Anda di halaman 1dari 25

Telaah Ilmiah

ENDOFTALMITIS

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti


kepaniteraan klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya/ RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang

Oleh:

Kiagus Abdul Rahman Shiddiq, S.Ked 04084822225164

Pembimbing:

dr. Petty Purwanita, Sp.M(K), Subsp. IIM

KELOMPOK STAFF MEDIK ILMU KESEHATAN MATA


RSUP DR. MOHAHMMAD HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2022
HALAMAN PENGESAHAN

Telaah Ilmiah

Judul:

Endoftalmitis

Oleh:

Kiagus Abdul Rahman Shiddiq, S.Ked

04084822225164

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian
kepaniteraan klinik senior di Bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang periode 2-29
Januari 2023

Palembang, Januari 2023

Pembimbing,

dr. Petty Purwanita, Sp.M(K), Subsp. IIM

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah telaah ilmiah dengan
judul “Endoftalmitis” untuk memenuhi tugas telaah ilmiah yang merupakan bagian
dari sistem pembelajaran dan penilaian kepaniteraan klinik, khususnya di Bagian
Ilmu Kesehatan Mata Universitas Sriwijaya.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Petty
Purwanita, Sp.M(K), Subsp. IIM dan kakak PPDS pengampu dr. Alifvia Nabdakh
yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan arahan selama
proses penyusunan telaah ilmiah ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan telaah ilmiah ini


masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala sarandan
kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan.

Palembang, Januari 2023

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................... ii

KATA PENGANTAR .............................................................................. iii

DAFTAR ISI ............................................................................................. iv

DAFTAR GAMBAR ................................................................................. v

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 2

2.1 Anatomi dan Fisiologi Bola Mata ................................................ 2

2.2 Endoftalmitis ................................................................................ 6

2.2.1 Etiologi...................................................................................... 6

2.2.2 Patogenesis................................................................................ 7

2.2.3 Manifestasi Klinis ................................................................... 11

2.2.4 Diagnosis ................................................................................ 11

2.2.5 Tatalaksana ............................................................................. 12

2.2.6 Prognosis ................................................................................. 14

BAB III. KESIMPULAN ........................................................................ 15

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 16

iv
DAFTAR GAMBAR

1. Potongan horizontal bola mata ................................................................... 2


2. Gambaran fundus ....................................................................................... 5
3. Gambaran endoftalmitis akut pasca operasi ............................................... 7
4. Gambaran endoftalmitis kronik pasca operasi ........................................... 8
5. Gambaran makroskopis vitreous pada endoftalmitis .................................. 11
6. Gambaran mikroskopis vitreous pada endoftalmitis................................... 11

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Endoftalmitis adalah sebuah kedaruratan pada mata yang ditegakkan


ketika terdapat inflamasi pada cairan (aqueous dan vitreous) intraokular yang
berhubungan dengan infeksi bakteri dan jamur. Endoftalmitis merupakan
kejadian yang jarang namun merupakan komplikasi yang membahayakan.
Kejadian rata-rata tahunan adalah sekitar 5 per 10.000 pasien yang dirawat.1

Endoftalmitis terbagi atas endogen dan eksogen, pada endoftalmitis


endogen dapat terjadi akibat penyebaran bakteri maupun jamur yang berasal
dari fokus infeksi di dalam tubuh terjadi sekitar 2-8%, sedangkan endoftalmitis
eksogen sering terjadi oleh karena trauma pada bola mata (20%) atau pasca
operasi intraokular (62%). Insiden endoftalmitis bakteri dilaporkan mencapai
0,06% pada level terendah dan tertinggi sebanyak 0,5%.2

Diagnosis endoftalmitis berdasarkan kondisi klinis ditandai dengan


edema palpebra, kongesti konjungtiva, dan hipopion. Penurunan visus bisa
terjadi bahkan hingga kehilangan pengelihatan. Kecurigaan terhadap
endoftalmitis harus diperiksa dengan USG sebagai gold standar.3

1.2 Tujuan

Tujuan penulisan ilmiah ini untuk mengetahui mengenai endoftalmitis


sehingga dokter umum memiliki dasar tindakan yang akan dilakukannya,
berdasarkan SNPPDI 2019, endoftalmitis tergolong pada kompetensi 3B,
sebagai dokter muda penulis diharapkan mampu membuat diagnosis klinis
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang dan memberikan
terapi pendahuluan pada keadaan gawat darurat.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Bola Mata

Mata merupakan organ yang dapat menangkap pola iluminasi di


lingkungan sebagai "gambar optik" pada lapisan sel peka cahaya, yaitu retina.
Bola mata terletak di rongga orbital, lokasi yang berfungsi untuk
melindunginya dan merupakan origo untuk enam otot ekstrinsik yang
menghasilkan gerakan okular.4,5
Bola mata terdiri dari dua segmen atau bilik dengan ukuran berbeda
yang ditempatkan satu di depan yang lain. Segmen anterior yang lebih kecil
transparan dan membentuk sekitar seperenam dari bola mata, dan memiliki
jari – jari sekitar 8 mm. Segmen posterior yang lebih besar tidak tembus
pandang dan membentuk sekitar 5/6 dari bola mata5

Gambar 1. Potongan horizontal bola mata. (Snell’s Clinical Antomy by


Regions. 10th ed. Walters Kluwer. 2018 p.400)

2
Bola mata terdiri dari tiga lapis atau lapisan. Dari eksternal ke internal,
yaitu tunica fibrosa, tunica vaskulosa, dan tunica nervosa. Bola mata
mengandung tiga media pendukung/refraksi utama: aqueous humor, vitrieous
humor, dan lensa.
1. Tunica fibrosa

Tunica fibrosa merupakan lapisan terluar bola mata yang terdiri


dari bagian posterior yang buram, sklera, dan bagian transparan anterior,
kornea. Sklera terdiri dari jaringan fibrosa padatdan berwarna putih. Saraf
optik menembus sklera posterior, dan lapisan dural saraf optic menyatu
dengan sklera. Lamina cribrosa adalah area sklera yang ditembus oleh
serabut saraf saraf optik. Arteri dan saraf siliaris dan vena terkait, venae
vorticosae, juga menembus sklera. Sklera secara langsung berlanjut di
depan dengankornea di persimpangan corneoscleral, atau limbus. Lamina
cribrosa adalah area yang relatif lemah, maka dapat dibuat menonjol
keluar dengan peningkatan tekanan intraokular, menghasilkan cupped
disc.5,7
Kornea sebagian besar bertanggung jawab untuk pembiasan
cahaya yang masuk ke mata dan merupakan media bias palingpenting dari
mata. Daya refraksi ini terjadi pada permukaan anteriorkornea, di mana
indeks bias kornea sangat berbeda dengan indeks bias udara. Kornea
adalah avaskular dan tanpa drainase limfatik, dimana kornea diberikan
nutrisi oleh difusi dari aqueous humor dandari kapiler di tepinya. Kornea
dipersarafi oleh saraf siliaris, yang merupakan percabangan dari saraf
trigeminal7

2. Tunica vasculosa

Tunica vasculosa atau lapisan vascular berpigmen, sering juga


disebut dengan uveal tract, terdiri atas koroid, badan siliaris, dan iris yang
membentuk struktur kontinu. Koroid adalah lapisan tipis, lembut,
berwarna coklat yang melapisi permukaan bagian dalam sklera. Bagian
ini memiliki banyak pembuluh darah. Koroid terbentang dari nervus
optikus di posterior hingga badan siliaris di anterior. Permukaan

3
dalamnya halus dan melekat erat pada lapisan pigmen retina sedangkan
permukaan luarnya kasar. 5
Badan siliaris merupakan bagian yang berlanjut ke posterior
dengan koroid, dan di anterior, bagian ini terletak di belakang tepi perifer
iris. Badan siliaris terdiri dari cincin siliaris, prosesus siliaris, dan otot
siliaris Iris adalah diafragma tipis, kontraktil, berpigmen dengan bukaan
sentral, yaitu pupil. Iris tergantung dalam aqueous humor antara kornea
dan lensa. Tepi iris melekat pada permukaan anterior badan siliaris. Iris
membagi ruang antara lensa dan kornea menjadi ruang anterior dan
posterior.7

3. Tunica nervosa

Tunica nervosa atau lapisan saraf (sensorik) terdiri dari retina.


Retina terdiri atas lapisan berpigmen di bagian luar danlapisan saraf di
bagian dalam. Permukaan luarnya berhubungan dengan koroid, dan
permukaan dalamnya berhubungan dengan vitreus humor. Bagian dalam
yang reseptif dari retina memanjang kedepan dari nervus optikus ke suatu
titik tepat di belakang corpus siliaris. Di sini jaringan saraf retina berakhir
dan tepi anteriornya membentuk cincin bergelombang, yang disebut ora
serrata. 5,7
Bagian luar retina tidak reseptif dan terdiri dari sel-sel pigmen,
dengan lapisan epitel kolumnar yang lebih dalam. Bagian luar retina ini
menutupi prosesus siliaris dan bagian belakang iris. Ditengah bagian luar
retina ini, terdapat area oval kekuningan yaitu makula lutea, yang
merupakan area retina untuk penglihatan yang paling jelas. Pada macula
lutea terdapat depresi sentral, yang disebut dengan fovea centralis. Saraf
optik keluar dari retina sekitar 3 mm ke sisi medial makula lutea oleh optic
disc. Optic disc sedikittertekan pada bagian tengahnya, tempat arteri
sentral retina menembusnya. Tidak adanya sel batang dan kerucut sama
sekali pada optic disc, sehingga tidak peka terhadap cahaya dan disebut
sebagai blind spot. 5,7

4
Gambar 2. Gambaran fundus (Snell’s Clinical Antomy by Regions. 10th
ed. Walters Kluwer. 2018 p.400)

Bagian dalam mata terdiri dari dua bilik yang berisi cairan,
dipisahkan oleh lensa, yang semuanya transparan untuk memungkinkan
cahaya melewati mata dari kornea ke retina. Bilik posterior yang lebih besar
antara lensa dan retina mengandung bahan kimia bening seperti jeli, yaitu
vitreus humor. Vitreus humor membantu mempertahankan bentuk bola mata.
Bilik anterior antara kornea dan lensa berisi cairan encer yang jernih, aqueous
humor. Aqueous humor membawa nutrisi untuk kornea dan lensa, yang
keduanya kekurangan suplai darah. Pembuluh darah dalam struktur ini akan
menghambat perjalanan cahaya ke fotoreseptor.4
Kemampuan untuk menyesuaikan kekuatan lensa disebut dengan
akomodasi. Kekuatan lensa tergantung pada bentuknya yang diatur oleh otot
siliaris. Otot siliaris adalah cincin melingkar otot polos yang melekat pada
lensa oleh ligamen suspensorium. Ketika otot siliaris berelaksasi, ligamen
suspensorium menjadi tegang, dan ligamen tersebut menarik lensa menjadi
bentuk refraksi yang lemah dan rata. Saat otot siliaris berkontraksi, lingkar
dari lensa berkurang, mengurangi ketegangan pada ligamen suspensorium.
Ketika ligamen suspensorium tidak menarik lensa, lensa menjadi lebih bulat
karena elastisitas bawaannya. Kelengkungan yang lebih besar dari lensa yang

5
lebih bulat akan meningkatkan kekuatannya. 4
Otot siliaris dikendalikan oleh saraf parasimpatis, yang sinyalnya
ditransmisikan ke mata melalui saraf kranial ketiga yaitu nervus okulomotor.
Stimulasi saraf parasimpatis mengontraksi kedua set serat otot siliaris, yang
merelaksasi ligamen lensa, sehingga memungkinkan lensa menjadi lebih
tebal dan meningkatkan daya biasnya. Dengan peningkatan daya bias ini,
mata berfokus pada objek yang lebih dekat.8

2.2 Endoftalmitis

Endoftalmitis adalah inflamasi purulen pada cairan intraokular, baik


vitreous maupun aqueous yang biasanya disebabkan oleh infeksi.
Endoftalmitis juga dapat berasal dari agen non-infeksius seperti akibat dari
operasi atau pajanan terhadap agen beracun. Berdasarkan jalurnya,
endoftalmitis dibagi menjadi eksogen dan endogen. Endoftalmitis eksogen
dapat terjadi akibat trauma, pasca operasi, atau infeksi sekunder akibat
keratitis. Sebaliknya, endoftalmitis endogen dihasilkan dari infeksi sekunder
dari penyebaran mikroorganisme secara hematogen.9

2.2.1 Etiologi

Berdasarkan pada patogen yang menyebabkan endoftalmitis, dikenal


dua kategori yaitu endoftalmitis bakteri dan jamur. Dalam studi terbaru, 85,1
% dari kasus endoftalmitis disebabkan oleh bakteri gram positif, 10,3%
disebabkan gram negatif, dan 4,6 % disebabkan oleh jamur. Patogen bakteri
yang paling umum diisolasi adalah Staphylococcus epidermidis (30,3%),
Staphylococcus coagulase-negative lainnya (9,1%), Streptococcus viridans
(12,1%), Staphylococcus aureus (11,1%), Enterobacteriaceae (3,4%), dan
Pseudomonas aeruginosa (2,5% ).10

Organisme yang dominan bergantung pada sumber daya (seperti


benda asing intraokular), rute penyebaran (pasca operasi, trauma, atau
penyebaran hematogen), letak geografis, dan karakteristik pasien. Dalam
kasus endoftalmitis pasca trauma, bakteri Staphylococcus dan Bacillus cereus

6
adalah bakteri yang paling umum ditemukan.11

Endoftalmitis pasca operasi diklasifikasikan berdasarkan waktu


onset: onset akut terjadi dalam waktu 6 minggu setelah operasi, dan onset
tertunda terjadi lebih dari 6 minggu setelah operasi. Subtipe spesifik
endoftalmitis yang terjadi setelah operasi penyaringan bleb memiliki
spektrum organisme penyebab yang sangat berbeda.11

Endoftalmtitis akut pasca operasi biasanya terjadi dalam 6 minggu


setelah operasi, terjadi karena kontaminasi struktur intraokular dengan flora
normal adneksa seperti Staphylococcus epidermidis.11

Gambar 3. Gambaran endoftalmitis akut pada pasien 5 hari pasca operasi


katarak, ditemukan adanya iritis dan hipopion yang mengindikasikan
endoftalmitis. (Retina and Vitreous, American Academyf of Ophtalmology
2019)

Endoftalmitis pasca operasi kronis memiliki onset waktu di atas 6


minggu dan perjalanan klinis yang khas, dengan beberapa kekambuhan
peradangan lamban kronis pada mata yang sebelumnya menjalani operasi,
biasanya ekstraksi katarak. Peradangan segmen anterior kronis, hipopion,
presipitat keratik, plak intrakapsular, dan/atau vitritis mungkin ada.
Peradangan dapat merespons terapi kortikosteroid tetapi sering kambuh
setelah steroid dikurangi. Peradangan lamban berulang ini dapat terjadi pada
titik mana pun selama perjalanan pasca operasi, tetapi sering tertunda selama
berbulan-bulan hingga bertahun-tahun. Peradangan dapat menyebabkan
dekompensasi kornea atau bahkan neovaskularisasi iris pada kasus yang
paling parah. Kursus ini sangat berbeda dari onset eksplosif endoftalmitis
akut pasca operasi. Insiden endoftalmitis akut pasca operasi bervariasi antara

7
0,07% dan 0,1%. Insiden endoftalmitis kronis, bagaimanapun, belum
ditetapkan dengan baik, karena kondisinya seringkali tidak terdiagnosis.11

Endoftalmitis kronis pasca operasi dapat dibagi menjadi varietas


bakteri dan jamur. Endoftalmitis bakteri pasca operasi kronis paling sering
disebabkan oleh Propionibacterium acnes. Selain itu, bakteri gram positif
dengan virulensi terbatas (misalnya Staphylococcus epidermidis dan
Corynebacterium sp.), bakteri gram negatif, atau Mycobacterium sp. P. Acnes
juga mampu menyebabkan endoftalmitis dengan mengasingkan diri di antara
implan IOL dan kapsul posterior. Dalam lingkungan yang relatif anaerobik
ini, organisme tumbuh dan membentuk koloni, yang bermanifestasi sebagai
plak keputihan antara kapsul posterior dan implan IOL (Gambar 2).
Kapsulotomi dapat memicu endoftalmitis kronis dengan membebaskan
organisme ke dalam rongga vitreous, mengakibatkan peradangan vitreous
yang lebih parah dan eksaserbasi infeksi yang mendasarinya.11

Gambar 4. Tampak endoftalmitis kronik pasca operasi yang disebabkan oleh


Propionibacterium acnes menunjukkan presipitat keratik granulomatosa dan
plak putih (Retina and Vitreous, American Academy of Ophtalmology, 2019)

Endoftalmitis bakteri endogen disebabkan oleh penyebaran


organisme bakteri secara hematogen, mengakibatkan infeksi intraokular.
Jenis ini jarang terjadi dan menyumbang kurang dari 10% dari semua bentuk

8
endoftalmitis. Pasien yang dengan sistem imun yang lemah paling berisiko
mengalami endoftalmitis endogen. Kondisi predisposisi termasuk diabetes
melitus, keganasan sistemik, anemia sel sabit, lupus eritematosus sistemik,
dan infeksi HIV. Pembedahan gastrointestinal yang ekstensif, endoskopi,
prosedur gigi, dan penyalahgunaan obat intravena dapat meningkatkan risiko
endoftalmitis endogen. Terapi imunomodulator sistemik dan kemoterapi juga
dapat membuat pasien berisiko. Endoftalmitis endogen dapat berkembang
pada pasien dengan imunosupresi akibat infeksi HIV, tetapi tidak jelas apakah
ini merupakan faktor risiko independen. Meskipun mata mungkin satu-
satunya lokasi di mana infeksi dapat ditemukan, fokus ekstraokular mungkin
ada pada 90% kasus. Sumber infeksi yang mungkin dipertimbangkan adalah
abses gigi, pneumonia, endokarditis, infeksi saluran kemih, meningitis
bakterial, dan abses hati.11

Berbagai macam bakteri dapat menyebabkan endoftalmitis endogen.


Organisme gram positif yang paling umum adalah spesies Streptococcus
(endokarditis), Staphylococcus aureus (infeksi kulit), spesies Bacillus (dari
penggunaan obat intravena), dan spesies Nocardia (pada pasien dengan
gangguan sistem imun; dibahas lebih rinci di Bab 10). Organisme gram
negatif yang paling umum adalah Neisseria meningitidis, Haemophilus
influenzae, dan organisme enterik seperti spesies Escherichia coli dan
Klebsiella. Di Asia, infeksi dari spesies Klebsiella pada abses hati merupakan
penyebab tersering endoftalmitis endogen.11

Endoftalmitis pasca keratitis bakterial umumnya disebabkan


Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus sp., dan Streptococcus sp., jamur
seperti Aspergillus sp. dan Fusarium sp. juga mampu menyebabkan
endoftalmitis pasca keratitis.11

2.2.2 Patofisiologi

Faktor paling kritis dalam penyebab endoftalmitis adalah kerusakan


barier darah okular dan kolonisasi intraokular oleh patogen. Pada
endoftalmitis eksogen, cedera atau pembedahan menyebabkan gangguan

9
struktur bola mata yang memungkinkan invasi patogen. Pada kasus
endoftalmitis kronis pasca operasi, patogen menyebar setelah kapsulotomi
laser yang menyebabkan endoftalmtitis. Pada endoftalmus endogen, sumber
umum terjadinya adalah bakteremia dan fungemia termasuk endokarditis,
infeksi saluran kemih, abses hati, prosedur invasif, dan lain-lain.12

Kemampuan patogen untuk menyebabkan kerusakan intraokular


bergantung pada virulensi dan respon inangnya. Virulensi suatu patogen
tergantung pada:
1. Kemampuan sintesis faktor toksin seperti hemosilin BL,
sitosilin, pneumosilin dan lipopolisakarida.13
2. Kecepatan pertumbuhan pada lingkungan intraokular.14
3. Motilitas patogen.15

Kemampuan imunitas bawaan dari inang untuk meningkatkan respon


inflamasi yang efektif bergantung pada virulensi patogen. Respon inflamasi
akut dapat menghilangkan organisme yang kurang ganas. Namun organisme
dengan virulensi yang kuat dapat menghindari respon imun dengan
mengeluarkan biofilm disekitarnya, dalam hal ini respon inflamasi dapat
menyebabkan kerusakan jaringan intraokular dan hilangnya pengelihatan.
Mediator inflamasi seperti TNFα, interleukin 1-beta, interferon gamma
bersamaan dengan peningkatan tanda-tanda inflamasi seperti fibrin pada
ruang anterior, pembentukan sinekia pada iris, hipopion, dan hilangnya
refleks merah. Peningkatan kadar faktor komplemen dalam aqueous dan
vitreous humour pada infeksi intraokular juga berkontribusi pada kerusakan
jaringan uveoretinal.15

Sebagai struktur yang relatif aselular dan sepenuhnya avaskular,


vitreous umumnya bukan tempat primer terjadinya inflamasi. Vitreous
menjadi terlibat sekunder dalam kondisi peradangan jaringan yang
berdekatan.16

Peradangan vitreous yang terkait dengan agen infeksius, terutama


bakteri dan jamur, secara klinis disebut endoftalmitis infeksiosa.

10
Endoftalmitis bakteri dan jamur (Gambar 5 dan 6) ditandai dengan infiltrasi
neutrofil dari vitreous yang menyebabkan likuefikasi vitreous, diikuti dengan
lepasnya vitreous posterior. Endoftalmitis jamur umumnya memiliki
komponen granulomatosa. Peradangan yang parah dapat disertai dengan
pembentukan membran fibroselular, biasanya di ruang retrolental.16

Gambar 5. Gambaran makroskopik vitreous yang meunjukkan


opasitas dan infiltrasi sel radang akibat endoftalmitis (Ophtalmic
Pathology and Intraocular Tumors, American Academy of
Ophtalmology, 2019)

Gambar 6. Gambaran mikroskopik dari endoftalmitis jamur yang


menunjukkan organisme jamur dan infiltrasi sel radang pada
vitreous (Ophtalmic Pathology and Intraocular Tumors, American
Academy of Ophtalmology, 2019).

2.2.3 Manifestasi Klinis

Secara umum, temuan klinis dari endoftalmitis berupa penurunan


visus, hipopion, edema palpebra dan kornea, fotofobia, kotoran mata, mata
merah, dan kekeruhan pada funduskopi. Gambaran klinis endoftalmitis
bakteri endogen secara khusus menunjukkan infeksi sistemik termasuk

11
demam lebih dari 38,5°C, peningkatan jumlah leukosit, dan kultur bakteri
positif dari situs ekstraokular (darah, urin, sputum). Pasien mungkin sakit dan
menjalani pengobatan untuk penyakit dasar ketika mereka datang dengan
endoftalmitis endogen. Namun, beberapa pasien tidak akan ditemukan
demam. Penyakit yang mendasari mungkin termasuk kanker yang diobati
dengan kemoterapi intravena yang berkepanjangan serta infeksi kronis
lainnya, yang selanjutnya dapat menyebar ke mata secara hematogen. Infeksi
non okular yang berfungsi sebagai sarana penyebaran bakteri ke mata
mungkin sangat sulit didiagnosis, terutama pada kasus osteomielitis, sinusitis,
atau pneumonia yang salah didiagnosis sebagai infeksi saluran pernapasan
atas sederhana. Dalam situasi ini, uji laboratorium tidak dapat menggantikan
anamnesis rinci dan pemeriksaan fisik. Gejala klinis onset nyeri akut,
fotofobia, dan penglihatan kabur. Pemeriksaan akan menunjukkan penurunan
visus dan fibrin di ruang anterior; hipopion mungkin ada; sangat jarang
mungkin ada edema periorbital dan kelopak mata. Mungkin ada peradangan
vitreous dan sel vitreous yang signifikan. Terkadang, kedua mata terpengaruh
secara bersamaan. Mikroabses kecil di retina atau koroid dan bercak Roth
juga dapat muncul.11

2.2.4 Diagnosis

Diagnosis endoftalmitis ditegakkan berdasarkan temuan dari


anamnesis, pemeriksaan okular, dan pemeriksaan penunjang. Tanyakan
riwayat operasi mata pada pasien, atau ada riwayat endokarditis, infeksi
saluran kemih, sesak nafas (pneumonia), sakit gigi, dan trauma. Pasien secara
subjektif akan mengutarakan adanya bengkak pada kelopak mata, mata
merah, gangguan pengelihatan, dan fotofobia. Pada endoftalmitis endogen,
pasien akan merasakan keluhan pada kedua mata, dengan adanya gejala
sistemik seperti demam, mual dan muntah. Pada pemeriksaan oftalmologi
akan ditemukan penurunan visus, edema palpebra, konjungtiva hiperemis,
discharge purulen okular, membran fibrin pada BMD, pembentukan sinekia
pada iris, hilangnya relfeks fundus, hipopion. Endoftalmitis candida secara
spesifik akan menunjukkan pola “string pearls” pada iris.10,11

12
Pencitraan menggunakan optical coherence tomography (OCT)
dilakukan apabila fundus masih bisa terlihat dengan jelas. Pemeriksaan
ultrasonografi diperlukan sebagai gold-standar untuk menegakkan diagnosis
endoftalmitis, ultrasonografi akan menunjukkan adanya fokus bergema pada
rongga vitreous dengan amplitudo ringan hingga sedang. Pemeriksaan
ultrasonografi juga digunakan untuk mencari fitur lain, termasuk penebalan
koroid, dislokasi lensa/IOL posterior, ablasi retina bersamaan, ablasi koroid,
atau benda asing intraokular. Abses subretinal di makula mampu dideteksi
dengan ultrasonografi, terutama pada endoftalmitis endogen. RT-PCR
mungkin diperlukan untuk menegakkan diagnosis etiologi sehingga
pemberian antibiotik mampu diberikan secara tepat.10,11

Pada endoftalmitis pasca operasi tipikal, ketajaman visual yang


buruk, edema kornea, hipopion, peradangan vitreous, dan visualisasi fundus
yang buruk adalah tanda klinis yang paling umum. Penurunan visus dan nyeri
pada mata menyumbang 94% dan 74% dari semua gejala sementara dalam
studi ESCRS, itu menyumbang 92,9% dan 79% dari semua gejala. ][41][40]
Studi-studi ini menunjukkan bahwa meskipun rasa sakit adalah tanda
diagnostik yang signifikan, rasa sakit dapat hilang hingga 25% dari kasus.
Gambaran umum lainnya adalah kelopak mata bengkak, mata merah,
kongesti sirkumkorneal, fotofobia, sekret okular, membran fibrinosa di ruang
anterior, pembentukan sinekia iris, hilangnya refleks merah fundus, dan
floaters. Endoftalmitis terkait Bleb awalnya muncul sebagai konjungtivitis
bakterial dengan tanda dan gejala seperti hiperemia dan sekret konjungtiva,
bleb penyaring berwarna kekuningan, dan reaksi inflamasi ruang anterior
variabel, yang kemudian berlanjut hingga melibatkan ruang posterior juga.
Tanda-tanda tertentu, jika terlihat seperti abses cincin kornea, sangat
mengarah pada Bacillus, sementara gelembung gas di ruang anterior,
amaurosis, atau hypopyon berwarna hijau-coklat menunjukkan
Clostridium.13

Pada endophthalmitis kronis, pasien datang dengan peradangan


ruang anterior dan vitritis tingkat rendah. Ketajaman visual dapat tetap

13
dipertahankan hingga akhir presentasi. Organisme seperti Propionibacterium
cenderung terlokalisasi di dalam kantong kapsuler dan hadir sebagai plak
kapsuler posterior. Riwayat penting yang akan meningkatkan kecurigaan
endoftalmitis kronis setelah keratitis atau pembedahan intraokular adalah
uveitis yang berkepanjangan pada subjek yang tidak memiliki riwayat
peradangan sebelumnya dan respon yang tidak adekuat terhadap steroid
topikal.14

Pada pasien endoftalmitis endogen, gejalanya bisa bilateral dengan


morbiditas sistemik seperti sepsis, mual, muntah, dan demam. Endoftalmitis
bakteri endogen muncul dengan nyeri, penglihatan kabur, dan kemerahan
dengan keterlibatan ruang anterior dan vitreous. Abses subretinal dapat
ditemukan. Endoftalmitis jamur endogen awalnya muncul sebagai koroiditis
fokal atau korioretinitis, yang kemudian meluas ke rongga vitreous. Selubung
vaskular retina dan oklusi vaskular dapat terjadi dengan lesi satelit dalam
kondisi tertentu.11

2.2.5 Tatalaksana

Endoftalmitis adalah kedaruratan mata yang membutuhkan terapi


yang cepat dan tepat. Tujuan utama dalam pengobatan endoftalmitis adalah
untuk membasmi atau mengendalikan infeksi, mengurangi inflamasi yang
terjadi, dan memberikan terapi suportif untuk mengurangi gejala pada
pasien.17

Pemberian antibiotik baik lokal maupun sistemik akan membantu


mengurangi dan mengontrol patogen. Penggunaan antibiotik sistemik pada
endoftalmitis eksogen kontroversial karena sebagian besar obat yang
diberikan memiliki penetrasi intraokular yang buruk. Obat terbaik yang
didokumentasikan mencapai tingkat terapeutik dalam vitreous adalah
generasi keempat fluoroquinolones , meropenem, dan linezolid.18

Pada endoftalmitis endogen, antimikroba sistemik, bersamaan


dengan antimikroba intravitreal, mengurangi tingkat pengeluaran isi atau

14
enukleasi.18

Kombinasi dua obat lebih disukai selama presentasi awal, satu


memiliki efek kuat pada organisme Gram-positif dan lainnya pada organisme
Gram-negatif. Setelah sensitivitas antibiotik ditentukan, intervensi yang
ditargetkan dilakukan. Di hadapan ulkus kornea atau abses luka, tetes yang
diperkaya (termasuk cefazolin 5% dan tobramycin 1,4%) digunakan. Injeksi
antibiotik subkonjungtiva tidak rutin digunakan karena masalah kenyamanan
pasien, perdarahan subkonjungtiva, dan mata berair.18

Rute pemberian obat intravitreal membantu dalam mencapai


konsentrasi obat yang tinggi dalam rongga vitreous tanpa efek samping
sistemik. Penting untuk memastikan dosis obat yang tepat. Sementara dosis
yang tidak memadai menyebabkan kegagalan pengobatan, kelebihan dosis
dapat menyebabkan efek toksik pada retina. Dua antibiotik spektrum luas
dipilih pada dosis pertama, direkomendasikan untuk menggunakan
vankomisin intravitreal (1 mg/0,1 ml) dan amikasin (0,4 mg/0,1 ml).[40]
Namun, karena potensi retinotoksik amikasin yang lebih tinggi, telah
digantikan oleh ceftazidime (2,25 mg/0,1 ml).19

Vitrektomi memiliki beberapa keunggulan dibandingkan terapi


konservatif. Vitrektomi meningkatkan oksigenasi retina, mengurangi beban
inflamasi di dalam mata, menyediakan spesimen untuk evaluasi diagnostik,
memungkinkan pemeriksaan langsung retina, memungkinkan pengobatan
definitif, mengurangi beban infeksi, dan mengurangi keparahan penyakit, dan
mempercepat rehabilitasi visual.20

Vitrektomi pars plana dan injeksi vankomisin intravitreal dan


endokapsular adalah terapi dalam banyak kasus endoftalmitis bakteri.
Namun, perawatan ini mungkin tidak sepenuhnya menangani infeksi,
terutama jika ditemukan kapsul lensa ekuatorial dari bakteri. Dalam kasus
seperti itu, eksplanasi IOL, kapsulektomi lengkap, dan injeksi vankomisin
intravitreal bersifat kuratif. Keputusan untuk mengeksplanasi IOL dibuat
berdasarkan kasus per kasus dan didasarkan pada perjalanan klinis, tingkat

15
keparahan peradangan intraokular, dan tingkat kehilangan penglihatan.
Apabila klinis memburuk dan pasien tidak dapat mempertahankan fungsi
mata, maka enukleasi harus dilakukan untuk mencegah komplikasi.11

Pengobatan endoftalmitis jamur kronis lebih sulit dan memerlukan


penggunaan suntikan antijamur intravitreal mingguan (amfoterisin atau
vorikonazol) dan, mungkin, obat antijamur sistemik pada kasus yang paling
parah.11

Kortikosteroid adalah agen antiinflamasi kuat yang digunakan dalam


manajemen inflamasi pada endoftalmitis. Agar bermanfaat, kortikosteroid
harus diberikan lebih awal dan dalam dosis yang sesuai. Namun,
kortikosteroid seharusnya tidak digunakan pada endoftalmitis jamur karena
meningkatkan pertumbuhan jamur dengan melemahkan mekanisme
pertahanan di dalam tubuh. Kortikosteroid dapat digunakan baik sebagai
injeksi intravitreal, tetes topikal, atau secara sistemik.21

Kortikosteroid intravitreal yang paling umum digunakan adalah


deksametason (0,4 mg/0,1 ml). Namun, tidak ada konsensus yang jelas
mengenai peran kortikosteroid intravitreal. Steroid topikal dapat menembus
kornea yang utuh, dan keefektifannya sebanding dengan frekuensi
penggunaannya. Steroid sistemik lebih disukai dengan dosis 1 sampai 1,5
mg/kg berat badan yang diberikan dalam tiga dosis terbagi untuk mencapai
konsentrasi yang seimbang di siang hari, tidak seperti pada uveitis kronis di
mana dosis sekali sehari lebih disukai.21

Agen siklopegik (homatropin 2%, atropin 1%) adalah bagian penting


dari pengobatan suportif yang meredakan kekakuan silia dan mencegah
pembentukan sinekia. Pada pasien dengan tekanan intraokular tinggi, obat
oral dan topikal perlu ditambahkan. Keran vitreous sebelum injeksi
intravitreal juga mengurangi tekanan intraokular. Saline hipertonik (tetes 5%
atau salep 6%) mungkin diperlukan dalam kasus edema kornea yang parah.21

16
2.2.6 Prognosis

Prognosis pada pasien dengan endoftalmitis bergantung pada


berbagai variabel. Dalam studi EVS pada endoftalmitis pasca operasi katarak,
tercatat bahwa hanya 53% dari mata yang dirawat memiliki ketajaman visual
akhir 6/12 atau lebih baik, dan 15% memiliki ketajaman visual akhir 6/60 atau
lebih buruk.22

Jika tidak segera diobati atau tidak diobati dengan baik,


endoftalmitis berkembang menjadi panoftalmitis, yang membutuhkan
pengeluaran isi atau enukleasi bola mata. Perlu dicatat bahwa pasien yang
menderita ulkus kornea, endoftalmitis endogen, dan ketajaman visual yang
rendah berisiko lebih tinggi untuk memerlukan pengeluaran isi atau
enukleasi.22

17
BAB III

KESIMPULAN

Endoftalmitis didefinisikan sebagai inflamasi pada struktur intraokular akibat


kolonisasi intraokular agen infeksi dengan eksudasi dalam cairan intraokular
(vitreous dan aqueous). Dua patogen umum penyebab endoftalmitits adalah bakteri
dan jamur. Endoftalmitis dibagi menjadi dua berdasarkan penyebabnya yaitu
endoftalmitis endogen dan eksogen. Endoftalmitis endogen terjadi akibat dari
penyebaran hematogen bakteri atau jamur ke dalam mata saat terjadi bakterimia
atau fungemia ataupun pada saat sepsis berat dan status imun yang rendah.
Endoftalmitis eksogen tersering akibat trauma, operasi intraokular dan suntikan
intravitreal. Endoftalmitis dapat berakhir menjadi kebutaan bahkan dapat
kehilangan bola mata. Meski dengan pemberiaan antibiotik dan operasi vitreoretina
yang dapat memperbaiki prognosis dari endoftalmitis, masih banyak pasien yang
membutuhkan tindakan eviserasi atau enukleasi dikarenakan antibiotik atau
vitrektomi gagal dalam mengontrol infeksi atau karena terdapat kerusakan jaringan
intraokular yang berat.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Baradaran-Rafii A, Eslani M, Haq Z, Shirzadeh E, Huvard MJ, DjalilianAR.


Current and Upcoming Therapies for Ocular Surface Chemical Injuries.
Ocul Surf. 2017;15(1):48–64.
2. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. 4th ed. Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2013.
3. Kwok JM, Chew HF. Chemical injuries of the eye. Cmaj.
2019;191(37):E1028.
4. Sherwood L. Introduction to Human Physiology. 8th ed. Brooks/Cole,
Cengage Learning; 2013.
5. Snell RS. Clinical Anatomy of the Eye. 2nd ed. Vol. 67, Optometry and
Vision Science. Blackwell Science; 1998.
6. Paulsen F, Waschke J, editors. Sobotta : Atlas of Human Anatomy Head,
Neck, and Neuroanatomy. 15th ed. 2011.
7. Wineski LE. Snell’s Clinical Antomy by Regions. 10th ed. Philadelphia:
Walters Kluwer. 2018. p.400
8. Hall JE. Guyton and Hall: Textbook of Medical Physiology. 13th ed.
Angewandte Chemie International Edition, 6(11), 951–952. Elsevier; 2016.
9. Lynn WA, Lightman S. The eye in systemic infection. Lancet. 2019 Oct 16-
22;364(9443):1439-50.
10. The American Academy of Ophtalmology. Uveitis and Ocular
Inflammation. Endophtalmitis. 2019.p 330-342.
11. The American Academy of Ophtalmology. Retina And Vitreous.
Endophtalmitis. 2019.p 437-441
12. Carlson AN, Koch DD. Endophthalmitis following Nd:YAG laser posterior
capsulotomy. Ophthalmic Surg. 2018
13. Callegan MC, Jett BD, Hancock LE, Gilmore MS. Role of hemolysin BL in
the pathogenesis of extraintestinal Bacillus cereus infection assessed in an
endophthalmitis model. Infect Immun. 2020
14. Callegan MC, Booth MC, Jett BD, Gilmore MS. Pathogenesis of gram-
positive bacterial endophthalmitis. Infect Immun. 2021.

19
15. Callegan MC, Kane ST, Cochran DC, Novosad B, Gilmore MS, Gominet
M, Lereclus D. Bacillus endophthalmitis: roles of bacterial toxins and
motility during infection. Invest Ophthalmol Vis Sci. 2018.
16. The American Academy of Ophtalmology. Ophtalmic Pathology and
Intraocular Tumors. 2019.p 152-154
17. Delves PJ, Martin SJ, Burton DR, Roitt IM. Roitt’s Essential Immunology.
13th ed.Hoboken, NJ: Wiley-Blackwell; 2017.
18. Pathengay A, Mathai A, Shah GY, Ambatipudi S. Intravitreal
piperacillin/tazobactam in the management of multidrug-resistant
Pseudomonas aeruginosa endophthalmitis. J Cataract Refract Surg. 2018
Dec;36(12):2210-1.
19. Luaces-Rodríguez A, González-Barcia M, Blanco-Teijeiro MJ, Gil-
Martínez M, Gonzalez F, Gómez-Ulla F, Lamas MJ, Otero-Espinar FJ,
Fernández-Ferreiro A. Review of Intraocular Pharmacokinetics of Anti-
Infectives Commonly Used in the Treatment of Infectious Endophthalmitis.
Pharmaceutics. 2018 May 29;10(2)
20. Das T, Dogra MR, Gopal L, Jalali S, Kumar A, Malpani A, Natarajan S,
Rajeev B, Sharma S. Postsurgical endophthalmitis: diagnosis and
management. Indian J Ophthalmol. 2015.p 103-116
21. Bui DK, Carvounis PE. Evidence for and against intravitreous
corticosteroids in addition to intravitreous antibiotics for acute
endophthalmitis. Int Ophthalmol Clin. 2014 Spring;54(2)p 215-224.
22. Lu X, Ng DS, Zheng K, Peng K, Jin C, Xia H, Chen W, Chen H. Risk factors
for endophthalmitis requiring evisceration or enucleation. Sci Rep. 2016

20

Anda mungkin juga menyukai