Anda di halaman 1dari 102

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rumah sakit merupakan institusi yang bersifat kompleks serta bersifat
organisasi yang beragam. Untuk itu, diperlukan bentuk manajemen sistem
pelayanan yang modern untuk setiap bidang kerja atau unit kerja sehingga
sistem pelayanan pada setiap rumah sakit perlu ditinjau kembali untuk
menganstisipasi persaingan ditingkat dunia (Meidian, 2012).
Tuntutan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang
berkualitas menjadi isu dan tantangan persaingan yang penting. Dari persaingan
inilah rumah sakit dituntut untuk mempersiapkan sumber daya yang dimiiki,
salah satunya sumber daya manusia. Didalam institusi rumah sakit, sumber daya
manusia (SDM) yang berkompeten memiliki peranan yang besar dalam
pencapaian tujuan dan visi dan misi dari sebuah rumah sakit yang saah satu
diantaranya adalah pencapaian mutu pelayanan rumah sakit. Oleh karena itu,
ilmu manajemen sumber daya manusia yang sangaatlah penting untuk
diterapkan didalaamnya karena semua tujuan visi – misi rumah sakit akan
tercapai apabila setiap personil ditempatkan pada tempat yang sesuai dengan
keahlian (Meidian, 2012).
Sumber daya manusia yang berinteraksi secara langsung dengan pasien
adalah tenaga kesehatan khususnya perawat. Kualitas pelayanan yang
dilaksanakan perawat dapat dinilai sebagai salah satu indikator baik atau
buruknya kualitas pelayanan di rumah sakit (Aditama, 2000). Menurut UU
Kesehatan No. 36 Tahun 2009 pasal 23 tenaga kesehatan berwenang untuk
menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Kira-kira 40-60% pelayanan di rumah
sakit merupakan pelayanan keperawatan. Penerapan proses keperawatan dalam
asuhan keperawatan untuk klien merupakan salah satu wujud tanggung gugat
perawat terhadap klien yang pada akhirnya penerapan proses keperawatan akan
meningkatkan kualitas perawatan kepada klien (Asmadi, 2013).

1
Rumah Sakit Bhayangkara Makassar merupakan salah satu rumah sakit
milik institusiKepolisian Republik Indonesi yang berlokasi di Jalan
Mappaodang No.18 Makassar, Sulawesi Selatan.
B. Tujuan Praktik
1. Tujuan Umum
Pelayanan atau asuhan keperawatan di Rumah Sakit Bhayangkara
Makassar dapat diberikan secara profesional sesuaidengan Metode
ProsesKeperawatan Professional (MPKP).
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian di Ruang Perawatan Cendrawasih
b. Menentukan dan merencanakan kebutuhan tenaga keperawatan yang
mendukung MPKP berdasarkan analisis jumlah dan tingkat
ketergantungan pasien
c. Melakukan pengorganisasian proses penerapan metode primer
d. Melaksanakan metode proses keperawatan profesioanl di Ruangan
Perawatan Cendrawasih
e. Melakukan dokumentasi sesuai standar atau pedoman pencatatan
asuhan keperawatan.
C. Manfaat Penulisan
1. Bagi rumah sakit
Mahasiswa dapat membantu atau memberikan masukan di RS
Bhayangkara Makassar dalam memecahkan masalah yang bersifat tekhnis,
operasional dari satu aspek managemen pelayanan keperawatan tertentu,
yang dapat meningkatkan mutu pelayanan keperawatan secara umum yang
akhirnya akan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan.
2. Bagi profesi Ners UIN Alauddin Makassar
Peningkatan kualitas proses pembelajaran yang melibatkan mahasiswa
secara aktif dalam kegiatan administrasi dan manajemen rumah sakit.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Manajemen Keperawatan
Manajemen keperawatan merupakan suatu bentuk koordinasi dan
integrasi sumber-sumber keperawatan dengan menerapkan proses manajemen
untuk mencapai tujuan dan obyektifitas asuhan keperawatan dan pelayanan
keperawatan (Huber, 2000). Manajemen keperawatan adalah kelompok dari
perawat manajer yang mengatur organisasi dan usaha keperawatan yang pada
akhirnya manajemen keperawatan menjadi proses dimana perawat manajer
menjalankan profesi mereka. Manajemen keperawatan berhubungan dengan
perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pengaturan staf
(staffing), kepemimpinan (leading), dan pengendalian (controlling) aktivitas-
aktivitas upaya keperawatan atau divisi departemen keperawatan dan dari sub
unit departemen (Swanburg, 2000).
Manajemen merupakan suatu pendekatan yang dinamis dan proaktif
dalam menjalankan suatu kegiatan di organisasi.Manajemen mencakup
kegiatan POAC (planning, organizing, actuating, controlling) terhadap staf,
sarana, dan prasarana dalam mencapai tujuan organisasi (Grant dan Massey
dalam Nursalam, 2009). Manajemen keperawatan adalah proses kerja setiap
perawat untuk memberikan pengobatan dan kenyamanan terhadap pasien.
Tugas manager keperawatan adalah merencanakan, mengatur, mengarahkan
dan mengawasi keuangan yang ada, peralatan dan sumber daya manusia untuk
memberikan pengobatan yang efektif dan ekonomis kepada pasien (Gillies,
2000).
B. Fungsi Manajemen Keperawatan
Fungsi manajemen keperawatan menurut Marquis dan Huston (2010)
sebagai berikut:
1. Perencanaan
Dimulai dengan penerapan filosofi, tujuan, kebijaksanaan, prosedur, dan
peraturan; termasuk perencanaan jangka pendek dan jangka panjang;
menentukan tindakan fiskal ; dan mengelola perubahan terencana.

3
2. Pengorganisasian
Meliputi pembentukan struktur untuk melaksanakan perencanaan,
menetapkan metode pemberian asuhan keperawatan kepada pasien yang
paling tepat, mengelompokkan kegiatan untuk mencapai tujuan unit serta
melakukan peran dan fungsi dalam organisasi dan menggunakan kekuatan
serta otoritas dengan tepat.
3. Ketenagaan
Meliputi merekrut, mewawancarai, mengontrak, dan orientasi dari staf baru,
penjadwalan, pengembangan staf, sosialisasi staf dan pembentukan tim.
4. Pengarahan
Mencangkup tanggung jawab dalam mengelola sumber daya manusia
seperti motivasi untuk semangat, manajemen konflik, pendelegasian,
komunikasi, dan memfasilitasi kolaborasi dan
5. Pengawasan/pengendalian
Meliputi penilaian kinerja, tanggung gugat fiskal, pengawasan mutu,
pengawasan hukum dan etika, dan pengawasan hubungan profesional dan
kolegial.
C. Prinsip-prinsip Manajemen Keperawatan
Seorang manajer keperawatan melaksanakan manajemen keperawatan
untuk memberikan perawatan kepada pasien. Swanburg (2000) menyatakan
bahwa prinsip-prinsip manajemen keperawatan adalah sebagai berikut:
1. Manajemen keperawatan adalah perencanaan
2. Manajemen keperawatan adalah penggunaan waktu yang efektif
3. Manajemen keperawatan adalah pembuatan keputusan
4. Pemenuhan kebutuhan asuhan keperawatan pasien adalah urusan manajer
perawat
5. Manajemen keperawatan adalah suatu perumusan dan pencapaian tujuan
sosial
6. Manajemen keperawatan adalah pengorganisasian
7. Manajemen keperawatan merupakan suatu fungsi, posisi atau tingkat sosial,
disiplin, dan bidang studi

4
8. Manajemen keperawatan bagian aktif dari divisi keperawatan, dari lembaga,
dan lembaga dimana organisasi itu berfungsi
9. Budaya organisasi mencerminkan nilai-nilai kepercayaan
10. Manajemen keperawatan mengarahkan dan pemimpin
11. Manajemen keperawatan memotivasi
12. Manajemen keperawatan merupakan komunikasi efektif
13. Manajemen keperawatan adalah pengendalian atau pengevaluasian.
D. Metode Praktek Keperawatan Profesional (MPKP)
1. Pengertian Metode Praktek Keperawatan Profesional (MPKP)
Metode praktik keperawatan profesional atau MPKP adalah suatu
sistem (struktur, proses dan nilai-nilai profesional) yang memfasilitasi
perawat profesional, mengatur dan pemberian asuhan keperawatan,
termasuk lingkungan tempat asuhan tersebut diberikan (Sitorus, 2006).
Metode Praktik Keperawatan Profesional adalah bentuk dari
pemberian asuhan keperawatan yang diterapkan dengan menggunakan
nilai-nilai profesionalisme atau pelayanan prima keperawatan.
2. Jenis-jenis Metode Praktek Keperawatan Profesional
a. Metode Proses Keperawatan Professional (MPKP) Fungsional
1) Defenisi metode fungsional
Model fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam
pengelolaan asuhan keperawatan sebagai pilihan utama pada saat
perang dunia kedua. Pada saat itu karena masih terbatasnya jumlah
dan kemampuan perawat maka setiap perawat hanya melakukan 1 –
2 jenis intervensi keperawatan kepada semua pasien di bangsal.
Model ini berdasarkan orientasi tugas dari filosofi keperawatan,
perawat melaksanakan tugas (tindakan) tertentu berdasarkan jadwal
kegiatan yang ada (Nursalam, 2002).

5
2) Contoh penerapan metode fungsional
Kepala Ruang

Perawat : Perawat : Perawat : Perawat :


3) Pengobatan Merawat Luka Pengobatan Merawat luka

Pasien / klien

Bagan 2.1. Struktur organisasi metode fungsional


Contoh:
Perawat A bertugas menyuntik, perawat B tugasnya mengukur suhu
badan klien. Seorang perawat dapat melakukan dua jenis tugas atau
lebih untuk semua klien yang ada di unit tersebut. Kepala ruangan
bertanggung jawab dalam pembagian tugas tersebut dan menerima
laporan tentang semua pasien serta menjawab semua pertanyaan
tentang pasien.
3) Keuntungan metode fungsional
a) Manajemen klasik yang menekankan efisiensi, pembagian tugas
yang jelas, dan pengawasan yang baik
b) Sangat baik untuk rumah sakit yang kekurangan tenaga
c) Perawat senior diri dengan tugas manajerial, sedangkan perawat
pasien diserahkan kepada perawat junior dan/atau belum
berpengalaman
d) Kekurangan tenaga ahli dapat diganti dengan tenaga yang kurang
berpengalaman untuk satu tugas yang sederhana.
e) Memudahkan kepala ruangan untuk mengawasi staff atau peserta
didik yang praktek untuk ketrampilan tertentu.
4) Kelemahan metode fungsional
a) Tidak memberikan kepuasan pada pasien maupun perawat

6
b) Pelayanan keperawatan terpisah pisah, tidak dapat menerapkan
proses keperawatan
c) Persepsi perawat cenderung kepada tindakan yang berkaitan
dengan keterampilan saja
d) Kebutuhan pasien secara individu sering terabaikan
e) Pelayanan pasien secara individu sering terabaikan
f) Pelayanan terputus-putus
g) Kepuasan kerja keseluruhan sulit dicapai
b. Metode Proses Keperawatan Professional (MPKP) Kasus
1) Defenisi metode kasus
Setiap perawat ditugaskan untuk melayani seluruh
kebutuhan pasien saat ia dinas. Pasien akan dirawat oleh perawat
yang berbeda untuk setiap shift dan tidak ada jaminan bahwa pasien
akan dirawat oleh orang yang sama pada hari berikutnya. Metode
penugasan kasus biasa diterapkan satu pasien satu perawat, dan hal
ini umumnya dilaksanakan untuk perawat privat atau untuk
keperawatan khusus seperti isolasi, intensive care.Metode ini ber-
dasarkan pendekatan holistik dari filosofi keperawatan. Perawat
bertanggung jawab terhadap asuhan dan observasi pada pasien
tertentu (Nursalam, 2002).
2) Contoh penerapan metode kasus
Kepala Ruang

Staf Perawat Staf Perawat Staf Perawat

Pasien/ klien Pasien/ klien Pasien/ klien

Bagan 2.2. Struktur organisasi metode kasus


3) Keuntungan metode kasus
a) Perawat lebih memahami kasus per kasus
b) Sistem evaluasi dari manajerial menjadi lebih muda

7
4) Kelemahan metode kasus
a) Belum dapatnya diidentifikasi perawat penanggung jawab
b) Perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai kemampuan
dasar yang sama
c) Kemampuan tenga perawat pelaksana dan siswa perawat yang
terbatas sehingga tidak mampu memberikan asuhan secara
menyeluruh
d) Beban kerja tinggi terutama jika jumlah pasien banyak sehingga
tugas rutin yang sederhana terlewatkan
e) Pendelegasian perawatan pasien hanya sebagian selama perawat
penaggung jawab pasien bertugas.
c. Metode Proses Keperawatan Profesional (MPKP) Tim
1) Defenisi metode tim
Metode tim adalah pengorganisasianpelayanan keperawatan
oleh sekelompok perawat. Kelompok ini dipimpin oleh perawat
yang berijazah dan berpengalaman serta memiliki pengetahuan
dalam bidangnya.Pembagian tugas di dalam kelompok dilakukan
oleh pemimpin kelompok, selain itu pemimpin kelompok
bertanggung jawab dalam mengarahkan anggota tim sebelum tugas
dan menerima laporan kemajuan pelayanan keperawatan klien serta
membantu anggota tim dalam menyelesaikan tugas apabila
mengalami kesulitan. Selanjutnya pemimpin tim yang melaporkan
kepada kepala ruangan tentang kemajuan pelayanan atau asuhan
keperawatan klien.
Metode tim adalah metode yang berdasarkan kelompok pada
filosofi keperawatan. Terdapat sekitar 6-7 perawat profesional dan
perawat associate bekerja sebagai suatu tim, disupervisi oleh ketua
tim. Metode ini menggunakan tim yang terdiri atas anggota yang
berbeda beda dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap
sekelompok pasien. Perawat ruangan dibagi menjadi 2-3 tim/group

8
yang terdiri atas tenaga profesional, teknikal, dan pembantu dalam
satu kelompok kecil yang saling membantu.
2) Contoh penerapan metode team

Kepala Ruang

Ketua Tim Ketua Tim Ketua Tim

Staf Perawat Staf Perawat Staf Perawat

Pasien / klien Pasien / klien Pasien / klien

Bagan 2.3. Struktur organisasi metode tim


3) Keuntungan metode team
a) Memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh
b) Mendukung pelaksanaan proses keperawatan
c) Memungkinkan komunikasi antar tim, sehinggah konflik mudah
di atasi dan memberikan kepuasaan pada anggota tim
d) Saling memberi pengalaman antar sesama tim
e) Pasien dilayani secara komfrehesif
f) Terciptanya kaderisasi kepemimpinan
g) Tercipta kerja sama yang baik
h) Memberi kepuasan anggota tim dalam hubungan interpersonal
i) Memungkinkan menyatukan anggota tim yang berbeda-beda
dengan aman dan efektif.
4) Kelemahan metode team
a) Tim yang satu tidak mengetahui mengenai pasien yang bukan
menjadi tanggung jawabnya
b) Rapat tim memerlukan waktu sehingga pada situasi sibuk rapat
tim ditiadakan atau terburu-buru sehingga dapat mengakibatkan

9
komunikasi dan koordinasi antar anggota tim terganggu
sehingga kelancaran tugas terhambat
c) Perawat yang belum terampil dan belum berpengalaman selalu
tergantung atau berlindung kepada anggota tim yang mampu
atau ketua tim.
d. Metode Proses Keperawatan Professional (MPKP) Primer
1) Defenisi metode primer
Metode primer adalah metode dalam pemberian asuhan
keperawatan yang ditandai dengan keterikatan kuat dan terus
menerus antara pasien dan perawat yang ditugaskan untuk
merencanakan, melakukan dan mengkoordinasikan asuhan
keperawatan selama pasien dirawat. Metode primer merupakan
metode yang berdasarkan pada tindakan yang komprehensif dari
filosofi keperawatan. Perawat bertanggung jawab terhadap semua
aspek asuhan keperawatan dari hasil pengkajian kondisi pasien
untuk mengkoordinir asuhan keperawatan.
Metode penugasan di mana satu orang perawat bertanggung
jawab penuh selma 24 jam terhadap asuhan keperawatan pasien
mulai dari pasien masuk sampai keluar rumah sakit. Mendorong
praktik kemandirian perawatan, ada kejelasan antara pembuat
rencana suhan dan pelasksana. Metode primer ini ditandai dengan
adanya keterkaitan kuat dan terus menerus anatar pasien dan perawat
yang ditugaskan untuk merancanakan, melakukan, koordinasi
asuhan keperawatan selama pasien dirawat.

10
2) Contoh penerapan metode primer

Dokter Kepala ruang Sarana RS

Perawat primer

Pasien/ klien

Kepala Ruang Kepala Ruang Kepala Ruang

Bagan 2.4. Struktur organisasi metode primer

3) Keuntungan metode primer


a) Bersifat kontunuitas dan komprehensif
b) Perawatan primer mendapatkan akuntabilitas yang tinggi
terhadap hasil, dan memungkinkan pengembangan diri
c) Mendorong kemandirian perawat
d) Ada keterikatan pasien dan perawat selama dirawat
e) Memberikan kepuasan kerja bagi perawat
f) Memberikan kepuasan bagi klien dan keluarga menerima asuhan
keperawatan.
Keuntungan yang dirasakan adalah pasien merasa di
manusiawikan karena terpenuhinya kebutuhan secara individu.
Selain itu, asuhan yang diberikan bermutu tinggi, dan tercapai
pelayanan yang efektif terhadap pengobatan., dukungan, proteksi,
informasi, dan advokasi.
4) Kelemahan metode primer
a) Hanya dapat dilakukan oleh perawat yang memiliki pengalaman
dan pengetahuan yang memadai dengan kriteria asertif, self
direction, kemampuan mengambil keputusan yang tepat,

11
menguasai keperawatan klinis, akuntabel, serta mampu
berkolaborasi dengan berbagai disiplin ilmu
b) Perlu kualitas dan kuantitas tenaga perawat
c) Hanya dapat dilakukan oleh perawat profesional
d) Biaya relatif lebih tinggi dibandingkan metode lain.
e. Metode Proses Keperawatan Profesional (MPKP) Modifikasi Tim-
Primer
1) Defenisi metode modifikasi
Selain Metode Praktik Keperawatan Profesional di atas, di
Indonesia mengembangkan MPKP Modifikasi: Tim – Primer.
MPKP Modifikasi ini dikembangkan oleh Sitorus (1997) di RSUPN
dr. Cipto Mangkunkusumo. Pada model MPKP tim digunakan
secara kombinasi dari kedua sistem.
Metode primer modifikasi adalah metode gabungan antara
metode penugasan tim dengan metode perawatan primer. Metode ini
menugaskan sekelompok perawat merawat pasien dari datang
sampai pulang. Pada model ini, digunakan secara kombinasi dari
kedua sistem. Menurut Ratna S.Sudarsono (2000), penerapan sistem
model ini didasarkan pada beberapa alasan :
a) Keperawatan primer tidak digunakan secara murni, karena
perawat primer harus mempunyai latar belakang pendidikan S1
Keperawatan atau setara.
b) Keperawatan tim tidak di gunakan secara murni, karena
tanggung jawab asuhan keperawatan pasien terfragmentasi pada
berbagai tim
c) Melalui kombinasi kedua model tersebut di harapkan komunitas
asuhan keperawatan dan akuntabilitas asuhan keperawatan
terdapat pada primer. Disamping itu, karena saat ini perawat
yang ada di rumah sakit sebagain besar adalah lulusan SPK,
maka akan mendapat bimbingan dari perawat primer/ ketua tim
tentang asuhan keperawatan.

12
Untuk ruang model ini di perlukan 26 perawat. Dengan
menggunakan model modifikasi keperawatan primer ini diperlukan
4 (empat) orang perawat primer (PP) dengan kualifikasi Ners, di
samping seorang kepala ruang rawat, juga Ners, Perawat
Associate(PA) 21 orang, kualifikasi pendidikan perawat asosiasi
terdiri atas lulusan D3 Keperawatan ( 3orang) dan SPK (18 orang).
2) Contoh penerapan metode modifikasi tim-primer

Dokter

PP1 PP2 PP3 PP4

PA PA PA PA

PA PA PA PA

PA PA PA PA

7-8 Pasien 7-8 Pasien 7-8 Pasien 7-8 Pasien

Bagan 2.5. Struktur organisasi metode modifikasi tim-primer

3. Struktur Organisasi di Ruang Perawatan


a. Kepala Ruangan
Menurut Zaidin (2001), peran kepala ruangan adalah sebagai
berikut:
1) Pengkajian: mengidentifikasi masalah terkait fungsi manajemen
2) Perencanaan: fungsi perencanaan dan fungsi ketenagaan

13
a) Menunjuk ketua tim
b) Mengikuti serah terima klien
c) Mengidentifikasi tingkat ketergantungan
d) Mengidentifikasi jumlah perawat yang dibutuhkan berdasarkan
aktifitas dan kebutuhan klien
e) Merencanakan strategi pelaksanaan keperawatan
f) Merencanakan logistik ruangan/ fasilitas ruangan
g) Melakukan pendokumentasian
3) Implementasi
a) Fungsi pengorganisasian
(1) Merumuskan sistem penugasan
(2) Menjelaskan rincian tugas ketua tim
(3) Menjelaskan rentang kendali di ruang rawat
(4) Mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan di ruang
rawat
(5) Mengatur dan mengendalikan logistik/ fasilitas ruangan
(6) Mengatur dan mengendalikan situasi lahan praktik
(7) Mendelegasikan tugas kepada ketua tim
b) Fungsi pengarahan
(1) Memberikan pengarahan kepada ketua tim
(2) Memberikan motivasi dalam meningkatkan pengetahuan,
keterampilan dan sikap anggota tim
(3) Memberi pujian kepada anggota tim yang melaksanakan
tugas dengan baik.
(4) Membimbing bawahan.
(5) Meningkatkan kolaborasi dengan anggota tim.
(6) Melakukan supervisi.
(7) Memberikan informasi tentang hal-hal yang berhubungan
dengan yankep di ruangan.
(8) Melakukan pelaporan dan pendokumentasian
(9)

14
3) Evaluasi
a) Fungsi pengendalian
(1) Mengevaluasi kinerja katim
(2) Memberikan umpan balik pada kinerja katim
(3) Mengatasi masalah di ruang rawat dan menetapkan tindak
lanjut.
(4) Memperhatikan aspek legal dan etik keperawatan
(5) Melakukan pelaporan dan pendokumentasian
b. Ketua Tim
1) Tanggung jawab ketua tim/katim :
a) Melakukan orientasi kepada pasien baru & keluarga
b) Mengkaji setiap klien, menganalisa, menetapkan rencana
keperawatan (renpra), menerapkan tindakan keperawatan dan
mengevaluasi renpra
c) Mengkoordinasikan renpra dengan tindakan medis melalui
komunikasi yang konsisten
d) Membagi tugas anggota tim dan merencanakan kontinuitas
asuhan keperawatan melalui konfrens
e) Membimbing dan mengawasi pelaksanan asuhan keperawatan
oleh anggota tim
f) Bertanggung jawab terhadap kepala ruangan
c. Anggota Tim (perawat asosiet/pelaksana)
Menurut Marquis (1998), tanggung jawab anggota tim adalah
sebagai berikut :
1) Melaksanakan perawatan sesuai renpra yang dibuat katim
2) Memberikan perawatan total/ komprehensif pada sejumlah pasien
3) Bertanggung jawab atas keputusan keperawatan selama katim tidak
ada di tempat
4) Berkontribusi terhadap perawatan
5) observasi terus menerus
6) ikut ronde keperawatan

15
7) berinterkasi dgn pasien & keluarga berkontribusi dgn katim/karu
bila ada masalah
4. Proses Keperawatan Profesional
a. Penerimaan pasien baru
Tahap pra penerimaan pasien baru :
1) Menyiapakan kelengkapan administrasi
2) Menyiapkan kelengkapan kamar sesuai pesanan
3) Menyiapkan format penerimaan pasien baru
4) Menyiapkan buku status pasien dan format pengkajiankeperawatan
5) Menyiapkan nursing kit
6) Menyiapkan lembar tata tertib pasien, keluarga, dan pengunjung
ruangan
Tahap pelaksanaan penerimaan pasien baru :
1) Pasien datang di ruangan diterima oleh kepala ruangan/perawat
primer/perawat yang diberi delegasi
2) Perawat memperkenalkan diri kepada pasien dan keluarganya
3) Perawat menunjukkan kamar atau tempat tidur pasien dan mengatur
ketempat yang telah ditetapkan
4) Perawat bersama karyawan lain memindahkan pasien ke tempat
tidur dan diberikan posisi yang nyaman
5) Perawat menanyakan kembali tentang tentang kejelasan tentang
informasi yang telah disampaiakan.
6) Perawat mulai melakukan pengkajian terhadap pasien sesuai dengan
format (Nursalam, 2015).
b. Hand-over
Tahap persiapan
Timbang terima dilaksanakan setiap pergantiaan sift
1) Prinsip timbang terima, semua pasien yang baru masuk dan pasien
yang dilakukan timbang terima khususnya yang memiliki
permasalahan yang belum atau dapat teratasi serta yang
membutuhkan observasi lebih lanjut.

16
2) PA/PP menyampaikan timbang terima ke PA/PP, hal perlu
disampaikan dalam timbang terima:
a) Jumlah pasien
b) Identitas pasien dan diagnose medis
c) Data
d) Masalah keperawatan yang masih muncul
e) Intervensikeperawatan yang sudahdanbelumdilaksanakan
f) Intervensikolaborasidandependen
g) Rencana umum dan persiapan yang perlu dilakukan
(persiapan operasi, pemeriksaan penunjang dan program
lainnya
Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan dilakukan di nurse station :
1) Kedua kelompok sudah siap
2) Kelompok yang akan bertugas menyiapkan buku catatan
3) Kepala ruangan membuka acara timbang terima
4) Penyampain yang jelas, singkat, dan dapat oleh perawat jaga
5) Perawatjaga sift selanjutnya dapat melakukan klarifikasi. Tanya
jawab dan melakukan validasi terhadap hal-hal yang telah ditimbang
terimakan dan berhak menanyakan mengenai hal-hal yang kurang
jelas.
Tahap pelaksanaan dilakukan di nurse station :
1) Kepala ruangan menyampaikan salam dan perawat primer
menanyakan kebutahan dasar pasien.
2) Perawat jaga selanjutnya mengkaji secara penuh terhadap masalah
keperawatan, dan tindakan yang telah/belum dilakukan, serta hal-hal
yang penting lainnya selama masa perawatan
3) Hal-hal yang sifatnya khusus dan memerlukan perincian yang
matang sebaiknya di catat secara khusus untuk kemudian diserah
terimakan kepada petugas berikutnya.
Tahap post timbang terima menurut (Nursalam, 2015):

17
1) Diskusi
2) Pelaporan untuk timbang terima dituliskan secara langsung pada
format timbang terima yang ditandatangani oleh perawat primer
yang jaga saat itu dan perawat primer yang jaga berikutnya oleh
kepala ruangan
3) Ditutup oleh karu.
c. Pre dan post conference
Konferensi merupakan pertemuan tim yang dilakukan setiap
hari. Konferensi dilakukan sebelum atau setelah melakukan operan
dinas, sore atau malam sesuai dengan jadwal dinas perawatan
pelaksanaan. Konferensi sebaiknya dilakukan di tempat tersendiri
sehingga dapat mengurangi gangguan dari luar (Nursalam, 2007).
1) Pre conference
a) Pengertian
Pre conference adalah komunikasi katim dan perawat pelaksana
setelah selesai operan untuk rencana kegiatan pada shift tersebut
yang dipimpin oleh ketua tim atau penanggung jawab tim. Jika
yang dinas pada tim tersebut hanya satu orang, maka pre
conference ditiadakan. Isi pre conference adalah rencana tiap
perawat (rencana harian), dan tambahan rencana dari katim dan
PJ tim (Sitorus, 2006).
b) Tujuan
Tujuan pre conference menurut (Nursalam, 2007) yaitu untuk
menidentifikasi masalah-masalah pasien, merencanakan asuhan
dan merencanakan evaluasi hasil, mempersiapkan hal-hal yang
akan ditemuai di lapangan, dan mempersiapkan kesempatan
untuk berdiskusi tentang keadaan pasien.
c) Pelaksanaan (Sitorus, 2006)
Waktu : setelah operan
Tempat : Meja masing – masing tim
Penanggung jawab : Ketua tim atau PJ tim

18
Kegiatan :
(1) Ketua tim atau PJ tim membuka acara
(2) Ketua tim atau PJ tim menanjakan rencana harian masing –
masing perawat pelaksana
(3) Ketua tim atau PJ tim memberikan masukan dan tindakan
lanjut terkait dengan asuhan yang diberikan saat itu.
(4) Ketua tim atau PJ tim memberikan reinforcement
(5) Ketua tim atau PJ tim menutup acara
2) Post conference
a) Pengertian
Post conference merupakan kegiatan diskusi yang dilakukan
oleh ketua tim dan perawat pelaksana mengenai kegiatan selama
sif sebelum dilakukan operan sif berikutnya (Sugiharto, Keliat,
Sri, 2012).
b) Tujuan
Post conference dilakukan untuk mendiskusikan mengenai
masalah masalah yang terjadi pada pasien(Kerr, 2002, Lardner,
1996, dalam Sugiharto, Keliat, Sri, 2012)
c) Pelaksanaan (Sitorus, 2006).
Waktu :Sebelum operan ke dinas berikutnya.
Tempat : Meja masing – masing tim.
Penanggung jawab : ketua tim atau Pj tim
d) Kegiatan :
(1) Ketua tim atau Pj tim membuka acara.
(2) Ketua tim atau Pj tim menanyakan kendala dalam asuhan
yang telah diberikan.
(3) Ketua tim atau Pj tim yang menanyakan tindakan lanjut
asuhan klien yang harus dioperkan kepada perawat shift
berikutnya.
(4) Ketua tim atau Pj menutup acara

19
d. Ronde keperawatan
Ronde keperawatan adalah kegiatan yang bertujuan untuk
mengatasi masalah keperawatan pasien yang dilaksanakan oleh
perawat disamping melibatkan pasien untuk membahas dan
melaksanakan asuhan keperawatan (Nursalam, 2015).
Adapun manfaat ronde keperawatan adalah sebagai berikut:
1) Masalah pasien dapat teratasi
2) Kebutuhan pasien dapat terpenuhi
3) Terciptanya komunikasi keperawatan yang professional
4) Terjadinya kerjasama antara tim kesehatan
5) Perawat dapat melaksanakan model asuhan keperawatan dengan
tepat dan benar
e. Pendelegasian
Delegasi (Delegation) secara singkat dapat dikatakan bahwa
delegasi adalah pemberian sebagaian tanggung jawab dan kewibawaan
kepada orang lain (Suarli dan Bachtiar, 2007). Menurut keliat (2010)
ada beberapa metode dalam pendelegasian yaitu :
1) Cara bijaksana, yaitu sikap bertanggung jawab penuh dari pemimpin
dan bawahan.Pemimpin melaksanakan pendelegasian serta memberi
dukungan, sementara bawahan siap serta taat kepada pemimpin
dalam melaksanakan tugas/tanggung jawab yang dipercayakan
kepadanya.
2) Cara konsistensi, yaitu sikap pasti yang terus-menerus
dipertahankan oleh pemimpin dan bawahan.
3) Efektif dan efisien, yaitu memperhitungkan faktor kualitas dan
kuantitas kerja.
4) Pragmatis dan produktif, yaitu berorientasi kepada hasil atau
produksi tinggi, sesuai dengan perencanaan.
Ada lima benar untuk pelaksanaan delegasi (FKP, 2009) :
1) Tugas yang benar (Right Task)

20
Salah satu alasan untuk mendelegasikan adalah bahwa masing-
masing perawat memiliki waktu terbatas dan energi untuk merawat
klien, Jangan mendelegasikan hanya untuk tugas-tugas yang remeh,
karena pelaksanaan delegasi adalah membagi pekerjaan kepada
anak buah termasuk tugas penting yang sangat menonjol dan juga
tugas rutin.
2) Benar Orangnya (Right Person)
Delegasi melibatkan perawat sebagai salah satu delegator atau
delegatee. Tetapkan tujuan perawatan klien tertentu dan kegiatan
dengan orang untuk mempercayakan dengan tanggung-jawab sesuai
otoritas sebuah tantangan.
3) Keadaan yang benar (Right Circumstance)
Situasi untuk didelegasikan perawatan diperlukan untuk
memastikan bahwa tujuan untuk perawatan pasien dapat
dipenuhi oleh perawat. Ketika satu perawat merawat satu klien, ada
sedikit kebutuhan untuk mendelegasikan perawatan.
4) Arah/komunikasi yang benar (Right direction/communication)
Komunikasi harus Jelas, akurat, petunjuk yang disampaikan juga
harus jelas dan dimengerti oleh delegatee. komunikasi yang baik
sangat diperlukan dalam pendelegasikan tugas, sebaiknya dijelaskan
secara menyeluruh, agar yang bersangkutan tidak perlu bertanya-
tanya dan melakuakn kesalahan dalam melaksanakan wewenang
tersebut.
5) Pengawasan yang benar (Right Supervision)
Pengawasan personil penting untuk memastikan keselamatan dan
kelengkapan perawatan klien. Bila terjadi kesalahan sebaiknya
diberikan umpan balik dalam bentuk saran terbaik dan beri kritik &
keluhan.
Menurut Kuntoro & Agus (2010), kegiatan dalam pendelegasian
wewenang adalah sebagai berikut:

21
1) Manager perawat/bidan menetapkan dan memberikan tugas dan
tujuannya kepada orang yang diberi pelimpahan kewenangan.
2) Manajer melimpahkan wewenang yang diperlukan untuk mencapai
tujuan
3) Perawat yang menerima delegasi memiliki kewajiban dan tanggung
jawab
4) Manajer perawat menerima pertanggung jawaban atas hasil yang
telah dicapai.
f. Supervisi
Secara umum yang dimaksud dengan supervisi adalah melakukan
pengamatan secara langsung dan berkala oleh atasan terhadap pekerjaan
yang dilaksanakan oleh bawahan untuk kemudian apabila ditemukan
masalah, segera diberikan pe-tunjuk atau bantuan yang bersifat
langsung guna mengatasinya (Suarli & Bachtiar, 2007). Kuntoro &
Agus (2010) menyatakan bahwa supervisi adalah salah satu bagian
proses atau kegiatan dari fungsi pengawasan dan pengendalian
(controlling).
Keliat (2010) menyatakan bahwa tujuan supervisi keperawatan
antara lain :
1) Memperhatikan anggota unit organisasi disamping itu area kerja dan
pekerjaan itu sendiri.
2) Memperhatikan rencana, kegiatan dan evaluasi dari pekerjaannya.
3) Meningkatkan kemampuan pekerjaan melalui orientasi, latihan dan
bimbingan individu sesuai kebutuhannya serta mengarahkan kepada
kemampuan ketrampilan keperawatan.
g. Discharge planning
Discharge planning (perencanaan pulang) adalah serangkaian
keputusan dan aktivitas-aktivitasnya yang terlibat dalam pemberian
asuhan keperawatan yang kontinu dan terkoordinasi ketika pasien
dipulangkan dari lembaga pelayanan kesehatan (Potter & Perry,
2005).Program discharge planning (perencanaan pulang) pada dasarnya

22
merupakan program pemberian informasi atau pemberian pendidikan
kesehatan kepada pasien yang meliputi nutrisi, aktifitas/latihan, obat-
obatan dan instruksi khusus yaitu tanda dan gejala penyakit pasien (Potter
& Perry, 2005). Informasi diberikan kepada pasien agar mampu mengenali
tanda bahaya untuk dilaporkan kepada tenaga medis. Sebelum
pemulangan, pasien dan keluarganya harus mengetahui bagaimana cara
manajemen pemberian perawatan di rumah dan apa yang diharapkan di
dalam memperhatikan masalah fisik yang berkelanjutan karena kegagalan
untuk mengerti pembatasan atau implikasi masalah kesehatan (tidak siap
menghadapi pemulangan) dapat menyebabkan meningkatknya komplikasi
yang terjadi pada pasien (Potter & Perry, 2006).
Pelakasanaan Discharge Planning dan Proses Keperawatan
Proses discharge planning memiliki kesamaan dengan proses
keperawatan. Kesamaan tersebut bisa dilihat dari adanya pengkajian pada
saat pasien mulai di rawat sampai dengan adanya evaluasi serta
dokumentasi dari kondisi pasien selama mendapatkan perawatan di rumah
sakit. Pelaksanaan discharge planning menurut Potter & Perry (2005)
secara lebih lengkap dapat diurut sebagai berikut:
1) Sejak waktu penerimaan pasien, lakkukan pengkajian tentang
kebutuhan pelayanan kesehatan untuk pasien pulang, dengan
menggunakan riwayat keperawatan, rencana perawatan dan
pengkajian kemampuan fisik dan fungsi kognitif yang dilakukan
secara terus menerus.
2) Kaji kebutuhan pendidikan kesehatan untuk pasien dan keluarga yang
berhubungan dengan terapi di rumah, hal-hal yang harus dihindarkan
akibat dari gangguan kesehatan yang dialami, dan komplikasi yang
mungkin terjadi.
3) Bersama pasien dan keluarga, kaji faktor-faktor lingkungan di rumah
yang dapat mengganggu perawatan diri (contoh: ukuran kamar, lebar
jalan, langkah, fasilitas kamar mandi). (Perawat yang melakukan

23
perawatan di rumah hadir pada saat rujukan dilakukan, untuk
membantu pengkajian).
4) Berkolaborasi dengan dokter dan disiplin ilmu yang lain dalam
mengkaji perlunya rujukan untuk mendapat perawatan di rumah atau
di tempat pelayanan yang lainnya.
5) Kaji penerimaan terhadap masalah kesehatan dan larangan yang
berhubungan dengan masalah kesehatan tersebut.
6) Konsultasi dengan anggota tim kesehatan lain tentang berbagai
kebutuhan klien setelah pulang.
7) Tetapkan diagnosa keperawatan yang tepat, lakukan implementasi
rencana keperawatan. Evaluasi kemajuan secara terus menerus.
Tentukan tujuan pulang yang relevan, yaitu sebagai berikut:
a) Pasien akan memahami masalah kesehatan dan implikasinya.
b) Pasien akan mampu memenuhi kebutuhan individualnya.
c) Lingkungan rumah akan menjadi aman
d) Tersedia sumber perawatan kesehatan di rumah
Persiapan Sebelum Hari Kepulangan Pasien
1) Anjurkan cara-cara untuk merubah pengaturan fisik di rumah
sehingga kebutuhan pasien dapat terpenuhi.
2) Berikan informasi tentang sumber-sumber pelayanan kesehatan di
masyarakat kepada pasien dan keluarga.
3) Lakukan pendidikan untuk pasien dan keluarga sesegera mungkin
setelah pasien di rawat di rumah sakit (contoh: tanda dan gejala,
komplikasi, informasi tentang obat-obatan yang diberikan,
penggunaan perawatan medis dalam perawatan lanjutan, diet, latihan,
hal-hal yang harus dihindari sehubungan dengan penyakit atau oprasi
yang dijalani). Pasien mungkin dapat diberikan pamflet atau buku.
Pada hari kepulangan pasien:
a) Biarkan pasien dan keluarga bertanya atau berdiskusi tentang berbagai
isu berkaitan dengan perawatan di rumah (sesuai pilihan).

24
b) Periksa order pulang dari dokter tentang resep, perubahan tindakan
pengobatan, atau alat-alat khusus yang diperlukan pesan harus ditulis
sedini mungkin).
c) Tentukan apakah pasien atau keluarga telah mengatur transportasi
untuk pulang ke rumah.
d) Tawarkan bantuan ketika pasien berpakaian dan mempersiapkan
seluruh barang-barang pribedinya untuk dibawa pulang. Berikan
privasi jika diperlukan.
e) Periksa seluruh kamar mandi dan lemari bila ada barang pasien yang
masih tertinggal. Carilah salinan daftar barang-barang berharga milik
kpasien yang telah ditandatangani dan minta satpam atau
administrator yang tepat untuk mengembalikan barang-barang
berharga tersebut kepada pasien. Hitung semua barang-barang
berharga yang ada.
f) Berikan pasien resep atau obat-obatan sesuai dengan pesan dokter.
Periksa kembali instruksi sebelumnya.
g) Hubungi kantor keuangan lembaga untuk menentukan apakah pasien
masih perlu membayar sisa tagian biaya. Atur pasien atau keluarga
untuk pergi ke kantor tersebut.
h) Gunakan alat pengangkut barang untuk membawa barang-barang
pasien. Berikan kursi roda untuk pasien yang tidak bisa berjalan
sendiri. Pasien yang
i) Meninggalkan rumah sakit dengan mobil ambulans akan dipindahkan
dengan kereta dorong ambulans.
j) Bantu pasien pindah ke kursi roda atau kereta dorong dengan
mengunakan mekanika tubuh dan teknik pemindahan yang benar.
Iringi pasien masuk ke dalam lembaga dimana sumber transaportasi
merupakan hal yang diperhatikan.
k) Kunci kursi roda. Bantu pasien pindah ke mobil atau alat transportasi
lain. Bantu keluarga memindahkan barang-barang pribedi pasien ke
dalam kendaraan tersebut.

25
l) Kembali ke unit dan beritahukan departemen penerimaan dan
departemen lain yang berwenang mengenai waktu kepulangan pasien.
m) Catat kepulangan pasien pada format ringkasan pulang. Pada beberapa
institusi pasien akan menerima salinan dari format tersebut.
n) Dokumentasikan status masalah kesehatan saat pasien
F. Model Asuhan Keperawatan
Hutahaean (2010) menyatakan model dokumentasi keperawatan
merupakan model dokumentasi dimana data-data klien dimasukkan dalam
suatu format, catatan dan prosedur dengan tepat yang dapat memberikan
gambaran perawatan secara lengkap dan akurat.
Model dokumentasi keperawatan tersebut terdiri dari komponen yaitu sebagai
berikut (Hutahaean, 2010)
1. Model dokumentasi SOR (Source-Oriented-Record)
Model dokumentasi SOR merupakan model dokumentasi yang berorientasi
pada sumber. Model ini dapat diterapkan pada klien rawat inap, yang
didalamnya terdapat catatan pesan dokter yang ditulis oleh dokter, dan
riwayat keperawatan yang di tulis oleh perawat. Namun demikian, secara
umum catatan ini berisi pesan dari dokter. Catatan-catatan dalam model ini
ditempatkan atas dasar disiplin orang atau sumber yang mengelola
pendokumentasian. Model dokumentasi SOR terdiri dari lima komponen
yaitu lembar penerimaan berisi biodata, lembar instruksi dokter, lembar
riwayat medik atau penyakit, catatan perawat, serta catatan dan laporan
khusus..
Keuntungan model dokumentasi SOR :
a. Menyajikan data yang berurutan dan mudah diidentifikasi.
b. Memudahkan perawat melakukan cara pendokumentasian.
c. Proses pendokumentasian menjadi sederhana.
Kerugian model dokumentasi SOR :
a. Sulit untuk mencari data sebelumnya
b. Waktu pelaksanaan asuhan keperawatan memerlukan waktu yang
banyak

26
c. Memerlukan pengkajian data dari beberapa sumber untuk
menentukan masalah dan intervensi yang akan diberikan kepada
klien.
d. Perkembangan klien sulit dipantau.
2. Model dokumentasi POR (Problem-Oriented-Record)
Model dokumentasi POR (Problem-oriented record) merupakan model
dokumentasi yang berorientasi pada masalah, dimana model ini berpusat
pada data klien yang didokumentasikan dan disusun menurut masalah
klien. Komponen-komponen model dokumentasi POR adalah data dasar,
daftar masalah, daftar rencana awal asuhan keperawatan, dan catatan
perkembangan.
Keuntungan Model dokumentasi POR (Problem-oriented record) :
a. Fokus catatan asuhan keperawatan lebih menekankan pada masalah
klien dan proses penyelesaian masalah daripada tugas dokumentasi.
b. Pendokumentasian asuhan keperawatan dilakukan secara kontinu.
c. Evaluasi dan penyelesaian masalah didokumentasikan dengan jelas.
d. Daftar masalah merupakan check list untuk masalah klien.
Kerugian Model dokumentasi POR (Problem-oriented record) :
a. Dapat menimbulkan kebingungan jika setiap hal harus dimasukkan
dalam daftar masalah.
b. Pencatatan dengan menggunakan bentuk SOAPIER, dapat
menimbulkan pengulangan yang tidak perlu.
c. Perawat yang rutin dalam memberikan asuahan keperawatan maki
3. Model dokumentasi CBE (Charting By Exception)
Model dokumentasi CBE (charting by exception) adalah sistem
dokumentasi yang hanya mencatat hasil atau penemuan yang menyimpang
dari keadaan normal tubuh. Penyimpangan yang dimaksud dalam hal ini
menyangkut keadaan yang tidak sehat yang mengganggu kesehatan klien.
4. Model dokumentasi PIE (Problem-Intervension-Evaluation)

27
Model dokumentasi PIE (problem-intervension-evaluation) merupakan
suatu pendekatan orientasi proses pada dokumentasi keperawatan dengan
penekanan pada masalah keperawatan, intervensi dan evaluasi keperawatan
5. Model dokumentasi POS (Process-Oriented-System)
Model dokumentasi POS (process-oriented-system) yang disebut juga
dengan model dokumentasi fokus adalah suatu model dokumentasi yang
berorientasi pada proses keperawatan mulai dari pengumpulan data klien,
diagnosis keperawatan, penyebab masalah, dan definisi karakteristik yang
dinyatakan sesuai dengan keadaan klien.
6. Sistem dokumentasi core
Sistem dokumentasi core merupakan sistem dokumentasi pusat yang
merupakan bagian terpenting dari sistem dokumentasi dalam proses
keperawatan. Komponen sistem dokumentasi core adalah pengkajian, flow
sheet, masalah keperawatan, catatan keperawatan atau catatan
perkembangan serta ringkasan (informasi mengenai diagnosis, konseling,
kebutuhan untuk follow up).
G. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pengertian
Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan
mengumpulkan data data yang akurat dari klien, sehingga akan
diketahui berbagai permaalahan yang ada. Untuk melakukan langkah
pertama ini diperlukan pengetahuan dan kemampuan yang harus
dimiliki oleh perawat diantaranya pengetahuan tentang kebutuhan atau
system biopsikososialdan spiritual bagi manusia yang memandang
manusia dari aspek biologis, psikologis, social, dan tinjauan aspek
spiritual, juga pengetahuan tentang kebutuhan perkembangan manusia
(tumbuh kembang dari kebutuhan dasarnya), pengetahuan tentang
konsep sehat dan sakit, pengetahuan tentang patofisiologi dari penyakit
yang dialami, pengetahuan tentang system keluarga dan kultur budaya
serta nilai-nilai keyakinan yang dimiliki kilen.

28
Pengumpulan data pengkajian dilakukan dengan cara
mengumpulkan riwayat kesehatan dan pengkajian kesehatan dan
dengan pemantauan secara berkesinambungan agar tetap waspada
terhadap kebutuhan pasien dan keefektifan rencana keperawatn yang
diterima pasien.
b. Pengumpulan Data
Kegiatan pengumpulan data dimulai pada saat pasien masuk, dan
dilanjutkan secara terus menerus selama proses keperawatan
berlangsung. Secara garis besar data di bedakan atas dua jenis yaitu
pertama data objektif yang merupakan data yang sesungguhnya yang
dapat diobservasi dan dilihat oleh perawat.data objektif diperoleh
melalui kepekaan perawat selama melakukan pemeriksaan fisik melalui
2S ( sight, smell ) dan HT ( hearing, touch/ taste),contohnya TTV,
udema dan berat badan.Yang kedua data subjektif yaitu penyataan yang
disampaikan pasien dan dicatat sebagai kutipan langsung contohnya
nyeri, lemah, mual, dan malu.
Fokus pengumpulan data meliputi :
1) Riwayat status kesehatan sebelumya dan saat ini.
2) Pola koping yang pernah digunakan dan yang saat ini digunakan.
3) Fungsi status sebelumnya dan saat ini
4) Respon terhadap terapi medis dan intervensi keperawatan
5) Resiko untuk masalah potensial.
6) Hal-hal yang dapat menjadi dorongan atau kekuatan bagi klien.
c. Karakteristik Data
Data yang dikumpulkan untuk menunjang diagnosis keperawatan harus
mempunyai karakteristik:
1) Lengkap
Seluruh data yang diperlukan harus dikumpulkan secara
lengkap agar dapat membantu perawat mengatasi masalah klien.
Misalnya klien menolak untuk makan selama dua hari. Perawat
harus mengkaji lebih dalam mengenai masalah tersebut dengan

29
menanyakan apakah klien sengaja tidak makan atau tidak
mempunyai nafsu makan kemudian kaji perubahan pola makan dan
amati respon klien
2) Akurat dan nyata
Pada proses pengumpulan data perawat mungkin saja
melakukan kesalahan dalam menafsirka data untuk mencegah hal
itu perawat harus dapat berpikir secara akurat dan menampilkan
data-data yang nyata untuk membuktikan kebenaran datadari apa
yang didengar, dilihat, diamati, dan diukur serta memvalidasi
semua data yamg meragukan jika perawat merasa kurang jelas atau
kurang mengerti terhadap data yang telah dikumpulkan perawat
harus berkonsultasi dengan perawat lain yang lebih mengerti.
3) Relevan
Pengumpulan data yang banyak dan mengambil waktu
untuk mengidentifikasi data tersebut dapat diantisipasi dengan
melakukan pendokumentasian data fokus yang relevan dan sesuai
dengan masalah klien. Pada situasi khusus.
d. Sumber Data
Data yang dikumpulkan dapat diperoleh tidak hanya dari klien tetapi
dari orang terdekat atau keluarga klien, catatan klien , riwayat penyakit
terdahulu, konsultasi dengan terapis , hasil pemeriksaan diagnostic,
catatan medis, dan sumber kepustakaan.
e. Metode Pengumpulan Data
1) Komunikasi yang efektif
Pengumpulan data dilakukan melalui Anamnesis
( wawancara ) dengan menggunakan komunikasi yang efektif .
Komunikasi yang efektif ini dilakukan dengan pendekatan
komunikasi terapeutik yaitu usaha mengajak klien dan keluarga
untuk bertukar pikir dan perasaan, yang mencakup keterampilan
verbal dan non verbal, empati dan rasa kepedulian yang tinggi.
Metode pengumpulan data dengan komunikasi yaitu dengan

30
melakukan wawancara atau anamnesis. Hal yang perlu
dipertanyakan pada klien, antara lain biodata, keluhan utama, juga
riwayat kesehatan klien dan keluarga ( sekarang atau masa lalu).
Untuk membantu klien menyampaikan keluhannya, ada baiknya
perawat menggunakan analisa gejala P ( provokative / paliative ), Q
( quality / quantity), R ( region/ radiation), S ( severity scale ), T
( timing ). Dalam mewawancara perawat perlu mengarahkan untuk
memperoleh data tentang:
a) Data kesehatan sekarang dan sebelumnya, termasuk diagnosis
medis dan pengobatan, serta alergi
b) Alasan pasien masuk rumah sakit
c) Pola kebiasaan kegiatan hidup sehari-hari seperti tidur, makan,
eliminasi dan lain-lain.
d) Keluhan pasien tentang kesehatannya termasuk fungsi panca
indera, pernapasan, pencernaan dan lain- lain.
e) Identitas pribadi
f) Sosial ekonomi
g) Status psikologis/ emosional
h) Tingkat adaptasi terhadap penyakit dan perasaan
i) Latar belakang budaya/ spiritual
j) Pengetahuan tentang keperawatan
2) Observasi
Observasi merupakan metode pengumpulan data melalui
pengamatan visual dengan mengamati perilaku dan keadaan klien
meliputi 2SHFT (sight, smell, hearing, feeling, taste)
3) Pemeriksaan fisik
Cara pendekatan sistematis yang dapat digunakan perawat dalam
melakukan pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan dari ujung rambut
sampai ujung kaki ( head to toe ) dan pendekatan berdasarkan
system tubuh ( review of system ). Ada 4 teknik dalam pemeriksaan

31
fisik yang dikenal dengan IPPA (inspeksi, palpasi, perkusi ,
auskultasi )
f. Penentuan masalah kesehatan serta masalah keperawatan
Dari analisis data yang dilakukan, dapat dirumuskan beberapa
masalah keperawatan. Priorotas maslah berdasarkan kriteria penting dan
segera. Penting mencakup kegawatan dan apabila tidak diatasi akan
menimbulkan komplikasi. Segera mencakup waktu, yaitu tindakan yang
harus segera dilakukan untuk mencegah komplikasi yang lebih parah
atau bahkan kematian. Prioritas malsah juga dapat ditentukan
berdasarkan hirarki kebutuhan menurut Maslow.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinik mengenai respon
individu (klien dan keluarga) tentang maslah kesehatan aktual atau potensial
sebagai dasar seleksi intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan
keperawatan sesuai dengan kewenangan perawat(NANDA).
Dalam diagnosis keprawatan perlu membuat prioritas urutan
diagnosis keperawatan yaitu masalah mana yang harus dipecahkan terlebih
dulu. Adapun urutan prioritas diagnosis antara lain berdasarkan tindakan
kegawatan ( mengancam jiwa dan berdasarkan kebutuhan Maslow
Komponen dalam pernyataan dalam diagnosa keperawatan meliputi
masalah (problem), penyebab (etiologi), dan data (sign and symptom).
Diagnosis keperawatan menurut Carpernito 2000 dibedakan dalam 5
kategori yaitu :
a. Aktual yaitu diagnosis keperawatan yang menjelaskan masalah nyata
yang sudah ada pada saat pengkajian dilakukan.
b. Risiko yaitu menjelaskan masalah kesehatan yang akan terjadi jika
tidak dilakukan intervensi keperawatan. Syaratnya adalah diagnosis
keperawatan resiko yang ditegakkan harus mempunyai unsur problem
dan etiologi.
c. Potensial yaitu diagnose keperawatan yang menjelaskan masalah nyata
yang akan terjadi bila tindakan keperawatan tidak dilakukan. Jadi, dapat

32
dikatakan bahwa masalah belum terjadi tetapi penyebab telah muncul.
Syarat diagnose keperawatan potensial adalah mempunyai unsur respon
( problem ) dan faktor yang dapat menimbulkan masalah tetapi belum
ditemukan
d. Sehat dan sejahtera
Diagnosis keperawatan sejahtera ( wellness ) merupakan keputusan
klinik tentang status kesehatan klien, keluarga, dan atau masyarakat
dalam transisi dari tingkat sejahtera tertentu ketingkat sejahtera yang
lebih tinggi
e. Diagnos syndrome yaitu diagnosis yang terdiri dari beberapa diagnosis
keperwatan yang terdiri atas beberapa diagnosis keperawatan aktual
dan resiko tinggi yang diperkirakan akan muncul karena suatu kejadian
atau situasi tertentu .
3. Intervensi
Intervensi merupakan penetuan tujuan dan rencana keperawatan
yang disusun untuk membantu pasien mengatasi masalah yang sudah
didiagnosa. Hal-hal yang perlu dicantumkan dalam merumuskan intervensi
keperawatan adalah :
a. Merumuskan tujuan
Setelah menyusun diagnosis keperawatan berdasarkan prioritas,
perawat perlu merumuskan tujaun untuk masing- masing diagnosis.
Tujuan perwatan ialah hal yang dinginkan dari asuhan keperawatan
yang anda harap dapat dicapai bersma pasien. Rumusan tujuan
keperawatan harus SMART, yaitu spesifict ( rumusan tujuan harus
jelas ) measurable ( dapat diukur ), achievable ( dapat dicapai,
ditatapkan bersama klien ), realistic ( dapat dicapai dan nyata ) dan
timing ( harus ada target waktu).
b. Merumuskan Kriteria Evaluasi
Ada beberapa yang perlu diperhatikan dalam merumuskan kriteria
evaluasi diantaranya, kriteria hasil terkait dengan tujuan, bersifat

33
khusus, dan konkrit. Selain itu hasil harus dapat dilihat, didengar, dan
diukur oleh orang lain.
c. Merumuskan intervensi keperawatan
Pada tahun 2000, Nanda mengembangkan rencana keperawatan
yang telah diperluas dan dikaitkan dengan kriteria hasil atau NOC serta
intervensi atau NIC.
Intervensi keperawatan terdiri atas intervensi independen yaitu:
tindakan perawat terhadap klien secara mandiri tanpa peran aktif dari
tenaga kesehatan yang lain dan intervensi keperawatan kolaboratif yaitu
tindakan perawat terhadap kilen dalam bentu kerjasama dengan tenaga
kesehatan yang lain
4. Implementasi
Implementasi adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan rencana
asuhan keperawatan kedalam bentuk intervensi keperawatan guna
membantu klien mencapai tujuan yang ditetapkan. Kemampuan yang harus
dimiliki perawat pada tahap implementasi adalah kemampuan komunikasi
yang efektif, kemampuan untuk menciptakan BHSP, teknik psikomotor,
observasi sistematis, kemampuan memberikan pendidikan kesehatan,
kemampuan advokasi, dan kemampuan evaluasi.
Perawat harus menginagat prinsip 6S setiap melakukan tindakan,
yaitu: Senyum, Salam, Sapa, Sopan santun, Sabar, Syukur. Perencanaan
implementasi keperawatan harus dilaksanakan berdasarkan diagnosis
pasien. Tindakan tersebut dapat dibagi dalam 8 kelompok, yaitu: 1 Assistie,
2. Higienik, 3. Rehabilitatif, 4. Supportif, 5. Preventif.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah langakah terakhir dalam proses keperawatan yang
menandakan keberhasilan dari diagnosis keperawatan, rencana intervensi,
dan implementasinya. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan
klien dalam mencapai tujuan. Faktor yang dievaluasi mengenai status
kesehatan klien terdiri atas beberapa komponen, yaitu: kognitif, afektif,
psikomotor, dan perubahan fungsi tubuh.

34
6. Dokumentasi
a. Tujuan
Menurut Ali (2009), dokumentasi keperawatan bertujuan untuk :
1) Menghindari kesalahan, tumpang-tindih dan ketidaklengkapan
informasi dalam asuhan \ keperawatan
2) Terbinanya koordinasi yang baik dan dinamis antara sesama atau
dengan pihak lain melalui dokumentasi keperawatan yang efektif
3) Meningkatkan efisiensi dan efektifitas keperawatan.
4) Terjaminnya kualitas asuhan keperawatan.
5) Terlindungnya perawat dari suatu keadaan yang memerlukan
penanganan secara hukum.
6) Tersedianya data-data dalam penyelenggaraan penelitian karya
ilmiah,
pendidikan, dan penyusunan atau penyempurnaan standar asuhan
keperawatan.
7) Melindungi klien dari tindakan malpraktik.
b. Manfaat Dokumentasi
Ali (2009) juga menyatakan dokumentasi keperawatan sangat
bermanfaat dalam asuhan keperawatan yang profesional, antara lain
sebagai berikut:
1) Meningkatkan mutu asuhan keperawatan karena dokumentasi
merupakan suatu kesinambungan informasi asuhan keperawatan
yang
sisitematis, terarah, dan dapat dipertanggung-jawabkan
2) Sebagai bahan pertanggungjawaban dan pertanggunggugatan di
depan
hukum jika diperlukan.
3) Sebagai alat pembinaan dan pertahan akuntabilitas perawat dengan
keperawatan.
4) Sebagai sarana komunikasi terbuka antara perawat dan klien.

35
5) Sebagai sarana komunikasi antar perawat atau perawat dengan
profesi
lain
6) Sebagai sumber data untuk penelitian dan pengembanagan
keperawatan.
7) Mengawasi, mengendalikan, dan menilai kualitas asuhan
keperawatan
yang diberikan oleh perawat (sesuai kompetensi masing-masing
perawat).
d. Komponen Dokumentasi
Menurut Handayaningsih (2009), ada beberapa komponen dari
dokumentasi yaitu sebagai berikut
1) Komunikasi
Untuk meningkatkan mutu pelayanan keperawatan seorang
perawat perlu memahami teknik komunikasi yang benar.
Dokumentasi merupakan komunikasi secara tertulis sehingga
perawat dituntut untuk dapat mendokumentasikan secara benar.
Keterampilan dokumentasi yang efektif memungkinkan perawat
untuk mengkomunikasikan kepada tenaga kesehatan lainnya dan
menjelaskan apa saja yang sudah, sedang, dan yang akan
dikerjakan oleh perawat.
2) Proses keperawatan
Dokumentasi proses keperawatan mencakup pengkajian,
identifikasi masalah, perencanaan tindakan dan pelaksanaan
tindakan, kemudian perawat mengevaluasi respon klien terhadap
proses dan hasil tindakan keperawatan secara subjektif maupun
objektif.
3) Standar Dokumentasi Keperawatan
Standar dokumentasi adalah suatu pernyataan tentang kualitas dan
kuantitas dokumentasi yang dipertimbangkan secara adekuat
dalam suatu situasi tertentu. Dengan adanya standar dokumentasi

36
memberikan informasi bahwa adanya suatu ukuran terhadap
kualitas dokumentasi keperawatan.
e. Prinsip Dokumentasi
Menurut Hutahaean (2010), pendokumentasian proses keperawatan
perlu dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut :
1) Dokumentasi harus dilakukan segera setelah selesai melakukan
kegiatan keperawatan, yaitu mulai dari pengkajian pertama,
diagnosa
keperawatan, rencana dan tindakan serta evaluasi keperawatan.
2) Bila memungkinkan, catat setiap respon klien ataupun keluarga
tentang informasi atau data yang penting tentang keadaannya.
3) Pastikan kebenaran setiap data yang akan dicatat.
4) Data klien harus objektif dan bukan merupakan penafsiran
perawat.
5) Dokumentasikan dengan baik apabila terjadi perubahan kondisi
atau
munculnya masalah baru, serta respon klien terhadap bimbingan
perawat.
6) Hindari dokumentasi yang baku, karena sifat individu atau klien
adalah
unik dan setiap klien mempunyai masalah yang berbeda.
7) Hindari penggunaaan istilah penulisan yang tidak jelas dari setiap
catatan yang dicatat.
8) Data harus ditulis secara sah dengan menggunakan tinta dan jangan
menggunakan pensil, agar tidak mudah dihapus. Untuk
memperbaiki kesalahan dalam pencatatan atau salah tulis,
sebaiknya data yang salah dicoret dan diganti dengan data yang
benar, kemudian tanda tangani.
9) Untuk setiap dokumentasi, cantumkan waktu, tanda tangan, dan
nama
jelas penulis.

37
10) Wajib membaca setiap tulisan dari anggota tim kesehatan yang
lain,
sebelum menulis data terakhir yang akan dicatat.
11) Dokumentasi harus dibuat dengan tepat, jelas dan lengkap.

38
BAB III
ANALISA SITUASI
A. Analisa Situasi Ruangan
1. Gambaran Umum Rumah Sakit
a. Sejarah dan perkembangan RS. Bhayangkara Makassar
1) Berawal dari perintah lisan PANGDAK XVIII SULSELRA
BRIGJEN IMAM SUPOYO kepada kapten polisi dr. ADAM IMAM
SANTOSA pada tanggal 2 november 1965, untuk menempati dan
memfungsikan bekas SEKOLAH POLISI NEGARA DJOGAYA
menjadi rumah sakit kepolisian bhayangkara Makassar.
2) Satu bulan kemudian, tepatnya pada tanggal 1 desember 1965 mulai
difungsikan poliklinik umum dan bagian kebidanan.saat itu juga
lettu polisi dr. ZAINAL ARIFIN yang bertugas di poliklinik poltabes
Makassar mulai aktif dipoliklinik umum dan dr. ABADI
GUNAWAN di bagian kebidanan rumah sakit kepolisian Makassar
3) Pada tanggal 1 september 1966 mulai difungsika bangsal laki –
laki ,bangsal wanita dan bangsal anak-anak.
4) Tanggal 1 januari 1997 bagian rontgen difungsikan
5) Tanggal 2 november 1968 diusulkan pendidikan SPK C dengan
nama pendidikan 2 (dua) tahun, oleh dr. ADAM IMAM SANTOSA
dan diteruskan oleh Pangdak VIII Bridjen Pol. Johny Anwar ke
Departemen kesehatan republic Indonesia, sehingga bulan juni 1969
pendidikan SPK C angkatan 1 dimulai atas ijin Depkes RI.
6) Tanggal 1 September 1969 dilakukan renovasi gudang kaporlap SPN
jongaya menjadi ruang pertemuan personil rumah sakit kepolisian
bhayangkara.
7) Tanggal 10 januari 1970 rumah sakit kepolisian bhayangkara diakui
secara resmi oleh mabes polri dengan surat keputusan kapolri No.
Pol. : B/117/34/SB/1970 yang ditangani oleh wakapolri Inspektur
Jederal Polisi T.A.AZIZ, yang berbunyi sesuai teks aslinya sbb:
Menarik surat saudara tanggal 29 april 1969 No. Pol. :

39
346/Kes/III/69, dengan ini dipermaklumkan, bahwa kami sangat
mengahargai usaha tersebut dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan, chususnja dalam perawatan kesehatan anggota /
pegawai sipil dan keluarganya, sekaligus merupakan pengisian dari
pada fungsi dan organisasi seksi kesehatan Komdak
XVIII/Sulselra.Mengenai pembinaan selanjutnya dilaksanakan
melalui direktorat kesehatan mabak menurut ketentuan- ketentuan
yang berlakukan dan menyesuaikan dengan kemampuan keuangan
yang ada.Dengan demikian rumah sakit tersebut secara resmi kami
nyatakan : rumah sakit kepolisian R.I.” dan merupakan formasi
organic dari seksi kesehatan komdak XVIII/Sulselra.
8) Tanggal 10 desember 1979 SPK C secara resmi ditutup dan di ganti
dengan nama SPK gaya baru , yang hanya berlangsung selama
2(dua) tahun yakni tahun 1979 sampai 1980, dan pada tahun 1980
SPK gaya baru berubah menjadi SPK dengan masa pendidikan 3
(tiga) tahun, dan pada tahun 1984 menerima anggota polri dari
seluruh Indonesia untuk di didik menjadi tenaga kesehatan.
9) Perkembangan fisik rumah sakit kepolisian bhayangkara Makassar
dimulai pada tanggal 7 oktober 1971 dengan diresmikanya ruang
Disdokkes dan rumah sakit kepolisian bhayangkara makassar oleh
kapolda sulsel.
10) Pembangunan tahap pada tahun 1973 yang ditandai dengan
diresmikanya ruang perawatan perwira (pavilliun). Tahun 1977
dengan dukungan anggara Menhankam Pangab jenderal M. Yusuf,
dibangunlah sarana pendukung diagnostic dan saran pelayanan
kesehatan.
11) Pembangunan tahap kedua tahun 1983 terdiri atas ruang perawatan
anak 2 (dua) lantai, ruang fisioterapi dan Gizi serta Ruang Gawat
Darurat. Tahun 1996 diresmikan ruang Otopsi dan mushollam tahun
1997 diresmikan Ruang ICU dan Ruang Operasi, tahun 2000 Rumah

40
sakit Kepolisian Bhayangkara Makassar mendapat bantuan lunak
dari spanyol berupa peralatan kesehatan.
12) Perkembangan pembangunan selanjutnya adalah pembangunan
koridor yang menghubungkan ruang-ruang perawatan maupun
poliklinik, gedung perawatan garuda dan kasuari yang berlantai 2
(dua).
13) SULSEL LETKOL POL. Dr. S BUDI SISWANTO
14) Tanggal 10 oktober 2001 Rumah Sakit Kepolisian Bhayangkara
Makassar berubah status menjadi rumah sakit tingkat II dengan surat
keputusan kapolri No. Pol : KEP/1549/2001.
15) Untuk menghilangkan kesan bahwa rumah sakit kepolisian
bhayangkara hanya diperuntukkan bagi anggota polri maka
berdasarkan surat keputusan kapolda sulsel No.
Pol;SKEP/321/X/2001 tanggal 16 oktober 2001 diputuskan
penggantian nama rumah sakit kepolisian bhayangkara Makassar
menjadi rumah sakit bhayangkara Tk. II MappaOudang Makassar
yang diresmikan oleh kapolda sulsel Irjen Pol. Drs. FIRMAN GANI,
sekaligus meminta restu kepada adik kandung.
16) Tanggal 14 januari 2009, Depkes RI memberikan sertifikat
Akreditasi Rumah Sakit Nomor : YM.01.10/III/125/09 dengan status
akreditasi penuh tingkat Dasar yang berlaku tanggal 14 januari 2009
sampai dengan 14 januari 2012 kepada Rumah sakit Bhayangkara
mappaoudang sebagai pengakuan bahwa rumah sakit telah
memenuhi standar pelayanan yang meliputi : administrasi
manajemen, pelayanan medis, pelayanan gawat darurat. Pelayanan
keperawatan, dan rekam medis. Yang ditandatangani atas nama
menteri kesehatan direktur jenderal bina pelayanan medic FARID
W. HUSAIN.
17) Peresmian gedung IGD pada tanggal 18 september 2009 oleh
KAPOLDA SULSEL IRJEN POL. Drs. MATHIUS SALEMPANG

41
18) Pada tanggal 15 juli 2009 KETUA UMUM BHAYANGKARI NY.
NANNY BAMBANG HENDARSO meresmiskan Renovasi Ruang
Cendrawasih
19) Peresmian renovasi ruang perawatan cendrawasih B pada tanggal 16
desember 2009 oleh KAPOLDA SULSEL IRJEN POL. Drs.
ADANG ROCHJANA
20) Peresmian renovasi ruang intermediate care unit, USG, treadmill dan
ruang makan karyawan oleh KAPOLDA SULSEL IRJEN POL. Drs,
ADANG ROCHJANA tanggal 17 september 2010
21) Tanggal 23 nopember 2010, menteri keuangan RI mengesahkan
penetapan rumah sakit bhayangkara Tk. II Mappa Oudang Makassar
pada kepolisian Negara republic Indonesia sebagai instansi
pemerintah yang menerapkan pengelolaan keuangan badan layanan
umum (PK-BLU), dengan surat keputusan menteri keuangan nomor
440/KMK.AGUS D.W. SEPTOWARDOJO.
22) Pada hari jumat tanggal 21 oktober 2011 jam 14.00 wita secara resmi
KAPOLDA SULSEL INSPEKTUR JENDERAL POLISI Drs. H.
JOHNY WAINAL USMAN, MM melakukan peletakan batu
pertama dalam rangka di mulainya renovasi ruang : perawatan dan
bedah sentral serta ICU yang berlantai 3 (tiga).
2. Visi :
Menjadi rumah sakit bhayangkara terbaik di kawasan timur indonesia
dan jajaran polri,dengan pelayanan prima dan mengutamakan
penyembuhan serta terkendali dalam pembiayaan.
3. Misi :
a) Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang prima dengan
meningkatkan kualitas disegala bidang pelayanan
kesehatan,termasuk kegiatan kedokteran kepolisian
( forensik,perawatan tahanan, kesehatan kamtibmas dan DVI) baik
kegiatan operasional kepolisian,pembinaan kemitraan maupun

42
pendidikan dan latihan,pembinaan kemitraan maupun pendidikan
dan latihan.
b) Menyelenggarakan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan
dan pengawasan anggaran secara transpara dan akuntabel.
c) Meningkatkan kualitas SDM yang profesional,bermoral dan
memiliki budaya organisasi sebagai pelayan prima.
d) Mengelola seluruh sumber daya secara efektif, efisien dan akuntabel
guna mendukung pelaksanaan tugas pembinaan maupun operasional
polri.
4. Nilai :
a) Jujur
b) Tanggung jawab
c) Visoner
d) Disiplin
e) Kerjasama
f) Adil
g) Peduli
5. Motto:
Prima dalam pelayanan,utama dalam penyembuhan, terkendali
dalam pembiayan
6. Tujuan
a. Tersedianya pelayanan kesehatan spesialisasi yang lengkap dan
sesuai dengan standar akreditasi
b. Meningkatkan kepuasan pelanggan dengan meminimalisir komplain
guna meningkatkan kepercayaan kepada rumah sakit bhayangkara
makassar
c. Meningkatkan mutu pelayanan sesuai dengan standar akreditasi
d. Meningkatkan kompotensi dan profesionalisme SDM
e. Menjaga kuantitas SDM secara ideal seauai dengan beban dan
ancaman tugas
f. Meningkatkan kesejahteraan dan etos kerja SDM

43
g. Terwujudnya transparansi dan akuntabilitas dibidang keuangan
h. Terwujudnya pengelolaan selurh sumber daya lainya secara
efektif,efesien dan akuntabel.
B. Fasilitas Pelayanan Rumah Sakit Bhayangkara Makassar
1. Mengembangkan pelayanan terpadu : Fokus pengembangan layanan
terpadu pada berbagai jenis layanan kesehatan sesuai dengan kemampuan
rumah sakit yang bertujuan untuk memberikan kemudahan, kecepatan,
akurasi,pelayanan prima dan tetap mengutamakan penyembuhan serta
mengendalikan pembiayaan, sehingga fungsi sosial rumah sakit tetap tidak
terabaikan.
2. Pelayanan kesehatan/ medik yang telah dimiliki rumah sakit lebih dari
lima kegiatan,terdiri atas:
a. Perawatan rawat jalan,terdiri atas:
b. Spesialis bedah umum
c. Spesialis bedah orthopedic
d. Spesialis bedah saraf
e. Spesialis bedah onkologi
f. Spesialis bedah anak
g. Spesialis penyakit dalam
h. Spesialis jantung
i. Spesialis saraf
j. Spesialis mata
k. Spesialis kulit dan kelamin
l. Spesialis anak
m. Spesialis obgyn
n. Spesialis patologi klinik
o. Spesialik forensic
p. Spesialik paru
q. Spesialis radiologi
r. Spesialis THT
s. Spesialik gizi klinik

44
t. Spesialis kesehatan jiwa
u. Dokter gizi
v. Praktek sore dokter spesialis
3. Penunjang
a. Pusat pelayanan terpadu (PPT)
b. Perawatan tahanan dan narkoba
1) Medical check Up
2) Audiometri
3) Ekhocardiografi dan Tread Mill
4) Laboratorium klinik
5) Rehab medic
6) Pembuatan protesis
7) Ruang Autopsi/rumah Duka
8) Apotek 24 jam
c. Pelayanan rawat inap, terdiri atas :
1) Pelayanan Rawat inap kelas VVIP
2) Pelayanan rawat inap kelas VIP
3) Perawatan rawat inap kelas 1
4) Pelayanan rawat inap kelas II
5) Pelayanan rawat ianap kelas III
6) Pelayanan intensial care unit ( ICU)

45
C. Pengumpulan Data (Pengkajian)
1. M1 (Manusia/Ketenagaan)
a. Struktur Organisasi Ruang Perawatan Cendrawasih.
KEPALA RUANGAN

Rosmini. S,Kep.,Ns

WAKIL KEPALA
RUANGAN

Abdur Rahmat, Amk

PERAWAT PELAKSANA

Benediktus Amk

Anuthfa Amri S. Kep.,Ns, M.Kes

Fitiani Syam S. Kep

Hawani S. Kep., Ns

Aminah S.Kep

St Khadijah S. Kep.,Ns

Syamrawati S. Kep

Adnan Mansyur Amd. Kep

Kesimpulan :

Model struktur organisasi yang diterapkan di ruang Cendrawasih disusun oleh


kepala ruangan berdasarkan jumlah tenaga kerja (SDM) yang ada, namun tidak

46
mengacu pada model MPKP. Serta tidak ada acuan dari pihak Rumah sakit dalam
penetapan struktur ogranisasi.

b. Jumlah dan kualifikasi tenaga di perawatan ruang Cendrawasih


No Tenaga Keperawatan Jumlah
1. D3 Keperawatan 3
2. S1 Keperawatan 3
3. Ners 3
4. M.Kes 1
Total 10
Tabel 2.1 Kualifikasi Tenaga di Perawatan Ruang Cendrawasih.
Kebutuhan tenaga perawat di Perawatan Ruang Cendrawasih dari hasil
pengkajian tanggal 02 Januari 2018 berdasarkan Rumus Dougles:
Di ruang cendrawasih berjumlah 11 orang dimana terdapat 8 pasien dengan
kebutuhan perawatan minimal dann 3 pasien dengan kebutuhan perawatan
parsial, maka kebutuhan tenaga perawatan adalah sebagai berikut :
Klasifikasi Jumlah Kebutuhan Tenaga Perawat
Pasien Pasien Pagi Sore Malam
Minimal care 8 0.17 x 8 = 1.36 0.14 x 8 = 1.12 0.07 x 8 = 0.56
Partial care 3 0.27 x 3 = 0.81 0.15 x 3 = 0.45 0.10 x 3 = 0.3
Total care 0 0.36 x 0 = 0 0.30 x 0 = 0 0.20 x 0 = 0
Total 11 2.17 1.57 0.86
Jumlah perawat 2 1 1
Tabel 2.2 Hasil Klasifikasi Pasien Berdasarkan Tingkat Ketergantungan
Jadi jumlah tenaga perawat yang dibutuhkan : 4 orang perawat
Total tenaga perawat :
Shift pagi : 2 orang
Shift siang : 1 orang
Shift malam : 1 orang

47
Kesimpulan :
Dari hasil wawancara dengan kepala ruangan perhitungan tenaga perawat
dalam pembagian jadwal shift tidak menggunakan rumus khusus melainkan
hanya berdasarkan jumlah tenaga perawat yang ada di ruangan.
Berdasarkan perhitungan kebutuhan tenaga perawat terhadap jumlah
pasien dalam waktu 1x24 jam dibutuhkan 4 perawat pelaksana dengan
kebutuhan shift pagi sebanyak 2 orang, shift sore 1 orang, dan shift malam 1
orang. Sedangkan di Perawatan ruang cendrawasih jumlah perawat pelaksana
adalah 8 orang dengan pembagian jadwal shift adalah shift pagi 2 orang, shift
sore 2 orang, dan shift malam 2 orang. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan
perawat terhadap jumlah pasien di perawatan ruang cendrawasih sudah lebih
dari kebutuhan.
Jumlah Kategori keterangan
pasien
(1) Naik turun tempat tidur tanpa
bantuan,ambulasi dan berjalan sendiri,mandi
sendiri,melakuka BAB dan BAK dengan
pengawasan yang longgar.
8 Minimal care
(2) Status psikologi stabil
(3) Pasien di rawat untuk prosedur diagnostic
untuk memastikan kepulangan

3 Parcial care (1) Pasien memerlukan bantuan sebagian dari


perawat antara lain membutuhkan bantuan
satu orang untuk naik turun dari tempat
tidur,makan dan minum dengan pengawasan
dan bimbingan,BAB dan BAK dengan
bantuan minimal
(2) Sudah melewati fase akut dari tindakan post
operasi mayor

48
(3) Fase awal dari tanda-tanda yang mengarah
kepenyembuhan
(4) Observasi tanda-tanda vital setiap 4 jam
(5) Gangguan emosional ringan
(6) Klien dengan kateter urine,pemasukan dan
pengeluaran di monitor tiap ship
(7) Klien dengan infuse,persiapan pengobatan
memerlukan prosedur tidak khusus
0 Total care (1) Pasien memerlukan bantuan 2 orang atau
lebih untuk naik turun tempat tidur
(2) Membutuhkan latihan pasifdi tempat tidur
(3) Kebutuhan nutrisi dan cairan di penuhi
dengan terapi Naso Gastric tube (NGT) atau
terapi intravena
(4) Membersihkan mulut
(5) Berpakaian dan berdandan
(6) Mandi BAB dan BAK
(7) Dalam keadaan inkontinensia
(8) Post operasi mayor 24 jam yang lalu
Tabel hasil pembagian tingkat kergantungan pasien menurut teori Douglas
1984
c. Uraian tugas ruang
Uraian tugas adalah seperangkat fungsi dan tugas tanggung jawab yang
dijabarkan kedalam kegiatan pekerjaan, pernyataan tertulis untuk semua
tingkatan jabatan dalam satu unit yang mencerminkan fungsi dan tanggung
jawab. Namun uraian tugas dapat menjadi rintangan bila tidak akurat, maka
dari itu dibutuhkan uraian tugas pokok dan fungsi ( TUPOKSI ) yang umumnya
merupakan hal-hal yang harus bahkan wajib dikerjakan seseorang anggota
organisasi atau pegawai dalam suatu instansi secara rutin, Berdasarkan hasil
wawancara dengan Kepala Ruangan , di ruang Perawatan Cendrawasih

49
didapatkan bahwa tidak terdapat adanya Tugas Pokok Dan Fungsi
( TUPOKSI ) yang secara tertulis dalam bentuk dokumen.
1) Dimensi Penugasan
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Ruangan , uraian tugas di
ruang Perawatan Cendrawasih bersifat spesifik. Artinya, pada saat
pemberian pelayanan keperawatan, dilakukan berdasarkan pada pembagian
tugas misalnya kepala ruangan, wakil kepala ruangan dan perawat pelaksana
harusnya melakukan tugasnya sebagaimana sesuai dengan teori yang ada,
namun terkadang dalam pelaksanaannya juga bersifat fleksibel sehingga
dianggap belum maksimal.
2) Uraian Tugas
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, uraian tugas sesuai dengan
dimensi dan fungsinya. Uraian tugas, misalnya tugas kepala ruangan, wakil
kepala ruangan , dan perawat asosiet/pelaksana tidak tergambar jelas dalam
bentuk print out. Akan tetapi dalam uraian tugas ( kepala ruangan, wakil
kepala ruangan, perawat pelaksana) dalam pelaksanaannya kadang tidak
sesuai dengan fungsinya secara teoritis. Menurut kepala ruangan hal ini
disebabkan karena keterbatasan SDM perawat menyebabkan perawat
terkadang tidak melaksanakan fungsingnya sesuai peran dan kadang
merangkap tugas. Keterbatasan jumlah perawat dibandingkan dengan
jumlah pasien yang banyak.
3) Fungsi Perawat
Dari hasil observasi dan wawancara dengan Kepala ruangan
cendrawasih mengatakan bahwa fungsi dan kegiatan sudah sesuai
berdasarkan pembagian struktur yang ada diruangan. Kegiatan perawat di
ruangan dihitung berdasarkan kinerja individu yang dimana penilaian
dilakukan secara observasi oleh kepala ruangan itu sendiri, dan dilakukan
peninjauan setiap bulan. Perawat pelaksana melakukan input hasil kegiatan
setiap hari ditulis langsung pada buku status pasien tanpa penginputan
melalui sistem komputerisasi.
4) Pembagian tugas dan metode penugasan

50
Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Ruangan Perawatan
cendrawasih, pembagian tugas jelas, ada yang berperan sebagai kepala
ruangan, wakil kepala ruangan dan perawat asosiet serta uraian tugasnya
kurang jelas karena tidak ada pembagian tugas secara tertulis.
2. M2 (Material/SaranadanPrasarana)
Ruang Cendrawasih memiliki nurse station yang terletak di bagian
tengah ruangan pasien, namun terdapat empat ruangan perawatan yang
berada dibelakanag Nurse Stution sehingga sulit untuk diobservasi secara
langsung oleh perawat, hal ini tidak sesuai dengan Peraturan Kepala
Kepolisian RI Nomor 2 Tahun 2010 Tentang Pedoman Penyelenggaraan
Rumah Sakit Bhayangkara, bahwa untuk ruang rawat inap Nurse Station
harus terletak dipusat blok yang dilayani agar perawat dapat mengawasi
pasiennya secara efektif. Untuk bangunan perawatan yang berupa satu blok
maka dibutuhkan satu ruang perawat. Kapasitas tempat tidur telah sesuai
dengan PERMENKES nomor 24 tahun 2016 tetang persyaratan teknis
bangunan dan prasarana rumah sakit bahwa satu Nurse station maksimal
melayani 25 tempat tidur dan di ruangan Cendrawasih terdiri 11 tempat tidur.
Ruang cendrawasih dan Merak dapat digabungkan jika jumlah bed tempat
tidur pasien tidak lebih dari 25 dan dilakukan perubahan denah ruangan
menjadi satu blok sehingga hanya dibutuhkan satu Nurse Station. Jika
diterapkan, maka hal ini dapat membantu sehingga ruangan lain dapat
digunakan untuk ruangan gudang bersih, ruang khusus kepala ruangan, dan
ruang dokter jaga.
Terdapat WC/Kamar mandi untuk perawat, westafel dengan air
mengalir dan handrub perawat serta pencahayaan langsung matahari. Pada
Ruang Cendrawasih tersedia ruang sentralisasi obat yang berada di Nurse
Station, berisi kotak obat untuk masing-masing pasien hal ini sesuai
PERMENKES nomor 24 tahun 2016 tetang persyaratan teknis bangunan
dan prasarana rumah sakit dimana luas Nurse Station minimal 8 m2 dan harus
dapat mengakomodir lemari arsip dan lemri obat pasien.

51
Di Ruang Cendrawasih tidak disiapkan ruangan khusus untuk kepala
ruangan dan dokter jaga, hal ini tidak sesuai dengan PERMENKES nomor
24 tahun 2016 tetang persyaratan teknis bangunan dan prasarana rumah sakit
dimana setiap ruang rawat inap harus memiliki ruangan khusus untuk kepala
rawat inap dan ruangan dokter jaga.
Diruang Cendrawasih, peralatan non steril, perkakas, dan alat kesehatan
lain yang jarang digunakan seperti persiapan alat kesehatan, loker perawat,
rostur, kunci inggris disimpan di ruangan khusus/gudang. Jika merujuk pada
PERMENKES Nomor 24 tahun 2016 maka ruang rawat inap seharusnya
memiliki gudang bersih dan gudang kotor yang terpisah. Gudang bersih
digunakan untuk menyimpan barang-barang bersih seperti linen, persiapan
alat kesehatan, hand rub, hand wash, dan lain-lain, sedangkan gudang kotor
untuk menyimpan alat dan perkakas seperti kunci inggris, rostur, brankar,
dan lain-lain.
Inventaris sarana dan prasarana yang ada di ruang Cendrawasih yang
dilakukan tanggal 2-3 januari 2018 didapatkan masih kurang lengkap, dan
beberapa jumlahnya masih kurang jika dibandingkan dengan rasio jumlah
pasien, berdasarkan Peraturan Kepala Kepolisian RI Nomor 2 Tahun 2010
Tentang Pedoman Penyelenggaraan Rumah Sakit Bhayangkara, jumlah
sarana alat kesehatan minimal yang harus ada di ruang rawat inap adalah
menyesuaikan dengan jumlah bed tempat tidur ruang rawat inap. Hal ini
berbeda dengan hasil wawancara dengan wakil kepala ruangan
mengungkapkan bahwa sarana prasarana dan fasilitas Ruang Cendrawasih
dirasa cukup lengkap dan APD seperti masker, celemek dan handscoon
selalu tersedia, namun wakil kepala ruangan menyadari beberapa alat
jumlahnya dianggap masih kurang seperti termometer hanya 1 unit, tensi
meter 1 unit, sehingga masih perlu di tambahkan mengingat beberapa
kondisi penyakit yang tidak bisa digunakan bergantian secara langsung oleh
beberapa pasien yang berbeda seperti pada pasien dengan hepatitis. Namun
wakil kepala ruangan menyatakan bahwa alat-alat yang kurang telah
dilakukan pengamprahan dan menunggu realisasi.

52
Administrasi penunjang yang ada di ruangan juga sudah cukup lengkap
dan digunakan sesuai dengan fungsinya. Administrasi penunjang tersebut
meliputi : buku injeksi, buku laporan pasien, SOP, buku visite, buku
inventaris barang, buku loundry dan leaflet. Adapun hasil inventaris di dalam
ruang perawatan pasien didapatkan terdapat bed pasien, lemari pasien, tiang
infus, WC, AC, kulkas, sofa, meja, lemari pakaian dan setiap kamar hanya
terdiri satu tempat tidur sesuai Peraturan Kepala Kepolisian RI Nomor 2
Tahun 2010 bahwa ruang rawat inap VIP terdiri dari satu bed pasien untuk
masing-masing kamar.
Hasil observasi menggunakan kuisioner didapatkan dari 9 orang
responden perawat, 7 responden (77,8%) merasa fasilitas perawatan yang
ada sudah memadai untuk pemberian asuhan keperawatan, sementara 2
responden (22,2%) merasa fasilitas kesehatan yang ada belum memadai
untuk pemberian asuhan keperawatan. Barikut ini dipaparkan inventaris
sarana dan prasarana Ruang Perawatan Cendrawasih RS Bhayangkara
makassar.
Tabel 2.3 : Inventaris sarana dan prasarana ruangan cendrawasih RS
Bayangkara Makassar
No Nama Barang Jumlah Kondisi Ket
1 Stethoscope 5 Baik
2 `Tensimeter 1 Baik
3 Kulkas obat 1 Baik
4 Tabung oksigen 4 Baik
5 APAR 1 Baik
6 Tempat sampah infeksius 1 Baik
7 Tempat sampah non 6 Baik
infeksius
9 safety box 2 Baik
10 Tensimeter 1 Baik
11 Nierbekken 1 Baik

53
12 Troli 2 Baik
13 Standar infus 17 Baik
14 Ambu bag dewasa 1 Baik
15 Ambu bag anak 1 Baik
16 Rostur 1 Baik
17 Bak instrumen 3 Baik
19 Pinset cirurgis 1 Baik
20 Gunting nekrotomi 1 Baik
21 Gunting verban 1 Baik
23 Klem 1 Baik
27 Tromol besar 1 Baik
28 Tromol kecil 1 Baik
29 Termometer 1 Baik
30 Termometer ruangan 1 Baik
31 Mesin EKG 1 Baik
32 Timbangan besar 1 Baik
33 Pot urine 12 Baik
34 Oksigen transfer 1 Baik
35 Keranjang obat 25 Baik
36 Nebulizer 1 Baik
37 Mesin suction 1 Baik
38 Bed pasien 11 Baik
39 Bell pasien 22 Baik
40 Penanda resiko jatuh 12 Baik

54
Tabel 2.4 : Inventaris sarana dan prasarana di dalam lemari ruangan
cendrawasih RS Bayangkara Makassar

No Nama Barang Jumlah Kondisi Ket


1 Sarung bantal 24 Baik
2 Set GV 1 Baik
3 Selimut pasien 24 Baik
4 Mesin suction 1 Baik
5 Aseptic gel 4 Baik
6 Povidon Iodin 2 Baik
7 Humidifier 3 Baik
8 Flow meter 3 1 baik, 2
rusak
9 Gel 1 Baik
10 Plaster coklat 3 Baik
11 Kertas EKG 2 Baik
12 Bantal 16 12 baik, 4
rusak

Tabel 2.5 :Tabel Inventaris alat rumah tangga Ruang Cendrawasih RS


Bhayangkara Makassar

No Nama Barang Jumlah Kondisi Ket


1 Tempat tidur 11 Baik
2 Sofa 11 Baik
3 Meja makan 11 Baik
4 Lemari pasien 13 Baik
5 Westafel 1 Baik
6 Tempat sampah non medis 6 Baik
7 Keset kaki 11 Baik
8 Lukisan ruangan 1 Baik
9 Kursi besi panjang 8 Baik

55
10 Bak air 12 Baik
11 Jam dinding 2 1 Baik, 1
rusak
12 Tempat map 16 Baik
13 Timbah WC 12 Baik
14 Sikat WC 12 Baik
15 Kursi perawat 5 Baik
16 Pelubang kertas 1 Baik
17 Bed pasien 11 Baik
18 TV 12 Baik
19 AC 12 Baik
20 Kulkas pasien 11 Baik
21 Dispenser 12 Baik
22 Sofa 11 Baik
24 Lemari pakaian pasien 11 Baik
25 Bell pasien 22 Tidak
berfungsi
26 Lemari Kaca 1 Baik
27 Komputer 1 Baik
28 Phone 1 Baik

Penyelenggaraan Rumah Sakit Bhayangkara mengacu pada Peraturan


Kepala Kepolisian RI Nomor 2 Tahun 2010 Tentang Pedoman
Penyelenggaraan Rumah Sakit Bhayangkara dimana ketentuan
perlengkapan sarana dan prasarana minimal ruang rawat inap dibandingkan
dengan sarana dan prasarana yang tersedia di Ruang Cendrawasih RS
Bhayangkara Makassar dipaparkan dalam tabel 2.6 berikut.

56
Tabel 2.6: Kesenjangan Sarana dan prasarana di Ruang Perawatan
Cendrawasih berdasarkan Keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik
Indonesia Nomor 2 Tahun 2010 Tentang Pedoman Penyelenggaraan
Rumah Sakit Bhayangkara

No Sarana/Prasarana Jumlah di Ketentuan Keterangan


Ruangan
1 X-Ray Film Viewer 1 Jumlah peralatan Berfungsi baik
2 Manometer 0 disesuaikan dengan Tidak tersedia
diruangan
kapasitas tempat
3 Nebulizer 1 Tidak sesuai rasio
tidur tingkat jumlah tempat
tidur
Rumah Sakit
4 Instrumen Troli 2 Cukup
Bhayangkara
5 Timbangan tinggi 1 Tanpa pengukur
(Ruang Perawatan
badan tinggi badan
Cendrawasih terdiri
6 Resusitator Dewasa 1 Tidak sesuai rasio
dari 11 tempat tidur jumlah tempat
pasien) tidur
7 Sendok Lidah 0 Sudah diampra
8 Meteran Pita 1 Tidak sesuai rasio
jumlah tempat
tidur
9 Autoolave kering 0 Tersentral di
CSSD
10 Syringe pump 0 Tersentral di ICU
11 Set bedah minor 1 Kurang 10
12 Gudle 0 Sudah diampra
13 Glukometer 0 Diperiksa
langsung oleh
petugas
laburatorium
14 Hemodialisis 0 Tidak disiapkan
diruangan
15 DC Shock 0 Tidak disiapkan
diruangan
16 Sentral oksigen 0 Menggunakan
tabung O2
diletakkan di
samping pasien

57
17 Hose Gas 0 Tidak tersedia
18 Lemari Instrumen 1 Cukup
19 Lemari Obat 1 Cukup
20 Troli Obat 2 Cukup
21 Stetoschope 5 Cukup
22 Sphygmomanometer 1 Tidak sesuai rasio
Hg
jumlah pasien
23 Reflek Hummer 0 Tidak di siapkan
24 EKG 1 Cukup
25 Thermometer 1 Tidak sesuai rasio
jumlah tempat
tidur
26 Tempat tidur pasien 11 Cukup
27 Bed Side Cabinet 11 Cukup
28 Bed Screen 0 Ruang VIP 1
Pasien/kamar
29 Lemari linen 1 Cukup
30 Infusion stand 17 Cukup
31 Ambu bag 2 Kurang 8
32 Suction pump 1 Cukup
33 Meja makan pasien 11 Cukup
34 Wheel Chair/Rostur 1 Tidak sesuai rasio
jumlah tempat
tidur
35 Brancard 0 Tidak tersedia di
ruangan
36 Urinal 12 Cukup
37 Bed Pan 9 Tidak sesuai rasio
jumlah tempat
tidur
38 Bed Pan Rak 0 Tidak tersedia
39 Clysma Set 3 Tidak sesuai rasio
jumlah tempat
tidur
40 Flash Light 0 Tidak tersedia

58
41 CPR board 0 Tidak tersedia
42 Nierbekken 1 Tidak sesuai rasio
jumlah tempat
tidur
43 Korentang+Tempat 0 Tidak lagi
tertutup digunakann
44 Tromol Gas 0 Tidak tersedia

Mengacu pada tabel 2.6 diatas, dapat disimpulkan bahwa secara umum
sarana dan prasarana yang ada di ruangan Cendrawasih masih kurang lengkap
seperti dan ada beberapa jenis sarana dan prasarana yang belum sesuai dengan
rasio jumlah pasien seperti tensimeter, termometer, dll, sehingga perlu
dilakukan penambahan, beberapa fasilitas juga perlu diadakan seperti gudle,
pen light, refleks hummer, dan lain-lain.
3. M3 (Metode)
a. Model praktik pelayanan professional
Model asuhan keperawatan professional terdiri dari 5 model, yaitu
MPKP tim, MPKP primer, MPKP kasus, MPKP tim primer dan MPKP
Fungsional. Hasil pengambilan data awal didapatkan bahwa sebagian besar
perawat di Ruang Perawatan Vip Cendrawasih mengatakan model praktik
keperawatan professional yang digunakan saat ini kurang jelas karena
struktur organisasi yang digunakan tidak sesuai dengan model MPKP dan
tidak ada uraian tupoksi dalam bentuk dokumen tertulis.
Adapun mengenai pemahaman perawat terkait beberapa model
asuhan keperawatan yang dapat digunakan di dapatkan hasil bahwa semua
perawat belum terlalu paham mengenai beberapa model MPKP .
Berdasarkan hasil angket pada tanggal 2 – 4 Januari 2018 bahwa
MAKP belum diketahui oleh semua perawat dan untuk hasilnya MPKP
primer adalah 2 orang (22%), MPKP Tim 3 orang (33%), dan MPKP
Fungsional 4 orang (44%). Hasil angket tersebut mendukung bahwa
penerapan model asuhan keperawatan professional di ruangan tersebut
masih belum optimal, namun dari segi komonikasi antara perawat dan tim

59
kesehatan lain, rencana keperawatan terlaksana secara kontiniu dan semua
perawat menjalankan sesuai tupoksi masing-masing.
Maka dari itu melihat dari sumber daya manusia yang ada dapat
direkomendasikan penerapan struktur organisasi Model MPKP primer,
dimana meode MPKP primer menurut Asmuji (2005) suatu metode
pemberian asuhan keperawatan secara kompherensf dan
kontiniu.Pemberian asuhan keperawatan di lakukan oleh perawat primer,
yaitu perawat yng bertanggung jawab dalam merencanakan, melaksanakan,
serta mengkoordinasikan selama pasien dirawat di ruang perawatan.
b. Overan
Hasil wawancara dengan 6 dari 9 perawat di ruangan, didapatkan
bahwa timbang-terima/operan dilakukan 3 kali dalam 24 jam dan kadang
tidak tepat waktu karena laporan pendokumentasian yang belum rampung.
Kegiatan hand- over yang dilakukan di ners station dan dikamar pasien
sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP).
Berdasarkan hasil observasi pada tanggal 2 - 4 Januari 2108 pada Jam
08.00 wita di ruang perawatan vip cendrawasih di dilakukan hand over dari
shift malam ke shift pagi. Proses hand over dilakukan di nurse station
dimana Perawat Pelaksana Shift Malam membuka kegiatan dengan
mengucapkan salam kemudian dilakukan pembacaan doa sesuai dengan
kepercayaan masing-masing. Kemudian perawat menyebutkan identitas
pasien, jumlah pasien dan menjelaskan keluhan pasien, tindakan yang telah
dilakukan dan rencana tindak lanjut terapi pasien. Kemudian perawat jaga
pagi mendengarkan penjelasan yang pasien hand-overKepala Ruangan
membuka acara dengan salam dan kemudian memimpin doa. Selanjutnya
hand over dilanjutkan di kamar pasien, perawat jaga malam menjelaskan
pada perawat jaga pagi tentang tindakan yang sudah dilaksanakan dan
tindak lanjut terapi pasien.Kemudian, perawat jaga pagi mendengarkan
penjelasan yang sudah disampaikan jaga malam. sudah disampaikan oleh
perawat jaga malam.Berdasarkan pedoman hand over, pelaksanaan hand

60
over pada saat itu telah dilakukan maksimal dimana langkah hand over
seperti hand over dilakukan ners station dan dilanjutkan di kamar pasien.
Berdasarkan hasil angket pada tanggal 2 Januari 2108 bahwa kegiatan
operan/ timbang terima diketahui oleh semua perawat dan untuk
pelaksanaan operan/timbang terima sebanyak 3 kali adalah 10 orang (100%)
Perawat mengetahui hal yang perlu disampaikan selama kegiatan hand over
baik di nurse station maupun di kamar pasien, didapatkan 10 orang (100%)
mengatakan pelaksanaan overan kadang-kadang tidak tepat waktu karena
beberapa perawat mengatakan laporan kadang belum selesai.
Dari data diatas didapatkan pelaksanaan operan/timbang terima
perawat semua menjawab 3 kali dalam 24 jam hal ini sejalan menurut
Nursalam (2015) bahwa timbang terima/ operan harus dilakukan setiap
pergantian shift.
c. Ronde Keperawatan
Hasil pengambilan data awal di perawatan vip cendrawasih melalui
metode wawancara terhadap kepala ruangan di dapatkan bahwa di ruangan
tersebut pernah dilakukan ronde keperawatan, hanya dilakukan jika ada
mahasiswa praktik manajemen diruangan tersebut.
Hasil observasi, selama praktik di perawatan vip cendrawasih belum ada
kasus yang memenuhi syarat sehingga kami belum menemukan adanya
kasus yang dirondekan.
Berdasarkan hasil angket pada tanggal 2 januari 2018 didapatkan 6 dari
9 perawat diruangan menunjukkan bahwa ronde keperawatan tidak pernah
dilakuka
Berdasarkan data diatas didapatkan pelaksanaan ronde keperawatan
tidak pernah dilakukan ini tidak sejalan dengan teori yang dikemukakan
oleh Sitorus (2011) bahwa pelaksanaan ronde keperawatan hendaknya rutin
dilakukan setiap bulannya yang melibatkan seluruh anggota tim dan
berfokus pada klien yang membutuhkan perawatan khusus dengan keluhan
yang lebih komplit, konsuler/CCM memfasilitasi kreatifitas dan validasi
hasil asuhan keperawatan yang diberikan.

61
d. Pre dan Post Conference
Hasil pengambilan data awal di perawatan vip cendrawasih melalui
metode wawancara terhadap kepala ruangan pre dan post conference
dilakukan setiap pergantian shift, dari hasil observasi yang dilakukan pada
tanggal 2- 3 Januari 2108 pre dan post cenference yang dimaksud adalah
kegiatan yang dilakuakan di ners station kemudian perawat yang lepas shift
melaporkan kepada perawat yang akan shift mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan pasien seperti jumlah pasien, intervensi yang telah
dilakukan dan rencana tindak lanjut klien sesuai dengan instruksi dokter.
Hal tersebut tidak sejalan dengan teori sitorus 2012 yang menyatakan
bahwa Pre conference adalah komunikasi katim dan perawat pelaksana
setelah selesai operan untuk rencana kegiatan pada shift tersebut yang
dipimpin oleh ketua tim atau penanggung jawab tim. Jika yang dinas pada
tim tersebut hanya satu orang, maka pre conference ditiadakan. Isi pre
conference adalah rencana tiap perawat (rencana harian), dan tambahan
rencana dari katim dan PJ tim sedangkan Post conference adalah kegiatan
diskusi yang dilakukan oleh ketua tim dan perawat pelaksana mengenai
kegiatan selama sifht sebelum dilakukan operan sifht berikutnya (Sugiharto,
Keliat, Sri, 2012)
e. Pendelegasian
Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala ruangan pada tanggal 3
Januari 2018, dikatakan bahwa di ruang perawatan vip cendrawasih tidak
dilakukan pendelegasian secara tertulis hanya dilakukan pendelegasian
secara lisan tidak ada format baku untuk pendelegesian itu sendiri dan tidak
ada peraturan atau kebijakan tersendiri dari pihak rumah sakit.
Menurut keliat (2010) ada beberapa metode dalam pendelegasian
yaitu :
5) Cara bijaksana, yaitu sikap bertanggung jawab penuh dari pemimpin dan
bawahan.Pemimpin melaksanakan pendelegasian serta memberi
dukungan, sementara bawahan siap serta taat kepada pemimpin dalam
melaksanakan tugas/tanggung jawab yang dipercayakan kepadanya.

62
6) Cara konsistensi, yaitu sikap pasti yang terus-menerus dipertahankan
oleh pemimpin dan bawahan.
7) Efektif dan efisien, yaitu memperhitungkan faktor kualitas dan kuantitas
kerja.
8) Pragmatis dan produktif, yaitu berorientasi kepada hasil atau produksi
tinggi, sesuai dengan perencanaan.
Ada lima benar untuk pelaksanaan delegasi (FKP, 2009) :
6) Tugas yang benar (Right Task)
Salah satu alasan untuk mendelegasikan adalah bahwa masing-masing
perawat memiliki waktu terbatas dan energi untuk merawat klien, Jangan
mendelegasikan hanya untuk tugas-tugas yang remeh, karena
pelaksanaan delegasi adalah membagi pekerjaan kepada anak buah
termasuk tugas penting yang sangat menonjol dan juga tugas rutin.
7) Benar Orangnya (Right Person)
Delegasi melibatkan perawat sebagai salah satu delegator atau delegatee.
Tetapkan tujuan perawatan klien tertentu dan kegiatan dengan orang
untuk mempercayakan dengan tanggung-jawab sesuai otoritas sebuah
tantangan.
8) Keadaan yang benar (Right Circumstance)
Situasi untuk didelegasikan perawatan diperlukan untuk memastikan
bahwa tujuan untuk perawatan pasien dapat dipenuhi oleh
perawat. Ketika satu perawat merawat satu klien, ada sedikit kebutuhan
untuk mendelegasikan perawatan.
9) Arah/komunikasi yang benar (Right direction/communication)
Komunikasi harus Jelas, akurat, petunjuk yang disampaikan juga harus
jelas dan dimengerti oleh delegatee.komunikasi yang baik sangat
diperlukan dalam pendelegasikan tugas, sebaiknya dijelaskan secara
menyeluruh, agar yang bersangkutan tidak perlu bertanya-tanya dan
melakuakn kesalahan dalam melaksanakan wewenang tersebut.
10) Pengawasan yang benar (Right Supervision)

63
Pengawasan personil penting untuk memastikan keselamatan dan
kelengkapan perawatan klien. Bila terjadi kesalahan sebaiknya diberikan
umpan balik dalam bentuk saran terbaik dan beri kritik & keluhan.
Menurut Kuntoro & Agus (2010), kegiatan dalam pendelegasian
wewenang adalah sebagai berikut:
5) Manager perawat/bidan menetapkan dan memberikan tugas dan
tujuannya kepada orang yang diberi pelimpahan kewenangan.
6) Manajer melimpahkan wewenang yang diperlukan untuk mencapai
tujuan
7) Perawat yang menerima delegasi memiliki kewajiban dan tanggung
jawab
8) Manajer perawat menerima pertanggung jawaban atas hasil yang telah
dicapai.
f. Discharge Planning
Perencanaan pulang (discharge planning) merupakan bagian
penting dari program keperawatan pasien yang dimulai segera setelah
pasien masuk rumah sakit. Menurut Nursalam (2011), manfaat dilakukan
perencanaan pulang adalah memberikan kesempatan kepada pasien untuk
mendapatkan pengajaran selama di rumah sakit sehingga bisa dimanfaatkan
sewaktu di rumah, sebagai tindak lanjut yang sistematis yang digunakan
untuk menjamin kontinuitas keperawatan pasien, mengevaluasi pengaruh
dari intervensi yang terencana pada penyembuhan pasien dan
mengidentifikasi kekambuhan atau kebutuhan keperawatan baru, serta
membantu kemandirian pasien dalam kesiapan melakukan keperawatan
dirumah.
Dari kuisioner yang telah diisi oleh perawat di ruang VIP
Cendrawasih RS Bhayangkara Makassar menunjukkan bahwa semua
responden mengerti dan telah melakukan discharge planning. Penerapan
pelaksanaan Discharge Planning di Ruang VIP Cendrawasih sudah
maksimal. Semua responden menjawab bahwa sudah ada pembagian tugas

64
dalam melakukan discharge planning dan tidak ada pemberian
brosur/leaflet kepada pasien.
Dalam melakukan discharge planning yang perlu diperhatikan
adalah bahasa yang digunakan. Beberapa responden mengatakan bahasa
yang sering digunakan adalah bahasa Indonesia karena mudah dipahami
oleh pasien dan keluarga. Kemudian, setelah pelaksanaan discharge
planning, semua responden menjawab bahwa mereka melakukan
pendokumentasian setelah discharge planning. Kegagalan dalam
memberikan dan mendokumentasikan discharge planning akan berisiko
terhadap beratnya penyakit, ancaman hidup, dan disfungsi fisik. Dalam
melakukan discharge planning diperlukan komunikasi yang baik terarah,
sehingga apa yang disampaikan dapat dimengerti dan berguna untuk
keperawatan di rumah (Nursalam, 2014).
Dari data kuisioner dapat disimpulkan bahwa semua perawat
mengerti dan telah melakukan discharge planning.
g. Supervisi
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil kuisioner yang dibagikan
kepada perawat pada tanggal 02-04 Januari 2018 di Ruangan Cenderawasih
menunjukkan bahwa ada 7 Responden atau sekitar 77,7% mengatakan
supervisi dilakukan tidak terjadwal dan 2 responden atau sekitar 22,2 %
mengatakan supervisi dilakukan setiap hari. Kemudian Kepala Ruangan
mengatakan bahwa supervisi pernah dilakukan di ruangan sekali dalam
setahun dengan alur supervisi dilakukan mulai dari kepala bidang Perawatan
kemudian dilanjutkan kepada Kepala Ruangan dan sudah menggunakan
format baku untuk supervisi setiap tindakan, dan menurut Kepala ruanagan
format supervisi sudah sesuai dengan standar keperawatan.
Dari data kuisioner didapatkan data bahwa 9 responden (100%)
menjawab jika hasil dari supervisi disampaikan kepada perawat dan selalu
mendapatkan feedback dari supervisor untuk setiap tindakan. Dari data
kuesioner juga didapatkan bahwa tidak pernah dilakukan pelatihan dan
sosialisasi tentang supervisi.

65
Menurut Nursalam (2014), supervisi yang dilakukan hanya sekalidar
bukanlah supervisi yang baik namun tidak ada pedoman yang pasti seberapa
sering supervisi dilakukan. Tujuan supervisi adalah memberikan bantuan
kepada bawahan secara langsung, sehingga bawahan memiliki bekal yang
cukup untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan dengan hasil yang baik.
Dari data kuesioner dapat disimpulkan supervise dilakukan sekali dalam
setahun.
h. Pendokumentasian
Dokumentasi merupakan catatan autentik dalam penerapan
manajemen asuhan keperawatan professional, komponen penting dalam
pendokumnetasian adalah komunikasi, proses keperawatan, dan standar
asuhan keperawatan. Format pendokumentasian yang diterapkan di Ruang
Cendrawasih RS Bhayangkara Makassar merupakan format
sesuaistandarakreditasi yang sangat membantu memudahkan pekerjaan
perawat dalam melakukan pengkajian pada pasien.
Penerapan system dokumentasi keperawatan di ruangan
Cenderawasih dapat dikatakan sudah sangat baik, berdasarkan hasil
pendataan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa 9 responden (100%)
mengatakan model pendokumentasian yang digunakan sesuai standar
Akreditasi dan telah mengerti cara pengisian dokumentasi keperawatan dan
telah melakukan dokumentasi keperawatan dengan tepat dan benar. Di
tambah lagi perawat mengisi pendokumentasian di komputer. Meski
demikian sebagian kecil ditemukan bahwa adanya model dokumentasi yang
digunakan ini dapat menambah beban kerja perawat dan menyita banyak
waktu, alasannya adalah jumlah pasien dengan tenaga perawat saat
melakukan proses keperawatan kadang tidak seimbang sehingga mampu
mempengaruhi beban kerja perawat.
Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa model
pendokumentasian dengan standar akreditasi menambah beban kerja
perawat dan menyita banyak waktu.
i. Sentralisasi Obat

66
Sentralisasi obat merupakan pengelolaan obat dimana seluruh obat
yang akan diberikan kepada pasien diserahkan pengelola sepenuhnya oleh
perawat, tujuannya agar dapat menggunakan obat secara biijaksana dan
menghindari pemborosan, sehingga asuhan keperawatan pasien dapat
terpenuhi. Sentralisasi obat di ruangan Cenderawasih RS Bhayangkara
Makassar telah berjalan secara optimal, sesuai dengan jawaban 9 responden
(100%) dimana perawat yang langsung mengelola obat-obat dari pasien.
Khusus sentralisasi obat, di ruangan Cendrawasih ini belum difasilitasi
ruangan khusus untuk sentralisasi obat, tersedia pula format daftar
pengadaan tiap-tiap macam obat (oral, injeksi, supositoria, infuse, insulin,
obat gawat darurat).
Dari data yang didapatkan, alur pengelolaan obat di ruang VIP
Cendrawasih dimulai dari dokter memberikan resep kemudian perawat
membawa resep tersebut ke apotik, kemudian petugas apotik mengantar
obat ke ruang rawat inap dan langsung diserahkan kepada perawat. Namun
alur ini terlaksana hanya pada pagi hari (dinas pagi). Pada dinas siang dan
dinas malam resep obat dari dokter diserahkan kepada keluarga pasien
kemudian keluarga pasien mengambil obat di apotik lalu menyerahkannya
kepada perawat yang bertugas. Serah terima obat dari keluarga pasien ke
perawat dilakukan langsung tanpa ada format khusus untuk penerimaan
sentralisasi obat dari pasien. Obat yang diterima perawat dipisahkan
berdasarkan kepemilikan dengan memberi label identitas pada setiap obat
pasien. Perawat selalu menginformasikan jumlah kepemilikan obat yang
telah digunakan khusus pada pasien umum.
Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa sentralisasi obat di
Ruangan VIP Cendrawasih sudah cukup optimal dan hampir sesuai dengan
kebijakan SPO sentralisasi obat. Hal ini disebabkan karena kurangnya
tenaga yang bertugas di Apotik sehingga pada dinas siang dan dinas malam
resep dan pengambilan obat diserahkan kepada keluarga pasien.
4. M4 (Money)

67
Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala ruangan pada tanggal 02
Januari 2018. Kepala ruangan mengatakan bahwa tarif ruangan ditentukan
berdasarkan kelas/ ruangan yang ditempati dan di ruangan tidak diperkenankan
membayar. Adapun harga dari alat-alat kesehatan diruangan tersebut
ditentukan oleh manajemen rumah sakit dan tidak ada di ruangan mengenai
tarif tiap alat. Sistem keuangan rumah sakit yang bersentral menjadikan alokasi
pendanaan yang dibutuhkan ruangan terealisasi dalam waktu yang lama, dan
kebutuhan ruangan yang diajukan dipenuhi dalam jangka waktu yang lama.
Berdasarkan hasil obsrvasi di ruangan cendrawasih alat-alat yang tersedia
yaitu stetoskop, tensimeter, kulkas obat, tabung oksigen, tempat sampah
infeksius, tempat sampah non infeksius, tempat sampah benda tajam/safety
box, tensimeter, nierbekken, troli, standar infus, ambu bag dewasa, ambu bag
anak, rostur, tromol, termometer, termometer ruangan, timbangan besar,
nebulizer dan lain-lain.
Dengan demikian kami menyimpulkan bahwa penentuan tarif fasilitas di
ruangan tergantung dari ruangan yang di tempati dan untuk tarif tiap alat-alat
yang ada ditentukan oleh manajemen rumah sakit. Adapun setiap tindakan
keperawatan yang dilakukan pada pasien telah ditentukan tarifnya masing-
masing oleh manajemen rumah sakit.
5. M5 (Marketing/Mutu)
Berdasarkan hasil wawancara dan kuesioner dengan jumlah pasien 12
orang tentang mutu pelayanan di ruangan Cenderawasih pada tanggal 2 januari
2018, dari 20 pertanyaan, 12 pasien (100%) menjawab Ya pada pertanyaan
perawat memperkenalkan diri, perawat bersikap ramah dan sopan, perawat
menjelaskan peraturan atau tata tertib, tempt yang penting untuk kelancara
perawatan, tujuan perawatan , ada perawat atau kepala ruangan yang
menginformasikan perawat yang bertanggung jawab, perawat menanggapi
keluhan pasien, perawat memberikan keterangan tentang masalah pasien,
perawat memberikan penjelasan sebelum melakukan tindakan, perawat
meminta persetujuan, perawat menjelaskan prosedur, resiko atau bahaya suatu
tindakan, memberi keterangan dengan lengkap dan jelas, menjaga kebersihan

68
RS, perawat termpil dan percaya diri, perawat selalu berhati - hatiperawat
selalu menilai keadaan pasien, dan perawat selalu memantau keadaan pasien
secara rutin. Dan 12 (100%) pasien menjawab kadang-kadang pada pertanyaan
perawat menjelaskan fasilitas yang tersedia di RS pada pasien baru. Dan tidak
ada pasien yang menjawab tidak pada semua pertanyaan.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan, terlihat bahwa perawat telah
memberikan pelayanan kepada pasien sesuai dengan tingkat kebutuhan pasien,
perawat tampil percaya diri dan tampak selalu memantauu keadaan pasien
secara rutin. Dengan demikian secara keseluruhan mutu pelayanan
keperawatan sudah bagus.
D. Pengkajian Kebutuhan Spiritual
Perawat meyakini manusia sebagai makhluk bio-psiko-sosio-kultural dan
spiritual yang utuh berespons terhadap suatu perubahan yang terjadi antara lain
karena gangguan kesehatan dan penyimpangan pemenuhan kebutuhan. Untuk
dapat memenuhi kebutuhan secara holistik dan unik diperlukan pendekatan yang
komprehensif dan bersifat individual bagi tiap sistem klien.
Perawat sebagai tenaga kesehatan yang professional mempunyai kesempatan
yang paling besar untuk memberikan pelayanan kesehatan khususnya
pelayanan/asuhan keperawatan yang komprehensif dengan membantu klien
memenuhi kebutuhan dasar yang holistik.Perawat memandang klien sebagai
makhluk bio-psikososio-kultural dan spiritual yang berespon secara holistik dan
unik terhadap perubahan kesehatan atau pada keadaan krisis.Asuhan keperawatan
yang diberikan oleh perawat tidak bisa terlepas dari aspek spiritual yang
merupakan bagian integral dari interaksi perawat dengan klien. Perawat berupaya
membantu memenuhi kebutuhan spiritual klien sebagai bagian dari kebutuhan
menyeluruh klien, antara lain dengan memfasilitasi pemenuhan kebutuhan
spiritual klien tersebut, walaupun perawat dan klien tidak mempunyai keyakinan
spiritual atau keagamaan yang sama (Hamid A.Y., 2000:3).
Spiritualitas adalah keyakinan dalam hubungannya dengan yang Maha Kuasa,
sedangkan kebutuhan spiritual adalah kebutuhan untuk mempertahankan atau

69
mengembalikan keyakinan dan memenuhi kewajiban agama, serta kebutuhan
untuk mendapatkan maaf atau pengampunan.
Kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan oleh setiap
manusia. Apabila seseorang dalam keadaan sakit, maka hubungan dengan
Tuhannya pun semakin dekat, mengingat seseorang dalam kondisi sakit menjadi
lemah dalam segala hal, tidak ada yang mampu membangkitkannya dari
kesembuhan, kecuali Sang Pencipta. Dalam pelayanan kesehatan, perawat sebagai
petugas kesehatan harus memiliki peran utama dalam memenuhi kebutuhan
spiritual. Perawat dituntut mampu memberikan pemenuhan yang lebih pada saat
pasien akan dioperasi, pasien kritis atau menjelang ajal. Dengan demikian,
terdapat keterkaitan antara keyakinan dengan pelayanan kesehatan dimana
kebutuhan dasar manusia yang diberikan melalui pelayanan kesehatan tidak hanya
berupa aspek biologis, tetapi juga aspek spiritual. Aspek spiritual dapat membantu
membangkitkan semangat pasien dalam proses penyembuhan (Asmadi, 2008:28-
29).
Ketika penyakit, kehilangan atau nyeri menyerang seseorang, kekuatan
spiritual dapat membantu seseorang kearah penyembuhan atau pada
perkembangan kebutuhan dan perhatian spiritual. Selama penyakit atau
kehilangan, misalnya saja, individu sering menjadi kurang mampu untuk merawat
diri mereka dan lebih bergantung pada orang lain untuk perawatan dan dukungan.
Distres spiritual dapat berkembang sejalan dengan seseorang mencari makna
tentang apa yang sedang terjadi, yang mungkin dapat mengakibatkan seseorang
merasa sendiri dan terisolasi dari orang lain. Individu mungkin mempertanyakan
nilai spiritual mereka, mengajukan pertanyaan tentang jalan hidup seluruhnya,
tujuan hidup dan sumber dari makna hidup. Kemampuan perawat untuk mendapat
gambaran tentang dimensi spiritual klien yang jelas mungkin dibatasi oleh
lingkungan dimana orang tersebut mempraktikkan spiritualnya, hal ini benar jika
perawat mempunyai kontak yang terbatas dengan klien dan gagal untuk membina
hubungan. Pertanyaannya adalah bukan jenis dukungan spiritual apa yang dapat
diberikan tetapi secara sadar perawat mengintegrasikan perawatan spiritual
kedalam proses keperawatan. Perawat tidak perlu menggunakan alasan “tidak

70
cukup waktu” untuk menghindari pengenalan nilai spiritualitas yang dianut untuk
kesehatan kilen (Potter & Perry, 2005:567).
Dari data yang diperoleh berdasarkan hasil pembagian kuesioner spiritual
yang dilakkukan pada tanggal 3Januari 2017 di ruang perawatan Cendrawasih RS
Bhayangkara Makassar, di dapatkan interpretasi data :
Tabel 3.1 : Distribusi Frekuensi Kebutuhan Spritual Klien di Ruang Cendrawasih
RS Bhayangkara Makassar
Kategori
Amat
No. Karakteristik Tidak Agak Sangat
Sangat
F % F % F % F %
Kebutuhan Lebih Di
1 Sayang dari Orang 4 40,0 6 60,0 0 0,0 0 0,0
Lain
Kebutuhan
Berbicara Dengan
Orang Lain
2 1 10,0 5 50,0 3 30,0 1 10,0
Mengenai
Ketakutan Dan
Kekhawatiran Anda
Kebutuhan
Seseorang Dalam
Lingkungan Kita
Peduli
3 3 30,0 3 30,0 2 20,0 2 20,0
Anda?Kebutuhan
Seseorang Dalam
Lingkungan Kita
Peduli Anda
Kebutuhan
4 1 10,0 6 60,0 3 30,0 0 0,0
Merenungkan

71
Kembali Hidup
sebelumnya
Kebutuhan
Menghilangkan
5 7 70,0 3 30,0 0 0,0 0 0,0
Aspek Keterbukaan
Dalam Hidup Anda
Kebutuhan Menyatu
6 dengan keindahan 0 0,0 7 70,0 3 30,0 0 0,0
alam
Kebutuhan tinggal
7 di tempat yang 1 10,0 4 40,0 5 50,0 0 0,0
tenang dan damai
Kebutuhan
menenmukan
8 0 0,0 3 30,0 7 70,0 0 0,0
kedamaian batin

Kebutuhan
menemukan makna
9 0 0,0 4 40,0 5 50,0 1 10,0
dalam
sakit/penderitaan
Kebutuhan
berbicara dengan
10 4 40,0 3 30,0 3 30,0 0 0,0
orang lain tentang
makna
Kebutuhan
berbicara dengan
orang lain tentang
11 1 10,0 4 40,0 3 30,0 2 20,0
kemungkinan
kehidupan setelah
meninggal

72
Kebutuhan beralih
12 menjadi orang yang 2 20,0 4 40,0 2 20,0 2 20,0
penuh cinta kasih
Kebutuhan
memberikan sesuatu
13 0 0,0 6 60,0 4 40,0 0 0,0
untuk diri anda
sendiri
Kebutuhan menjadi
14 pelipur lara orang 3 30,0 5 50,0 2 20,0 0 0,0
lain
Kebutuhan
memaafkan
15 seseorang dari 0 0,0 4 40,0 6 60,0 0 0,0
waktu yang berbeda
dari hidup anda
Kebutuhan
16 0 0,0 1 10,0 1 10,0 8 80,0
dimaafkan
Kebutuhan berdo'a
17 0 0,0 3 30,0 3 30,0 4 40,0
dengan orang lain
Kebutuhan bahwa
18 seseorang berdo'a 0 0,0 1 10,0 3 30,0 6 60,0
untuk anda
Kebutuhan berdo'a
19 untuk diri anda 0 0,0 0 0,0 2 20,0 8 80,0
sendiri
Kebutuhan
20 berpartisipasi dalam 0 0,0 5 50,0 1 10,0 4 40,0
upacara keagamaan
Kebutuhan 1
21 10,0 3 30,0 3 30,0 3 30,0
membaca buku

73
spiritual atau buku
keagamaan
22 Kebutuhan beralih
dan mendekat dalam
keagungan akan
kehadiran yang 0 0,0 3 30,0 7 70,0 0 0,0
lebih tinggi (Ke-
Esaan, Tuhan,
Malaikat)
23 Kebutuhan merasa
0 0,0 5 50,0 3 30,0 2 20,0
lengkap dan aman
24 Kebutuhan
merasakan
0 0,0 2 20,0 6 60,0 2 20,0
terhubung (dekat)
dengan keluarga
25 Kebutuhan berbagi
pengalaman hidup 0 0,0 5 50,0 5 50,0 0 0,0
kepada orang lain
26 Kebutuhan
diyakinkan bahwa
hidup anda 0 0,0 3 30,0 7 70,0 0 0,0
bermakna dan punya
arti
27 Kebutuhan
dilibatkan kembali
oleh keluarga anda 1 10,0 6 60,0 3 30,0 0 0,0
dalam berbagai
urusan
28 Kebutuhan
0 0,0 0 0,0 5 50,0 5 50,0
mendapat dukungan

74
yang lebih dari
keluarga
29 Kebutuhan
berunding dengan 0 0,0 0 0,0 6 60,0 4 40,0
atau cucu

Karakteristik 01 menunjukkan bahwa distribusi frekuensi Kebutuhan Lebih


Disayang Dari Orang Lain dengan total 10 orang responden menunjukkan bahwa
nilai tertinggi pada karakteristik agak membutuhkan sebanyak 6 responden
(60,0%), dan nilai terendah pada karakteristik sangat dan amat sangatmembutuhkan
sebanyak 0 responden (0,0%). Karakteristik 02 menunjukkan bahwa distribusi
frekuensi Kebutuhan Lebih Disayang Dari Orang Lain dengan total 10 responden
menunjukkan bahwa nilai tertinggi pada karakteristik agak membutuhkan
sebanyak 5 responden (50,0%), dan nilai terendah pada karakteristik tidak
membutuhkan dan amat sangat membutuhkansebanyak masing-masing 1 orang
responden (10,0%).
Karakteristik 03 menunjukkan bahwa distribusi frekuensi Kebutuhan
Bahwa Seseorang Dalam Lingkungan Kita (Seperti Pemuka Agama) Peduli dengan
total 10 responden menunjukkan bahwa nilai tertinggi pada karakteristik tidak
membutuhkan dan agak membutuhkan masing-masing sebanyak 3 responden
(30,0%), dan nilai terendah pada karakteristik sangat membutuhkan dan amat
sangat membutuhkan masing-masing sebanyak 2 responden (20,0%). Karakteristik
04 menunjukkan bahwa distribusi frekuensi Kebutuhan Merenungkan Kembali
Hidup Sebelumnya dengan total 10 responden menunjukkan bahwa nilai tertinggi
pada karakteristik agak membutuhkan sebanyak 6 responden (60,0%), dan nilai
terendah pada karakteristik amat sangat membutuhkan sebanyak 0 responden
(0,00%).
Karakteristik 05 menunjukkan bahwa distribusi frekuensi Kebutuhan
Menghilangkan Aspek Keterbukaan Dalam Hidup (Menjadi Orang yang lebih
Tertutup) dengan total 10 responden menunjukkan bahwa nilai tertinggi pada
karakteristik tidak membutuhkan sebanyak 7 responden (70,0%), dan nilai

75
terendah pada karakteristik sangat membutuhkan dan amat sangat membutuhkan
sebanyak 0 responden (0,0%). Karakteristik 06 menunjukkan bahwa distribusi
frekuensi Kebutuhan Menyatu (Menikmati) Keindahan Alam dengan total 10
responden menunjukkan bahwa nilai tertinggi pada karakteristik agak
membutuhkan sebanyak 7 responden (70,0%), dan nilai terendah pada karakteristik
tidak membutuhkan danamat sangat membutuhkan sebanyak 0 responden (0,0%).
Karakteristik 07 menunjukkan bahwa distribusi frekuensi Kebutuhan
Tinggal Di Tempat Yang Tenang Dan Damai dengan total 10 responden
menunjukkan bahwa nilai tertinggi pada karakteristik sangat
membutuhkansebanyak 5 responden (50,0%), dan nilai terendah pada karakteristik
amat sangat membutuhkan sebanyak 0 responden (0,0%). Karakteristik 08
menunjukkan bahwa distribusi frekuensi Kebutuhan Menemukan Kedamaian Batin
dengan total 10 responden menunjukkan bahwa nilai tertinggi pada karakteristik
sangat membutuhkan sebanyak 7 responden (70,0%), dan nilai terendah pada
karakteristik tidak membutuhkan dan amat sangat membutuhkan sebanyak 0
responden (0,0%).
Karakteristik 09 menunjukkan bahwa distribusi frekuensi Kebutuhan
Menemukan Makna Dalam SakitPenderitaan dengan total 10 responden
menunjukkan bahwa nilai tertinggi pada karakteristik sangat membutuhkan
sebanyak 5 responden (50,0%), dan nilai terendah pada karakteristik tidak
membutuhkan sebanyak 0 responden (0,0%). Karakteristik 10 menunjukkan bahwa
distribusi frekuensi Kebutuhan Berbicara Dengan Orang Lain Tentang Makna Akan
Kehidupan dengan total 10 responden menunjukkan bahwa nilai tertinggi pada
karakteristik tidak membutuhkan sebanyak 4 responden (40,0%), dan nilai
terendah pada karakteristik amat sangat membutuhkan sebanyak 0 responden
(0,0%).
Karakteristik 11 menunjukkan bahwa distribusi frekuensi Kebutuhan
Berbicara Dengan Orang Lain Tentang Kemungkinan Kehidupan Setelah
Meninggal dengan total 10 responden menunjukkan bahwa nilai tertinggi pada
karakteristik agak membutuhkan sebanyak 4 responden (40,0%), dan nilai terendah
pada karakteristik tidak membutuhkan sebanyak 1 responden (10,0%).

76
Karakteristik 12 menunjukkan bahwa distribusi frekuensi Kebutuhan Beralih
Menjadi Orang Yang Penuh Cinta Kasih dengan total 10 responden menunjukkan
bahwa nilai tertinggi pada karakteristik agak membutuhkan sebanyak 4 responden
(40,0%), dan nilai terendah pada karakteristik tidak membutuhkan, sangat
membutuhkan, danamat sangat membutuhkan masing-masing2 responden (20,0%).
Karakteristik 13 menunjukkan bahwa distribusi frekuensi Kebutuhan
Memberikan Sesuatu Untuk Diri Sendiri dengan total 10 responden menunjukkan
bahwa nilai tertinggi pada karakteristik agak membutuhkan sebanyak 6responden
(60,0%), dan nilai terendah pada karakteristik tidak membutuhkan dan amat sangat
membutuhkan masing-masing 0 responden (0,0%). Karakteristik 14 menunjukkan
bahwa distribusi frekuensi Kebutuhan Menjadi Pelipur Lara Orang Lain dengan
total 10 responden menunjukkan bahwa nilai tertinggi pada karakteristik agak
membutuhkan sebanyak 5 responden (50,0%), dan nilai terendah pada karakteristik
amat sangat membutuhkan sebanyak 0 responden (0,0%).
Karakteristik 15 menunjukkan bahwa distribusi frekuensi Kebutuhan
Memaafkan Seseorang Dari Waktu Yang Berbeda Dari Hidup dengan total 10
responden menunjukkan bahwa nilai tertinggi pada karakteristik sangat
membutuhkan sebanyak 6 responden (60,0%), dan nilai terendah pada karakteristik
tidak membutuhkan dan amat sangat membutuhkan masing-masing sebanyak 0
responden (0,0%). Karakteristik 16 menunjukkan bahwa distribusi frekuensi
Kebutuhan Dimaafkan dengan total 10 responden menunjukkan bahwa nilai
tertinggi pada karakteristik amat sangat membutuhkan sebanyak 8 responden
(80,0%), dan nilai terendah pada karakteristik tidak membutuhkan sebanyak 0
responden (0,0%).
Karakteristik 17 menunjukkan bahwa distribusi frekuensi Kebutuhan
Berdoa Dengan Orang Lain dengan total 10 responden menunjukkan bahwa nilai
tertinggi pada karakteristik amat sangat membutuhkan sebanyak 4 responden
(40.0%), dan nilai terendah pada karakteristiktidak membutuhkan sebanyak 0
responden (0,0%).Karakteristik 18 menunjukkan bahwa distribusi frekuensi
Kebutuhan Kebutuhan Seseorang Berdoa Untuk Anda dengan total 10 responden
menunjukkan bahwa nilai tertinggi pada karakteristik amat sangat membutuhkan

77
sebanyak 6 responden (60%), dan nilai terendah pada karakteristik tidak
membutuhkan sebanyak 0 responden (0,0%).
Karakteristik 19 menunjukkan bahwa distribusi frekuensi Kebutuhan
Berdoa Untuk Diri Sendiri dengan total 10 responden menunjukkan bahwa nilai
tertinggi pada karakteristik amat sangat membutuhkan sebanyak 8 responden
(80,0%), dan nilai terendah pada karakteristik tidak membutuhkan sebanyak 0
responden (0,0%).Karakteristik 20 menunjukkan bahwa distribusi frekuensi
Kebutuhan Berpartisipasi Dalam Upacara Keagamaan dengan total 10 responden
menunjukkan bahwa nilai tertinggi pada karakteristik agak membutuhkan
sebanyak 5 responden (50,0%), dan nilai terendah pada karakteristik tidak
membutuhkan sebanyak 0 responden (0,0%).
Karakteristik 21 menunjukkan bahwa distribusi frekuensi Kebutuhan
Membaca Buku Spiritual Atau Buku Keagamaan dengan total 10 responden
menunjukkan bahwa nilai tertinggi pada karakteristik agak membutuhkan, sangat
membutuhkan, amat sangat membutuhkan masing-masing sebanyak 3 responden
(30,0%), dan nilai terendah pada karakteristik tidak membutuhkan sebanyak 0
responden (0,0%). Karakteristik 22 menunjukkan bahwa distribusi frekuensi
Kebutuhan Beralih Dan Mendekat Dalam Keagungan Akan Kehadiran Yang Lebih
Tinggi (Keesaan, Tuhan, Malaikat) dengan total 10 responden menunjukkan bahwa
nilai tertinggi pada karakteristik sangat membutuhkan sebanyak 7 responden
(70,0%), dan nilai terendah pada karakteristik tidak membutuhkan dan amat sangat
membutuhkan masing-masing sebanyak 0 responden (0,0%).
Karakteristik 23 menunjukkan bahwa distribusi frekuensi Kebutuhan
Merasa Lengkap Dan Aman dengan total 10 responden menunjukkan bahwa nilai
tertinggi pada karakteristik agak membutuhkan sebanyak 5 responden (50,0%), dan
nilai terendah pada karakteristik tidak membutuhkan sebanyak 0 responden (0,0%).
Karakteristik 24 menunjukkan bahwa distribusi frekuensi Kebutuhan Merasa Dekat
Dengan Keluarga dengan total 10 responden menunjukkan bahwa nilai tertinggi
pada karakteristik sangat membutuhkan sebanyak 6 responden (60,0%), dan nilai
terendah pada karakteristik tidak membutuhkan sebanyak 0 responden (0,0%).

78
Karakteristik 25 menunjukkan bahwa distribusi frekuensi Kebutuhan
Berbagi Pengalaman Hidup Kepada Yang Lain dengan total 10 responden
menunjukkan bahwa nilai tertinggi pada karakteristik agak membutuhkan dan
sangat membutuhkan masing-masing sebanyak 5 responden (50,0%), dan nilai
terendah pada karakteristik tidak membutuhkan dan amat sangat membutuhkan
sebanyak 0 responden (0,0%). Karakteristi 26 menunjukkan bahwa distribusi
frekuensi Kebutuhan Diyakinkan Bahwa Hidup Bermakna Dan Punya Arti dengan
total 10 responden menunjukkan bahwa nilai tertinggi pada karakteristik sangat
membutuhkan sebanyak 7 responden (70,0%), dan nilai terendah pada karakteristik
tidak membutuhkan dan amat sangat membutuhkan masing-masing sebanyak 0
responden (0,0%).
Karakteristik 27 menunjukkan bahwa distribusi frekuensi Kebutuhan
Dilibatkan Kembali Oleh Keluarga Dalam Berbagi Urusan dengan total 10
responden menunjukkan bahwa nilai tertinggi pada karakteristik agak
membutuhkan sebanyak 6 responden (60,0%), dan nilai terendah pada karakteristik
amat sangat membutuhkan sebanyak 0 responden (0,0%).
Karakteristik 28 menunjukkan bahwa distribusi frekuensi Kebutuhan
Mendapat Dukungan Yang Lebih Dari Keluarga dengan total 10 responden
menunjukkan bahwa nilai tertinggi pada karakteristik sanagt membutuhkan dan
amat sangat membutuhkan masing-masing sebanyak 5 responden (50,0%), dan
nilai terendah pada karakteristik tidak membutuhkan dan agak membutuhkan
masing-masing sebanyak 0 responden (0,0%). Karakteristik 29 menunjukkan
bahwa distribusi frekuensi Kebutuhan Berunding Dengan Anak Dan Cucu dengan
total 10 responden menunjukkan bahwa nilai tertinggi pada karakteristik sangat
membutuhkan sebanyak 6 responden (60,0%), dan nilai terendah pada karakteristik
tidak membutuhkan dan agak membutuhkan masing-masing sebanyak 0 responden
(0,0%).

79
E. Analisa SWOT
Kategori Strenghts Weakness Opportunity Threats
M1 a. Keinginan perawat untuk a. Tidak ada pelatihan khusus a. adanya proses akreditasi a. Waktu remedial
memperbaiki manajemen manajemen ruangan yang rumah sakit yang menuntut akreditasi rumah sakit
ruangan perawatan pernah diberikan untuk perbaikan manajemen di yang semakin dekat
b. Jenjang pendidikan perawat di perawat ruang rawat inap
ruang Cendrawasih: b. Meningkatnya tuntutan
a. Ners: 3 orang masyarakat terhadap
b. S1: 3 orang pelayanan prima di ruang
c. D3 keperawatan: 3 orang VIP
d. M kes: 1 orang
M2 a. Terdapat Nurse Station, a. Proses pengamprahan sarana a. adanya proses akreditasi 1. Sarana dan prasarana
ruangan pasien, danterdapat dan prasarana ruangan hanya rumah sakit yang RS lain yang semakin
kamar mandi/WC khusus dapat dilakukan satahun menuntut kelengkapan meningkat
perawat, terdapat juga sekali sarana dan prasarana yang
westafel dan handrub perawat b. Adanya resiko kehilangan memadai
serta pencahayaan langsung. sarana yang ada b. Keinginan masyarakat
b. Tersedia ruang sentralisasi c. Tidak ada ruangan khusus untuk mendapatkan
obat yang berada di Nurse kepala ruang rawat inap

80
Station, berisi kotak obat d. terdapat 4 ruangan yang pelayanan dengan fasilitas
untuk masing-masing pasien. berada dibelakang nurse yang memadai
c. Terdapat peralatan non steril station dan sulit diobservasi
dan perkakas seperti lemari, secara langsung
linen, loker perawat, rostur e. bell pasien tidak berfungsi
disimpan diruangan
khusus/gudang.
d. Terdapat diruangan yaitu
tabung O2, ambu bag, tensi
meter, stetoscope, set GV,
nebulizer,tiang infus, dll
e. Administrasi penunjang yang
ada di ruangan juga sudah
lengkap
f. Pihak rumah sakit
menyetujui pelengkapan
sarana dan prasarana melalui
proses pengamprahan alat

81
M3 1. MAKP
a. Standar asuhan a. Belumadanya SPO khusus a. Adanya keinginan bidang a. Makin kritisnya pasien
keperawatan yang MPKP keperawatan dalam akan pelayanan
digunakan di ruangan b. Standar yang ditetapkan pengembangan standar kesehatan
perawatan VIP berdasarkan kebijakan rumah asuhan keperawatan yang b. Adanya tuntutan tinggi
Cendrawasih NANDA sakit dapat berubah sewaktu- lebih baik dari masyarakat perihal
NIC-NOC (North waktu b. Pengembangan SPO sesuai kelengkapan sarana dan
AmericanNursingDignoses c. Perubahan standar dengan kebutuh an rumah prasana ruangan.
Nursing Income-Nursing membutuhkan sosialisasi sakit
Outcome). kepada tenaga-tenaga
b. Terdapat Standard kesehatan terkait.
Operation Procedure
(SPO) untuk sebagian
besar tindakan
keperawatan.
c. SPO yang digunakan
adalah hasil yang
ditetapkan sesuai dengan

82
kebijakan dari pihak RS
Bhayangkara.
d. SPO dibuat dalam bentuk
pembukuan dengan jumlah
SPO tindakan keparawatan
dan medis secara
keseluruhan dalam ruangan
Perawatan VIP
Cenderawasih adalah 172
buah SPO.
e. Terdapat standar alat dan
fasilitas di Ruang
Perawatan VIP
Cendrawasih secara
spesifik, yang disesuaikan
dengan kebutuhan di
ruangan.

83
2. Overan a. Seringkali overan dilakukan a. Adanya mahasiswa profesi a. Adanya tuntutan
a. Adanya laporan jaga tidak tepat waktu. ners yang parktik yang lebih tinggi
setiap tiga shift. manajemen keperawatan dari masyarakat
b. Overan dilakukan 3x b. Adanya kebijakan rumah untuk mendapatkan
sehari setiap pergantian sakit tentang timbangterima pelayanan
shift. / operan keperawatan yang
c. Hal-hal yang di overkan professional.
meliputi jumlah pasien,
identitas klien, keluhan
pasien, obat yang
dikomsumsi, tindakan
yang sudah dilakukan,
rencana tindak lanjut
klien, jumlah pasien
pulang dan pasien baru.
d. Dalam overan dilakukan
di Nurse Station
kemudian dilanjutkan di
kamar pasien. Dikamar

84
pasien Perawat
memvalidasi keadaan
umum klien serta
memberitahu klien
perawat yang akan shift.

3. Ronde Keperawatan
a. Bidang perawatan a. Tidak adanya kasus yang a. Adanya diskusi tentang a. Adanya tuntutan yang
mendukung adanya bisa dirondekan. manajemen keperawatan lebih tinggi dari
kegiatan ronde b. Tim pelaksanaan ronde masyarakat untuk
keperawatan belum dibentuk mendapatkan pelayanan
b. Adanya tenaga ners c. Waktu dan sumberdaya yang keperawatan yang
sebanyak 3 orang, dibutuhkan untuk professional.
Sarjana Keperawatan pelaksanaan mencakup
sebanyak 3 orang, D3 jumlah yang besar
keperawatan sebanyak 3
orang dan 1 orang
magister kesehatan.

85
4. Pre Dan Post Confrence a. Dari hasil observasi yang a. Adanya mahasiswa profesi a. Adanya tuntutan
a. Bidang perawatan dilakukan padatanggal 2- ners yang parktik yang lebih tinggi
mendukung ada nya 3 Januari 2018 Pre dan manajemen keperawatan. dari masyarakat
kegiatan pre dan post Post Conference yang untuk mendapatkan
conference. dimaksud oleh perawat pelayanan
b. Adanya tenaga ners adalah Hand Over. keperawatan yang
sebanyak 3 orang, professional.
Sarjana
Keperawatansebanyak
3 orang, D3
keperawatansebanyak
3 orang dan 1 orang
magister kesehatan.
c. Pre dan Post
conference dilakukan
setiap pagi, siang dan
malam setiap
pergantian shift.

86
5. Pendelegasian
a. Adanya tenaga ners a. Tidak dilakukan
sebanyak 3 orang, pendelegasian secara a. Adanya diskusi tentang a. Adanya tuntutan yang
Sarjana Keperawatan tertulis namun secara lisan. manajemen keperawatan. lebih tinggi dari
sebanyak 3 orang, D3 b. Tidakada format baku masyarakat untuk
keperawatan dalam pendelegasian mendapatkan pelayanan
sebanyak 3 orang dan keperawatan yang
1 orang magister professional.
kesehatan.

6. Discharge Planning
a. Adanya form discharge a. Adanya mahasiswa profesi a. Adanya tuntutan yang
planning yang berisi ners yang praktik lebih tinggi dari
tanggal masuk, tanggal manajemen untuk masyarakat untuk
keluar, keadaan saat mengembangkan system mendapatkan pelayanan
pulang, lanjutan perawatan pendokumentasi. keperawatan yang
di rumah, pengaturan diet professional.
nutrisi, pemakaianalat
bantu, obat-obatan,

87
pelayanan kesehatan yang
digunakan, orang yang
membantu saat perawatan,
dan catatan khusus
perawat.

7. Supervisi
a. Bidang perawatan a. Tidak ditetapkan jadwal a. Adanya mahasiswa profesi a. Adanya tuntutan yang
mendukung adanya supervisi ners yang praktik lebih tinggi dari
kegiatan supervisi b. Beberapa perawat diruangan manajemen untuk masyarakat untuk
belum pernah mendapatkan mengembangkan system mendapatkan pelayanan
sosialisasi tentang kegiatan dokumentasi. keperawatan yang
supervise sehingga perawat professional.
tidak mengetahui alur
pelaksanaan supervisi secara
rinci di ruangan.

88
8. Pendokumentasian a. Pendokumentasian dinilai a. Peluang perawat untuk a. Tingkat kesadaran
a. Pendokementasian yang menambah beban kerja meningkatkan pendidikan (pasien dan
diterapkan di Ruang perawat atau pengembangan SDM keluarga) akan
Cendrawasih RS b. Model dokumentasi yang b. Format tanggung jawab dan
Bhayangkara Makassar digunakan menyita banyak pendookumentasian baku tanggung gugat.
merupakan format sesuai waktu perawat telah tersedia
standar akreditasi yang c. Pengisian c. Adanya mahasiswa profesi
sangat membantu pendokumentasian belum ners praktik manajemen
memudahkan pekerjaan terlaksana secara optimal, untuk mengembangkan
perawat dalam melakukan terkadang masih ada system dokumentasi
pengkajian pada pasien. lembaran yang belum d. Kerjasama yang baik
didokumentasikan. antara perawat dan
mahasiswa
M4 1. Adanya anggaran untuk i. Sistem keuangan rumah sakit 1. Adanya program 1. Persaingan pelayanan
memenuhi kebutuhan ruangan yang bersentral menjadikan pemerintah (ASKES/ RS yang semakinkuat
2. Menjangkau semua lapisan alokasi pendanaan yang BPJS) 2. Semakin tingginya
masyarakat untuk dibutuhkan ruangan 2. Klien dan keluarga kritis masyarakat akan
mendapatkan pelayanan terealisasi dalam waktu yang mendapatkan kesempatan keuangan
kesehatan yang lebih baik lama. untuk memperoleh

89
3. Sebagian besar kebutuhan ii. Kebutuhan ruangan yang informasi yang berkaitan
ruangan sudah terpenuhi diajukan dipenuhi dalam dengan prosedur jaminan
jangka waktu yang lama. kesehatan
iii. Tidak ada dokumentasi
terkait tarif fasilitas alat
kesehatan dan jenis
tindakan.

M5 i. Adanya keinginan besar 1. Manajemen ruang perawatan 1. Proses akreditasi rumah 1. Mutu pelayanan
perawat untuk meningkatkan belum terstruktur dengan sakit yang menuntut adanya Rumah Sakit lain yang
mutu pelayanan di ruangan baik sehingga menurunkan mutu pelayanan prima terus meningkat
ii. Kesadaran perawat akan mutu pelayanan 2. Minat masyarakat untuk
tuntutan mutu pelayanan di mendapatkan mutu
ruangan VIP pelayanan yang baik di
iii. Pihak rumah sakit mendorong ruang VIP
peningkatan mutu pelayanan
di rumah sakit
c. Jenjang pendidikan perawat di
ruang Cendrawasih:

90
e. Ners: 3 orang
f. S1: 3 orang
g. D3 keperawatan: 3 orang

Spiritual 1. Kebijaksanaan rumah sakit di 1. Kurangnya fasilitas 1. Adanya kesadaran 1. Sebagian masyarakat
bidang keperawatan yang penunjang pemenuhan masyarakat akan lebih mementingkan
memberikan ruang bagi kebutuhan spiritual islami. pentingnya menyerahkan kebutuhan biologis
terlaksananya pelayanan 2. Kurangnya referensi baku proses kesembuhan dibanding spirtual
keperawatan professional tentang aplikasi pendekatan penyakit kepada Allah 2. Issue diskriminasi
yang bermuatan spiritual. spiritual islami SWT
2. Proporsi jumlah pasien dan 3. Belum adanya kesepakatan 2. Adanya mahasiswa profesi
perawat muslim yang bentuk pelayanan spiritual ners praktik manajemen
dominan islami dilingkup tim keperawatan islami
3. Dari data pengkajian kesehatan
kuesioner spiritual sebanyak
8 responden (80,0%),
menginginkan untuk berdoa
untuk diri sendiri dan orang
lain

91
4. Dari data pengkajian
kuesioner spiritual sebanyak
7 responden (70,0%)
menginginkan untuk lebih
dekat dengan Tuhan.

92
F. Prioritas Masalah di Ruang PerawatanCendrawasi RS Bhayangkara Makassar
M: N:
No Masalah A B C D E F G H I J K L
Total Prioritas
1 Penerapan Metode Proses Keperawatan
4 2 5 4 4 5 3 4 2 3 5 5 46 1
Profesional (MPKP) belum optimal
2 Pemenuhan kebutuhan spiritual pasien 4 2 4 3 4 3 3 4 3 3 4 4 41 2
3 Sarana dan prasarana kurang memadai 3 2 3 3 3 3 4 4 3 3 2 3 36 3
Keterangan :
1:Sangat rendah A: resiko terjadi H: waktu
2: rendah B: resiko parah I : dana
3: cukup C: potensial untuk pelatihan J : fasilitas kesehatan
4: tinggi D: minat perawat K : sumber daya
5: sangat tinggi E: mungkin diatasi L : sesuai dengan peran perawat
F: sesuai program M : skor total
G : tempat N : urutan prioritas

93
G. PERENCANAAN (PLAN OF ACTION)
Penanggung
No. Masalah Tujuan Program/Kegiatan Waktu Sasaran Metode Media
Jawab
1. Penerapan Penerapan Pemantapan MPKP 8 Januari – Kepala Role Play Skenario Semua anggota
Metode model a. Role play : 13 Januari ruangan, kelompok
Proses Metode  Role play 2018 perawat
Keperawatan Proses timbang pelaksana
Profesional Keperawatan terima/hand ruang
(MPKP) Profesional over perawatan
belum optimal (MPKP)  Role Cendrawasih
dengan model playpre dan
primer dapat post
diterapkan. conference
 Role play
penerimaan
pasien baru Video
b. Sosialisasi 12 Januari
supervisi 2018

94
melalui
pemutaran
video role play
c. Workshop 18 Januari Kepala Workshop LCD
MPKP 2018 ruangan dan
perawat
lainnya
2 Pemenuhan Meningkatka a. Pengadaan 15Januari Pasien Pengadaan a. Materi tata Semua anggota
Kebutuhan n pemenuhan percontohan 2018 buku cara dan kelompok
Spiritual spiritual klien buku panduan panduan doa, media
dalam bimbingan bimbingan cetak
meningkatkan ibadah orang ibadah orang
pelayanan sakit sakit
keperawatan
yang b. Pengadaan 19 Januari Pasien Box, handuk,
komprehensif thahara kit 2018 sprei wudhu,
batu,
debu/pasir

95
c. Lakukan 8 Januari Pasien
pendampingan 2018
khusnul
khatimah care
3. Sarana dan Meningkatan a. Diskusi tentang 17 Januari Ruang Print out a. Kertas Semua anggota
prasarana bentuk standarisasi 2018 Cendrawasih PERMENKE pengenal kelompok
kurang pelayanan sarana dan S No 24 laminating
memadai dan prasarana ruang Tagun 2016, b. Alat
menunjang rawat inap dan tensimeter
proses sesuai Keputusan c. Alat
pelayanan PERMENKES Polri No 2 thermometer
yang optimal No 24 Tagun Tahun 2010 d. Materi
2016, dan MPKP, map
Keputusan Polri album.
No 2 Tahun e. Materi
2010 tupoksi
b. Pengadaan tugas SPO MPKP, struktur
pokok dan organisasi
fungsi

96
(TUPOKSI) Tupoksi
struktur struktur
organisasi organisasi.
ruangan.

97
H. Rekomendasi Penyelesaian Masalah

No. Data Masalah Alternatif Penyelesaian


Masalah
2. a. Struktur organisasi yang Penerapan Metode Melakukan workshoop
digunakan tidak sesuai Proses mengenai MPKP untuk
dengan MPKP Keperawatan meningkatkan
b. Tidak ada tupoksi Profesional pemahaman Sumber Daya
(MPKP) belum Manusia
a. Penerapan MPKP dalam sesuai SOP
ruangan belum optimal Dilakukan Role Play:
b. Pelaksanaan ronde Hand over, pre
keperawatan dilakukan conference , post
hanya saat ada mahasiswa conference, penerimaan
praktek manajemen pasien baru, oleh
b. Pre dan post conference Mahasiswa Ners UIN
Pre dan post conference Alauddin Makassar
yang dilakukan belum
sesuai dengan Standar
Operasional Sosialisasi Penerapan
c. Timbang terima/ operan MPKP melalui pemutaran
dilakukan kadang tidak vidio role paly.
tepat waktu.
d. Kegiatan operan timbang
terima diketahui oleh
semua perawat dan
dilaksanakan sebanyak 3
kali dalam 1 kali 24 jam.
e. Tidak ditetapkan jadwal
supervisi

98
2 a. Belum adanya media Pemenuhan Pengadaan percontohan
yang menjadi referensi kebutuhan spiritual buku panduan bimbingan
pasien dalam ibadah orang sakit
melaksanakan ibadah
meskipun dalam keadaan Pengadaan thakhara kit
sakit Pendampingan
b. Kurangnya referensi baku pelaksanaan khusnul
tentang aplikasi khatimah care

pendekatan spiritual
islami
c. Belum adanya
kesepakatan bentuk
pelayanan spiritual islami
dilingkup tim kesehatan
3. a. Beberapa alat seperti Sarana dan Diskusi tentang
termometer, tensimeter prasarana belum standarisasi sarana dan
jumlahnya tidak sesuai memadai prasarana ruang rawat
dengan rasio tempat tidur inap sesuai PERMENKES
b. Beberapa alat seperti No 24 Tagun 2016, dan
gudle, spatel lidah, Keputusan Polri No 2
refleks hummer, pen light Tahun 2010
tidak tersedia di ruangan.
c. Terdapat 4 kamar pasien Pengadaan tugas pokok
yang berada di belakang dan fungsi (TUPOKSI)
Nurse Station sehingga struktur organisasi
sulit di observasi secara ruangan.
langsung oleh perawat

99
DAFTAR PUSTAKA

Aditama. 2000. Manajemen Administrasi Rumah Sakit. Jakarta: IV Press.

Al-Ikhlas. 2012. Kejayaan Islam dalam Dunia Kedokteran. Diakses pada 20


Agustus 2017 Pukul 16.30 WITA.

Asmadi. 2008. Konsep Dasar keperawatan. Jakarta: EGC.

Asmadi. 2013. Konsep Dasar keperawatan. Jakarta: EGC.

FKP. 2009. Buku Panduan Manajemen Keperawatan: Program Pendidikan Ners.


Surabaya.

Gillies, D.A. 2000. Manajemen Keperawatan: Suatu Pendekatan Sistem. Edisi


kedua. Philadelphia: W. B. Saunders.

Hamid, A.Y. 2000. Buku Ajar Aspek Spiritual Dalam Keperawatan. Jakarta: EGC.

Huber, Diane L. 2000. Leadership and Nursing Care Management. Philadelhia:


W.B. Saunders Company.

Keliat BK. 2010. Manajemen Asuhan Keperawatan. Jakarta.

Kuntoro dan Agus. 2010. Buku Ajar Manajemen Keperawatan.


Yogyakarta :NuhaMedika.

Marquis, B.L. dan Huston, C.J. 1998. Management Decision Making for Nurses
(3rd ed) Philadelphia: Lippincot – Raven Publisher.

Marquis, B.L dan Huston, C.J 2010. Kepemimpinandan Manajemen Keperawatan


Teori dan Aplikasi, Ed 4. Jakarta: EGC.

100
Median, Fenny Agria, 2012. Analisis Hubungan Faktor-faktor Motivasi Kerja
Terhadap Disiplin Kerja Pegawai Non Medis di Gedung Administrasi RS.X
Skripsi. VI.

Nursalam. 2002. Manajemen Keperawatan: Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan


Profesional. Jakarta: Salemba Medika.

Nursalam. 2007. Manajemen Keperawatan, Aplikasi dalam Praktek Keperawatan


Profesional. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.

Nursalam. 2009. Konsepdan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.


Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.

Nursalam. 2015. Manajemen keperawatan aplikasi dalam praktek keperawatan


professional edisi 3. Jakarta: Salemba Medika.

Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, dan
Praktik. Edisi 4 volume 1. Jakarta: EGC.

Peraturan Kepala Kepolisian RI Nomor 2 Tahun 2010 Tentang Pedoman


Penyelenggaraan Rumah Sakit Bhayangkara

PERMENKES nomor 24 tahun 2016 tetang persyaratan teknis bangunan dan


prasarana rumah sakit

Sahalmahfudz. 2011. Professional Dalam Segala Hal, Reflexi 40 tahun RSI sultan
Agung Mengabdi dan Melayani. Semarang: RSI Sultan Agung.

Samantho, Ahmad. 2008. Bimaristan Konsep Ideal Rumah Sakit Islam. Diakses
pada tanggal 20 Agustus 2017 pukul 14.00 WITA.

Sitorus, R. 2006. Model Praktik Keperawatan di Rumah Sakit. Jakarta: EGC.

Suarli dan Bahtiar, Yanyan. 2010. Manajemen Keperawatan. Jakarta: Erlangga.

101
Sudarsono, Ratna. 2000. Buku Saku Prosedur Keperawatan Medikal-Bedah.
Jakarta: EGC.

Sugiharto, A.S, Keliat, A.B, dan Sri HT. 2012. Manajemen Keperawatan: Aplikasi
MPKP di Rumah Sakit. Jakarta: EGC.

Sumardi. 2011. Metodologi Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo.

Sunardi. 2011. Revolusi Ilmuwan Muslim Bagi Dunia Kedokteran. Surakarta: Hilal
Ahmar Press.

Swanburg, R.C. 2000. Pengantar Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan.


Terjemahan. Jakarta: EGC.
Zaidin, H. 2001. Dasar-Dasar Keperawatan Profesional. Jakarta: Widya Medika

102

Anda mungkin juga menyukai