Anda di halaman 1dari 61

Laporan Kasus

VOMITUS PADA ANAK

Diajukan sebagai Salah Satu Tugas dalam Menjalani


Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Anak
BLUD RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

Disusun oleh:
CUT RADITA MILATI
1607101030099

Pembimbing:
Dr. dr. Sulaiman Yusuf, Sp. A (K)

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BLUD RSUD Dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus
yang berjudul “Vomitus pada Anak”. Shalawat beserta salam kepada Nabi
Muhammad SAW yang telah membimbing manusia dari alam kebodohan ke alam
yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Laporan kasus ini ditulis sebagai salah satu tugas dalam menjalankan
Kepaniteraan Klinik Senior Pada Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Unsyiah Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin, Banda Aceh.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. dr. Sulaiman Yusuf, Sp. A
(K) selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan arahan
dan bimbingan dalam menyelesaikan penulisan laporan kasus ini.
Penulis menyadari laporan kasus ini masih sangat banyak kekurangan
maka untuk itu penulis harapkan kepada semua pihak agar dapat memberikan
kritik dan saran agar penulisan laporan kasus dapat menjadi lebih baik di
kemudian hari.
Penulis juga berharap penyusunan laporan kasus ini dapat bermanfaat
bagi penulis sendiri dan juga bagi para pembaca, agar laporan kasus ini dapat
dijadikan bahan belajar dan pengembangan ilmu pengetahuan.

Banda Aceh, September 2017


Penulis

Cut Radita Milati

i
ii

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 3
2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Gastrointestinal ........................................ 3
2.2 Vomitus .................................................................................................... 5
2.2.1 Definisi ............................................................................................5
2.2.2 Epidemiologi ...................................................................................6
2.2.3 Etiologi ............................................................................................6
2.2.4 Patofisiologi ....................................................................................6
2.2.5 Manifestasi Klinis ...........................................................................8
2.2.6 Diagnosis ........................................................................................9
2.2.7 Tatalaksana .................................................................................. 11
2.2.8 Komplikasi .................................................................................... 13
2.2.9 Pencegahan ................................................................................... 14
2.2.10 Prognosis ....................................................................................... 15
2.3 Dehidrasi Ringan Sedang ........................................................................ 15
2.4 Gizi Buruk Tipe Marasmus ..................................................................... 21
BAB III LAPORAN KASUS .............................................................................. 27
3.1 Identitas Pasien ........................................................................................ 27
3.2 Anamnesis ............................................................................................... 27
3.3 Pemeriksaan Fisik.................................................................................... 30
3.4 Pemeriksaan Penunjang ........................................................................... 34
3.5 Diagnosa .................................................................................................. 36
3.6 Tatalaksana .............................................................................................. 37
3.7 Planning ................................................................................................... 37
3.8 Prognosis ................................................................................................. 37
3.9 Follow Up ................................................................................................ 38
BAB IV PEMBAHASAN.................................................................................... 42
BAB V KESIMPULAN ...................................................................................... 48
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 49

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Muntah pada anak merupakan keadaan yang cukup merisaukan orang tua
dan mendorong mereka sesegera mungkin mencari pertolongan untuk
mengatasinya. Secara medis muntah dapat merupakan manifestasi berbagai
penyakit yang berbahaya, baik gastrointestinal maupun di luar gastrointestinal,
juga dapat menimbulkan berbagai akibat yang serius seperti perdarahan lambung,
dehidrasi, gangguan ingesti makanan, gangguan keseimbangan elektrolit seperti
hipokalemia, hiponatremia, alkalosis dan hipokloremia, gagal tumbuh kembang
dan bila muntah terus berulang dapat menimbulkan komplikasi Mallory-Weiss
tear of the gastro-esophageal epithelial junction dan robekan esophagus
(Boerhave’s syndrome). (buku merah)
Muntah harus dibedakan dari posseting, ruminasi, regurgitasi dan refluks
gastroesofageal (RGE). Muntah berulang (cylic vomiting) juga sering dipengaruhi
oleh faktor psikologis dan biasanya didahului oleh faktor yang menggelisahkan
atau menggembirakan yang berlebihan, misalnya saat marah, sesudah dihukum di
sekolah, saat hari libur, pesta ulang tahun dan sebagainya. Muntah merupakan
keadaan yang kompleks, terkoordinir di bawah kontrol syaraf dan yang terpenting
adalah mengetahui keadaan muntah yang bagaimana yang memerlukan penilaian
dan pemeriksaan yang seksama.(buku merah)
Muntah didefenisikan sebagai dikeluarkannya isi lambung melalui mulut
secara ekspulsif melalui mulut dengan bantuan kontraksi otot-otot perut. Usaha
untuk mengeluarkan isi lambung akan terlihat sebagai kontraksi otot perut.
Sedangkan RGE didefenisikan sebagai kembalinya isi lambung ke dalam esofagus
tanpa terlihat adanya usaha dari anak, dapat disebabkan oleh hipotoni sfingter
esophagus bagian bawah, posisi abnormal sambungan esophagus dengan kardia,
atau pengosongan isi lambung yang padat. Apabila bahan dari lambung tersebut
dikeluarkan melalui mulut, makan keadaan ini disebut regurgitasi. (kak rika 6,10).
Pengeluaran makanan secara sada untuk dikunyah kemudian ditelan kembali
disebut ruminasi.(kak rika 1,2,7)
Muntah akut merupakan gejala yang sering terjadi pada kasus abdomen
akut dan infeksi intra maupun ekstra gastrointestinal, sedangkan muntah

1
2

kronis/berulang sering merupakan faktor yang penting dari gambaran klinik suatu
penyakit. Karena penyakit yang mendasari muntah kronik/berulang sering tidak
jelas, maka muntah kronik/berulang sering disebut unexplained chronic vomiting.
Belum terdapat batasan yang jelas untuk muntah kronik, tetapi batasan muntah
kronik sering disamakan dengan batasan diare kronik, yaitu muntah yang
berlangsung lebih dari dua minggu.(buku merah)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Gastrointestinal

2.1.1 Gaster
Gaster (lambung) merupakan bagian saluran pencernaan yang mempunyai
tiga fungsi: (a) menyimpan makanan, (b) mencampur makanan dengan getah
lambung untuk membentuk chymus setengah cair, dan (c) mengatur kecepatan
pengiriman chymus ke usus halus sehingga dapat berlangsung pencernaan dan
absorpsi yang efisien.7
Gaster terdiri dari tiga bagian yaitu fundus, corpus dan pylorus, serta
mempunyai 2 ostium yaitu ostium cardiacum dan ostium pyloricum. Ostium
cardiacum merupakan tempat esofagus masuk ke gaster. Pada ostium pyloricum
terdapat musculus spincter pyloricus yang mengatur kecepatan pengeluaran isi
gaster ke duodenum.7
Lambung tersusun atas empat lapisan yaitu, tunica serosa, muskularis,
submukosa, dan mukosa. Pada lapisan mukosa (lapisan dalam lambung) terdapat
beberapa tipe kelnjar yaitu kelenjar kardia, berada didekat orifisium kardia dan

3
4

menyekresikan mukus. Kelenjar fundus atau gastrik terletak di fundus dan pada
hampir seluruh korpus lambung, memiliki tiga tipe utama sel yaitu sel-sel
zimogenik (chief cell) menyekresikan pepsinogen. Pepsinogen diubah menjadi
pepsin dalam suasana asam. Sel-sel parietal menyekresikan asam hidroklorida
(HCL) dan faktor intrinsik. Faktor intrinsik diperlukan untuk absorpsi vitamin B12
di dalam usus halus. Kekurangan faktor intrinsik akan mengakibatkan terjadinya
anemia pernisiosa. Sel-sel mukus ditemukan di leher kelenjar fundus dan
menyekresikan mukus. Hormon gastrin diproduksi oleh sel G yang terletak pada
daerah pilorus lambung. Gastrin merangsang kelenjar gastrik untuk menghasilkan
HCL dan pepsinogen. Substansi lain yang disekresikan dalam lambung adalah
enzim dan berbagai elektrolit, terutama ion natrium, kalium dan klorida.8

2.1.2 Usus halus


Usus halus memanjang dari pilorus hingga katup ileocaecal. Usus halus
dibagi menjadi duodenum, jejenum, dan ileum. Masuknya kimus ke dalam usus
halus diatur oleh sfingter pilorus, sedangkan pengeluaran zat yang telah tercerna
ke dalam usus besar diatur oleh katup ileosekal. Dinding usus halus terdiri atas 4
lapisan. Yang terluar yaitu lapisan serosa dibentuk oleh peritonium. Lpisan
muskular lapisan longitudinal sebelah luar yang lebih tipis dan lapisan sirkular di
bagian dalam. Lapisan submukosa terdiri atas jaringan ikat, sedangkan submukosa
banyak mengandung pembuluh darah dan kelenjar.8
Dalam fungsinya untuk absorpsi, usus halus memiliki 3 struktur yang sangat
menambah luas permukaan yaitu valvula koniventes, vili dan mikrovili. Tiap-tiap
vilus terdiri ats saluran limfe sentral yang disebut lakteal yang dikelilingi oleh
jalinan kapiler darah dalam jaringan ikat. Makanan yang telah tercerba akan
masuk ke dalam lakteal dan kapiler vilus. Epitel vilus terdiri atas dua jenis sel: sel
goblet penghasil mukus dan sel absorptif (dengan mikrovili yang menonjol dari
permukaannya), bertanggungjawab atas makanan yang dicerna. Enzim-enzim
terletak pada brush border dan menyelesaikan proses pencernaan saat
berlangsungnya absorpsi. Disekeliling vilus terdapat kelenjar-kelenjar kecil yang
disebut kriptae Lieberkuhn, berfungsi menghasilkan sekret yang mengandung
enzim-enzim pencernaan.8
5

2.1.3 Usus besar


Usus besar terdiri atas sekum, appendik, kolon asendens, kolon transversum,
kolon desendens, kolon sigmoid, rektum dan anus. Fungsi utama usus besar
adalah mengabsorpsi air dan elektrolit dan menyimpan bahan yang tidak dicerna
sampai dapat dikeluarkan dari tubuh sebagai feses.7
Mukosa usus besar bertambah dengan adanya plika semilunar yang irreguler
dan adanya kripta tubuler Lieberkuhn. Tidak terdapat vilus pada usus besar. Baik
permukaan mukosa dan kripta dilapisi oleh sel epitel kolumnar (kolonosit) dan sel
goblet yang membatasi dari jaringan mesenkim lamina propria. Kolonosit
memiliki mikrovilus lebih sedikit dan lebih pendek daripada usus halus. Epitel
bagian bawah kripta terdiri atas proliferasi sel kolumnar yang tidak
berdiferensiasi, sel goblet dan sedikit sel endokrin. Morfologi sel goblet dan sel
endokrin mirip seperti pada usus halus. Sel kolumnar penyerap berasal dari sel
imatur dari bagian bawah kripta yang berdiferensiasi dan bermigrasi ke bagian
atas kripta, akhirnya akan dilepaskan dari permukaan mukosa ke dalam lumen.
Proses siklus pembaharuan sel ini berlangsung 3 sampai 8 hari pada manusia.
Kripta dikelilingi oleh sarung fibroblas dalam lamina propria, mengalami
proliferasi dan migrasi secara sinkron dengan migrasi sel epitel. Jumlah total sel
terbanyak pada kripta kolon desenden, menurun secara progresif di sepanjang
kolon transversum dan kolon desenden dan meningkat lagi pada sekum.1

2.2 Muntah
2.2.1 Definisi
Muntah adalah dikeluarkannya isi lambung melalui mulut secara ekspulsif.
Usaha mengeluarkan isi lambung akan terlihat sebagai kontraksi otot dinding
perut. Secara klinis, sulit dibedakan dengan refluks gastroesogaus dan regurgitasi.
Refluks gastroesofagus (RGE) didefenisikan sebagai kembalinya isi lambung ke
dalam esophagus tanpa adanya usaha dari bayi atau anak. Apabila isi lambung
tersebut dikeluarkan melalui mulut, maka keadaan ini disebut juga sebagai
regurgitasi. Oleh karena itu, muntah pada bayi atau anak harus dipikirkan pula
kemungkinan suatu RGE. (kak rika 3,4,8)
6

Muntah dapat merupakan usaha mengeluarkan racun dari saluran cerna atas
seperti halnya diare pada saluran cerna bawah dan bisa mengurangi tekanan akibat
adanya sumbatan atau pembesaran organ yang menyebabkan penekanan pada
saluran pencernaan. (kak rika 3,4, 8)

2.2.2 Epidemiologi
Sindrom muntah siklik terjadi sebanyak 1,9% pada anak-anak sekolah.
Tingkat prevalensi refluks gastroesofagus sangat bervariasi dari beberapa studi
yang telah dilakukan tetapi refluks gastroesofagus merupakan hal yang sangat
umum terjadi pada tahun pertama kehidupan. Data menyebutkan sekitar 50% pada
bayi berumur 2 bulan mengalami regurgitasi 2 kali sehari atau lebih. Prevalensi
tertinggi yaitu 67% terjadi sekitar bayi berumur 4 bulan dan kemudian prevalensi
menurun menjadi 1% pada saat bayi berumur 1 tahu. (kk rika 6)

2.2.3 Etiologi
Penyebab muntah pada anak sangat bervariasi dan tergantung dari usia.
Beberapa keadaan dapat menjadi pencetus terjadinya muntah seperti gangguan
pada lambung atau usus ( infeksi, iritasi makanan, trauma), gangguan pada telinga
bagian dalam (dizziness dan motion sickness), kelainan pada susunan saraf pusat
(trauma, infeksi), atau akibat makan yang berlebihan. Meskipun jarang, obstruksi
usus merupakan penyebab muntah pada bayi. Beberapa penyebab muntah yang
sering ditemukan pada anak berdasarkan lokasi kelainan dan usia dapat dilihat
pada tabel-tabel di bawah ini. (buku idai)

Tabel 2.1 Penyebab muntah pada neonatus(buku idai)


Saluran cerna Luar cerna Non-organik
Obstruksi Non-obstruksi SSP Organ lain
Atresia esophagus Gastroenteritis TIK meninggi Sepsis Iritasi C. amnion
Stenosis pilorus NEC Meningitis Insuf.ginjal Teknik minum obat
M.Hirschsprung Kalasia Efusi subdural ISK
Malrotasi usus Iritasi as.lambung Hidrosefalus Hiperplasia adrenal
Hernia hiatus Inbron error metab.
Ileus mekonium
7

Laktobezoar

Tabel 2.2 Penyebab muntah pada bayi(buku idai)


Saluran cerna Luar cerna Non-organik
Obstruksi Non-obstruksi SSP Organ lain
Stenosis pilorus RGE TIK meninggi Infeksi saluran napas Teknik makan
Antral web Intoleransi laktosa Meningitis Infeksi saluran kemih Erofagi
Intususepsi CMPSE Ensefalitis Otitis media Motion sickness
Volvulus Gastroenteritis Hepatitis Obat
NEC Insufisiensi adrenal
Gangguan metabolik

Tabel 2.3 Penyebab muntah pada anak(buku idai)


Saluran cerna Luar cerna Non-organik
Obstruksi Non-obstruksi SSP Organ lain
Intususepsi Gastroenteritis TIK meninggi Infeksi saluran napas Psikogenik
Obstruksi usus Apendisitis Infeksi SSP Infeksi saluran kemih Menarik perhatian
Akalasia Gastritis Hidrosefalus Otitis media Motion sickness
Striktur (ingesti Ulkus peptikum Henoch-Schonlein Obat
bahan kaustik) Keracunan Torsio testis
makanan

Oleh karena begitu besarnya variasi penyakit atau keadaan yang dapat
menyebabkan muntah pada anak, maka pengenalan keluhan dan gejala klinis yang
spesifik dari masing-masing penyakit tersebut sangat diperlukan oleh seorang
dokter sebagai langkal awal melakukan pendekatan diagnosis. (buku idai)

2.2.4 Patofisiologi
Kemampuan untuk memuntahkan merupakan suatu keuntungan karena
memungkinkan pengeluaran toksin dari lambung. Muntah terjadi bila terdapat
rangsangan pada pusat muntah (Vomiting Centre), suatu pusat kendali di medulla
berdekatan dengan pusat pernapasan atau Chemoreceptor Trigger Zone (CTZ) di
area postrema pada lantai ventrikel keempat sususan saraf. Koordinasi pusat
8

muntah dapat dirangsang melalui berbagai jaras. Muntah dapat terjadi karena
tekanan psikologis melalui jaras yang korteks serebri dan sistem limbic menuju
pusat muntah (VC). Pencegahan muntah mungkin dapat melalui mekanisme ini.
Muntah terjadi jika pusat muntah terangsang melalui vestibular atau sistem
vestibuloserebella dari labirin di dalam telinga. Ransangan bahan kimia melalui
darah atau cairan otak (LCS) akan terdeteksi oleh CTZ. Mekanisme ini menjadi
target dari banyak obat anti emetik. Nervus vagal dan visceral merupakan jaras
keempat saluran cerna dan pengosongan lambung yang lambat. Sekali pusat
muntah terangsang maka cascade ini akan berjalan dan akan menyebabkan
timbulnya muntah. (kak rika 1,4,6,7)

Gambar 1. Anatomi pusat muntah

Muntah sebenarnya merupakan perilaku yang komplek, dimana pada


manusia terdiri dari 3 aktivitas yang terkait, yaitu nausea (mual), retching,
muntah, chemoreceptor trigger zine (CTZ) dan central vomiting centre (CVC).
CTZ yang terletak di area postrema pada dasar ujung caudal ventrikel IV di luar
blood brain barrier (sawar otak). Reseptor didaerah ini diaktivasi oleh bahan-
bahan proemetik di dalam sirkulasi darah atau di cairan cerebrospinal (CSF).
Eferen dari CTZ dikirim ke CVC selanjutnya terjadi serangkaian kejadian yang
dimulai melalui vagal eferen splanchnic. CVC terletak di nucleus tractus solitaries
dan di sekitar formation retikularis medulla tepat di bawah CTZ. CTZ
mengandung reseptor untuk bermacam-macam sinyal neuroaktif yang dapat
menyebabkan muntah. Reseptor untuk dopamine (titik tangkap kerja dari
apomorphine), acethylcoline, vasopressine, enkephalin, angiotensin, insulin
serotonin, endhorphin, substace P, dan mediator-mediator yang lain. Mediator
adenosine 3’, 5’ cyclic monophosphate (cyclic AMP) mungkin terlibat dalam
respon eksitasi untuk semua peptide stimulator oleh karena theophylline dapat
menghambat aktivitas proemetik dari bahan neuropeptic tersebut. (kak rika
3,4,5,8)

Gambar 2. Refleks Emesis(kak rika 6)


9

Emesis sebagai respon terhadap gastrointestinal iritan misalnya copper,


radiasi abdomen, dilatasi gastrointestinal adalah sebagai akibat dari signal aferen
vagal ke central pattern generator yang dipicu oleh pelepasan sekunder
neurotransmitters eksitasi yang paling penting adalah serotonin dari sel
entrochromaffin mukosa. Pada mabuk (motion sickness), signal aferen ke central
pattern generator berasal dari organ vestibular, visual cortex, dan cortical centre
yang lebih tinggi sebagai sensory input yang teringrasi lebih penting dari pada
aferen dari gastrointestinal. (kak rika 4,5,8)
Rangsangan muntah berasal dari gastrointestinal, vestibule ocular, aferen
cortical yang lebih tinggi, yang menuju CVC dan kemudian dimulai nausea,
retching, ekspulsi isi lambung. Gejala gastrointestinal meliputi peristaltik, salvias,
takipnea dan takikardia. (kak rika 4,5,8)

Gambar 3. Refleks Muntah


Respon stereotipik vomiting dimediasi oleh eferen neural pada vagus,
phrenic dan saraf spinal. Input untuk saraf ini berasal dari brain stem “vomiting
centre” Centre ini tampaknya bukan merupakan struktur anatomi tunggal, tetapi
merupakan jalur akhir bersama dari refleks yang deprogram secara sentral melalui
interneuron medular di nucleus solitaries dan berbagai macam tempat di sekitar
formation retikularis. Interneuron tersebut menerima input dari cortical, vagal,
vestibular dan input lain terutama dari area postrema. Area postrema adalah
chemoreceptor trigger zone yang terletak didasar ventrikel IV di luar sawar otak
dan diidentifikasi sebagai sumber yang crucial untuk input yang menyebabkan
vomiting, terutama respons terhadap obat atau toksin. (kak rika 4,5,8)

2.2.5 Patogenesis
Muntah berada di bawah kendali sistem saraf pusat dan 2 daerah

2.2.6 Diagnosis
10

1. Anamnesis
Pada anamnesis ditanyakan : lama diare, frekuensi, volume, konsistensi
tinja, warna, bau, ada / tidak lendir dan darah. Bila disertai muntah: volume dan
frekuensinya. Kencing: biasa, berkurang, jarang atau tidak kencing dalam 6 – 8
jam terakhir. Makanan dan minuman yang diberikan selama diare. Adakah panas
atau penyakit lain yang menyertai seperti: batuk, pilek, otitis media, campak.1
Tindakan yang telah dilakukan ibu selama anak diare: memberi oralit,
membawa berobat ke Puskesmas atau ke Rumah Sakit dan obat-obatan yang
diberikan serta riwayat imunisasinya.1

2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh, frekuensi
denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari
tanda-tanda utama dehidrasi: kesadaran, rasa haus dan turgor kulit abdomen dan
tanda-tanda tambahan lainnya : ubunubun besar cekung atau tidak, mata : cowong
atau tidak, ada atau tidak adanya air mata, bibir, mukosa mulut dan lidah kering
atau basah. Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolik.
Bising usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemi. Pemeriksaan
ekstremitas perlu karena perfusi dan capillary refill dapat menentukan derajat
dehidrasi yang terjadi. Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan
dengan cara: obyektif yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum dan
selama diare. Subyektif dengan menggunakan kriteria WHO, Skor Maurice King,
kriteria MMWR dan lain-lain.1

3. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak
diperlukan, hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya penyebab
dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut atau pada
penderita dengan dehidrasi berat. Contoh : pemeriksaan darah lengkap, kultur
urine dan tinja pada sepsis atau infeksi saluran kemih. Pemeriksaan laboratorium
yang kadang-kadang diperlukan pada diare akut :1
11

Darah : darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa darah, kultur
dan tes kepekaan terhadap antibiotika.
Urine : urine lengkap, kultur dan test kepekaan terhadap antibiotika.
Tinja :
Pemeriksaan makroskopik:
Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua penderita dengan
diare meskipun pemeriksaan laboratorium tidak dilakukan. Tinja yang watery dan
tanpa mukus atau darah biasanya disebabkan oleh enterotoksin virus, protozoa
atau disebabkan oleh infeksi diluar saluran gastrointestinal. Tinja yang
mengandung darah atau mukus bisa disebabkan infeksi bakteri yang menghasilkan
sitotoksin, bakteri enteroinvasif yang menyebabkan peradangan mukosa atau
parasit usus seperti : E. histolytica, B. coli dan T. trichiura. Apabila terdapat darah
biasanya bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi dengan E. Histolytica darah
sering terdapat pada permukaan tinja dan pada infeksi EHEC terdapat garis-garis
darah pada tinja. Tinja yang berbau busuk didapatkan pada infeksi dengan
Salmonella, Giardia, Cryptosporidium dan Strongyloides.1

Pemeriksaan mikroskopik:1
Tabel 2.2 Test laboratorium tinja yang digunakan untuk mendeteksi enteropatogen
12

2.2.7 Tatalaksana
Departemen Kesehatan mulai melakukan sosialisasi Panduan Tata Laksana
Pengobatan Diare pada balita yang baru didukung oleh Ikatan Dokter Anak
Indonesia, dengan merujuk pada panduan WHO, yaitu menetapkan lima pilar
penatalaksanaan diare bagi semua kasus diare yang diderita anak balita baik yang
dirawat di rumah maupun sedang dirawat di rumah sakit, yaitu:1
1. Rehidrasi dengan menggunakan oralit baru
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
3. ASI dan makanan tetap diteruskan
4. Antibiotik selektif
5. Nasihat kepada orang tua

Rehidrasi dengan oralit baru


Formula baru oralit memiliki tingkat osmolarits yang lebih rendah.
Osmolaritas larutan baru lebih mendekati osmolaritas plasma, sehingga kurang
menyebabkan risiko terjadinya hipernatremia. Keamanan oralit ini sama dengan
oralit yang selama ini digunakan, namun efektivitasnya lebih baik daripada oralit
formula lama. Oralit baru dengan low osmolaritas ini juga menurunkan kebutuhan
suplementasi intravena dan mampu mengurangi pengeluaran tinja hingga 20%
serta mengurangi kejadian muntah hingga 30%. Selain itu, oralit baru ini juga
telah direkomendasikan oleh WHO dan UNICEF untuk diare akut non-kolera
pada anak.1
Ketentuan pemberian oralit formula baru:1
a. Beri ibu 2 bungkus oralit formula baru
b. Larutkan 1 bungkus oralit formula baru dalam 1 liter air matang, untuk
persediaan 24 jam.
c. Berikan larutan oralit pada anak setiap kali buang air besar, dengan ketentuan
sebagai berikut:
Untuk anak berumur < 2 tahun : berikan 50-100 ml tiap kali BAB
Untuk anak 2 tahun atau lebih : berikan 100-200 ml tiap BAB
d. Jika dalam waktu 24 jam persediaan larutan oralit masih tersisa, maka sisa
larutan harus dibuang.
13

Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut.


Zinc mengurangi lama dan beratnya diare. Zinc juga dapat mengembalikan
nafsu makan anak. Dosis zinc untuk anak-anak:
Anak di bawah umur 6 bulan : 10 mg (1/2 tablet) per hari
Anak di atas umur 6 bulan : 20 mg (1 tablet) per hari
Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut meskipun anak telah sembuh dari
diare. Untuk bayi, tablet zinc dapat dilarutkan dengan air matang, ASI, atau oralit.
Untuk anak-anak yang lebih besar, zinc dapat dikunyah atau dilarutkan dalam air
matang atau oralit.1
Zinc termasuk mironutrien yang mutlak dibutuhkan untuk memelihara
kehidupan yang optimal. Meski dalam jumlah yang sangat kecil, dari segi
fisiologis, zinc berperan untuk pertumbuhan dan pembelahan sel, anti oksidan,
perkembangan seksual, kekebalan seluler, adaptasi gelap, pengecapan, serta nafsu
makan. Zinc juga berperan dalam sistem kekebalan tubuh dan merupakan
mediator potensial pertahanan tubuh terhadap infeksi. Dasar pemikiran
penggunaan zinc dalam pengobatan diare akut didasarkan pada efeknya terhadap
fungsi imun atau terhadap struktur dan fungsi saluran cerna dan terhadap proses
perbaikan epitel saluran cerna selama diare. Pemberian zinc pada diare dapat
meningkatkan aborpsi air dan elektrolit oleh usus halus, meningkatkan kecepatan
regenerasi epitel usus, meningkatkan jumlah brush border apical, dan
meningkatkan respon imun yang mempercepat pembersihan patogen dari usus.
Pengobatan dengan zinc cocok diterapkan di negara-negara berkembang seperti
Indonesia yang memiliki banyak masalah terjadinya kekurangan zinc di dalam
tubuh karena tingkat kesejahteraan yang rendah dan daya imunitas yang kurang
memadai. Pemberian zinc dapat menurunkan frekuensi dan volume buang air
besar sehingga dapat menurunkan risiko terjadinya dehidrasi pada anak.1

ASI dan makanan tetap diteruskan


ASI dan makanan tetap diteruskan sesuai umur anak dengan menu yang
sama pada waktu anak sehat untuk mencegah kehilangan berat badan serta
pengganti nutrisi yang hilang. Pada diare berdarah nafsu makan akan berkurang.
Adanya perbaikan nafsu makan menandakan fase kesembuhan.1
14

Antibiotik Selektif
Antibiotik jangan diberikan kecuali ada indikasi misalnya diare berdarah
atau kolera. Pemberian antibiotik yang tidak rasional justru akan memperpanjang
lamanya diare karena akan mengganggu keseimbangan flora usus dan Clostridium
difficile yang akan tumbuh dan menyebabkan diare sulit disembuhkan. Selain itu,
pemberian antibiotik yang tidak rasional akan mempercepat resistensi kuman
terhadap antibiotik, serta menambah biaya pengobatan yang tidak perlu. Pada
penelitian multipel ditemukan bahwa telah terjadi peningkatan resistensi terhadap
antibiotik yang sering dipakai seperti ampisilin, tetrasiklin, kloramfenikol, dan
trimetoprim sulfametoksazole dalam 15 tahun ini. Resistensi terhadap antibiotik
terjadi melalui mekanisme berikut: inaktivasi obat melalui degradasi enzimatik
oleh bakteri, perubahan struktur bakteri yang menjadi target antibiotik dan
perubahan permeabilitas membrane terhadap antibiotik.1

Nasihat pada ibu atau pengasuh


Kembali segera jika demam, tinja berdarah,berulang, makan atau minum
sedikit, sangat haus, diare makin sering, atau belum membaik dalam 3 hari.1

2.2.8 Komplikasi
Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak pada diare
akut, dapat terjadi berbagai macam komplikasi seperti:12

a. Dehidrasi
b. Syok hipovolemik
c. Gangguan elektrolit, diantaranya hipernatremia, hiponatremia,
hiperkalemia, hipokalemia.
d. Hipoglikemia
e. Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim lactase karena
kerusakan vili mukosa usus halus/.
f. Kejang, pada anak yang mengalami dehidrasi, walaupun tidak selalu,
dapat terjadi kejang sebelum atau selama pengobatan rehidrasi. Kejang
tersebut dapat disebabkan oleh karena : hipoglikemi, kebanyakan terjadi
15

pada bayi atau anak yang gizinya buruk, hiperpireksia, kejang terjadi bila
panas tinggi, misalnya melebihi 400C, hipernatremi atau hiponatremi.1
g. Malnutrisi energi protein, karena selain diare dan muntah penderita juga
mengalami kelaparan.

2.2.9 Pencegahan
Upaya pencegahan diare dapat dilakukan dengan cara:1
1. Mencegah penyebaran kuman patogen penyebab diare.
Kuman-kuman patogen penyebab diare umumnya disebarkan secara fekal -
oral. Pemutusan penyebaran kuman penyebab diare perlu difokuskan pada cara
penyebaran ini.
Upaya pencegahan diare yang terbukti efektif meliputi:
a. Pemberian ASI yang benar.
b. Memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI.
c. Penggunaan air bersih yang cukup.
d. Membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sehabis buang air
besar dan sebelum makan.
e. Penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota keluarga.
f. Membuang tinja bayi yang benar.

2. Memperbaiki daya tahan tubuh pejamu ( host ).


Cara-cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh anak
dan dapat mengurangi resiko diare antara lain:
a. Memberi ASI paling tidak sampai usia 2 th.
b. Meningkatkan nilai gizi makanan pendamping ASI dan memberi makan
dalam jumlah yang cukup untuk memperbaiki status gizi anak.
c. Imunisasi campak.
16

2.2.10 Prognosis
Di negara berkembang, dengan penangan secara tepat prognosis diare akut
sangat baik. Kematian terutama disebabkan oleh karena dehidrasi dan oleh karena
malnutrisi. Pada saat sudah terjadi malabsorbsi prognosis menjadi buruk kecuali
dengan penatalaksaan yang tepat yaitu dilakukan rehidrasi parenteral dan pasien
dirawat dirumah sakit.14

2.2 Dehidrasi Ringan Sedang


Dehidrasi adalah kehilangan air tubuh yang sering diikuti oleh kehilangan
elektrolit dan perubahan keseimbangan asam basa di dalam tubuh.1
Diare dengan dehidrasi dibagi menjadi tiga derajat, yaitu:12
a. Diare tanpa dehidrasi, yaitu bila keadaan umum anak baik, mata normal, anak
bisa minum dan turgor kulit kembali cepat
b. Diare dengan dehidrasi ringan/sedang, yaitu bila anak tampak gelisah atau
rewel, mata cekung, anak merasa kehausan dan ingin minum banyak, dan
turgor kulit kembali lambat
c. Diare dengan Dehidrasi berat, yaitu bila anak tampak lesu, lunglai, bahkan
tidak sadar, mata cekung, anak malas atau tidak bisa minum, dan turgor kulit
kembali sangat lambat (lebih dari 2 detik).
Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara:
obyektif yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum dan selama diare.
Subyektif dengan menggunakan kriteria WHO, Skor Maurice King, kriteria
MMWR dan lain-lain dapat dilihat pada tabel berikut.1
17

Tabel 2.3 Penentuan derajat dehidrasi menurut MMWR 2003

Tabel 2.4 Penentuan derajat dehidrasi menurut sistim pengangkaan – Maurice


King (1974)
18

Hasil yang didapat pada penderita diberi angka 0, 1 atau 2 sesuai dengan tabel
kemudian dijumlahkan. Nilai: 0 – 2 = Ringan, 3 – 6 = Sedang, 7 – 12 = Berat.

Tabel 2.5 Penentuan derajat dehidrasi menurut WHO 1995


19

Rencana pengobatan diare dibagi menjadi tiga (3) berdasarkan derajat


dehidrasi yang dialami oleh balita:15
1. Rencana Terapi A, jika penderita diare tidak mengalami dehidrasi
Tabel 2.6 Rencana Pengobatan A
20

2. Rencana Terapi B, jika penderita diare mengalami dehidrasi ringan/sedang


Tabel 2.7 Rencana Pengobatan B
21

3. Rencana Terapi C, jika penderita diare mengalami dehidrasi berat.


Tabel 2.8 Rencana Pengobatan C
22

2.3 Gizi Buruk Tipe Marasmus


Marasmus adalah keadaan gizi buruk yang ditandai dengan tampak sangat
kurus, iga gambang, perut cekung, wajah seperti orang tua dan kulit keriput.
Kwashiorkor adalah keadaan gizi buruk yang ditandai dengan edema seluruh
tubuh terutama di punggung kaki, wajah membulat dan sembab, perut buncit, otot
mengecil, pandangan mata sayu dan rambut tipis / kemerahan. Marasmik-
kwashiorkor adalah keadaan gizi buruk dengan tanda-tanda gabungan dari
marasmus dan kwashiorkor.16
Secara garis besar sebab-sebab marasmus ialah sebagai berikut:17
- Pemasukan kalori yang tidak cukup. Marasmus terjadi akibat masukan kalori
yang sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan
akibat dari ketidaktahuan orang tua si anak.
- Kebiasaan makan yang tidak tepat. Seperti mereka yang mempunyai
hubungan orang tua – anak terganggu.
- Kelainan metabolik. Misalnya: renal asidosis, idiopathic hypercalcemia,
galactosemia, lactose intolerance.
- Malformasi kongenital. Misalnya: penyakit jantung bawaan, penyakit
Hirschprung, deformitas palatum, palatoschizis, micrognathia, stenosis
pilorus, hiatus hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis pankreas.

Tujuan pengobatan pada penderita marasmus adalah pemberian diet tinggi


kalori dan tinggi protein serta mencegah kekambuhan. Penderita marasmus tanpa
komplikasi dapat berobat jalan asal diberi penyuluhan mengenai pemberian
makanan yang baik, sedangkan penderita yang mengalami komplikasi serta
dehidrasi, syok, asidosis dan lain-lain perlu mendapat perawatan di rumah sakit.18
23

Tabel 2.9 10 Langkah Tatalaksana Gizi Buruk19

1. Hipoglikemia20
 Segera beri F-75 pertama atau modifikasinya bila penyediaannya
memungkinkan.
 Bila F-75 pertama tidak dapat disediakan dengan cepat, berikan 50 ml larutan
glukosa atau gula 10% (1 sendok teh munjung gula dalam 50 ml air) secara
oral atau melalui NGT.
 Lanjutkan pemberian F-75 setiap 2–3 jam, siang dan malam selama minimal
dua hari.
 Bila masih mendapat ASI teruskan pemberian ASI di luar jadwal pemberian F-
75.
 Jika anak tidak sadar (letargis), berikan larutan glukosa 10% secara intravena
(bolus) sebanyak 5 ml/kg BB, atau larutan glukosa/larutan gula pasir 50 ml
dengan NGT.
 Beri antibiotik.

2. Hipotermia (Suhu aksilar < 35.5° C)


Segera beri makan F-75 (jika perlu, lakukan rehidrasi lebih dulu). Pastikan
bahwa anak berpakaian (termasuk kepalanya). Tutup dengan selimut hangat dan
24

letakkan pemanas (tidak mengarah langsung kepada anak) atau lampu di


dekatnya, atau letakkan anak langsung pada dada atau perut ibunya (dari kulit ke
kulit: metode kanguru). Bila menggunakan lampu listrik, letakkan lampu pijar 40
W dengan jarak 50 cm dari tubuh anak. Beri antibiotik sesuai pedoman. 20

3. Dehidrasi20
 Jangan gunakan infus untuk rehidrasi, kecuali pada kasus dehidrasi berat
dengan syok.
 Beri ReSoMal, secara oral atau melalui NGT, lakukan lebih lambat dibanding
jika melakukan rehidrasi pada anak dengan gizi baik.
- beri 5 ml/kgBB setiap 30 menit untuk 2 jam pertama
- setelah 2 jam, berikan ReSoMal 5–10 ml/kgBB/jam berselang-seling dengan
F-75 dengan jumlah yang sama, setiap jam selama 10 jam. Jumlah yang pasti
tergantung seberapa banyak anak mau, volume tinja yang keluar dan apakah anak
muntah.
Catatan: Larutan oralit WHO (WHO-ORS) yang biasa digunakan mempunyai
kadar natrium tinggi dan kadar kalium rendah; cairan yang lebih tepat adalah
ReSoMal (lihat resep di bawah).
 Selanjutnya berikan F-75 secara teratur setiap 2 jam sesuai tabel 27. Jika masih
diare, beri ReSoMal setiap kali diare.
 Untuk usia < 1 th: 50-100 ml setiap buang air besar, usia ≥ 1 th: 100-200 ml
setiap buang air besar.

4. Gangguan keseimbangan elektrolit20


 Untuk mengatasi gangguan elektrolit diberikan Kalium dan Magnesium, yang
sudah terkandung di dalam larutan Mineral-Mix yang ditambahkan ke dalam F-
75, F-100 atau ReSoMal
 Gunakan larutan ReSoMal untuk rehidrasi
 Siapkan makanan tanpa menambahkan garam (NaCl).

5. Infeksi20
Berikan pada semua anak dengan gizi buruk:
 Antibiotik spektrum luas
25

 Vaksin campak jika anak berumur ≥ 6 bulan dan belum pernah


mendapatkannya, atau jika anak berumur > 9 bulan dan sudah pernah diberi
vaksin sebelum berumur 9 bulan. Tunda imunisasi jika anak syok.

6. Defisiensi zat gizi mikro20


Berikan setiap hari paling sedikit dalam 2 minggu:
 Multivitamin
 Asam folat (5 mg pada hari 1, dan selanjutnya 1 mg/hari)
 Seng (2 mg Zn elemental/kgBB/hari)
 Tembaga (0.3 mg Cu/kgBB/hari)
 Ferosulfat 3 mg/kgBB/hari setelah berat badan naik (mulai fase rehabilitasi)
 Vitamin A: diberikan secara oral pada hari ke 1 (kecuali bila telah diberikan
sebelum dirujuk), dengan dosis seperti di bawah ini :

Jika ada gejala defisiensi vitamin A, atau pernah sakit campak dalam 3 bulan
terakhir, beri vitamin A dengan dosis sesuai umur pada hari ke 1, 2, dan 15.

7. Pemberian makan awal (Initial refeeding) 20


Sifat utama yang menonjol dari pemberian makan awal adalah:
• Makanan dalam jumlah sedikit tetapi sering dan rendah osmolaritas maupun
rendah laktosa
• Berikan secara oral atau melalui NGT, hindari penggunaan parenteral
• Energi: 100 kkal/kgBB/hari
• Protein: 1-1.5 g/kgBB/hari
• Cairan: 130 ml/kgBB/hari (bila ada edema berat beri 100 ml/kgBB/hari)
• Jika anak masih mendapat ASI, lanjutkan, tetapi pastikan bahwa jumlah F-75
yang ditentukan harus dipenuhi. (lihat bawah)
26

8. Tumbuh kejar20
Lakukan transisi secara bertahap dari formula awal (F-75) ke formula tumbuh-
kejar (F-100) (fase transisi):
 Ganti F 75 dengan F 100. Beri F-100 sejumlah yang sama dengan F-75 selama
2 hari berturutan.
 Selanjutnya naikkan jumlah F-100 sebanyak 10 ml setiap kali pemberian
sampai anak tidak mampu menghabiskan atau tersisa sedikit. Biasanya hal ini
terjadi ketika pemberian formula mencapai 200 ml/kgBB/hari. Dapat pula
digunakan bubur atau makanan pendamping ASI yang dimodifikasi sehingga
kandungan energi dan proteinnya sebanding dengan F-100.
 Setelah transisi bertahap, beri anak:
- pemberian makan yang sering dengan jumlah tidak terbatas (sesuai
kemampuan anak)
- energi: 150-220 kkal/kgBB/hari
- protein: 4-6 g/kgBB/hari.
Bila anak masih mendapat ASI, lanjutkan pemberian ASI tetapi pastikan anak
sudah mendapat F-100 sesuai kebutuhan karena ASI tidak mengandung cukup
energi untuk menunjang tumbuh-kejar. Makanan-terapeutik-siap-saji (ready to use
therapeutic food = RUTF) yang mengandung energi sebanyak 500 kkal/sachet 92
g dapat digunakan pada fase rehabilitasi.
27

9. Stimulasi sensorik dan emosional20


Lakukan:
• ungkapan kasih sayang
• lingkungan yang ceria
• terapi bermain terstruktur selama 15–30 menit per hari
• aktivitas fisik segera setelah anak cukup sehat
• keterlibatan ibu sesering mungkin (misalnya menghibur, memberi makan,
memandikan, bermain)

10. Malnutrisi pada bayi < 6 bulan20


Malnutrisi pada bayi < 6 bulan lebih jarang dibanding pada anak yang lebih
tua. Kemungkinan penyebab organik atau gagal tumbuh harus dipertimbangkan,
sehingga dapat diberikan penanganan yang sesuai. Jika ternyata termasuk gizi
buruk, prinsip dasar tatalaksana gizi buruk dapat diterapkan pada kelompok umur
ini. Walaupun demikian, bayi muda ini kurang mampu mengekskresikan garam
dan urea melalui urin, terutama pada cuaca panas.
Oleh karena itu pada fase stabilisasi, urutan pilihan diet adalah:
• ASI (jika tersedia dalam jumlah cukup)
• Susu formula bayi (starting formula) Pada fase rehabilitasi, dapat digunakan F-
100 yang diencerkan (tambahan air pada formula di halaman 209 menjadi 1500
ml, bukan 1000 ml).
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : Qanita Damia Nura


Tanggal lahir : 12 September 2010
Usia : 6 tahun 11 bulan 24 hari
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Lamgugop, Banda Aceh
Agama : Islam
No. CM : 1-14-12-63
Tanggal Masuk : 06 September 2017
Tanggal pemeriksaan : 07 September 2017

3.2 Anamnesis
Heteroanamnesis dengan ibu dan ayah kandung pasien.
Keluhan Utama : Muntah
Keluhan Tambahan : Nyeri perut dan nyeri kepala
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien diantar keluarga dengan keluhan muntah sejak 2 jam SMRS.
Muntah dialami setelah minum susu UHT. Banyaknya muntah sekitar ¼ gelas air
mineral per kali muntah, awalnya muntah berisi apa yang dimakan namun muntah
terakhir hanya berisi cairan kekuningan sekitar 1 sendok makan. Banyaknya
munrah 6 kali, muntah menyemprot tidak ada. Pasien juga mengeluhkan nyeri
perut yang dialami sejak 2 jam SMRS, nyeri perut muncul sebelum adanya
muntah. Nyeri dominan di perut bagian atas, mencret dan demam tidak ada.
Pasien juga mengeluhkan nyeri kepala yang dialami sejak 2 jam SMRS. Nyeri
kepala dirasakan diseluruh kepala, riwayat terbentur tidak ada. BAK terkahir 1
jam SMRS berwarna kuning kesan cukup. Pasien hanya mau minum sedikit.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah sakit seperti ini sebelumnya namun tidak separah ini.

27
28

Riwayat Pengobatan
Tidak ada.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama
seperti pasien.
Riwayat Pemberian Makan
0 – 6 bulan : ASI eksklusif
6 – 10 bulan : ASI dan Nasi tim saring
10 bulan – 2 tahun : ASI dan Nasi lembek
2 tahun – sekarang : Makanan keluarga
Pasien makan teratur 3x/hari, makan buah dan sayur ada. Pasien suka jajan di
sekolah.
Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Pasien merupakan anak ke 2 dari 3 bersaudara. Saat hamil, ibu pasien
ANC teratur tiap bulan di bidan. Ibu pasien mengaku tidak ada masalah selama
masa kehamilan, riwayat keguguran sebelumnya dan riwayat mengkonsumsi obat-
obatan di sangkal. Pasien lahir cukup bulan secara pervaginam di bidan dengan
berat badan lahir 3200 gram. Saat lahir pasien segera menangis dan riwayat
kebiruan tidak ada.
Riwayat Imunisasi
Riwayat imunisasi dasar lengkap. Namun ibu pasien lupa jenis
imunisasinya.
Riwayat Perkembangan
Pasien aktif belajar di sekolah, suka berteman dan bergaul dengan teman –
teman seusianya. Prestasi belajar baik.

Tabel 3.1 Kuesioner Pra Skrining Perkembangan untuk usia 15 Bulan


29

3.3 Pemeriksaan fisik


a. Status present
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : Kompos mentis
Nadi : 130 x/ menit, regular, kuat angkat
Frekuensi napas : 28 x/ menit
Temperatur (aksila) : 38,5 ºC
30

a. Status general
Kepala : Normocephali, Lingkar kepala 46 cm, UUB tertutup rata
Rambut : Lurus tipis
Mata : mata cekung (+/+), konjungtiva palpebra inferior pucat (-/-),
sklera ikterik (-/-), pupil isokor dengan diameter 2 mm/2 mm.
Telinga : Normotia, sekret (-)
Hidung : NCH (-), sekret (-)
Mulut : simetris, sianosis (-), lidah tampak normal, karies pada gigi (-),
tonsil T1/T1 hiperemis (-).
Leher : simetris, pembesaran KGB (+)
Toraks :
Inspeksi : Iga gambang (+), retraksi (-)
Palpasi : Stem fremitus normal kiri dan kanan
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler (+/+), rhonki (+/+) minimal, wheezing (-/-)
Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis terlihat di ics V linea midclavicula sinistra
Palpasi : Ictus cordis teraba di ics V linea midclavicula sinistra
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : BJ1>BJ2, bising (-)
Abdomen :
Inspeksi : membesar, distensi (+)
Palpasi : hepar teraba 2 jari dibawah arcus costae, sudut tumpul,
konsistensi kenyal, nyeri tekan sulit dinilai dan lien teraba di
schuffner 3, turgor kembali lambat.
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) 5x/menit,
+/+
Ekstremitas : massa otot atropi ( +/+ ) akral dingin (-), edema (-), pucat (-)

Genitalia : laki-laki, fimosis (-), hiperemis (-), sekret (-)


Anus : hiperemis sekitar anus (-), Baggy pants (+/+)

b. Data antropometri
31

Berat badan : 6,4 kg


Panjang badan : 69 cm
LK : 46 cm
LiLA : 9,5 cm
LD : 37 cm
LP : 52 cm
Status gizi : BB/U : < -3 SD  kurus
PB/U : < -3 SD  pendek
BB/PB : <-3 SD  Gizi buruk
BBI : 8,2 kg
HA : 7 bulan
Status gizi : Gizi Buruk

Kurva WHO
32
33

Kurva Nellhaus
34

Kebutuhan Cairan : BB x 100


6,4 x 130 = 640 ml/hari

Kebutuhan Kalori : RDA menurut usia tinggi (height age) x BB actual


108 kkal x 6,4 kg = 691 kkal/hari
Gizi buruk :
Pemberian kalori awal : 50-70% dari target = 345,5-483,7 kkal/hari

Kebutuhan Protein : RDA menurut usia tinggi (height age) x BB actual


2,2 gr x 6,4 kg = 14 gram/hari

3.4 Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan Laboratorium

Jenis 23/7/ 26/7/ 29/7/ 01/8/ 02/8/ Nilai Satuan


Pemeriksaan 2017 2017 2017 2017 2017 Rujukan
Hematologi
Darah Rutin
Hemoglobin 8,7 * 8,4* 7,9* 10,4* 12,0-14,5 g/dL
Hematokrit 28 * 27* 26* 33 30-43 %
Eritrosit 3,6 3,5* 3,3* 4,2 3,8-5,5 10 /mm3
6

*
Leukosit 75,4 115,4* 113,7* 47,9* 6,0-17,5 103/mm3
*
Trombosit 28** 16** 14** 150-450 103/mm3
26**
MCV 77* 79* 79* 80-100 fL
77*
MCH 24* 24* 25* 27-31 Pg
24*
MCHC 31* 30* 32* 32-36 %
31*
RDW 20,5* 21,2* 19,7 11,5-14,5 %
20,4
*
PDW - -
LED 70* <15 mm/jam
Hitung Jenis :
Eosinofil 1 1 0 0-6 %
0
Basofil 0 2 1 0-2 %
1
Netrofil 0* 0* 0* 0* 2-6 %
35

Batang
Netrofil 51 49* 54 56 50-70 %
Segmen
Limfosit 25 30 28 29 20-40 %
Monosit 23* 20* 15* 14* 2-8 %
Retikulosit 1,2 0,5-1,5 %

Kimia klinik
Hati & Empedu
Bilirubin 0,36 0,3-1,2 mg/dL
Total
Bilirubin 0,28 < 0,52 mg/dL
Direct
Bilirubin 0,08 mg/dL
Indirect
AST/SGOT 46* < 35 U/L
AST/SGPT 12 <45 U/L
Albumin 2,79* 2,60* 3,5-5,2 g/dL
Diabetes
Glukosa 104 <200 mg/dL
Darah Sewaktu
Ginjal-
Hipertensi
Ureum 19 13-43 mg/dL
Kreatinin 0,2 0,51-0,95 mg/dL
5*
Elektrolit-
serum
Natrium(Na) 13 133 135 132-146 mmol/dL
1*
Kalium (K) 2,7 3,9 4,8 3,7-5,4 mmol/dL
*
Klorida (Cl) 10 106 111* 98-106 mmol/dL
4
Imunoserologi
Ferritin 88,18 70-435 Ng/mL

Feses Rutin (25/7/2017)


Makroskopik : - Warna : Hijau
- Bau : Khas

Mikroskopik : - Eritrosit : Negatif


- Leukosit : Negatif
- Telur Cacing : Negatif
36

- Parasit : Negatif
- Konsistensi : Lunak
- Lain-lain

Urinalisa (25/7/2017)
Makroskopik:
Warna : Kuning
Kejernihan : Keruh
Berat Jenis : 1,010
pH : 6,5
Leukosit : Negatif
Protein : Positif (+1)
Glukosa : Negatif
Keton : Negatif
Nitrir : Negatif
Urobilinogen : Negatif
Bilirubin : Negatif
Darah : Positif

Mikroskopik:
Sedimen Urine:
- Leukosit : 6-8
- Eritrosit :4-6
- Epitel :3-5
Lain-lain

Urinalisa (28/7/2017)
Makroskopik:
Warna : Kuning
Kejernihan : Jernih
Berat Jenis : 1,010
pH : 8,0
Leukosit : Negatif
Protein : Negatif
Glukosa : Negatif
Keton : Negatif
Nitrir : Negatif
Urobilinogen : Negatif
Bilirubin : Negatif
Darah : Negatif
Mikroskopik:
37

Sedimen Urine:
- Leukosit : 1-2
- Eritrosit : 0-1
- Epitel : 2-3
Lain-lain

Morfologi Darah Tepi (26/7/2017)


- Eritrosit : Hipokrom
Anisopoikilositosis: Mikrosit, Ovalosit, Tear Drops
- Leukosit : Jumlah meningkat
Neutrofil : Hipersegmentasi (+), granul toksik (+)
Limfosit atipik (+)
Monositosis
- Trombosit : Jumlah kurang
Tersebar
Bentuk Normal
- Kesimpulan : Hipokrom mikrositer
Leukositosis
Trombositopenia ec DD/ - Infeksi kronis
- Reaksi Leukemoid
b. Pemeriksaan Radiologi

Foto Thoraks AP (22/7/2017)

Interpretasi :
Cor : Besar dan bentuk normal
Pulmo: tampak patchy infiltrat di paracardial kanan
Kesimpulan : Bronchopneumoni
38

USG abdomen (6/7/2017)

Interpretasi :

USG Ginjal : Ginjal kanan/kiri tak tampak kelainan


USG Pancreas : Pancreas normal
USG Vesica Urinaria : Buli tak tampak kelainan
USG Hepar/GB/Lien :
 Hepar : Ukuran membesar, intesitas echo parenchym meningkat homogen, tepi
reguler, sudut tajam, tak tampak massa/kista/nodul
39

 GB: Ukuran normal, tak tampak batu/massa, dinding tak menebal


 Lien : Ukuran membesar, intensitas echo parenchym normal, tak tampak massa
solid/kistik
 Tak tampak intensitas echo cairan di cavum abdomen
 Kesimpulan : Hepatosplenomegali

3.5 Diagnosa

3.5.1 Diagnosa Banding

Diare akut ec dd/ 1. Rotavirus,


2. ETEC (Entero Toxigenic E.Coli)
+ Dehidrasi ringan sedang
+ Gizi buruk tipe marasmus
+ DD/ 1. Bronkopneumoni
2. Bronkiolitis
+ Hiperleukositosis dd: 1. ALL
2. AML
+ Hipokalemi

3.5.1 Diagnosa Kerja

Diare akut ec Rotavirus + Dehidrasi ringan sedang + Gizi buruk tipe marasmus
+ Sangkaan bronkopneumoni + Sangkaan ALL + Hipokalemi

3.6 Tatalaksana
- IVFD RL 480 cc habis dalam 6 jam ( 80 cc/jam )
Selanjutnya maintenance : IVFD KaEN 4B 27 tetes/menit (micro)
- Inj. Ceftriaxone 250 mg / 12 jam (skin test)
- Zinc syr 2x cth I
- Lacto B 2x 1sachet
- Paracetamol syr 3x4cc
- Ambroxol syr 3x1/3 cth
- Nebul NaCl 3% 1,5 cc / 8 jam
40

- Koreksi hipokalemi: 0,5 x 6,4 kg = 28 meq KCL (10meq/hari selama 3 hari)


masing-masing dalam 50 cc Dex 5% drip habis dalam 2 jam
- Diet MII dengan 300 kkal + 14 gram protein diberikan dalam 3 kali pemberian
makanan utama + 2 kali snack

3.7 Planning
- DPJP GEH
- Cek DR, Ur, Cr, KGDS, Elektrolit, Feses Rutin
- Konsul Respirologi
- Konsul HOM
- Konsul Nutrisi
- Konsul TKPS

3.8 Prognosis
- Quo ad vitam : dubia ad bonam
- Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
- Quo ad sanactionam : dubia ad bonam

Foto Klinis Pasien


41

3.8 Follow Up

Tanggal/Hari Catatan Intruksi


Rawatan

24/7/2017 S/ BAB cair (+) 1x, air > - IVFD KaEN 4B 30 gtt/i
ampas, rewel (+), batuk (+) (micro)
H2
- Inj. Ceftriaxone 250
O/ Kes : CM
mg/12jam/iv
HR : 105x/i
- Zync Syr 2x cth 1
RR : 29x/i
- Lacto B 2 x 1 sachet
T : 37,8 ◦C
- Paracetamol syr 3x4cc
BB: 6,4 kg
- Ambroxol syr 3x1/3 cth
A/ Diare Akut + Dehidrasi
- Koreksi hipokalemi: 0,5 x 6,4
Ringan Sedang + Gizi Buruk
kg = 28 meq KCL (10meq/hari
Tipe Marasmus + Sangkaan
selama 3 hari) masing-masing
Bronkopneumonia +
dalam 50 cc Dex 5% drip habis
Sangkaan ALL + Hipokalemi
dalam 2 jam (H2)
- Diet MII dengan 300 kkal + 14
P/ - Foto Thoraks AP
gram protein diberikan dalam 3
- Cek darah rutin,
kali pemberian makanan utama
elektrolit, KGDS
+ 2 kali snack
- Konsul Respirologi,
Nutrisi dan HOM
25/7/2017 S/ Mencret (+) 2x, ampas > - IVFD KaEN 4B 30gtt/i (micro)
air, rewel (+), batuk (+) - Inj. Ceftriaxone 250
H3
mg/12jam/iv
O/ Kes : CM
- Zync Syr 2x cth 1
HR : 106x/i
- Lacto B 2 x 1 sachet
RR : 22x/i
- Paracetamol syr 3x4cc
T : 38 ◦C
- Ambroxol syr 3x1/3 cth
BB: 6,8 kg
- As.Folat 1x1 tab
A/ Diare Akut tanpa
- Allupurinol 2x50 mg
Dehidrasi + Gizi Buruk Tipe
- Nebul NaCl 3% 1,5cc/8jam
42

Marasmus + Sangkaan - Koreksi hipokalemi: 0,5 x 6,4


Bronkopneumonia + kg = 28 meq KCL (10meq/hari
Sangkaan ALL + Hipokalemi selama 3 hari) masing-masing
dalam 50 cc Dex 5% drip habis
P/ Pemeriksaan dalam 2 jam (H3)
Immunofenotyping dan jika - Diet MII dengan 300 kkal + 14
pH urin <7,2  Bicnat (saran gram protein diberikan dalam 3
HOM) kali pemberian makanan utama
+ 2 kali snack

26/7/2017 S/ Mencret (+) 2x, air < - IVFD KaEN 4B 30gtt/i (micro)
ampas, rewel (+), batuk (+) - Inj. Ceftriaxone 250
H4
mg/12jam/iv
O/ Kes : CM
- Zync Syr 2x cth 1
HR : 114x/i
- Lacto B 2 x 1 sachet
RR : 28x/i
- Paracetamol syr 3x4cc
T : 38 ◦C
- Ambroxol syr 3x1/3 cth
BB: 6,8
- As.Folat 1x1 tab
pH urin : 6,5
- Allupurinol 2x50 mg
A/ Diare Akut tanpa
- Bicnat 25 mEq dalam 500cc
Dehidrasi + Gizi Buruk Tipe
IVFD 4:1
Marasmus + Pneumonia +
- Miconazole cr + Gentamycin cr
Sangkaan ALL + Hipokalemi
2x/hari
+ Diaper Rash
- Vit. A 200.000 IU
- Multivit Syr 1x ½ cth
P/ Konsul nutrisi
- Nebul NaCl 3% 1,5cc/8jam
Cek elektrolit ulang
- Diet MII dengan 300 kkal + 14
gram protein diberikan dalam 3
kali pemberian makanan utama
+ 2 kali snack
43

27/7/2017 S/ Mencret (+) 2x, air < - Bicnat 25 mEq dalam 500cc
ampas, lebih padat, rewel (+), IVFD 4:1 (hanya 1x)
H5
batuk (+) berdahak selanjutnya
IVFD KaEN 4B 30gtt/i (micro)
O/ Kes : CM
- Inj. Ceftriaxone 250
HR : 108x/i
mg/12jam/iv (H5)
RR : 26x/i
- Zync Syr 2x cth 1 (H5)
T : 38,1 ◦C
- Lacto B 2 x 1 sachet
BB: 6,9 kg
- Paracetamol syr 3x4cc
A/ Diare Akut tanpa
- Ambroxol syr 3x1/3 cth
Dehidrasi + Gizi Kurang +
- As.Folat 1x1 tab
Pneumonia + Sangkaan ALL
- Allupurinol 2x50 mg
+ Hipokalemi (perbaikan) +
- Vit. A 200.000 IU single dose
Diaper Rash
- Multivit Syr 1x ½ cth
- Nebul NaCl 3% 1,5cc/8jam
P/ Urinalisa hari ini
- Miconazole cr + Gentamycin cr
2x/hari
- Diet bubur ayam 3x100 kkal
- Diet ASI / Susu formula 5x45
cc
- Acc saran divisi HOM Hidrasi
dengan 4:1 1000cc/hari 40 gtt/i
(micro)
- Diet F100 (based milk LLM)
80 cc/3jam /oral

28/7/2017 S/ BAB lunak (+), warna - IVFD 4:1 + 25 meq Bicnat 


kuning, lendir (-), darah (-), 40 gtt/i (micro)
H6
batuk (+), nafsu makan - Inj. Ceftriaxone 250
berkurang, rewel (+), muntah mg/12jam/iv (H6)
(-) - Zync Syr 2x cth 1 (H6)
- Lacto B 2 x 1 sachet
O/ Kes : CM
44

HR : 109x/i - Paracetamol syr 3x4cc


RR : 24x/i - Ambroxol syr 3x1/3 cth
T : 37,7 ◦C - As.Folat 1x1 tab
BB: 7 kg - Allupurinol 2x50 mg
A/ Diare Akut tanpa - Multivit Syr 1x ½ cth
Dehidrasi + Gizi Kurang + - Nebul NaCl 3% 1,5cc/8jam
Pneumonia + Sangk. ALL + - Miconazole cr + Gentamycin cr
Diaper Rash 2x/hari
- Diet bubur ayam 3x100 kkal
P/ Urinalisa / hari - Diet ASI / Susu formula 5x45
Acc transfusi PRC 100 cc cc
hari ini - Diet F100 (based milk LLM)
80 cc/3jam /oral

29/7/2017 S/ BAB lunak (+), warna - IVFD 4:1 + 25 meq Bicnat 


kuning, lendir (-), darah (-), 40 gtt/i (micro)
H7
batuk berkurang, , nafsu - Inj. Ceftriaxone 250
makan berkurang, rewel (+), mg/12jam/iv (H6)
muntah (-) - Zync Syr 2x cth 1 (H7)
- Lacto B 2 x 1 sachet
O/ Kes : CM
- Paracetamol syr 3x4cc
HR : 110x/i
- Ambroxol syr 3x1/3 cth
RR : 24x/i
- As.Folat 1x1 tab
T : 38,2 ◦C
- Allupurinol 2x50 mg
BB : 7,04 kg
- Multivit Syr 1x ½ cth
- Nebul NaCl 3% 1,5cc/8jam
A/ Diare Akut tanpa
- Miconazole cr + Gentamycin cr
Dehidrasi + Gizi Kurang +
2x/hari
Pneumonia + Sangk. ALL +
- Diet bubur ayam 3x100 kkal
Diaper Rash
- Diet ASI / Susu formula 5x45
cc
P/
- Diet F100 (based milk LLM)
45

80 cc/3jam /oral

30/7/2017 S/ Mencret (-), nafsu makan - IVFD 4:1 + 25 meq Bicnat 


berkurang, rewel (+), muntah 40 gtt/i (micro)
H8
(-) - Inj. Ceftriaxone 250
mg/12jam/iv (H6)
O/ Kes : CM
- Zync Syr 2x cth 1 (H7)
HR : 110x/i
- Lacto B 2 x 1 sachet
RR : 24x/i
- Paracetamol syr 3x4cc
T : 37,8 ◦C
- Ambroxol syr 3x1/3 cth
BB : 7,3 kg
- As.Folat 1x1 tab
- Allupurinol 2x50 mg
A/ Diare Akut tanpa
- Multivit Syr 1x ½ cth
Dehidrasi + Gizi Kurang +
- Nebul NaCl 3% 1,5cc/8jam
Pneumonia + Sangk. ALL +
- Miconazole cr + Gentamycin cr
Diaper Rash
2x/hari
- Diet bubur ayam 3x100 kkal
P/
- Diet ASI / Susu formula 5x45
cc
- Diet F100 (based milk LLM)
80 cc/3jam /oral

31/7/2017 S/ Mencret (-), mual (-), - IVFD 4:1 + 25 meq Bicnat 


muntah (-), BAB (-) sudah 2 40 gtt/i (micro)
H9
hari - Inj. Ceftriaxone 250
mg/12jam/iv (H8)
O/ Kes : CM
- Zync Syr 2x cth 1 (H8)
HR : 105x/i
- Lacto B 2 x 1 sachet
RR : 23x/i
- Paracetamol syr 3x4cc
T : 37,6 ◦C
- Ambroxol syr 3x1/3 cth
BB : 7,3 kg
- As.Folat 1x1 tab
- Allupurinol 2x50 mg
A/ Diare Akut tanpa
46

Dehidrasi + Gizi Kurang + - Multivit Syr 1x ½ cth


Pneumonia + Sangkaan ALL - Nebul NaCl 3% 1,5cc/8jam
+ Diaper Rash - Miconazole cr + Gentamycin cr
2x/hari
P/ - Diet bubur ayam 3x100 kkal
- Diet ASI / Susu formula 5x45
cc
- Diet F100 (based milk LLM)
80 cc/3jam /oral

1/8/2017 S/ Mencret (-), mual (-), - IVFD 4:1 + 25 meq Bicnat 


muntah (-), Demam (-) 40 gtt/i (micro)
H10
- Inj. Ceftriaxone 250
O/ Kes : CM
mg/12jam/iv (H9)
HR : 108x/i
- Zync Syr 2x cth 1 (H7)
RR : 24x/i
- Lacto B 2 x 1 sachet
T : 36,8 ◦C
- Paracetamol syr 3x4cc
BB : 7,3 kg
- Ambroxol syr 3x1/3 cth
- As.Folat 1x1 tab
A/ Diare Akut tanpa
- Allupurinol 2x50 mg
Dehidrasi + Gizi Kurang +
- Multivit Syr 1x ½ cth
Pneumonia + Sangkaan ALL
- Nebul NaCl 3% 1,5cc/8jam
+ Diaper Rash
- Miconazole cr + Gentamycin cr
2x/hari
P/ persiapan kemoterapi
- Diet bubur ayam 3x100 kkal
Koreksi hipoalbumin : (4-
- Diet ASI / Susu formula 5x45
2,79) x 7 x 0,8 = 6,7
cc
Koreksi dengan albumin
- Diet F100 (based milk LLM)
20%: 35 cc
80 cc/3jam /oral
- Transfusi albumin 20% 35 cc
47

2/8/2017 S/ Mencret (-), lemas (+), - IVFD 4:1 + 25 meq Bicnat 


demam (-), Batuk berdahak 40 gtt/i (micro)
H11
(+) - Inj. Ceftriaxone 250
mg/12jam/iv (H9)
O/ Kes : CM
- Zync Syr 2x cth 1 (H7)
HR : 108x/i
- Lacto B 2 x 1 sachet
RR : 24x/i
- Paracetamol syr 3x4cc
T : 36,9 ◦C
- Ambroxol syr 3x1/3 cth
BB : 7,3 kg
- As.Folat 1x1 tab
- Allupurinol 2x50 mg
A/ Post Diare Akut tanpa
- Multivit Syr 1x ½ cth
Dehidrasi + Gizi Kurang +
- Nebul NaCl 3% 1,5cc/8jam
Pneumonia + Sangkaan ALL
- Miconazole cr + Gentamycin cr
+ Diaper Rash
2x/hari
- Diet bubur ayam 3x100 kkal
P/ persiapan kemoterapi
- Diet ASI / Susu formula 5x45
Tunggu hasil albumin
cc
GEH Lepas rawat
- Diet F100 (based milk LLM)
80 cc/3jam /oral
BAB IV
PEMBAHASAN

Telah dilaporkan kasus seorang anak laki-laki berusia 1 tahun 2 bulan 28


hari dengan diagnosa diare akut dengan dehidrasi ringan sedang dan gizi buruk
tipe marasmus. Literatur menjelaskan bahwa sebagian besar episode diare terjadi
pada dua tahun pertama kehidupan. Insidensi tertinggi terjadi pada kelompok
umur 6-11 bulan pada saat diberikan makanan pendamping ASI.21 Selain itu status
gizi merupakan faktor resiko kejadian diare pada balita usia 0-24 bulan.22.
Menurut Rahmawati (2008), semakin baik status gizi balita maka semakin
besar peluang tidak menderita ISPA dan penyakit infeksi.23 Zulkifli (2003)
menambahkan, status gizi kurang mempunyai peluang yang lebih besar untuk
menderita diare, sedangkan balita dengan status gizi baik mempunyai peluang
yang lebih kecil untuk menderita diare.24 Menurut Nuryanto (2012), status gizi
baik umumnya akan meningkatkan resistensi tubuh terhadap penyakit-penyakit
infeksi.25
Brown (2003) menyebutkan, kekurangan gizi dapat menyebabkan rentan
terhadap infeksi karena dampak negatif terjadi perubahan pada perlindungan yang
diberikan oleh kulit dan selaput lendir serta menginduksi perubahan fungsi
kekebalan tubuh. Pada malnutrisi terjadi penurunan fungsi absorbsi usus yang
meningkatkan kerentanan terhadap infeksi enteral.26
Dari anamnesa didapatkan pasien datang ke poliklinik dengan keluhan
mencret sejak 2 hari SMRS. Mencret dengan frekuensi 6 kali perhari, volume
±1/4 aqua gelas per kali mencret, air lebih banyak dari pada ampas, berwarna
kekuningan, tidak disertai lendir dan darah. Muntah juga dialami pasien sejak 1
hari SMRS, dengan frekuensi 2x, volume ±1/3 aqua gelas per kali muntah, isi apa
yang dimakan dan diminum. Pasien juga mengalami demam dan batuk sejak ± 1
minggu SMRS. Demam tinggi mendadak, naik turun, dan demam turun dengan
obat penurun panas. Batuk berdahak, dahak susah dikeluarkan, dan tidak ada
keluhan keringat malam.
Keadaan yang dialami pasien disebut diare akut, literatur menjelaskan diare
akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari, disertai
perubahan konsistensi tinja mejadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang

48
49

berlangsung kurang dari satu minggu. Mual dan muntah adalah simptom yang non
spesifik pada pasien dengan diare, akan tetapi muntah mungkin disebabkan oleh
karena organisme yang menginfeksi saluran cerna bagian atas seperti: enterik
virus, bakteri yang memproduksi enterotoksin, Giardia, dan Cryptosporidium.
Bila terdapat demam dimungkinkan karena proses peradangan atau akibat
dehidrasi. Demam umumnya terjadi pada penderita dengan inflammatory diare.1
Pasien mulai mengalami gizi kurang sejak usia 10 bulan. Ibu pasien
mengeluhkan pasien mulai malas makan, dan mulai mengalami penurunan berat
badan dan perut membesar sejak usia 10 bulan, dari posyandu diketahui
penurunan berat badan ±200-500 gram perbulan. Dari hasil pemriksaan fisik
didapatkan anak tampak sangat kurus dengan iga tampak gambang, abdomen
membesar, tampak massa otot atropi pada keempat ektremitas dan baggy pants.
Dari data antropometri didapatkan status gizi pasien yaitu gizi buruk. Sehingga
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien didiagnosis dengan gizi
buruk tipe marasmus.
Penampilan muka seorang penderita marasmus menunjukkan wajah seperti
orang tua. Anak terlihat sangat kurus (vel over been) karena hilangnya sebagian
besar lemak dan otot-ototnya, iga gambang, bokong baggy pant, perut cekung,
wajah bulat sembab. Perubahan mental adalah anak mudah menangis, walapun
setelah mendapat makan karena anak masih merasa lapar. Kesadaran yang
menurun (apatis) terdapat pada penderita marasmus yang berat. Kelainan pada
kulit tubuh yaitu kulit biasanya kering, dingin, dan mengendor disebabkan
kehilangan banyak lemak di bawah kulit serta otot-ototnya. Kelainan pada rambut
kepala walaupun tidak sering seperti pada penderita kwashiorkor, adakalanya
tampak rambut yang kering, tipis dan mudah rontok. Lemak subkutan menghilang
hingga turgor kulit mengurang. Otot-otot atrofi, hingga tulang-tulang terlihat lebih
jelas. Pada saluran pencernaan, penderita marasmus lebih sering menderita diare
atau konstipasi. Tidak jarang terdapat bradikardi, dan pada umumnya tekanan
darah penderita lebih rendah dibandingkan dengan anak sehat seumur. Terdapat
pula frekuensi pernafasan yang mengurang dan ditemukan kadar hemoglobin yang
agak rendah. Selain itu anak mudah terjangkit infeksi yang umumnya kronis
berulang akibat defisiensi imunologik.27
50

Makanan yang tidak adekuat, akan menyebabkan mobilisasi berbagai


cadangan makanan untuk menghasilkan kalori demi penyelamatan hidup, dimulai
dengan pembakaran cadangan karbohidrat kemudian cadangan lemak serta protein
dengan melalui proses katabolik. Kalau terjadi stres katabolik (infeksi) maka
kebutuhan akan protein akan meningkat, sehingga dapat menyebabkan defisiensi
protein yang relatif, kalau kondisi ini terjadi pada saat status gizi masih diatas -3
SD (-2SD-- 3SD), maka terjadilah kwashiorkor (malnutrisi akut / ”decompensated
malnutrition”). Pada kondisi ini penting peranan radikal bebas dan anti oksidan.
Bila stres katabolik ini terjadi pada saat status gizi dibawah -3 SD, maka akan
terjadilah marasmik-kwashiorkor. Kalau kondisi kekurangan ini terus dapat
teradaptasi sampai dibawah -3 SD maka akan terjadilah marasmik (malnutrisi
kronik / compensated malnutrition). Dengan demikian pada KEP dapat terjadi :
gangguan pertumbuhan, atrofi otot, penurunan kadar albumin serum, penurunan
hemoglobin, penurunan sistem kekebalan tubuh, penurunan berbagai sintesa
enzim.26 Kurangnya kalori dalam diet akan meningkatkan kadar kortisol dan
menurunkan kadar insulin. Hal ini akan menyebabkan atrofi otot dan
menghilangnya lemak di bawah kulit. Pada awalnya, kelainan ini merupakan
proses fisiologis. Untuk kelangsungan hidup, jaringan tubuh memerlukan energi
yang dapat dipenuhi oleh makanan yang diberikan, jika hal ini tidak terpenuhi
maka harus didapat dari tubuh sendiri sehingga cadangan protein digunakan juga
untuk memenuhi kebutuhan energi.29,30
Saat tiba di IGD pasien dalam keadaan rewel dan terus ingin minum ASI,
pasien sama sekali tidak mau makan. Ibu pasien mengatakan BAK (+) pada
pampers, namun volume tidak diketahui. Dari pemeriksaan fisik didapatkan mata
cekung, turgor kembali lambat. Pasien didiagnosis dengan dehidrasi derajat
ringan-sedang.

Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah


ion natrium, klorida, dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini bertambah
bila ada muntah dan kehilangan air juga meningkat bila ada panas. Hal ini dapat
menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik dan hipokalemia. Dehidrasi
merupakan keadaan yang paling berbahaya karena dapat menyebabkan
hipovolemia, kolaps kardiovaskuler dan kematian bila tidak diobati dengan tepat.
51

Menurut derajat dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan-sedang atau


dehidrasi berat.1
Pada pasien dilakukan rehidrasi cairan dengan menggunakan IVFD Ringer
Laktat 480 cc habis dalam 6 jam ( 80 cc/jam ), dilanjutkan maintenance dengan
menggunakan IVFD KaEN 4B 30 tetes/menit (micro). Terapi cairan yang
diberikan pada pasien diare dengan dehidrasi ringan/sedang adalah adalah
pemberian oralit, namun pasien muntah tiap diberi minum sehingga dipilih
rehidrasi dengan menggunakan ringer laktat sebanyak 75 cc x berat badan (kg) =
75 ml x 6,4 kg, yaitu 480 cc dalam 6 jam, oleh karena pasien dengan gizi buruk.
Ringer laktat merupakan cairan garam fiologis steril yang kandungan asam
basanya menyerupai cairan plasma darah. Ringer laktat mengandung garam NaCl
(6g), KCl (0,3g), CaCl2 (0,2g), dan Na Laktat (3,1g) dalam setiap 1 liter larutan.
Cairan ini berfungsi untuk mengembalikan osmolaritas dan elektrolit tubuh secara
cepat melalui rehidrasi intravena. Larutan ringer laktat akan di metabolisme oleh
hati menjadi bikarbonat yang berguna untuk memperbaiki keadaan seperti asidosis
metabolik. Ringer laktat biasa diberikan pada penderita diare yang mengalami
dehidrasi yang berat atau yang berpotensi menjadi berat sehingga memerlukan
rehidrasi intravena secara cepat.31
Agar tidak terjadi dehidrasi berulang, pasien diberikan cairan rumatan sesuai
dengan kebutuhan berat badannya, yaitu 6,4 kg, sehingga kebutuhan cairan/hari:
(6,4 kg x 100 ml/kgBB) = 27 cc/jam (mikro), ditambah 10% dengan peningkatan
suhu 1◦C = 30cc/jam. Kebutuhan elekrolit pada pasien per hari adalah : Kalium
(Ka+ ) : ± 1 mEq/kgBB/hari : 6,4 kg x 1 mEq/hari : 6,4 mEq/hari. Natrium (Na+ )
: ± 1-2 mEq/kgBB/hari : 6,4 kg x 2 mEq/hari : 12,8 mEq/hari. Dipilih cairan
KaEN 4B, untuk memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit per hari agar tidak
terjadi dehidrasi yang berulang dan gangguan keseimbangan elektrolit. Cairan
KaEN 4B mengandung Na+ (30 mmol/L), Cl- (28 mmol/L), K+ (8 mmol/L),
laktat- (10 mEq/dL) dan Dextrosa (37,5 gr/L).32
Pasien juga mendapatkan terapi medikamentosa berupa Inj. Ceftriaxone 250
mg/12 jam, Zinc syr 2x cth I, Lacto B 2x sachet, Paracetamol syr 3x4cc,
Ambroxol syr 3x1/3 cth, Nebul NaCl 3% 1,5 cc / 8 jam.
52

Zinc sulfat diberikan pada usia > 6 bulan sama dengan 20 mg per hari yang
dilarutkan sehingga dalam terapi yang diberikan pada kasus ini sudah sesuai yaitu
Zinc sirup yang mengandung zinc sulfat 10 mg, diberikan 2x1 sendok takar. Zinc
merupakan salah satu zat gizi mikro yang penting untuk kesehatan dan
pertumbuhan anak. Zinc meningkatkan sistem kekebalan tubuh sehingga
mencegah resiko terulangnya diare selama 2-3 bulan setelah anak sembuh dari
diare. Penggunaan zinc selama diare akut diperkirakan akan mempengaruhi fungsi
imun atau fungsi dan struktur intestinal serta proses pemulihan epitel selama
diare, sehingga akan mencegah diare lebih lanjut atau mempercepat proses
penyembuhan.33
Terapi tambahan pada diare anak dapat berupa pemberian probiotik, pada
kasus ini diberikan Lacto B 2x1 sachet. Probiotik adalah bakteri hidup atau
bakteri campuran yang mempunyai efek menguntungkan pada saluran cerna dan
saluran nafas manusia melalui kemampuanya memperbaiki keseimbangan
mikroflora usus. Bakteri ini temasuk mikroba dari golongan bakteri asam laktat
yang bekerja mempertahankan kesehatan manusia. Terdapat tiga genus bakteri
asam laktat yang sering dipakai sebagai probiotik antara lain Lactobacilus,
Bifdobacterium dan Streptococcus. Selain itu, bakteri yang juga sering digunakan
untuk probiotik adalah Lactococcus, dan Enterococcus. Fungsi pemberian
Probiotik antara lain sebagai:33
a. Fungsi pertahanan mukosa, fungsi proteksi dan pertahanan imunitas saluran
cerna seperti misalnya lapisan epitel, lapisan mukus, peristaltik, dan
deskuamasi epitel, serta sekresi Imunnoglobulin A (IgA), sangat berpengaruh
terhadap perlekatan kuman patogen.
b. Modulasi sistem imun lokal dan sistemik, dua fungsi munitas di saluran cerna
yang penting adalah:
1. Sebagai peran proteksi/supresi, mencegah respon imun terhadap protein, dan
menghindari reaksi hipersensitvitas
2. Induksi respon imun spesifik dengan sekresi IgA di dalam lumen saluran
cerna yang bertujuan untuk mencegah kolonisasi kuman patogen.
Pasien dengan demam dapat diberikan paracetamol sirup dengan dosis 10-
15mg/kgBB tiap pemberian, dapat diberikan 3-4x sehari, jadi pada pasien
53

diberikan dosis x berat badan = 15 mg/kgBB x 6,4 kg = 96 mg, 3-4 x sehari


Sediaan paracetamol sirup adalah 120mg/5ml, jadi pada pasien diberikan 3 x 4 ml
(4ml = 96 mg).
Pemberian antibiotik pada pasien diare harus berdasarkan indikasi yang
sesuai, seperti diare berdarah atau diare karena kolera, atau diare dengan disertai
penyakit lain.1 Pemberian antibiotik pada pasien ini oleh karena pasien dengan
keluhan demam dan batuk sejak ± 1 minggu SMRS, dan pasien di diagnosis
dengan sangkaan bronkopneumoni. Ambroxol syr 3x1/3 cth diberikan untuk
mengobati batuk dan Nebul NaCl 3% 1,5 cc / 8 jam untuk mengencerkan dahak.
Dari divisi nutrisi pasien mendapatkan tatalaksana berupa multivit syr 1x ½ cth,
Vit. A 200.000 IU single dose, diet bubur ayam 3x100 kkal, diet ASI / Susu
formula 5x45 cc.
Pasien dengan malnutrisi menderita kekurangan vitamin, oleh karena itu
diberikan multivit syr 1x ½ cth. Pada kasus malnutrisi vitamin A serum sangat
rendah sehingga dapat menyebabkan kebutaan. Oleh sebab itu setiap anak dengan
malnutrisi sebaiknya diberikan vitamin A baik secara parenteral maupun oral,
ditambah dengan diet yang cukup mengandung vitamin A.34 Vitamin A oral
diberikan pada hari ke 1, 2 dan 14 atau sebelum keluar rumah sakit, diberikan
vitamin A dengan dosis umur > 1 tahun : 200.000 IU/kali, umur 6 - 12 bulan :
100.000 IU/kali, dan umur 0 - 5 bulan : 50.000 IU/kali.35
BAB V
KESIMPULAN

1. Diagnosis Diare Akut pada Anak, ditegakkan berdasarkan anamnesis dan


pemeriksaan fisik. Pemeriksaan penunjang dilakukan bila didapatkan indikasi
seperti adanya lendir ataupun darah.
2. Hubungan antara diare dan gizi buruk adalah hubungan dua arah, dimana
diare dapat menyebabkan gizi buruk, sebaliknya gizi buruk dapat
meningkatkan risiko infeksi penyebab diare.
3. Pengobatan pada diare akut ada lima langkah, yaitu (a) rehidrasi dengan
oralit, (b) dukungan nutrisi berupa ASI, (c) suplementasi zinc selama 10 hari,
(d) pemberian antibiotik selektif, dan (e) edukasi orang tua.
4. Prognosis pada diare akut umumnya baik. Kematian yang banyak terjadi pada
anak dengan diare disebabkan karena dehidrasi dan malnutrisi. Namun,
dengan penatalaksanaan yang cepat dan tepat serta edukasi yang baik kepada
orang tua, pasien diare dengan dehidrasi dan malnutrisi dapat memperoleh
prognosis yang lebih baik dan keluarga dapat mendukung proses pengobatan
hingga anak sembuh.

54
DAFTAR PUSTAKA

1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2012. Buku ajar gastroenterologi-hepatologi.


Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia

2. WHO. 2017. Diarrhoea. Available from :


http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs330/en/index.html diakses mei
2017

3. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007. Badan Penelitian dan


Pembangunan Kesehatan Depkes RI. Jakarta.2008

4. UNICEF-WHO. Diarhoea: Why children are still dying and what can be
done. J World Helath Organization; 2009.

5. Brown, K.H., (2003). Diarrhea and Malnutiriton. American Society for


Nutritional Sciences. JN the Journal of Nutrition 0022-3166/03

6. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bina


Kesehatan Masyarakat Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Buku Bagan
Tatalaksana Anak Gizi Buruk. Departemen Kesehatan RI, 2007.

7. Snell RS. 2012. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran, ed. 6. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

8. Price SA, Wilson LM. 2012. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-prose


Penyakit, ed. 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

9. Daldiyono. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 1. Jakarta: FK UI

10. Parashar UD, Hummelman EG, Breese JS, Miller MA, Glass RI. Global
Ilnnes and Death Caused by Rotavirus Diseases in Children. Emerging
infection diseases. 2006. Hal: 565-72

11. Departemen Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia 2011. Kementrian


kesehatan Republik Indonesia. 2012

12. Depkes RI. Lintas diare. Jakarta: Depkes RI; 2011.

13. Setiawan B, Diare akut karena infeksi, Dalam: Sudoyo A, Setyohadi B, Alwi
I dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3. Edisi IV. Jakarta. Departemen
IPD FK UI Juni 2006.

14. Adisasmito W. Diare pada bayi dan balita di Indonesia. Sistemik review
penelitian akademi bidang kesehatan. Universitas Indonesia. Jakarta: 2007

55
56

15. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Panduan Sosialisasi Tatalaksana


Diare Balita. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat
Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2011.

16. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bina


Kesehatan Masyarakat Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Sistem
Kewaspadaan Dini (SKD) KLBGizi Buruk. Departemen Kesehatan RI, 2008.

17. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Bina


Kesehatan Masyarakat Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Buku Bagan
Tatalaksana Anak Gizi Buruk. Departemen Kesehatan RI, 2007.

18. Departement of Child and Adolescent Health and Development. Severe


Malnutrition in Management of The Child With a Serious Infection or Severe
Malnutrition, World Health Organization, 2004 : 80-91

19. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Petunjuk Klinis


Tatalaksana Anak Gizi Buruk Buku II. Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia Direktorat Jenderal Bina Gizi Dan Kesehatan Ibu Dan Anak
Direktorat Bina Gizi 2011.

20. World Health Organization. 2009. Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah


Sakit. Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama Di
Kabupaten/Kota. Jakarta: WHO Indonesia.

21. Soebagyo, B. 2008. Diare Akut Pada Anak. Surakarta: Universitas Sebelas
Maret Press

22. Erdan. 2005. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Terjadinya Diare


Akut Pada Usia 0-24 Bulan di Kabupaten Gunung Kidul. Universitas Gadjah
Mada. Tesis

23. Rahmawati, D. (2008). Hubungan Antara Status Gizi Dengan Kejadian ISPA
Pada Balita di URJ Anak RSU Dr Soetomo Surabaya. Bulletin penelitian
RSU Dr Soetomo. Vol. 10. No. 3. Sept

24. Zulkifli. 2003. Analisis Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian


Diare Untuk Menentukan Kebijakan Penanggulangan Diare di Wialayah
Kerja Puskesmas Kecamatan Mutiara Kabupaten Pidie Tahun 2003.
Universitas Sumatra Utara. Tesis

25. Nuryanto. 2012. Hubungan Status Gizi Terhadap Terjadinya Penyakit Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Pada Balita. Jurnal Pembangunan Manusia
Vol. 6. No. 2.

26. Brown, K.H., (2003). Diarrhea and Malnutiriton. American Society for
Nutritional Sciences. JN the Journal of Nutrition 0022-3166/03
57

27. Pudjiadi, S. Penyakit KEP (Kurang Energi Protein). Dalam Ilmu Gizi Klinis
pada Anak. Edisi 4 2000. Hal 97-190.

28. Boerhan H, Roedi. Kurang Energi Protein (KEP). Diakses


dari:http://www.pediatrik.com/isi03.php?
page=html&hkategori=ePDT&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110-
rswg255.htm.

29. Heird, WC. Food Insecurity, Hunger, and Undernutrition In Nelson Textbook
of Pediatrics, 19th ed. P. 167-73. Philadelphia: Sauders Elsevier.

30. Shetty, P. Malnutrition and Undernutrition. Medicine, 2006. 34:524-29.


31. Siswidiasari A, Astuti KW, Yowani SC. 2014. Profil Terapi Obat pada Pasien
Rawat Inap dengan Diare Akut pada Anak di Rumah Sakit Umum Negara.
Jurnal Kimia 8 (2), Juli 2014: 183-190

32. MIMS. KA-EN 4B. Diakses dari


http://www.mims.com/indonesia/drug/info/ka-en%204b?lang=id

33. Wawan, I.W. 2010. Probiotik sebagai Terapi Diare Akut pada Bayi dan Anak.
Denpasar : Universitas Udayana.

34. Pudjiadi Solihin. Penyakit KEP (Kurang Energi dan Protein) dari Ilmu Gizi
Klinis pada Anak edisi keempat, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta, 2005 : 95-137

35. World Health Organization. Gizi Buruk. Dalam Buku Saku Pelayanan
Kesehatan Anak di Rumah Sakit. 2009. Hal 193-222.

Anda mungkin juga menyukai