Anda di halaman 1dari 37

REFERAT

Glaucoma sudut terbuka primer dan sekunder

Pembimbing:
dr. Hariindra P. Soediro, Sp.M

Disusun Oleh:
Arju miftahyudin 031.191.006

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU MATA RUMAH SAKIT


UMUM DAERAH BUDHI ASIH FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TRISAKTIPERIODE 27 DESEMBER – 29 Januari
2022
LEMBAR PENGESAHAN

Presentasi referat dengan judul

“GLAUCOMA SUDUT TERBUKA PRIMER DAN SEKUNDER”

Telah diterima, disetujui dan disahkan oleh pembimbing, sebagai syarat untuk
menyelesaikan kepaniteraan Klinik Penyakit Mata RSUD BUDHI ASIH JAKARTA
periode 27 desember - 29 Januari 2022

Jakarta, januari 2022

dr. Hariindra P. Soediro, SpM

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul
“glaucoma sudut terbuka primer dan sekunder”. Referat ini disusun untuk memenuhi
tugas kepaniteraan klinik Penyakit Mata di RSUD BUDHI ASIH JAKARTA.
Dalam kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih kepada dr. Hariindra P.
Soediro, Sp.M, yang telah membimbing penulis dalam menyusun referat ini, dan
kepada seluruh dokter yang telah membimbing penulis selama di kepaniteraan klinik
Penyakit Mata di RSUD BUDI ASIH JAKARTA dan terima kasih juga untuk semua
pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan referat ini.
Penulis menyadari dalam pembuatan referat ini masih banyak terdapat
kekurangan, oleh karena itu segala kritik dan saran guna penyempurnaan referat ini
sangat penulis harapkan.
Akhir kata, semoga referat ini dapat bermanfaat bagi kita semua, terutama
dalam bidang ilmu penyakit mata.

Jakarta, Januari 2022

Arju miftahyudin

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................................ii


KATA PENGANTAR ............................................................................................... iii
DAFTAR ISI .............................................................................................................. iv
BAB I .........................................................................................................................1
PENDAHULUAN .................................................................................................1
BAB II .......................................................................................................................2
2.1 Anatomi fisiologi .............................................................................................2
2.2 definisi glaukoma ...........................................................................................5
2.3 Epidemiologi .....................................................................................................5
2.4 Klasifikasi ..........................................................................................................6
2.5 Glaukoma sudut terbuka ....................................................................................8
2.6 Glaukoma sudut terbuka primer ........................................................................8
2.7 Etiologi galukoma sudut terbuka primer ...........................................................9
2.8 Faktor risiko glaucoma sudut terbuka primer. ................................................ 9
2.9 patofisiologi glaucoma sudut terbuka .......................................................... 10
2.10 gejala klinis glaucoma sudut terbuka primer. .............................................. 11
2.11 galucoma sudut terbuka sekunder .................................................................12
2.12 Etiologi galucoma sudut terbuka sekunder....................................................13
2.13 Faktor risiko glaucoma sudut terbuak sekunder............................................15
2.14 Fatofisiologi glaucoma sudut terbuka sekunder............................................16
2.15 Gejala klinis glaucoma sudut terbuka sekunder............................................18
2.16 Diangnosis glaukoma sudut terbuka.............................................................19
2.17 Tatalaksana....................................................................................................22
2.18 Prognosis.......................................................................................................30
BAB III ......................................................................................................................31
KESIMPULAN .....................................................................................................31
DAFTARPUSTAKA…………………………………………………………………………………………….32

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Istilah glaukoma mencakup kumpulan penyakit yang berbeda dalam penyebab, faktor risiko,
demografi, gejala, durasi, pengobatan, dan prognosis. Glaukoma telah menjadi penyebab paling
sering kebutaan ireversibel di seluruh dunia. Dari sudut pandang patofisiologi dan terapeutik, tekanan
intraokular adalah faktor risiko utama yang dapat dimodifikasi, karena perkembangan glaukoma
biasanya berhenti jika tekanan ini diturunkan 30-50% dari nilai awal. Hubungan ini menunjukkan
bahwa tekanan intraokular pada glaukoma terlalu tinggi dalam kaitannya dengan kerentanan tekanan
kepala saraf optik, di mana kerusakan saraf optik glaukoma terjadi.1
Gambaran umum untuk semua bentuk glaukoma adalah hilangnya sel ganglion retina,
penipisan lapisan serat saraf retina, dan cupping diskus optikus. Menurut morfologi sudut bilik mata
depan, glaukoma dapat dibagi menjadi glaukoma sudut terbuka dan glaukoma sudut tertutup. Sudut
bilik mata depan berisi kanal Schlemm, yang terletak di antara kornea perifer dan iris perifer; humor
aquos meninggalkan mata melalui kanal Schlemm. Pada banyak pasien, tekanan intraokular (sebagai
faktor risiko terpenting untuk glaukoma) meningkat hanya sedikit atau dalam kisaran normal, dan
peningkatan tekanan jika ada biasanya tidak menimbulkan rasa sakit.1

Glaukoma sudut terbuka (OAG) adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
sekelompok penyakit mata kronis yang ditandai dengan neuropati optik, yang muncul sebagai
hilangnya jaringan tepi neuroretinal diskus optikus dan pucat, bersama dengan hilangnya bidang
visual yang khas. Pola kehilangan lapang pandang menunjukkan bahwa tempat morbiditas paling
mungkin pada diskus optikus, biasanya dimulai pada kutub atau mungkin di retina distal dari tempat
tersebut. Efeknya terlihat sebagai pengurangan lebar tepi neuroretinal dari diskus optikus atau defisit
seperti takik pada jaringan ini. Selain itu, mungkin ada perdarahan kepala saraf optik, atrofi
peripapiler, penyempitan fokal pembuluh darah retina dan hilangnya dan penipisan serat saraf retina
yang dapat dideteksi.2

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Fisiologi

1. Anatomi Sudut Filtrasi

Gambar 2.1 Anatomi Sudut Filtrasi

Sudut filtrasi merupakan bagian yang penting dalam pengaturan cairan bilik mata. Sudut ini
terdapat di dalam limbus kornea. Limbus adalah bilik mata. Sudut ini terdapat di dalam limbus kornea.
Limbus adalah bagian yang dibatasi oleh garis yang menghubungkan akhir dari membrane descement
dan membrane Bowman. Akhir dari membrane Descement disebut garis Schwalbe. 3
Limbus terdiri dari 2 lapisan yaitu epitel dan strima. Epitelnya 2 kali ketebalan epitel kornea.
Di dalam stroma terdapat serat-serat saraf dan cabang akhir dari arteri siliaris anterior.4
Bagian terpenting dari sudut filtrasi adalah trabecular, yang terdiri dari :
1. Trabekula korneoskleral
Serabutnya berasal dari lapisan stroma kornea, menuju ke belakang mengelilingi
Schlemm untuk berinsersi pada sclera
2. Trabekula uveal

2
Serabutnya berasal dari lapisan dalam stroma kornea, menuju ke scleral spur
(insersi dari m. silliaris) dan sebagian ke m. silliaris meridional.
3. Serabut yang berasal dari akhir membrane descement (garis Schwalbe)
Serabut ini menuju ke jaringan pengikat m. silliaris radialis dan sirkularis.
4. Ligamentum pektinatum rudimenter
Ligamentum ini berasal dari dataran depan iris menuju ke depan trabekula9
Trabekula terdiri dari jaringan kolagen, homogeny, elastis dan seluruhnya diliputi oleh endotel.
Keseluruhannya merupakan spons yang tembus pandang, sehingga bila ada darah di dalam kanalis
Schlemm, dapat terlihat dari luar.
Kanalis Schlemm merupakan kapiler yang dimodifikasi, yang mengelilingi kornea.
Dindingnya terdiri dari satu lapisan sel, diameternya 0,5mm. Pada dinding sebelah dalam, terdapat
lubang-lubang sehingga terdapat hubungan langsung antara trabekula dan kanalis Schlemm. Dari
kanalis Schlemm keluar saluran kolektor, 20-30 buah, yang menuju ke pleksus vena di dalam jaringan
sclera dan episklera dan vena siliaris anterior di badan siliar.4

2. Fisiologi Humor Aqueous


Tekanan intraocular ditentukan oleh kecepatan pembentukan humor aqueous dan tahanan
terhadap aliran keluarnya dari mata. Humor aqueous adalah suatu cairan jernih yang mengisi kamera
okuli anterior dan posterior. Volumenya adalah sekitar 250µL/menit. Tekanan osmotic sedikit lebih
tinggi daripada plasma. Komposisi humor aqueous serupa dengan plasma kecuali bahwa cairan ini
memiliki konsentrasi askrobat, piruvat dan laktar yang lebih tinggi dan protein, urea dan glukosa yang
lebih rendah.4

3
Gambar 2.2 Fisiologi aliran humor aqueous
Humor aqueous diproduksi oleh korpus siliaris. Ultrafiltrat plasma yang dihasilkan di stroma
prosesus siliaris dimodifikasi oleh fungsi sawar dan prosessus sekretorius epitel siliaris. Setelah
masuk ke kamera okuli posterior, humor aqueous mengalir melalui pupil ke kamera okuli anterior
lalu ke trabecular meshwork di sudut kamera okuli anterior. Selama periode ini, terjadi pertukaran
diferensial komponen-komponen dengan darah di iris. Peradangan atau trauma intraocular dapat
menyebabkan peningktan konsentrasi protein. Hal ini disebut humor aqueous plasmoid dan sangat
mirip dengan serum darah.4
Trabekula meshwork terdiri dari berkas-berkas jaringan kolagen dan elastic yang dibungkus
oleh sel-sel trabekula yang membentuk suatu saringan dengan ukuran pori-pori semakin mengecil
sewaktu mendekati kanalis Schlemm. Kontraksi otot siliaris melalui insersinya ke dalam jalinan
trabekula memperbesar ukuran pori-pori di jalinan tersebut sehingga kecepatan drainase humor
aqueous juga meningkat. Aliran humor aqueous ke dalam kanalis Schlemm bergantung pada
pembentukan saluran-saluran transelular siklik di lapisan endotel. Saluran eferen dari kanalis
Schlemm (sekitar 30 saluran pengumpul dan 12 vena aqueous) menyalurkan airan ke dalam sistem
vena. Sejumlah kecil humpr aqueous keluar dari mata antara berkas otot siliaris dan lewat sela-sela
sclera (aliran uveoskleral).5

4
2.2 Definisi glaucoma 17
Glaukoma adalah kondisi mata yang disebabkan oleh peningkatan tekanan abnormal tekanan
intraokular. Tekanan yang tinggi, menyebabkan kompresi saraf optikus saat saraf tersebut keluar dari
bola mata sehingga menyebabkan kematian serabut saraf. Pada beberapa kasus, glaukoma dapat
terjadi walaupun tekanan intraokular normal. Jenis glaukoma ini berkaitan dengan penyebab lain
kerusakan saraf optikus.
Tiga faktor yang menetukan tekanan intraokular (lOP) :
• Laju produksi humor aqueous oleh badan siliar
• Resistensi pengeluaran cairan di sistem trabekuiar meshwork-kanalis schlemm; resistensi
umumnya berada di juxlacanalicular meshwork
• Tingkatan dari tekanan vena episkeral

2.3 Epidemiologi6

pada tahun 2010, dari 32,4 juta orang buta di seluruh dunia, glaukoma adalah penyebab
kebutaan pada 2,1 juta (6,5%) orang. Glaukoma menyebabkan gangguan penglihatan didefinisikan
sebagai ketajaman visual pada mata yang lebih baik antara kurang dari 6/18 dan 3/60 atau lebih besar
pada 4,2 juta (2,2%) dari 191 juta individu dengan gangguan penglihatan di seluruh dunia. Karena
hubungan dengan usia yang lebih tua, prevalensi keseluruhan glaukoma lebih rendah di daerah
dengan populasi yang lebih muda daripada di negara dengan usia yang lebih tua. daerah pendapatan
dengan penduduk yang relatif tua. Prevalensi global glaukoma kira-kira 3,5% untuk orang berusia
40-80 tahun. Glaukoma sudut terbuka primer, dengan prevalensi global sekitar 3,1%, enam kali lebih
umum daripada glaukoma sudut tertutup primer, yang memiliki prevalensi global sekitar 0,5%.
Prevalensi glaukoma sudut terbuka primer tertinggi di Afrika (4,2%), dan glaukoma sudut tertutup
primer paling umum di Asia (1·1%). Pada tahun 2013, jumlah penduduk berusia 40–80 tahun dan
terkena glaukoma di seluruh dunia diperkirakan 643 juta, dan jumlah ini diperkirakan meningkat
menjadi 76 juta pada tahun 2020 dan menjadi 112 juta pada tahun 2040. -glaukoma sudut, pria lebih
mungkin dibandingkan wanita untuk memiliki gangguan ini (rasio odds [OR] 1,36), seperti orang
keturunan Afrika dibandingkan dengan orang keturunan Eropa (OR 2,80). Prevalensi glaukoma-
kebutaan bilateral terkait lebih tinggi pada orang dengan glaukoma sudut tertutup primer

5
dibandingkan mereka dengan glaukoma sudut terbuka, menunjukkan bahwa glaukoma sudut tertutup
primer memiliki prognosis yang lebih buruk.

2.5 Klasifikasi

Glaukoma dapat diklasifikasikan menurut Vaughen adalah glaukoma primer dengan


sudut tertutup atau terbuka, glaukoma kongenital, glaukoma sekunder sudut terbuka atau
sudut sempit, dan glaukoma absolut. Glaukoma primer adalah penyakit glaukoma yang tidak
berhubungan dengan kelainan mata lainnya atau sistemik, sedangkan glaukoma sekunder
berhubungan dengan kelaianan atau penyakit pada mata atau sistemik lainnya.4

6
Klasifikasi Glaukoma berdasarkan etiologi.10

7
2.5 Glaukoma sudut terbuka

Definisi glaukoma sudut terbuka adalah hilangnya akson secara progresif di saraf
optik. Dalam beberapa kasus, pasien dengan glaukoma mengalami kehilangan bidang penglihatan
tanpa peningkatan pada TIO dan lainnya telah meningkatkan TIO tetapi tidak mengembangkan
gejala glaukoma. Itu sensitivitas individu saraf optik terhadap peningkatan TIO dianggap
tergantung pada perbedaan dalam karakteristik saraf optik. Tekanan cairan serebrospinal yang
rendah di sekitar saraf dapat menawarkan penjelasan mengapa orang yang memiliki TIO dalam
kisaran normal dapat mengembangkan glaukoma. Lainnya perbedaan metabolisme seperti
defisiensi sirkulasi dan stres oksidatif juga dianggap sebagai penyebab Glaukoma.12

2.6 Glaukoma Sudut Terbuka Primer11

POAG adalah penyakit kronis progresif yang paling sering muncul dengan kerusakan saraf
optik (ON) karakteristik, lapisan serat saraf retina (NFL) cacat, dan kehilangan bidang visual (VF)
berikutnya. OAG terjadi terutama di dewasa dan umumnya bilateral, tetapi tidak selalu simetris,
dalam presentasi. Mayoritas orang dengan POAG mengalami peningkatan tekanan intraokular
(TIO). Meskipun 21 mm Hg dianggap atas batas TIO normal secara statistik, setidaknya
seperenam pasien dengan POAG memiliki tingkat TIO di bawah 21 mm Hg, yang dianggap secara
statistic normal dalam kisaran persentil ke - 95 . Selain itu, beberapa yang TIO-nya kadar
abnormal secara statistik (>21 mm Hg) tidak memiliki bukti ON kerusakan atau hilangnya fungsi
penglihatan, suatu kondisi yang dikenal sebagai ocular hipertensi (OH). OAG di mana TIO di
bawah tingkat tertentu, biasanya 21 mm Hg, dikenal sebagai glaukoma tegangan normal (NTG).
Secara historis, ini juga disebut sebagai "glaukoma tegangan rendah" (LTG).
Peningkatan TIO yang diamati dalam presentasi klasik POAG biasanya akibat penurunan
aliran keluar cairan akuos dari mata. Meskipun tidak dipahami dengan baik, peningkatan TIO ini
dianggap karena resistensi di dalam anyaman trabekular. Ini mungkin disebabkan oleh percepatan
dan berlebihan perubahan penuaan normal di anterior sudut bilik mata, iris, dan jaringan tubuh
siliaris mata. Ini Perubahan termasuk hilangnya sel endotel trabekula, peningkatan pigmen
akumulasi dalam sel-sel endotel ini, penebalan atau fusi dari lamela trabekula, penebalan taji sklera,

8
peningkatan ekstraseluler bahan plak di sudut bilik mata depan, dan hilangnya kemampuan sel-sel
endotel yang melapisi kanal Schlemm untuk membentuk vakuola raksasa.

2.7 ETIOLOGI18
• Badan siliar memproduksi terlalu banyak cairan. Mata sedang pengeluaranya pada
anyaman trabekulum normal ( glaukoma hipersekresi)
• Hambatan pengaliran pada pupil waktu pengaliran cairan dari bilik mata belakang kedepan
bilik mata depan (glaukoma blockade pupil)
• Pengeluaran dari sudut mata tinggi (glaukoma simpleks, glaukoma sudut tertutup,
glaukoma sekunder akibat geniosinekia.

2.8 FAKTOR RESIKO 18


Menentukan faktor resiko pada glaukoma sudut terbuka primer sangat penting karena hal
ini akan menentukan keberhasilan dalam menegakkan diagnosa dan melakukan
pencegahan.' Beberapa faktor yang dapat meningkatkan kemungkinan glaukoma, antara
lain:
• Ras merupakan faktor resiko yang sangat penting pada POAG. Resiko sangat tinggi pada ras
Afrika yaitu sekitar empat hingga lima kali lipat lebih banyak dibandingkan pada ras lain.
• Umur merupakan faktor resiko penting lainnya pada kejadian POAG. Sebuah lembaga survei
menemukan bahwa angka kejadian POAG meningkat secara dramatis dengan bertambahnya
usia. Khususnya pada 'bangsa Afrika dan Amerika, meningkat 11 % pada usia 80 tahun atau
Resiko akan meningkat pada umur 40 tahun keatas ( 1 % ) dan pada 65 tahun keatas 5 %.
• Riwayat keluarga Riwayat keluarga juga merupakan faktor resiko untuk kejadian glaukoma.
Survei mata Baltimore menemukan bahwa resiko relatif terkena POAG meningkat sekitar 3 -
7 kali lipat pada orang yang memiliki riwayat keluarga terkena POAG. Apabila dalam
keluarga ada yang terkena glaukoma kronik, maka disarankan agar anggota keluarga yang
lain juga memeriksakan diri.
• Miopia Hubungan antara miopia dan glaukoma telah terbukti. Merupakan hal yang
memungkinkan jika seseorang yang menderita miopia mengalami peningkatan kemungkinan

9
terkena glaukoma juga." Penderita rabun jauh terutama dengan minus besar mempunyai
kecenderungan terjadinya glaukoma kronik.

2.9 PATOFISIOLOGI19

Hambatan pada glaukoma sudut terbuka terletak di dalam jaringan trabekulum. Aquos humor
dengan leluasa mencapai lubang – lubang trabekulum, tetapi sampai di dalam terbentur celah -
celah trabekulum yang sempit, hingga aquos humor tidak dapat keluar dari bola mata dengan bebas.
Tekanan intraokular yang lebih tinggi saat pertama kali diperiksa berkaitan dengan pemurunan
lapangan pandang yang lebih luas. Apabjla pemeriksaan pertama dijumpai penurunan lapangan
pandang glaukomatosa, resiko perkembangan lebih lanjut menjadi jauh lebih besar. Karena
merupakan satu satunya faktor resiko yang dapat diobati, tekanan intraokular tetap-menjadi fokus
terapi. Terdapat bukti kuat bahwa kontrol tekanan intraokular memperlambat * kerusakan diskus
optikus dan pengecilan lapangan pandang. Ada tiga faktor yang menentukan tekanan intraokular,
antara lain :
• Jumlah produksi aquos humor oleh badan siliar.
• Hambatan aliran aquos pada saat melewati trabekula sistem kanal Schlemm
• Tekanan vena episklera

10
2.10 GEJALA KILINIS20
Pada awalnya, peningkatan tekanan intraokular tidak menimbulkan gejala. Lama – lama timbul
gejala berupa :
• Penyempitan lapangan pandang tepi
• Sakit kepala ringan
• Gangguan penglihatan yang tidak jelas ( misalnya melihat lingkaran di sekeliling cahaya
lampu atau sulit beradaptasi )
gejala yang sering ditimbulkan pada kasus glaukoma primer sudut terbuka antara lain :
• Glaukoma sudut terbuka tidak memberi tanda – tandà dari luar.
• Perjalanan penyakit perlahan – lahan dan progresif dengan merusak papil saraf optik
( ekskavasi )
• Biasanya penderita baru sadar bila keadaan telah lanjut.
• Diagnosis sering baru dibuat kalau dilakukan tonometri rutin pada penderita, yang
misalnya datang hanya untuk ganti kaca mata. Sifat glaukoma jenis ini adalah bilateral,
tetapi biasanya yang satu mulai lebih dahulu. Tajam penglihatan umumnya masih baik
kalau keadaan belum lanjut. Tetapi tajam penglihatan tidak boleh menjadi patokan akan
adanya glaukoma atau tidak.
• Pada funduskopi ditemukan ekskavasi apabila glaukoma sudah berlangsung lama.
Pemeriksaan lapangan pandang perifer tidak menunjukkan kelainan selama glaukoma
masih dini, tetapi lapangan pandang sentral sudah menunjukkan skotoma parasentral,
• Apabila glaukoma sudah lebih lanjut, lapang pandangan perifer pun akan menunjukkan
kerusakan. Pada gonioskopi akan ditemukan

11
2.11 Glaukoma Sudut Terbuka Sekunder11

Penyebab OAG sekunder dapat berupa salah satu dari berbagai zat yang: secara mekanis
memblokir aliran keluar akuos melalui trabekula meshwork, menghasilkan peningkatan TIO. Zat-
zat tersebut antara lain pigmen, bahan pengelupasan kulit, dan sel darah merah. OAG sekunder
juga dapat mengakibatkan dari perubahan struktur dan fungsi anyaman trabekular, karena
penghinaan seperti trauma, peradangan, dan iskemia. Dua kondisi sering berkontribusi pada
perkembangan sekunder OAG.

• Sindrom dispersi pigmen (PDS).


Suatu kondisi dimana pigmen dilepaskan dari permukaan belakang iris dan diendapkan ke
struktur di ruang anterior dan posterior mata, PDS menyebabkan perkembangan glaukoma
pigmentasi (PG) pada beberapa orang. PDS terjadi ketika iris posterior bergesekan dengan zonula
lensa atau prosesus siliaris, merusak pigmen secara mekanis epitel iris dan melepaskan
pigmen. Konsep dari blok pupil terbalik telah diusulkan untuk menjelaskan anatomi kelainan yang
menyebabkan cekungan iris, yang dapat mengakibatkan PDS. Blok pupil terbalik dapat terjadi
sesaat selama setiap tutup berkedip. Konfigurasi iris cekung mirip dengan yang di PDS juga dapat
diinduksi oleh akomodasi.
Korelasi antara pelepasan pigmen dan peningkatan TIO dengan glaukoma yang memburuk
telah dilaporkan pada pasien yang memiliki PDS dan PG. Telah diusulkan bahwa endotel trabekula
memfagosit pigmen dan merusak sel, mungkin melalui toksisitas seluler, dan menyebabkan
mereka turun dari trabecular lamela. Trabekula yang gundul tidak lagi berfungsi dengan baik dan
mungkin kolaps, menghalangi aliran keluar akuos.

Tidak semua orang dengan kelebihan pigmen di trabecular meshwork mengembangkan


glaukoma. Pigmentasi padat pada trabekula meshwork dapat bertahan selama 20 tahun tanpa
peningkatan TIO atau aliran keluar yang tidak normal. Ketika pigmen dilepaskan ke anterior
kamar, peristiwa lain terjadi. Mata yang mengalami peningkatan TIO memiliki kesulitan
mengelola kelebihan pigmen. PG mungkin juga jatuh tempo kelainan bawaan dari ruang
anterior, dan itu bisa ada sebagai varian dari POAG.

12
• Sindrom pseudoeksfoliasi (PES).
Kehadiran "flaky" atau bahan pengelupasan putih keabu-abuan "seperti ketombe" di bagian
depan dan ruang posterior mata, dan di konjungtiva dan orbit, disebut sindrom
pseudoexfoliation. bahan ini terakumulasi pada epitel siliaris, zonula, lensa, iris posterior epitel,
pembuluh darah iris intrastromal, bilik mata depan sudut, dan endotel kornea.
Deposit eksfoliatif berhubungan dengan degenerasi silia epitel, zonula (dehiscence zonular dan
subluksasi lensa), dan epitel posterior iris (dispersi pigmen, pupil yang buruk) dilatasi, sinekia
posterior). Sumber sebenarnya dari fibrilasi bahan pseudoexfoliative granular, yang mirip dengan
amiloid di komposisi, tampaknya berbagai membran dasar dari mata, termasuk kapsul lensa. PES
mungkin mewakili abnormal produksi membran basement di beberapa lokasi dengan penuaan sel
epitel, atau mungkin terkait dengan mikrofibril di lapisan elastis elemen jaringan ikat.
Orang dengan PES memiliki prevalensi OAG yang lebih tinggi daripada mereka tanpa
PES. Peningkatan TIO pada glaukoma pseudoexfoliation (PEG) mungkin terjadi karena
penyumbatan mekanis langsung dari aliran keluar akuos dari bilik mata depan oleh
pseudoexfoliative bahan dan butiran pigmen, atau karena disfungsi dari endotel trabekula atau
kadar protein akuos yang tinggi. Beberapa orang dengan PES mempertahankan TIO normal,
meskipun masif deposit di anyaman trabekula, mungkin sebagai akibat dari penurunan produksi
akuos akibat degenerasi epitel silia.

2.12 ETIOLOGI4
Penyakit yang ditandai dengan peningkatan tekanan intra okular ini, disebabkan:

1. Bertambahnya produksi cairan mata oleh badan siliar.

2. Hambatan aliran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau di celah pupil (glaukoma hambatan
pupil).

3. Sangat mungkin merupakan penyakit yang diturunkan dalam keluarga.


4. Glaukoma dapat timbul akibat penyakit atau kelainan dalam mata.

13
5. Glaukoma dapat diakibatkan penyakit lain di tubuh.
6. Glaukoma dapat disebabkan efek samping obat misalnya steroid.

Yang termasuk glaukoma sekuder adalah glaukoma yang disebabkan oleh :

-Uveitis
- Tumor intra okuler

- Trauma mata
- Perdarahan dalam bola mata

- Perubahan-perubahan lensa
- Kelainan-kelainan congenital
- Kortikosteroid
- Post operasi
- Rubeosis iridis
- Penyakit sistemik,dll.
Glaukoma sekunder, kelainannya terdapat pada :
a) Sudut bilik mata, akibat geniosinekia, hifema, stafiloma kornea dan kontusio sudut bilik mata.
b) Pupil, akibat seklusi pupil dan oklusi relative pupil oleh sferotakia.
c) Badan silier, seperti rangsangan akibat luksasi lensa.
Glaukoma dibangkitkan lensa merupakan salah satu bentuk glaucoma sekunder.
Glaukoma terjadi bersama-sama dengan kelainan lensa seperti :
a. Luksasi lensa anterior, dimana terjadi gangguan pengaliran cairan mata ke sudut bilik mata.
b. Katarak imatur, dimana akibat mencembungnya lensa akan menyebabkan penutupan sudut
bilik mata.
c. Katarak hiperatur, dimana bahan lensa keluar dari lensa sehingga menutupi jalan keluar cairan
mata.
Glaukoma yang terjadi akibat penutupan sudut bilik mata oleh bagian lensa yang lisis ini disebut
glaukoma fakolitik, pasien dengan galukoma fakolitik akan mengeluh sakit kepala berat, mata
sakit, tajam pengelihatan hanya tinggal proyeksi sinar. Pada pemeriksaan objektif terlihat edema

14
kornea dengan injeksi silier, fler berat dengan tanda-tanda uveitis lainnya, bilik mata yang dalam
disertai dengan katarak hiperatur. Tekanan bola mata sangat tinggi.

2.13 FAKTOR RESIKO4


Beberapa faktor resiko yang dapat mengarah pada glaukoma adalah:
1. Peredaran dan regulasi darah yang kurang akan menambah kerusakan

2. Tekanan darah rendah atau tinggi


3. Fenomena autoimun
4. Degenerasi primer sel ganglion
5. Usia di atas 45 tahun
6. Riwayat glaukoma pada keluarga
7. Miopia berbakat untuk menjadi glaukoma sudut terbuka
8. Hipermetropia berbakat untuk menjadi glaukoma sudut tertutup
9. Paska bedah dengan hifema atau infeksi

Hal yang memperberat resiko glaukoma adalah:22

a. Tekanan bola mata, makin tinggi, makin berat

b. Makin tua, makin berat


c. Resiko kulit hitam 7 kali dinbanding kulit putih
d. Hipertensi memiliki resiko 6 kali lebih sering
e. Kerja las, 4 kali lebih sering
f. Penderita mempunyai keluarga yang menderita glaukoma, resiko 4 kali lebih sering
g. Penggunaan tembakau 4 kali lebih sering
h. Myopia, resiko 2 kali lebih sering
i. Diabetes mellitus, 2 kali lebih sering
Tanda dini glaukoma tidak boleh diabaikan, karena pemeriksaan yang dini akan memiliki
prognosis yang lebih baik. Oleh karena itu, diperlukan pemeriksaan terhadap glaukoma secara
teratur setiap tahun untuk pencegahan.

15
2.14 PATOFISIOLOGI22

Glaukoma sekunder ini bisa terdapat dengan sudut terbuka ataupun sudut tertutup.

1)Glaukoma Sekunder akibat Uveitis


Terjadi udem jaringan trabekula dan endotel sehingga menimbulkan sumbatan pada muara
trabekula. Peninggian protein pada aqueous dan sel radang akan memblokir trabekula. Juga
terdapat hiperekskresi karena adanya iritasi.

2) Glaukoma Sekunder akibat Tumor Intra Okuler

Glaukoma terjadi karena volume yang ditempati tumor makin lama makin besar, iritasi akibat zat
toksik yang dihasilkan tumor, dan sudut KOA tertutup akibat desakan tumor ke depan.
Contohnya, pada melanoma dan retinoblastoma

3) Glaukoma Sekunder akibat Trauma Mata


Trauma tumpul atau tembus dapat menimbulkan robekan iris atau corpus siliar dan terjadilah
perdarahan pada KOA, TIO meninggi dengan cepat, dan hasil-hasil pemecahan darah atau
bekuan menempati saluran-saluran aliran cairan. Komplikasi yang timbul kalau TIO tidak
diturunkan adalah imbibisi kornea
4) Glaukoma Sekunder akibat Perubahan Lensa
a. Dislokasi lensa (sublukasi/luksasi)
Subluksasi anterior, menekan iris posterior ke depan, sehingga menahan aliran akuos karena
sudut KOA menjadi sempit. Sublukasi juga bisa ke posterior. Luksasi lensa juga bisa ke KOA

b. Pembengkakan lensa
Ini terjadi pada lensa yang akan mengalami katarak. Lensa akan menutup pupil sehingga terjadi

blok pupil
c. Glaukoma fakolitik
Kapsul lensa katarak hipermatur memiliki permeabilitas yang tinggi. Melalui tempat-tempat

16
yang bocor keluar massa korteks, yang kemudian dimakan makrofag di KOA. Makrofag ini
berkumpul di sekeliling jala trabekula dan bersama-sama material lensa akan menyumbat muara
trabekula sehingga terjadilah glaukoma sekunder sudut terbuka.
Mekanisme utama penurunan penglihatan pada glaukoma adalah atropi sel ganglion difus, yang
menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan inti bagian dalam retina dan berkurangnya akson
disaraf optikus. Diskus optikus menjadi atropik, disertai pembesaran cekungan optikus. Iris dan
korpus siliaris juga menjadi atropik dan prosesus siliaris memperlihatkan degenerasi hialin. Pada
kasus ini mekanisme terjadinya glaucoma sekunder yaitu sesuai dengan mekanisme Glaukoma
Fakolitik: Sebagian katarak stadium lanjut dapat mengalami kebocoran kapsul lensa anterior,
sehingga protein-protein lensa yang mencair masuk ke bilik mata depan. Jalinan tabekular
menjadi edematousa dan tersumbat oleh protein-protein lensa dan menimbulkan peningkatan
mendadak tekanan intraocular
d. Glaukoma fakoanafilaktik
Protein lensa dapat menyebabkan reaksi fakoanafilaktik, dalam hal ini terjadi uveitis. Protein dan
debris seluler menempati sistem ekskresi dan menutup aliran akuos
5) Glaukoma Sekunder akibat Kortikosteroid
Patogenesa nya belum jelas. Sering dengan sudut terbuka disertai riwayat glaukoma yang turun
temurun. Beberapa teori menyatakan bahwa terdapat timbunan glikosaminoglikan dalam bentuk
polimer dalam trabekulum meshwork yang mengakibatkan biologic edema sehingga resistensi
humor akuos bertambah, steroid juga diketahui dapat menekan proses fagositosis sel endotel

trabekulum sehingga debris pada cairan humor akuos tertimbun di trabekulum

6) Hemorrhagic Glaucoma

Bentuk ini diakibatkan pembentukan pembuluh darah baru pada permukaan iris (rubeosis iridis)
dan pada sudut KOA. Jaringan fibrovaskuler menghasilkan sinekia anterior yang akan menutup
sudut KOA, akibatnya TIO meninggi, dan mata yang demikian sering mendapat komplikasi dari
recurrent hyfema

17
2.15 Gejala sudut terbuka sekunder23

• Mata tidak terasa sakit


• Mata tenang
• Sedikit atau tidak menimbulkan keluhan
Uveitis : apabila tidak ditangani akan menyebabkan glaucoma sekunder
• Katarak hipermature : korteks lensa mencair
• katarak morgagni (lensa tenggelam kearah bawah) bilik mata menjadi dalam, pada uji
gambaran iris akan memeberikan gambaran pseudopositif
• Trauma tumpul : hifema adanya darah di bilik mata depan dan peningkatan TIO

1. Glaukoma Pigmentasi11
Diagnosis banding glaukoma pigmentasi melibatkan gambaran klinis yang sama pendekatan
sebagai evaluasi awal dan tindak lanjut yang komprehensif dari orang yang dicurigai POAG. PG
sering didiagnosis pada usia lebih dini pada pria dibandingkan pada wanita, dan pria membutuhkan
perawatan medis yang lebih agresif dan terapi bedah.
Presentasi klinis sindrom dispersi pigmentasi dengan PG terkait meliputi:
• Cacat transiluminasi seperti jari-jari di perifer tengah iris
• Pigmen pada permukaan anterior iris, seringkali konsentris cincin di dalam alur iris
• Pigmen di ruang anterior dan posterior, dan mungkin Spindel Krukenberg pada endotel kornea
• Sebuah anyaman trabekula yang padat dan berpigmen homogen, terutama posterior
• Sudut bilik mata depan yang dalam dan terbuka dengan kemungkinan posterior membungkuk
(cekung) iris
• Naiknya TIO ke level yang agak tinggi, dengan dramatis fluktuasi
•Pelepasan pigmen akibat pelebaran pupil 3 atau berat latihan, yang membutuhkan penilaian TIO
setelah dilatasi

2. Glaukoma pseudoeksfoliasi11

18
Diagnosis banding PEG melibatkan pendekatan klinis yang sama dengan evaluasi awal dan tindak
lanjut dari orang-orang yang dicurigai POAG, dengan perhatian khusus pada biomikroskopi dan
gonioskopi. Evolusi dari perubahan pigmen dan lensa pertama hingga PES skala penuh mungkin
memerlukan 5– 10 tahun. Presentasi klinis PES dengan PEG terkait termasuk:
• Distribusi bahan pseudoexfoliative pada margin pupil iris dan pada permukaan lensa,
sebagai pusat tembus cahaya cakram dengan tepi melengkung yang dikelilingi oleh zona
bening berbentuk lingkaran
• Zona granular perifer pada permukaan anterior lensa, paling baik dilihat melalui pupil yang
melebar
• Cacat transiluminasi pada iris dekat pupil danpigmentasi trabekula ; butiran pigmen yang
dapat membentuk pola melingkar di atas otot sfingter pada permukaan iris
• Depigmentasi pupillary ruff
• Respon pupil yang buruk terhadap agen midriatik topikal
• Pembentukan katarak yang dipercepat

2.16 Diagnosis Glaukoma Sudut Terbuka

Anamnesis

Masalah utama dalam mendeteksi glaukoma sudut terbuka primer adalah tidak adanya gejala
sampai stadium akhir. Mulai timbulnya gejala glaukoma primer sudut terbuka agak lambat yang
kadang-kadang tidak disadari oleh penderita sampai akhirnya berlanjut dengan kebutaan. Sewaktu
pasien menyadari ada pengecilan lapangan pandang, biasanya telah terjadi pencekungan
glaukomatosa yang bermakna. Mata tidak merah atau tidak terdapat keluhan, yang mengakibatkan
terdapat gangguan susunan anatomis dan fungsi tanpa disadari oleh penderita.

Pada glaukoma sudut terbuka, kerusakan lapangan pandang mata dimulai dari tepi lapangan
pandang dan lambat laun meluas ke bagian tengah. Dengan demikian penglihatan sentral (fungsi
macula) bertahan lama, walaupun penglihatan perifer sudah tidak ada sehingga penderita tersebut
seolah-olah melihat melalui teropong (tunnel vision). 21

19
Dari anamnesis glaukoma sekunder Penyakit sistemik yang mungkin mempengaruhi penglihatan
atau mempengaruhi pengobatan nantinya juga perlu dianamnesis, seperti penyakit diabetes
mellitus, penyakit paru-paru dan kardiovaskuler, hipertensi dan berbagai penyakit neurologis
lainnya perlu dianamnesis. Pada anamnesis juga harus dicantumkan riwayat ophtalmologi, baik
yang sekarang ataupun yang lampau, derajat social, riwayat penggunaan tembakau dan alcohol,
dan riwayat penyakit dalam keluarga.23

Pemeriksaan mata11
• Ketajaman visual (VA). Jarak koreksi terbaik atau ketajaman visual dekat, atau keduanya, harus
diukur sebagai salah satu indikator integritas sistem penglihatan sentral.
• Biomikroskopi. Penilaian kornea dan struktur ruang anterior dan posterior, baik sebelum dan
sesudah pupillary dilatasi, harus dilakukan untuk mengevaluasi anomali atau kelainan yang dapat
menyebabkan atau berkontribusi pada kelainan sekunder peningkatan TIO. Kedalaman bilik mata
depan harus diperkirakan.
• Tonometri. Pengukuran TIO harus mendahului pupil dilatasi dan gonioskopi. Instrumen yang
digunakan, serta waktu hari pada pemeriksaan, harus dicatat. Beberapa pengukuran di setiap mata
(tonometri serial) pada berbagai waktu dalam sehari dapat membantu untuk mengevaluasi
variabilitas diurnal. Perhatian harus diarahkan terhadap perbedaan antara TIO kedua mata dan
perubahan tekanan dari waktu ke waktu. TIO cenderung meningkat ketika seseorang berbaring
pada waktu tidur (berasumsi posisi terlentang), dan terus berlanjut meningkat selama jam-jam
malam, terlepas dari penurunan produksi air selama periode ini. TIO cenderung mencapai
puncaknya sekitar 05:30, tepat sebelum bangun. Sekitar 6 persen dari TIO
lonjakan terjadi di luar jam kantor tradisional.
• pakimetri. Pengukuran CCT dengan pachymeter adalah diindikasikan sebagai bagian dari
evaluasi pasien dengan glaukoma atau tersangka glaukoma. Pemeriksa harus melakukan
pachymetry pada setiap mata, mengambil tiga atau lebih pengukuran dan menggunakan rata-rata
pengukuran ini untuk setiap mata. pengukuran TIO oleh Tonometri aplanasi Goldmann (GAT)
mengasumsikan CCT . rata-rata dari 520 m.
Penilaian lapisan serat saraf. Prosedur untuk mengevaluasi integritas NFL mirip dengan yang
dijelaskan untuk mengevaluasi ON . NFL paling baik divisualisasikan menggunakan fotografi

20
digital atau teknik stereofotografi dengan iluminasi bebas merah dan resolusi film hitam
putih. Pemeriksaan serial NFL lebih sensitif daripada evaluasi warna ON dalam mendeteksi mata.
konversi dari OH ke POAG. Dalam satu penelitian, sebagian kecil dari mata (sekitar 20%) dengan
OH yang diubah menjadi glaukoma selama periode 5 tahun menunjukkan perubahan ON,
sementara sekitar 50 persen menunjukkan berkembang atau memburuknya atrofi NFL.
Penilaian area peripapiler. Atrofi daerah peripapiler (PPA) terjadi lebih sering pada mata dengan
glaukoma daripada dengan OH atau pada mata normal. TIO mungkin tidak berpengaruh secara
signifikan tingkat atrofi PPA, tetapi atrofi di kedua zona alpha (periferal ke zona beta) dan zona
beta (berbatasan dengan optik kepala saraf) secara signifikan lebih luas di mata dengan
glaukoma. Zona beta atrofi lebih sering terjadi secara signifikan pada orang dengan glaukoma
dibandingkan pada individu normal, namun pengukuran zona beta mungkin kegunaannya terbatas
di deteksi atau tindak lanjut dari glaukoma.
fotografi fundus. Sebagai sarana untuk meningkatkan akurasi klinis diagnosis dan tindak
lanjut, fotografi fundus stereoskopik melalui pupil yang melebar lebih disukai. Evaluasi kualitatif
dari fitur struktural ON, NFL, dan PPA sekitarnya, dan dari fungsi (parameter VF) dengan
pengamatan langsung dan penilaian foto mungkin menawarkan lebih banyak presisi diagnostik
daripada evaluasi kuantitatif (misalnya, analisis pencitraan digital) dalam menentukan adanya
kerusakan glaukoma struktural pada tahap kehilangan VF awal.
Bidang visual. Pengukuran tingkat ambang batas di area VF kemungkinan akan terpengaruh oleh
kerusakan glaukoma harus dilakukan dengan: perimetri melalui pupil dengan ukuran yang
memadai. Hasil dari perimetri harus dibandingkan dengan nilai referensi dari populasi kontrol
yang sesuai dengan usia dan dievaluasi sehubungan dengan kemungkinan temuan abnormal
(glaukoma).

21
Pencitraan15

Teknologi pencitraan telah menjadi bagian yang bertanggung jawab atas pergeseran
paradigma menuju diagnosis dini glaukoma (pre- glaukoma perimetrik). Beberapa modalitas
pencitraantersedia untuk dokter mata termasuk fotografi fundus, tomografi koherensi optik
posterior (OCT) dan laser pemindaian (HRT, GDx). Peran OCT posterior dalam glaukoma
diringkas di bawah :
Jika belum dilakukan selama mata komprehensif pemeriksaan, OCT dapat dilakukan saat
diagnosis tahap untuk mengkonfirmasi dugaan kehilangan NRR struktural terlihat pada
pemeriksaan funduskopi.
Kuantifikasi informasi struktural (seperti RNFL ketebalan dan ketebalan lapisan sel ganglion).
Analisis longitudinal untuk menentukan signifikansi berubah dari waktu ke waktu. Ada batasan
OCT dengan "merah dan hijau" penyakit”, dengan positif palsu dan negatif palsu, ketika sinyal
lampu lalu lintas diterapkan pada instrumen database normatif yang mendasarinya. Karena ini
keterbatasan, dokter harus hati-hati dan kritis cermati output dari instrumen dan pertanyaan
integritas data, untuk menentukan apakah hasil nalar. Data mentah (Peta panas dan kurva TSNIT)
adalah lebih berguna daripada peta deviasi

2.17 TATALAKSANA

Tujuan pengobatan secara keseluruhan tidak hanya untuk mempertahankan penglihatan


dan fungsi visual, tetapi juga untuk menjaga kualitas hidup. TIO menurunkan tetap menjadi
andalan untuk mencegah glaucoma kemajuan, dan merupakan satu-satunya yang didirikan saat ini
paradigma pengobatan. Rencana pengelolaan dapat mencakup terapi anti-glaukoma topikal (dalam
optometrik) ruang lingkup praktik), perawatan laser, perawatan bedah atau menunggu dengan
waspada. Di antara strategi ini adalah kebutuhan untuk menyeimbangkan agresi pengobatan yang
diperlukan untuk melestarikan struktur dan fungsi okular dengan dampak potensial dari terapi pada
kualitas hidup pasien.

22
Penilaian tingkat keparahan17
Setelah diagnosis glaukoma dibuat, tingkat keparahannya glaukoma harus ditentukan oleh
derajat kerusakan saraf optik struktural dan/atau kehilangan fungsi. Setelah tingkat keparahan
glaukoma ditetapkan, ini membantu dalam mengatur TIO target yang sesuai, memilih bentuk
terbaik pengobatan (topikal, laser atau bedah), dan membimbing rencana tindak lanjut dan/atau
rujukan. Ada beberapa sistem pementasan berbeda yang tersedia untuk menilai tingkat keparahan
glaukoma, dengan kelebihan dan kekurangan sendiri. Satu contoh adalah Enhanced Glaucoma
Staging System (GSS 2) yang menyediakan klasifikasi standar yang dapat diulang hilangnya
bidang visual fungsional pada pasien saat menggunakan hasil Humphrey Field Analyzer atau
Octopus .
Skala penilaian lainnya adalah Hodapp-Parrish-Anderson (HPA) kriteria, yang umum digunakan
oleh glaukoma peneliti. Ini menggabungkan kedua kerusakan keseluruhan di sehubungan dengan
nilai deviasi rata-rata (atau cacat rata-rata) dan lokasi defek relatif terhadap makula.

Namun sistem ini terkadang bisa memakan waktu dan melebih-lebihkan kerugian
fungsional tetapi sangat sensitif untuk glaukoma dini dan kerusakan saraf halus . Penggunaan
modalitas pencitraan yang produktif baru-baru ini telah memperkuat dan mempopulerkan konsep
pra-perimetriglaukoma, atau glaukoma di mana struktur yang dapat diamati cacat hadir tanpa
adanya statistic kehilangan fungsi yang signifikan. Pergeseran paradigma ini telah
dimanifestasikan dalam pedoman glaukoma terbaru oleh American Academy of Ophthalmology,
yang mencantumkan glaukoma ringan – glaukoma tanpa bidang visual cacat – sebagai tahap awal
glaukoma

23
Menargetkan tekanan intraokular17
Target TIO adalah perkiraan tekanan intraokular yang dibutuhkan untuk memperlambat
atau menghentikan neuropati optik glaukoma dan perlu individual untuk setiap pasien. Target TIO
adalah perkiraan yang berasal dari uji klinis glaukoma dan tergantung pada sejumlah faktor
termasuk tingkat keparahan penyakit, dan faktor risiko okular dan sistemik lainnya, termasuk TIO
dasar di mana kerusakan terjadi, usia pasien, harapan hidup dll.
Pada pasien dengan glaukoma yang baru didiagnosis, terlepas dari tingkat TIO awal,
pengobatan mengurangi risiko perkembangan, dengan setiap mmHg penurunan TIO kira-kira
sama dengan 10% pengurangan risiko Panjang-tindak lanjut jangka panjang pasien menunjukkan
bahwa mempertahankan TIO dikaitkan dengan penurunan perkembangan visual cacat lapangan.
Perawatan awal yang masuk akal dalam sudut terbuka primer pasien glaukoma adalah untuk
mengurangi TIO sebesar 20-30% di bawah baseline dan untuk menyesuaikan naik atau turun
seperti yang ditunjukkan oleh penyakit kursus dan tingkat keparahan.
Penurunan persentase yang lebih tinggi dalam TIO dapat dipilih jika:
• Terjadi kerusakan saraf optik yang lebih parah
• Kerusakan kepala saraf optik berkembang pesat
• Ada faktor risiko lain yang ada (misalnya riwayat keluarga,
• usia, perdarahan diskus)
• Penurunan persentase yang lebih rendah dalam TIO dapat dipilih jika:
• Risiko pengobatan agresif lebih besar daripada manfaatnya
• (misalnya jika pasien tidak mentoleransi pengobatan/laser
• pengobatan atau memiliki risiko tinggi untuk intervensi bedah)
• Pasien memiliki penyakit yang sangat ringan/ jika pasien seumur hidup
• harapan terbatas

Tidak ada praktisi yang dapat mengetahui target TIO yang sebenarnya untuk setiap pasien tertentu
sebelum memulai terapi glaukoma. Kesesuaian target hanya terungkap sekali Stabilitas struktural
dan fungsi dinilai melalui sejumlah tahun. Jika pasien terus berkembang bahkan pada tekanan
target, target TIO perlu diturunkan lebih lanjut sampai stabilitas struktur dan fungsi terjadi. Target

24
TIO harus ditinjau pada kunjungan tindak lanjut dan pengaturan ulang dan didokumentasikan jika
diperlukan

Terapi topikal17
Farmakoterapi topikal umumnya dipertimbangkan andalan pengobatan glaukoma, terutama untuk
dokter mata. Obat untuk mengobati glaucoma dibagi menjadi beberapa kelas, tergantung pada
mekanisme aksi. Saat ini, ini termasuk:
Analog Prostaglandin
Beta-blocker
Alpha2-agonis
Penghambat karbonat anhidrase
Parasimpatomimetik

25
Analog Prostaglandin
Ada beberapa alasan mengapa prostaglandin analog dianggap sebagai terapi lini pertama
untuk glaukoma. Sebagai monoterapi, umumnya yang paling berkhasiat untuk menurunkan
TIO dan juga meratakan kurva variasi diurnal (yaitu mengendalikan fluktuasi TIO). Efek
penurunan TIO juga bertahan dari waktu ke waktu, tidak seperti beberapa alternatif yang dapat
mengakibatkan pengembangan takifilaksis. Efek samping analog prostaglandin terutama kosmetik
di alam. Namun, ini mungkin sumber ketidakpatuhan, sehingga pasien perlu
diperingatkan dengan tepat sebelum memulai pengobatan. Jika prostaglandin awal
sebagian efektif tetapi tidak tidak mencapai target TIO, pertimbangkan untuk beralih dalam kelas
analog prostaglandin, sebagai pasien individu mungkin menanggapi setiap obat secara berbeda.
Ada beberapa bukti bahwa prostaglandin dapat menipiskan kornea dari waktu ke waktu, yang
harus dipertimbangkan ketika meninjau untuk efektif kontrol glaukoma. Ulangi CCT pada pasien
yang menjalani terapi prostaglandin jangka panjang, biasanya pada kornea penipisan menjadi
stabil setelah 2-3 tahun dan bersifat reversible ubah.

Beta blocker

Sebelum penemuan terapi analog prostaglandin, beta-blocker adalah terapi lini pertama
untuk topikal terapi glaukoma. Beta-blocker masih memiliki peran sebagai first- terapi topikal lini
terutama dalam kasus-kasus berikut: Intoleransi terhadap analog prostaglandin (termasuk efek
kosmetik) Perawatan sepihak (untuk menghindari efek kosmetik sepihak analog prostaglandin)
Kekhawatiran tentang kehadiran atau potensi kehadiran peradangan mata Beta-blocker dalam
larutan pembentuk gel mungkin yang terbaik cocok untuk terapi, karena pemeliharaan kemanjuran
(25% pengurangan) hanya sekali sehari dosis. Secara khusus, larutan pembentuk gel timolol
adalah obat yang biasa diresepkan dan beta-blocker yang dipelajari dengan baik dan dosisnya
sekali sehari adalah pilihan klinis yang menarik.
Beta-blocker tidak mungkin menjadi pengobatan lini pertama untuk sebagian besar pasien,
bahkan obat-obatan kardio-selektif, mengingat ketersediaan obat alternatif yang lebih aman. Beta-

26
blocker tidak boleh digunakan pada awal atau pertengahan periode kehamilan atau asma dan
PPOK , atau jika sudah diambil secara sistemik.

Agonis alfa-2
Agonis alfa-2 terutama dianggap sebagai terapi lini atau pengobatan tambahan dalam
manajemen dari glaukoma. Indikasi untuk monoterapi menggunakan agonis alfa-2 meliputi:
intoleransi terhadap prostaglandin analog plus kontraindikasi untuk penggunaan beta-blocker,
penggunaan jangka pendek dengan adanya peradangan pada mata (seperti uveitis) atau sebagai
pengobatan sementara sebelum menjalani perawatan glaukoma laser atau bedah. Meskipun
produksi air juga dikurangi oleh beta-blocker, agonis alfa-2 bekerja pada reseptor yang berbeda
dan harus Oleh karena itu dianggap sebagai pelengkap beta-bloker

Penggunaan agonis alfa-2 sering terbatas pada glaukoma jangka Panjang manajemen karena
seringnya perkembangan folikel konjungtivitis, kemanjuran yang lebih rendah daripada analog
prostaglandin dan jadwal pemberian dosis yang lebih sering. Frekuensi alergi mata bervariasi
tetapi dapat terjadi hingga sepertiga dari Pasien. Alergi tampaknya lebih jarang terjadi dengan
agonis alfa-2 digunakan dalam kombinasi dosis tetap dengan timolol (Combigan).
Salah satu studi kunci yang mengklaim menunjukkan efek neuroprotektif dari brimonidine
membandingkannya untuk timolol pada pasien dengan glaukoma tegangan rendah. Brimonidine
bisa dibilang menikmati popularitas di manajemen glaukoma sejak itu, tetapi dokter harus
menyadari bahwa penelitian selanjutnya telah gagal untuk menunjukkan efek neuroprotektif sejati
untuk obat. Pada kehamilan, brimonidin dapat digunakan pertama kali dan trimester kedua, tetapi
harus dihindari pada trimester ketiga.

Penghambat karbonat anhidrase


Inhibitor karbonat anhidrase, seperti agonis alfa-2, adalah juga dianggap sebagai terapi lini kedua
untuk glaukoma. Karbonat anhidrase adalah enzim yang mengkatalisis hidrasi karbon dioksida dan
dengan demikian penghambatan berkurang produksi air dari filtrasi aktif dalam non- epitel
berpigmen dari pars plicata. Saat berkurang produksi air melalui jalur alternatif untuk beta- blocker,
ia bertindak secara sinergis dengan antiglaucoma lainnya obat-obatan. Brinzolamide biasanya
direkomendasikan daripada dorzolamide karena efikasi dan tolerabilitas yang lebih baik.

27
Parasimpatomimetik
Pilocarpine adalah satu-satunya simpatomimetik jarang digunakan di zaman modern manajemen
glaukoma.

Kombinasi tetes
Ada sejumlah kombinasi tetes saat ini tersedia di pasar Australia. Ini dianggap terapi lini kedua
dan diringkas dalam Jika mempertimbangkan menggunakan kombinasi tetes yang efek
sampingnya dan mekanisme kerja masing-masing bahan aktif harus dipertimbangkan, juga bahwa
jika obat kombinasi untuk digunakan dalam kombinasi dengan penurun TIO topikal lainnya obat
yang harus dilakukan untuk menghindari double up dalam kelas obat.

Terapi laser17
Trabeculoplasty laser argon adalah teknik yang lebih tua tidak lagi digunakan, sebagian besar
digantikan oleh laser selektif trabekuloplasti (SLT). Mekanisme SLT diperkirakan menjadi
peningkatan aliran keluar air. Secara praktis, Prosedurnya singkat, biasanya dilakukan di kantor,
prosedur rawat jalan, memiliki pemulihan yang cepat dan sangat baik profil
keamanan. Komplikasi biasanya bersifat sementara dan membatasi diri.

Ini dapat mencakup: peradangan ruang anterior ringan dan lonjakan TIO setelah perawatan,
dengan lonjakan TIO diamati lebih sering pada mata dengan pigmentasi berat trabecular meshwork
atau pada mereka dengan PXG.
Meskipun terapi topikal biasanya dianggap sebagai pengobatan lini pertama, SLT dapat dianggap
sebagai lini pertama pengobatan pada glaukoma sudut terbuka (baik primer atau,
sekunder). Beberapa indikasi termasuk :
• Pasien muda
• Terapi hemat obat (menghindari efek samping),
baik sebagai monoterapi atau pengobatan yang mengurangi pengobatan
• Ketidakpatuhan atau intoleransi pengobatan (kurang
penurunan kualitas hidup)

28
• Perawatan aditif / tambahan di atas topikal yang ada
Terapi

Kemampuan SLT untuk mencapai pengurangan TIO setidaknya 20% telah dilaporkan dalam
literatur secara umum cukup tinggi (sekitar 85%), dan sebanding dengan terapi topikal bila
dibandingkan head-to-head. SLT juga tampaknya mengurangi fluktuasi TIO tetapi mungkin tidak
sebaik analog prostaglandin, yang mungkin penting untuk risiko perkembangan glaucoma.
Salah satu masalah dengan SLT adalah efek yang semakin berkurang waktu. Misalnya, satu
penelitian menunjukkan bahwa hanya 11-31% pasien akan mencapai pengurangan TIO> 20%
pada 5 tahun

Pedoman Umum Penatalaksanaan Pasca Operasi


Pasien Setelah Trabeculoplasty Laser Argon

29
Pilihan perawatan bedah17

2.18 Prognosis

Apabila terdeteksi dini, sebagian besar pasien glaukoma dapat ditangani dengan baik secara medis.
Tanpa pengobatan, glaukoma sudut terbuka dapat berkembang secara perlahan sehingga akhirnya
menimbulkan kebutaan total. Apabila obat tetes antiglaukoma dapat mengontrol tekanan
intaokular pada mata yang belum mengalami kerusakan glaumatosa luas, prognosis akan baik

30
BAB III
KESIMPULAN

Glaukoma adalah penyebab utama kebutaan. Diagnosis dan pengobatan dini dapat
mencegah penglihatan kerugian dari penyakit. Dokter perawatan primer harus mempertimbangkan
untuk merujuk pasien dengan riwayat penyakit keluarga untuk pemeriksaan oftalmologis
lengkap. Selain itu, evaluasi saraf optik dengan oftalmoskopi langsung dapat mengidentifikasi
tanda-tanda yang mencurigakan kerusakan saraf optik yang juga harus segera dirujuk ke spesialis
perawatan mata.
Penatalaksanaan glaukoma bervariasi tergantung pada yang mendasarinya mekanisme
penyebab, dengan opsi yang cenderung lebih awal intervensi bedah untuk kedua sudut terbuka dan
sudut tertutup glaukoma koma. Sementara peningkatan penerimaan SLT dan pengenalan
tion perangkat MIGS sudah mulai mengubah wajah glaukoma manajemen, tetes mata penurun
TIO tetap menjadi dasar perlakuan. Kepatuhan adalah batasan pengobatan yang berkelanjutan dan
terapi masa depan sedang dirancang untuk mengurangi ini Koordinasi perawatan pasien, yang
penting untuk meningkatkan probabilitas keberhasilan, melibatkan komunikasi dengan keluarga
pasien dokter, konsultasi dengan spesialis glaukoma yang sesuai, pasien pendidikan tentang
penyakit, instruksi pasien yang tepat, dan ketekunan untuk memastikan kepatuhan maksimum
pasien dengan rejimen terapi.
Penatalaksanaan pasien glaukoma memerlukan pemeriksaan mata komprehensif berkala
pemeriksaan, frekuensi yang akan bervariasi, tergantung pada keparahan dan stabilitas penyakit
Efektivitas pengobatan POAG tergantung pada spesifik modalitas dan bervariasi secara signifikan
Target TIOuntuk menjaga stabilitas selama pengobatan POAG perlu disesuaikan secara individual,
tergantung pada usia pasien, kumulatif risiko perkembangan penyakit, dan tingkat keparahan
glaukoma

31
Referensi
1. 1 Bourne RRA, Stevens GA, White RA, et al, on behalf of the Vision Loss Expert Group.
Causes of vision loss worldwide, 1990–2010: a systematic analysis. Lancet Glob Health
2013; 1: e339–49.
2. Diagnosis and management of open angle glaucoma: suggested guidelines for optometrists
Accepted for publication: 22 June 2000
3. Kanski J J. Atlas Bantu Oftalmologi. Hipokrates. Jakarta. 1992.
4. Ilyas S, Tanzil M, Salamun, Azhar Z. Sari Ilmu Penyakit Mata. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta. 2000.
5. Vaughan DG, EVA RP, Asbury T., Oftalmologi Umum. Edisi 14. Widya Medika. Jakarta.
2000.

6. Tham YC, Li X, Wong TY, Quigley HA, Aung T, Cheng CY.


Global prevalence of glaucoma and projections of glaucoma burden through 2040: a
systematic review and meta-analysis. Ophthalmology 2014; 121: 2081–90.
7. Ritch R. Exfoliation syndrome: the most common identifiable cause of open-angle
glaucoma. J Glaucoma 1994; 3: 176–78.
8. Congdon NG, Youlin Q, Quigley H, et al. Biometry and primary angle-closure glaucoma
among Chinese, white, and black populations. Ophthalmology 1997; 104: 1489–95.
9. Aiello LP, Avery RL, Arrigg PG, et al. Vascular endothelial growth factor in ocular fluid
of patients with diabetic retinopathy and other retinal disorders. N Engl J Med 1994; 331:
1480–87.
10. Riordan P, Augsburger J. Vaughan & Asbury’s General Ophthalmology. 19th
edition.USA: McGraw-Hill Education. 2018.
11. Murray Fingeret, O.D., Principal Author, American Optometric Association, 2011
243 N. Lindbergh Blvd., St. Louis, MO 63141-7881
12. Wang, N. et al. Orbital serebrospinal Ruang Cairan di Glaukoma: The Beijing intrakranial
dan Studi Tekanan Intraokular (iCOP). Oftalmologi 119, 2065–2073.e1 (2012).
13. Quigley HA, McKinnon SJ, Zack DJ, et al. Retrograde axonal transport of BDNF in retinal
ganglion cells is blocked by acute IOP elevation in rats. Invest Ophthalmol Vis Sci. 2000;
41(11): 3460–3466. [PubMed: 11006239]
14. Heijl, A., Bengtsson, B., Hyman, L. & Leske, MC Sejarah Alam Glaukoma Sudut Terbuka.
Oftalmologi 116, 2271-2276 (2009).
15. Ly A, Phu J, Katalinic P, Kalloniatis M. Pendekatan berbasis bukti untuk penggunaan rutin
tomografi koherensi optik. Clin Exp Optom. 2018
16. David M Cockburn Diagnosis and management of open angle glaucoma: suggested
guidelines for optometrists, Accepted for publication: 22June 2000
17. Optometry Australia Glaucoma Clinical Practice Guide, Clinical Practice Guide for the
Diagnosis and Management of Open Angle Glaucoma 2020, Updated December 2020
18. Straus H, Glaucoma, Basic Clinical Science Course, The Foundation of The American
Academy of Ophthalmology, 2001, h 10-1
19. Riordan P, Eva, Vaughan D ; Glaukoma Sudut Terbuka Primer; dalam Sujono J,
Oftalmologi Umum, Jakarta, Widya Medika, 2000 ; h 220-38; 230-1

32
20. Anonim, Glaukoma, available from http://www.medicastore.com
21. Wijana N. Glaukoma. Dalam : Ilmu Penyakit Mata. Jakarta; 1993
22. Suhardjo et. Al. 2007. Ilmu Kesehatan Mata, Bagian Ilmu Penyakit Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
23. Hamurwono et. Al., 1996. Ilmu Penyakit Mata, Airlangga University Press,
Surabaya
24.

33

Anda mungkin juga menyukai