtiva. Sekresi yang dihasilkan inilah yang disebut sebagai film air
mata atau film prekorneal. Analisis kimia dari air mata menunjukkan bahwa
konsentrasi garam didalamnya mirip dengan komposisi di dalam plasma darah.
Selain itu, air mata mengandung lisozim yang merupakan enzim yang memiliki
aktivitas sebagai bakterisidal untuk melarutkan lapisan luar bakteria.11

2.2. Definisi

Kelenjar lakrimal merupakan kelenjar sekresi ekrin yang tediri dari dua lobus
yang terletak di superotemporal orbita. Tumor glandula lakrimal merupakan
pertumbuhan massa baik jinak maupun ganas pada glandula lakrimal. Lesi jinak
yang terdapat pada sistem lakrimal termasuk adenoma pleomorfik (benign mixed
cell tumors), benign reactive lymphoid hyperplasia, dan onkositoma
(oncocytomas). Tumor ganas glandula lakrimal termasuk adenoma kistik,
adenokarsinola, karsinoma sel skuamosa, karsinoma mucoepidermoid, dan
limfoma maligna.1,2

2.3. Epidemiologi

Tumor kelenjar lakrimal jarang dijumpai, kira-kira kurang dari 1:1. 000. 000
individu per populasi per tahun. Tumor kelenjar lakrimal 6-12% dari seluruh lesi
orbita yang menyebabkan desak ruang (orbital space occupying lesion) dan kira-
kira 22-28% nya adalah tumor epitelial primer. Tumor paling sering adalah
pleomorfik adenoma yang menyusun sekitar 50% tumor epitel. Tumor jinak yang
lain adalah oncocytoma, myoepitelioma dan tumor Warthin, tetapi tumor-tumor
ini jarang terjadi. Tumor maligna menyusun sisanya, yaitu 50% tumor epitelial
primer. Tumor maligna yang paling sering terjadi adalah kista adenokarsinoma
(20- 30%), karsinoma eks pleomorfik adenoma (10%), adenokarsinoma (de novo)
(5-10%), dan karsinoma mukoepidermoid (1-2%). Tumor sisanya adalah
campuran tumor epitelial lain, yang terbanyak adalah karsinoma sel skuamos,
karsinoma sebasea, dan duktal adenokarsinoma.12

Tumor kelenjar lakrimal ditemukan pada segala usia, utamanya pada usia
pertengahan, namun jarang pada anak-anak dan orang tua. Pleomorfik adenoma
khas terjadi pada pasien usia rata-rata 40 tahun. Karsinoma kista adenoid
distribusinya pada usia bimodal dan sebagian besar terdiagnosis pada usia 40
tahun. Karsinoma ekspleomorfik adenoma, adenokarsinoma, dan karsinoma
mukoepidermoid di diagnosis rata-rata usia 50-52 tahun. Karsinoma
mukoepidermoid sedikit lebih banyak pada wanita dibandingkan dengan pria (3:2)
dan adenokarsinoma lebih banyak pada laki-laki di mana tidak ada predileksi
kelamin pada pleomorfik adenoma, karsinoma kista adenoid, atau karsinoma
ekspleomorfik adenoma. Tidak ada predileksi ras tertentu pada tumor kelenjar
lakrimal epitel primer.12

2.4. Klasifikasi

2.4.1 Tumor Jinak

2.4.1.1 Adenoma Pleomorfik (Benign Mixed Tumor)

Neoplasma jinak yang sering ditemukan pada glandula lakrimal yaitu


adenoma pleomorfik. Istilah “benign mixed tumor” merupakan hipotesis di mana
tumor ini terdiri dari bagian epitel dan mesoderm. Kenyataannya, tumor ini
berasalh dari epitel ductus yang terus berkembang menjadi komponen epithelial
dan sel mioepitel menjadi sel stroma.1Manifestasi kinis adenoma pleomorfik
biasanya muncul di decade keempat dan kelima, dan insidensinya terjadi pada
semua jenis kelamin. Akan tetapi, ditemukan kasus bahwa tumor ini pernah
terjadi pada anak usia 6 tahun. Adenoma pleomorfik umumnya tidak nyeri,
proptosis progresif unilateral, dan pergerseran kebwah dan kedalam bola mata.
Gejala ini biasanya muncul dalam 12 bulan terakhir tanpa tanda inflamasi. Gejala
lain adalah diplopia, atau gangguan motilitas ocular, kelainan refrksi,
ketidaknyamanan pada mata, lakrimasi, ptosis, dan lipatan koroid. Terdapat massa
yang tidak nyeri dan dapat dipalpasi pada kuadran mata superotemporal ada
kebanyakan pasien .Meskipun adenoma pleomorphic umumnya terdapat pada pars
orbitalis glandula lacrimal, terdapat juga 10% kasus yang terjadi pada pars
palpebralis. Tumor pada pars palpebralis.1,2

Gambar 2. Seorang pasien dengan adenoma pleomorfik.2 Foto klinis


dengan gambaran ptosis mata kiri, fisura asimetris, dan pergeseran bola mata ke
inferomedial.1

Gambar 3. CT-
Scan adenoma
pleomorfik
pleomorfik,2 Tampak
erosi halus tulang
fossa lakrimal yang tidak melewati garis orbita.

2.4.1.2 Myoepithelioma

Myoepitelioma adalah adenoma monomorfik dengan proliferasi hanya dari


sel myoepitelial. Gambaran CT scan terdapat massa dengan tepi tegas di
supratemporal orbita. Tumor biasanya dibungkus kpsul dan harus dibedah dengan
orbitotomi lateral.

2.4.1.3 Oncocytoma
Karena sitoplasmanya yang eosinofilik, onkosit jug asering dinamakan sel
oxyphil. Sel besar yang bersifat asam ini ditemukan di mucus membrane misalnya
pada karunkel, konjungtiva, sakkus lakrimalis dan glandula lakrimalis. Tumornya
bersifat jinak dan terkadang kistik.1

2.4.1.4 Cavernous Hemangioma

Hemangioma cavernous, hemangioendothelioma dan hemangioma


epiteloid dilaporkan terjadi di glandula lakrimalis. Eksisi sederhana pada glandula
lakrimal sudah cukup jika tumor tersebut hanya terbatas pada glandula saja.9

Gambar 4. Foto Klinis Pasien dengan Cavernous Hemangioma2

2.4.2 Tumor Ganas

2.4.2.1 Karsinoma Kistik Adenoid

Karsinoma kistik adenoid adalah tumor epitel kedua terbanyak dantumor


epitel maligna yang paling sering di glandula lakrimal. Insidensinya sebesar 1,6%
daru seluruh umor orbita dan 3.8% dari seluruh tumor orbita primer. Pasien
biasanya berumur 40 tahun, dengan rentang umur 6.5-710 tahun. Karena tumor ini
dapat muncul pada umur muda, kita harus mencurigai massa apapun yang sifatnya
unilateral dan terletak di superotemporal karena tumor ini sering
disalahinterpretasikan dengan kista dermoid. Manifestasi klinis pasien dengan
karsinoma kistik adenoid dating dengan keluhan adanya massa yang membesar
cukup cepat satu tahun terakhir. Gejalanya adalah nyeri, pergeseran bola mata,
adanya pembengkakan, rasa gatal, diplopiaa, perbahan visus, lakrimasi, dan
ptosis. Hal ini disebabkan tumor menginvasi perineural dan masuk kedalam
perbatasan tulang sehingga pasien mengeuh nyeri.1,9

2.4.2.2 Primary Adenocarcinoma

Pasien dengan adenokarsinoma primer dating dengan massa yang


menonjol di kelopak mata atas diikuti dengan gejala seperti eksoftalmus,
pseudoptosis, dystopia, bahkan dengan visus menurun. Jika sudah ada nyeri,
artinya terdapat keterlibatan antara tumor dengn tulng atau saraf, yang
menandakan adanya suatu keganasan. Namun tidak semua nyeri menandakan
tumor tersebut ganas. Gejala seperti blefaroptosis, gangguan motitlitas bola mata,
dan diplopic yang lebih menandakan adanya suatu keganasan. CT scan yang
menggambarkan lesi kistik tepi halus terkadang menyebebakan salah diagnosis
sehingga tumor ini dianggap jinak. Dengan diagnosis yang sudah pasti, bedah
radikal seperti enukleasi orbita diikuti rekonstruksi orbita dengan kemoterapi
adjuvant dosis tinggi baiknya dilakukan.

2.4.2.3 Adenokarsinoma Pleomorfik

Insidensi nya berkisar antara 4-15% dari tumor epitel glandula lakrimal.
Malignant mixed tumor mewakili pleomorfic adenoma yang berdegenerasi
menjadi maligna. Pasien dengan malignant mixed tumor biasanya lebih tua
ibandingkan pleomorfik adenoma. Manifestasi klinis malignant mixed tumor
biasanya muncul dalam tiga gejala khas. Pertama, pasien pernah dioperasi namun
tidak dieksisi secara komplit dan tumor muncul kembali beberapa tahun
kemudian. Kedua, pasien yang awalnya pembesaran tumornya lambat, lalu tumor
membesar tiba-tiba bersamaan dengan nyeri dan bengkak pada kelopak mata atas.
Ketiga, pasien mengalami gejala nyeri dan destruksi tulang dan tumor didagnosis
ganas hanya dengan sekali lihat.

2.4.2.4 Squamous Cell Carcinoma

Karsinoma sel skuamosa termasuk kasus yang jarang terjadi. Wright dkk
mendeskripsikan bahhwa dalam 50 neoplasma ganas pada tumor glandula
lakrimal yang terjadi selama 28 tahun, hanya terdapat satu angka kejadian
karsinoma sel skuamosa. Font dan Gamel melaporkan dari 265 kasus tumor epitel
glandula lakrimal selama 17 tahun, hanya satu saja kasus yangmunculd an terjadi
pada seorang wanita berumur 63 tahun. Akan tetapi, tiap kasus ini memiliki uuran
tumor yang berbeda, dan mereka berpendapat bahwa tumor ini terjadi karena
adanya komponen benign mixed tumor sebelumnya. Penyebab pastinya masih
diteliti.

2.4.2.5 Karsinoma Sel Sebasea

Karsinoma ini kemungkinan berkembang dari jaringan sebasea heterotropik,


yang sangat jaarang ditemukan. Tumor ini sangat ganas dan harus dibedakan
dengan invasi sekunder dari tumor ganas lain. Eksenterasi bola mata, diseksi
regional kelenjar limfe, dan radioterapi post operatif harus dilakukan dalam
menangani tumor ini.

Mengklasifikasi keberaaan kanker dalam tubuh dapat dilakukan dengan


menggunakan sistem TNM.

Tumor Primer (T)

- TX : Tumor primer tidak dapat diketahui

- T0 : Tidak ada tumor

- T1 : Tumor berukuran minimal 2 cm dan terbatas pada glandula lakrimal

- T2 : Tumor berukuran lebih dari 2 cm namun kurang dari 4 cm dan


terbatas pada glandula lakrimal

- T3 : Tumor berukuran lebih dari 4 cm atau tumor menyebar dari glandula


lakrimal ke jaringan lunak orbita termasuk nervus optikus ataupun bola
mata

- T4 : Tumor menyebar ke periosteum, tulang-tulang orbita, atau struktur


terdektanya.
o T4a : Tumor menyebar ke periosteum

o T4b : Tumor menyebar ke tulang orbita

o T4c : Tumor menyebar ke struktur terdekat, termasuk otak, sinus,


fossa pterygoid, atau fossa temporalis.

Nodes/Kelenjar Limfe Regional (N)

- NX : Kelenjar limfe regional tidak dapat ditemukan

- N0 : Tidak terdapat pembesaran kelenjar limfe regional

- N1 : Metastase ke kelenjar limfe regional

Metastase Jauh (M)

- M0 : Tidak terdapat metastasis jauh

- M1 : Terdapat metastasis jauh

Massa pada glandula lakrimal dapat disebabkan oleh inflamasi dan neoplasma.
Tumor pada glandula lakrimal diklasifikasikan sebagai berikut : 7
Tabel 1. Klasifikasi Tumor Kelenjar Lakrimal7

2.5. Manifestasi Klinis

Tumor kelenjar lakrimal pada umumnya menyebabkan wajah asimetris yang


ditandai displacement bola mata, penonjolan bola mata (proptosis), turunnya
kelopak mata (ptosis), pembengkakan kelenjar lakrimal, dan gangguan pergerakan
bola mata, sehingga kadang muncul diplopia. Gambaran yang diperlihatkan pada
tumor glandula lakrimal bervariasi tiap pasien mulai dari yang tidak bergejala
namun memiliki massa pada bagian temporal palpebra yang diabaikan pasien
yang menyebabkan terjadinya proptosis, diplopia, dan ada massa yang
mengganjal.5,12

Nyeri umumnya tidak terjadi pada pasien dengan tumor jinak, tetapi nyeri
pada pleomorfik adenoma harus diduga suatu malignancy. Nyeri adalah gejala
yang penting pada pasien dengan karsinoma kista adenoid dan lebih dari 80%
dilaporkan sebagai gejala yang awal. Nyeri disebabkan oleh pola pertumbuhan
awal tumor menuju saraf perifer dan muskulus ekstraokuler. Sebanyak 85%
keluhan nyeri pada tumor kelenjar lakrimal menunjukkan adanya invasi tumor
perineural yang mengindikasikan adanya pola tumor yang agresif. Umumnya,
nyeri juga terjadi pada pasien dengan adenokarsinoma, tetapi jarang terjadi pada
pasien dengan karsinoma eks pleomorfik adenoma dan sangat jarang terjadi pada
karsinoma mukoepidermoid.12

Gejala yang terdapat pada pasien adenoma pleomorfik muncul sangat lambat,
sehingga pasien baru datang ke klinisi kira-kira dua tahun dari awal pertumbuhan
tumor. Namun, dikarenakan pertumbuhan yang lambat, maka pasien dapat
bertahan dengan tumor ini hingga 20 tahun samai dilakukan Tindakan
pengangkatan tumor. Pasien akan datang dengan keluhan pandangan ganda yang
mengganggu aktivitas akibat limitasi pergerakan bola mata ke arah temporal dan
benjolan yang besar dengan kosmetik yang kurang baik. Pasien dengan tumor
ganas lakrimal umumnya memiliki keluhan yang lebih singkat, yang membuat
lebih cepat datang ke dokter spesialis mata. Untuk kasus karsinoma kista adenoid,
keluhannya kira-kira sekitar enam bulan dan jarang kurang dari satu tahun untuk
tumor ganas yang lain. 12

2.6. Diagnosis

2.6.1 Anamnesis

Riwayat penyakit sudah lama (>1-2 tahun), lesi kelenjar lakrimal yang tidak
menginfiltrasi menunjukkan tumor jinak, misalnya adenoma pleomorfik. Riwayat
penyakit yang akut dapat menunjukkan suatu inflamasi atau proses keganasan.
Nyeri paling sering dikeluhkan pada lesi inflamasi pada kelenjar lakrimal namun
karsinoma adenoid kistik dan keganasan lainnya dapat memberikan gambaran
nyeri sekunder dari perkembangan perineural atau ke tulang. Lesi yang
menunjukkan keganasan ditandai dengan terjadinya proptosis yang subakut dan
kehilangan sensasi pada bagian temporal dari nervus lakrimalis pada sepertiga
pasien. Diplopia dan penurunan visus dapat ditemukan pada lesi yang mengalami
progresifitas cepat.12

2.6.2 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan gerakan bola mata dapat memberikan informasi mengenai


infiltrasi tumor ke otot ekstraokuler atau perubahan mekanik pada bola mata
akibat pertumbuhan tumor. Pergeseran lobus dengan atau tanpa proptosis paling
sering ditemukan pada keganasan yang ditandai dengan lesi non axial yang
mengarah ke inferomedial. Kontur berbentuk S pada palpebra atas biasa
ditemukan pada lesi kelenjar lakrimal namun biasanya berupa tumor yang tidak
spesifik. massa dapat teraba atau tidak pada fossa lakrimal. Massa yang berbatas
tegas, kenyal, dan tidak tegang dapat ditemukan pada lesi jinak atau
limfoproliferatif. Penurunan pada tes Schrimer menunjukkan lesi inflamasi. Hal
yang jarang ditemukan yaitu peningkatan tekanan intraokular dan adanya lipatan
koroidoretinal. Dapat pula ditemukan limfadenopati preaurikuler dari metastase
regional pada lesi maligna.12

2.6.3 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan imaging merupakan pemeriksaan yang paling penting untuk


menentukan diagnosis praoperasi. CT-Scan merupakan modalitas pilihan untuk
dugaan pleomorfik adenoma, sedangkan. MRI berguna untuk mengevaluasi
penyebaran perineural dari karsinoma kista adenoid. Pada CT- Scan, pleomorfik
adenoma menunjukkan gambaran lesi desak ruang yang berbentuk oval atau bulat,
serta berbatas tegas dan padat yang secara spesifik menunjukkan adanya
kalsifikasi dan bone remodelling. Hal ini berlawanan dengan karsinoma kista
adenoid yang secara khas memiliki batas tidak tegas, terlihat noduler,
menginfiltrasi jaringan sekitarnya, dan sering menunjukkan destruksi tulang.
Tetapi, karsinoma kista adenoid juga menunjukkan kalsifikasi seperti pleomorfik
adenoma.

Pemeriksaan biopsi digunakan untuk mengkonfirmasi adanya keganasan dan


tipe tumor tersebut. Pada pemeriksaan histologis adenoma pleomorfik
memberikan gambaran lapisan epitel dan mesenkim mengalami proliferasi.
Proliferasi dari sel-sel epitel biasanya tersusun atas dua lapis dan membentuk
lumen. Diferensiasi pada stroma dapat diperlihatkan pada formasi tulang dan
kartilago. Karsinoma adenoid kistik berasal dari sel-sel duktus dan membentuk
celah pada bagian dasar yang mirip deposit material. Hal ini memberikan
gambaran kribriform atau gambaran “Swiss cheese” pada jaringan, meskipun
pertumbuhan pada tubulus dan berkelompok serta mudah dikenali.
Terdapatlimagambaran histologi yang dapat ditemukan pada lesi yaitu kribriform,
sklerosis basaloid komedo, dan duktal. Tipe basaloid memiliki prognosis yang
paling jelek. 5,12

Pemeriksaan imunohistokimia dapat membantu untuk membedakan antara


inflamasi, lesi jinak maupun ganas pada lesi limfoproliferatif. Pemeriksaan ini
merupakan pemeriksaan laboratorium khusus yang menggunakan marker khusus
yang akan berikatan dengan antigen khusus pada jaringan target. Lesi inflamasi
jinak (psudotumor) memiliki morfologi poliklonal sedangkan lesi limfoid
berbentuk monoclonal. Secara histopatologi, ada beberapa bentukan karsinoma
pada kelenjar lakrimal. Pleomorfik adenoma umumnya merupakan bentuk tumor
yang berbatas tegas dan ditandai dengan proliferasi komponen epitel dan
mesenkim. Komponen epitel tersusun atas campuran struktur duktus dan
nonduktus, termasuk bentukan jelas spindle, bulat, stellate, plasmasitoid,
onkositoid, dan poligon, sedangkan komponen mesenkim bervariasi derajatnya
antara miksoid, hialin, serta diferensiasi kartilago dan osseous.5,12

Histopatologi bentuk karsinoma kista adenoid menunjukkan kondisi maligna


dari kombinasi diferensisi sel myoepitelial (abluminal) dan duktus (luminal).
Gambaran sel-sel tersebut dibedakan dengan tumor lakrimal lain dengan adanya
gambaran sitomorfologi yang khas, yaitu bentukan cribriform (Swiss cheese atau
sieve-like), bentukan tubular, dan solid. Bentukan cribriform merupakan
gambaran paling sering.12

2.7. Tatalaksana

Tatalaksana tumor glandula lakrimal yaitu pembedahan dan tanpa


pembedahan. Pembedahan dilakukan ketika mendapatkan informasi tentang lokasi
tumor, ukuran, batas tumor, perluasan ataupun infiltrasi dan konsistensi.
Ultrasound atau MRI praaurikuler dan area leher praoperatif dapat membantu
diagnosis keterlibatan limfonodi dan harus dipikirkan sebelum merencanakan
pembedahan. Informasi ini penting untuk menentukan metode pembedahan.
Selain itu, hal tersebut juga untuk keselamatan pasien serta morbiditas dan
mortalitas yang tidak perlu. Tindakan pembedahan juga sering dilakukan untuk
melakukan biopsi pada tumor yang sulit dilakukan biopsi praoperasi. Pilihan
bagaimana melakukan biopsi masih kontroversi pada beberapa dokter bedah untuk
memilih needle biopsi dibandingkan dengan open biopsi.12

Terapi non-bedah pada tumor glandula lakrimal meliputi radioterapi,


kemoterapi, dan terapi target molecular. Radioterapi dilakukan ketika tidak dapat
dilakukan terapi bedah. Beberapa penelitian merekomendasikan radiasi untuk
meningkatkan kendali local pasien yang tidak bisa dilakukan reseksi secara total
dan tumor yang cenderung rekuran. Kemoterapi dilakukan pada tumor yang tidak
dapat direseksi dan sebaiknya diberikan monoterapi untuk mengurangi
toksisitasnya.12

2.8. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada tumor kelenjar lakrimal adalah
proptosis yang terjadi pada mata sehingga menyebabkan kornea menjadi kering
dan dapat timbul ulkus kornea. Hal ini akan menganggu penglihatan pasien, dan
apabila proptosis berlangsung lama dapat mengganggu saraf penglihatan (nervus
opticus) karena terjadi peregangan. Peningkatan tekanan intraocular juga dapat
mengganggu kemampuan pasien untuk melihat.1

2.9. Prognosis

Prognosis tumor kelenjar lakrimal bervariasi, tergantung pada klasifikasi nya.


Untuk tumor pleomorfik adenoma memiliki prognosis yang baik secara umum,
tetapi tetap membutuhkan follow up karena angka rekurensi yang tinggi dan
mempunyai potensi bertransformasi menjadi maligna terutama untuk pasien di
atas 45 tahun. Sedangkan karsinoma kelenjar lakrimal memiliki prognosis yang
buruk dengan angka survival hanya mencapai 36 bulan. Adenokarsinoma primer
merupakan tumor yang sangat agresif dengan prognosis yang sangat buruk, data
prognosis sulit ditemukan namun diperkirakan angka kematian mencapai 30 %
dalam 3 tahun.12
BAB III
KESIMPULAN

Massa pada jaringan lakrimal dapat disebabkan oleh proses inflamasi


ataupun neoplasma. Tumor kelenjar lakrimal dikalsifikasikan berdasarkan
keganasannya. Pada diagnosis temuan wajah asimetris yang ditandai displacement
bola mata, penonjolan bola mata (proptosis), turunnya kelopak mata (ptosis),
pembengkakan kelenjar lakrimal, dan gangguan pergerakan bola mata, sehingga
kadang muncul diplopia. Terapi dapat dilakukan dengan cara bedah dan non-
bedah. Prognosis tumor bergantung kepada klasifikasinya, untuk tumor jinak
memiliki prognosis yang baik. Namun karsinoma kelenjar lakrimal yang bersifat
agresif hanya mempunya angka survival selama 36 bulan.
DAFTAR PUSTAKA

1. DeAngelis DD. Lacrimal Gland Tumors. [Online].; 2016 [cited 2017


January 16.

2. Yoon Duck Kim. Lacrimal Gland Tumor. In : Zeynel A. Karcioglu.


Orbital Tumors: Diagnosis And Treatment. USA : Baker and Taylor;
2018 : 205-222.

3. Association TEMD. Orbit, Eyelid and Lacrimal System New York:


American Academy of Ophtalmology; 2018.

4. Kostick, D.A., Linberg, J.V. Lacrimal Gland Tumors. In: Tasman W,


Jaeger EA. Duane’s Ophtalmology Vol. 2. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins; 2016 ch.40.

5. Andreasen, S., Esmaeli, B., Von Holstein, S. L., Mikkelsen, L. H.,


Rasmussen, P. K., & Heegaard, S. (2017). An update on tumors of the
lacrimal gland. Asia-Pacific Journal of Ophthalmology, 6(2), 159–172.
https://doi.org/10.22608/APO.201707

6. Hansen JT, Lambert DR, Netter FH. Lacrimal System. In: Netter’s
Clinical Anatomy. USA : ICON Learning System. 2015

7. Khurana AK. Diseases of Lacrimal Apparatus. In: Comprehensive


Opthalmology. Fourth Edition. New Age International: New Delhi;
2016 pg. 363-376

8. Snell, R.S. 2014. Anatomi Klinik Berdasarkan Regio. Dialihbahasakan


oleh Suguharto L. Edisi ke-9. Jakarta: EGC.
th
9. Netter, Frank H. ATLAS OF HUMAN ANATOMY 25 Edition.
Jakarta: EGC, 2014.
10. Sherwood, L. 2014. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Edisi 8.
Jakarta: EGC
11. Guyton A.C, dan Hall, J.E. 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.
Edisi 12. Penterjemah: Ermita I, Ibrahim I. Singapura: Elsevier

12. Soebagjo, Hendrian D, dkk. 2019. Onkologi Mata. Surabaya :


Universitas Airlangga.

13. Bernardini FP, Devoto MH, Croxatto OJ. Epitelial Tumor of the
Lacrimal Gland : An Update. In Current Opinion of Ophtalmology.
Geneva: Lippincott William and Wilkins; 2018. p. 409-413.

Anda mungkin juga menyukai