Anda di halaman 1dari 40

SMF/ BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA REFERAT

RSUD PROF. DR. W. Z. JOHANNES OKTOBER 2022


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA

ENDOFTALMITIS

Oleh :
Dania Ekasanti M. Seran, S.Ked
2208020011

Pembimbing :

dr. Eunike Cahyaningsih, Sp.M., MARS


dr. Komang Dian Lestari., Biomed Sp.M
dr. Ni Putu Mariati, Sp.M

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


SMF/ BAGIAN ILMU MATA
RSUD PROF. DR. W. Z. JOHANNES
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2022
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING

Referat ini dengan judul : Endoftalmitis atas Nama: Dania E. M. Seran, S.Ked

NIM: 2208020011 pada Program Studi Profesi Dokter Fakultas Kedokteran

Universitas Nusa Cendana telah disajikan dalam kegiatan kepaniteraan klinik

bagian Ilmu Penyakit Mata RSUD Prof. W. Z. Johannes Kupang pada Oktober

2022.

Mengetahui Pembimbing:

dr. Eunike Cahyaningsih, Sp.M, MARS 1………………………

dr. Komang Dian Lestari, M.Biomed, Sp.M 2………………………

dr. Ni Putu Mariati, Sp.M 3………………………


KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Pengasih dan Penyayang

atas rahmat dan kasih-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan Referat

“Endoftalmitis” ini. Referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas

kepaniteraan klinik bagian Ilmu Penyakit Mata Program Studi Pendidikan

Dokter Universitas Nusa Cendana di RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang.

Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para pengajar,

para dokter di SMF Mata, atas bimbingannya selama berlangsungnya

pendidikan di bagian ilmu penyakit mata ini sehingga saya dapat

menyelesaikan tugas ini dengan maksimal. Saya menyadari bahwa referat ini

masih jauh dari sempurna, maka saya mengharapkan kritik dan saran yang

membangun untuk memperbaiki referat ini sehingga boleh menjadi referensi

yang dibutuhkan untuk memperdalam pengetahuan mengenai Endoftalmitis.

Demikian yang dapat saya sampaikan, semoga referat ini dapat bermanfaat bagi

para pembaca, khususnya bagi kami yang sedang menempuh pendidikan.

Kupang, Oktober 2022

Penulis

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................7
2.1 Anatomi Mata.........................................................................................................7
2.1.1 Lapisan Mata5...................................................................................................7
2.1.2 Vaskularisasi Mata............................................................................................8
2.2 Endoftalmitis.........................................................................................................10
2.2.1 Definisi............................................................................................................10
2.2.2 Epidemiologi...................................................................................................11
2.2.3 Etiologi dan Klasifikasi...................................................................................11
2.2.4 Patofisiologi....................................................................................................20
2.2.5 Manifestasi Klinis............................................................................................25
2.2.6 Diagnosis.........................................................................................................26
2.2.7 Terapi..............................................................................................................30
2.2.8 Diagnosis Banding..........................................................................................34
2.2.9 Prognosis.........................................................................................................37
BAB III PENUTUP........................................................................................................39
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................40

iv
BAB 1

PENDAHULUAN

Endoftalmitis adalah salah satu bentuk peradangan pada mata yang jarang

tetapi dapat parah karena infeksi rongga intraokular yang dapat menyebabkan

kehilangan penglihatan secara ireversibel jika tidak ditangani dengan benar dan

tepat. Endoftalmitis juga diklasifikasikan menjadi endogen dan eksogen

berdasarkan rute transmisi sumber infeksi.1 Endoftalmitis eksogen terjadi ketika

organisme penginfeksi masuk ke mata melalui inokulasi langsung, sedangkan

endoftalmitis endogen terjadi ketika agen infeksi menyebar secara hematogen

ke mata dari fokus infeksi yang jauh.3

Diagnosis endoftalmitis sebagian besar tergantung pada temuan klinis

pada pemeriksaan oftamologis.1 Secara umum, jamur adalah organisme yang

paling banyak menjadi etiologi endoftalmitis diikuti oleh bakteri gram positif dan

bakteri gram negatif. Penggunaan steroid topikal (76%) adalah faktor terkait

paling umum yang diidentifikasi, diikuti oleh operasi sebelumnya (61%),

perforasi kornea (35%), mata kering (31%), kompromi kekebalan relatif (20%),

trauma bahan organik (18%) dan pemakaian lensa kontak (6%). Dalam suatu

penelitian sekitar 0,5% hingga 6,1% ulkus kornea berkembang menjadi

endoftalmitis.2

Dalam studi kohort di AS, endoftalmitis onset akut terjadi pada 0,04%

operasi katarak dan 0,016% pada pasien yang menerima injeksi intravitreal.

5
Insiden endoftalmitis paska-trauma bervariasi dari 0,9% sampai 17%. Di Asia

dilaporkan 0,023% sampai 0,076% kejadian endoftalmitis pada paska operasi

katarak dan 0,01% sampai 0,1% pada paska injeksi intravitreal.3

Dalam kebanyakan kasus, terlepas dari asal infeksinya, manifestasi dari

endoftalmitis terdiri atas penglihatan yang menurun atau kabur, mata merah dan

nyeri, pembengkakan kelopak mata. Viritis progresif adalah salah satu temuan

dalam segala bentuk endoftalmitis dan hampir 75% pasien, hipopion juga dapat

terlihat. Perkembangan penyakit endofalmitis dapat menyebabkan panoftalmitis,

infiltrasi dan perforasi kornea dan ptisis bulbi.4

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Mata


2.1.1 Lapisan Mata5
1. Sklera yang merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk

pada mata, merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian

terdepan sklera disebut kornea yang bersifat transparan yang memudahkan

sinar masuk ke dalam bola mata.

2. Jaringan uvea, yang merupakan jaringan vaskular, yang terdiri atas iris,

badan siliar dan koroid. Pada iris didapatkan pupil yang oleh 3 susunan

otot dapat mengatur jumlah sinar masuk ke dalam bola mata, yaitu otot

dapat mengatur jumlah sinar masuk ke dalam bola mata, yaitu otot dilatator,

sfingter iris dan otot siliar. Badan siliar yang terletak di belakang iris

menghasilkan cairan bilik mata (akuos humor), yang dikeluarkan melalui

trabekulum yang terletak pada pangkal iris di batas kornea dan sklera.

3. Lapis ketiga bola mata adalah retina yang terletak paling dalam dan

mempunyai susunan lapis sebanyak 10 lapis yang merupakan lapis

membran neurosensoris yang akan merubah sinar menjadi rangsangan

pada saraf optik dan diteruskan ke otak.5

7
Gambar. 1 Anatomi penampang sagittal bola mata6

2.1.2 Vaskularisasi Mata


Pembuluh darah orbita berasal dari cabang arteri karotid interna (Internal

Carotid Artery / ICA) dan arteri karotid eksterna (External Carotid Artery / ECA).

Cabang utama pembuluh darah orbita adalah arteri oftalmika. Arteri oftalmika

memiliki beberaba cabang yang memperdarahi bagian mata dan adneksa mata.

Arteri oftalmika masuk ke rongga orbita melewati lapisan dura dari saraf optik

dan kanalis optikus. Arteri oftalmika berjalan secara inferolateral dari nervus

optikus.3

Gambar. 2 Pembuluh darah arteri rongga orbita7


8
Vena pada orbita tidak memiliki katup, oleh sebab itu aliran darah balik

pada orbita dipengaruhi dengan perbedaan tekanan. Vena pada orbita tidak

seperti bagian tubuh lainnya yaitu setiap arteri diikuti satu vena sedangkan pada

organ mata memiliki satu arteri diikuti dengan dua vena, yaitu vena oftalmika

superior dan vena oftalmika inferior. Vena orbita superior merupakan gabungan

dari vena supratroklear dan vena angular, masuk ke rongga orbita melalui

supraorbital notch lalu diteruskan menjadi vena oftalmika superior. Sumber

aliran darah lain vena oftalmika superior antara lain vena etmoidalis anterior dan

posterior, vena muskularis, vena lakrimalis, vena retinal sentral, dan vena vorteks

atas yang akan bergabung ke sinus kavernosus.7

Gambar. 3 Pembuluh darah vena rongga orbita7

Organ mata memiliki sawar darah sebagai komponen yang mendasari

homeostatis pembuluh darah. Sawar darah terdapat pada bagian depan dan bagian

belakang bola mata. Sawar darah akuos berada di bagian depan, sedangkan sawar

9
darah retina berada dibagian belakang. Sawar darah retina bagian dalam dibentuk

oleh sel endotel retina, terletak pada lamina basal yang ditutupi oleh sel astrosit

dan sel muller, serta diperkuat oleh tight junction. Sawar darah retina bagian luar

dibentuk oleh tight junction antara sel-sel epitel pigmen retina yang berdekatan.

Sawar darah retina bagian luar terletak diantara koriokapilaris dan neurosensoris

retina. Sawar darah retina berfungsi untuk mengontrol zat-zat dan molekul yang

masuk dan keluar dari retina. Gangguan pada sawar darah dapat menyebabkan

masuknya zat-zat dari dalam darah ke dalam. Kebocoran sawar darah ini dapat

menyebabkan terbentuknya eksudat dan edema pada retina dan jaringan lainnya.

Tight junction pada epitelium siliaris yang tidak berpigmen, pembuluh darah iris,

dan dinding bagian dalam endotel pada kanal Schlemm membentuk sawar darah

akuos. Sawar darah retina mempunyai peranan sebagai kekebalan tubuh untuk

melawan infeksi dan menjauhkan retina dari reaksi imun sistemik. 2,5,6

2.2 Panoftalmitis
2.2.1 Definisi
Panoftalmitis didefinisikan sebagai peradangan supuratif akut pada lapisan

bagian dalam mata disertai nekrosis sklera (dan terkadang kornea) dengan

perluasan ke bagian orbita. Terjadi peradangan supuratif di bagian dalam bola

mata yang meliputi uvea, vitreus dan retina dengan aliran eksudat ke dalam

kamera okuli anterior dan kamera okuli posterior. Peradangan supuratif ini juga

dapat membentuk abses di dalam badan kaca. Hal ini berpotensi membutakan.3

10
2.2.2 Epidemiologi

Endoftalmitis endogen merupakan kasus yang jarang terjadi, biasanya kasus

endoftalmitis endogen terjadi pada 2-15% dari semua jenis kasus endoftalmitis. Beberapa

kasus yang telah terjadi, mata kanan 2 kali lebih berpotensi terinfeksi daripada mata kiri.

Hal ini terjadi karena lokasinya yang lebih proksimal untuk arah aliran darah arteri dari

arteri anonima dextra ke arteri carotis dextra. 3 Endoftalmitis eksogen jarang terjadi

sebagai komplikasi pasien yang menjalani operasi intraokular. Pada pasien yang

menjalani ekstraksi katarak di Bascom Palmer Eye Institute (BPEI) pada tahun 1995-

2001, mengalami komplikasi endoftalmitis dan memiliki prevalensi sebesar 0.04%.

Dalam waktu yang sama di BPEI insiden endoftalmitis pada pasien yang menjalami

Secondary Intraocular Lens (IOL) Implantations memiliki insiden sebesar 0,2%, 0,03%

setelah menjalani pars plana vitrectomy, 0,08% setelah menjalani keratoplastik penetrasi,

dan 0,2% setelah menjalani operasi filtrasi glaukoma. 4 Di Negara Amerika Serikat

sendiri, endoftalmitis pasca operasi katarak merupakan kasus yang paling sering terjadi

dan memiliki prevalensi sebesar 0,1%-0,3% dari operasi lain yang dapat menimbulkan

komplikasi seperti ini. Selain itu, endoftalmitis juga dapat terjadi pada injeksi intravitreal

yang diperkirakan memiliki prevalensi sekitar 0,029% dari 10.000 suntikan. 3

2.2.3 Etiologi dan Klasifikasi


a. Endoftalmitis Endogen

Pada endoftalmitis endogen, bakteri gram positif, gram negatif dan

jamur adalah salah satu pathogen yang sering dilaporkan. Secara umum,

organisme gram negative, terutama Klebsiella pneumoniae berperan dalam

kasus endoftalmitis endogen di Asia sedangkan organisme gram positif dan

jamur adalah agen penyebab yang lebih sering di Amerika dan Eropa.1

11
Pada endoftalmitis endogen, organisme disebarkan melalui aliran darah.

Endoftalmitis endogen beresiko terjadi pada :

- Memiliki faktor predisposisi, seperti : diabetes melitus, gagal

ginjal, penyakit jantung rematik, sistemik lupus eritematos, AIDS dll

- Invasif Prosedur yang dapat mengakibatkan bakteremia

seperti hemodialisis, pemasangan kateter, total parenteral nutrisi dll

- Infeksi pada bagian tubuh lain, seperti: endokarditis, urinary

tract infection, artritis, pyelonefritis, faringitis, pneumoni dll

Pada endoftalmitis endogen kuman penyebabnya sesuai dengan

fokus infeksinya seperti Streptococcus Sp (endokarditis), Stapylococcus

aureus (infeksi kulit) dan Bacillus (invasive prosedur). Sementara bakteri

Gram negatif misalnya Neisseria meningitidis, Neisseria gonorrhoe, H

infuenzae dan bakteri enterik seperti Escherichia colli dan Klebsiella.9

Gejala pada Endoftalmitis Endogen yaitu penurunan penglihatan,

nyeri mata, mata merah, photophobia, floaters dan edema palpebra. Tanda

okular yang dilaporkan termasuk hipopion, subconjungtival hemoragi,

injeksi kongjungtival, iritis, retinitis, edema korneal, cell pada BMD serta

pengurangan atau ketiadaan red reflex.

b. Endoftalmitis Eksogen

Pada endolftamitis eksogen organisme yang menginfeksi mata

berasal dari lingkungan luar. Endoftalmitis eksogen terjadi ketika

organisme penginfeksi masuk ke mata melalui inokulasi langsung,

seperti dari operasi intraokular, trauma tembus atau penyebaran yang

12
berdekatan dari jaringan yang berdekatan. Endolftamitis eksogen

dikategorikan menjadi : endolftalmitis post operasi dan endolftalmitis

post trauma.

 Endoftalmitis Post Operatif

Pada endoftalmitis post operasi, bakteri penyebab tersering

merupakan flora normal pada kulit dan konjungtiva. Endoftalmitis ini

sering terjadi setelah operasi operasi berikut ini : katarak, implantasi IOL,

glaukoma, keratoplasty, eksisi pterigium, pembedahan strabismus

parasintesis, pembedahan vitreus dll.

- Acute Post Operative Endophthalmitis

Acute Post Operative Endophthalmitis secara umum terjadi dalam 6

minggu prosedur operasi mata. Operasi katarak yang paling banyak

bertanggung jawab untuk kasus ini. Insidensi yang dilaporkan berkisar

antara 0,03% sampai 0,2%. Kasus lain yang paling jarang adalah setelah

keratoplasti, sklera buckling, implantasi glaukoma drainase, dan lainnya.

Berhubungan dengan peningkatan Pars plana vitrectomy, peningkatan

endoftalmitits juga terjadi. Insiden yang dilaporkan sekitar 0% sampai

2,4% operasi.

13
Gambar. 4 Acute Post Operative Endophthalmitis (sutured corneal
wound dengan hipopion)2
Gejala klinis

Pasien datang dengan penurunan tajam penglihatan, 82% dengan injeksi

konjungtiva, 74% dengan nyeri mata, dan 35% dengan edema palpebra.

Acute Post Operative Endophthalmitis datanng dengan klinis umum

yang sama, untuk berbagai derajat sakit.

Faktor resiko

Pasien yang menjalani operasi katarak, resiko preoperative yang

berhubungan dengan Acute Post Operative Endophthalmitis

dihubungkan dengan blepharitis, diabetetes melitus, dan umur.

Periopertive resiko termasuk steroid preopertive, komplikasi

intraoperative, ruptur capsular posterior, kehilangan vitreous, dan alhli

bedah yang kurang berpengalaman.

Etiologi

Penelitian melaporkan 94,2% adalah bakteri gram positive. Beberapa

kasus, coagulase-negative Staphylococcus adalah patogen yang

diidentifikasikan paling umum sekitar 70% diikuti Staphylococcus

14
aureus 9,9% dan spesies Streptococcus 9%. Jarang ada laporan infeksi

jamur setelah operasi EVS dan PPV namun di India, dilaporkan

insidensi fungal dari 17% sampai 22%.

- Delayed (Kronis) Post Operative Endophthalmitis

Delayed Onset Post Operative Endophthalmitis secara umum

didefinisikan dengan onset kejadian lebih dari 6 minggu – 2 tahun paska

operasi. Kasus ini kurang umum daripada yang akut dengan laporan 1 :

3,5. Kesamaannya, kasus ini terhitung sekitar 7,2% dari semua kasus

Post Operative Endophthalmitis. Insidensinya diaporkan sekitar 0,02%.

Gambar. 5 Delayed (Kronis) Post Operative Endophthalmitis (small

hypopion dan peripheral intracapsular infiltrates)2

Gejala klinis

Secara klinis progres lambat dan mungkin datang dengan inflamasi

ringan. Ketika dibandingkan dengan Acute Post Operative Type,

hypopion kurang umum, nyeri mungkin ada atau mungkin tidak ada.

Karakteristik dengan plak putih dalam capsular bag yang paling sering

dilihat.

Etiologi

15
Propionibacterium acnes yang paling sering diisolasi sekitar 41%

sampai 63% kasus. Fungal infeksi juga penting sebagai penyebab dan

bertangung jawab sekitar 16% sampai 27% kasus.

- Bleb Associated Endophthalmitis

Kasus ini mungkin terjadi mengikuti Trabeculectomy paada kedua

kasus akut < 4 minggu dan lebih sering lambat >4 mingggu. Laporan

dari operasi hingga diagnosis beragam tapi secara umum berkisar 1,5

tahun sampai 7 tahun dan bisa 44 tahun. Laporan insidensi kasus ini

berkisar 0,17% sampai 13,2 %.

Gambar.6 Bleb Associated Endophthalmitis (purulent filtering bleb dan

hypopion)2

Gejala Klinis

Pasien dapat datang dengan nyeri, penurunan tajam penglihatan, RAPD,

hipopion. Prodormal gejala seperti sakit kepala, nyeri mata dan

konjungtivitis, sudah dilaporkan sekitar 35% dari kasus ini.

Faktor resiko

16
Riwayat blebitis sebelumnya, onset lambat adanya kebocoran bleb, usia

muda, penggunaan antimetabolit, inferior trabeculectomy, bleb

avaskular tipis, miopi axial, blepharitis, dan penggunaan antibiotik

kronik.

Etiologi

Coagulase negative Staphylococcus terkhususnya Staphylococcus

epidermidis dan S aureus adalah yang paling umum. Spesies

Streptococus dan gram negative spesifik Moraxella catarhallis juga

predominan.

- Post Intravitreal Injection Endophthalmitis

Laporan kasus ini mencapai 0,02% sampai 0,32% per injeksi. Karena

kebanyakan pasien dirawat dengan injeksi serial, insidensi per pasien

sangat tinggi. Metanalisis pada 350.535 pasien diantara 45 publikasi

antara 2005-2012 melaporkan insidensi secara umum sekitar 0,056%

atau 1 per 1.779 injeksi intravitreal. Noninfectious endoftalmitis dapat

terjadi setelah ini namun etiologinya belum dapat dijelaskan secara baik

namun mungkin hadirnya reaksi inflamais kepada kompenen vehicle

atau migrasi dari tiaamcinolone acetonide crystals. Insidensinya 0,37%

setelah aflibercept injection, 0,27%-1,49% setelah bevacizumab

injection dan 1,6%-2,7% setelah tiamcinolene actonide injeksi.2

17
Gambar. 7 Post Intravitreal Injection Endophthalmitis (chemosis dan hypopion)2

Gejala Klinis

Gejala muncul pada beberapa hari pertama setelah operasi. Gejala paling

umum berupa penurunan penglihatan, nyeri mata,ckemerahan, dengan

adanya cell pada anterior camber ,hypopion dan vitritis.

Faktor resiko

Faktor resiko termasuk usia tua, diabetes melitus, blepharitis, anestesi

subconjungtival, pergerakan pasien selama injeksi.

Etiologi

Negative coagulase Staphylococcus sekitar 38% -65% dan spesies

Streptococcus 29%-31% adalah organisme paling umum. Lainnya

berupa Bacillus cereus, Enterococcus feacalis, S. epidermidis dan S.

aureus.

 Post Traumatic Endophtalmitis

Kasus ini tidak umum namum penting sebagai komplikasi trauma mata

terbuka. Insidensi yang dilaporkan antara 0% sampai 12% dengan high

insidensi sekitar 35% jika ada IOFB

18
Gambar. 8 Post Traumatic Endophtalmitis (sutured corneal wound
dan hypopion)2

Gejala klinis

Diagnosis dapat dibuat setelah trauma awal. Tanda dan gejala berupa

hipopion, penurunan penglihatan, retinitis, vitritis, nekrosis retina dan

periphlebitis, nyeri menyesuaikan derajat trauma. Temuan lain yang

dapat membantu klinisi mencuriga endoftalmitis pada trauma terbuka

termasuk edema pada kornea dan kelopak mata dan kehilangan red

reflect.

Faktor resiko

Banyak faktor resiko pada kasus ini berupa IOFB, ruptur les traumatik,

luka korneal, pelepasan retinal atau robekan retinal, ruptur lensa

posterior katarak, truamatik, luka kotor. Penurutupan luka terlambat dan

perbaikan primer 12-24 jam sebagai resiko penting. Prolaps iris, viterus,

dan kehadiran himfema mungkin mengurangi resiko kasuS ini karena

mereka mungkin bertindak sebagai barier melawan mikroba yang masuk

Etiologi

Secara umum 80%-90% penyebab berupa culture positive

19
bacteria seperti coagulase negative Stapylococcal organism,

S.epidermidis dan S. saprophyticus dengan spesises streptococcus , gram

negative berupa Bacillus spesies. Enterobacter dan pseudomonans

adalah spesies gram negative paling umum. Aspergillus adalah fungi

paling umum yang dilaporkan.

 Endoftalmitis Fakoanalitik

Endoftalmitis fakoanafilaktik merupakan endoftalmitis unilateral

ataupun bilateral yang merupakan reaksi uvea granulomatosa terhadap

lensa yang mengalami ruptur. Endoftalmitis fakoanafilaktik merupakan

suatu penyakit autoimun terhadap jaringan tubuh (lensa) sendiri, akibat

jaringan tubuh tidak mengenali jaringan lensa yang tidak terletak di

dalam kapsul. Pada tubuh terbentuk antibodi terhadap lensa sehingga

terjadi reaksi antigen antibodi yang akan menimbulkan gejala

endoftalmitis fakoanafilaktik.5

2.2.4 Patofisiologi
1. Endoftalmitis Eksogen

1.1 Endoftalmitis Pasca Operasi

Setiap prosedur operasi yang mengganggu integritas bola mata dapat

menyebabkan endoftalmitis eksogen. Permukaan mata, adneksanya serta peralatan

bedah yang terkontaminasi dianggap sebagai sumber infeksi primer pada

endoftalmitis pasca operasi. Tingkat keparahan serta klinis dari endoftalmitis

pasca operasi berkaitan dengan virulensi, inokulum bakteri, waktu diagnosis, dan

status imun pasien.1,5 Proses infeksi diawali dengan fase inkubasi. Pada fase

20
inkubasi belum menampakkan gejala klinis dan terjadi 16-18 jam. Selama fase ini

bakteri berproliferasi dan inokulasi bakteri intraokular selanjutnya menembus

barrier aqueous, hal ini diikuti dengan eksudasi fibrin dan infiltrasi seluler oleh

granulosit neutrofil. Fase inkubasi bervariasi tergantung dari jenis bakteri patogen

(contoh, Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa selama 10 menit,

Propionibacterium sp. >5 jam) dan faktor lain seperti toksin yang diproduksi oleh

bakteri. Setelah terjadinya infeksi primer pada bagian posterior kemudian akan

diikuti inflamasi pada ruang anterior dan respon imun yaitu makrofag dan limfosit

akan menginfiltrasi ke dalam rongga vitreous dalam waktu sekitar 7 hari. Dalam

waktu 3 hari setelah infeksi intraokular, antibodi spesifik patogen dapat terdeteksi.

Antibodi spesifik patogen membantu eliminasi mikroba melalui opsonisasi dan

fagositosis dalam waktu 10 hari. Mediator inflamasi, terutama sitokin merekrut

leukosit yang menambah efek destruktif, cedera retina dan proliferasi

vitreoretinal.6

a. Endoftalmitis Pasca Operasi Katarak

Operasi katarak adalah salah satu operasi mata yang paling umum

dilakukan di seluruh dunia, dan endoftalmitis akut pasca operasi katarak

menjadi salah satu komplikasinya. Bakteri permukaan mata mencemari

aqueous humor sebanyak 7-43% operasi katarak, tetapi jarang terjadi

endoftalmitis. Hal ini mungkin karena aqueous humor memiliki waktu

regenerasi yang cepat (100 menit). Vitreous humor tidak beregenerasi,

sehingga lebih rentan terhadap infeksi. Selama operasi katarak, kabut lensa

dihapus tetapi kapsul lensa posterior yang tersisa utuh. Putusnya kapsul ini

21
secara tidak sengaja akan meningkatkan risiko endoftalmitis 14 kali lipat.

Faktor risiko endoftalmitis lainnya termasuk sayatan bersih kornea dan

silikon daripada akrilik lensa intra-okular (IOLs). Sebuah penelitian

menyebutkan teknik yang dilakukan pada sayatan bersih kornea diduga

menyebabkan terjadinya luka yang kurang stabil, sehingga memungkinkan

fluktuasi tekanan intraokular dan berpotensi lebih mudahnya bakteri masuk

melalui luka yang ditutup kurang benar. Bahan intraokular lensa yang

berbeda berpotensi bertindak sebagai vektor untuk bakteri menyebar ke mata,

selain itu viskoelastik zat seperti natrium hialuronat atau hidroksipropil metil

selulosa diduga memfasilitasi penularan bakteri ke mata.5,7

b. Endoftalmitis Pasca Injeksi

Suntikan anti-vascular endothelial growth factor agents intravitreal

(misalnya bevacizumab, ranibizumab, dan pegaptanib) diberikan untuk

mengobati degenerasi makula neovaskular. Suntikan dapat diulang setiap

bulan selama beberapa bulan, dan setiap suntikan membawa risiko kecil

untuk terkena endoftalmitis. Sebuah studi menggunakan database Medicare

dan didapatkan dari 40.903 suntikan, ditemukan tingkat endoftalmitis adalah

0,09% per injeksi.7

c. Endoftalmitis terkait Bleb

Bleb adalah cacat skleral yang sengaja dibuat saat operasi, hanya

ditutupi dengan konjungtiva, yang memungkinkan kelebihan aqueous humor

diserap ke dalam sirkulasi sistemik. Konjungtiva merupakan pemisah antara

flora permukaan okular dari aqueous humor di bleb itu, sehingga

22
endoftalmitis dapat terjadi setiap saat. Bleb penyaring adalah penanganan

untuk glaukoma. Risiko endoftalmitis adalah 1,3% per pasien tiap tahun.7

1.2 Endoftalmitis Pasca Trauma

Peningkatan resiko endoftalmitis pasca trauma terjadi pada mata dimana

terdapat luka-luka yang kotor, pecahnya kapsul lensa, usia yang lebih tua.

Bacillus sp. dan Streptococcus sp. merupakan spesies yang sering ditemukan

berpenetrasi dalam trauma dengan disertai badan asing dengan komposisi

organik intraokular. Hal ini penting karena Bacillus sp. berhubungan dengan

terjadinya infeksi yang lebih agresif. Bakteri basil sering berada dimana-mana

seperti tanah, air, dan debu. Virulensi dapat disebabkan oleh racun bakteri

seperti hemolisin, lipase, enterotoksin dan protease yang bekerja Bersama -

sama. Spesies lain yang menjadi penyebab endoftalmitis pasca trauma

diantaranya S.epidermidis, Propionibacterium acnes, Pseudomonas dan

Streptococcus sp., organisme Gram negatif, fungi, dan sebagainya.

Endoftalmitis pasca trauma juga bisa diakibatkan karena penyebaran dari

kornea, sklera yang terinfeksi, atau luka disekitarnya. Tergantung dari virulensi

patogen, endoftalmitis pasca trauma dapat terjadi dalam beberapa jam setelah

trauma sampai beberapa minggu setelah trauma. Penelitian lain menunjukkan

bahwa penurunan fungsi retina dan infiltrasi neutrofil pada vitreous dapat

terjadi dalam waktu 4 jam pasca infeksi.5,8

2. Endoftalmitis Endogen

Berbeda dengan endoftalmitis eksogen, dimana patogen masuk dari luar

tubuh menuju ke mata, pada endoftalmitis endogen terjadi infeksi sekunder yang

23
menyebar secara hematogen dari sumber yang berjauhan didalam tubuh. Hal

tersebut terjadi ketika mikroorganisme dalam aliran darah masuk ke mata,

melewati blood ocular barrier (sawar darah) dan menginfeksi jaringan okular.

Karena aliran darah yang lebih tinggi, koroid dan korpus siliari merupakan fokus

infeksi primer di mata dan secara sekunder melibatkan retina dan vitreous.

Sebagian besar organisme mencapai mata melalui jaringan vaskuler pada bagian

posterior mata. Mata kanan lebih sering terkena karena lokasinya yang lebih

proksimal untuk arah aliran darah arteri dari arteri anonima dextra ke arteri carotis

dextra. Penyebaran langsung dari fokus infeksi juga dapat terjadi pada kasus

infeksi sistem saraf pusat melalui nervus optikus.5,9 Tidak seperti endoftalmitis

akibat pasca operasi dan pasca trauma, dimana kerusakan jaringan secara primer

disebabkan oleh produksi toksin dari organisme, pada endoftalmitis endogen,

kerusakan jaringan terjadi karena septik embolus yang memasuki jaringan

vaskuler pada bagian posterior mata dan bertindak sebagai sebuah nidus untuk

diseminasi dari organisme kedalam jaringan sekitarnya setelah melewati blood-

ocular barrier. Hal ini menyebabkan proliferasi mikroba dan reaksi inflamasi pada

jaringan yang terkena. Infeksi meluas dari retina dan koroid kedalam ruang vitreus

dan kemudian menuju ke ruang anterior dari mata. 9 Faktor resiko yang dapat

menyebabkan terjadinya endoftalmitis endogen terutama berkaitan dengan

terjadinya imunosupresi atau peningkatan faktor resiko terhadap infeksi yang

bekaitan dengan darah. Faktor resiko yang paling sering terjadi berkaitan dengan

penyakit imunosupresi seperti diabetes melitus, infeksi HIV, kanker, gagal ginjal

yang memerlukan dialisis, penyakit jantung, penggunaan antibiotik spektrum luas

24
jangka panjang, steroid dan obat imunosupresi lainnya, operasi seperti operasi

intra abdominal, penyalahgunaan obat intravena. Asal infeksi yang paling sering

dilaporkan adalah abses pada hati, diikuti oleh pneumonia, endokarditis, infeksi

jaringan ikat, infeksi saluran urin, meningitis, septik artritis, dan selulitis orbital.5

2.2.5 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis endoftalmitis dapat dibedakan dari gejala subjektif dan

objektif yang diperoleh dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan fisik

mendukung.3

Gejala subjektif dari endoftalmitis adalah :

- Fotofobia (rasa takut pada cahaya)

- Nyeri pada bola mata

- Penurunan tajam penglihatan

- Nyeri kepala

- Mata terasa bengkak

- Kelopak mata bengkak, merah, kadang sulit untuk dibuka

Gejala objekif dapat diperoleh melalui pemeriksaan luar, slit lamp dan

funduskopi. Kelainan fisik yang dapat ditemukan yaitu berupa :

- Edema Palpebra Superior (bengkak pada kelopak mata superior)

- Injeksi Konjungtiva

- Hipopion (akumulasi sel darah putih/nanah di ruang anterior mata)

- Edema Kornea (bengkak pada kornea)

25
- Vitritis (vitreous yang mengalami inflamasi)

- Discharge Purulen (mengeluarkan nanah)

- Kemosis (edema/bengkak pada stroma konjungtiva)

Endoftalmitis yang disebabkan jamur, di dalam korpus vitreous

ditemukan masa putih abu-abu, hipopion ringan, bentuk abses satelit di

dalam badan kaca, dengan proyeksi sinar yang baik.

2.2.6 Diagnosis9,10,11
Anamnesis

Endoftalmitis secara umum dicurigai berdasrakan presentasi klinis, dan

konfirmasi dengan laboratorium dari vitreus atau aqueos. Ini penting untuk

mempertimbangkan penyakit postensial yang mirip dengan endoftalmitis

termasuk nonfinfeksious inflamasi, seperti toxic anterior segment syndrome,

perdarahan vitreus, dan lainnya. Ketika dicurigai endoftalmitis, secara tipikal

diterapi dengan broad-spectrum antibiotik , identifikasi penyebab causative

penting dalam memberikan antibiotik sensisitive dan membantu terapi dalam

terapi yang tidak berespon pada inisial terapi. Vitreous spesimen lebih akurat dan

reliabe dibandingkan kultur aqueous. Beberapa kasus 40% menujukkan negative

result namun postive result pada vitreous.

Diagnosis postraumatic endophtalmitis mungkin menantang karena tanda

dan gejala overlap dengan inisial injuri sendiri. Kehadiran vitritis, hipopion,

nyeri hebat sebaiknya dipertimbangkan sebagai infeksi diagnostik penting

lainnya berupa identifikasi kehadiran IOFB dengan pemeriksaan klinis, B scan

echography, CT dan MRI. Pada endogenous endoftalmitis ,diagnostik yang dibuat

26
serikali dengan tambahan cultur darah. Namun kultur darah negatif tidak

menyingkirkan diagnosis.

Anamnesis dilakukan dimulai dari keluhan utama. Pasien biasa datang

dengan keluhan yaitu nyeri hebat pada mata, mata merah, lakrimasi, fotofobia,

penglihatan sangat menurun.

Gambar. 9 Endoftalmitis. Tampak konjungtiva hiperemis, kornea keruh dengan


pewarnaan fluorescein, pada BMD tampak hipopion5

Gambar. 10 Endoftalmitis. Tampak konjungtiva hiperemis dan kemosis, kornea

keruh seluruhnya dan hipopion pada seluruh BMD5

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan luar, slit lamp dan

funduskopi kelainan fisik yang dapat ditemukan yaitu berupa :

• Edema Palpebra Superior (bengkak pada kelopak mata superior)

• Injeksi Konjungtiva

27
• Hipopion (akumulasi sel darah putih/nanah di ruang anterior mata)

• Edema Kornea (bengkak pada kornea)

• Vitritis (vitreous yang mengalami inflamasi)

• Discharge purulen (mengeluarkan nanah)

• Kemosis (edema/bengkak pada stroma konjungtiva)

Endoftalmitis yang disebabkan jamur, di dalam corpus vitreous ditemukan

masa putih abu-abu, hipopion ringan, bentuk abses satelit di dalam badan kaca,

dengan proyeksi sinar yang baik.

Pemeriksaan Penunjang8,9,10

Pemeriksaan penunjang laboratorium yang paling penting dalam kasus

endoftalmitis adalah gram stain dan kultur dari cairan akuos maupun vitreus.

Pada saat pengambilan cairan akuos maupun vitreus, biasanya diikuti oleh injeksi

antibiotik baik intracameral maupun intravitreal. Hal ini dilakukan untuk

mengetahui jenis mikroorganisme yang menginfeksi lebih spesifik.

Pengambilan cairan akuos dan injeksi intrakameral dilakukan dengan jarum

suntik nomor 27 ataupun 30. Pertama kali dilakukan anestesi lokal dengan

pantokain topikal, kemudian margo palpebra dibersihkan dengan cotton bud yang

mengandung 10% povidon iodine. Setelah itu lapangan operasi dibersihkan

dengan povidone iodine yang telah diencerkan dengan pengenceran 10:90, 10%

povidon iodine dan 0,9% NaCl. Setelah dibersihkan, dilakukan anestesi lokal

dengan injeksi subkonjungtiva atau peribulbar dan mata difiksasi dengan forsep

konjungtiva. Jarum nomor 27 atau 30 dengan syringe 1 ml kemudian disuntikkan

ke dalam bilik mata depan melalui kornea perifer. Sebanyak 0,1 – 0,2 ml cairan

28
akuos diaspirasi dan diteteskan ke atas kaca obyek, agar darah, dan ke dalam dasar

tabung thioglycollate atau agar sabouraud. Setelah itu, antibiotik diinjeksikan

perlahan ke dalam bilik mata depan dengan bevel jarum mengarah ke atas.

Pengambilan cairan vitreus dan injeksi intravitreal dilakukan dengan jarum

suntik nomor 23. Pertama kali dilakukan anestesi lokal dengan pantokain topikal,

kemudian margo palpebra dibersihkan dengan cotton bud yang mengandung 10%

povidon iodine. Setelah itu lapangan operasi dibersihkan dengan povidone iodine

yang telah diencerkan dengan pengenceran 10:90, 10% povidon iodine dan 0,9%

NaCl. Setelah dibersihkan, dilakukan insisi konjungtiva pada kuadran ínfero atau

superotemporal 2,5 mm dari limbus, kauter sklera pada tempat yang akan

dilakukan sklerotomi, dan dilakukan penjahitan preplaced dengan 8,0 vicryl

atau 10,0 nylon. Fiksasi bola mata dengan forsep dan ditusukkan jarum nomor

23 dengan siringe 1 ml pada sklera yang sudah sipasang jahitan preplaced.

Sebanyak 0,1 – 0,2 ml cairan vitreus diaspirasi dan diteteskan ke atas kaca

obyek, agar darah, dan ke dalam dasar tabung thioglycollate atau agar

sabouraud. Setelah itu, antibiotik diinjeksikan perlahan ke dalam bilik mata

depan dengan bevel jarum mengarah ke atas dan jahitan preplaced dikencangkan.

Pada kasus endoftalmitis, cairan di korpus vitreous keruh akibat adanya

infeksi. Hal ini dapat dilihat dengan menggunakan oftalmoskop untuk melihat

apakah terdapat benda asing dalam bola mata dan mengetahui perkembangan

infeksi sudah mencapai retina atau belum. Untuk kasus endoftalmitis endogen,

pemeriksaan laboratorium lain dapat dilakukan. Complete Blood Count (CBC)

untuk mengetahui tanda tanda infeksi dengan menghitung jumlah leukosit.

29
Erythrocyte Sedimentation Rate (ESR) untuk mengevaluasi penyebab rematik,

infeksi kronik atau keganasan. Biasanya ESR normal pada kasus endoftalmitis.

Lalu pemeriksaan kadar urea darah dan kreatinin untuk mengevaluasi pasien

dengan gagal ginjal yang dimana meningkatkan resiko.

Pemeriksaan imaging juga dapat dilakukan untuk menunjang diagnosis. Jika

dengan oftalmoskop tidak terlihat dapat menggunakan USG (Ultrasonografi).

Bermanfaat untuk melihat adanya penebalan retina, koroid dan benda asing di

okular. Lalu rontgen dada untuk mengevaluasi sumber infeksi dan USG jantung

dimana bertujuan mengevaluasi endokarditis sebagai sumber infeksi.

2.2.7 Terapi
Endoftalmitis dapat diobati dengan antibiotika melalui periokular atau

subkonjungtiva. Antibiotik topikal dan sistemik ampisilin 2 gram/hari dan

kloramfenikol 3 gram/hari. Antibiotik yang sesuai untuk kausa bila kuman

adalah stafilokok, basitrasin (topikal), metisilin (subkonjungtiva dan IV).

Sedangkan bila kuman penyebab adalah pneumokok, streptokok dan stafilokok

bisa diberikan penisilin G (topikal subkonjungtiva dan IV). Bila penyebab

Neiseria diberikan penisilin G (topikal subkonjungtiva dan IV). Pseudomonas

diobati dengan gentamisisn, tobramisin dan karbesilin (topikal subkonjungtiva

dan IV). Bila penyebab jamur diberikan amfoterisin B150 mikrogram

subkonjungtiva. Sikloplegik diberikan 3x/hari tetes mata untuk mengurangi nyeri.

Apabila pengobatan gagal maka dapat dilakukan tindakan operatif yaitu eviserasi

dan enukleasi.

Enukleasi bulbi merupakan tindakan pembedahan mengeluarkan bola mata

30
dengan melepas dan memotong jaringan yang mengikatnya didalam rongga

orbita. Jaringan yang dipotong adalah seluruh otot penggerak mata, saraf optik

dan melepaskan konjungtiva dari bola mata. Enukleasi bulbi biasanya dilakukan

pada keganasan intraokular, mata yang dapat menimbulkan oftalmia simpatika,

mata yang tidak berfungsi dan memberikan keluhan rasa sakit, endophthalmitis

supuratif dan pthisis. Biasanya pasien setelah enukleasi bulbi diberi mata palsu

atau protesis. Eviserasi bulbi merupakan tindakan mengeluarkan seluruh isi bola

mata seperti kornea, lensa, badan kaca, retina dan koroid. Setelah isi dikeluarkan

maka limbus kornea dieratkan dan dijahit. Eviserasi bulbi dilakukan pada mata

dengan panophthalmitis dan endophthalmitis berat.

Pada kasus yang berat juga dapat dilakukan Vitrektomi Pars Plana (PPV).

Virektomi Pars Plana adalah prosedur vitreoretina yang umum digunakan dalam

penanganan beberapa kondisi termasuk ablasio retina , PPV sendiri bertujuan

untuk mengeluarkan organisme beserta produk toksin dan enzim proteolitiknya

yang berada dalam vitreous, meningkatkan distribusi antibiotik dan

mengeluarkan membran siklitik yang terbentuk, yang potensial menimbulkan

ablasi, serta mengembalikan kejernihan vitreous.

31
Gambar. 11 Tindakan operatif Enucleasi

Gambar. 12 Tindakan operatif Eviserasi

Gambar. 13 Tindakan Operatif Vitrektomi pars plana (PPV)

32
Profilaksis antibiotik2

Post Operative Endophthalmitis

The European Society Of Cataract And Refractive Surgeons (ESCRS)

menujukkan bahwa intracameral cefuroxime selama phacoemulsification

mengurangi insidensi Post Operative Endophthalmitis. Di US, antibiotik ini tidak

tersedia dalam bentuk prepackaged dan harus direkonstitusi dari bubuk di ruangan

operasi, menciptakan resiko dilutio errors dan contaminasi. Profilaksis antibiotik

meningkatkan bacterial drug resistance.

Post Intravitreal Injection Endophthalmitis

Povidine iodine efektif mengurangi kejadian ini. Beberapa penelitian

menunjukkan pemberian antibiotik topikal setelah 5 hari injeksi meningkatkan

insidensi endoftalmitis mungkin karena merubah flora normal Beberapa penelitian

melaporkan penggunaan profilaksis antibiotik berkontribusi pada resisitensi

antibiotik .

Post Traumatic Endophtalmitis

Antibiotik prorfilaksis dalam postratuamtic endophtalmitis masih sangat

kontroversial dalam bebErapa RCT. Sistemik antibiotik digunakan secara luas

pada trauma terbuka mata dan beresiko postratuamtic endophtalmitis. Namun

penelitian RCT prospective menggunakan profilaksis antibiotik intracameral dan

intravitreal antibiotik postratuamtic endophtalmitis , ada statistik signifikan

mengurangi angka endoftalmitis pada IOFB.

33
2.2.8 Diagnosis Banding3
a. Keratitis

Keratitis merupakan peradangan kornea. Radang kornea biasanya

diklasifikasikan dalam lapis kornea yang terkena seperti keratitis

superfisial dan interstisial atau profunda. Keratitis mempunyai gejala sakit

ringan sampai berat, silau, mata merah dan kotor, lesi di kornea disertai

penglihatan menurun.

b. Panoftalmitis

Panoftalmitis adalah peradangan supuratif intraokular yang melibatkan

rongga mata hingga lapisan luar bola mata, kapsul tenon dan jaringan bola

mata. Panoftalmitis biasanya disebabkan oleh masuknya organisme piogenik

ke dalam mata melalui luka pada kornea yang terjadi secara kebetulan atau

akibat operasi atau mengikuti perforasi suatu ulkus kornea. Sebagian kecil,

kemungkinan akibat metastasis alamiah dan terjadi dalam kondisi seperti

pyaemia, meningitis atau septikemia purpural. Panoftalmitis menimbulkan

beberapa gejala yaitu, kemunduran penglihatan disertai rasa sakit, mata

menonjol, edema kelopak, konjungtiva kemotik, kornea keruh, bilik mata

dengan hipopion dan refleks putih di dalam fundus dan okuli. Panoftalmitis

memerlukan penanganan yang tepat dan cepat karena merupakan infeksi

mata yang paling serius mengancam penglihatan. Panoftalmitis dapat terjadi

didahului dengan endoftalmitis disertai dengan proses peradangan yang

mengenai ketiga lapisan mata (retina, koroid, dan sklera) dan badan kaca.

Disamping itu dapat pula karena suatu uveitis septik yang lebih hebat dan

34
akibat tukak kornea perforasi. Karena ini suatu keadaan septis maka ada

gejala-gejala seperti: demam, menggigil, muntah-muntah, dan sebagainya.11

c. TASS (Toxic Anterior Segment Syndrome)

Toxic anterior segment syndrome (TASS) juga termasuk dalam diagnosis

banding endoftalmitis. TASS disebabkan karena zat non infeksi yang masuk

ke dalam mata, seperti toksin bakteri, pengawet, senyawa pembersih atau

solusi intraokular. Selain itu, TASS biasanya dialami pasca operasi akibat

substansi zat beracun seperti instrumen, cairan, atau lensa intraokular. Hal-

hal yang membedakan antara TASS dan endoftalmitis adalah onset dari

TASS yang cepat (12-24 jam setelah operasi atau injeksi intravitreal),

kurangnya rasa sakit atau kemerahan, edema kornea difus dan kurangnya

organisme terisolasi dengan pewarnaan atau kultur.11

d. Uveitis

Uveitis adalah inflamasi traktus uvea (iris, korpus siliaris,dan koroid)

dengan Uveitis menunjukkan suatu peradangan pada iris (iritis, iridosiklitis),

corpus siliare (uveitis intermediet, siklitis, uveitis perifer, atau pars planitis),

atau koroid (koroiditis). Namun dalam praktiknya, istilah ini turut mencakup

peradangan pada retina (retinitis), pembuluh - pembuluh retina (vaskulitis

retinal), dan nervus opticus intraocular (papilitis). Uveitis bisa juga terjadi

sekunder akibat radang kornea (keratitis), radang sklera (skleritis), atau

keduanya (sklerokeratitis). Uveitis biasanya terjadi pada usia 20-50 tahun

dan berpengaruh pada 10-20% kasus kebutaan yang tercatat di negara-

negara maju. Uveitis lebih banyak ditemukan di negara-negara berkembang

35
dibandingkan negara-negara maju karena lebih tinggi prevalensi infeksi

yang bisa mempengaruhi mata, seperti toksoplasmosis dan tuberkulosis di

negara-negara berkembang.11

e. Ulkus Kornea

Ulkus biasanya disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:

- Infeksi bakteri (misalnya Staphylococcus sp., Pseudomonas sp. atau

Strepococcus pneumoniae), jamur, virus (misalnya herpes) atau protozoa

Acanthamoeba.

- Kekurangan vitamin A atau protein .

- Mata kering (karena kelopak mata tidak menutup secara sempurna dan

melembabkan kornea). Gejala yang muncul akibat ulkus kornea misalnya,

rasa nyeri, peka terhadap cahaya (fotofobia) dan peningkatan pembentukan

air mata, gangguan penglihatan, mata terasa gatal, kornea akan tampak

bintik nanah yang berwarna kuning dan lain sebagainnya.11

f. Ruptur bola mata

Trauma dapat menyebabkan ruptur pada bola mata dan pembuluh darah iris,

akar iris dan badan siliar sehingga mengakibatkan pendarahan dalam bilik

mata depan. Trauma pada mata dapat terjadi dalam bentuk-bentuk antara

lain : trauma tumpul, trauma tembus bola mata, trauma kimia, dan trauma

radiasi. Trauma kimia basa mengakibatkan suatu kegawatdaruratan. Basa

akan menembus kornea, camera oculi anterior, dan sampai retina dengan

cepat, sehingga berakhir dengan kebutaan.11

g. Perdarahan Vitreous

36
Perdarahan vitreous adalah ekstravasasi darah ke salah satu dari beberapa

ruang potensial yang terbentuk di dalam dan di sekitar korpus vitreous.

Kondisi ini dapat diakibatkan langsung oleh robekan retina atau

neovaskularisasi retina, atau dapat berhubungan dengan perdarahan dari

pembuluh darah yang sudah ada sebelumnya. Perdarahan vitreous dapat

terjadi akibat dari retinitis proliferans, oklusi vena sentral, oklusi vena

cabang, ablasio retina, kolaps posterior vitreus akut tanpa harus ada

robekan. Pasien dengan perdarahan vitreus sering datang dengan keluhan

mata kabur atau berasap, ada helai rambut atau garis (floaters), fotopsia,

seperti ada bayangan dan jaring laba- laba. Gejala subyektif yang paling

sering ialah fotopsia, floaters. Fotopsia ialah keluhan berupa kilatan cahaya

yang dilihat penderita seperti kedipan lampu neon di lapangan. Kilatan

cahaya tersebut jarang lebih dari satu detik, tetapi sering kembali dalam

waktu beberapa menit. Kilatan cahaya tersebut dilihat dalam suasana redup

atau dalam suasana gelap. Fotopsia diduga oleh karena rangsangan

abnormal vitreus terhadap retina. Floaters adalah kekeruhan vitreus yang

sangat halus, dilihat penderita sebagai bayangan kecil yang berwarna gelap

dan turut bergerak bila mata digerakkan.11

2.2.9 Prognosis3
Secara umum, endoftalmitis memiliki prognosis yang buruk dan dapat

menyebabkan kehilangan penglihatan total, terutama jika diagnosisnya salah,

tidak didiagnosis lebih awal dan pasien tidak segera menerima perawatan yang

tepat sesuai. Diagnosis dini dan pengobatan yang tepat sangat penting untuk

37
pasien endoftalmitis. Diagnosis dan pengobatan endoftalmitis yang lebih cepat

dan akurat, semakin baik prognosisnya. Dilihat dari mikroorganisme penyebab

endoftalmitis, perbedaan penyebab agen infeksi memiliki prognosis yang berbeda-

beda.

38
BAB III

PENUTUP

Endoftalmitis adalah peradangan intraokular yang melibatkan rongga

vitreous dan ruang anterior mata dan dapat melibatkan jaringan mata yang

berdekatan lainnya seperti koroid atau retina, sklera atau kornea. Penyebab

endoftalmitis sangat bervariasi tergantung dari jenisnya, yaitu endoftalmitis kronis

pasca operasi, endoftalmitis akut pasca operasi, endoftalmitis pasca trauma dan

endoftalmitis endogen. Patogen yang menginfeksi mata dapat masuk dari luar

tubuh, dan dapat pula menyebar secara hematogen dari sumber yang berjauhan di

dalam tubuh. Manifestasi klinis dari endoftalmitis dapat diketahui dari gejala

subjektif dan objektif yang didapatkan dari anamnesa, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang. Pengobatan ditujukan bukan untuk memperbaiki visus,

tapi untuk mengatasi proses inflamasi yang terjadi, serta membatasi infeksi agar

tidak terjadi penyulit dan keadaan yang lebih berat. Teknik pengobatan pada

endoftalmitis yaitu dengan secepatnya memulai pemberian antibiotik empiris yang

sudah terbukti efektif terhadap organisme spesifik yang diduga secara intravitreal

dengan dosis dan toksisitas yang diketahui. Secara umum endoftalmitis tidak

memiliki prognosis yang menguntungkan, dan dapat mengakibatkan hilangnya

pengelihatan secara total, terutama jika diagnosis tidak dapat ditegakkan sejak

awal dan pasien tidak segera diberikan pengobatan yang tepat.

39
DAFTAR PUSTAKA

1. Shwu - Jiuan S. Endophthalmitis. Korean J. Ophthalmol [Internet].


2017;31(4):283–9.
Available from : https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5540982/
2. Simakurthy S, Tripathy K. Endophthalmitis. 2022; Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK559079/
3. Kernt M, Kampik A. Endophthalmitis : Pathogenesis, Clinical Presentation,
Management and Perspectives. Clin Ophthalmol [Internet]. 2010;4:121–35.
Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2850824/
4. Ilyas HS, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. 2019.
5. Putri NMAD. Laki-laki 41 Tahun dengan Endoftalmitis Eksogen Pasca
Trauma pada Mata Kiri. 2015;4(November):147–53.
6. Bertelli E, Regoli M, Bracco S. An Update on Variations of The Orbital
Blood Suply and Hemodynamic. Surg Radiol Anat. 2017;39(5):485–96.
7. Graham R. Endophthalmitis Bacterial. 2006; Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1201134-overview.
8. Durand ML. Endophthalmitis Clinical Microbiology and Infection. Eur
Soc Clin Microbiol Infect Dis. 2013;19:227–34.
9. Daniel JE. Endophthalmitis. Medscape [Internet]. 2018; Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/799431-overview#a6
10. Miller KM. Objectively Structured Clinical Examination in
Ophthalmology.
11. Prof dr. H. Sidharta Ilyas S., dr. Sri Rahayu Yulianti S. Mata Merah
Dengan Penglihatan Normal. In: Ilmu Penyakit Mata. 5th ed. 2019. p. 119.

40

Anda mungkin juga menyukai