Anda di halaman 1dari 24

Referat

GLAUKOMA AKUT DAN KRONIS

Oleh:

Dwi Puspita Sari S.Ked.


NIM 712019017

Pembimbing:
dr. Ibrahim, Sp.M

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT MATA


RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2020
HALAMAN PENGESAHAN

Referat yang Berjudul:


GLAUKOMA AKUT & KRONIK

Oleh:
Dwi Puspita Sari, S. Ked
NIM: 712019017

Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepanitraan Klinik Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammaiyah Palembang di Departeman Ilmu Penyakit Mata
Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang

Palembang, Juni 2020


Pembimbing

dr. Ibrahim, Sp.M


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan refrat yang berjudul “Glaukoma Akut & Kronik” dengan baik. Shalawat
dan salam juga disampaikan kepada nabi Muhammad SAW dan para pengikut beliau hingga akhir
zaman.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang terlibat dalam pembuatan laporan
ini. Penulis berharap laporan ini dapat digunakan sebagai proses pembelajaran.

Palembang, Juni 2020

Dwi Puspita Sari, S.Ked


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... ii
KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMA KASIH ........................ iii
DAFTAR ISI ............................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang .............................................................................................. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Anatomi dan Fisiologi ............................................................................. 4
2.1.1 Fisiologi akuos humor ....................................................................... 4
2.2 Glaukoma akut ....................................................................................... 5
2.2.1 Definisi ............................................................................................. 5
2.2.2 Epidemiologi ..................................................................................... 6
2.2.3 Patofisiologi ...................................................................................... 6
2.2.4 Manifestasi Klinis .............................................................................. 8
2.2.5 Pemeriksaan ..................................................................................... 9
2.2.6 Diagnosis banding ............................................................................ 11
2.2.7 Tatalaksana ...................................................................................... 11
2.2.8 Prognosis .......................................................................................... 15
2.3.1 Glaukoma kronik ............................................................................... 16
2.3.2 Definisi ............................................................................................. 16
2.3.3 Faktor risiko ...................................................................................... 16
2.3.4 Patofisiologi .................................................................................... 16
2.3.5 Cara mendiagnosis ............................................................................ 16
2.4.1 Diagnosis banding ............................................................................. 17
2.4.2 Tatalaksana ....................................................................................... 17

BAB III Kesimpulan ................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 20


BAB I

PENDAHULUAN

Mata merupakan organ penting yang dimiliki oleh manusia dan makhluk hidup
lainnya sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa, berfungsi sebagai indra penglihatan
yang dapat memberikan informasi secara visual. Mata dapat menjalankan fungsinya dengan
baik karena didukung oleh bagian-bagian yang rumit dan sensitif seperti retina pupil serta
pembuluh darah. Kerusakan atau gangguan terhadap bagian-bagian tersebut dapat berakibat
pada keterbatasan penglihatan dan kebutaan. Oleh karena itu Trauma seperti debu sekecil
apapun yang masuk kedalam mata, sudah cukup untuk menimbulkan gangguan yang hebat,
apabila keadaan ini diabaikan, dapat menimbulkan penyakit yang sangat gawat. Salah satu
penyakit mata adalah glaukoma.
Berdasarkan hasil survey World Health Organisation (WHO), penyebab utama
kebutaan tahun 2002 adalah katarak (47,8%), glaukoma (12,3%), penyakit yang berhubungan
dengan degeneratif (8,7%), corneal opacities (5,1%), diabetes retinopathy (4,8%), trakhoma
(3,6%), lain-lain (17,6%).Prevalensi (angka kejadian) glaukoma tahun 1996 di beberapa
negara, seperti di Amerika Serikat 0,27% hingga 5,6%, Swedia 0,86%, Inggris 0,64%, dan
Jamaika1,4%.
Glaukoma berasal dari bahasa Yunani “Glaukos’’ yang berarti hijau kebiruan, yang
memberikan kesan warna pada pupil penderita glaukoma. Glaukoma adalah penyakit pada
mata yang ditandai oleh meningkatnya tekanan intraokuler yang disertai atrofi papil saraf
optik dan berkurangnya lapang pandang.
Penyakit yang ditandai oleh peningkatan tekanan intraokuler ini disebabkan oleh
bertambahnya produksi aquos humor oleh badan siliar dan berkurangnya pengeluaran cairan
mata di daerah sudut bilik mata atau daerah celah pupil. Glaukoma dapat mengakibatkan
melemahnya fungsi mata sebagai akibat dari berkurangnya lapang pandang dan kerusakan
anatomi berupa ekskavasi serta degenerasi papil saraf optik.
Di seluruh dunia glaukoma diangggap sebagai penyebab kebutaan tertinggi setelah
katarak. Penderita glaukoma adalah rata-rata mereka yang berusia 40 tahun ke atas. Namun,
dapat juga ditemukan pada usia 20 tahun, meskipun jarang. Pria lebih sering terserang dari
pada wanita.
Beberapa klasifiksai glaukoma berdasarkan American Academy of Ophtalmology
glaukoma dibagi menjadi 4: glaukoma primer, glaukoma kongenital , glaukoma sekunder dan
glaukoma absolut. Sedangkan berdasarkan mekanisme peningkatan tekanan intraokuler
glaukoma dibagi menjadi dua, yaitu glaukoma sudut terbuka dan glaukoma sudut tertutup.
Penatalaksanaan glaukoma berupa pengobatan medis, terapi bedah dan laser. ECP (
Endoscopic Cyclo Photocoagulation) menggunakan laser untuk mengurangi produksi aquos
humor dan menurunkan tekanan intraokuler merupakan salah satu penatalaksanaan
glaukoma.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi


1. Anatomi Sudut Filtrasi

Gambar 2.1 anatomi sudut filtrasi

Sudut filtrasi merupakan bagian yang terpening dalam pengaturan cairan bilik mata.
Sudut ini terdapat didalam limbus kornea. Limbus adalah bilik mata. Limbus adalah bagian
yang dibatasi oleh garis yang menghubungkan akhir dari membrane descement dan
membrane bowmen. Akhir dari membrane disebut garis schwalbe. 5

Limbus terdiri dari 2 lapisan yaitu epitel dan stroma. Epitelnya 2 kali ketebalan epitel
korneanya. Didalam stroma terdapat serat-serat saraf dan cabang akhir dari arteri siliaris
anterior.

Bagian dari sudut filtrasi adalah trabecular, yang terdiri dari:

1. Trabecula korneoskleral
Serabutnya berasal dari lapisan stroma kornea, menuju ke belakang mengelilingi
schlemm untuk berinsersi pada sclera.
2. Trabecula uvuela
Serabutnya berasal dari lapisan dalam stroma kornea, menuju ke skleral spur(
insersi dari m. Siliaris) dan sebagian ke m.siliaris meridional.
3. Serabut yang berasal dari akhir membrane descement (garis schwalbe) serabut ini
menuju ke jaringan pengikat m. Siliaris radialis dan sirkularis.
4. Ligamentum pektinatum rudimenter
Ligament ini berasal dari dataran depan iris menuju kedepan trabecula.
Trabecula terdiri dari jaringan kolagen homogeny, elastis yang seluruhnya diliputi
oleh endotel. Keseluruahannya merupakan spon yang tembus pandang. Sehingga
apabila ada darah di dalam knalis schlemm dapat terlihat dari luar.
Kanalis schlemm merupakan kapiler yang dimodifikasi yang mengelilingi kornea.
Didingnya terdiri dai lapisan satu lapisan sel diameternya 0,5mm. Pada dinding
sebelah dalam, terdapat lubang-lubang sehingga terdapat hubungan langsung
antara trabecula dan canalis schlemm keluar saluran kolektor, 20-30 buah yang
menuju ke pleksus vena di dalam jaringan sklera dan episklera dan vena siliaris
anterior ke badan siliar.5

2. Fisiologi Aquos Humor


Mata diisi dengan cairan intraokular yang mempertahankan tekanan yang
cukup pada bola mata untuk menjaga distensinya. Cairan ini dibagi menjadi dua
bagian yakni humor aqueous dan humor vitreus, yang berada diantara permukaan
posterior lensa dan retina. Humor aqueous adalah cairan yang mengalir bebas,
sedangkan humor vitreus adalah sebuah massa dari gelatin. Humor aqueous secara
terus- menerus dibentuk dan direabsorbsi. Keseimbangan antara pembentukan dan
reabsorbsi mengatur volume total dan tekanan cairan intraokuler.5
Tekanan intraokuler normal rata-rata sekitar 15 mm Hg, dengan kisaran
antara 12 sampai 20 mm Hg. Pengaturan tekanan intraokuler tetap konstan pada mata
yang normal, biasanya kurang lebih 2 mm Hg dari nilai normalnya. Besarnya
tekanan ditentukan terutama oleh tahanan terhadap aliran keluar humor aqueous dri
kamera okuli anterior ke dalam kanalis Schlemm.5

Cairan aqueous diproduksi oleh badan silier, yaitu pada prosesus siliaris.
Humor aqueous berjalan dari Kamera Okuli Posterior (KOP) ke Kamera Okuli
Anterior (KOA) yang kemudian melewati trabekulum menuju kanal Schlemm yang
kemudian ke kanal kolektor, yang berujung ke sistem vena episklera untuk kembali
ke jantung. Sehingga dibutuhkan keseimbangan antara produksi cairan aqueous dan
pembuangannya agar tekanan bola mata normal.7 Humor aqueous adalah cairan
bening yang mengisi dan membantu membentuk ruang anterior dan posterior mata.
Komponen utama dari humor aqueous adalah organik dan ion anorganik,
karbohidrat, glutathione, urea, asam amino dan protein, oksigen, karbon dioksida
dan air.4

Gambar: Fisiologi humor aqueous

B. Glaukoma Akut
1. Definisi
Glaukoma akut merupakan salah satu glaukoma sudut tertutup primer. Glaukoma
sudut tertutup terjadi bila terdapat kenaikan mendadak dari tekanan intraokular, yang
disebabkan penutupan sudut bilik mata depan yang mendadak oleh akar iris, sehingga
menghalangi sama sekali keluarnya humor akueus melalui trabekula, menyebabkan
meningginya tekanan intraokular, maka gejala yang ditimbulkan sangat berat seperti:
nyeri pada mata, sakit kepala, pandangan kabur, haloe, mual dan muntah serta disertai
tanda kongesti, maka disebut pula glaukoma akut kongestif atau glaukoma akut.
Glaukoma akut hanya timbul pada orang-orang yang mempunyai sudut bilik mata yang
sempit. Jadi hanya pada orang-orang dengan predisposisi anatomis.2,17
Gambar : Bilik mata depan normal dan sudut tertutup

Glaukoma akut merupakan suatu kedaruratan mata yang memerlukan penanganan


segera untuk mencegah kerusakan nervus optikus yang dapat menyebabkan kebutaan.
Pengobatan medika mentosa harus dimulai secepat mungkin untuk menurunkan tekanan
intra okuler sebelum terapi definitive iridektomi laser atau bedah dilakukan.

Diagnosa pasti ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan hasil pemeriksaan


gonioskopi yang dapat memberikan bukti bahwa sudut bilik mata tertutup. 2

2. Epidemiologi
Glaukoma akut (sudut tertutup) merupakan 15-15% kasus pada orang Kaukasus.
Persentase ini lebih tinggi pada orang Asia, terutama diantara orang Burma dan Vietnam
di Asia Tenggara.16 Glaukoma akut yang penderitanya berkulit putih 3 kali lebih banyak
ditemukan pada wanita dibanding pria, namun pada penderita yang berkulit hitam wanita
sama banyak dengan pria.11

3. Patofisiologi
Sudut bilik mata dibentuk dari jaringan korneosklera dengan pangkal iris. Pada
keadaan fisiologis bagian ini terjadi pengaliran keluar cairan bilik mata. Berdekatan
dengan sudut ini didapatkan jaringan trabekulum, kanal Schlemm, baji sklera, garis
Schwalbe dan jonjot iris. Pada sudut filtrasi terdapat garis Schwalbe yang merupakan
akhir perifer endotel dan membran desemet, kanal schlemm yang menampung cairan
mata kesalurannya.
Sudut filtrasi berbatas dengan akar iris berhubungan dengan sklera kornea dan
disini ditemukan sklera spur yang membuat cincin melingkar 360 derajat dan
merupakan batas belakang sudut filtrasi serta tempat insersi otot siliar longitudinal.
Anyaman trabekula mengisi kelengkungan sudut filtrasi yang mempunyai dua
komponen yaitu badan siliar dan uvea.

Tekanan intraokular ditentukan oleh kecepatan terbentuknya cairan mata (akueus


humor) bola mata oleh badan siliar dan hambatan yang terjadi pada jaringan
trabekular meshwork. Akueus humor yang dihasilkan badan siliar masuk ke bilik
mata belakang, kemudian melalui pupil menuju ke bilik mata depan dan terus ke
sudut bilik mata depan, tepatnya ke jaringan trabekulum, mencapai kanal Schlemm
dan melalui saluran ini keluar dari bola mata.

Pada glaukoma sudut terbuka, kelainan terjadi pada jalinan trabekular, sedangkan
sudut bilik mata terbuka lebar. Jadi tekanan intraokuler meningkat karena adanya
hambatan outflow humor akuos akibat kelainan mikroskopis pada jalinan trabekular.

Pada glaukoma sudut tertutup, jalinan trabekular normal, sedangkan tekanan


intraokuler meningkat karena obstruksi mekanik akibat penyempitan sudut bilik mata,
sehingga outflow humor akuos terhambat saat menjangkau jalinan trabekular.
Keadaan seperti ini sering terjadi pada sudut bilik mata yang sempit (kadang-kadang
disebut dengan “dangerous angle”).

Penting untuk diketahui, jika sudut bilik mata tidak sempit atau sudut terbuka luas,
perifer iris tidak kontak dengan perifer kornea, sehingga sudut bilik mata depan tidak
tertutup dan glaukoma sudut tertutup tidak akan terjadi. Ini merupakan perbedaan
dasar antara glaukoma sudut terbuka dengan glaukoma sudut tertutup.

Ketika dislokasi lensa sebagai penyebab tertutupnya sudut bilik mata maka
keadaan ini dikenal dengan glaukoma sudut tertutup sekunder. Jika glaukoma sudut
tertutup tidak diketahui penyebabnya, kondisi ini dikenal dengan glaukoma sudut
tertutup primer.

Apabila sudut bilik mata depan tertutup secara cepat dan berat, ini dikenal dengan
glaukoma akut yang disertai dengan banyak gejala dan tanda. Apabila penutupan
sudut bilik mata depan tidak sempurna dan kadang-kadang saja terjadi, ini dikenal
dengan glaukoma sudut tertutup intermitten atau glaukoma sudut tertutup kronik,
dan disertai dengan sedikit gejala. Apabila glaukoma sudut tertutup intermitten yang
tidak mempunyai gejala, ini dikenal dengan glaukoma sudut tertutup kreeping.
Satu hal penting untuk diketahui bahwa tidak semua sudut bilik mata sempit akan
berkembang menjadi glaukoma akut, dapat terjadi hanya sebagian kecil saja, terutama
pada mata yang pupilnya berdilatasi sedang (3,0 - 4,5mm) yang dapat memungkinkan
terjadinya blok pupil sehingga dapat berlanjut menjadi sudut tertutup.

Akibat terjadinya blok pupil, maka tekanan intraocular lebih tinggi di bilik mata
belakang daripada bilik mata depan. Jika blok pupil semakin berat tekanan intraokuler
di bilik mata belakang semakin bertambah, sehingga konveksivitas iris semakin
bertambah juga, ini dikenal dengan iris bombe, yang membuat perifer iris kontak
dengan jalinan trabekuler, dan menyebabkan sudut bilik mata depan tertutup. Jika
tekanan intraokuler meningkat secara drastic akibat sudut tertutup komplit maka akan
terjadi glaukoma akut.

Mekanisme lain yang dapat menyebabkan glaukoma akut adalah: plateau iris dan
letak lensa lebih ke anterior. Pada keadaan seperti ini juga sering terjadi blok pupil.

4. Gejala klinis
Sebelum penderita mendapat serangan akut, ia mengalami serangan prodormal,
meskipun tidak selalu demikian.17
a. Fase Prodormal ( Fase Non kongestif).
Pada stadium ini terdapat penglihatan kabur, melihat halo (gambar pelangi) sekitar
lampu atau lilin, disertai sakit kepala, sakit pada mata dan kelemahan akomodasi.
Keadaan ini berlangsung 0,5-2 jam. Bila serangannya reda, mata menjadi normal
kembali.
b. Fase Glaukoma Akut ( Fase Kongestif).
Pada stadium ini penderita tampak sangat payah, memegangi kepalanya karena sakit
hebat. Jalannya dipapah, karena tajam penglihatannya sangat turun, muntah-muntah,
mata hiperemis dan fotofobia. Karenanya sering disangka bukan menderita sakit mata,
melainkan suatu penyakit sistemik.

Glaukoma akut menyebabkan visus cepat menurun, disertai sakit hebat di


dalam mata yang menjalar sepanjang Nervus cranial V, sakit kepala, mual muntah,
tampak warna pelangi di sekitar lampu. 17
5. Pemeriksaan
a. Slit-lamp Biomikroskopi
 Konjungtiva bulbi: hiperemia kongestif, kemotis dengan injeksi silier, injeksi
konjungtiva, injeksi epislera.
 Kornea : edema dengan vesikel epithelial dan penebalan struma, keruh, insensitif
karena tekanan pada saraf kornea.
 Bilik mata depan: dangkal dengan kontak iridokorneal perifer. Flare dan sel akuos
dapat dilihat setelah edem kornea dapat dikurangi.
 Iris: gambaran corak bergaris tak nyata karena edema, berwarna kelabu, dilatasi
pembuluh darah iris.
 Pupil: oval vertikal, tetap pada posisi semi-dilatasi, kadang-kadang didapat
midriasis yang total, warna kehijauan, tidak ada reaksi terhadap cahaya dan
akomodasi
b. Tonometri Schiotz: ( Normal TIO : 10-21 mmHg) pada glaukoma akut dapat
mencapai 50-100 mmHg.
c. Funduskopi: papil saraf optik menunjukan penggaungan dan atrofi, seperti pada
glaukoma simpleks. Sehingga cup disk ratio membesar (N = <0,4) Sering juga
ditemukan optic-disk edema dan hiperemis.

Gambar saraf optik normal dan penggaungan saraf optik pada glaukoma akibat peningkatan TIO

Gambar: terlihat cup-disk ratio membesar akibat penggaungan saraf optik pada funduskopi (kanan)
d. Gonioskopi
Pemeriksaan gonioskopi adalah tindakan untuk melihat sudut bilik mata
dengan goniolens. Gonioskopi adalah suatu cara untuk melihat langsung keadaan
patologik sudut bilik mata, juga untuk melihat hal-hal yang terdapat pada sudut bilik
mata seperti benda asing. Dengan gonioskopi dapat ditentukan klasifikasi glaukoma
penderita apakah glaukoma terbuka atau glaukoma sudut tertutup dan mungkin dapat
menerangkan penyebab suatu glaukoma sekunder.8
Pemeriksaan gonioskopi ditunda sampai edem kornea berkurang, salah satunya
dengan obat yang dapat menurunkan tekanan intraocular, misalnya dengan gliserin
topical atau saline hipertonik salap mata.

Gambar 5: Gonioskopi

e. Pemeriksaan lapang pandang


Penting, baik untuk menegakkan diagnosa maupun untuk meneliti perjalanan
penyakitnya, juga bagi menetukan sikap pengobatan selanjutnya. Harus selalu
diteliti keadaan lapang pandangan perifer dan juga sentral. Pada glaukoma yang
masih dini, lapang pandangan perifer belum menunjukkan kelainan, tetapi lapang
pandangan sentral sudah menunjukkan adanya bermacam-macam skotoma. Jika
glaukomanya sudah lanjut, lapang pandangan perifer juga memberikan kelainan
berupa penyempitan yang dimulai dari bagian nasal atas. Yang kemudian akan
bersatu dengan kelainan yang ada ditengah yang dapat menimbulkan tunnel
vision, seolah-olah melihat melalui teropong untuk kemudian menjadi buta.

f. Tes provokasi, dilakukan pada keadaan yang meragukan.


Tes yang dilakukan : tes kamar gelap, tes midriasis, tes membaca, tes bersujud
(prone test). Untuk glaucoma sudut tertutup, yang umum dilakukan adalah tes
kamar gelap (karena pupil akan midriasis dan pada sudut bilik mata yang sempit,
ini akan menyebabkan tertutupnya sudut bilik mata). Caranya adalah ukur TIO
awal, kemudian pasien masuk kamar gelap selama 60-90 menit. Ukur segera TIO
nya. Kenaikan 38 mmHg, tes provokasi (+)

6. Diagnosis Banding
Beberapa penyakit yang mirip dengan glaucoma akut adalah :11,17
1. Iridosiklitis akut.
2. Konjungtivitis akut.
3. Keratitis.
4. Skleritis.
5. Katarak senilis
6. Glaukoma sudut tertutup kronik
7. Cluster headache
8. Migraine

7. Penatalaksanaan7
- Terapi medikamentosa

Penatalaksanaan Glaukoma sudut tertutup terdiri dari mengurangi tekanan intra


okular, menekan inflamasi, dan pemulihan sudut tertutup. 16,11

 Agen osmotic
Agen ini lebih efektif untuk menurunkan tekan intra okuler dan efeknya
menjernihkan kornea, pemberiannya dianjurkan kepada pasien yang tidak
mengalami emesis. Agen-agen hiperosmotik berguna untuk mengurangi volume
vitreus, yang, kebalikannya, menurunkan tekanan intraokular. Penurunan tekanan
intra okular memulihkan iskemia iris dan memperbaiki kepekaan terhadap
pilokarpin dan obat-obat lainnya. Agen-agen osmotic menyebabkan diuresis osmotic
dan mengurangi cairan tubuh total. Agen-agen tersebut tidak boleh digunakan pada
pasien penyakit jantung dan penyakit ginjal.
- Gliserin
Dosis efektif 1-1,5 gr/kgBB dalam 50% cairan. Selama penggunaanya gliserin
dapat menyebabkan hiperglikemia dan dehidrasi. Hati-hati terhadap pasien
diabetes dan lansia dengan gagal ginjal serta penyakit kardiovaskular karena agen
ini sendiri dapat menyebabkan mual muntah. Menurunkan tekanan intraokular
dalam waktu 30-90 menit setelah pemberian.
- Manitol
Dosis 1-2 gram/kgBB dalam 50% cairan. Aman digunakan pada pasien diabetes
karena tidak dimetabolisme. Puncak efek hipotensif okular terlihat dalam 1-3 jam.
Bila tidak dapat diberikan oral (mis : mual muntah) dapat diberikan secara
intravena dalam 20% cairan dengan dosis 2 gr/kgBB selama 30 menit. Maksimal
penurunan tekanan dijumpai dalam 1 jam setelah pemberian iv. Pada penderita
payah jantung pemberian manitol berbahaya, karena volume darah yang beredar
meningkat sehingga memperberat kerja jantung yang telah gagal. Pemberian
manitol juga dikontraindikasikan pada penyakit ginjal dengan anuria, kongesti
atau udem paru yang berat, dehidrasi hebat, dan perdarahan intra kranial, kecuali
bila akan dilakukan kraniotomi, serta pada pasien yang hipersensitivitas terhadap
manitol.
- Ureum intravena
Dosis 1-1,5 g/kg i.v. Tidak seefektif manitol karena berat molekulnya lebih rendah
sehingga lebih cepat dipenetrasi pada mata. Penggunaannya harus dengan
pengawasan ketat untuk menghindari komplikasi kardiovaskuler.
 Karbonik Anhidrase Inhibitor
Mengurangi produksi akuos humor dengan menghambat karbonik anhidrase di
badan siliar sehingga mengurangi TIO secara cepat

- Asetazolamide
Merupakan pilihan yang sanagat tepat untuk pengobatan darurat pada glaukoma
akut. Acetazolamide sebaiknya diberikan dengan dosis awal 500 mg IV yang
diikuti dengan 500 mg per oral. sekarang diketahui bahwa karbonik anhidrase
inhibitor oral sedikit atau tidak ada sama sekali efek samping sistemik.
- Methazolamide
Dosis 50-100 mg p.o. 2 atau 3 kali sehari ( total tidak lebih dari 600mg/hari)
- Dorzolamide
Berbeda dengan obat-obat yang lebih tua, Dorzolamide sanggup menerobos ke
dalam mata dengan aplikasi topical.
- Dichlorphenamide
Dosis awal 100-200mg per oral, diikuti 100 mg setiap 12 jam sampai tercapai
respons yang diinginkan. Dosis pemeliharaan (maintenance) yang biasa untuk
glaukoma adalah 25-50 mg 3 atau 4 x/hari. Dosis harian total tidak melebihi 300
mg.
- Brinzolamide
Brinzolamide adalah penghambat karbonik anhidrasi yang digunakan pada mata
dengan kadar 1 %. Brinzolamide digunakan untuk mengobati tekanan yang
meningkat pada mata karena glaukoma sudut terbuka. Brinzolamide juga
digunakan untuk mengatasi kondisi yang disebut hipertensi pada mata.
 Miotik kuat (Parasimpatomimetik)
Pilokarpin 2% atau 4% setiap 15 menit sampai 4 kali pemberian sebagai inisial
terapi. Tidak efektif pada serangan yang sudah lebih dari 1-2 jam. Hal ini karena
muskulus sphingter pupil sudah iskemik sehingga tidak dapat merespon pilokarpin
 Beta blocker
Bekerja dengan cara mengurangi produksi akuos humor.
- Levobunolol 0,25%, 0,5%
- Betaxolol HCl
Betaxolol HCl adalah penghambat reseptor beta1 selektif yang digunakan untuk
pengobatan glaukoma dalam bentuk sediaan gel untuk mata dengan kadar 0,1%
dan tetes mata dengan kadar 0,5%.
- Timolol maleat
Merupakan beta bloker tetes mata nonselektif. Sebagai inisial terapi dapat
diberikan 2 kali dengan interval setiap 20 menit dan dapat diulang dalam 4, 8 dan
12 jam kemudian. Tersedia dalam bentuk tetes mata dengan kadar 0,25%, 0,5%
dan 0,68%.
 Alpha adrenergic agonist
Dapat ditambahkan untuk lebih mengurangi produksi akuos humor dan
mengurangi hambatan outflow akuos.
- Brimonidine
- Apraclonidine 0,5%, 1%
 Analog Prostaglandin
Latanoprost 0,005% merupakan senyawa analog prostaglandin yang dapat
menurunkan tekanan intraokuler dengan cara meningkatkan outflow akuos humor.
Dosis 1 tetes/ hari. Tersedia dalam bentuk tetes mata dengan kadar 0,005%, dan juga
dikombinasi dengan Timolol maleate.
 Kortikosteroid Topikal
Inflamasi merupakan bagian penting dari patofisiologi dan timbulnya gejala.
Steroid topical mengurangi reaksi inflamasi dan kerusakan nervus optikus. Prednisolon
asetat 1% digunakan selama 1 minggu pasca operasi iridektomi. Diberikan sebagai
pengganti obat-obat antiglaukoma yang digunakan saat serangan akut sebelumnya.

- Bedah Laser
1. Laser Iridektomi
Terapi ini digunakan untuk mengurangi tekanan dangan mengeluarkan bagian
iris untuk membangun kembali outflow aqueus humor.
 Indikasi
Iridektomi diindikasikan untuk glaukoma sudut tertutup dengan blok pupil,
iridektomi juga diindikasikan untuk mencegah terjadinya blok pupil pada mata
yang beresiko yang ditetapkan melalui evaluasi gonioskopi. Laser iridektomi
juga dilakukan pada serangan glaukoma akut dan pada mata kontra-lateral
dengan potensial glaukoma akut.
 Kontraindikasi
Iridektomi laser tidak dapat dilakukan pada mata dengan rubeosis iridis karena
dapat terjadi perdarahan. Resiko perdarahan juga meningkat pada pasien yang
menggunakan anti-koagulan sistemik, seperti aspirin. Walaupun laser iridektomi
tidak membantu dalam kasus glaukoma sudut tertutup yang disebabkan oleh
mekanisme blok pupil, tetapi kadang-kadang laser iridektomi perlu dilakukan
unutk mencegah terjadinya blok pupil pada pasien dengan sudut bilik mata
tertutup.

Pertimbangan sebelum operasi


Pada glaukoma sudut tertutup akut sering mengalami kesulitan saat melakukan
iridektomi laser karena kornea keruh, sudut bilik mata dangkal, pembengkakan iris.
Sebelum dilakukan laser harus diberikan inisial gliserin topikal untuk memperbaiki
edema kornea agar mudah untuk mempenetrasi kripta iris.
- Bedah insisi
Iridektomi insisi dilakukan pada pasien yang tidak berhasil dengan tindakan laser
iridektomi seperti:
 Pada situasi iris tidak tidak dapat dilihat dengan jelas karena edema kornea, hal
ini sering terjadi pada pasien glaukoma akut berat yang berlangsung 4-8
minggu.
 Sudut bilik mata depan dangkal, dengan kontak irido-korneal yang luas
 Pasien yang tidak kooperatif
 Tidak tersedianya peralatan besar.1

- Iridektomi Bedah Insisi


Dikerjakan pada kasus glaukoma sudut tertutup sebagai tindakan pencegahan.
Dilakukan untuk mengangkat sebagian iris untuk memungkinkan aliran humor aqueus
dari kamera posterior ke kamera anterior. Diindikasikan pada penanganan glaukoma
dengan penyumbatan pupil bila pembedahan laser tidak berhasil atau tidak tersedia.
Pupil dibuat semiosis mungkin dengan menggunakan miotik tetes atau asetilkolin
intra kamera. Kemudian dilakukan insisi 3mm pada korneosklera 1 mm dibelakang
limbus. Insisi dilakukan agar iris prolaps. Bibir insisi bagian posterior ditekan
sehingga iris perifer hampir selalu prolaps lewat insisi dan kemudian dilakukan
iridektomi. Bibir insisi posterior ditekan lagi diikuti dengan reposisi pinggir
iridektomi. Luka insisi kornea ditutup dengan satu jahitan atau lebih, dan bilik mata
depan dibentuk kembali. Setelah operasi selesai, fluoresen sering digunakan untuk
menentukan ada tidaknya kebocoran pada bekas insisi. Oleh karena kebocoran dapat
meningkatkan komplikasi seperti bilik mata depan dangkal.

8. Prognosis
Prognosa baik apabila glaukoma akut cepat terdeteksi dan mendapat terapi yang
sesegera mungkin. Sering diagnose dibuat pada stadium lanjut, dimana lapang pandang telah
hilang secara progresif, iris menjadi atrofi dan midriasis pupil telah menetap. Penanganan
episode akut yang terlambat akan menyebabkan sinekia sudut tertutup permanent dan bahkan
menyebabkan kebutaan permanent dalam 2-3 hari.
c. Glaukoma kronik
1. Definisi
Kelainan mata kronis dengan gambaran kerusakan papil saraf optik yang khas
disertai gangguan atau defek pada lapang pandang yang khas, dimana tekanan intra
okuli yang tinggi merupakan faktor resiko yang penting diantara faktor-faktor resiko
lainnya yang masih banyak belum diketahui. 14
Glaukoma kronis adalah penyakit mata dengan gejala peningkatan tekanan
bola mata sehingga menyebabkan kerusakan anatomi dan fungsi mata yang permanen.

2. Faktor Risiko14
Beberapa faktor yang menyebabkan glaukoma kronik diantaranya :
1. Usia 40 tahun atau lebih dengan riwayat anggota keluarga yang menderita
glaukoma
2. Tajam penglihatan masih baik pada keadaan belum lanjut
3. Pada funduskopi ditemukan ekskavasi apabila glaukoma sudah berlangsung lama
4. Apabila glaukoma sudah lebih lanjut, lapang pandang perifer pun akan
menujukkan kerusakan
5. Pada geniokopi akan ditemukan sudut bilik mata depan yang lebar
6. Penyakit sistemik : diabetes militus
7. Pemakaian tetes mata steroid secara rutin
8. Riwayat trauma pada mata

3. Patofisiologi :

Mata dengan segmen anterior yang kecil dan sumbu aksial yang pendek
dengan bilik mata depan yang dangkal, dengan meningkatnya usia, lensa membesar
sehingga kondisi irido-lentikular meningkat dan bila tiba-tiba mengalami kondisi
yang menyebabkan pupil mid-dilatasi, terjadi aposisi iris-lensa yang maksimal, blok
pupil, kontak iris dengan trabecular meshwork, sudut bilik mata depan tertutup, aquos
terbendung, intra ocular pressure meningkat dengan cepat. 15

4. Cara mendiagnosis
Penegakan diagnosis dilakukan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
oftalmologis.
Anamnesis
Pasien datang dengan keluhan yang bervariasi dan berbeda-beda. Tergantung
pada jenis glaukomanya. Glaukoma kronis dapat dibagi menjadi glaukoma kronis
primer dan sekunder.13

1. Umumnya pada fase awal, glaukoma kronis tidak menimbulkan keluhan, dan
diketahui secara kebetulan bila melakukan pengukuran TIO
2. Mata dapat terasa pegal, kadang-kadang pusing
3. Rasa tidak nyaman atau mata cepat lelah
4. Mungkin ada riwayat penyakit mata, trauma, atau pemakaian obat kortikosteroid
5. Kehilangan lapang pandang perifer secara bertahap pada kedua mata
6. Pada glaukoma yang lanjut dapat terjadi penyempitan lapang pandang yang bermakna
hingga menimbulkan gangguan, seperti menabrak-nabrak saat berjalan

5. Diagnosis Banding10
Glaukoma kronik dapat didiagnosis dengan
- Katarak
- Kelainan refraksi
- Retinopati diabetes / hipertensi
- Retinitis pigmentosa
6. Penatalaksanaan5
Penatalaksanaan kasus glaukoma pada layanan primer bertujuan mengendalikan
tekanan intra okuler dan merujuk ke dokter spesialis mata di rumah sakit.
 Segera turunkan IOP
- Hiperosmotik : Glycerin 1,5 gr/kg BB. 50% larutan dapat dicampur dengan sari
jeruk, bila sangat mual dapat diganti dengan Manitol 1 – 1,5 gr/kg.BB , 20%
larutan intravena ( dalam infuse 3-5 cc/menit = 60-100 tetes/menit
( hati-hati pada orang tua, penderita penyakit jantung, ginjal dan hati ).
- Acetazolamide 500 mg intravena bila IOP sangat tinggi atau 500 mg oral
dilanjutkan 250 mg sehari 4 kali. ( hati-hati pada : penderita batu ginjal, obstruksi
paru menahun dan gangguan fungsi hati)
 Menekan Reaksi radang : steroid topical, prednisolone 1% atau dexamethasone
0,1% sehari 4 kali
 Penderita dalam posisi “supine” untuk memudahkan lensa bergerak ke posterior
mengikuti dehidrasi vitreous akibat hiperosmotik agar sudut dapat terbuka.
 Sesudah ± 1 jam, periksa IOP dan BMD
Pada umumnya IOP sudah mulai turun dan bila sudah < 40 mmHg, beri
pilocarpine 2% dan setelah ½ jam bila IOP tetap turun dan sudut mulai terbuka
beri pilocarpine 1% sehari 4 kali.
Pilocarpine tidak perlu diberi secara “intensive”, bila kondisi mata sudah
mulai tenang terutama bila kornea sudah jernih, dilakukan laser iridotomi
(laser peripheral iridotomi = laser PI) atau Bedah iridektomi perifer (bedah IP)
Bila IOP tetap tinggi dan sudut tetap tertutup, harus dipikirkan kemungkinan
glaucoma sudut tertutup karena kelainan lensa jangan diberi pilocarpine, akan
menambah lensa bergerka ke depan, kemudian timbul blok pupil. Siapkan
untuk dilakukan Argon Laser Peripheral Iridoplasty (ALPI) yang
mnegkerutkan iris perifer sehingga sudut terbuka. IOP turun kondisi mata
menjadi tenang (2-3 hari) untuk selanjutnya dilakukan laser PI.
BAB III
KESIMPULAN

1. Glaukoma adalah suatu penyakit dimana gambaran klinik yang lengkap ditandai oleh
peninggian tekanan intraokular, penggaungan dan degenerasi papil saraf optik serta
dapat menimbulkan skotoma ( kehilangan lapangan pandang).
2. Pemeriksaan glaukoma terdiri dari : pemeriksaan slit-lamp, pemeriksaan tekanan bola
mata ( tonometri Schiotz, tonometri aplanasi, tonometri digital ), gonioskopi,
funduskopi, pemeriksaan lapang pandang, dan tes provokasi.
3. Penatalaksanaan glaukoma terdiri dari mengurangi tekanan intra okular, menekan
inflamasi, dan pemulihan sudut yang tertutup.
Daftar Pustaka
1. Anonim. Glaukoma. Diunduh dari http://www.oocities.com/infokeben/glaukoma.htm.
Diakses Juni 2020.
2. American Academy of Ophtalmology: Acute Primary Angle Closure Glaucoma in Basic
and Clinical Science Course, section 10, 2005-2006, page 122-126.
3. Gerhard, K.L. Oscar, Gabriele. Doris, Peter. Ophtalmology a short textbook. 2ndEd.
New York: Thieme Stuttgart. 2007.
4. Goel M, Picciani RG, Lee RK, Bhattacharya SK (2010). Aqueous Humor Dynamics: A
Review. Op. Ophthalmol J, 4: 52-59.
5. Gondhowiardjo, T.D. Simanjuntak, G. Panduan Manajemen Klinis Perdami, 1th
Ed.Jakarta: CV Ondo. 2006.
6. Guyton A.C. and J.E. Hall 2011. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta: EGC.
74,76, 80-81, 244, 248, 606,636,1070,1340.
7. Hartono. 2007. Ringkasan Anatomi dan Fisiologi Mata UGM.Yogyakarta.
8. Ilyas, Sidartha, dkk. Glaukoma. dalam: Ilmu Penyakit Mata, edisi 3, Jakarta,Balai
Penerbit FKUI, 2002, hal 212-217.
9. Indra. Glaukoma. Available at http://iebegtd.wordpress.com/2010/12/05/glaukoma/.
Diakses Juni 2020.
10. James, Brus. dkk. Lecture Notes Oftalmologi. Jakarta: Erlangga. 2005.
11. Noecker, R. J. Glaucoma, Angle Closure, Acute. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/1206956-diagnosis.Updated January 2011.
12. O’brien, Chock, Opere. An Overview of Glaucoma Management for Pharmacists.
http://www.uspharmacist.com/continuing_education/ceviewtest/lessonid/106698/.
Updated Juni 2020.
13. Riordan, P.E, Whitcher, J.P. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum.
Ed17.Jakarta: EGC. 2009.
14. Sidarta, I. Ilmu Penyakit Mata, Ed III. Cetakan V. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. 2008.
15. Vaughan, D.G. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Cetakan I. Jakarta: Widya Medika. 2000
16. Vaughan, D.G. Asbury, T. Riodan-Eva, P. Glaukoma. dalam : Oftalmologi Umum, ed.
Suyono Joko, edisi 14, Jakarta, Widya Medika, 2000, hal : 220-232
17. Wijaya, Nana. Glaukoma. dalam : Ilmu Penyakit Mata, ed. Wijaya Nana, cet.6, Jakarta,
Abadi Tegal, 1993, hal : 219-232.

Anda mungkin juga menyukai