Anda di halaman 1dari 34

PAPER

KOLELITIASIS

Disusun Sebagai Tugas Mengikuti kepanitraan Klinik Stase (KKS)


Ilmu bedah
Rumah Sakit Haji Medan Sumatra Utara

Disusun Oleh :
Feny Dwi Yulista
18360074

Pembimbing :
dr. M. Hajrawan Martanta T, Sp.B

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN


ILMU BEDAH
RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MALAHAYATI
2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas paper ini guna memenuhi persyaratan kapaniteraan klinik senior di bagian
ilmu Bedah Rumah Sakit Haji Medan dengan judul “KOLELITIASIS”
Shalawat dan salam tetap terlafatkan kepada Nabi Muhammad SAW
beserta keluarga dan para sahabatnya yang telah membawa kita ke zaman yang
penuh ilmu pengetahuan, beliau adalah figur yang senantiasa menjadi contoh suri
tauladan yang baik bagi penulis untuk menuju ridho Allah SWT.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada
dosen pembimbing KKS dibagian ilmu Bedah.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Paper masih terdapat banyak
kekurangan baik dalam cara penulisan maupun penyajian materi. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca sehingga
bermanfaat dalam penulisan Paper selanjutnya. Semoga Paper ini bermanfaat
bagi pembaca dan terutama bagi penulis.

Wassalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh

Medan, November 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................2
2.1 Anatomi................................................................................................5
2.2 Fisiologi ...............................................................................................3
2.3 Kolelitiasis ...........................................................................................7
2.3.1 Definisi.......................................................................................7
2.3.2 Epidemiologi ..............................................................................8
2.3.3 Etiologi dan Faktor Resiko ........................................................8
2.3.4 Klasifikasi ................................................................................11
2.3.5 Patofisiologi .............................................................................14
2.3.6 Gejala Klinis ............................................................................17
2.3.7 Penegakan Diagnosis ...............................................................18
2.3.7.1 Anamnesis ...................................................................18
2.3.7.2 Pemeriksaan Fisik........................................................18
2.3.7.3 Pemeriksaan Penunjang ...............................................19
2.3.8 Tatalaksana ..............................................................................23
2.3.9 Komplikasi ...............................................................................26
2.12 Prognosis ...................................................................................28
BAB III KESIMPULAN DAN PENUTUP ........................................................29
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................30

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Kolelitiasis atau batu empedu adalah deposit kristal empedu yang


ditemukan didalam kandung empedu. Kristal-kristal tersebut dapat tersusun dari
Kristal kolesterol atau Kristal pigmen-pigmen hitam dari kalsium bilirubinat yang
dipolimerisasi yang dapat terletak di saluran empedu atau kantung empedu.(1)
Batu empedu kolesterol mendominasi di negara-negara maju di dunia Barat
sedangkan batu pigmen coklat di saluran empedu lebih umum di Asia. Prevalensi
Kolelitiasis tertinggi dilaporkan terdapat pada orang Indian Amerika Utarasebesar
64,1% pada wanita dan 29,5% pada laki-laki. Sedangkan Asia merupakan benua
dengan angka kejadian cholelithiasis rendah, yaitu antara 3% hingga 15%.(2)
Batu empedu dapat menimbulkan gejala maupun tidak (silent batu
empedu), biasanya menimbulkan gejala dan keluhan bila batu menyumbat duktus
sistikus atau duktus koledokus yaitu menimbulkan rasa nyeri pada perut bagian
atas (nyeri bilier).(resiko) Penatalaksanaan utama untuk kolelitiasis baik batu
kolesterol maupun batu pigmen yaitu dengan terapi bedah (kolesistektomi
laparoskopi) dengan indikasi dan kontraindikasi yang telah dijelaskan. Namun
apabila terdapat gejala yang khas seperti nyeri bilier dapat diberikan analgesic
atau pereda nyeri.(3) Batu kantung empedu sendiri dapat menyebabkan berbagai
komplikasi, oleh karena itu harus dapat didiagnosis secara cepat dan tepat.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi

Gambar 1. Anatomi Hepar


Hati adalah organ intestinal terbesar didalam tubuh. Hepar berstruktur
lunak dan lentur, serta terletak dibagian atas cavitas abdominalis tepat dibawah
diafragma. Sebagian besar hepar terletak dibawah arcus costalis dexter dan
diafragma setengah bagian kanan memisahkan hepar dari pleura, paru-paru,
pericardium dan jantung. Hepar terbentang ke kiri untuk mencapai diafragma
setengah bagian kiri. Permukaan atas hepar yang cembung melengkung dibawah
kubah diafragma. Permukaan posteroinferior atau viseralis membentuk cetakan
visera yang letaknya berdekatan, karena itu bentuknya menjadi tidak beraturan.
Permukaan ini berhubungan dengan pars abdominalis oesophagus, gaster,
duodenum, flexura coli dextra, rend extra dan glandula suprarenalis dextra dan
vesical biliaris.(4)
Permukaan anterior hati yang cembung dibagi menjadi 2 lobus oleh
adanya perlekatan ligamentum falsiform yaitu lobus sinister dan lobus dexter
yang berukuran kira-kira 2x lobus kiri. Pada daerah posterior terdapat kandung
empedu di lobus kanan, diantara ligamentum falsiform dengan kandung empedu
ditemukan 3 lobus kuadratus dan sebuah daerah yang disebut lobus kaudataus
yang biasanya tertutup oleh vena kava inferior.(4)

2
Gambar 2. Struktur Histologi Sel Hepatosit
Secara mikroskopis dalam hati manusia terdapat 50.000 - 100.000 lobuli,
setiap lobulus berbentuk heksagonal yang terdiri atas sel hati berbentuk kubus
yang tersusun radial mengelilingi vena centralis. Diantara lembaran sel hati
terdapat kapiler yang disebut sinusoid yang merupakan cabang vena porta dan
arteri hepatika.
Sinusoid dibatasi oleh sel fagositik ( sel kupffer) yang merupakan sisrem
rerikuloendotelial dan berfungsi menghancurkan bakteri dan benda asing lain
dalam tubuh. Selain cabang vena porta dan arteri hepatika yang mengelilingi
bagian perifer lobulus hari, juga terdapat saluran empedu yang membentuk kapiler
empedu yang dinamakan kanalikuli empedu yang berjalan diantara lembaran sel
hati.(4)
Empedu dieksreksikan oleh hepatosit dengan kecepatan tetap sekitar 40 ml
perjam. Jika pencernaan tidak terjadi empedu akan di simpan dan dipekatkan
didalam vesika biliaris kemudian dikeluarkan ke duodenum. Saluran empedu
intrahepatik secara perlahan menyatu membentuk saluran yang lebih besar untuk
menyalurkan cairan empedu. Dalam segmen hati kanan, gabungan cabang-cabang
ini membentuk saluran pada anterior dan posterior yang kemudian bergabung
menjadi satu yang disebut duktus hepatikus kanan. Duktus hepatikus kanan akan
bergabung dengan duktus hepatikus kiri menjadi duktus hepatikus komunis.
Duktus hepatikus komunis akan bergabung dengan duktus sistikus dari kandung
empedu menjadi duktus koledokus / common bile duct. (4)

3
Gambar 3. Anatomi Traktus Biliaris
Kandung empedu (vesica fellea/ vesica biliaris) adalah kantong berbentuk
buah pir yang terletak pada permukaan bawah hepar. Vesica fellea mempunyai
kemampuan menampung dan menyimpan empedu sebanyak 30-50 ml, serta
memekatkan empedu dengan cara mengabsorbsi air. Kandung empedu tertutup
seluruhnya oleh peritoneum visceral, tetapi infundibulum kandung empedu tidak
terfiksasi ke permukaan hati oleh lapisan peritoneum. Vesica fellea terdiri dari
fundus, korpus dan kolum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol ke
bawah margo inferior hepatis, dimana fundus bersentuhan dengan dinding anterior
abdomen setingggi ujung cartilage costalis IX dextra. Corpus vesica fellea terletak
dan berhubungan dengan facies viseralis hepar dan arahnya kearas, belakangdan
kiri. Collum melanjutkan dirisebagai ductus cyticus, yang berkelok kedalam
omentum minus bergabung dengan sisi kanan ductus hepaticus communis untuk
membentuk ductus choleduchus. (4)
Duktus cysticus panjangnya 1-2 cm dengan diameter 2-3 mm. Dinding
lumennya mengandung katup berbentuk spiral disebut katup spiral Heister, yang
memudahkan cairan empedu masuk kedalam kandung empedu, tetapi menahan
aliran keluarnya. Panjang duktus hepatikus kanan dan kiri masing-masing sekitar
1-4 cm. Panjang duktus hepatikus komunis sangat bervariasi, bergantung pada

4
letak muara duktus sistikus. Duktus koledokus berjalan di belakang duodenum
menembus jaringan pankreas dan dinding duodenum membentuk papilla Vater
yang terletak di sebelah medial dinding duodenum. Ujung distalnya dikelilingi
oleh otot sfingter Oddi, yang mengatur aliran empedu ke dalam duodenum.
Duktus pankreatikus umumnya bermuara ditempat yang sama oleh duktus
koledokus di dalam papilla Vater, tetapi dapat juga terpisah. (4)
Pembuluh arteri kandung empedu adalah a.cystica, cabang a.hepatica
kanan. Vena cystica mengalirkan darah langsung ke dalam vena porta. Sejumlah
arteri dan vena kecil juga berjalan antara hepar dan vesica fellea. 4 Pembuluh
limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak dekat collum
vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi lymphatici
hepaticum sepanjang perjalanan a. hepatica menuju ke nodi lymphatici coeliacus.
Saraf yang menuju ke kandung empedu berasal dari plexus coeliacus. (4)

2.2 Fisiologi

Gambar 4. Sirkulasi enterohepatic garam empedu


Lubang duktus biliaris kedalam duodenum dijaga oleh sfingter oddi yang
mencegah empedu masuk kedalam duodenum kecuali sewaktu pencernaan
makanan. Ketika sfingter ini tertutup, sebagian besar empedu yang disekresikan

5
oleh hati dialihkan balik kedalam kandung, oleh karena itu empedu tidak langsung
di salurkan oleh hati ke kandung empedu. Empedu kemudian disimpan dan di
pekatkan di dalam kandung empedu diantara waktu makan. Setelah makan,
empedu masuk ke duodenum akibat efek kombinasi pengosongan kandung
empedu dan peningkatan sekresi empedu oleh hati. Jumlah empedu yang
disekresikan per hari berkisar 250 ml sampai 1 liter, bergantung pada derajat
perangsangan.(5)
Empedu mengandung beberapa konstituen organik antara lain garam
empedu, kolesterol, lesitin dan bilirubin (semua berasal dari aktivitas hepatosit)
dalam suatu cairan encer alkalis (ditambahkan oleh sel ductus). Empedu
digunakan untuk membantu penyerapan lemak oleh enzim pankreas. Garam
empedu merupakan turunan kolesterol yang mempunyai efek seperti deterjen
(emulsifikasi) dan mempermudah penyerapan lemak dengan pembentukan misel.
Efek diterjen yang dimaksud adalah empedu dapat mengubah globulus (
gumpalan ) lemak besar menjadi emulsi lemak yang terdiri dari banyak tetesan /
butiran dengan diameter masing-masing 1 mm yang membentuk suspensi di
dalam kimus cair sehingga luas permukaan untuk tempat enzim lipase pankreas
bekerja bertambah. Untuk mencerna lemak lipase harus berkontak langsung
dengan molekul trigliserida, karena tidak larut dalam air maka trigliserida
cenderung menggumpal menjadi butir-butir besar dalam usus halus yang banyak
mengandung air. Jika empedu tidak mengemulsifikasi gumpalan lemak besar ini
maka lipase hanya bekerja pada permukaannya saja dan pencernaan lemak akan
sangat lama. (5)
Molekul garam empedu mengandung bagian yang larut lemak dan bagian
yang larut air yang bermuatan negatif. Garam empedu terserap dipermukaan
butiran lemak, yaitu bagian larut lemak empedu larut dalam butiran lemak
sedangkan bagian larut air yang bermuatan menonjol dari permukaan butiran
lemak tersebut. Gerakan mencampur oleh usus juga akan memecah lemak besar
menjadi butir- butir kecil, butir kecil ini akan bergabung kembali menjadi lemak
besar jika tidak ada garam empedu yang terserap dipermmukaannya dan
menciptakan selubung muatan negatif larut air dipermukaan setiap butiran kecil.

6
Karena bermuatan sama maka antara butir kecil akan saling tolak menolak. Daya
tolak listrik ini mencegah butir- butir kecil tersebut untuk begabung sehingga
menghasilkan emulsi lemak yang akan meningkatkan permukaan yang tersedia
untuk enzim lipase. (6)
Setelah ikut dalam pencernaan dan penyerapan lemak, sebagian besar
garam empedu diserap kembali ke darah oleh mekanisme transport aktif khusus
yang terletak di ileum terminal. Empedu akan kembali ke sistem porta hepar, yang
mengsekresikannya ke dalam kandung empedu. Daur ulang ini disebut sirkulasi
enterohepatik. Jumlah total garam empedu di tubuh sekitar 3 sampai 4 gram,
namun dalam satu kali makan mungkin dikeluarkan 3 sampai 15 gram garam
empedu ke dalam duodenum, biasanya hanya sekitar 5% dari empedu yang
disekresikan keluar dari tubuh melalui feses setiap hari kehilangan garam empedu
ini diganti oleh pembentukan empedu di hati sehingga jumlah total garam empedu
menjadi konstan. (6)

2.3 Kolelitiasis
2.3.1. Definisi
Kolelitiasis atau batu empedu adalah deposit kristal empedu
yang ditemukan didalam kandung empedu. Kristal-kristal tersebut dapat
tersusun dari Kristal kolesterol atau Kristal pigmen-pigmen hitam dari
kalsium bilirubinat yang dipolimerisasi. Empedu sendiri terdiri dari
garam empedu, lesitin, phospolipid, unesterified kolesterol, bilirubin
konjugasi, protein, elektrolit dan mucus. Terdapat 3 mekanisme penting
dalam regulasi aliran empedu, yaitu transpot aktif garam empedu dari
hepatosit ke dalam kanalikuli biliaris, transpot aktif dari anion organik
lainnya, dan sekresi dari kandung empedu. Batu empedu terjadi ketika
ada ketidakseimbangan dalam unsur-unsur kimia empedu empedu yang
mengakibatkan pengendapan satu atau lebih komponen.(7,8)

7
2.3.2 Epidemiologi
Geografi dan khususnya etnis memainkan peran besar dalam
prevalensi penyakit batu empedu dan juga jenis batu yang membentuk.
Batu empedu kolesterol mendominasi di negara-negara maju di dunia
Barat sedangkan batu pigmen coklat di saluran empedu lebih umum di
Asia. Prevalensi Kolelitiasis tertinggi dilaporkan terdapat pada orang
Indian Amerika Utarasebesar 64,1% pada wanita dan 29,5% pada laki-
laki. Sedangkan Asia merupakan benua dengan angka kejadian
cholelithiasis rendah, yaitu antara 3% hingga 15% dimana dikaitkan
dengan parasit seperti Clonorchis sinensis, Opisthorchis species,
Fasciola hepatica dimana infeksi parasite tersebut menyebabkan
terbentuknya batu-batu duktus primer dan stasis dari obstruksi bilier
parsial.(2)

Gambar 5. Epidemiologi Kolelitiasis

2.3.3 Etiologi dan Faktor Risiko


1. Riwayat Penyakit Keluarga dan Genetik
Genetik merupakan salah satu faktor resiko utama dalam
pembentukan batu empedu, dimana hasil penelitian menunjukkan
peningkatan resiko lima kali lebih tinggi pada orang yang memiliki

8
keluarga dengan batu empedu. Angka ini bahkan lebih tinggi pada
kembar monozigot pada 12% dan kembar dizigotik pada 6%, namun
pembentukan batu empedu tetap dipengaruhi oleh faktor resiko lain
yaitu faktor lingkungan seperti pola makan dan kebiasaan lainnya. (2)
2. Usia
Frekuensi pembentukan batu empedu meningkat seiring
bertambahnya usia, dimana pada usia >40 tahun meningkat 4-10 kali
lebih tinggi. Jenis batu juga berubah seiring bertambahnya usia:
awalnya terdiri terutama dari kolesterol (berhubungan dengan
peningkatan sekresi kolesterol dan kejenuhan empedu) tetapi pada
akhir hidupnya cenderung menjadi batu pigmen hitam. Selanjutnya,
gejala dan komplikasi meningkat seiring bertambahnya usia, yang
mengarah ke kolesistektomi yang lebih sering. (2)
3. Jenis Kelamin
Menurut penelitian penyakit batu kandung empedu lebih tinggi
resikonya dua kali terjadi pada wanita di bandingkan pada pria.
Kejadian ini dihubungkan oleh hormone seks wanita, dimana
ditemukan pada wanita pengguna kontrasepsi oral dan terapi
pengganti hormone. Estrogen meningkatkan sekresi kolesterol dan
mengurangi sekresi garam empedu sedangkan progestin mengurangi
sekresi garam empedu dan mengganggu pengosongan kantung
empedu sehingga dapat menyebabkan stasis. (2)
4. Obesitas
Perbandingan yang normal antara lemak tubuh engan berat
badan adalah sekitar 25-30% pada wanita dan 18-23% pada pria.
Wanita dengan lemak tubuh lebih dari 30% dan pria dengan lemak
tubuh lebih dari 25% dianggap mengalami obesitas. Seseorang yang
memiliki berat badan 20% lebih tinggi dari nilai tengah kisaran berat
badannya yang normal dianggap mengalami obesitas. Seseorang
yang lemaknya banyak tertimbun di perut mungkin akan lebih
mudah mengalami berbagai masalah kesehatan yang berhubungan

9
dengan obesitas. Mereka memiliki risiko yang lebih tinggi. Obesitas
meningkatkan risiko terjadinya sejumlah penyakit menahun salah
satunya adalah penyakit batu kandung empedu. Mereka lebih banyak
mencerna dan mensintesis kolesterol sehingga mengeluarkan lebih
banyak kolesterol ke dalam empedu. (2,9)
5. Sindrom Metabolik
Sindrom metabolik adalah kombinasi dari gangguan medis yang
meningkatkan Sindrom metabolik disini didefinisikan oleh kehadiran
setidaknya 3 fitur dari: obesitas perut, tekanan darah tinggi, glukosa
puasa tinggi, peningkatan kadar trigliserida dan penurunan kadar
HDL merupakan predisposisi pembentukan batu empedu kolesterol.
(2,9)

6. Penurunan Berat Badan yang Cepat


Insiden diet rendah kalori dan operasi bariatrik dengan
penurunan berat badan secara cepat didapatkan pada 30-71%
individu. Batu empedu yang berhubungan dengan penurunan berat
badan biasanya tidak menunjukkan gejala; hanya 7% hingga 16%
yang mengalami gejala. (2,9)
7. Det dan Pola Makan
Selain asupan kalori tinggi, pola makan yang tinggi kolesterol,
asam lemak, karbohidrat, rendah serat dapat meningkatkan
pembentukan batu empedu atau kolelitiasis. (2,9)
8. Gaya Hidup dan Sosialekonomi
Pola gaya hidup dan sosialekonomi hanya menjadi faktor resiko
secara tidak langsung dimana kurangnya aktivitas fisik
meningkatkan resiko pembentukan batu empedu dihubungkan
dengan perannya dalam penurunan berat badan pada pasien dengan
obesitas. Sedangkan sosialekonomi dihubungkan dengan obesutas
dan kondisi medis kronis. (2,9)

10
2.3.4 Klasifikasi
1. Berdasarkan Komposisi

a) Batu Kolestrol
Penyebab 90% kasus batu empedu di negara barat.
Batu kolesterol terdiri dari > 50% kolesterol monohydrate,
garam kalsium, pigmen empedu, protein, dan asam lemak.
Terdapat beberapa mekanisme penting dalam terbentuknya
batu empedu ini, diantaranya, peningatan sekresi kolesterol
dalam kandung empedu, yang disebabkan oleh obesitas,
sindrom metabolik, diet tinggi kolesterol maupu obat-obatan
(contoh : clofibrat) yang mengakibatkan peningkatan
aktivitas dari hydroxymethylglutaryl - coenzym A ( HMG -
Coa) reductase dimana akan menyebabkan peningkatan
sintesis kolesterol dan ambilan kolesterol dari darah oleh hati.
Pada pasien ini peningkatan intake kolesterol akan
menyebabkan peningkatan sekresi kolesterol. Batu kolesterol
sendiri dapat dibagi lagi menjadi 3 sub-tipe: batu kolesterol
murni yang memiliki struktur radier dari tengah ke perifer
tidak melebihi satu per tiga dari diameter batu dimana
memiliki 95% kolesterol di setiap lapisan, batu kombinasi
terdiri dari dua lapisan dimana lapisan terluar terdiri dari
pigmen dan ketebalannya harus lebih dari 1mm sedangkan
lapisan dalamnya berbentuk radier dari tengah ke perifer
seperti batu kolesterol murni, dan yang terakhir adalah batu
campuran diman berbentuk konsentris dan radier karena
komponen dari batunya campuran antara kolesterol dan
pigmen dan warnanya biasanya bervariasi mulai dari putih
kekuningan, kuning kecoklatan, hijau kecoklatan atau coklat
kehitaman.(3,10,11)

11
Gambar 6. Batu Kolesterol
b) Batu Pigmen
Batu pigmen adalah batu empedu yang terbentuk
terutama berasal dari pigmen (kalsium bilirubin) dan

12
memiliki kadar kolesterol yang biasanya kurang dari 25%-
30%. Kalsium karbonat, kalsium fosfat, dan kalsium asam
lemak juga ikut membentuk batu pigmen. Batu pigmen
sendiri merupakan penyebab kasus batu empedu terbanyak di
asia, biasanya disertai dengan infeksi pada kandung empedu /
Cholecystitis. Batu pigmen dibagi menjadi dua, batu pigmen
hitam dimana pembentuk utamanya adalah kalsium bilirubin
dan kalsium fosfat dan batu pigmen coklat yang terdiri dari
garam kalsium bilirubin unconjugated dan sedikit kolesterol
serta protein.6 Batu pigmen hitam sering pada pasien dengan
penyakit hemolitik kronis dimana terjadi peningkatan
bilirubin conjugated, sirosis hepatis, atau fibrosis cystic. Batu
pigmen coklat dikarenakan oleh peningkatan bilirubin
unconjugated. Infeksi bakteri / parasit, genetik dan
demografi, serta sirosis alkoholik juga menjadi faktor risiko
terjadinya batu pigmen.(3,10,11)
2. Berdasarkan Lokasi Anatomi
Berdasarkan lokasinya batu empedu dibagi menjadi batu
kantung empedu (kolesistolitiasis) dan batu saluran empedu
(koledokolitiasis). Batu saluran empedu dibagi menjadi batu
intrahepatik dimana batu berada pada saluran hepatic kanan dan
kiri juga pada cabang-cabang menuju hilum dan batu
ekstrahepatik. (10)
3. Berdasarkan Asal Batu Empedu
Berdasarkan asal lokasi terbentuknya batu empedu, batu
empedu dibagi menjadi batu primer dan batu sekunder. Batu
primer didefinisikan jika batu empedu tetap berada pada lokasi asal
terbentuknya batu, sedangkan dikatakan batu sekunder jika batu
empedu bermigrasi dari lokasi asal terbentuknya batu. (10)

13
2.3.5 Patofisiologi
Penyakit batu empedu berasal dari interaksi yang kompleks antara
faktor genetic dan lingkungan. Batu empedu sendiri dapat diklasifikasikan
menjadi Batu Kolesterol dan Batu Pigmen.

Gambar 7. Patofisiologi Pembentukan Batu


1. Batu Kolesterol
Kelarutan kolesterol dalam kandung empedu sendiri dipengaruhi
oleh konsentrasi kolesterol, garam empedu, fosfolipid (lesitin),
seperti tampak skema segitiga Small.

Gambar 8. Segitiga Small


Batu empedu kolesterol terbentuk karena 4 faktor utama, yaitu;
a) Supersaturasi Kolesterol Dalam Kandung Empedu

14
Kolesterol hanya sedikit larut dalam media air tetapi
dibuat larut dalam empedu melalui misel yang dicampur
dengan garam empedu dan fosfolipid, terutama lesitin.
Pengendapan kolesterol terjadi ketika kelarutan kolesterol
terlampaui (indeks saturasi kolesterol> 1). kristal kolesterol
terjadi pada keadaan fosfolipid rendah. vesikel
Multilammellar kemudian melebur dan mungkin menjadi
kristal padat. Dengan demikian, cholesterol supersaturation
dalam empedu dapat disebabkan oleh hipersekresi
kolesterol, atau dari hyposecretion garam empedu atau
fosfolipid. Penyebab utama cholesterol supersaturation
adalah hipersekresi kolesterol. Hipersekresi mungkin
karena kelainan dalam metabolisme kolesterol hati, yaitu
peningkatan penyerapan hati, meningkat sintesis de novo
dan / atau penurunan konversi terhadap asam empedu atau
ester kolesterol. Sintesis de novo kolesterol hanya
menyumbang sekitar 10% dari total kolesterol bilier,
sisanya,yaitu lebih dari 80% berasal dari diet. Peningkatan
konsentrasi kolesterol dapat disebabkan oleh obesitas, diet
tinggi kalori dan kolesterol, pemberian estrogen
(kontrasepsi), dan juga pada kehamilan. Garam empedu
dieksresikan dari kandung empedu masuk ke usus, 90%
akan diserap kembali dan lewat vena porta kembali ke hati
dan kantung empedu (sirkulasi enterohepatik). Hambatan
dalam sirkulasi enterohepatik akan mengurangi kadar
garam empedu dalam kandung empedu sehingga terbentuk
batu empedu. Hal ini terjadi pada penyakit Crohn (ileitis
terminalis) atau setelah tindakan reseksi ileum. (12,13)
b) Motilitas Kandung Empedu yang Berkurang
Gallbladder hypomotility atau gangguan motilitas
kandung empedu dapat menyebabkan terbentuknya batu

15
empedu. Salah satu yang merangsang pengosongan
kandung empedu adalah hormon cholecystokinin (CCK)
merupakan sel amine-precursor-uptake (APUD) dari
selaput lendir usus halus duodenum. Kolesistokinin (CCK)
dikeluarkan atas rangsang makanan berlemak atau produk
lipolitik di dalam lumen usus duodenum. Ketika terjadi
stimulasi makanan, maka kandung empedu akan
mengosongkan isinya sekitar 50-70 persen dalam waktu
30-40 menit. Dengan demikian, CCK menyebabkan
terjadinya kontraksi empedu setelah makan. Kandung
empedu akan terisi kembali setelah 60-90 menit, hal ini
berkorelasi dengan berkurangnya level CCK.
Berkurangnya motilitas kandung empedu terjadi pada
puasa yang lama, pemberian nutrisi parenteral yang lama,
pascavagotomi, penderita diabetes, penderita tumor yang
memproduksi somatosatin, atau terapi somatostatin yang
lama. Pada kehamilan juga terjadi penurunan gerakan
kandung empedu. (12,13)
c) Perubahan Absorbsi dan Eksresi Kandung Empedu
Kandung empedu adalah organ yang sangat aktif
dalam absorbsi dan fungsinya adalah mengentalkan dan
mengasamkan empedu. Perubahan dalam absorbsi natrium,
klorida, bikarbonat, air akan mengubah lingkungan saturasi
kolesterol, pembentukan kristal dan presipitasi kalsium.
(12,13)

d) Pembentukan Nidus Dan Kristalisasi


Pembentukan batu baru diawali dengan
pembentukan nidus dan diikuti kristalisasi yang meliputi
nidus itu. Nidus dapat berasal dari pigmen empedu,
mukoprotein, lendir, protein lain, bakteri, atau benda asing
lain. Pertumbuhan batu akan terjadi karena pengendapan

16
kristal kolesterol diatas matriks anorganik dan
kecepatannya ditentukan oleh kecepatan relatif peralutan
dan pengendapan. Statis kandung empedu juga berperan
dalam pembentukan batu. Puasa yang lama akan
menimbulkan empedu yang litogenik akibat statis tadi.(12)

2. Batu Pigmen
Batu pigmen hitam terbentuk dari supersaturasi dari
kalsium bilirubinat, karbonat dan fosfat. Tingkat bilirubin tak
terkonjugasi yang berlebih misalnya pada anemia hemolitik,
meningkatkan bilirubin terkonjugasi, sehingga meningkatkan
pembentukan batu pigmen. Batu coklat terbentuk terutama pada
kandung empedu atau duktus biliaris, biasanya sekunder dari
infeksi bakteri yang disebabkan karena stasis empedu. Kalsium
bilirubinat yang mengedap dan sel- sel bakteri yang mati
membentuk inti dari batu. Bakteri seperti Escherichia coli
mensekresi beta-glucuronidase yang akan memecah bilirubin
glukuronide yang akan menjadi bilirubin tak terkonjugasi.
Bilirubin ini akan mengendap dengan kalsium, bersama dengan
sel-sel bakteri yang mati, akan menjadi batu coklat.(3)

2.3.6 Gejala Klinis


1. Asimptomatik/Silent Batu Empedu
Sebanyak 75% orang yang memiliki batu empedu tidak
menimbulkan gejala, sebagian besar gejala timbul jika batu
menyumbat aliran empedu yang terjadi jika batu yang kecil
melewati duktus koledokus sehingga terjadi peningkatan tekanan
intraluminal sebagai mekanisme kontraksi kantung empedu untuk
mengeluarkan hambatan tersebut.(13, resiko) pada silent batu
empedu pasien tidak mengalami nyeri bilier atau komplikasi
seperti kolesistitis akut, kolangitis, atau pankreatitis. Biasanya

17
silent batu empedu baru ditemukan saat penderita melakukan USG
perut karena alasan lain, namun silent batu empedubisa memiliki
gejala dalam 5-20 tahun setelah diagnosis.(2)
2. Batu Empedu Simptomatik
Penting untuk menentukan gejala mana yang disebabkan
oleh batu empedu dan atau komplikasinya dengan keluhan perut
lain yang tidak spesifik seperti dyspepsia. Gejala khas pada batu
empedu adalah adanya kolik bilier, keluhan ini didefinisikan
sebagai nyeri akut perut bagian atas / epigastrium yang berlangung
secara episodik selama lebih dari 30 menit dengan intensitas
sedang sampai berat dan lebih sering terjadi pada malam hari.
Timbul awal nyeri kebanyakan perlahan-lahan, tetapi pada
sepertiga kasus timbul tiba-tiba. Penyebaran nyeri dapat ke
punggung bagian tengah, skapula, atau ke puncak bahu, disertai
mual dan muntah.(2)

2.3.7 Penegakan Diagnosis


2.3.7.1. Anamnesis
Sebanyak 75% orang yang memiliki batu empedu tidak
menimbulkan gejala sedangkan pada pasien dengan batu empedu
simptomatik memilki gejala khas yaitu kolik bilier. Batu empedu sering
ditemukan secara tidak sengaja pada pemeriksaan USG dan CT Scan
perut. Harus diperhatikan pula faktor-faktor resiko yang dapat
menyebabkan timbulnya batu empedu seperti genetik, usia yang lebih
tua, jenis kelamin perempuan, obesitas, sampai sosialekonomi yang
dapat menjadi faktor resiko.
2.3.7.2 Pemeriksaan fisik
1. Kolesistolitiasis
Kalau ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan
komplikasi, seperti kolesistitis akut dan peritonitis lokal maupun
umum, hydrops kandung empedu, empyema kandung empedu atau

18
pankratitis. Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan
punctum maksimal di daerah dekat anatomi kandung empedu.
Tanda murphy disebut postif apabila nyeri tekan bertambah
sewaktu penderita menarik nafas panjang karena kadung empedu
yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa, dan pasien
kemudian berhenti menarik napas.(8,11,14)
2. Koledokolitiasis
Batu saluran empedu tidak meningglkan gejala atau tanda
dalam fase tenang. Kadang teraba hati agak membesar dan sklera
ikterik. Patut diketahui bahwa kadar bilirubin darah kurang dari 3
mg/dl, gejala icterus tidak jelas. Apabila sumbatan saluran empedu
bertambah berat, baru akan timbul icterus klinis.(8)

2.3.7.3 Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan Laboratorium
Studi laboratorium yang direkomendasikan untuk pasien
dengan dugaan komplikasi batu empedu termasuk hitung darah
lengkap dan pengukuran transaminase hati, bilirubin total, alkaline
phosphatase, amilase, dan kadar lipase. Meskipun pasien dengan
kolesistitis akut sering memiliki leukositosis ringan, tidak adanya
leukositosis tidak mengecualikan diagnosis ini. Temuan Abnormal
pada pengujian fungsi hati juga terjadi pada pasien dengan
kolesistitis, serta pada pasien dengan kolangitis. Peningkatan kadar
amilase dan lipase, atau temuan abnormal pada pengujian fungsi
hati meningkatkan kemungkinan pankreatitis batu empedu. Jumlah
sel darah putih yang tinggi dapat menunjukkan kandung empedu
atau berlubang, atau adanya patologi lainnya. (8)
2. Pencitraan / Radiologi
Tiga metode utama yang digunakan untuk mendiagnosa
penyakit kandung empedu adalah ultrasonografi, nuclear scanning
(Cholescintigraphy), dan oral cholecystography. Dimana USG

19
kandung empedu merupakan pencitraan awal yang
direkomendasikan pada pasien dengan dugaan atau komplikasi
batu empedu.(8,10,15)
a. Ultrasonography Abdomen

Gambar 9. Gambaran USG


USG abdomen menjadi metode yang paling sering
digunakan untuk mendiagnosis batu empedu dan radang
kandung empedu. USG abdomen memiliki spesifitas dan
sensitivitas 90 - 95%, dan dapat mendeteksi batu dengan
ukuran yang kecil (diameter 1,5 - 2mm), serta dapat
memperlihatkan batu pada saluran empedu, diameter
saluran dan mendeteksi tebalnya dinding kandung empedu.
(7,8)

b. Cholescintigraphy

Dalam Cholescintigraphy, seorang pasien disuntik


dengan sejumlah kecil bahan radioaktif tidak berbahaya
yang akan diserap oleh kandung empedu. Isotop teknesium-
99 m, akan terikat dengan radioaktif HIDA (asam
iminodiacetic seperti (asam hati iminodiacetic) atau
DISIDA (disopropyl asam iminodiacetic,) dan akan
diekskresikan ke dalam saluran empedu, yang dapat
memberikan informasi fungsional tentang kontraksi
kandung empedu. Hal ini dapat mendeteksi obstruksi total

20
saluran empedu, tetapi tidak dapat memberikan informasi
anatomi, dan tidak dapat mengidentifikasi batu empedu. Hal
ini memungkinkan penilaian cepat dari fungsi kandung
empedu pada pasien dengan dugaan kolesistitis akut. sinar
gamma yang dipancarkan oleh pelacak digunakan untuk
membuat gambar dari saluran-saluran empedu dan kantong
empedu. Kegagalan pelacak untuk memasuki kandung
empedu menunjukkan obstruksi leher kandung empedu,
seperti yang terjadi pada kolesistitis akut. Cholescintigraphy
memiliki sensitivitas dan spesifisitas sekitar 95% untuk
kolesistitis akut, dalam gejala nyeri perut bagian atas
dengan tanda-tanda peradangan.(16)
c. Oral Cholescystography

Gambar 10. Oral Cholescystography


Oral kolesistografi (OCG) secara historis sering
digunakan untuk diagnosis batu empedu tetapi telah
digantikan oleh USG. OCG dapat digunakan untuk menilai
patensi dari fungsi duktus sistikus dan fungis pengosongan
kandong empedu. Selanjutnya, OCG juga dapat
menggambarkan ukuran dan jumlah batu empedu dan
menentukan apakah mereka kalsifikasi.(7)
Pada oral cholecystography, agen kontras iodinasi
seperti asam iopanoic (Telepaque) diberikan secara oral
sehari sebelum pemeriksaan. Bahan kontras diserap dari

21
usus, diambil oleh hati, terkonjugasi dengan asam
glukuronat, dan disekresi ke empedu, di mana ia
terkonsentrasi di dalam kandung empedu. Hal ini berguna
pada pasien yang telah diduga gejala kandung empedu
tetapi pemeriksaan USG negatif atau samar-samar. Pada
oral cholecystography, kandung empedu dapat terlihat
mengandung batu, polip, atau lumpur, atau mungkin tidak
tervisualisasikan karena bahan kontras diserap melalui
dinding kandung empedu yang meradang atau karena
obtruksi dari duktus sistikus.(16)
Kolesistografi oral akan gagal pada kelainain ileus
paralitik, bila pasien muntah , kadar bilirubin serum diatas 2
mg/dl, obstruksi pylorus, dan hepatitis karena pada keadaan
tersebut kontras tidak mencapai hati. Pemeriksaan
kolesistografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi
kadung empedu.(10)
d. Foto Polos Abdomen

Gambar 11. Foto Polos Abdomen

Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan


gambaran yang khas karena hanya sekitar 10-15 % batu
kandung empedu yang bersifat radioopaque. Foto polos
abdomen dapat mendeteksi adanya batu empedu yang

22
mengandung kalsium yang cukup untuk membuat gambaran
radioopaque. Foto polos abdomen juga dapat digunakan
untuk mendiagnosis kolesistitis, emphysematous, dan ileus
batu empedu. Gambaran foto polos abdomen menunjukkan
dilatasi loop usus kecil dan kepadatan tinggi yang mengarah
kepada batu empedu ( anak panah).(17)

2.3.8 Tata Laksana


1. Medikamentosa
 Chenodeoxycholic acid (CDCA)
Pasien dengan diameter batu <10 mm pengobatan dengan
menggunakan primary tri-hydroxy bile acid dapat dilakukan
dalam 6 bulan sampai 2 tahun. Terapi dengan menggunakan
primary tri-hydroxy bile acid oral pertama kali sukses pada
tahun 1972, dengan menggunakan Chenodeoxycholic acid
(CDCA). Sekarang penggunaan CDCA telah di tinggalkan karena
efek sampingnya yang lebih tinggi, diantaranya peningkatan
enzim hati dalam serum, peningkatan LDL serum, dan diare.
Kemudian CDCA digantikan dengan UDCA dimana UDCA lebih
hidrofilik dan efek toxicnya lebih rendah di bandingkan CDCA,
sehingga UCDA sekarang digunakan sebagai obat litholysis oral
untuk batu empedu dengan ukuran kecil. (17)
 Ursodeoxycholic acid (UDCA)
Batu dengan diameter > 10 mm sulit untuk dihancurkan.
Obat yang digunakan adalah Ursodeoxycholic acid (UDCA), yang
berfungsi menekan sekresi kolesterol oleh hepar dan mencegah
terjadinya pengendapan kolesterol, yang merupakan kunci
utama dalam terbentuknya batu kolesterol. Dosis yang dapat
diberikan adalah 10 - 15 mg / kg BB/ hari. Batu pigmen tidak
responsive terhadap pemberian terpai UDCA, tidak terdapat
terapi medikamentosa terhadap batu pigmen jenis apapun. (7,17)

23
 Tauroursodeoxycholic acid (TUDCA)
Pemberian Tauroursodeoxycholic acid (TUDCA) juga
merupakan rekomendasi untuk kasus ini, dimana TUDCA dan
UDCA sama-sama mengatur sekresi empedu oleh hepar pada
malam hari, sehingga mengurangi sekresi dari empedu jenuh,
dan dapat bertindak sebagai agent litholytic dengan cara
mengurangi ambilan kolesterol di usus. (17)
 Obat golongan statin
Supersaturasi kolesterol merupakan kunci utama
terbentuknya batu kolesterol, dan itu terkait dengan biosintesis
kolesterol, ambilan kolesterol di usus, dan perubahan kolesterol
menjadi HDL. Penggunakan obat untuk menurunkan kolesterol
dapat membantu, yaitu statin. Statin adalah inhibitor kompetitif
dari 3-hydroxy-3-methyl-glutaryl-CoA (HMG-KoA) reduktase,
yang akan membatasi enzim untuk biosintesis kolesterol yang
dapat mengurangi kolesterol empedu. Obat golongan statin yang
dapat digunakan antara lain, simvastatin, lovastatin, pravastatin,
atorvastatin, fluvastatin, dan rosuvastatin. Pada pasien obesitas,
biosintesis kolesterol di hati akan meningkat, maka di perlukan
statin dengan dosis yang leibh besar untuk mengontrolnya. (17)
 Analgetik
Nyeri bilier pada pasien dapat diberikan analgesik,
diantaranya, meperidine yang merupakan analgesik golongan
narkotik, atau non-steroidal anti-inflamatory drugs (NSAID)
seperti ketorolak (IV atau IM) dan ibuprofen (PO)19. Obat lini
kedua yang dapat digunakan adalah antispasmodik
(antikolinergik) seperti hyosine (scopolamine) walaupun
diketahui efektivitas lini kedua lebih rendah dari NSAID. (17)
2. Bedah

Selain tatalaksana medikamentosa terdapat tatalaksana


bedah untuk pasien batu empedu, cholecystectomy merupakan
pilihan utama untuk terapi pada pasien dengan symptomatic batu

24
empedu. Cholecystectomy dapat dilakukan dengan laparoskopi
(laparoscopic cholecystectomi) dengan membuat insisi sebesar < 8
cm atau dengan metode open cholecystectomy. Cholescystectomy
dengan laparoskopi memiliki angka mortalitas sebesar 0,1 - 0,7%.
Jika dibandingkan dengan open cholecystectomi, laparoskopi lebih
efektif, dilihat dari biaya rumah sakit dan lamanya menginap di
rumah sakit. Komplikasi yang ditimbulkan dari terapi operatif salah
satunya adalah cedera pada duktus biliaris.
Angka kemugnkinan terjadinya komplikasi antara
laparoscopic cholecystectomi dengan open cholecystectomi adalah
sama, berkisar antara 0,1 - 0,3% Adapun indikasi dilakukannya
cholescystectomi adalah;
a. gejala yang sering muncul dan berat yang mengganggu
aktivitas pasien
b. adanya komplikasi dari batu empedu diantaranya radang
kandung empedu ( cholecystitis), pancreatitis, fistula batu
empedu
c. adanya penyakit yang meningkatkan faktor komplikasi batu
empedu ( diantaranya, kalsifikasi kandung empedu, serangan
cholesystitis akut sebelumnya ).(1,7)

Sedangkan kontraindikasi dilakukannya laparoscopic


cholecystectomy, yaitu; (18)
a. Kontraindikasi Absolut
Pasien dengan ketidakmampuan mentolerir terhadap bahan
anastesi umum dan pasien dengan keperluan operasi perut
bagian atas secara bersamaan.
b. Kontraindikasi relatif yaitu, pasien dengan gangguan
pembekuan darah (coagulopathy), bekas luka pada perut
bagian atas, radang kandung empedu (acute cholecystitis),
dan batu saluran empedu (choledokolithiasis).

25
Berdasarkan bagan tatalaksana diatas, jika pasien tidak
terdapat keluhan maka dapat dilakukan prophylacic
cholcystectomy dengan indikasi yang telah dijelaskan, namun jika
pasien datang dengan gejala (colic biliay) tatalaksana awal dapat
diberikan analgesik, seperti meperidine (analgesik narkotik kerja
cepat), ketorolac (IM atau IV), ibuprofen (oral), dan scopolamide.
Kemudian apakah terdapat komplikasi dari batu empedu seperti
leukositosis, mual, muntah, ikterik, akut pankreatitis, akut
kolesistitis, cholangitis, perforasi kandung empedu, abses, jika ya
maka segera dilakukan laparoscopic cholecystectomy. Jika tidak
terdapat komplikasi namun nyeri dirasakan terus menerus,
dipertimbangkan dapat dilakukan tindakan bedah atau tidak. Jika
tidak, lihat ukuran batu apakah kurang dari 5mm, jenis batu adalah
kolesterol, dan motilitas dari kandung empedu, jika iya, diberikan
oral litolysis ( UDCA atau TUDCA), namun pasien memiliki risiko
kekambuhan 30 - 50 % dalam 5 tahun. Jika point tadi tidak terdapat
( batu > 5 mm, batu pigmen, batu radiopaq) maka diberikan terapi
simptomatik ataupun bedah emergency.(3)

2.3.9 Komplikasi
1. Cholecystitis
Obstruksi pada duktus sistikus oleh batu dapat
menyebabkan peradangan pada kandung empedu. Peradangan akut
ditandai dengan nyeri bilier yang mendadak dan progresif pada
kuadran kanan atas abdomen, terdapat juga nyeri alih pada
interskapula, bahu atau skapula kanan.(8,14)
2. Empiema
Empiema kandung empedu biasanya hasil dari
perkembangan kolesistitis akut dengan obstruksi duktus sistikus
persisten disertai superinfeksi dari empedu yang stagnan dengan
pembentukan nanah oleh bakteri. Gambaran klinis menyerupai

26
cholangitis dengan demam tinggi; sakit kuadran kanan atas yang
parah dan leukositosis. Empiema kandung empedu memiliki risiko
tinggi terhadap sepsis gram-negatif dan / atau perforasi. Intervensi
bedah dengan cakupan antibiotik yang tepat diperlukan sesegera
setelah terdiagnosis.(7)
3. Hydrops
Hidrops atau Mucocele kandung empedu kemungkinan
akibat dari obstruksi berkepanjangan duktus sistikus, biasanya oleh
kalkulus soliter besar. Dalam hal ini, lumen kandung empedu
terhambat oleh karena pembengkakkan yang progresif secara terus-
menerus, oleh lendir (Mucocele) atau dengan transudat (hydrops)
yang diproduksi oleh sel-sel epitel mukosa. Mudah terlihat, mudah
teraba, dan tidak terdapat nyeri tekan pada masa tersebut yang
terkadang memanjang dari kuadran kanan atas hingga ke fosa
iliaka kanan. Pasien dengan hidrops kandung empedu sering tanpa
gejala, walaupun nyeri kronik kuadran kanan atas juga dapat
terjadi. (7)
4. Ganggraen dan Perforasi
Gangren dari kantong empedu merupakan hasil dari
iskemia dinding dan nekrosis jaringan. Kondisi yang mendasari
sering dikarenakan distensi kandung empedu, vaskulitis, diabetes
mellitus, empiema, atau torsi yang mengakibatkan oklusi arteri.22
Gangren biasanya merupakan predisposisi perforasi kandung
empedu, tetapi perforasi juga dapat terjadi pada kolesistitis kronis
tanpa gejala awal pertanda. Perforasi lokal biasanya disebabkan
adhesi yang dihasilkan oleh peradangan berulang dari kantong
empedu. Superinfeksi bakteri kandung empedu menyebabkan
terbentuknya abses. Kebanyakan pasien diobati dengan
kolesistektomi, tetapi beberapa pasien dengan sakit serius dapat
dikelola dengan cholecystostomy dan drainase abses. (7)

27
2.3.10 Prognosis
Prognosis dari kolelitiasis adalah tergantung pada keberadaan dan tingkat
keparahan komplikasi. Diagnosis dan pembedahan yang cepat, tingkat mortalitas
dan morbiditas penyakit ini sangat kecil. Tingkat mortalitas setelah terapi bedah
adalah kurang daro 0,1%. Seringkali setelah kolesistektomi pasien mengeluh nyeri
persisten atau rekurens, yang biasa disebut syndrome post kolesistektomi. Bila
sudah timbul komplikasi berupa kolesistitis akut, maka prognosis bisa menjadi
dubia atau malam, bahkan tingkat mortalitas dapat lebih dari 50%. Kolesistitis
tanpa kolesistektomi tingkat kekambuhannya sekitar 60% selama 6 tahun.(13)

28
BAB III
KESIMPULAN

Kolelitiasis atau batu empedu adalah deposit kristal empedu yang


ditemukan didalam kandung empedu. Kristal-kristal tersebut dapat tersusun dari
Kristal kolesterol atau Kristal pigmen-pigmen hitam dari kalsium bilirubinat yang
dipolimerisasi yang dapat terletak di saluran empedu atau kantung empedu. Batu
empedu merupakan penyakit akibat deposit kristal empedu didalam kandung
empedu. Geografi dan khususnya etnis memainkan peran besar dalam prevalensi
penyakit batu empedu dan juga jenis batu yang membentuk, Batu empedu dibagi
menjadi dua, batu empedu kolesterol yang merupakan batu empedu tersering pada
negara barat dan batu empedu pigmen yang tersering di Asia. Terdapat bebagai
faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya batu empedu, diantaranya genetic,
usia lebih tua, jenis kelamin perempuan, obesitas, dan lain lain. Batu empedu
biasannya tidak bergejala namun jika terjadi sumbatan pada duktus sistikus
menimbulkan keluhan yang khas yaitu kolik bilier.
Penatalaksanaan utama untuk kolelitiasis baik batu kolesterol maupun batu
pigmen yaitu dengan terapi bedah (kolesistektomi laparoskopi) dengan indikasi
dan kontraindikasi yang telah dijelaskan. Namun apabila terdapat gejala yang
khas seperti nyeri bilier dapat diberikan analgesik.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Gabriel E. Gallstones. Niger J Surg. 2013 Jul-Dec; 19(2): 49–55


2. Stinton LM, Shaffer EA. Epidemiology of Gallblader Disease: Colelithiasis and
Cancer. Gut and Liver. 2012; 6(2):172-87
3. Njeze GE. Gallstone. Nigerian Journal of Surgery. 2013; 19(2): 49–55.
doi:10.4103/1117-6806.119236
4. Nuhadi M., Perbedaan Komposisi Batu Kandung Empedu dengan
BatuSaluran Empedu pada Penderita yang Dilakukan Eksplorasi Saluran
Empedu di RSHS Bandung. Bandung: Rumah Sakit Dokter Hasan
Sakidin, 2011.
5. Snell R. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Jakrta: EGC, 2015: 723-740
6. Sherwood L,. Fisiologi Manusia ed.6. In: Yesdelita, N (editor).
Jakarta:EGC, 2009: 669-75
7. Amirudin R,. Fisiologi dan Biokimia Hati. In: Sudoyo AW, Setiyohadi
B,Alwi I, Simadibrata M K, Setiati S, et all (editor). Buku Ajar Ilmu
PenyakitDalam edisi V jilid 1. Jakarta: InternaPublishing, 2009: 627-33.
8. Abraham S, Riveri H, Erlikh I, et al. Surgical and Nonsurgical
Management of Gallstones. American Family Physician. 2014;
89(10):795-802
9. Dejong S. Buku Ajar Ilmu Bedah Sistem Organ dan Tindak
Bedahnya.Jakarta: EGC,2017: 682-703
10. Kim IS, Myung S, Lee S, et al. Classification and Nomenclature of
Gallstones Revisited. Yonsei Medical J. 2003; 44(4): 561-70
11. Abbruzzese J, Adamson JW,Atala A, Arrude V, Austen F, Balon BR,
Baden LR, et all. Harrison’s Principles of Internal Medicine 19th Edition,
ed. Kaspel D, Hauser SL., Jameson JL, Fauci AS, Longu DL, Loscalzo J.
USA:McGraw-Hill Education, 2012: 2075-80.
12. Ginting S. A Description Characteristic Risk Factor of the
KolelitiasisDisease in the Columbia Asia Medan Hospital 2011. Jurnal
Darma Agung2011; 38-45.

30
13. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakitedisi 6. In: Pendit BU, Hartanto H, Susi N, Wulansar P. Mahanani
DA(editor). Jakarta: EGC, 2012: 502-3.
14. Guzmán CMN, Contreras MEM, Sánchez MF, Corona JL. Gallstone ileus.
Clinical Presentation, Diagnostic and Treatment Approach. World J
Gastrointest Surg. 2016; 8(1): 65-76. DOI: 10.4240/wjgs.v8.i1.65
15. Gagola PCD, Timban JFJ, Ali RH. Gambaran Ultrasonography Batu
Empedu pada Pria dan Wanita di Bagian Radiologi FK UNSRAT BLU
RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado Periode Oktober 2012 - Oktober
2014. Jurnal e-Clinic. 2015; 3(1): 428-33.
16. Bartoff G, Michael Y. Chen M, David F. Galbladder stones: imagingand
intervention. Radiographics 2000;20:751-766
17. Njeze GE. Gallstone. Nigerian Journal of Surgery. 2013; 19(2): 49–55.
doi:10.4103/1117-6806.119236
18. Ciaula AD, Wang D, Wang H, Bonfrate L, Portincasa P. Targets for
Current Pharmacological Therapy in Cholesterol Gallstone Disease.
Gastroenterol Clin North Am. 2010; 39(2): 245-67.
doi:10.1016/j.gtc.2010.02.005.

31

Anda mungkin juga menyukai