Anda di halaman 1dari 19

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Kista adalah pembesaran suatu organ yang didalamnya berisi cairan seperti

balon yang berisi air. Pada wanita organ yang paling sering terjadi kista adalah

indung telur. Tidak ada keterkaitan apakah indung telur kiri atau kanan

(Evianggarini, 2009).

Endometriosis adalah kelainan ginekologik jinak yang sering diderita oleh

perempuan usia reproduksi yang ditandai dengan adanya glandula dan stroma

endometrium diluar letaknya yang normal. Endometriosis sering di dapatkan pada

peritoneum pelvis tetapi juga didapatkan pada ovarium, septum rektovaginalis,

ureter, tetapi jarang pada vesika urinaria, pericardium , dan pleura. Endometriosis

merupakan penyakit yang pertumbuhannya tergantung pada hormone estrogen

(Sarwono, 2011).

Kista endometriosis adalah kista yang tumbuh di permukaan ovarium atau

menyerang bagian dalam ovarium dan membentuk kista berisi darah yang disebut

sebagai kista endometriosis atau kista coklat. Kista ini disebut kista coklat karena

terdapat penumpukan darah berwarna merah coklat hingga gelap. Kista ini bisa

berukuran kecil seukuran kacang dan bisa tumbuh lebih besar dari buah anggur.

Kista endometriosis sebenarnya salah satu jenis kista yang tidak ganas dan bukan

merupakan tumor sejati. Meskipun bukan kista ganas, kista endometriosis perlu

diwaspadai karena 26 persen dari kasus kista endometriosis dapat berlanjut

menjadi kanker (Evianggarini, 2009).


5

Gambar 2.1. Kista endometrium

2.2 Etiologi

Penyebabnya tidak diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa mekanisme

yang mungkin berperan penting dalam bidang ginekologi, menyerang 10%­20%

wanita   yang   masih   mengalami   menstruasi.   Ditemukan   pada   30%­45%   wanita

infertile (Benson, 2008). Penyebab kista endometriosis masih terus dikembangkan

oleh   banyak   peneliti,   namun   beberapa   penyebab   kista   endometriosis   menurut

Hacker (2001) antara lain: 

1. Gangguan pembentukan hormon pada hipotalamus hipofise (organ yang 

mengatur pembentukan hormon pada manusia) 

2. Gangguan pembentukan hormon indung telur 

3. Darah menstruasi masuk kembali ke saluran telur (tuba falopi) dengan 
6

membawa   jaringan   (endometrium)   dari   lapisan   dinding   rahim   sehingga

jaringan tersebut menetap dan tumbuh di luar rahim. 

Menurut Kusuma (2009), terjadinya penyebaran endometriosis ke 

berbagai tempat dapat dijelaskan sebagai berikut : 

a.  Teori Regurgitasi Sampson 

Darah   menstruasi   mengalir   kedalam   kavum   abdomen   melalui   tuba,   sel

endometrium   dapat   tertanam   tumbuh   dan   hidup.   Rangsangan   hormonal

berpengaruh sehingga terjadi proses mengikuti siklus menstruasi. 

b. Teori Metaplasia Meyer

Sel yang berasal dari selom tumbuh dan menerima rangsangan hormonal

estrogen   dan   progesterone.   Sel   mengalami   metaplasi   menjadi   jaringan

endometrium dan mengikuti siklus menstruasi. 

c. Penyebaran secara Limfogen dari Halban

Sel   endometrium   masuk   ke   sirkulasi   aliran   limfa   dan   menyebar   pada

beberapa   tempat.   Sel   hidup   dan   mendapatkan   rangsangan   estrogen   dan

progesterone dalam proses siklus menstruasi. 

d. Penyebaran mengikuti aliran darah 

e. Penempelan kembali sel endometrium 
7

Dapat   menerangkan   tumbuh   kembangnya   sel   endometrium   pada   bekas

operasi seksio sesaria atau episiotomi. 

2.3 Gejala Klinis

a.  Gejala Umum, menurut Hadibroto(2007),yaitu: 

1. Nyeri hebat dibagian perut dan sekitar panggul yang terjadi sebelum

atau   awal   dari   siklus   haid,   sehingga   membuat   pasien   tidak   berdaya

(pingsan), tetapi tidak sampai mengancam nyawa. 

2. Nyeri   tekan   pada   sendi   yang   disertai   dengan   kelelahan   sehingga

membuat tidak nyaman. 

3. Perdarahan pada anus sewaktu buang air besar, disebabkan tumbuhnya

implan   endometrium   pada   usus   besar   (kolon),   atau   pada   saluran

kencing bila kasus endometriosisnya sudah parah. 

4. Gangguan   silkus   haid   berupa   bercak­bercak   menjelang   haid   dan

perdarahan rahim yang tidak seharusnya terjadi.

5. Gejala   yang   masih   sering   mengundang   perdebatan   adalah   masalah

infertilitas   (kemandulan)   akibat   dari   penyempitan   dan   tersumbatnya

saluran indung telur sampai di rahim.

b. Gejala selanjutnya dikemukakan oleh Benson (2008) yaitu: 

1. Nyeri Pelvik
8

Nyeri panggul merupakan tanda utama endometriosis, dengan cirri khas

nyeri   bersifat   kronis   dan   berulang,   timbul   sebagai   dismenore.   Nyeri

biasanya terjadi 24­48 jam sebelum menstruasi dan mereda beberapa

saat   setelah   timbul   menstruasi.   Gejala­   gejala   pelvis   lainnya   adalah

kejang yang berat, rasa berat pada panggul dan tekanan pada pelvis. 

2. Infertilitas

Endometriosis   didiagnosis   hampir   dua   kali   lebih   sering   pada   wanita

infertile   dibandingkan   wanita   fertile.   Karena   itu   endometriosis   harus

dicurigai pada setiap kasus infertilitas. 

3. Perdarahan Abnormal

Perdarahan abnormal, tidak berhubungan dengan anovulasi, terjadi pada

15%­20% wanita dengan endometriosis. Gambaran yang khas adalah

perdarahan   berupa   bercak   premenstruasi   atau   menoragi   atau   bisa

keduanya. 

Pada penderita endometriosis tiga puluh sampai empat puluh persen wanita

menderita infertilitas. Menurut Rubin kemungkinan untuk hamil pada wanita

dengan endometriosis ialah kurang lebih separuh dari wanita biasa. Faktor penting

yang menyebabkan infertilitas pada endometriosis adalah apabila mobilitas tuba


9

terganggu karena fibrosis dan perlekatan jaringan disekitarnya. Pada pemeriksaan

ginekologik, khususnya pada pemeriksaan vagino-rekto- abdominal, ditemukan

pada endometriosis ringan benda-benda padat sebessar butir beras sampai butir

jagung di kavum Douglasi dan pada ligamentum sakrouterinum dengan uterus

dalam retrofleksi dan terfiksasi. Ovarium mula-mula dapat diraba sebagai tumor

kecil, akan tetapi bisa membesar sampai sebesar tinju. Tumor ovarium seringkali

terdapat bilateral dan sukar digerakkan (Sarwono, 2011).

2.4. Patofisiologi

Endometriosis dipengaruhi oleh faktor genetik. Wanita yang memiliki ibu

atau   saudara   perempuan   yang   menderita   endometriosis   memiliki   resiko   lebih

besar terkena penyakit ini juga. Hal ini disebabkan adanya gen abnormal yang

diturunkan   dalam   tubuh   wanita   tersebut.  Gangguan   menstruasi   seperti

hipermenorea dan menoragia dapat mempengaruhi sistem hormonal tubuh. Tubuh

akan memberikan respon berupa gangguan sekresi estrogen dan progesteron yang

menyebabkan   gangguan   pertumbuhan   sel   endometrium.   Sama   halnya   dengan

pertumbuhan   sel   endometrium   biasa,   sel­sel   endometriosis   ini   akan   tumbuh

seiring   dengan   peningkatan   kadar   estrogen   dan   progesteron   dalam   tubuh

(Sarwono 2011). 

Faktor   penyebab   lain   berupa   toksik   dari   sampah­sampah   perkotaan

menyebabkan mikoroorganisme masuk ke dalam tubuh. Mikrorganisme tersebut

akan  menghasilkan  makrofag   yang menyebabkan  resepon  imun  menurun  yang


10

menyebabkan   faktor   pertumbuhan   sel­sel   abnormal   meningkat   seiring   dengan

peningkatan   perkembangbiakan   sesl   abnormal   (Sarwono   2011).  Jaringan

endometirum   yang   tumbuh   di   luar   uterus,   terdiri   dari   fragmen   endometrial.

Fragmen endometrial tersebut dilemparkan dari infundibulum tuba falopii menuju

ke   ovarium   yang   akan   menjadi   tempat   tumbuhnya.   Oleh   karena   itu,   ovarium

merupakan bagian pertama dalam rongga pelvis yang dikenai endometriosis. 

Sel endometrial ini dapat memasuki peredaran darah dan limpa, sehingga sel

endomatrial ini memiliki kesempatan untuk mengikuti aliran regional tubuh dan

menuju   ke   bagian   tubuh   lainnya.  Dimanapun   lokasi   terdapatnya,   endometrial

ekstrauterine ini dapat dipengaruhi siklus endokrin normal. Karena dipengaruhi

oleh   siklus   endokrin,   maka   pada   saat   estrogen   dan   progesteron   meningkat,

jaringan   endometrial   ini   juga   mengalami   perkembangbiakan.   Pada   saat   terjadi

perubahan kadar estrogen dan progesteron lebih rendah atau berkurang, jaringan

endometrial ini akan menjadi nekrosis dan terjadi perdarahan di daerah pelvic. 

Perdarahan  di daerah  pelvis  ini  disebabkan  karena iritasi  peritonium  dan

menyebabkan   nyeri   saat   menstruasi   (dysmenorea).   Setelah   perdarahan,

penggumpalan  darah di pelvis  akan menyebabkan adhesi/perlekatan  di dinding

dan permukaan pelvis. Hal ini menyebabkan nyeri, tidak hanya di pelvis tapi juga

nyeri pada daerah permukaan yang terkait, nyeri saat latihan, defekasi, BAK dan
11

saat melakukan hubungan seks.  Adhesi juga dapat terjadi di sekitar uterus dan

tuba   fallopii.   Adhesi   di   uterus   menyebabkan   uterus   mengalami   retroversi,

sedangkan   adhesi   di   tuba   fallopii   menyebabkan   gerakan   spontan   ujung­ujung

fimbriae untuk membawa ovum ke uterus menjadi terhambat. Hal­hal inilah yang

menyebabkan terjadinya infertil pada endometriosis.

2.5 Faktor Resiko

Kemungkinan terjadinya kista endometriosis pada seorang wanita dimulai

pada saat mereka memulai masa pubernya, atau saat pertama mendapatkan haid

hingga masa berakhirnya haid (menopause). Sebelumnya, dengan mengandalkan

pemeriksaan kasat mata untuk mendiagnosa gejala endometriosis tahap lanjut

yang sudah parah, usia penderita terdeteksi pada rentang 35-40 tahun. Dengan

semakin majunya alat pendeteksian (dengan adanya fasilitas Laparoskopi), usia

tipikal penderita pada saat didiagnosa bergeser menjadi 25-30 tahun (Hadibroto,

2007).

Menurut Hadibroto (2007), resiko wanita yang terkena kista endometriosis

menurut tipikal usianya tampak sebagai berikut :

1. Resikonya meningkat mulai masa puber hingga mencapai puncaknya pada

usia 40 tahun.

2. Resikonya menurun setelah usia 40 tahun.

3. Kemungkinan resiko itu menjadi semakin kecil ketika usia mencapai

menopause.

2.6 Diagnosis
12

a. Anamnesis

Keluhan utama pada endometriosis adalah nyeri. Nyeri pelvik kronis yang

disertai infertilitas juga merupakan masalah klinis utama pada endometriosis.

Endometrium pada organ tertentu akan menimbulkan efek yang sesuai dengan

fungsi organ tersebut, sehingga lokasi penyakit dapat diduga. Riwayat dalam

keluarga sangat penting untuk ditanyakan karena penyakit ini bersifat diwariskan.

Kerabat jenjang   pertama   berisiko   tujuh   kali   lebih   besar   untuk   mengalami   hal

serupa. Endometriosis juga lebih mungkin berkembang pada saudara perempuan

monozigot daripada dizigot (Evianggarini, 2009). 

b. Pemeriksaan Fisik Umum

Endometriosis   eksterna   biasanya   teradi   pada   serviks   dan   berhubungan

dengan   peningkatan   frekuensi   endometriosis   interna.   Endometriosis   eksterna

lainnya   biasanya   itrogenic,   terjadi   pada   insisi   pembedahan.   Pada   pemeriksaan

fisik,   secara   klasik   endometriosis   menyebabkan   timbulnya   noduler   yang   nyeri

tekan   pada   ligamentum   terosakrum.   Dengan   berkembangnya   penyakit,   uterus

menjadi retroversi dan terfiksir, biasanya dengan parut dibagian posterior cul­de­

sac dan terdapat nyeri tekan. Ovarium dapat membesar (jarang yang simetris),

lunak   dan   terfiksir   ke   struktur   didekatnya   (misalnya   ligamentum   latum   atau

dinding samping pelvis lateral). Pada kasus­kasus lanjut, struktur panggul menjadi

kaku dan tidak fleksibel (Benson, 2008). 
13

Berdasarkan keterangan yang diberikan oleh dr.Abdul Rauf, Sp.OG, ada dua

jenis   endometriosis   yaitu   endometriosis   interna   dan   endometriosis   eksterna.

Endometriosis Interna adalah endometriosis yang masih berada di dalam batas­

batas rahim. Sedangkan endometriosis eksterna adalah endometriosis yang berada

di luar rahim (Evianggarini, 2009). 

c. Diagnosis Laparoskopi

Merupakan baku emas yang harus dilakukan untuk menegakkan diagnosis

endometriosis, dengan pemeriksaan visualisasi langsung ke rongga abdomen,yang

mana pada banyak kasus sering dijumpai jaringan endometriosis tanpa adanya

gejala klinis (Evianggarini, 2009).

Laparoskopi biasanya digunakan untuk memastikan diagnosis

endometriosis. Biopsi endometrium dari tempat implantasi tertentu akan

memperlihatkan gambaran patologi yang khas. Meskipun demikian tidak

diperlukan untuk melengkapi diagnosis, tindakan ini berguna untuk terapi

berikutnya dan menentukan prognosis secara keseluruhan (Benson, 2008).

Invasi jaringan endometrium paling sering dijumpai pada ligamentum

sakrouterina, kavum douglasi, fossa ovarika, dan dinding samping pelvik yang

berdekatan. Selain itu juga dapat ditemukan di daerah abdomen atas, permukaan

kandung kemih dan usus. Penampakan klasik dapat berupa jelaga biru-hitam

dengan keragaman derajat pigmentasi dan fibrosis di sekelilingnya. Warna hitam

disebabkan timbunan hemosiderin dari serpih haid yang terperangkap,

kebanyakan invasi ke peritoneum berupa lesi-lesi atipikal tak berpigmen berwarna


14

merah atau putih. Diagnosis endometriosis secara visual pada laparoskopi tidak

selalu sesuai dengan pemastian histopatologi meski penderitanya mengalami nyeri

pelvik kronik. Endometriosis yang didapat dari laparoskopi sebesar 36%, ternyata

secara histopatologi hanya terbukti 18% dari pemeriksaan histopatologi

(Evianggarini, 2009).

2.7 Diagnosa Banding

1. Mioma Uteri
Mioma uteri, dikenal juga dengan sebutan fibromioma, fibroid, atau

leiomioma merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot polos uterus dan

jaringan ikat yang menumpanginya. Mioma uteri berbatas tegas, tidak berkapsul,

dan berasal dari otot polos jaringan fibrous sehingga mioma uteri dapat

berkonsistensi padat jika jaringan ikatnya dominan, dan berkonsistensi lunak jika

otot rahimnya yang dominan (Sozen, 2000). Etiologi pasti belum diketahui, tetapi

terdapat korelasi antara pertumbuhan tumor dengan peningkatan reseptor

estrogen-progesteron pada jaringan mioma uteri, serta adanya faktor predisposisi

yang bersifat herediter dan faktor hormon pertumbuhan dan Human Placental

Lactogen.
Keluhan yang diakibatkan oleh mioma uteri sangat tergantung dari lokasi,

arah pertumbuhan, jenis, besar dan jumlah mioma. Hanya dijumpai pada 20-50%

saja mioma uteri menimbulkan keluhan, sedangkan sisanya tidak mengeluh

apapun. Hipermenore, menometroragia adalah merupakan gejala klasik dari

mioma uteri. Adapun keluhan lain diantaranya masa di perut bawah, perdarahan

abnormal, pressure effects ( efek tekenan ), nyeri perut, penurunan kesuburan dan

abortus.
2. Adenomiosis
15

Adenosiosis adalah penyakit jinak uterus yang dicirikan dengan adanya

kelenjar stroma endometrium ektopik dalam myometrium. Hal ini terjadi akibat

rusaknya batas antara stratum basalis endometrium dengan miometrium sehingga

kelenjar endometrium dapat menembus miometrium. Kemudian terbentukalah

kelenjar intramiometrium ektopik yang dapat menyebabkan hipertrofi dan

hyperplasia miometrium (difus atau local). Pemicu terjadinya peristiwa ini sampai

sekarang masih belum jelas. Adapaun untuk gejala klinis pada adenomiosis yaitu

perdarahan uterus abnormal, dismenorea dan gejala penekanan pada vesica

urinaria dan usus dari uterus bulky


3. Kista ovarium
Kista folikel adalah kista yang sering ditemukan di ovarium dan biasanya

berukuran sedikit lebih besar (3-8 cm) dari folikel praovulasi (2,5 cm). kista ini

terjadi karena kegagalan proses ovulasi (LH surge) dan kemudian cairan

intrafolikel tidak diabsorbsi kembali. Pada beberapa keadaan, kegagalan ovulasi

juga dapat terjadi secara artificial dimaan gonadrotropin diberikan secara

berlebihan untuk menginduksi ovulasi. Kista ini dapat menimbulkan gejala yang

spesifik. Jarang seklai terjadi torsi, rupture atau perdarahan. Kebanyakan wanita

yang memiliki kista ovarium tidak memiliki gejala. Namun kadang – kadang kista

dapat menyebabkan beberapa masalah seperti :


1. Bermasalah dalam pengeluaran urin secara komplit
2. Nyeri selama hubungan seksual
3. Masa di perut bagian bawah dan biasanya bagian – bagian organ tubuh lainnya

sudah terkena.
4. Nyeri hebat saat menstruasi dan gangguan siklus menstruasi
5. Wanita post monopouse : nyeri pada daerah pelvik, disuria, konstipasi atau

diare, obstruksi usus dan asietas.

2.8 Patologi
16

Dimanapun lokasinya, endometrium ektopik yang dikelilingi stroma

mengadakan implantasi dan membentuk kista kecil yang berespon terhadap

sekresi estrogen dan progesterone secara siklik, sama seperti yang terjadi di dalam

endometrium uteri. Selama menstruasi, terjadi perdarahan di dalam kista. Darah,

jaringan endometrium dan cairan jaringan terperangkap didalam kista tersebut.

Pada siklus berikutnya, cairan jaringan dan plasma darah diabsorbsi,

sehingga meninggalkan darah kental berwarna gelap. Siklus ini terjadi berulang

setiap bulan dan lambat laun kista membesar berisikan darah kental berwarna

coklat. Ukuran maksimal kista tergantung pada lokasinya. Kista kecil mungkin

tetap kecil tetap kecil atau diserang makrofag dan menjadi lesi fibrotic kecil. Kista

ovarium (endometriomata) cenderung lebih besar dari pada kista lainnya, tetapi

biasanya tidak lebih besar dari pada jeruk berukuran sedang. Ketika kista tumbuh,

tekanan internal mungki merusak dinding endometrium yang aktif, sehingga kista

tidak berfungsi lagi. Tidak jarang terjadi rupture atau kebocaran materi dari kista

yang kecil pun. Darah kental yang keluar sangat iritatif dan mengakibatkan

perlengkapan multiple di sekeliling kista. Endometrium ektopik dan sel stroma

juga cenderung menginfiltrasi jaringan disekitarnya, sehingga menyebabkan lebih

banyak perlengkatan dan fiksasi pada panggul, jika ada kista ovarium yang

menyerupai endometrioma tetapi tidak ada perlengkatan, diagnostiknya tidak

mungkin endometriosis ( Derek Llewellyn, 2001 ).

2.9 Klasifikasi

Klasifikasi endometriosis yang digunakan saat ini adalah menurut American

Society For Reproductive Medicine yang telah direvisi pada tahun 1996 yang
17

berbasis pada tipe, lokasi, tampilan, kedalaman invasi lesi, penyebaran penyakit

dan perlengkatan (Sarnowo, 2011).

Bedasarkan visualisasi rongga pelvis pada endometriosis, dilakukan

penelitian terhadap ukuran, lokasi pada kedalaman invasi, keterlibatan ovarium

dan densitas dari perlekatan. Dengan perhitungan ini didapatkan nilai-nilai dari

skoring yang kemudian jumlahnya berkaitan dengan derajat klasifikasi

endometriosis, yaitu

1. Nilai 1-4 adalah minimal (stadium I)

2. Nilai 5-15 adalah ringan (stadium II)

3. Nilai 16-40 adalah sedang (stadium III)

4. Nilai > 40 adalah berat (stadium IV) (Sarnowo, 2011)

Endometrium 1 cm Nilai 3 cm
1-3 cm
Perineum : superficial 1 2 4
dalam 2 4 6
Ovarium : kiri : superficial 1 2 4
Dalam 4 16 20
Ovarium :kanan : superficial 1 2 4
dalam 4 16 20
Perletakan 1/3 1/3-2/3 2/3
bagian bagian bagian
18

Ovarium : kanan : tipis 1 2 4


Tebal 4 8 16
Ovarium : kiri : tipis 1 2 4
Tebal 4 8 16
Tuba : Kanan : tipis 1 2 4
Tebal 4 8 16
Tuba : kiri : tipis 1 2 4
Tebal 4 8 16

Kavum Douglasi sebagian Seluruhnya


4 40

2.10 Komplikasi

Komplikasi dari endometriosis sering berhubungan dengan adanya fibrosis

dan jaringan parut yang tidak hanya berefek pada organ yang terkena, namun juga

dapat menyebabkan obstruksi kolon dan ureter. Ruptur dari endometrium dan juga

dihasilkannya   zat   berwarna   cokelat   yang   sangaat   ringan   iritan   juga   dapat

menyebabkan   peritonitis.   Meskipun   jarang,   lesi   endometrium   dapat   berubah

menjadi   malignan   dan   paling   sering   terjadi   pada   kasus   endometriosis   yang

berlokasi di ovarium.

2.11 Penatalaksanaan

Pengobatan   endometriosis   sulit   mengalami   penyembuhan   karena   adanya

risiko   kekambuhan.   Tujuan   pengobatan   endometriosis   lebih   disebabkan   oleh

akibat dari endometriosis tersebut, seperti nyeri panggul dan infertilitas. Terapi
19

hormonal   disarankan   ketika   rasa   sakit   mengganggu   bekerja   atau   sehari­hari,

karena terapi ini biasanya mengurangi nyeri panggul dan dyspareunia lebih dari

80% perempuan yang menderita endometriosis. Terapi hormon tidak efektif untuk

endometriuma   ovarium   besar   yang   memerlukan   operasi.   Operasi   juga   dapat

diindikasikan ketika pengobatan medis tidak berhasil atau ketika kondisi medis

melarang penggunaan terapi hormon.

1. Pengobatan Simptomatik

Pengobatan   dengan   memberikan   antinyeri   seperti   paracetamol,   asam

mefenamat   dan   Non   Steroidal   Anti   Inflamantory   Drugs   (NSAID)   seperti

ibuprofen.

2. Kontrasepsi Oral

Penanganan terhadap endometriosis dengan pemberi pil kontrasepsi dosis

rendah.   Tujuan   pengobatan   ini   adalah   induksi   amenorea,   dengan   pemberian

berlanjut selama 6­12 bulan. Membaiknya gejala dismenorea dan nyeri panggul

dirasakan oleh 60­95% pasien.

3. Progestin

Progestin adalah obat sintetis  yang memiliki aktivitas progesteron seperti

pada   endometrium.   Progestin   memungkin   efek   anti   endometriosis   dengan

menyebabkan desisualisasi awal pada jaringan endometrium dan diikuti dengan
20

atrofi. Progestin digunakan untuk mengurangi nyeri panggul endometriosis. Efek

samping yang umum dari terapi progestin adalah perdarahan uterus yang tidak

teratur, peningkatan berat badan, retensi air, nyeri payudara, sakit kepala, mual,

dan perubahan mood, terutama depresi ( Sarnowo, 2011)

4. Gonadotropin Releasing Hormone Agonist (GnRHa)

GnHRa menyebabkan sekresi terus­menerus FSH dan LH sehingga hipofisa

mengalami   disensitisasi   dengan   menurunnya   sekresi   FSH   dan   LH   mencapai

keadaan hipogonadotropik hipogonadisme, dimana ovarium tidak aktif sehingga

tidak terjadi siklus haid (Sarnowo, 2011).

2.12  Prognosis

Pada kasus endometriosis, salah satu yang terpenting adalah penderita harus

diberikan   konseling   dan   pengertian   tentang   penyakit   yang   dideritanya   secara

tepat.   Pasien  harus  diberi   pengertian  bahwa  pengobatan   yang diberikan  belum

tentu   dapat   menyembuhkan,   kecuali   perempuan   sudah   menopause.   Setelah

diberikan penanganan bedah konservatif, angka kesembuhan 10­20 % pertahun.

Endometriosis sangat jarang menjadi ganas (Sarwono, 2011).
21
5

Anda mungkin juga menyukai