Anda di halaman 1dari 55

BANTUAN ADL PADA KELOMPOK LANSIA

1. Teori Penuaan
a. Teori Genetik
Teori ini menjelaskan bahwa dalam tubuh terdapat jam biologis
yang mengatur gen dan menentukan proses penuaan. Teori ini
menyatakan bahwa menua itu telah terprogram secara genetik
untuk spesies tertentu.
b. Teori Mutasi Somatik (Somatic Mutatie Theory)
Menurut teori ini penuaan terjadi karena adanya mutasi somatik
dari lingkungan yang buruk. Terjadi kesalahan dalam proses
transkripsi DNA atau RNA dan dalam proses translasi RNA
protein/enzim. Kesalahan ini terjadi terus-menerus sehingga
akhirnya terjadi penurunan fungsi organ.
c. Teori Penurunan system imun tubuh (Immunology Slow Virus
Theory)
System immune menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan
masuknya virus ke dalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan
organ tubuh.
d. Teori kerusakan akibat radikal bebas (Free Radical Theory)
Radikal bebas dapat berbentuk di alam bebas, tidak stabilnya
radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan oksidasi oksigen
bahan-bahan organic seperti karbohidrat dan protein. Radikal ini
menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerative.
e. Teori rantai silang (Cross Link Theory)
Sel-sel yang tua atau usang, reaksi kimianya menyebabkan ikatan
yang kaut, khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan
kurangnya alstis, kekacauan dan hilangnya fungsi.
2. Permasalahan lanjut Usia
Penuaan adalah proses penurunan perlahan-lahan kemampuan
jaringan tubuh, memperbaiki, mengganti serta mempertahankan
struktur dan tinggi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap
jejas (termaksud infeksi) dan memperbaiki kerusakan (Nugroho,2008).

Keperawatan Gerontik Bantuan ADL pada Kelompok Lansia | 1

Menurut Nugroho (2008), permasalahan yang sering dialami oleh


lansia adalah:
a. Kemunduran dibidang fisik-biologis
b. Kemunduran mental
c. menfungsikan tenaga dan kemampuan dalam situasi keterbasan
kesempatan kerja.
d. Masih ada lanjut usia dalam keadaan terlantar, tidak mempunyai
bekal hidup dan penghasilan, mereka juga tidak mempunyai
keluarga.
e. Sebagian besar lansia yang berada di lingkungan masyarakat
industri ada kecenderungan mereka kurang dihargai sehingga
mereka terisolir dari kehidupan masyarakat.
f. Karena kondisi, lanjut usia memerlukan tempat tinggal atau
fasilitas perumahan yang khusus.
Yang dimaksud dengan aktivitas dasar (ADL) atau kemampuan
fungsional adalah kegiatan melakukan pekerjaan rutin sehari-hari
(Hadywinoto, 2005). Istilah kerapuan yang ada, telah lama dipergunakan
untuk menggambarkan situasi lansia yang mana penanganan sehariharinya merupakan suatu ketegangan atau kesulitan bagi lansia tersebut.
Lansia rapuh ini telah didefinisikan menjadi istilah-istilah fungsi sebagai
berikut: lansia yang membutuhkan pertolongan dalam melaksanakan
aktivitas kehidupan sehari-harinya, dan lansia dengan gangguan cukup
parah sehingga mempengaruhui perilaku dan kualitas kehidupan mereka.
Suatu perubahan dalam salah satu domain status kesehatan mungkin akan
mengganggu keseimbangan yang ada, dan mendorong lansia ke dalam
kerapuhan tadi akan membuat lansia bergantung pada keluarga ataupun
orang disekitanya (Gallo dkk, 2004).
Berbagai kemunduran fisik mengakibatkan kemunduran gerak
fungsional baik kemampuan mobilitas atau perawatan diri. Kemunduran
gerak fungsional meliputi penurunan kemampuan mobilitas di tempat
tidur, berpindah, jalan/ambulasi, dan mobilitas dengan jalan adaptasi.
Kemunduran aktivitas makan, mandi, berpakaian, defekasi dan berkemih,
merawat rambut, gigi, serta kumis dan kuku (Pudjiastuti, 2003).

Keperawatan Gerontik Bantuan ADL pada Kelompok Lansia | 2

Menurut Pudjiastuti (2003) kemunduran gerak fungsional dapat


dikelompokkan menjadi tingkat ketergantungan berikut :
1. Mandiri, yaitu lansia mampu melaksanakan tugas tanpa bantuan orang
lain (biasnya lansia tersebut membutuhkan alat adabtasi seperti alat
bantu jalan, alat kerja, dan lain-lain)
2. Bergantung sebagian, yaitu lansia mampu melaksanakan tugas dengan
beberapa bagian memerlukan bantuan orang lain.
3. Bergantung sepenuhnya, yaitu lansia tidak dapat melakukan tugas
tanpa bantuan orang lain.
Penilaian kemampuan melakukan aktivitas dasar sehari-hari pada
lansia sering digunakan indeks Katz dan Indeks Barthel. Indeks Katz
digunakan untuk mengukur kemampuan mandiri pasien untuk mandi,
berpakaian, ketoilet, berpindah tempat, mempertahankan kontinensia, dan
makan. Indeks ini membentuk suatu kerangka kerja untuk mengkaji
kemampuan hidup mandiri pasien atau, bila ditemukan terjadi penurunan
fungsi, maka akan disusun titik-titik fokus perbaikannya. Sedangkan pada
indeks Barthel sering digunakan untuk mengkaji kemampuan pasien
merawat diri mereka sendiri, namun pokok-pokoknya ditekankan untuk
jumlah bantuan fisik yang akan diperlukan bila pasien tak mampu
melakukan fungsi yang diberikan (Gallo dkk, 2004).
Berikut ini adalah tabel penilaian aktivitas berdasarkan Indeks katz
yang dikutip dari Maryam (2008) :
Tabel 2.1
Aktivitas Dasar Lansia
No

Mandi
1

2
3

Kemampuan
Mandiri

Aktivitas
di

kamar

Tergantung

mandi

(menggosok, membersihkan, dan


mengeringkan badan)
Menyiapkan pakaian, membuka,
dan mengenakannya.
Memakan makanan yang telah

Keperawatan Gerontik Bantuan ADL pada Kelompok Lansia | 3

disiapkan
Memelihara kebersihan diri untuk
4

penampilan diri (menyisir rambut,


mencuci rambut, menggosok gigi,
mencukur kumis)
Buang air besar

10

11

12

13

14

(membersihkan

di

WC
dan

mengeringkan daerah bokong)


Dapat mengontrol pengeluaran
feses (tinja)
Buang air kecil di kamar mandi
(membersihkan

dan

mengeringkan daerah kemaluan)


Dapat mengontrol pengelauaran
air kemih
Berjalan di lingkungan tempat
tinggal atau ke luar ruanggan
tanpa alat bantu, seperti tongkat.
Menjalankan ibadah sesuia agama
dan kepercayaan yang dianut.
Melakukan pekerjaan rumah,
seperti : merapikan tempat tidur,
mencuci pakaian, memasak, dan
membersihkan ruanggan
Berbelanja
untuk
kebutuhan
sendiri atau kebutuhan keluarga.
Mengelolah
keuangan
(menyimpan dan menggunakan
uang sendiri).
Menggunakan sarana transformasi
untuk berpergian.
Menyiapkan obat dan minum obat

15

sesuai dengan aturan (takaran obat

16

dan waktu minum obat tepat).


Merencanakan dan mengambil

Keperawatan Gerontik Bantuan ADL pada Kelompok Lansia | 4

keputusan

untuk

kepentingan

keluarga dalam hal penggunaan


uang,

aktivitas

sosial

yang

dilakukan dan kebutuuhan akan


pelayanan kesehatan.
Melakukan aktivitas di waktu
17

luang

kegiatan

keagamaan,

social, rekreasi, olah raga, dan

menyalurkan hobi).
Jumlah
Keterangan :
Point : 13 17 Mandiri ( mampu melakukan aktivitas dasar)
Point : 0 12 ketergantungan (kurang mampu melakukan aktivitas)

A. Tinjauan tentang Faktor yang Berhubungan dengan Aktivitas Dasar


Lansia
1. Tinjauan Umum tentang Usia
Usia adalah umur lebih takzim berumur usia tinggi, usia lanjut sudah
tua. Menua merupakan fenomena universal, namun derapnya atau
lajunya berbeda-beda antara individu. Dengan melanjutnya usia terjadi
berbagai perubahan pada tubuh kita. Kulit menjadi keriput, rambut
memutih dan menipis,gigi berlubang dan copot, tinggi badan cederung
berkurang, ketajaman penglihatan dan pendengaran menurun, dan
pengecapanpun berkurang, terutama pada wanita. Pada usia 80-an otot
lurik telah banyak berkurang, sekitar 50% (Anwar, 2004).
Beberapa pakar dan organisasi memberikan batasan tentang lanjut usia
adalah sebagai berikut :
a. Menurut organisasi Kesehatan Dunia (WHO, 1947),lanjut usia
adalah:
1) Usia Pertengahan (middle age) antara 45 dan 59 tahun
2) Lanjut Usia muda (elderly) antara 60 dan 74 tahun

Keperawatan Gerontik Bantuan ADL pada Kelompok Lansia | 5

3) Lanjut Usia Tua (old) antara 75 dan 90 tahun


4) Lanjut usia sangat tua (very old) usia >90 tahun
b. Menurut Prof.DR.Ny. Sumiati Ahmad Mohammad.
1) Masa setengah umur (prasenium) = 40-65 tahun
2) Masa lanjut usia (senium) = 65 tahun keatas.
c. Menurut Prof.Dr.Koesmanto Setyonegoro.
1) Young oid = 70-75 tahun
2) Old
= 75-80 tahun
3) Very old
= 80 tahun
d. Menurut UU No.13/th 1998 Bab I Pasal I ayat 2 tentang
kesejahteraan lanjut usia yang berbunyi:
lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas
(Kushariyadi, 2010 : 2).
Menurut barren dan jenner (1997) dalam nugroho (2008): 21,
mengusulkan untuk membedakan antara usia biologis, usia psikologis,
dan usia sosial :
a. Biologi Usia: Yang menunjukkan kepada jangka waktu seseorang
lahirnya berada dalam keadaan hidup dan mati.
b. Usia Psikologis: Yang menunjukkan kepada kemampuan seseorang
untuk mengadakan penyesuaian-penyesuaian kepada situasi yang
dihadapi.
c. Usia Sosial: Yang menunjukkan kepada peran-peran yang
diharapkan

atau

diberikan

masyarakat

kepada

seseorang

sehubungan dengan usianya.


Ketika jenis usia yang dibedakan oleh Birren dan Jenner itu saling
mempengaruhi dan proses-prosesnya saling berkaitan. Oleh karna itu
secara umum tidak akan terdapat perbedaan yang terlalu mencolok
antara kelangsungan ketiga jenis usia tersebut.
Dalam batas-batas tertentu seseorang sudah tua dilihat dari keadaan
fisiknya namun tetap bersemangat muda. Yang pertama ada hubungan
dengan usia biologisnya dan kedua usia psikologisnya.

2. Tinjauan Umum Tentang Status Gizi

Keperawatan Gerontik Bantuan ADL pada Kelompok Lansia | 6

Gizi pada lansia dapat mengalami keadaan yang baik, lebih


ataupun kurang. Bahwa sebanyak 28,3% lansia di indonesia
mempunyai berat badan yang kurang, 42,2% memiliki berat badan
ideal dan 22,6% memilikii berat badan lebih serta 6,7% yang memiliki
berat badan obesitas (Darmojo,2004).
Zat gizi adalah ikatan kimia yang diperlukan yang diperlukan
tubuh untuk melakukan fungsinya yaitu menghasilkan energi,
membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses
kehidupan. Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi
makan dan penggunaan zat gizi (Almatzer, 2003).
Masalah gizi tidak hanya terjadi pada balita dan ibu hamil, tetapi
ternyata sering kali menimpa lanjut usia. Hal yang perlu mendapat
perhatian ialah gizi berlebih, gizi kurang dan kekurang vitamin
(Nugroho, 2008).
Apabila seseorang berhasil mencapai usia lanjut, maka salah satu
upaya utama adalah mempertahankan atau membawah status gizi yang
bersangkutan pada kondisi optimum agar kualitas kehidupan yang
bersangkutan tetap baik. Perubahan status gizi pada lansia disebabkan
perubahan lingkungan maupun kondisi kesehatan. Perubahan ini akan
makin nyata pada kurun usia dekade 70-an. Faktor lingkungan antara
lain meliputi perubahan kondisi sosial ekonomi yang terjadi akibat
memasuki masa pensiunan dan isolasi sosial berupa hidup sendiri
setelah pasangan meninggal.
Faktor kesehatan yang berperan dalam perubahan status gizi antara
lain adalah naiknya insidensi penyakit degenerasi maupun non
degenerasi yang berakibat dengan perubahan dalam asupan makanan,
perubahan dalam absorpsi dan utilisasi zat-zat gizi di tingkat jaringan
(Darmojo dkk, 2004).
Dalam memelihara proses tubuh dalam pertumbuhan dan
perkembangan yaitu penggantian sel-sel yang rusak dan berbagai zat
pelindung dalam tubuh dengan cara menjaga keseimbangan cairan
tubuh). Proses tubuh dalam pertumbuhan dan perkembangan yang
terpelihara dengan baik akan menunjukkan baiknya kesehatan yang
Keperawatan Gerontik Bantuan ADL pada Kelompok Lansia | 7

dimiliki seseorang.seseorang yang sehat tentunya memiliki daya fikir


dan daya kegiatan fisik sehari-hari yang cukup tinggi (Nugroho, 2008).
Menurut Nugroho, 2008, salah satu penilaian status gizi lansia
yaitu dengan menggunakan pengukuran antopometrik, yaitu mengukur
tinggi badan (TB) dan berat badan (BB), kemudian menghitung Indeks
Massa Tubuh (IMT). IMT dihitung dengan membagi berat badan
(dalam kilogram) dengan kuadrat TB (dalam meter persegi). Adapun
rumus :
IMT=

BB
2
(TB)
Ket :
IMT = Indeks Massa Tubuh
BB = Berat badan dalam (kg)
TB = Tinggi badan dalam (m)
Pada kategori IMT adalah Gizi dibagi dalam kategori sebagai
berikut:
a.
b.
c.
d.
e.
f.

< 18,5 kg/m


18,5 24,9 kg/m
25,0 29,9 kg/m
30,0 34,9 kg/m
35,0 39,9 kg/m
>39,9 kg/m

IMT kurang
IMT normal
IMT lebih
Obesitas I
Obesitas II
Sangat Obesita

Menghitung Tinggi Lutut


Menghitung tinggi lutut digunakan pada usia lanjut yang tulang
punggungnya

terjadi

osteoporosis

(keropos),

sehingga

terjadi

penurunan tinggi badan. Dari tinggi lutut dapat dihitung tinggi badan
sesungguhnya dengan rumus :
Tinggi Badan (Laki-Laki) = 59,01 + (2,08 x TL)
Tinggi Badan (Perempuan) = 75,00 + (1,91 x TL)
Catatan : TL = Tinggi Lutut (cm)
a. Untuk orang sehat (dapat duduk )
Keperawatan Gerontik Bantuan ADL pada Kelompok Lansia | 8

1) Orang yang di ukur duduk pada kursi


2) Posisi duduk sempurna ( badan tegak, tangan bebas kebawah
dan muka menghadap kedepan)
3) Lutut kedua kaki membentuk sudaut siku ( 90)
4) Telapak kaki kiri yang juga di ukur membentuk sudut siku (90)
5) Pasang alat pengukur tepat pada telapak kaki kiri bagian tumit
dan lutut
6) Baca angka (Panjang lutut) pada alat secara seksama
7) Catat angka hasil pengukuran.
b. Untuk orang sakit ( tidak dapat duduk )
1) Pasien tidur terlentang pada tempat tidur ( usahakan posisi
tempat tidur / kasur rata/ horizontal)
2) Tempatkan alat penyangga di antara lipatan paha dan betis kiri
membentuk sudut siku (90).
3) Beri bantuan alat pengangga dengan bantal pada pantat pasien
apabila alat pengukuran terlalu tinggi.
4) Telapak kaki kiri yang juga di ukur membentuk sudut siku (90)
5) Pasang alat pengukur tepat pada telapak kaki kiri bagian tumit
dan lutut
6) Baca angka (Panjang lutut) pada alat secara seksama
7) Catat angka hasil pengukuran.
3. Tinjauan Umum tentang Status Kesehatan
Menurut WHO (1947) sehat adalah keadaan yang sempurna baik
fisik, mental, dan social serta tidak hanya bebas dari penyakit atau
kelemahan. Menurut Pyne (1983), sehat adalah fungsi efektif dari
sumber perawatan diiri yang menjamin tindakan perawatan diri secara
akurat. Self care resources, mencakup pengetahuan, keterampilan, dan
sikap. Self care action yakni perilaku yang sesuai dengan tujuan
dipekirakan untuk memperoleh, mempertahankan, dan meningkatkan
fungsi fisik, psikososial dan spiritual (Hidayatl, 2008).
Membicarakan mengenai status kesehatan fisik para lanjut usia.
Penyakit atau keluhan yang umum diderita adalah penyakit reumatik,
hipertensi, penyakit jantung, penyakit paru, diabetes melitus, jatuh,
lumpuh separuh badan, TBC paru. Lebih banyak wanita yang

Keperawatan Gerontik Bantuan ADL pada Kelompok Lansia | 9

menderita/ mengeluhkan penyakit-penyakit tersebut daripada kaum


pria, kecuai untuk bronchitis (Darmojo, 2004).
Menurut Alimul (2008) faktor kesehatan meliputi keadaan fisik
dan keadaan psikis lanjut usia. Faktor kesehatan fisik meliputi kondisi
fisik lanjut usia dan daya tahan fisik terhadap serangan penyakit.
Faktor kesehatan psikis meliputi penyesuaian terhadap kondisi lanjut
usia.
a) Kesehatan Fisik
Faktor kesehatan meliputi keadaan fisik dan keadaan psikis lanjut
usia. Keadaan fisik merupakan faktor utama dari kegelisahan
manusia. Kekuatan fisik, pancaindera, potensi dan kapasitas
intelektual mulai menurun pada tahap-tahap tertentu. Dengan
demikian orang lanjut usia harus menyesuaikan diri kembali
dengan ketidakberdayaannya. Kemunduran fisik ditandai dengan
beberapa serangan penyakit seperti gangguan pada sirkulasi darah,
persendian, sistem pernafasan, neurologik, metabolik, neoplasma
dan mental. Sehingga keluhan yang sering terjadi adalah mudah
letih, mudah lupa, gangguan saluran pencernaan, saluran kencing,
fungsi indra dan menurunnya konsentrasi. Hal ini sesuai dengan
pendapat Joseph J. Gallo (2004) mengatakan untuk mengkaji fisik
pada orang lanjut usia harus dipertimbangkan keberadaannya
seperti menurunnya pendengaran, penglihatan, gerakan yang
terbatas, dan waktu respon yang lamban.
Pada umumnya pada masa lanjut usia ini orang mengalami
penurunan fungsi kognitif dan psikomotorik. Menurut Zainudin
(2002)

fungsi

kognitif

meliputi

proses

belajar,

persepsi

pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain yang menyebabkan


reaksi dan perilaku lanjut usia menjadi semakin lambat. Fungsi
psikomotorik meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan
kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi yang berakibat
bahwa lanjut usia kurang cekatan.
b) Kesehatan Psikis

Keperawatan Gerontik Bantuan ADL pada Kelompok Lansia | 10

Dengan menurunnya berbagai kondisi dalam diri orang lanjut usia


secara otomatis akan timbul kemunduran kemampuan psikis. Salah
satu penyebab menurunnya kesehatan psikis adalah menurunnya
pendengaran. Dengan menurunnya fungsi dan kemampuan
pendengaran bagi orang lanjut usia maka banyak dari mereka yang
gagal dalam menangkap isi pembicaraan orang lain sehingga
mudah menimbulkan perasaan tersinggung, tidak dihargai dan
kurang percaya diri.
Menurunnya kondisi psikis ditandai dengan menurunnya fungsi
kognitif. Zainudin (2002). Lebih lanjut dikatakan dengan adanya
penurunan fungsi kognitif dan psiko motorik pada diri orang lanjut
usia maka akan timbul beberapa kepribadian lanjut usia sebagai
berikut :
1) Tipe kepribadian Konstruktif, pada tipe ini tidak banyak
mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai sangat tua.
2) Tipe Kepribadian Mandiri, pada tipe ini ada kecenderungan
mengalami post power syndrom, apabila pada masa lanjut usia
tidak diisi dengan kegiatan yang memberikan otonomi pada
dirinya.
3) Tipe Kepribadian Tergantung, pada tipe ini sangat dipengaruhi
kehidupan keluarga. Apabila kehidupan keluarga harmonis
maka pada masa lanjut usia tidak akan timbul gejolak. Akan
tetapi jika pasangan hidup meninggal maka pasangan yang
ditinggalkan akan menjadi merana apalagi jika terus terbawa
arus kedukaan.
4) Tipe Kepribadian Bermusuhan, pada tipe ini setelah memasuki
masa

lanjut

usia

tetap

merasa

tidak

puas

dengan

kehidupannya.Banyak keinginan yang kadang-kadang tidak


diperhitungkan secara seksama sehingga menyebabkan kondisi
ekonomi rusak
5) Tipe Kepribadian Kritik Diri, tipe ini umumnya terlihat
sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu oranglain
atau cenderung membuat susah dirinya (Pro-Health, 2009).

Keperawatan Gerontik Bantuan ADL pada Kelompok Lansia | 11

4. Tinjauan Umum Tentang Jenis Kelamin


Sex (jenis kelamin) merupakan wanita dan pria berdasarkan
banyak kriteria diantaranya adalah karakteristik anatomis dan
kromosom. Juga merujuk pada aspek-aspek biologis dari seksualitas
dan aktifitas genetalia. Berbagai penyakit tertentu erat hubungannya
dengan jenis kelamin, dengan berbagai sifat tertentu. Penyakit yang
hanya

dijumpai

pada

jenis

kelamin

tertentu

terutama

yang

berhubungan erat dengan alat reproduksi atau secara genetik berperan


dalam perbedaan jenis kelamin. Bila ditinjau perbandingan antara pria
dan wanita ternyata wanita lebih banyak menderita osteoporosis
dimana dari laporan Sugiri (2006) didapatkan perbandingan 6,0%
untuk pria dan 11,6% untuk wanita.
5. Tinjauan Umum Tentang Stress
Stres adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi,
proses pikiran dan kondisi fisik seseorang. Jadi stress disini adalah
respon atau tanggapan dari tubuh, baik secara fisik maupun mental
terhadap tututan atau perubahan di lingkungan yang dirasakan
mengganggu dan mengancam diri individu serta mengarah pada
perilaku yang tidak wajar (WHO, 2009).
Stress dapat menimbulkan dampak negative, misalnya: pusing,
tekanan darah tinggi, mudah marah, sedih, sulit berkonsentrasi, nafsu
makan berubah, tidak bisa tidur ataupun merokok terus menerus.
Selain itu, stress juga dapat menyebabkan seseorang menjadi lebih
sensitif/ peka terhadap depresi, kecelakaan virus, masuk angin,
serangan jantung, bahkan kanke. Stress pada lanjut usia tersebut dapat
diartikan sebagai kondisi tidak seimbang, tekanan atau gangguan yang
tidak menyenangkan, yang terjadi menyeluruh pada tubuh dan dapat
mempengaruhi kehidupan, yang tercipta bila orang yang bersangkutan
melihat ketidaksepadanan antara keadaan dan system sumber daya
biologis, psikologis dan sosial yang berkaitan dengan berfikir dan
respon dari ancaman dan bahaya pada lanjut usia. Dimana terjadi

Keperawatan Gerontik Bantuan ADL pada Kelompok Lansia | 12

penurunan kemampuan mempertahankan hidup, menyesuaikan diri


terhadap lingkungan, fungsi badan dan kejiwaan secara alami dan yang
akhirnya mengakibatkan kematian (Nurhidayat, 2006).
B. Jenis Olah Raga/ Latihan
Beberapa contoh olah raga yang dapat dilakukan oleh usia lanjut
dalam Mempertahankan Activity Of Daily Living (ADL) Pada Lansia,
antara lain :
a. Pekerjaan Rumah dan Berkebun
Kegiatan ini dapat memberikan suatu latihan yang dibutuhkan untuk
menjaga kesegaran jasmani, tetapi harus dilakukan secara tepat, agar
nafas sedikit lebih cepat, denyut jantung lebih cepat dan otot menjadi
lelah. Akan tetapi perlu selalu dikontrol terhadap peningkatan denyut
nadi jangan sampai melebihi batas maksimal.
b. Jalan Kaki
Berjalan baik untuk meregangkan otot otot kaki dan bila jalannya
makin lama makin cepat, akan bermanfaat bagi daya tahan tubuh. Bila
anda memilih jenis ini sebaiknya dilakukan pada pagi hari antara pukul
5-6, dikala udara masih bersih dan segar. Lokasi terbaik adalah daerah
perkebunan atau pegunungan yang jauh dari asap kendaraan bermotor,
pabrik yang menyebabkan polusi udara.
c. Berenang
Berenang akan melatih pergerakan seluruh tubuh. Latihan ini lebih
baik lagi untuk orang-orang yang mengalami kelemahan otot atau kaku
sendi, asalkan dilakukan secara teratur.
d. Lompat Tali
Melompat tali mempunyai beberapa keistimewaan (menggerakkan tali
secara berirama menggerakkan tubuh bagian atas lebih banyak
daripada lari perlahan).

C. Teknik dan Cara berlatih

Keperawatan Gerontik Bantuan ADL pada Kelompok Lansia | 13

Teknik dan cara berlatih yang dilakukan untuk Mempertahankan


Activity Of Daily Living (ADL) Pada Lansia terbagi dalam tiga segmen
seperti yang dijelaskan di bawah ini:
1. Pemanasan (warming up)
Gerakan umum (yang melibatkan sebanyak-banyaknya otot dan sendi)
dilakukan secara lambat dan hati-hati. Pemanasan dilakukan bersama
dengan peregangan (stretching). Lamanya kira-kira 8-10 menit.
Pada 5 menit terakhir pemanasan dilakukan lebih cepat. Pemanasan
dimaksud untuk mengurangi cedera dan mempersiapkan sel-sel tubuh
agar dapat turut serta dalam proses metabolisme yang meningkat.
2. Latihan inti
Latihan inti bergantung pada komponen/faktor yang dilatih. Gerakan
senam dilakukan berurutan dan dapat diiringi oleh musik yang
disSesuaikan dengan gerakannya. Untuk lansia biasanya dilatih:
a. Daya tahan (endurance);
b. Kardiopulmonal dengan latihan-latihan yang bersifat aerobik;
c. Fleksibilitas dengan peregangan;
d. Kekuatan otot dengan latihan beban;
e. Komposisi tubuh dapat diatur dengan pengaturan pola makan
latihan aerobik kombinasi dengan latihan beban kekuatan.
3. Pendinginan (cooling down)
Dilakukan secara aktif. Artinya, sehabis latihan inti perlu dilakukan
gerakan umum yang ringan sampai suhu tubuh kembali normal yang
ditandai dengan pulihnya denyut nadi dan terhentinya keringat.
Pendinginan dilakukan seperti pada pemanasan,yaitu selama 8-10
menit.

D. Olahraga/Latihan Fisik yang Membahayakan bagi Lansia


Olahraga bertujuan untuk meningkatkan kesehatan tubuh, namun
tidak semua olahraga baik dilakukan oleh lansia. Ada beberapa macam
gerakan yang dianggap membahayakan saat berolahraga. Gerakan-gerakan
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Sit-up dengan kaki lurus
Cara-cara sit-up yang dilakukan dengan kaki lurus dan lutut
dipegang dapat menyebabkan masalah padapunggung. Oleh karena sit-

Keperawatan Gerontik Bantuan ADL pada Kelompok Lansia | 14

up cara klasik ini menyebabkan otot liopsoas/fleksor pada punggung


(otot yang melekat pada kolumna vertebralis dan femur) menanggung
semua beban. Otot ini merupakan otot terkuat di daerah perut. Jika
fleksor punggung ini digunakan, maka pinggul terangkat ke depan dan
otot-otot kecil pada punggung akan berkontraksi, sehingga punggung
kita akan melengkung. Jadi, latihan seperti ini akan menyebabkan
pemendekan otot punggung bagian bawah dan paha. Akhirnya
menyebabkan pinggul terangkat ke atas secara permanen dan lengkung
lordosis menjadi lebih banyak, sehingga menimbulkan masalah pada
pinggang.
Tetapi bila kita membengkokkan lutut pada waktu latihan sit-up,
otot-otot fleksor panggul tidak bergerak. Dengan cara demikian, semua
badan bertumpu pada otot perut dan kecil kemungkinan terjadinya
trauma pada pinggang bagian bawah.
2. Meraih ibu jari kaki
Kadang-kadang untuk mengecilkan atau menguatkan perut
diadakan latihan meraih ibu jari kaki. Latihan-latihan ini selain tidak
dapat mencaai ujuan, yaitu mengecilkan perut, juga kurang baik karena
dapat menyebabkan cedera. Sebetulnya latihan-latihan meraih ibu jari
kaki adalah latihan untuk menguatkan otot-otot punggung bagian
bawah.
Gerakan ini akan menyebabkan lutut menjadi hiperekstensi.
Sebagai konsekuensinya, tekanan yang cukup berat akan menimpa
vertebra lumbalis yang akhirnya menyebabkan keluhan-keluhan pada
punggung bagian bawah. Kadang-kadang hal ini dapat menyebabkan
gangguan pada diskus invertebralis.
3. Mengangkat kaki
Mengangkat kaki pada posisi tidur terlentang sampai kaki
terangkat 15 cm dari lantai, kemudian ditahan beberapa saat selama
mungkin. Latihan ini tidak baik, karena dapat menyebabkan rasa sakit
pada punggung bagian bawah (low back pain) dan menyebabkan
terjadinya lordosis yang dapat menyebabkan gangguan pada
punggung.

Keperawatan Gerontik Bantuan ADL pada Kelompok Lansia | 15

Bahaya yang ditimbulkan ialah otot-otot perut tidak cukup kuat


untuk menahan kaki setinggi 15 cm dari lantai dalam waktu yang
cukup lama dan kaki tidak dapat menahan punggung bagian bawah.
Akibatnya terjadi rotasi pelvis ke depan. Rotasi ini menyebabkan
gangguan dari punggung bagian bawah.
4. Melengkungkan punggung
Gerakan hiperekstensi ini banyak dilakukan dengan tujuan
meregangkan otot perut agar otot perut menjadi lebih kuat. Hal ini
kurang benar, karena dengan melengkungkan punggung tidak akan
menguatkan otot perut, melainkan melemahkan persendian tulang
punggung.
E. Hal-hal yang Perlu Mendapat Perhatian dalam Menjalin Hubungan
dengan Lansia
Hal-halyang Perlu Mendapat Perhatian dalam Menjalin Hubungan
dengan Lansia adalah sebagai berikut:
1. Lingkungan (fisik dan psikologis)
a. Siapkan area yang adekuat, contoh: klien di kursi roda
b. Suasana tenang dan tidak ribut/bising. Contoh: suara TV, radio
c. Nyaman dan tidak panas
d. Gunakan cahaya yang agak redup, hindari cahaya langsung
e. Tempatkan pada posisi yang nyaman bila berganti posisi atau
f.
g.
h.
i.

tanyakan apakah ingin di tempat tidur


Sediakan waktu yang cukup dan air minum
Privasi harus dijaga
Perhitungkan tingkat energi dan kemampuan klien
Sabar, rileks, dan tidak terburu-buru. Beri klien waktu untuk

menjawab pertanyaan
j. Perhatikan tanda-tanda kelelahan (mengeluh, respons menjadi
lambat, mengerut, dan tersinggung)
k. Rencanakan apa yang akan dikaji
1. Melakukan pengkajian pada saat energi klien meningkat.
Contoh: sehabis makan
2. Interviewer (sikap perawat: perasaan, nilai, dan kepercayaan)
a. Mengetahui mitos-mitos seputar lansia
b. Menjelaskan tujuan wawancara
c. Menggunakan berbagai teknik untuk mengimbangi
kebutuhan pengumpulan data dengan kepentingan klien
Keperawatan Gerontik Bantuan ADL pada Kelompok Lansia | 16

d. Mencatat data harus seizin klien


e. Pada awal interaksi perawat harus merencanakan bersama
klien cara yang paling efektif dan nyaman
f. Menggunakan sentuhan
g. Sesuaikan situasi dan kondisi wawancara
h. Bicara tidak terlalu keras
3. Klien
a. Beberapa kultur yang memengaruhi kemampuan klien
untuk berpartisipasi sangat berarti dalam wawancara.
b. Faktor-faktor yang memengaruhi proses penuaan adalah
hereditas, nutrisi, status kesehatan, pengalaman hidup,
lingkungan dan stres.
c. Perawat harus menyadari

faktor-faktor

ini

karena

kemampuan lansia untuk mengkomunikasikan semua


informasi penting sangat ditentukan oleh kelengkapan dan
kesesuaian wawancara.
F. Manfaat Mempertahankan ADL Pada Lansia
1. Manfaat fisiologis
a. Dampak langsung dapat membantu :
1) Mengatur kadar gula darah
2) Merangsang adrenalin dan noradrenalin
3) Peningkatan kualitas dan kuantitas tidur
b. Dampak jangka panjang dapat meningkatkan :
1) Daya tahan aerobik/kardiovaskuler
2) Kekuatan otot rangka
3) Kelenturan
4) Keseimbangan dan koordinasi gerak sehingga dapat mencegah
terjadinya kecelakaan (jatuh)
5) Kelincahan gerak
2. Manfaat psikologis
a. Dampak langsung dapat membantu :
1) Memberi perasaan santai
2) Mengurangi ketegangan dan kecemasan
3) Meningkatkan perasaan senang
b. Dampak jangka panjang dapat meningkatkan :
1) Kesegaran jasmani dan rohani secara utuh
2) Kesehatan jiwa
3) Fungsi kognitif
4) Penampilan dan fungsi motorik
5) Keterampilan
3. Manfaat sosial

Keperawatan Gerontik Bantuan ADL pada Kelompok Lansia | 17

a. Dampak langsung dapat membantu :


1) Pemberdayaan usia lanjut
2) Peningkatan intregitas sosial dan kultur
b. Dampak jangka panjang meningkatkan :
1) Keterpaduan
2) Hubungan kesetiakawanan social
3) Jaringan kerja sama sosial budaya
4) Pertahanan peranan dan pembentukan peran baru
5) Kegiatan antargenerasi.

BAB II

Keperawatan Gerontik Bantuan ADL pada Kelompok Lansia | 18

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kolaborasi
Kolaborasi merupakan istilah umum yang sering digunakan
untuk menggambarkan suatu hubungan kerja sama yang dilakukan
pihak tertentu. Sekian banyak pengertian dikemukakan dengan
sudut pandang beragam namun didasari prinsip yang sama yaitu
mengenai kebersamaan, kerja sama, berbagi tugas, kesetaraan,
tanggung jawab dan tanggung gugat. Seperti yang dikemukakan
National Joint Practice Commision (1977) yang dikutip Siegler dan
Whitney (2000) bahwa tidak ada definisi yang mampu menjelaskan
sekian ragam variasi dan kompleknya kolaborasi dalam kontek
perawatan kesehatan.
American Medical Assosiation (AMA), 1994,

setelah melalui

diskusi dan negosiasi yang panjang dalam kesepakatan hubungan


professional dokter dan perawat, mendefinisikan istilah kolaborasi
sebagai berikut ; Kolaborasi adalah proses dimana dokter dan
perawat merencanakan dan praktek bersama sebagai kolega,
bekerja saling ketergantungan dalam batasan-batasan lingkup
praktek mereka dengan berbagi nilai-nilai dan saling mengakui dan
menghargai terhadap setiap orang yang berkontribusi untuk
merawat individu, keluarga dan masyarakat.
Kolaborasi adalah suatu proses dimana praktisi keperawatan
atau perawat klinik bekerja dengan dokter untuk memberikan
pelayanan

kesehatan

dalam

lingkup

praktek

profesional

keperawatan, dengan pengawasan dan supervisi sebagai pemberi


petunjuk

pengembangan

ditentukan

oleh

kerjasama

peraturan

suatu

atau

negara

mekanisme
dimana

yang

pelayanan

diberikan. Perawat dan dokter merencanakan dan mempraktekan


bersama sebagai kolega, bekerja saling ketergantungan dalam
batas-batas

lingkup

praktek

dengan

berbagi

nilai-nilai

dan

Keperawatan Gerontik Bantuan ADL pada Kelompok Lansia | 19

pengetahuan serta respek terhadap orang lain yang berkontribusi


terhadap perawatan individu, keluarga dan masyarakat.

1. Kolaborasi di Rumah Sakit


Kolaborasi
anggota

tim

merupakan
dalam

hubungan

memberikan

kerja

asuhan

sama

antara

kesehatan.

Pada

kolaborasi terdapat sikap saling menghargai antar tenaga


kesehatan dan saling memberikan informasi tentang kondisi
klien demi mencapai tujuan (Hoffart & Wood, 1996; Wlls, Jonson
& Sayler, 1998).
Hubungan kolaborasi di Rumah Sakit :

Dokter

Perawat

Ahli Gizi

Fokus Klien/
Pasien

dll

laboratorium

administrasi

radiologi

IPSRS

Keperawatan Gerontik Bantuan ADL pada Kelompok Lansia | 20

Communicati
ons
Autonomy

Responsibilit
y

cooperation
Efective collaboration

Common
purpose

Assertiveness
Coordination
Mutuality

Elemen kunci efektifitas kolaborasi

Keperawatan Gerontik Bantuan ADL pada Kelompok Lansia | 21

Kerjasama adalah menghargai pendapat orang lain dan


bersedia untuk memeriksa beberapa alternatif pendapat dan
perubahan kepercayaan. Asertifitas penting ketika individu
dalam tim mendukung pendapat mereka dengan keyakinan.
Tindakan asertif menjamin bahwa pendapatnya benar-benar
didengar

dan

mendukung

konsensus

suatu

untuk

keputusan

dicapai.
yang

Tanggung

diperoleh

jawab,

dari

hasil

konsensus dan harus terlibat dalam pelaksanaannya. Komunikasi


artinya

bahwa

setiap

anggota

bertanggung

jawab

untuk

membagi informasi penting mengenai perawatan pasien dan


issu yang relevan untuk membuat keputusan klinis. Otonomi
mencakup

kemandirian

kompetensinya.

anggota

Kordinasi

adalah

tim

efisiensi

dalam

batas

organisasi

yang

dibutuhkan dalam perawatan pasien, mengurangi duplikasi dan


menjamin

orang

yang

berkualifikasi

dalam

menyelesaikan

permasalahan.
Dasar-dasar kompetensi kolaborasi :
a. Komunikasi
b. Respek dan kepercayaan
c. Memberikan dan menerima feed back
d. Pengambilan keputusan
e. Manajemen konflik
Komunikasi sangat dibutuhkan dalam berkolaborasi karena
kolaborasi

membutuhkan

pemecahan

masalah

yang

lebih

kompleks, dibutuhkan komunikasi efektif yang dapat dimengerti


oleh semua anggota tim. Pada dasar kompetensi yang lain,
kualitas respek dapat dilihat lebih kearah honor dan harga diri,
sedangkan kepercayaan dapat dilihat pada mutu proses dan
hasil. Respek dan kepercayaan dapat disampaikan secara verbal
maupu non verbal serta dapat dilihat dan dirasakan dalam
penerapannya sehari-hari.Feed back dipengaruhi oleh persepsi
seseorang,

pola

hubungan,

harga

diri,

kepercayaan

diri,

Keperawatan Gerontik Bantuan ADL pada Kelompok Lansia | 22

kepercayaan, emosi, lingkungan serta waktu, feed back juga


dapat

bersifat

negatif

maupun

positif.

Dalam

melakukan

kolaborasi juga akan melakukan manajemen konflik, konflik


peran umumnya akan muncul dalam proses. Untuk menurunkan
konflik maka masing-masing anggota harus memahami peran
dan fungsinya, melakukan klarifikasi persepsi dan harapan,
mengidentifikasi kompetensi, mengidentifikasi tumpang tindih
peran serta melakukan negosiasi peran dan tanggung jawabnya.
Elemen

kunci

multidisipliner

dapat

kolaborasi
digunakan

dalam

kerja

untuk

sama

mencapai

team
tujuan

kolaborasi team :
a. Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan
menggabungkan keahlian unik profesional.
b. Produktivitas

maksimal serta efektifitas dan efesiensi

sumber daya
c. Peningkatnya

profesionalisme

dan

kepuasan

kerja,

dan

loyalitas
d. Meningkatnya kohesifitas antar profesional
e. Kejelasan peran dalam berinteraksi antar profesional,
f.

Menumbuhkan komunikasi, kolegalitas, dan menghargai dan


memahami orang lain.
Inti

dari

suatu

hubungan

kolaborasi

adalah

adanya

perasaan saling tergantung (interdependensi) untuk kerja sama


dan bekerja sama. Bekerja bersama dalam suatu kegiatan dapat
memfasilitasi kolaborasi yang baik. Kerjasama mencerminkan
proses koordinasi pekerjaan agar tujuan auat target yang telah
ditentukan dapat dicapai. Selain itu, menggunakan catatan klien
terintegrasi dapat merupakan suatu alat untuk berkomunikasi
anatar profesi secara formal tentang asuhan klien.
Kolaborasi dapat berjalan dengan baik jika :
a. Semua profesi mempunyai visi dan misi yang sama

Keperawatan Gerontik Bantuan ADL pada Kelompok Lansia | 23

b. Masing-masing

profesi

mengetahui

batas-batas

dari

pekerjaannya
c. Anggota profesi dapat bertukar informasi dengan baik
d. Masing-masing profesi mengakui keahlian dari profesi lain
yang tergabung dalam tim.
Model Praktek Kolaborasi :
a. Interaksi Perawat-Dokter, dalam persetujuan pratek
b. Kolaborasi Perawat Dokter, dalam memberikan pelayanan
c. Tim Interdisiplin atau komite
Pemahaman mengenai prinsip kolaborasi dapat menjadi
kurang berdasar jika hanya dipandang dari hasilnya saja.
Pembahasan bagaimana proses kolaborasi itu terjadi justru
menjadi point penting yang harus disikapi. Bagaimana masingmasing profesi memandang arti kolaborasi harus dipahami oleh
kedua belah pihak sehingga dapat diperoleh persepsi yang
sama.
Kolaborasi

dan model interdisiplin merupakan

fondasi

dalam memberikan asuhan keperawatan yang bermutu tinggi


dan hemat biaya. Melalui pemanfaatan keahlian berbagai
anggota tim untuk berkolaborasi, hasil akhir asuhan kesehatan
dapat dioptimalkan Hickey, Ouimette dan Venegoni, 1996)
Sejak

awal

berinteraksi

perawat

dengan

dididik

mengenal

pasien.

Praktek

perannya

dan

keperawatan

menggabungkan teori dan penelitian perawatan dalam praktek


rumah sakat dan praktek pelayanan kesehatan masyarakat. Para
pelajar bekerja diunit perawatan pasien bersama staf perawatan
untuk

belajar

merawat,

menjalankan

prosedur

dan

menginternalisasi peran.
Kolaborasi merupakan proses komplek yang membutuhkan
sharing pengetahuan yang direncanakan yang disengaja, dan
menjadi tanggung jawab bersama untuk merawat pasien.

Keperawatan Gerontik Bantuan ADL pada Kelompok Lansia | 24

Kadangkala itu terjadi dalam hubungan yang lama antara tenaga


profesional kesehatan. (Lindeke dan Sieckert, 2005).
Kolaborasi

adalah

suatu

proses

dimana

praktisi

keperawatan atau perawat klinik bekerja dengan dokter untuk


memberikan

pelayanan

kesehatan

dalam

lingkup

praktek

profesional keperawatan, dengan pengawasan dan supervisi


sebagai

pemberi

petunjuk

pengembangan

kerjasama

atau

mekanisme yang ditentukan oleh peraturan suatu negara


dimana pelayanan diberikan. Perawat dan dokter merencanakan
dan mempraktekan bersama sebagai kolega, bekerja saling
ketergantungan dalam batas-batas lingkup praktek dengan
berbagi nilai-nilai dan pengetahuan serta respek terhadap orang
lain yang berkontribusi terhadap.

2. Perawat sebagai Kolaborator


Sebagai

seorang

kolaborator,

perawat

melakukan

kolaborasi dengan klien serta tenaga kesehatan lain. Kolaborasi


yang dilakukan dalam praktek di lapangan sangat penting untuk
memperbaiki. Agar perawat dapat berperan secara optimal
dalam hubungan kolaborasi tersebut, perawat perlu menyadari
akuntabilitasnya dalam pemberian asuhan keperawatan dan
meningkatkan otonominya dalam praktik keperawatan. Faktor
pendidikan
kemampuan

merupakan
seorang

unsur

utama

profesional

yang

untuk

mempengaruhi

mengerti

hakikat

kolaborasi yang berkaitan dengan perannya masing-masing,


kontribusi spesifik setisp profesi, dan pentingnya kerja sama.
Setiap anggota tim harus menyadari sistem pemberian asuhan
kesehatan yang berpusat pada kebutuhan kesehatan klien,
bukan pada kelompok pemberi asuhan kesehatan. Kesadaran ini
sangat dipengaruhi oleh pemahaman setiap anggota terhadap
nilai-nilai profesional.

Keperawatan Gerontik Bantuan ADL pada Kelompok Lansia | 25

Menurut Baggs dan Schmitt, 1988, ada atribut kritis dalam


melakukan kolaborasi, yaitu melakukan sharing perencanaan,
pengambilan keputusan, pemecahan masalah, membuat tujuan
dan tanggung jawab, melakukan kerja sama dan koordinasi
dengan komunikasi terbuka.

3. Tindakan Kolaboratif Interdisiplin Ilmu


a. Upaya Pelayanan Kesehatan Lansia
Upaya mengatasi kesehatan pada lansia adalah sebagai
berikut :
1) Upaya pembinaan kesehatan
2) Upaya pelayanan kesehatan :
a) Upaya promotif
b) Upaya preventif
c) Diagnosa dini dan pengobatan
d) Pencegahan kecacatan
e) Upaya rehabilitatif
3) Upaya perawatan
4) Upaya pelembagaan Lansia
b. Prinsip pelayanan kesehatan pada Lansia
1) Prinsip holistik
Seorang

penderita

lanjut

usia

harus

dipandang

sebagai manusia seutuhnya (lingkungan psikologik dan


sosial ekonomi). Hal ini ditunjukkan dengan asesmen
geriatri sebagai aspek diagnostik, yang meliputi seluruh
organ dan sistem, juga aspek kejiwaan dan lingkungan
sosial ekonomi.

Keperawatan Gerontik Bantuan ADL pada Kelompok Lansia | 26

Sifat holistik mengandung artian baik secara vertikal


ataupun horizontal. Secara vertikal dalam arti pemberian
pelayanan di masyarakat sampai ke pelayanan rujukan
tertinggi, yaitu rumah sakit yang mempunyai pelayanan
subspesialis geriatri. Holistik secara horizontal berarti
bahwa pelayanan kesehatan harus merupakan bagian dari
pelayanan kesejahteraan lansia secara menyeluruh. Oleh
karena itu, pelayanan kesehatan harus bekerja secara
lintas sektoral dengan dinas/ lembaga terkait di bidang
kesejahteraan,

misalnya

agama,

pendidikan,

dan

kebudayaan, serta dinas sosial.


Pelayanan holistik juga berarti bahwa pelayanan
harus mencakup aspek pencegahan (preventif), promotif,
penyembuhan (kuratif), dan pemulihan (rehabilitatif).
Begitu pentingnya aspek pemulihan, sehingga WHO
menganjurkan agar diagnosis penyakit pada Lansia harus
meliputi 4 tingkatan penyakit :
a) Disease (penyakit), yaitu diagnosis penyakit pada
penderita, misalnya penyakit jantung iskemik.
b) Impairment

(kerusakan/

gangguan),

yaitu

adanya

gangguan atau kerusakan dari organ akibat penyakit,


missal pada MCI akut ataupun kronis.
c) Disability (ketidakmampuan), yaitu akibat obyektif
pada kemampuan fungsional dari organ atau dari
individu tersebut. Pada kasus di atas misalnya terjadi
decompensasi jantung.
d) Handicap (hambatan), yaitu akibat sosial dari penyakit.
Pada kasus tersebut di atas adalah ketidakmampuan
penderita untuk melakukan aktivitas sosial, baik di
rumah maupun di lingkungan sosialnya.

Keperawatan Gerontik Bantuan ADL pada Kelompok Lansia | 27

2) Prinsip tatakerja dan tatalaksana secara TIM


Tim

geriatrik

merupakan

bentuk

kerjasama

multidisipliner yang bekerja secara inter-disipliner dalam


mencapai tujuan pelayanan geriatrik yang dilaksanakan.
Yang dimaksud dengan multidisiplin si sini adalah
berbagai disiplin ilmu kesehatan yang secara bersamasama melakukan penanganan pada penderita lanjut usia.
Komponen utama tim geriatrik terdiri dari dokter, pekerja
sosio medik, dan perawat. Tergantung dari kompleksitas
dan jenis layanan yang diberikan. Anggota tim dapat
ditambah dengan tenaga rehabilitasi medik (dokter,
fisioterapist, terapi okupasi, terapi bicara, dll.), psikolog,
dan atau psikiater, farmasis, ahli gizi,dan tenaga lain yang
bekerja dalam layanan tersebut.
Istilah interdisiplin diartikan sebagai suatu tatakerja
dimana masing-masing anggotanya saling tergantung
(interdependent) satu sama lain. Jika tim multidisiplin
yang bekerja secara multidisiplin, dimana tujuan seolaholah dibagi secara kaku berdasarkan disiplin masingmasing anggota. Pada tim interdisiplin, tujuan merupakan
tujuan bersama. Masing-masing anggota mengerjakan
tugas sesuai disiplinnya sendiri-sendiri, tetapi tidak secara
kaku. Disiplin lain dapat memberi saran demi tercapainya
tujuan bersama. Secara periodik dilakukan pertemuan
anggota tim untuk mengadakan evaluasi kerja yang telah
dicapai, dan kalau perlu mengadakan perubahan demi
tujuan bersama yang hendak dicapai.
Pada tim multidisiplin, kerjasama terutama bersifat
pada pembuatan dan penyerasian konsep. Sedangkan
pada tim interdisiplin, kerjasama meliputi pembuatan dan
penyerasian konsep serta penyerasian tindakan.

Keperawatan Gerontik Bantuan ADL pada Kelompok Lansia | 28

Tim geriatri disamping mengadakan asesmen atas


masalah yang ada, juga mengadakan asesmen atas
sumber daya manusia dan sosial ekonomi yang bisa
digunakan

untuk

membantu

pelaksanaan

masalah

penderita tersebut.
B. Skrining Kesehatan Pada Lansia
Skrining (penapisan) adalah mengidentifikasi ada tidaknya
penyakit atau kelainan yang sebelumnya tidak diketahui dengan
menggunakan berbagai tes pemeriksaan fisik dan prosedur lainnya,
agar dapat memilah dari sekelompok individu, mana yang tergolong
mengalami

kalainan.

Skrining

tidak

dapat

diartikan

secara

diagnostik, tetapi bilamana hasilnya positif selanjutnya dapat di


follw-up dengan pemeriksaan diagnostik, kalau perlu dengan
tindakan

pengobatan.

Sasaran

skrining

kesehatan

memang

ditujukan bagi setiap lansia, namun sasaran utamanya adalah


mereka yang berada dalam kategori resiko tinggi (Broklehurst &
Allen dalam Darmojo, R. B Geriatri, 1999).
Golongan yang termasuk kategori resiko tinggi adalah:

Laki-laki, duda

Lansia jompo (diatas 80 tahun)

Tinggal sendiri

Baru keluar dari perawatan rumah sakit

Baru saja mengalami duka cita yang mendalam.

Kegiatan skrining perlu mempertimbangkan hal-hal berikut:

Diarahkan untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas

Harus cukup efektif dengan pengertian harus cukup akurat, baik


dalam hal sensitivitas maupun spesifitas

Bersifat cost-effective.

Keperawatan Gerontik Bantuan ADL pada Kelompok Lansia | 29

Pilihan jenis skrining yang dilakukan adalah berbeda-beda


untuk masing-masing individu, yang penting bahwa tindakan
skrining

sebenarnya

hanya

perlu

dilakukan

bila

terdapat

kemungkinan untuk tindakan selanjutnya.

1. Pencegahan Primer, Sekunder, dan Tersier


Secara

umum,

aspek

pencegahan

dapat

dibagi

atas

pencegahan primer dan pencegahan sekunder.


Contoh pencegahan primer adalah hal-hal seperti:
a. Berhenti merokok
b. Mengubah gaya hidup
c. Memerhatikan diet
d. Melakukan exercise
e. Vaksinasi terhadap influenza/pneumococcus/tetanus.
Selanjutnya, pencegahan sekunder adalah untuk mencegah
kecacatan melalui deteksi dini, yaitu terhadap penyakit-penyakit
yang

masih

berada

pada

stadium

subklinis.

Pencegahan

sekunder ini dilakukan melalui kegiatan skrining atau penemuan


kasus (case finding). Di Negara maju, skrining pada umumnya
ditujukan

pada

penyakit

kardiovaskular,

keganasan

dan

cerebrovascular accident (CVA).

2. Macam-macam Skrining Kesehatan


a. Penyakit hipertensi
Tindakan skrining sangat bermanfaat, baik terhadap
hipertensi sistolik maupun diastolic. Pencegahannya akan
dapat mengurangi risiko timbulnya stroke, penyakit jantung
atau bahkan kematian. Dari hasil studi, ditemukan bahwa bila
40 orang diobati selama 5 tahun akan dapat mencegah 1
(satu) kejadian stroke.

Keperawatan Gerontik Bantuan ADL pada Kelompok Lansia | 30

b. Keganasan
Skrining

terhadap

keganasan

terutama

ditujukan

terhadap penyakit kanker payudara, yaitu dengan cara BSE.


Juga penyakit kanker serviks dengan cara pap smear.
Selanjutnya skrining juga dilakukan terhadap kanker kolon
dan rectum. Adapun caranya adalah dengan pengujian
laboratorium terhadap darah samar di dalam feses, selain
dengan cara endoskopi untuk kelainan dalam sigmoid dan
kolon terutama pada penderita yang menunjukkan adanya
keluhan.
c. Wanita menopause
Tindakan skrining ditujukan untuk memastikan apakah
diperlukan terapi hormone pengganti estrogen. Terapi ini
dapat mengurangi risiko kanker payudara. Juga fraktur akibat
osteoporosis.
timbulnya

Namun,
kanker

perlu

diwaspadai

endometrium,

kemungkinan

dimana

untuk

pencegahannya dapat dianjurkan agar diberikan secara


bersamaan dengan hormone progesterone.
d. Skrining Ketajaman Visus
Skrining katajaman visus dengan tindakan sederhana,
yaitu koreksi dengan ukuran kacamata yang sesuai. Bagi
kasus katarak dengan tindakan ekstraksi lensa tidak saja
akan

memperbaiki

penglihatan,

tetapi

juga

akan

meningkatkan status fungsional dan psikologis. Skrining


dengan

alat

funduskopi

dapat

mendeteksi

penyakit

glaucoma, degenerasi macula, dan retinopati diabetes.


Adapun factor resiko untuk degenerasi macula adalah
adanya riwayat keluarga dan faktor merokok.
e. Skrining Pendengaran
Dengan tes bisik membisikkan enam kata-kata dari jarak
tertentu ke telinga pasien serta dari luar lapang pandang.

Keperawatan Gerontik Bantuan ADL pada Kelompok Lansia | 31

Selanjutnya minta pasien untuk mengulanginya. Cara ini


cukup sensitive, dan menurut hasil penelitian dikatakan
mencapai 80% dari hasil yang diperoleh melalui pemeriksaan
dengan

alat audioskop. Mengenai pemeriksaan

dengan

audioskop, yaitu dihasilkan nada murni pada frekuensi 500,


1.000, 2.000, dan 4.000 Hz, yaitu pada ambang 25-40 dB.

Bentuk pencegahan ketiga adalah pencegahan tersier. Di sini


meliputi pencegahan terhadap morbiditas dan mortalitas yang
timbul akibat penyakit yang telah ada. Jenis pencegahan ini
termasuk tindakan khusus dan tergolong dalam disiplin ilmu
geriatric. Sebagai contoh adalah tindakan rehabilitasi terhadap
penderita lansia, misalnya dengan fraktur panggul agar dapat
mengurangi kecacatan serta kemampuan mereka untuk merawat
diri sendiri. Contoh lainya adalah rehabilitasi pada pasien stroke.
Adapun pencegahan tersier ini lebih dimaksudkan selaku
tindakan untuk peningkatan kesehatan dan bukan semata-mata
ditujukan bagi penyakit tertentu.

3. Penggolongan Skrining Kesehatan


Terdapat

2(dua)

golongan

skrining,

yaitu

(1)

survey

epidemiologi, dan (2) case finding(pencarian/penemuan kasus).


Tindakan skrining bertujuan agar sebisa mungkin dan selama
mungkin tetap mempertahankan usia lanjut dalam keadaan
yang optimal serta mencegah institusionalisasi (alias tetap
mempertahankannya tinggal dirumah). Dari segi pertimbangan
praktis, dapat dibedakan bahwa untuk periode usia 65-74 tahun,
skrining bertujuan untuk dapat memperpanjang aktivitas fisik,
mental sosial, serta untuk mengurangi kemungkinan cacat
maupun kondisi penyakit yang berlangsung menahun.

Keperawatan Gerontik Bantuan ADL pada Kelompok Lansia | 32

Sedangkan untuk periode lebih dari 75 tahun, skrining


bertujuan untuk memperpanjang kemandirian (ADL) secara
optimal,

mencegah

institusionalisasi

dan

mengurangi

ketidaknyamanan maupun stress, terutama bagi kasus-kasus


terminal,

serta

untuk

member

dukungan

emosional

bagi

keluarga. Ciri-ciri skrining kesehatan usia lanjut berdasarkan


pengalaman

sebaiknya

diselenggarakan

selaku

kegiatan

kelompok, bersifat office-base (yaitu dilakukan di institusi


misalnya di puskesmas) dan mengingat tingkatannya yang
sederhana, cukup bila ditangani oleh kader terlatih (tidak mesti
oleh petugas kesehatan profesional). Penilaian secara lengkap
bagi lansia memang pada dasarnya haruslah bersifat analisis
multidisiplin (dengan pendekatan kolaboratif), namun mengingat
keberadaan lansia pada umumnya yang jarang memiliki akses
kepada pengkajian yang menyeluruh seperti itu, maka perlu
dipopulerkan skrining secara sederhana yang dapat dilakukan
oleh perawat maupun petugas lainnya ditingkat lapangan.
Jenis-jenis skrining secara sederhana tersebut dapat digolongkan
dalam:
a. Pengkajian faktor lingkungan (dapat dilakukan oleh petugas
sosiomedis).
b. Skrining fisik (dapat dilakukan oleh dokter maupun perawat)
c. Skrining kejiwaan (dapat dilakukan oleh dokter/perawat)
d. Skrining ADL (dapat dilakukan oleh dokter/perawat)
Skrining seperti ini pada dasarnya selain bertujuan untuk
dapat menegakkan diagnosis, baik dari segi fisik maupun
kejiwaan juga agar dimungkinkan untuk melakukan tindak lanjut
atas temuan yang didapat. Selain itu, juga memungkinkan untuk
dilakukannya tindakan rujukan secara tepat (kolaborasi).
Pengkajian sederhana yang mencangkup 10 poin seperti
yang dianjurkan oleh Lachs et al. (dalam Geriatri: Darmojo, R.B.
dan Martono, 1999) sebagai berikut.

Keperawatan Gerontik Bantuan ADL pada Kelompok Lansia | 33

a. Melakukan test baca koran sebagai modifikasi test snellen


berturut-turut pada mata kiri dan kanan.
b. Melakukan test bisik untuk menilai kemampuan pendengaran
berturut-turut pada telinga kiri dan kanan
c. Test fungsi ekstermitas atas dan bawah antara lain dengan
cara berjabat tangan serta meminta lansia untuk bangkit dari
duduknya dan berjalan.
d. Test tentang fungsi ADL dan ADL instrumen
e. Mengecek ada tidaknya kontinensia
f.

Mengecek status gizi melalui pengukran berat dan tinggi


badan (IMT)

g. Mengecek kemungkinan depresi dengan menanyakan apakah


lansia sering merasa sedih ,tertekan,was-was, dan khawatir.
h. Mengecek
tidaknya

dukungan

sosial

penanggung

biaya

dengan
bila

menanyakan
lansia

ada

memerlukan

pengobatan atau keadaan darurat lainnya.


i.

Mengecek

status

kognitif

dengan

meminta

lansia

menyebutkan nama 3 objek tertentu dan mengulanginya


sesudah 5 menit.
j.

Mengecek kondisi lingkungan dimana lansia berada dengan


menanyakan ada tidaknya bahaya yang dapat mengancam
(anak tangga, penerangan kamar mandi, WC)

4. Skrining pada Keadaan Khusus Lansia


Di negara maju, skrining pada umumnya ditujukan pada
penyakit

kardiovaskuler,

keganasan

dan

cerebravaskular

accident (CVA) seperti yang dijelaskan berikut :


a. Penyakit Hipertensi
Tindakan skrining sangat bermanfaat, baik terhadap
hipertensi sistolik maupun diastolik. Pencegahan akan dapat
mengurangi

resiko

timbulnya

stroke,

penyakit

jantung,

bahkan kematian. Dari hasil studi, ditemukan bahwa bila 40

Keperawatan Gerontik Bantuan ADL pada Kelompok Lansia | 34

orang diobati dalam waktu 5 tahun akan dapat mencegah


satu kejadian stroke, pada hipertensi dilakukan pengkajian
secara lengkap (anamnesa dan pemeriksaan fisik) , skrining
atau tes saringan. Hal yang perlu dilakukan disini adalah
pengukuran tekanan darah. Sebagai patokan diambil batas
normal tekanan darah bagi lansia adalah (1) tekanan sistolik
120-160mmHg, dan (2) tekanan diastolic sekitar 90mmHg.
Pengukuran tekanan darah pada lansia sebaiknya dilakukan
dalam keadaan berbaring, duduk, dan berdiri dengan selang
beberapa waktu, yaitu untuk mengetahui kemungkinan
adanya hipertensi ortostatik.
b. Penyakit Jantung
Selain

pengkajian

secara

lengkap

(anamnesis

dan

pemeriksaan fisik), skrining yang perlu dilakukan pada lansia


dengan dugaan kelainan jantung antara lain pemeriksaan
EKG, treadmill, dan foto thoraks.
c. Penyakit Ginjal
Selain

pengkajian

secara

lengkap

(anamnesis

dan

pemeriksaan fisik), skrining yang perlu dilakukan pada lansia


dengan

dugaan

kelainan

ginjal

adalah

pemeriksaan

laboratorium tes fungsi ginjal dan foto IVP.


d. Diabetes Melitus
Selain

pengkajian

secara

lengkap

(anamnesis

dan

pemeriksaan fisik), skrining yang perlu dilakukan pada lansia


dengan dugaan diabetes antara lain pemeriksaan reduksi
urine, pemeriksaan kadar gula darah, dan funduskopi.
e. Gangguan Mental
Selain

pengkajian

secara

lengkap

(anamnesis

dan

pemeriksaan fisik), skrining yang perlu dilakukan pada lansia


dengan dugaan gangguan mental antara lain pemeriksaan
status mental dan tes fungsi kognitif. Biasanya telah dapat

Keperawatan Gerontik Bantuan ADL pada Kelompok Lansia | 35

dibedakan apakah terdapat kelainan mental seperti depresi,


delirium, atau demensia.

Keperawatan Gerontik Bantuan ADL pada Kelompok Lansia | 36

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Untuk mencapai pelayanan yang efektif maka perawat, dokter
dan tim kesehatan harus berkolaborasi satu dengan yang lainnya.
Tidak ada kelompok yang dapat menyatakan lebih berkuasa diatas
yang

lainnya.

Masing-masing

profesi

memiliki

kompetensi

profesional yang berbeda sehingga ketika digabungkan dapat


menjadi

kekuatan

untuk

mencapai

tujuan

yang

diharapkan.

Banyaknya faktor yang berpengaruh seperti kerjasama, sikap saling


menerima, berbagi tanggung jawab, komunikasi efektif sangat
menentukan bagaimana suatu tim berfungsi. Kolaborasi yang
efektif

antara

anggota

tim

kesehatan

memfasilitasi

terselenggaranya pelayanan pasien yang berkualitas. Skrining atau


penyaringan kasus adalah cara untuk mengidentifikasi penyakit
yang belum tampak melalui suatu tes atau pemeriksaan atau
prosedur lain yang dapat dengan cepat memisahkan antara orang
yang mungkin menderita penyakit dengan orang yang mungkin
tidak menderita.
Sehingga skrining ini dilakukan yaitu karena hal berikut ini:
sebagai langkah pencegahan khususnya Early diagnosis dan
promotif treatment. Banyaknya penyakit yang tanpa gejala klinis.
Penderita mencari pengobatan setelah studi lanjut. Penderita tanpa
gejala mempunyai potensi untuk menularkan penyakit.

B. Saran
Diharapkan

pada

seluruh

tenaga

kesehatan

mampu

melaksanakan tugasnya dalam proses keperawatan yang kompeten


khususnya

saat terjun di sekitar masyarakat secara langsung,

Keperawatan Gerontik Bantuan ADL pada Kelompok Lansia | 37

sehingga dengan tenaga yang terlatih dapat meningkatkan status


kesehatan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Anderson,

Elizabeth

T.2006.Keperawatan

Komunitas

Teori

dan

Praktik.Jakarta: EGC
Mubarak,Wahit Iqbal. 2009. Pengantar Keperawatan Komunitas 2.
Jakarta: Salemba Medika
Siegler, Eugenia L, MD and Whitney Fay W, PhD, RN., FAAN , alih
bahasa

Indraty

Secillia,

2000.

Kolaborasi

Perawat-Dokter

Perawatan Orang Dewasa dan Lansia, EGC. Jakarta


Sitorus, Ratna, DR, S.Kp, M.App.Sc. 2006. Model Praktik Keperawatan
Profesional di Rumah Sakit : Penataan Struktur dan Proses
(Sistem) Pemberian Asuhan Keperawatan di Ruang Rawat. EGC.
Jakarta

BAB I
PENDAHULUAN

Keperawatan Gerontik Bantuan ADL pada Kelompok Lansia | 38

1.1.

Latar Belakang
Salah satu indikator utama tingkat kesehatan masyarakat adalah
meningkatnya usia harapan hidup. Dengan meningkatnya usia harapan hidup,
berarti semakin banyak penduduk lanjut usia (lansia). Menurut Titus, ketua
umum Lembaga Lanjut Usia Indonesia, dalam Kompas 3 Desember 2008,
Lansia adalah warga yang berusia di atas 60 tahun. Pada tahun 2020 jumlah
Lansia diproyeksikan mencapai sekitar 30 juta jiwa atau 11,5% dari total
populasi. Saat ini di Indonesia terdapat sekitar 18 juta jiwa Lansia. Jumlah ini
merupakan 7,8% dari total populasi. Sebanyak 25% Lansia menderita
penyakit degeneratif dan hidup tergantung pada orang lain. Sekitar 99%
diantaranya mengkonsumsi obat dan sebagian besar menghabiskan hidupnya
dengan beristirahat, tanpa berbuat apa-apa. Saat ini secara ekonomi biaya
tahunan untuk perawatan kesehatan Lansia cukup tinggi. Biaya ini semakin
meningkat apabila usia harapan hidup bertambah.
Olahraga lebih murah biayanya bila dibandingkan dengan biaya
pengobatan Lansia. Lanjut usia sering dikaitkan dengan usia yang sudah tidak
produktif, bahkan diasumsikan menjadi beban bagi yang berusia produktif.
Hal ini terjadi karena pada Lansia secara fisiologis terjadi kemunduran fungsifungsi dalam tubuh yang menyebabkan Lansia rentan terkena gangguan
kesehatan. Namun demikian, masih banyak Lansia yang kurang aktif secara
fisik. Beberapa hal yang diduga menjadi penyebabnya adalah kurangnya
pengetahuan tentang manfaat aktivitas fisik, seberapa banyak dan apa jenis
aktivitas fisik yang harus dilakukan, terlalu sibuk sehingga tidak mempunyai
waktu untuk melakukan olahraga, serta kurangnya dukungan dari lingkungan
sosial.
Pengetahuan tentang pola hidup sehat dapat mencegah timbulnya
berbagai penyakit. Bagi Lansia yang menderita gangguan penyakit, penerapan
pola hidup sehat sesuai dengan jenis penyakitnya akan sangat membantu
mengontrol penyakit yang diderita, yang pada akhirnya dapat meningkatkan
kualitas hidup mereka. Agar tetap aktif sampai tua, sejak muda seseorang
perlu menerapkan kemudian mempertahankan pola hidup sehat dengan

Keperawatan Gerontik Bantuan ADL pada Kelompok Lansia | 39

mengkonsumsi makanan yang bergizi seimbang, melakukan aktivitas


fisik/olahraga secara benar dan teratur dan tidak merokok 2 Pola hidup tidak
aktif (sedentary) diketahui banyak menimbulkan bebagai keluhan. Aktif
berolahraga merupakan bagian pola hidup sehat yang sebaiknya dilakukan
sejak usia muda sampai Lansia.
2.1. Rumusan Masalah
1. Apa saja perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada Lansia ?
2. Apa manfaat latihan fisik pada Lansia ?
3. Apa saja jenis latihan fisik yang dapat diterapkan pada Lansia?
4. Apa saja penyakit yang dapat dicegah pada Lansia apabila melakukan
aktifitas fisik?
5. Bagaimana perubahan kognitif pada Lansia?
6. Apa saja latihan yang dapat dilakukan untuk melatih kognitif pada Lansia?
3.1. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui perubahan-perubahan fisik dan kognitif yang terjadi pada
Lansia.
2. Mengetahui manfaat latihan fisik pada Lansia.
3. Mengetahui macam-macam jenis Latihan fisik yang dapat diterapkan pada
Lansia.
4. Mengetahui penyakit yang dapat dicegah pada Lansia apabila melakukan
aktivitas fisik.
5. Mengetahui perubahan kognitif pada Lansia.
6. Mengetahui latihan-latihan yang dapat dilakukan untuk melatih kognitif
pada Lansia.

Keperawatan Gerontik Bantuan ADL pada Kelompok Lansia | 40

Keperawatan Gerontik Bantuan ADL pada Kelompok Lansia | 41

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Perubahan-perubahan fisik pada Lansia
Banyak perubahan-perubahan yang terjadi pada Lansia, diantaranya
perubahan komposisi tubuh, otot, tulang dan sendi, sistem kardiovaskular,
respirasi, dan kognisi. Distribusi lemak berubah dengan bertambahnya usia.
Laki-laki dengan bertambahnya usia akan mengakumulasi lemak terutama di
sekitar batang tubuh (truncus) dan di sekitar organ-organ dalam, sedangkan
wanita terutama di sekitar organ-organ dalam. Penelitian pada atlet senior
menunjukkan bahwa mereka mempunyai kadar lemak lebih rendah
dibandingkan dengan non-atlet, namun apabila dibandingkan dengan atlet
muda mempunyai kadar lemak 5-10% lebih tinggi(Wojtek, 2000).
Pada Lansia, ada penurunan massa otot, perubahan distribusi darah ke
otot, penurunan PH dalam sel otot, otot menjadi lebih kaku, dan ada
penurunan kekuatan otot. Olahraga dapat meningkatkan kekuatan otot, massa
otot, perfusi otot, dan kecepatan konduksi saraf ke otot. Pada usia 90-an, 32%
wanita dan 17% laki-laki mengalami patah tulang panggul dan 12-20%
meninggal karena komplikasi. Massa tulang menurun 10% dari massa puncak
tulang pada usia 65 tahun dan 20% pada usia 80 tahun. Pada wanita,
kehilangan massa tulang lebih tinggi, kira-kira 15-20% pada usia 65 tahun
dan 30% pada usia 80 tahun. Laki-laki kehilangan massa tulang sekitar 1%
per tahun sesudah usia 50 tahun, sedangkan wanita mulai kehilangan massa
tulang pada usia 30-an,dengan laju penurunan 2-3% per tahun sesudah
menopause.
Tulang, sendi, dan otot saling terkait. Jika sendi tidak dapat digerakkan
sesuai dengan ROM-nya maka gerakan menjadi terbatas sehingga
fleksibilitas menjadi komponen esensial dari program latihan bagi Lansia.
Jika suatu sendi tidak digunakan, maka otot yang melintasi sendi akan
memendek dan mengurangi ROM. Latihan fleksibilitas dapat meningkatkan
kekuatan tendon dan ligamen, mempertahankan kekuatan otot yang melintasi

Keperawatan Gerontik Bantuan ADL pada Kelompok Lansia | 42

sendi, mengurangi nyeri pada kasus osteoartritis sehingga ROM bisa


dipertahankan.
Perubahan pada sistem kardiovaskular ditandai dengan adanya
perubahan anatomi di jantung dan pembuluh darah, menurunnya denyut nadi
maksimal, meningkatnya tekanan darah, hipotensi postural, perubahan dalam
pemulihan denyut nadi sesudah aktivitas fisik, menurunnya jumlah darah
yang dipompa dalam tiap denyutan, dan perubahan dalam darah (sel darah
merah, hemoglobin). Olahraga disebutkan dapat menurunkan tekanan darah
pada hipertensi, meningkatkan stroke volume (jumlah darah yang dikeluarkan
jantung dalam satu kali denyutan), meningkatkan produksi sel darah merah,
menurunkan LDL dan menaikkan HDL, dan mempercepat pemulihan setelah
aktivitas fisik. Beberapa kondisi Lansia yang terkait dengan fungsi paru
diantaranya meningkatnya infeksi saluran nafas atas, berkurangnya luas
permukaan paru (75m2 pada usia 20 tahun menjadi 50-60 m 2 pada usia 80
tahun, berkurangnya elastisitas paru, perubahan volume paru, dan
kemungkinan terjadi penyakit paru obstruktif menahun yang dapat
memperpendek nafas, batuk, lendir yang berlebihan, dan rendahnya toleransi
terhadap latihan fisik. Olahraga dikatakan dapat mencegah osteoporosis pada
tulang dada, memperbaiki kondisi otot-otot pernafasan, dan meningkatkan
sistem imun, sedangkan kerusakan jaringan paru tampaknya merupakan
proses yang ireversibel.
Fungsi kognitif akan menurun dengan bertambahnya usia. Olahraga
dihipotesiskan dapat memperbaiki fungsi kognitif dengan cara meningkatkan
aliran darah ke otak dan meningkatkan pembentukan neurotransmiter otak.
Sementara dalam hal emosi, Lansia berisiko untuk mengalami depresi dan
menurunnya kemampuan dalam menghadapi stres. Depresi dapat timbul
karena menurunnya status kesehatan, kehilangan kemampuan fisik,
kehilangan pasangan hidup, tidak mempunyai pekerjaan, uang, ketakutan
hidup sendiri, dan lain sebagainya. Olahraga dapat memperbaiki mood,
meningkatkan kemampuan menghadapi stres, menurunkan angka depresi
melalui interaksi sosial saat olahraga.

Keperawatan Gerontik Bantuan ADL pada Kelompok Lansia | 43

Lansia juga mengalami kendala pengaturan keseimbangan karena


menurunnya persepsi terhadap kedalaman, menurunnya penglihatan perifer,
menurunnya kemampuan untuk mendeteksi informasi spatial. Kondisi ini
berakibat meningkatnya risiko jatuh pada Lansia. Olahraga yang ditujukan
untuk memperbaiki keseimbangan sangat bermanfaat, misalnya Tai Chi,
dansa.

2.2. Manfaat Latihan Fisik pada Lansia


Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang membutuhkan energi
untuk mengerjakannya, seperti berjalan, menari, mengasuh cucu, dan lain
sebagainya. Aktivitas fisik yang terencana dan terstruktur, yang melibatkan
gerakan tubuh berulang-ulang serta ditujukan untuk meningkatkan kebugaran
jasmani disebut olahraga (Farizati, 2002). Manfaat olahraga pada Lansia
antara lain dapat memperpanjang usia, menyehatkan jantung, otot, dan
tulang, membuat Lansia lebih mandiri, mencegah obesitas, mengurangi
kecemasan dan depresi, dan memperoleh kepercayaan diri yang lebih tinggi.
Olahraga dikatakan dapat memperbaiki komposisi tubuh, seperti lemak
tubuh, kesehatan tulang, massa otot, dan meningkatkan daya tahan, massa
otot dan kekuatan otot, serta fleksibilitas sehingga lansia lebih sehat dan
bugar dan risiko jatuh berkurang.. Olahraga dikatakan juga dapat
menurunkan risiko penyakit diabetes melitus, hipertensi, dan penyakit
jantung. Secara umum dikatakan bahwa olahraga pada lansia dapat
menunjang kesehatan, yaitu dengan meningkatkan nafsu makan, membuat
kualitas tidur lebih baik, dan mengurangi kebutuhan terhadap obat-obatan.
Keperawatan Gerontik Bantuan ADL pada Kelompok Lansia | 44

Selain itu, olahraga atau aktivitas fisik bermanfaat secara fisiologis,


psikologis maupun sosial. Menurut Nina (2007), secara fisiologis, olahraga
dapat

meningkatkan

kapasitas

aerobik,

kekuatan,

fleksibilitas,

dan

keseimbangan. Secara psikologis, olahraga dapat meningkatkan mood,


mengurangi risiko pikun, dan mencegah depresi. Secara sosial, olahraga
dapat mengurangi ketergantungan pada orang lain, mendapat banyak teman,
dan meningkatkan produktivitas.

2.3. Macam-macam Latihan Fisik yang dapat diterapkan pada Lansia


Aktivitas fisik yang bermanfaat untuk kesehatan Lansia sebaiknya
memenuhi kriteria FITT (frequency, intensity, time, type). Frekuensi adalah
seberapa sering aktivitas dilakukan, berapa hari dalam satu minggu. Intensitas
adalah seberapa keras suatu aktivitas dilakukan. Biasanya diklasifikasikan
menjadi intensitas rendah, sedang, dan tinggi. Waktu mengacu pada durasi,
seberapa lama suatu aktivitas dilakukan dalam satu pertemuan, sedangkan
jenis aktivitas adalah jenis-jenis aktivitas fisik yang dilakukan. Jenis-jenis
aktivitas fisik pada Lansiamenurut Kathy (2002),meliputi latihan aerobik,
penguatan

otot

(muscle

strengthening),

fleksibilitas,

dan

latihan

keseimbangan. Seberapa banyak suatu latihan dilakukan tergantung dari


tujuan setiap individu, apakah untuk kemandirian, kesehatan, kebugaran, atau
untuk perbaikan kinerja (performance).
1. Latihan Aerobik
Lansia direkomendasikan melakukan aktivitas fisik setidaknya selama
30 menit pada intensitas sedang hampir setiap hari dalam seminggu.
Berpartisipasi dalam aktivitas seperti berjalan, berkebun, melakukan
pekerjaan rumah, dan naik turun tangga dapat mencapai tujuan yang
diinginkan. Lansia dengan usia lebih dari 65 tahun disarankan melakukan
olahraga yang tidak terlalu membebani tulang, seperti berjalan, latihan
dalam

air, bersepeda

statis,

dan

dilakukan

dengan

cara

yang

Keperawatan Gerontik Bantuan ADL pada Kelompok Lansia | 45

menyenangkan. Bagi Lansia yang tidak terlatih harus mulai dengan


intensitas rendah dan peningkatan dilakukan secara individual berdasarkan
toleransi terhadap latihan fisik. Olahraga yang bersifat aerobik adalah
olahraga yang membuat jantung dan paru bekerja lebih keras untuk
memenuhi meningkatnya kebutuhan oksigen, misalnya berjalan, berenang,
bersepeda, dan lain-lain. Latihan fisik dilakukan sekurangnya 30 menit
dengan intensitas sedang, 5 hari dalam seminggu atau 20 menit dengan
intensitas tinggi, 3 hari dalam seminggu, atau kombinasi 20 menit
intensitas tinggi 2 hari dalam seminggu dan 30 menit dengan intensitas
sedang 2 hari dalam seminggu.

2. Latihan Penguatan Otot


Bagi Lansia disarankan untuk menambah latihan penguatan otot
disamping latihan aerobik. Kebugaran otot memungkinkan melakukan
kegiatan sehari-hari secara mandiri. Latihan fisik untuk penguatan otot
adalah aktivitas yang memperkuat dan menyokong otot dan jaringan ikat.
Latihan dirancang supaya otot mampu membentuk kekuatan untuk
mengerakkan atau menahan beban, misalnya aktivitas yang melawan
gravitasi seperti gerakan berdiri dari kursi, ditahan beberapa detik,
berulang ulang atau aktivitas dengan tahanan tertentu misalnya latihan
dengan tali elastik. Latihan penguatan otot dilakukan setidaknya 2 hari
dalam seminggu dengan istirahat diantara sesi untuk masing - masing
kelompok otot. Intensitas untuk membentuk kekuatan otot menggunakan
tahanan atau beban dengan 10 - 12 repetisi untuk masing - masing latihan.
Intensitas

latihan

meningkat

seiring

dengan

meningkatnya

kemampuan individu. Jumlah repetisi harus ditingkatkan sebelum beban


ditambah. Waktu yang dibutuhkan adalah satu set latihan dengan 10 -15
repetisi.
3. Latihan Fleksibilitas dan Keseimbangan

Keperawatan Gerontik Bantuan ADL pada Kelompok Lansia | 46

Kisaran sendi (ROM) yang memadai pada semua bagian tubuh


sangat

penting

untuk

mempertahankan

fungsi

muskuloskeletal,

keseimbangan dan kelincahan pada Lansia. Latihan fleksibilitas dirancang


dengan melbatkan setiap sendi -sendi utama (panggul, punggung, bahu,
lutut, dan leher). Latihan fleksibilitas adalah aktivitas untuk membantu
mempertahankan kisaran gerak sendi (ROM), yang diperlukan untuk
melakukan aktivitas fisik dan tugas sehari - hari secara teratur.
Latihan fleksibilitas disarankan dilakukan pada hari - hari
dilakukannya latihan aerobik dan penguatan otot atau 2 - 3 hari per
minggu. Latihan dengan melibatkan peregangan otot dan sendi. Intensitas
latihan dilakukan dengan memperhatikan rasa tidak nyaman atau nyeri.
Peregangan dilakukan 3 - 4 kali, untuk masing - masing tarikan
dipertahankan 10 - 30 detik. Peregangan dilakukan terutama pada
kelompok otot - otot besar, dimulai dari otot - otot kecil. Contoh: latihan
Yoga.
Latihan keseimbangan dilakukan untuk membantu mencegah Lansia
jatuh. Latihan keseimbangan dilkakukan setidaknya 3 hari dalam
seminggu. Sebagian besar 7 aktivitas dilakukan pada intensitas rendah.
Kegiatan berjalan, Tai Chi, dan latihan penguatan otot memperlihatkan
perbaikan keseimbangan pada Lansia.
Program latihan untuk Lansia meliputi latihan daya tahan jantung
paru (aerobik), kekuatan (strenght), fleksibilitas, dan keseimbangan
dengan cara progresif dan menyenangkan. Latihan melibatkan kelompok
otot utama dengan gerakan seoptimal mungkin pada ROM yang bebas dari
nyeri. Pembebanan pada tulang, perbaikan postur, melatih gerakan gerakan fungsional akan meningkatkan kekuatan, fleksibilitas, dan
keseimbangan.
Olahraga dilakukan dengan cara menyenangkan disertai berbagai
modifikasi, termasuk mengkombinasikan beberapa aktivitas sekaligus.
Kombinasi berjalan yang bersifat rekreasi dan senam di air dengan
intensitas yang menantang namun tetap nyaman dilakukan, kombinasi

Keperawatan Gerontik Bantuan ADL pada Kelompok Lansia | 47

latihan spesifik untuk memperbaiki kekuatan dan fleksibilitas (latihan


beban, circuit training , latihan dengan musik, menari) bias dilakukan.
Kombinasi latihan kekuatan, keseimbangan dan fleksibilitas bisa
dilakukan dengan menggunakan alat bola. Latihan difokuskan pada teknik
yang menstabilkan dan meningkatkan kekuatan, keseimbangan dan
fleksibilitas, selain itu juga mengintegra sikan tubuh dan pikiran serta
melibatkan teknik pernafasan, konsentrasi dan kontrol gerakan.
Bagi Lansia yang lemah secara fisik, aktivitas yang dilakukan
dikaitkan dengan kegiatan sehari - hari dan mempertahankan kemandirian,
misalnya teknik mengangkat beban yang benar, berjalan, cara menjaga
postur yang benar, dan seba gainya.

2.4. Penyakit yang dapat dicegah pada Lansia apabila melakukan aktivitas
fisik.
Dengan melakukan aktifitas fisik pada Lansia yang dilakukan secara
rutin dapat mencegah beberapa penyakit pada Lansia.
1. Osteoartritis
Riset menunjukkan bahwa olahraga teratur menjadi salah satu hal
penting untuk mencegah osteoporosis, termasuk patah tulang karena
osteoporosis dan jatuh. Olahraga dapat meningkatkan massa tulang,
kepadatan, dan kekuatan pada Lansia. Olahraga juga melindungi melawan
patah tulang panggul (Megan, 2008).
Olahraga direkomendasikan bagi Lansia dengan osteoartritis untuk
memperkuat otot dan mobilitas sendi, memperbaiki kapasitas fungsional,
menghilangkan nyeri dan kekakuan, dan mencegah deformitas lebih lanjut.
Program latihan disusun berdasarkan status individual. Olahraga
sebaiknya yang tidak membebani tubuh, misalnya bersepeda dan latihan di
dalam air.
9 Latihan aerobik meliputi aktivitas yang membuat seseorang
menahan beban tubuhnya sendiri (weight bearing), misalnya berjalan atau

Keperawatan Gerontik Bantuan ADL pada Kelompok Lansia | 48

aktivitas yang tidak secara langsung tubuh menahan berat badannya


sendiri (nonweight bearing), misalnya bersepeda, berenang. Latihan
penguatan otot dilakukan dengan nyeri sebagai acuan.
Latihan fleksibilitas dilakukan dengan melibatkan sendi yang terkena
artritis, namun dengan batasan ROM yang bebas nyeri. Kontra indikasi
pada artritis yaitu latihan berat, berulang - ulang pada sendi yang tidak
stabil, serta melatih sendi saat tanda - tanda radang masih aktif.
2. Penyakit Kardiovaskular
Latihan pada penderita penyakit kardiovaskular difokuskan pada
latihan aerobik 30 - 60 menit per hari untuk menurunkan tekanan darah.
Latihan penguatan otot dilakukan dengan tahanan lebih rendah, repetisi
lebih banyak dan menghindari terjadinya manuver valsava. Suatu
metaanalisis menunjukkan bahwa latihan aerobic intensitas sedang dapat
menurunkan tekanan sistolik 11 poin dan diastolik rata - rata 8 poin.
3. Obesitas
Latihan aerobik dilakukan 45 - 60 menit untuk meningkatkan
pengeluaran energi. Intensitas dan durasi di bawah yang direkomendasikan
untuk menghindari cedera tulang. Risiko hipertermia meningkat sehingga
hidrasi perlu diperhatikan.
4. Diabetes
Diabetes sering ditemukan bersama hipertensi dan obesitas.
Latihan fisik pada penderita diabetes dilakukan dengan berbagai
pertimbangan, termasuk efek olahraga terhadap insulin dan kadar gula
darah. Insulin harus disuntikkan 1 jam sebelum latihan. Monitor gula
darah dilakukan sebelum, selama, dan sesudah latihan untuk menentukan
perlunya penyesuaian dosis insulin.

Keperawatan Gerontik Bantuan ADL pada Kelompok Lansia | 49

2.5. Perubahan kognitif pada Lansia.


Proses penuaan menyebabkan kemunduran kemampuan otak. Diantara
kemampuan yang menurun secara linier atau seiring dengan proses penuaan
adalah:
1. Daya Ingat (memori), berupa penurunan kemampuan penamaan
(naming) dan kecepatan mencari kembali informasi yang telah tersimpan
dalam pusat memori (speed of information retrieval from memory).
2. Intelegensia Dasar (fluid intelligence) yang berarti penurunan fungsi
otak bagian kanan yang antara lain berupa kesulitan dalam komunikasi
non verbal, pemecahan masalah, mengenal wajah orang, kesulitan dalam
pemusatan perhatian dan konsentrasi
DEMENSIA
A. DEFENISI
Demensia adalah penurunan kemampuan mental yang biasanya
berkembang secara perlahan, dimana terjadi gangguan ingatan, fikiran,
penilaian dan kemampuan untuk memusatkan perhatian, dan bisa terjadi
kemunduran kepribadian. Pada usia muda, demensia bisa terjadi secara
mendadak jika cedera hebat, penyakit atau zat-zat racun (misalnya karbon
monoksida) menyebabkan hancurnya sel-sel otak.
B. KONDISI DEMENSIA
Kondisi gangguan kognitif pada lanjut usia dengan berbagai jenis
gangguan seperti mudah lupa yang konsisten, disorientasi terutama dalam
hal waktu, gangguan pada kemampuan pendapat dan pemecahan masalah,
gangguan dalam hubungan dengan masyarakat, gangguan dalam aktivitas
di rumah dan minat intelektual serta gangguan dalam pemeliharaan diri.
C. TANDA dan GEJALA
1.

Kesukaran dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari

Keperawatan Gerontik Bantuan ADL pada Kelompok Lansia | 50

2.

Pelupa

3.

Sering mengulang kata-kata

4.

Tidak mengenal dimensi waktu, misalnya tidur di ruang makan

5.

Cepat marah dan sulit di atur.

6.

Kehilangan daya ingat

7.

Kesulitan belajar dan mengingat informasi baru

8.

Kurang konsentrasi

9.

Kurang kebersihan diri

10.

Rentan terhadap kecelakaan: jatuh

11.

Mudah terangsang

12.

Tremor

13.

Kurang koordinasi gerakan.

Pengenalan Dini Demensia


Pengenalan dini demensia berarti mengenali :
1. Kondisi normal (mengidentifikasi BSF dan AAMI): kondisi kognitif
pada lanjut usia yang terjadi dengan adanya penambahan usia dan
bersifat wajar. Contoh: keluhan mudah-lupa secara subyektif, tidak ada
gangguan kognitif ataupun demensia.
2. Kondisi pre-demensia (mengidentifikasi CIND dan MCI): kondisi
gangguan kognitif pada lanjut usia dengan ciri mudah lupa yang makin

Keperawatan Gerontik Bantuan ADL pada Kelompok Lansia | 51

nyata dan dikenali (diketahui dan diakui) oleh orang dekatnya. Mudah
lupa subyektif dan obyektif serta ditemukan performa kognitif yang
rendah tetapi belum ada tanda-tanda demensia.
3. Kondisi demensia : kondisi gangguan kognitif pada lanjut usia dengan
berbagai jenis gangguan seperti mudah lupa yang konsisten,
disorientasi terutama dalam hal waktu, gangguan pada kemampuan
pendapat dan pemecahan masalah, gangguan dalam hubungan dengan
masyarakat, gangguan dalam aktivitas di rumah dan minat intelektual
serta gangguan dalam pemeliharaan diri.

2.6. Latihan-latihan yang dapat dilakukan untuk melatih kognitif pada


Lansia.
1. STRATEGI LATIHAN KOGNITIF
1)

Menurunkan cemas

2)

Tehnik relaksasi

3)

Biofeedback, menggunakan alat untuk menurunkan cemas dan


memodifikasi respon perilaku.

4)

Systematic desenzatization. Dirancang untuk menurunkan perilaku


yang berhubungan dengan stimulus spesifik misalnya karena
ketinggian atau perjalanan melalui pesawat. Tehnik ini meliputi
relaksasi otot dengan membayangkan situasi yang menyebabkan
cemas.

5)

Flooding. Klien segera diekspose pada stimuli yang paling memicu


cemas

(tidak dilakukan secara berangsur angsur) dengan

menggunakan bayangan/imajinasi

Keperawatan Gerontik Bantuan ADL pada Kelompok Lansia | 52

6)

Pencegahan respon klien. Klien didukung untuk menghadapi


situasi tanpa melakukan respon yang biasanya dilakukan.

2. TERAPI KOGNITIF
1)

Latihan kemampuan social meliputi : menanyakan pertanyaan,


memberikan salam, berbicara dengan suara jelas, menghindari kiritik
diri atau orang lain

2)

Aversion therapy : therapy ini menolong menurunkan perilaku


yang tidak diinginkan tapi terus dilakukan. Terapi ini memberikan
stimulasi yang membuat cemas atau penolakan pada saat tingkah laku
maladaptive dilakukan klien.

3)

Contingency therapy: Meliputi kontrak formal antara klien dan


terapis tentang apa definisi perilaku yang akan dirubah atau
konsekuensi terhadap perilaku itu jika dilakukan. Meliputi konsekuensi
positif untuk perilaku yang diinginkan dan konsekuensi negative untuk
perilaku yang tidak diinginkan.

Keperawatan Gerontik Bantuan ADL pada Kelompok Lansia | 53

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang membutuhkan energi
untuk mengerjakannya, seperti berjalan, menari, mengasuh cucu, dan lain
sebagainya. Manfaat olahraga pada Lansia antara lain dapat memperpanjang
usia, menyehatkan jantung, otot, dan tulang, membuat Lansia lebih mandiri,
mencegah obesitas, mengurangi kecemasan dan depresi, dan memperoleh
kepercayaan diri yang lebih tinggi.
Latihan kognitif pada lansia diantaranya Latihan kemampuan social,
Aversion therapy, Contingency therapy.
3.2 Saran
Demikianlah makalah ini kami mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca agar pada pembuatan makalah kami selanjutnya akan jauh lebih baik.
Untuk kurang dan lebihnya kami mohon maaf karena kami masih pada tahap
pembelajaran.

Keperawatan Gerontik Bantuan ADL pada Kelompok Lansia | 54

DAFTAR PUSTAKA

Erin,Hanssen. 2000.Exercise and the Eldery: An Important PrescriptionTOH,


CivicCampus.
Farizati Karim. 2002.Panduan
Kesehatan.Depkes RI.

Kesehatan

Olahraga

Bagi

Petugas

Kathy Gunter. 2002.Healthy, Active Aging: Physical Activity Guidelines for Older
Adults. Oregon State University.
Megan Johnston. 2008. Participation of Eldery in Cardiac Rehabilitation: Exercise
Consideration for the Eldery. Current Issue in Cardiac Rehabilitation and
Prevention, Vol.16, No.3:1-3.
Nina Waaler. 2007. Its Never Too Late: Physical Activity and Elderly
People.Norwegian Knowledge Centre for the Health Services.
Wojtek Chodzo. 2000. The Active Aging Blueprint: a National Initiative for the
Promotion of Successful Aging.Departement of Kinesiology University of
Illinois, USA.

Keperawatan Gerontik Bantuan ADL pada Kelompok Lansia | 55

Anda mungkin juga menyukai