ENDOFTALMITIS
Oleh:
Pembimbing:
Telaah Ilmiah
Judul:
Endoftalmitis
Oleh:
04084822225164
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian
kepaniteraan klinik senior di Bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang periode 2-29
Januari 2023
Pembimbing,
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah telaah ilmiah dengan
judul “Endoftalmitis” untuk memenuhi tugas telaah ilmiah yang merupakan bagian
dari sistem pembelajaran dan penilaian kepaniteraan klinik, khususnya di Bagian
Ilmu Kesehatan Mata Universitas Sriwijaya.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Petty
Purwanita, Sp.M(K), Subsp. IIM dan kakak PPDS pengampu dr. Alifvia Nabdakh
yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan arahan selama
proses penyusunan telaah ilmiah ini.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................... i
2.2.1 Etiologi...................................................................................... 6
2.2.2 Patogenesis................................................................................ 7
iv
DAFTAR GAMBAR
v
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
Bola mata terdiri dari tiga lapis atau lapisan. Dari eksternal ke internal,
yaitu tunica fibrosa, tunica vaskulosa, dan tunica nervosa. Bola mata
mengandung tiga media pendukung/refraksi utama: aqueous humor, vitrieous
humor, dan lensa.
1. Tunica fibrosa
2. Tunica vasculosa
3
dalamnya halus dan melekat erat pada lapisan pigmen retina sedangkan
permukaan luarnya kasar. 5
Badan siliaris merupakan bagian yang berlanjut ke posterior
dengan koroid, dan di anterior, bagian ini terletak di belakang tepi perifer
iris. Badan siliaris terdiri dari cincin siliaris, prosesus siliaris, dan otot
siliaris Iris adalah diafragma tipis, kontraktil, berpigmen dengan bukaan
sentral, yaitu pupil. Iris tergantung dalam aqueous humor antara kornea
dan lensa. Tepi iris melekat pada permukaan anterior badan siliaris. Iris
membagi ruang antara lensa dan kornea menjadi ruang anterior dan
posterior.7
3. Tunica nervosa
4
Gambar 2. Gambaran fundus (Snell’s Clinical Antomy by Regions. 10th
ed. Walters Kluwer. 2018 p.400)
Bagian dalam mata terdiri dari dua bilik yang berisi cairan,
dipisahkan oleh lensa, yang semuanya transparan untuk memungkinkan
cahaya melewati mata dari kornea ke retina. Bilik posterior yang lebih besar
antara lensa dan retina mengandung bahan kimia bening seperti jeli, yaitu
vitreus humor. Vitreus humor membantu mempertahankan bentuk bola mata.
Bilik anterior antara kornea dan lensa berisi cairan encer yang jernih, aqueous
humor. Aqueous humor membawa nutrisi untuk kornea dan lensa, yang
keduanya kekurangan suplai darah. Pembuluh darah dalam struktur ini akan
menghambat perjalanan cahaya ke fotoreseptor.4
Kemampuan untuk menyesuaikan kekuatan lensa disebut dengan
akomodasi. Kekuatan lensa tergantung pada bentuknya yang diatur oleh otot
siliaris. Otot siliaris adalah cincin melingkar otot polos yang melekat pada
lensa oleh ligamen suspensorium. Ketika otot siliaris berelaksasi, ligamen
suspensorium menjadi tegang, dan ligamen tersebut menarik lensa menjadi
bentuk refraksi yang lemah dan rata. Saat otot siliaris berkontraksi, lingkar
dari lensa berkurang, mengurangi ketegangan pada ligamen suspensorium.
Ketika ligamen suspensorium tidak menarik lensa, lensa menjadi lebih bulat
karena elastisitas bawaannya. Kelengkungan yang lebih besar dari lensa yang
5
lebih bulat akan meningkatkan kekuatannya. 4
Otot siliaris dikendalikan oleh saraf parasimpatis, yang sinyalnya
ditransmisikan ke mata melalui saraf kranial ketiga yaitu nervus okulomotor.
Stimulasi saraf parasimpatis mengontraksi kedua set serat otot siliaris, yang
merelaksasi ligamen lensa, sehingga memungkinkan lensa menjadi lebih
tebal dan meningkatkan daya biasnya. Dengan peningkatan daya bias ini,
mata berfokus pada objek yang lebih dekat.8
2.2 Endoftalmitis
2.2.1 Etiologi
6
adalah bakteri yang paling umum ditemukan.11
7
0,07% dan 0,1%. Insiden endoftalmitis kronis, bagaimanapun, belum
ditetapkan dengan baik, karena kondisinya seringkali tidak terdiagnosis.11
8
endoftalmitis. Pasien yang dengan sistem imun yang lemah paling berisiko
mengalami endoftalmitis endogen. Kondisi predisposisi termasuk diabetes
melitus, keganasan sistemik, anemia sel sabit, lupus eritematosus sistemik,
dan infeksi HIV. Pembedahan gastrointestinal yang ekstensif, endoskopi,
prosedur gigi, dan penyalahgunaan obat intravena dapat meningkatkan risiko
endoftalmitis endogen. Terapi imunomodulator sistemik dan kemoterapi juga
dapat membuat pasien berisiko. Endoftalmitis endogen dapat berkembang
pada pasien dengan imunosupresi akibat infeksi HIV, tetapi tidak jelas apakah
ini merupakan faktor risiko independen. Meskipun mata mungkin satu-
satunya lokasi di mana infeksi dapat ditemukan, fokus ekstraokular mungkin
ada pada 90% kasus. Sumber infeksi yang mungkin dipertimbangkan adalah
abses gigi, pneumonia, endokarditis, infeksi saluran kemih, meningitis
bakterial, dan abses hati.11
2.2.2 Patofisiologi
9
struktur bola mata yang memungkinkan invasi patogen. Pada kasus
endoftalmitis kronis pasca operasi, patogen menyebar setelah kapsulotomi
laser yang menyebabkan endoftalmtitis. Pada endoftalmus endogen, sumber
umum terjadinya adalah bakteremia dan fungemia termasuk endokarditis,
infeksi saluran kemih, abses hati, prosedur invasif, dan lain-lain.12
10
Endoftalmitis bakteri dan jamur (Gambar 5 dan 6) ditandai dengan infiltrasi
neutrofil dari vitreous yang menyebabkan likuefikasi vitreous, diikuti dengan
lepasnya vitreous posterior. Endoftalmitis jamur umumnya memiliki
komponen granulomatosa. Peradangan yang parah dapat disertai dengan
pembentukan membran fibroselular, biasanya di ruang retrolental.16
11
demam lebih dari 38,5°C, peningkatan jumlah leukosit, dan kultur bakteri
positif dari situs ekstraokular (darah, urin, sputum). Pasien mungkin sakit dan
menjalani pengobatan untuk penyakit dasar ketika mereka datang dengan
endoftalmitis endogen. Namun, beberapa pasien tidak akan ditemukan
demam. Penyakit yang mendasari mungkin termasuk kanker yang diobati
dengan kemoterapi intravena yang berkepanjangan serta infeksi kronis
lainnya, yang selanjutnya dapat menyebar ke mata secara hematogen. Infeksi
non okular yang berfungsi sebagai sarana penyebaran bakteri ke mata
mungkin sangat sulit didiagnosis, terutama pada kasus osteomielitis, sinusitis,
atau pneumonia yang salah didiagnosis sebagai infeksi saluran pernapasan
atas sederhana. Dalam situasi ini, uji laboratorium tidak dapat menggantikan
anamnesis rinci dan pemeriksaan fisik. Gejala klinis onset nyeri akut,
fotofobia, dan penglihatan kabur. Pemeriksaan akan menunjukkan penurunan
visus dan fibrin di ruang anterior; hipopion mungkin ada; sangat jarang
mungkin ada edema periorbital dan kelopak mata. Mungkin ada peradangan
vitreous dan sel vitreous yang signifikan. Terkadang, kedua mata terpengaruh
secara bersamaan. Mikroabses kecil di retina atau koroid dan bercak Roth
juga dapat muncul.11
2.2.4 Diagnosis
12
Pencitraan menggunakan optical coherence tomography (OCT)
dilakukan apabila fundus masih bisa terlihat dengan jelas. Pemeriksaan
ultrasonografi diperlukan sebagai gold-standar untuk menegakkan diagnosis
endoftalmitis, ultrasonografi akan menunjukkan adanya fokus bergema pada
rongga vitreous dengan amplitudo ringan hingga sedang. Pemeriksaan
ultrasonografi juga digunakan untuk mencari fitur lain, termasuk penebalan
koroid, dislokasi lensa/IOL posterior, ablasi retina bersamaan, ablasi koroid,
atau benda asing intraokular. Abses subretinal di makula mampu dideteksi
dengan ultrasonografi, terutama pada endoftalmitis endogen. RT-PCR
mungkin diperlukan untuk menegakkan diagnosis etiologi sehingga
pemberian antibiotik mampu diberikan secara tepat.10,11
13
dipertahankan hingga akhir presentasi. Organisme seperti Propionibacterium
cenderung terlokalisasi di dalam kantong kapsuler dan hadir sebagai plak
kapsuler posterior. Riwayat penting yang akan meningkatkan kecurigaan
endoftalmitis kronis setelah keratitis atau pembedahan intraokular adalah
uveitis yang berkepanjangan pada subjek yang tidak memiliki riwayat
peradangan sebelumnya dan respon yang tidak adekuat terhadap steroid
topikal.14
2.2.5 Tatalaksana
14
enukleasi.18
15
keparahan peradangan intraokular, dan tingkat kehilangan penglihatan.
Apabila klinis memburuk dan pasien tidak dapat mempertahankan fungsi
mata, maka enukleasi harus dilakukan untuk mencegah komplikasi.11
16
2.2.6 Prognosis
17
BAB III
KESIMPULAN
18
DAFTAR PUSTAKA
19
15. Callegan MC, Kane ST, Cochran DC, Novosad B, Gilmore MS, Gominet
M, Lereclus D. Bacillus endophthalmitis: roles of bacterial toxins and
motility during infection. Invest Ophthalmol Vis Sci. 2018.
16. The American Academy of Ophtalmology. Ophtalmic Pathology and
Intraocular Tumors. 2019.p 152-154
17. Delves PJ, Martin SJ, Burton DR, Roitt IM. Roitt’s Essential Immunology.
13th ed.Hoboken, NJ: Wiley-Blackwell; 2017.
18. Pathengay A, Mathai A, Shah GY, Ambatipudi S. Intravitreal
piperacillin/tazobactam in the management of multidrug-resistant
Pseudomonas aeruginosa endophthalmitis. J Cataract Refract Surg. 2018
Dec;36(12):2210-1.
19. Luaces-Rodríguez A, González-Barcia M, Blanco-Teijeiro MJ, Gil-
Martínez M, Gonzalez F, Gómez-Ulla F, Lamas MJ, Otero-Espinar FJ,
Fernández-Ferreiro A. Review of Intraocular Pharmacokinetics of Anti-
Infectives Commonly Used in the Treatment of Infectious Endophthalmitis.
Pharmaceutics. 2018 May 29;10(2)
20. Das T, Dogra MR, Gopal L, Jalali S, Kumar A, Malpani A, Natarajan S,
Rajeev B, Sharma S. Postsurgical endophthalmitis: diagnosis and
management. Indian J Ophthalmol. 2015.p 103-116
21. Bui DK, Carvounis PE. Evidence for and against intravitreous
corticosteroids in addition to intravitreous antibiotics for acute
endophthalmitis. Int Ophthalmol Clin. 2014 Spring;54(2)p 215-224.
22. Lu X, Ng DS, Zheng K, Peng K, Jin C, Xia H, Chen W, Chen H. Risk factors
for endophthalmitis requiring evisceration or enucleation. Sci Rep. 2016
20