Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

Albinisme adalah suatu kelainan pigmentasi kulit bawaan, kelainan ini disebabkan
karena kurang atau tidak adanya pigmen melanin di dalam kulit. Keadaan tersebut bersifat
genetik atau diwariskan. Albino adalah murni penyakit kelainan genetik, bukan penyakit
infeksi dan tidak dapat ditularkan memalui kontak fisik ataupun melalui transfusi darah.1
Sebenarnya albino adalah panyakit perpaduan gen resesif pada orang tua dan menjadi gen
dominan pada anak mareka. Gen resesif sendiri adalah gen yang tidak muncul pada diri kita
sedangkan gen dominan adalah gen yang muncul pada diri kita dan menjadi sifat fisik dari
kita. Ketika kedua orang tua membawa gen dan tidak satu pun dari mereka memiliki
albinisme (operator), maka ada kemungkinan 25% bahwa bayi akan lahir dengan albinisme.
Jenis warisan disebut warisan resesif autosomal. Di sisi lain dua orang dengan albinisme tidak
akan secara otomatis menghasilkan seorang anak albino meskipun risiko beberapa kali lebih
tinggi.1
Albinisme disebabkan oleh mutasi pada salah satu dari beberapa gen. Masing-masing
gen ini memberikan instruksi untuk membuat satu dari beberapa protein yang terlibat dalam
produksi melanin. Melanin diproduksi oleh sel yang disebut melanosit, yang ditemukan di
kulit dan mata Anda. Mutasi dapat menyebabkan tidak ada melanin sama sekali atau
penurunan yang signifikan dalam jumlah melanin.2 Jenis albinisme terutama berdasarkan
mutasi gen yang menyebabkan gangguan, meliputi: Oculocutaneous albinism, Albinisme
okular terkait kromosom X, Sindrom Hermansky-Pudlak (langka), dan Sindrom Chediak-
Higashi (langka).2
Oculocutaneous Albinism (OCA) adalah kelompok kelainan bawaan dalam biosintesis
melanin yang ditandai dengan penurunan pigmentasi rambut, kulit, dan mata secara
keseluruhan.3 Ocular albinism adalah albino yang hanya kehilangan pigmen pada mata
sedangkan pada rambut dan kulit normal.2 Sindrom Hermansky-Pudlak adalah kelainan
albinisme langka yang disebabkan oleh mutasi pada salah satu dari delapan gen yang berbeda.
Sindrom Chediak-Higashi adalah albinisme langka yang terkait dengan mutasi pada gen
LYST.2
Prevalensi terjadinya albinisme di seluruh dunia diperkiran sebesar 1:17.000, dimana
sekitar 1 dari 70 orang adalah karier gen OCA. Sprektrum klinis tingkat keparahan OCA
bermacam-macam mulai dari albinisme terberat yaitu tipe OCA1A dimana tidak ada produksi

1
melanin sama sekali, sementara spektrum yang lebih ringan adalah OCA1B, OCA2, OCA3,
dan OCA4 yang memiliki sedikit produksi melanin.4
Manifestasi klinik kelainan ini mencakup nistagmus dengan berbagai tingkat keparahan,
hipopigmentasi dan translusensi iris, pengurangan jumlah pigmen epitel retina, hipoplasi
fovea, penurunan visus, kerusakan media refrakta, buta warna, dan fotofobia. Kerusakan pada
jalur nervus optikus menyebabkan strabismus dan penurunan lapang pandang. Keempat tipe
kelainan OCA diturunkan secara autosomal resesif. Keempat gen ini bertanggung jawab
terhadap berbagai jenis penyakit yang diderita (TYR, OCA2, TYRP1, dan MATP).4
Diagnosis didasarkan pada temuan klinis berupa hipopigmentasi pada kulit dan rambut,
termasuk juga karakteristik kelainan mata. Untuk menghindari kesalahan interpretasi jenis
OCA, diperlukan diagnosis molekular guna mengetahui kelainan gen spesifik dan subtipe
OCA. Uji molekular genetik terhadap TYR dan OCA2 tersedia pada layanan klinik primer,
sementara hingga saat ini analisa TYRP1 dan MATP hanya untuk keperluan penelitian saja.
Diagnosis banding mencakup albinisme okular, Hermansky-Pudlak sindrom, Chediak-Higashi
sindrom, Griscelli sindrom, dan Waardenburg sindrom tipe 2.4
Deteksi karier dan diagnosis prenatal dimungkinkan ketika penyakit yang menyebabkan
mutasi dapat diidentifikasi dalam keluarganya. Kacamata bifokal dan kaca mata hitam atau
lensa fotokromik dapat bermanfaat untuk mengurangi fotofobia. Penting untuk melakukan
koreksi terhadap nistagmus dan strabismus dan disarankan utnuk memakai tabir surya. Pasien
dengan OCA dapat memiliki usia harapan hidup, pertumbuhan, intelegensi, dan fertilitas yang
normal.4

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Oculocutaneous Albinisme (OCA)


2.1.1 Definisi
Okulokutaneus Albinisme (OCA) adalah salah satu dari empat kelompok kelainan
autosomal resesif yang disebabkan oleh ketiadaan atau sedikitnya biosintesis melanin dari
melanosit yang menyebabkan terjadinya hipopigmentasi rambut, kulit, dan mata. Reduksi
melanin pada mata menyebabkan penurunan visus karena hipoplasi fovea dan kelainan pada
serabut saraf optikus.4,5

2.1.2 Etiologi
OCA adalah kelompok kelainan kongenital heterogen dari biosisntesis melanin dalam
membentuk melanosit. Setidaknya ada 4 gen yang berhubungan dengan variasi OCA (OCA1-
4). Kebanyakan kelainan ini bersifat heterozigot.4,5
1. OCA1 (MIM 203100) diakibatkan oleh mutasi pada gen tyrosinase (TYR, MIM
606933) pada kromosom 11q13.3. Gen ini mengandung 5 ekson yang didalamnya
memutar sekitar 65kb genom DNA dan mengkode protein sebanyak 529 asam amino.
TYR (EV 1.14.18.1) adalah enzim yang berperan pada tahap pertama (dari 2 tahap)
katalisasi biosintesis melanin, merubah tirosin menjadi L-dihdroxy-phenialanine
(DOPA) dan selanjutnya menjadi DOPAquinon. Mutasi komplit terhadap aktivitas
tirosinase bermanifestasi sebagai OCA1, sedangkan mutasi sebagian enzim ini
bermanifestasi sebagai OCA1B yang diikuti dengan beberapa akumulasi pigmen
melanin sepanjang waktu. Hampir 200 mutasi TYR telah diketahui. Dengan
keseluruhan kelainan resesif, tingkat keparahan mutasi menentukan fenotipnya. Ini
menunjukkan bahwa mutasi gen Tyr pada tikus menyebabkan protein Tyr tertahan di
retikulum endoplasma yang selanjutnya akan mengalami degradasi prematur.4
2. Mutasi pada gen OCA2 (sebelumnya dikenal dengan gen P) (MIM 203200)
menyebabkan fenotip OCA2 (MIM 203200). Gen ini tersusun atas 24 ekson (23 coding)
memutar hampir 345kb DNA genom di regio 15q11.2-q12 dan menyandi protein
sebanyak 838 asam amino. Protein OCA2 adalah integral 110 kDa protein melanosom
dengan 12 daerah terprediksi transmembran. Protein OCA2 penting untuk biogenesis
melanosom yang normal dan untuk memproses serta mengangkut protein melanososm

3
seperti TYR dan TYRP1. TYR yang selalu muncul dalam sel manusia ditahan di
kompartemen perinuklear, dimana mislokasi ini dapat kembali jika ekspesi OCA2
diulang. Hal ini memperlihatkan bahwa OCA2 menunjukkan kelainannya dengan
mekanisme pengaturan pH asam di melanosom. Di Human Gene Mutaton Database
(HGMD), 72 mutasi pada OCA2 telah tercatat mengakibatkan OCA.4
3. OCA3 (MIM203290) disebabkan oleh mutasi tirosinase-protein 1 (TYRP1, MIM
115501, 9p23). TYRP1 memutar hampr 17kb DNA genom dan tersusun atas 8 ekson
yang mengkode protein sebanyak 536 asam ammino. TYRP1 adalah enzim pada jalur
biosintesis melanin yang mengkatalisis oksidasi 5,6-dihydrocyndole-2-carboxylc acid
(DHICA) monomer menjadi melanin. Penelitian pada melanosit tikus menunjukkan
bahwa TYRP1 berfungsi untuk menstabilkan Tyr dan mutasi pada TYRP1
menyebabkan premautiras dan degradasi dini Tyr. Hingga saat ini, OCA3 diketahui
hanya menurun pada ras Afrika, meskipun demikian dewasa ini mutasi TYRP1 telah
juga diidentifikasi pada keluarga pakistan dan pasien ras kaukasia.4
4. Mutasi pada pembawa gen protein tertaut membran (MATP, atau dikenal juga dengan
SLCA2, MIM 606202) menyebabkan OCA4 (MIM 606574). MATP terdiri atas 7 ekson
memutar kira-kira 40kb DNA genom yang terdapat pada kromosom 5p13.3. Protein
MATP dengan 530 asam amino terdiri 12 suspek daerah transmembran dan
menunjukkan rangkaian dan struktural mirip dengan transporter sukrosa yang
diperlihatkan pada barisan sel melanosom. Fungsi dari MATP masih belum diketahui
tetapi penelitian pada ikan Medakan menunjukkan bahwa protein MATP memiliki
peranan penting dalam pigmentasi dan dicurigai memiliki peran sebagai transporter
membran melanosom. Mutasi pada MATP pertama kali ditemukan pada pasien OCA
ras turki dan telah ditemukan juga pada pasien OCA di jerman, jepang, dan korea.4

4
Gambar 1. Jalur biosintetis melanin

2.1.3 Epidemiologi
Albinisme dapat menyerang semua etnis dan telah secara ekstensif dipelajari. Ada
sebanyak 1 dari 17.000 orang menderita albinisme. Ini artinya bahwa terdapat 1 dari 70 orang
sebagai karier gen OCA. Prevalensi perbedaan jenis dan variasi albinisme di dunia dijelaskan
sebagai perbedaan pokok mutasi di gen yang berbeda dan fakta bahwa sangat sulit
membedakan diantara subtipe albinisme dari kebanyakan tipe albinisme. OCA2 adalah jenis
yang paling banyak di dunia.4
1. OCA 1 terdapat pada 1:40000 dari seluruh populasi manusia, namun sanat jarang pada
etnis Afrika-Amerika.4
2. OCA2 adalah tipe yang paling banyak dijumpai di afrika. Presentase prevalensi pada
etnis amerika sebanyak 1:36000, sedangkan pada etnis Afrika-Amerika sebesar
1:10.000. Prevalensi di beberapa daerah d afrika selatan sebesar 1:3.900.4

5
3. OCA3 menyerang 1:8500 individu di Afrika, tapi sangat jarang pada ras kaukasian dan
Asia.4
4. OCA4 dilaporkan mnyebabkan albinisme sebaganyak 5-8% ras jerman dan 18% ras
jepang.4

Tabel 1. Klasifikasi OCA

2.1.4 Manifestasi Klinis


Seluruh tipe OCA dan okular albinisme (OA) memiliki persamaan kelainan mata yang
mirip, termasuk berbagai derajat nistagmus kongenital, hipopigmentasi iris yang
menyebabkan translusensi, pengurangan pigmen epitel retina, hipoplasi fovea, penurunan
visus pada rentang 2/60 hingga 2/400 dan kelainan media refrakta, serta terkadang penurunan
kemampuan membedakan warna. Fotofobia mungkin menonjol. Translusensi iris dapat dilihat
dengan uji lampu slit. Karakteristik yang ditemukan adalah kesalahan penjalaran nervus
optikus dimana kelainannya terletak pada persilangan serabut saraf di kiasma optikum
sehingga menyebabkan strabismus dan penurunan lapang pandang. Kelainan penyilangan ini
dapat dilihat dari tes penglihatan mononuklear. Ketiadaan kelainan ini menjadikan diagnosis
albinisme gugur.4
Derajat hipopigmentasi kulit dan rambut berbeda tergantung tipe albinisme yang
diderita.4
1. Pada OCA1A, rambut, alis, bulu mata, dan kulit berwarna putih. Iris berwarna biru
terang sampai pink dan translusen. Pigmen tidak terbentuk dan mungkin terdapat

6
amelanotic nevi. Kenainan ini tidak dipengaruhi oleh umur dan ras. Penurunan visus
hingga 1/10 atau kurang dan fotofobia berat.4
2. Pada OCA1B, rambut dan kulit mungkin memiliki sedikit pigmen setelah usia 1-3
tahun, dan iris berwarna biru mungkin dapat berubah menjadi hijau atau coklat. Tipe
yang sensitivitas terhadap suhu akan memperlihatkan adanya dan pigmentasi bulu
tangan dan kaki pada temperatur yang rendah. Tajam penglihatannya 2/10. Fenotip ini
telah dikenal sebagai albinisme kuning.4
3. Pada OCA2, jumlah pigmen kulit sangat beragam dan bayi baru lahir selalu memiliki
rambut yang berpigmen. Tidak terlihat adanya variasi warna iris dan mata berwarna
pink seperti pada OCA1. Kemampuan melihat biasanya lebih baik dibandingkan OCA1
dan dapat mencapai 3/10. Pada orang Afrika, OCA tipe coklat menunjukkan gambaran
rambut dan kulit coklat muda dan iris abu-abu.4
4. OCA3 dikenal sebagai OCA tipe merah di Afrika dimana memiliki rambut merah dan
kuit merah kecoklatan (xanthisme). Anomali visual tidak selalu ada yang mungkin
dikarenakan oleh hipopigmentasi yang tidak terlalu parah.4
5. Manifestasi klinis OCA4 tidak dapat dibedakan dengan OCA2.4

Gambar 2. Fundus pada pasien albinism (a) dan mata normal (b)

Gambar 3. Mata pasien OCA1A, iris berwarna pink dan translusen penuh
7
2.1.5 Diagnosa
Diagnosis OCA didasarkan pada temuan klinis atas hipopigmentasi kulit dan rambut,
disamping karakteristik kelainan pada mata. Meskipun demikian, mengacu pada
ketumpangtindihan antara subtipe OCA, diagnosis secara molekuler sangatlah penting untuk
mengetahui bagian gen yang mengalami kerusakan dan juga subtipe OCA. Uji molekuler
genetik TYR dan OCA2 dapat dilakukan di layanan primer dimana kelainan ini sering
ditemukan, sedangkan analisis TYRP1 dan MATP hanya dilakukan untuk penelitian saja. Tes
molekular genetik berdasarkan analisis mutasi gen dengan metode skrining standart seperti
Denaturing High Performance Liquid Chrmatography (DHPLC) atau Single Stranded
Confrmational Polymorphism (SSCP), yang diikuti dengan pengurutan DNA.4
Analisis mutasi TYR semakin rumit dengan adanya gen semu yang urutannya mirip
dengan ekson 4 dan 5 TYR. Ini dapat terjadi baik melalui mekanisme penguraian rangkaian
gen semu dengan pengurangan enzim pokok saat pembentukan PCR atau hanya penggunaan
pokok spesifik dalam pembentukan rangkaian TYR. Mengacu pada banyaknya kemunculan
polimorfisme, analisis mutasi OCA2 menjadi sulit hingga tes fungtional assay tersedia.
Penelitian pada kromosom pengkontrol yang merujuk pada analisis in silico substansi asam
amino sangatlah penting untuk menyokong efek yang mungkin hilang karena adanya mutasi
tersebut.4
Keempat tipe OCA diturunkan secara autosomal resesif. Artinya, orang tua yang
menjadi karier akan beresiko menurunkan anak albino sebesar 25% dan 67% sebagai karier.
Keturunan dari penderita albino akan menjadi karier. Karier bersifat asimtomatik. Pada
kebanyakan kasus, tidak ditemukan adanya sejarah dalam keluarga yang menderita albino
namun terjadi pada dua generasi dalam keluarga tersebut, sehingga disebut dominan semu,
dan ini menunjukkan bahwa orang yang menderita albino akan memiliki anak sebagai karier
albino. Pada ras afrika, terdapat banyak kasus mutasi alele OCA 2, sehingga mungkin akan
tampak kejadian albino pada beberapa generasi.4
Deteksi sebagai karier dan diagnosis prenatal dimungkinkan saat penyakit yang
menyebabkan mutasi dapat diidentifikasi dalam keluarga tersebut. Apabila penyakit yang
menyebabkan albino tersebut dapt dideteksi baik pada kromosom ayah atau ibu, dapat
diprediksi bahwa akan beresiko menurunkan anak albino sebesar 25% dari setiap kehamilan.
Tes ini dapat dilakukan dengan mengekstrak DNA dari chorton villus sampling (CVS) pada
10-12 minggu masa gestasi atau ekstrak DNA dari kultur amniosit. Sebelumnya pernah
dilakukan diagnosis prenatal dengan cara biopsi kulit fetus. Diagnosis prenatal OCA tidak
lazim dilakukan dan mungkin mempengearuhi kondisi alamiah (tidak mempengaruhi

8
kecerdasan dan kesehatan secar umum). Meskipun demikian, banyak lembaga, termasuk
kami, mungkin mempertimbangkan uji prenatal setelah melakukan konseling genetik secara
seksama.4

2.1.6 Diagnosa Diferensial


Telah jelas bahwa okulokutaneus albinisme jenisnya beragam dan beberapa
karakteristik kelaian OCA yang berhunbungan dengan gejala lain telah diidentifikasi.
Sebaliknya, pada Ocular Albinisme (OA) hipopigmentasi terbatas pada mata mengakibatkan
Iris yang biru coklat, nistagmus, strabismus, hipoplasia fovea, persilangan abnormal serat
optik dan mengurangi ketajaman penglihatan. Gen OA1 terlokalisasi pada kromosom X dan
hanya mempengaruhi anak laki-laki. Anak laki-laki muda dengan kulit terang, misalnya pada
ras Skandinavia, tidak jarang akan sedikit sulit dalam menentukan diagnosis banding OCA
dan OA. 4
Ada beberapa kelainan dimana albino terdapat di dalamnya, diantaranya adalah
sindrom Hermansky-Pudlak (HPS), sindrom Chediak-Higashi (CHS), Griscelli Syndrome,
dan Waardenburg Syndrome tipe II (WS2). Semua, kecuali WS2, diwariskan secara
autosomal resesif dan dapat dibedakan berdasarkan kriteria klinis dan biokimia. Beberapa
subtipe ada dalam diagnosa yang berbeda. Selanjutnya, sebuah asosiasi hipopigmentasi pada
sindrom Prader Willi dan penyakit Angelman dengan penghapusan pada 15q11 telah
ditemukan, yang kemungkinan disebabkan oleh mutasi pada OCA2.4
 Sindrom Hermansky-Pudlak ditandai dengan hipopigmentasi dan akumulasi bahan yang
disebut ceroid dalam jaringan seluruh tubuh. Selanjutnya, pasien menunjukkan
defisiensi imun yang parah dengan neutropenia dan kekurangan trombosit. HPS sangat
jarang, kecuali di Puerto Rico di mana hal terjadi pada sekitar 1 dari 1.800 orang.
Masalah medis yang paling penting dalam HPS terkait dengan fibrosis paru interstitial,
kolitis granulomatosa dan masalah perdarahan ringan karena kekurangan butiran di
trombosit.
 Sindrom Chediak-Higashi adalah kondisi langka yang termasuk peningkatan kerentanan
terhadap infeksi bakteri, hipopigmentasi, waktu perdarahan berkepanjangan, dan
neuropati perifer. Pigmen kulit, rambut, dan mata berkurang atau sama sekali tidak ada
pada CHS.
 Sindrom Griscelli adalah gangguan langka dengan penurunan imunitas dan defisit
neurologis serta hipopigmentasi kulit dan rambut, dan adanya gumpalan besar pigmen
pada pangkal rambut.

9
 Sindrom tuli sensorik dan albinisme parsial adalah disebut sebagai sindrom albinisme-
tuli atau Waardenburg sindrom.

2.1.7 Tatalaksana
a. Penatalaksanaan Kelainan pada Mata
Penurunan tajam penglihatan dapat ditolong melalui berbagai cara. Dokter spesialis
mata akan sangat membantu dalam kasus ini. Kacamata bifokal sering membantu penglihatan
menjadi normal. Fotofobia dapat dibantu dengan menggunakan kacamata gelap atau lensa
fotokromik yang akan menjadi lebih gelap saat terapapar cahaya terang. Nistagmus dapat
ditolong dengan lensa kontak atau operasi otot mata. Strabismus mungkin bisa menutup salah
satu mata (mata yang sehat) untuk melatih mata yang lain. Anak-anak harus diberikan
perhatian lebih di sekolah, dengan materi tulisan yang berkontras, buku teks dengan ukuran
huruf yang besar, komputer, tv, dll.4
b. Kulit
Kebanyakan orang dengan OCA yang berat kulitnya tidak menghitam dan lebih
mudah terbakar sinar matahari. Demikian pula pada tipe yang memiliki pertambahan pigmen
seiring dengan usia. Direkomendasikan menggunakan tabir surya dengan faktor perlindungan
15. Sinar ultraviolet dapat menembus pakaian saat dipakai jika basah. Saat ini telah
dikembangkan pakaian yang tidak dapat ditembus oleh sinar UV meskipun dipakai dalam
kondisi basah/berkeringat. Insiden kanker kulit meningkat pada penderita OCA. Dengan
tingginya prevalensi OCA2 di ras afrika akan menyebabkan permasalahan kesehatan yang
cukup besar.4

2.1.8 Prognosis
Usia pasien dengan OCA tidak terbatas, dan permasalahan kesehatan secara umum
tidak meningkat dibandingkan mereka yang berada pada populasi umum. Seperti disebutkan,
kanker kulit mungkin terjadi dan pemeriksaan kulit rutin harus ditawarkan. Pengembangan
dan kecerdasan normal. Penyandang OCA memiliki kesuburan normal.4

10
2.2 Ocular Albinism
2.2.1 Definisi
Ocular albinism adalah kondisi genetik yang mempengaruhi mata. Kondisi ini
mengurangi pewarnaan (pigmentasi) iris, yang merupakan bagian berwarna mata, dan retina,
yang merupakan jaringan peka cahaya di bagian belakang mata. 5,6

2.2.2 Etiologi
Jenis albinisme okular 1 berasal dari mutasi pada gen GPR143. Gen ini memberikan
instruksi untuk membuat protein yang berperan dalam pigmentasi mata dan kulit. Ini
membantu mengendalikan pertumbuhan melanosom, yaitu struktur seluler yang memproduksi
dan menyimpan pigmen yang disebut melanin. Melanin adalah zat yang memberi warna pada
kulit, rambut, dan mata. Di retina, pigmen ini juga berperan dalam penglihatan normal.
Sebagian besar mutasi pada gen GPR143 mengubah ukuran atau bentuk protein GPR143.
Banyak dari perubahan genetik ini mencegah protein mencapai melanosom untuk
mengendalikan pertumbuhannya. Dalam kasus lain, protein mencapai melanosom normal tapi
mutasi mengganggu fungsi protein. Sebagai hasil dari perubahan ini, melanosom pada sel
kulit dan retina dapat tumbuh secara abnormal.6

2.2.3 Epidemiologi
Prevalensi kelahiran satu bayi laki-laki dari 60.000 anak yang lahir hidup telah
dilaporkan dalam penelitian kohort Denmark dan sekitar satu dari 50.000 di penelitian kohort
AS.6,7

2.2.4 Manifestasi Klinis


Albinisme okular X-linked (XLOA) adalah kelainan biogenesis melanosom yang
menyebabkan gangguan penglihatan bawaan persisten dan perubahan kulit ringan sampai
sedang pada pria yang terkena. Fenotip Ophthalmologic dalam kasus tipikal meliputi
nistagmus infantil, ketajaman visual yang berkurang, hipopigmentasi epitel pigmen iris dan
epitel pigmen retina, hipoplasia foveal, dan proyeksi jalur optik yang tidak normal.7
Hipersensitivitas terhadap cahaya, yang sering disebut "photoaversion," "fotofobia,"
atau lebih tepatnya "fotodysphoria", adalah gejala yang paling berpengaruh namun bervariasi
intensitas dan signifikansi pada setiap individu yanng terkena. Pada beberapa individu yang
terkena, photodysphoria adalah gejala yang paling tidak dapat disembuhkan. Kelainan refraksi

11
sering terjadi, paling sering disebut hypermetropia dengan astigmatisme. Miopia tinggi atau
astigmatisme majemuk mungkin terjadi pada beberapa individu yang terkena.7

Gambar 4. Transiluminasi iris pada matta albinis okular

Sebagian besar perempuan heterozigot menunjukkan transiluminasi iris, yang paling


menonjol di pinggiran iris. Fundus okular menunjukkan pola hipopigmentasi kasar epitel
pigmen retina. Pada penderita yang carrier, gejala dapat timbul paling sedikit 80% sampai
90% penderita yang heterozigot. Kadang-kadang, perempuan terkena sama parahnya dengan
laki-laki akibat dari inaktivasi kromosom X, homozigositas untuk varian patogen GPR143,
atau monosomi parsial atau total kromosom X.7

2.2.5 Diagnosa
Albinisme okular X-linked (XLOA) harus dicurigai pada pria dengan temuan berikut:
 Nystagmus infantil biasanya berkembang selama tiga bulan pertama kehidupan dan
mungkin didahului oleh periode fiksasi yang buruk dan kontak visual yang buruk,
sehingga menimbulkan pematangan visual yang tertunda atau penglihatan visual (CVI).
Nistagmus paling sering terjadi pada tipe pendular dan kadang-kadang berhubungan
dengan kepala mengangguk (titubasi). Seiring bertambahnya usia, nistagmus cenderung
berkurang, meski jarang hilang sama sekali. Amplitudo dan frekuensi Nystagmus sering

12
bervariasi dengan posisi pandangan horizontal. Pandangan di mana nistagmus
berkurang dikenal sebagai titik nol. Pada titik nol, penurunan osilasi okular mengurangi
gerak gambar retina dan dengan demikian memaksimalkan ketajaman penglihatan. Oleh
karena itu, individu yang terkena titik nol yang terletak secara eksentrik akan
melakukan putaran wajah. Nistagmus dapat berkurang jika diperoleh konvergensi
dengan fokus pada jarak dekat; Dengan demikian, ketajaman visual pada jarak dekat
cenderung lebih baik daripada ketajaman visual yang diuji pada jarak jauh.7,8
 Hipopigmentasi iris. Iris transilluminasi yang disebabkan oleh hipopigmentasi epitel
pigmen iris (IPE), lapisan posterior iris, merupakan temuan yang sering divisualisasikan
di ruangan gelap dengan pencahayaan trans-skleral dengan sumber cahaya yang
ditempatkan langsung pada konjungtiva bulbar atau oleh pemeriksaan lampu celah
dimana pencahayaan seperti balok diarahkan melalui pupil. Biasanya, cahaya dari dalam
mata keluar hanya melalui pupil karena diblokir oleh IPE. Pada albinisme, cahaya yang
dipantulkan bisa menembus iris.7
 Hipopigmentasi fundus okular akibat penurunan konsentrasi pigmen pada epitel pigmen
retina (RPE), yang memungkinkan visualisasi pembuluh choroidal. Hipopigmentasi
umumnya lebih mendalam pada pinggiran fundus ocular
 Hipoplasia foveal, ditandai dengan berkurangnya atau tidak adanya lubang foveal
(umbo) dan refleks foveal annular. Area foveal tidak mencolok dan terkadang pembuluh
retina meluas. Optical coherence tomography (OCT) dapat mendokumentasikan
penipisan retina.7
 Penurunan ketajaman penglihatan. Pada sebagian besar individu dengan albinisme,
ketajaman penglihatan yang terbaik dikoreksi antara 20/40 (6/12) dan 20/200 (6/60).
 Proyeksi jalur optik Aberrant terdiri dari persilangan yang berlebihan dari serat retino-
striat dalam chiasma optik; Yaitu, sinyal visual dari mata kanan hampir secara eksklusif
diarahkan ke belahan kiri dan sebaliknya. 'Misrouting' ini dapat ditunjukkan di
laboratorium khusus dengan teknik VEP selektif yang disesuaikan untuk digunakan
dalam praktik klinis. Penempatan elektroda perekaman lateral di atas daerah oksipital
memungkinkan deteksi asimetri interhemispheric dalam amplitudo mengikuti stimulasi
monokuler. Amplitudo lebih besar di hemisfer otak kontralateral terhadap mata yang
distimulasi. Beberapa penulis berpendapat bahwa teknik VEP ini, walaupun tidak
praktis, adalah indikator albinisme yang sangat sensitif.7
Pada perempuan heterozigot didapatkan transiluminasi iris dan pola kasar dari hypo-
dan hiperpigmentasi dari epitel pigmen retina yang menjadi lebih nampak di luar arcade

13
vaskular. Perempuan heterozigot jarang menunjukkan nystagmus infantil, hipoplasia foveal,
ketajaman visual yang berkurang, dan hipopigmentasi difus pada struktur okular.7
Diagnosis XLOA ditetapkan dalam sebuah proband dengan identifikasi varian patogen
pada GPR143. Jika pengujian molekuler tidak tersedia, temuan makromelanosom pada biopsi
kulit juga akan menetapkan diagnosis. Pendekatan pengujian molekuler dapat mencakup
pengujian gen tunggal dan penggunaan panel multi gen. Pada uji gen tunggal, analisis urutan
GPR143 dilakukan pertama kali diikuti oleh analisis penghapusan / duplikasi yang ditargetkan
secara genetika jika tidak ada varian patogen yang ditemukan. Pada panel multi gen yang
mencakup GPR143 dan gen lain yang menarik juga dapat dipertimbangkan.7

2.2.6 Diagnosa Diferensial


 "Congenital" nystagmus biasanya merupakan tanda klinis awal yang menyebabkan
kecurigaan adanya gangguan sensoris atau sistem saraf pusat yang mendasar.
Nystagmus bawaan atau infantil (yang biasanya dimulai dua sampai delapan minggu
setelah kelahiran) tidak spesifik untuk XLOA, karena dapat tampak sebagai temuan
yang terisolasi (disebut nistagmus motor primer) atau sebagai bagian dari kelainan
okular bawaan, beberapa dari yang terkait dengan X. Meskipun nystagmus infantil
sering merupakan manifestasi sekunder dari gangguan mata kongenital bilateral yang
terkait dengan kehilangan penglihatan (misalnya kekeruhan kornea, anaridia, katarak,
retinopati prematuritas, dan hipoplasia saraf optik), diagnosis banding pada laki-laki
dengan XLOA biasanya terbatas pada kelainan visual. di mana nystagmus infantil
adalah temuan utama dan mata secara anatomis normal.7
 Kebutaan senja stasioner kongenital komplit ditandai dengan rabun senja (nyctalopia),
miopia sedang sampai berat, fundus normal, kurangnya adaptasi gelap, dan
karakteristik ERG. Bagian dari individu yang terkena memiliki nistagmus kongenital
dan sedikit mengurangi ketajaman penglihatan. Kondisi ini diwariskan secara X-
linked dan disebabkan oleh varian patogen di NYX (nyctalopin), anggota keluarga
proteoglikan kaya leusin yang terlibat dalam adhesi sel dan panduan akson.7
 Kebutaan stasioner kongenital yang tidak komplit dicirikan oleh nistagmus bawaan,
berkurang ketajaman penglihatan, dan kebutaan malam yang moderat. Kondisi ini
diwariskan secara X-linked dan disebabkan oleh varian patogen pada CACNA1F.7
 Kromatografi kerucut biru (OMIM 303700), kadang-kadang disebut sebagai
achromatopsia lengkap yang terkait dengan X, adalah kelainan langka (<1 dalam
100.000) yang ditandai dengan pewarisan terkait X, fotofobia, nistagmus kongenital,

14
ketajaman penglihatan yang berkurang (20/60-20/200), gangguan persepsi warna
merah-hijau. Fundus biasanya normal, tapi perubahan makula atrofik telah dilaporkan.
Tes penglihatan warna formal menunjukkan tanggapan yang tidak ada atau sangat
berkurang terhadap rangsangan hijau-hijau dan respons normal terhadap rangsangan
biru. 7
 Kelainan lain pada nystagmus awitan dini sensorik termasuk nystagmus motor
dominan autosomal, achromatopsia lengkap dan tidak lengkap, monokromasi kerucut
biru, dan disfungsi kerucut resesif autosomal lainnya termasuk sindrom S-cone,
distrofi kerucut dengan respon batang supernormal.7
 Varian patogen PAX6 dapat menyebabkan nystagmus infantil dan hipoplasia foveal
pada individu dengan hanya hipoplasia iris ringan. Orang-orang seperti itu tidak
memiliki transiluminasi iris.7
 Albinisme okular dengan tuli sensorineural (OMIM 103470) ditandai dengan
albinisme okular yang tidak dapat dibedakan dari XLOA (termasuk adanya
macromelanosom di kulit); Temuan tambahan adalah tuli bawaan dan disfungsi
vestibular. Pada beberapa individu yang terkena, heterochromia iridis dan forelock
putih menonjol hadir.7
 Albinisme okular dengan tuli sensorineural onset akhir (OMIM 300650), kondisi
terkait-X dengan lokus penyakit pada Xp22.3, dilaporkan terjadi pada famili Afrikaner
besar. Kelainan ini mungkin disebabkan oleh varian GPR143 allelic atau defek gen
yang bersebelahan.7

2.2.7 Tatalaksana
Kelainan refraktif harus diobati dengan koreksi penglihatan yang tepat sedini
mungkin. Photodysphoria bisa diatasi dengan kacamata hitam, lensa transisi, atau kacamata
khusus, meski banyak yang memilih untuk tidak memakainya karena berkurangnya
penglihatan dari lensa gelap saat berada di dalam ruangan. Postur tubuh yang tidak normal
dengan nistagmus dalam titik nol dapat dimodifikasi dengan koreksi penglihatan prismatik.
Operasi strabismus biasanya tidak diperlukan tapi bisa dilakukan untuk tujuan kosmetik,
terutama jika strabismus atau face turn metetap. Kebutuhan alat bantu penglihatan dan
kebutuhan pendidikan tunanetra harus ditangani. Konseling dermatologis untuk lotion dan
pakaian pelindung matahari sesuai usia harus ditentukan.7

15
2.2.8 Prognosis
Anak-anak di bawah usia 16 tahun dengan albinisme okular harus menjalani
pemeriksaan oftalmologis tahunan (termasuk penilaian kelainan refraksi dan kebutuhan
kacamata filter) dan dukungan psikososial dan pendidikan. Pada orang dewasa, pemeriksaan
oftalmologis dilakukan bila diperlukan, biasanya setiap dua sampai tiga tahun.7,8

16
BAB III
PENUTUP

Albinisme adalah suatu kelainan pigmentasi kulit bawaan, kelainan ini disebabkan
karena kurang atau tidak adanya pigmen melanin di dalam kulit.1 Oculocutaneous Albinism
(OCA) adalah kelompok kelainan bawaan dalam biosintesis melanin yang ditandai dengan
penurunan pigmentasi rambut, kulit, dan mata secara keseluruhan.3 Ocular albinism adalah
albino yang hanya kehilangan pigmen pada mata sedangkan pada rambut dan kulit normal. 2
Sindrom Hermansky-Pudlak adalah kelainan albinisme langka yang disebabkan oleh mutasi
pada salah satu dari delapan gen yang berbeda. Sindrom Chediak-Higashi adalah albinisme
langka yang terkait dengan mutasi pada gen LYST.2 Manifestasi klinik kelainan ini mencakup
nistagmus dengan berbagai tingkat keparahan, hipopigmentasi dan translusensi iris,
pengurangan jumlah pigmen epitel retina, hipoplasi fovea, penurunan visus, kerusakan media
refrakta, buta warna, dan fotofobia. Kerusakan pada jalur nervus optikus menyebabkan
strabismus dan penurunan lapang pandang. Deteksi karier dan diagnosis prenatal
dimungkinkan ketika penyakit yang menyebabkan mutasi dapat diidentifikasi dalam
keluarganya.4

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Medindia.Albinism/Hypopigmentation/Albinos.2011.Available at:
http://www.medindia.net/patients/patientinfo/Albinism-Genetics.htm.
2. Albinism. April 2014. Available at: https://www.mayoclinic.org/diseases-
conditions/albinism/symptoms-causes/syc-20369184
3. Bashour M. Albinism clinical presentation. February 11, 2011. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/1200472-overview.
4. Grønskov K,Ek J,Nielsen K B.2014.Oculocutaneous albinism.Orphanet Journal of
Rare Disease:Denmark.p1-8
5. Sowka JW, Gurwood AS, Kabat AG, Handbook of Ocular Disease Management.
March 15, 2007; Sect 58A
6. Ocular Albinism. November 2017. Available at:
https://ghr.nlm.nih.gov/condition/ocular-albinism
7. Lewis RA. 2015. Ocular Albinism, X-Linked. Available at :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK1343/
8. Weber JM, “Ocular Albinism - Optometric Management of Genetic Eye Disorders.”
Marchon Continuing Education Program; 98

18

Anda mungkin juga menyukai