Anda di halaman 1dari 28

REFERAT

Dry Eye Disease

Pembimbing:
dr. Minggarningrum, SpM

Disusun Oleh:
Juliatika

201820401011120

SMF ILMU KESEHATAN MATA RUMAH SAKIT BHAYANGKARA


KEDIRI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala,


karena atas rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan referat stase Ilmu Kesehatan
Anak dengan mengambil topik “Dry eye disease”.
Referat ini disusun dalam rangka menjalani kepaniteraan klinik bagian
Ilmu Kesehatan Mata di Rumah Sakit Bhayangkara Kediri. Tidak lupa penulis
ucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam
penyusunan Referat ini, terutama dr. Minggarningrum, Sp.M selaku dokter
pembimbing yang telah memberikan bimbingan kepada penulis dalam
penyusunan dan penyempurnaan Referat ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa referat ini masih jauh dari
sempurna, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan. Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat dalam bidang
kedokteran khususnya Bagian Ilmu Kesehatan Mata.

Kediri, 5 Desember 2019

Penyusun

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dry eye disease adalah suatu kondisi dimana terdapat insufisiensi air
mata untuk melumasi dan memelihara mata, juga dikenal sebagai
keratoconjugctivitis sicca (KCS) atau keratitis sicca adalah penyakit multifaktor
dari air mata dan permukaan bola mata yang menyebabkan ketidaknyamanan,
gangguan penglihatan, dan ketidakstabilan lapisan air mata yang berpotensi
merusak permukaan bola (C Stephen Foster, 2014).
Laporan angka kejadian penyakit mata kering masih bervariasi karena
definisi dan kriteria diagnosis untuk penelitian masih beragam. Berdasarkan data
dari International Dry Eye WorkShop (DEWS) 2007, 5-30% penduduk usia di
atas 50 tahun menderita mata kering. Penelitian Women’s Health Study dan
Physician’s Health Study melaporkan angka kejadian mata kering pada
perempuan lebih tinggi (3,2 juta) dibandingkan dengan laki-laki (1,6 juta) usia di
atas 50 tahun (Schaumberg, 2003).
Gangguan penglihatan yang disebabkan oleh penggunaan komputer
berdasarkan The American Optometric Association dinamakan Computer Vision
Syndrom (CVS). Gejala yang paling umum terjadi terkait CVS adalah mata
tegang, sakit kepala, pandangan buram, mata kering (dry eye), dan sakit pada
leher serta bahu. Gejala-gejala tersebut dapat disebabkan oleh pencahayaan yang
buruk, tidak adanya filter screen, jarak pandang yang tidak sesuai, postur duduk
yang buruk, kelainan refraksi mata yang tidak terkoreksi, dan kombinasi dari
berbagai faktor (AOA, 2017). Kumpulan gejala yang timbul saat terlalu lama
menggunakan komputer adalah sindrom mata kering (Dry Eye Syndrome) yang
ditandai dengan mata merasa kering, mata terasa panas dan iritasi yang ditandai
kemerahan, mata berpasir disertai photophobia yakni keadaan terjadinya kepekaan
cahaya yang berlebih (Lee, 2015). Mata kering merupakan gangguan pada film air
mata yang terjadi akibat kekurangan air mata atau berlebihan penguapan air mata
yang dapat memicu kerusakan pada permukaan okular interpalpebral (Javadi,
2011).

4
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui macam-macam dry eye disease yg ada, meliputi
definisi, etiologi, epidemiologi, patofisiologi, gejala klinis, pemeriksaan
penunjang, diagnosis, diagnosis banding, terapi, komplikasi dan prognosis.
1.3 Manfaat
1. Menambah pengetahuan mengenai kelainan dry eye disease pada mata
2. Sebagai bahan pembelajaran untuk memenuhi salah satu persyaratan
mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik bagi Dokter Muda Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang di SMF Mata RS
Bhayangkara Kediri.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA

2.1 Anatomi
Kompleks lakrimalis terdiri atas glandula lakrimalis, glandulae
lakrimalis aksesori, kanalikuli, sakus lakrimalis, dan duktus
nasolakrimalis.1
Glandula lakrimalis terdiri atas struktur dibawah ini:
1. Bagian orbita
Berbentuk kenari yang teretak didalam foss lakrimalis di segmen
temporal atas anterior dari orbita, dipisahkan dari bagian palpebra oleh
kornu lateralis dari muskulus levator palpebrae. Untuk mencapai bagian
ini dari kelenjar secara bedah, harus diiris kulit, muskulus orbikuaris okuli,
dan septum orbitale.1,6
2. Bagian Palpebrae
Bagian palpebrae yang lebih kecil terletak tepat di atas segmen
temporal dari forniks konjungtivae superior. Duktus sekretorius lakrimalis,
yang bermuara kira-kira sepuluh lubang kecil, menghubungkan bagian

5
orbital dan palpebrae glandula lakrimalis dengan forniks konjungtivae
superior. Pembuangan bagian palpebrae dari kelenjar memutuskan semua
saluran penghubung dan dengan demikian mencegah kelenjar itu
bersekresi.1,6
Glandula lakrimalis aksesori (glandula Krause dan Wolfring)
terletk di dalam substansia propia di konjungtiva palpebrae.
Air mata mengalir dari lakuna lakrimalis melalui punktum superior
dan inferior dan kanalikuli ke sakus lakrimalis, yang terletak di dalam
fossa lakrimalis. Duktus nasolakrimalis berlanjut kebawah dari sakus dan
bermuara ke dalam meatus inferior dari rongga nasal, lateral terhadap
turbinatum inferior. Air mata diarahkan kedalam punktum oleh isapan
kapiler dan gaya berat dan berkedip. Kekuatan gabungan dari isapan
kapiler dan gaya berat berkedip. Kekuatan gabungan dari isapan kapiler
dalam kanalikuli, gaya berat dan dan kerja memompa dari otot Horner,
yang merupan perluasan muskulus orbikularis okuli ke titik di belakang
sakus lakrimalis, semua cenderung meneruskan aliran air mata ke bawah
melalui duktus nasolakrimalis ke dalam hidung. 1,6
3. Pembuluh Darah dan Limfe
Pasokan darah dari glandula lakrimalis bersal dari arteria lakrimalis.
Vena yang mengalir pergi dari kelenjar bergabung dengan vena oftalmika.
Drenase lime menyatu dengan pembuluh limfe konjungtiva untuk mengalir ke
dalam limfonodus pra-aurikula.1,6
4. Persarafan
Pasokan saraf ke glandula lakrimalis adalah melalui:
a) Nervus lakrimalis (sensoris), sebuah cabang dari divisi trigeminus.
b) Nervus petrosus superfisialis magna (sekretoris), yang datang dari
nukleus salivarius superior.
c) Nervus simpatis yang menyertai arteria lakrimalis dan nervus
lakrimalis.1,6

6
2.2 Fisiologi
Sistem Sekresi Air Mata
Volume terbesar air mata dihasilkan oleh kelenjar lakrimalis yang
terletak di fossa glandulae lacrimalis yang terletak di kuadran temporal atas
orbita. Kelenjar yang berbentuk kenari ini dibagi oleh kornu lateral aponeurosis
levator menjadi lobus orbita yang lebih besar dan lobus palpebra yang lebih kecil,
masing-masing dengan sistem duktulus yang bermuara ke forniks temporal
superior. Persarafan kelenjar utama datang dari nucleus lacrimalis di pons melalui
nervus intermedius dan menempuh suatu jaras rumit cabang maxillaris nervus
trigeminus.
Kelenjar lakrimal assesorius, walaupun hanya sepersepuluh dari massa
kelenjar utama, mempunyai peranan penting. Struktur kelenjar Krause dan
Wolfring identik dengan kelenjar utama, namun tidak memiliki ductulus.
Kelenjar-kelenjar ini terletak di dalam konjungtiva, terutama di forniks superior.
Sel-sel goblet uniseluler, yang juga tersebar di konjungtiva, mensekresi
glikoprotein dalam bentuk musin. Modifikasi kelenjar sebasea meibom dan zeis
di tepian palpebra memberi lipid pada air mata. Kelenjar Moll adalah modifikasi
kelenjar keringat yang ikut membentuk tear film.
Sekresi kelenjar lakrimal dipicu oleh emosi atau iritasi fisik dan
menyebabkan air mata mengalir melimpah melewati tepian palpebra (epifora).
Kelenjar lakrimal assesorius dikenal sebagai ”pensekresi dasar”. Sekret yang
dihasilkan normalnya cukup untuk memelihara kesehatan kornea. Hilangnya sel
goblet, berakibat mengeringnya korena meskipun banyak air mata dari kelenjar
lakrimal.
Air mata membentuk lapisan tipis setebal 7-10 µm yang menutup epitel
kornea dan konjungtiva. Fungsi lapisan ultra tipis ini adalah

7
1. Membuat kornea menjadi permukaan optik yang licin dengan
meniadakan ketidakteraturan minimal di permukaan epitel.
Tear film adalah komponen penting dari “the eye’s optical
system”. Tear film dan permukaan anterior kornea memiliki mekanisme
untuk memfokuskan refraksi sekitar 80%. Bahkan sebuah perubahan kecil
pada kestabilan dan volume tear film akan sangat mempengaruhi kualitas
penglihatan (khususnya pada sensitivitas pada kontras). “Tear break up”
menyebabkan aberasi optik yang akan menurunkan kualitas fokus
gambaran yang didapatkan retina. Oleh karena itu, ketidakteraturan pada
tear film preocular merupakan penyebab munculnya gejala visual fatigue
dan fotofobia.
2. Membasahi dan melindungi permukaan epitel kornea dan
konjungtiva yang lembut.
Pergerakan kelopak mata dapat menimbulkan gaya ± 150 dyne/cm
yang mempengaruhi tear film. Lapisan musin pada tear film dapat
mengurangi efek yang dapat mempengaruhi epitel permukaan. Pada
keratokonjungtivitis, perubahan lapisan musin menyebabkan epitel
permukaan semakin mudah rusak akibat gaya tersebut yang menyebabkan
deskuamasi epithelial dan menginduksi apoptosis.
3. Menghambat pertumbuhan mikroorganisme dengan pembilasan
mekanik dan efek antimikroba.
Permukaan okuler adalah permukaan mukosa yang paling sering
terpapar lingkungan. Bagian ini selalu terpapar suhu yang ekstrim, angin,
sinar UV, alergen dan iritan. Tear film harus memiliki stabilitas untuk
menghadapi paparan lingkungan tersebut. Komponen tear film yang
berfungsi untuk perlindungan adalah IgA, laktoferin, lisozim dan enzim
peroksidase yang dapat melawan infeksi bakteri maupun virus. Lapisan
lipid mengurangi penguapan komponen akuos akibat perubahan
lingkungan. Selanjutnya, tear flim dapat membersihkan partikel, iritan dan
alergen akibat paparan lingkungan.
4. Menyediakan substansi nutrien yang dibutuhkan kornea.

8
Karena kornea merupakan struktur yang avaskuler, epitel kornea
bergantung pada growth factors yang terdapat pada tear film dan mendapat
nutrisi dari tear film. Tear film menyediakan elektolit dan oksigen untuk
epitel kornea sedangkan glukosa yang dibutuhkan kornea berasal dari
difusi dari aqueous humor. Tear film terdiri dari ± 25 g/mL glukosa, kira-
kira 4% dari konsentrasi glukosa pada darah, yaitu konsentrasi yang
dibutuhkan oleh jaringan non-muskular. Antioksidan yang terdapat pada
tear film juga mengurangi radikal bebas akibat pengaruh lingkungan. Tear
film juga mengandung growth factor yang penting untuk regenerasi dan
penyembuhan epitel kornea.

Gambar.1. Lapisan tear film

Lapisan-Lapisan Tear Film


1. Lapisan Superfisial
Merupakan film lipid monomokuler yang berasal dari kelenjar
meibom. Diduga lapisan ini menghambat penguapan dan membentuk
sawar kedap air saat palpebra ditutup. Lapisan ini terdiri dari lipid polar
dan non polar yang menyebar ke seluruh permukaan mata saat mata
berkedip. Penyebaran lipid ini penting karena penumpukan lipid,
khususnya lipid nonpolar, dapat mengkontaminasi lapisan musin yang
dapat mengakibatkan lapisan ini tidak bisa dibasahi.
2. Lapisan akueosa tengah

9
Lapisan yang dihasilkan oleh kelenjar lakrimal mayor dan minor,
mengandung substansi larut air (garam dan protein). Lapisan ini
mengandung oksigen, elektrolit dan banyak protein seperti growth factors,
yang berfungsi sebagai sumber nutrisi dan menyediakan lingkungan yang
cocok untuk epitel permukaan. Keadaan epitel permukaan bergantung
pada growth factors seperti EGF, HGF dan KGF. Immunoglobulin dan
protein lainnya seperti laktoferin, lisozim, defensin dan IgA, menjaga
pemukaan mata dari infeksi bakteri dan virus. Protein lain seperti
interleukin, meminimalkan inflamasi pada permukaan mata.
Kandungan elektrolit pada tear film, memiliki konsentrasi yang
sama dengan elektrolit serum dengan osmolaritas 300mOsm/L yang
mempertahankan volume volume sel epitel. Ion juga membantu proses
enzimatik dengan melarutkan protein. Osmolaritas yang tepat dibutuhkan
untuk mempertahankan potensial membran saraf, homeostasis seluler, dan
fungsi sekresi

Gambar 2. Tear film layer

3. Lapisan musinosa
Terdiri atas glikoprotein dan melapisi sel-sel epitel kornea dan
konjungtiva. Membran sel epitel terdiri atas lipoprotein dan karenanya
relatif hidrofobik. Permukaan yang demikian tidak dapat dibasahi dengan
larutan berair saja. Musin diadsorpsi sebagian pada membran epitel

10
kornea dan oleh mikrovili ditambatkan pada sel-sel permukaan. Ini
menghasilkan permukaan hidrofilik baru bagi lapisan akueosa untuk
menyebar secara merata ke bagian yang dibasahinya dengan cara
menurunkan tegangan permukaan.
Fungsi lapisan ini sebagai surfaktan yang membantu air mata
m689ty tygembasahi epitel kornea yang bersifat hidrofobik. Lapisan ini
juga berfungsi dalam mempertahankan kejernihan penglihatan dan
kekuatan refraksi.Lapisan musin yang intak melindungi epitel dari
ancaman lingkungan dan meminimalkan pengaruh gaya yang muncul
akibat mata yang berkedip.

Gambar 3. Normal tear film structure and components

Volume air mata normal diperkirakan 7 ± 2 µL di setiap mata. Albumin


mencakup 60% dari protein total air mata; sisanya globulin dan lisozim yang
berjumlah sama banyak. Terdapat IgA, IgG, dan IgE. Yang paling banyak adalah
IgA, yang berbeda dari IgA serum karena bukan berasal dari transudat serum
saja; IgA juga diproduksi oleh sel-sel plasma dalam kelenjar lakrimal. Pada
keadaan alergi tertentu, seperti konjungtivitis vernal, konsentrasi IgE dalam
cairan mata meningkat.
Lisozim air mata menyusun 21-25% protein total, bekerja secara sinergis
dengan gammaglobulin dan faktor antibakteri non-lisozim lain, membentuk
mekanisme pertahanan penting terhadap infeksi. Enzim air mata lain juga bisa

11
berperan dalam diagnosis berbagai kondisi klinis tertentu, mis., hexoseaminidase
untuk mendiagnosis penyakit Tay-Sachs.(vaughan)
2.4 Patogenesis

2.9 Patofisiologi Dry Eye Disease

Gambar tersebut menunjukkan bahwa hiperosmolar dapat menyebabkan


kerusakan pada permukaan epithelium dengan mengaktifkan aliran
inflammatory di permukaan mata dan melepaskan mediator inflamasi
kedalam air mata. Dry eye dapat menstimulasi saraf mata sehingga
menyebabkan luka pada epitel. Hilangnya normal musin pada permukaan
mata menyebabkan naiknya resistensi friksi antara kelopak mata dan bola
mata. Selama periode ini terjadi inflamasi neurogenik di dalam kelenjar.
Penyebab utama hiperosmolar pada air mata adalah penurunan aliran air mata
(low lacrimal flow) akibat kegagalan kerja kelenjar lakrimal dan peningkatan
penguapan cairan air mata. Meningkatnya penguapan dapat dipengaruhi oleh
keadaan lingkungan dengan kelembapan rendah, aliran udara yang tinggi dan
keadaan pasien yang mengalami Meibomian Gland Dysfunction (MGD),
kondisi tersebut menyebabkan ketidakstabilan lapisan air mata. Gangguan
penghantaran dari kelenjar lakrimal ke kantung konjungtiva menyebabkan

12
menurunnya aliran air mata (Lemp et al., 2007). Penghantaran air mata dapat
terhalangi oleh jaringan parut konjungtiva atau hilangnya reflek sensoris yang
menuju jaringan lakrimal dari permukaan mata. Kerusakan kronis pada
permukaan mata kering menyebabkan sensitifitas kornea dan reflek sekresi
air mata menurun. Berbagai etiologi dapat menyebabkan mata kering melalui
mekanisme blok reflek sekretoris termasuk bedah refraktif (LASIK mata
kering), memakai kontak lensa, dan penyalahgunaan anestesi topikal (Lemp
et al., 2007). Keratokonjuntivitis (KCS) atau dry eye disease pada sindroma
Sjogren (SS) dipredisposisi oleh kelainan genetik yang terlihat adanya
prevalensi dari HLA-B8 yang meningkat. Kondisi tersebut dapat memicu
terjadinya proses inflamasi kronis dengan akibatnya terjadi produksi
autoantibodi yang meliputi produksi antibodi antinuklear, faktor reumatoid,
fodrin (protein sitoskeletal), reseptor muskarinik M3, antibodi spesifik SS (
seperti anti –RO, anti-LA, pelepasan sitokin peradangan dan infiltrasi
limfositik fokal terutama sel limfosit T CD4+ namun terkadang juga sel B)
dari kelenjar lakrimalis dan salivatorius dengan degenerasi glandular dan
induksi apoptosis pada kelenjar lakrimalis dan konjuncita. Keadaan ini dapat
menimbulkan disfungsi kelenjar lakrimalis, penurunan produksi air mata,
penurunan respon terhadap stimulasi saraf dan berkurangnya refleks
menangis. Infiltrasi sel limfosit T aktif pada konjuntiva juga sering
dilaporkan pada KCS non SS.

Reseptor androgen dan estrogen terdapat di dalam kelenjar lakrimalis dan


meibomian. SS sering ditemukan pada wanita post menopause. Pada wanita
menopause, terjadi penurunan hormon seks yang beredar ( seperti estrogen,
androgen) dan juga mempengaruhi fungsi dari sekresi kelenjar lakrimalis. 40
tahun yang lalu, penelitian mengenai defisiensi estrogen dan atau progesteron
sering berkaitan dengan insidensi KCS dan menopause.
Disfungsi kelenjar meibomian, defisiensi hormon androgen akan berakibat
kehilangan lapisan lipid terutama trigliserida, kolesterol, asam lemak esensia
monosaturasi (MUFA seperti asam oleat), dan lipid polar ( seperti
phosphatidiletanolamin, sfingomielin). Kehilangan polaritas lemak (pada
hubungan antara lapisan aqueous-air mata) akan mencetuskan terjadinya

13
kehilangan air mata atau evaporasi dan penurunan asam lemak tidak jenuh
yang akan meningkatkan produksi meibum, memicu penebalan serta sekresi
air mata yang bersifat viskos sehingga dapat mengobstruksi duktus dan
menyebabkan stagnasi dari sekresi. Pasien dengan terapi antiandrogenik pada
penyakit prostat juga dapat meningkatkan viskositas sekret kelenjar meibom,
menurunkan waktu kecepatan penyerapan air mata dan meningkatkan jumlah
debris.
Sitokin proinflamasi juga dapat menimbulkan destruksi seluler, meliputi
interleukin 1 (IL-1), interleukin 6 (IL-6), interleukin 8 (IL-8), TGF beta, TNF
alpha. IL-1 beta dan TNF-alfa juga ditemukan pada air mata dari KCS dimana
dapat menimbulkan pelepasan opioid yang akan mengikat reseptor opioid
pada membran neural dan menghambat pelepasan neurotransmiter melalui
NF-K beta. IL-2 juga dapat mengikat reseptor opioid delta dan menghambat
produksi cAMP dan fungsi neuronal. Kehilangan fungsi neuronal akan
menurunkan tegangan neuronal normal, yang dapat memicu isolasi sensoris
dari kelenjar lakrimalis dan atrofi kelenjar lakrimalis secara bertahap.
Neurotransmiter proinflamasi seperti substansi P dan kalsitonin gen related
peptide (CGRP) dilepaskan dan dapat mengaktivasi sel limfosit lokal.
Substansi P juga berperan melalui pelepasan sinyal lewat jalur NF-AT dan
NFKb yang memicu ekspresi ICAM-1 dan VCAM-1, adesi molekul yang
mempromosi munculnya limfosit dan kemotaksis limfosit ke daerah
inflamasi. Siklosporin A merupakan reseptor sel natural killer (NK)-1 dan
NK-2 yang dapat menurunkan regulasi molekul sinyal yang dapat digunakan
untuk mengatasi defisiensi lapisan aqueous air mata dan disfungsi kelenjar
meibomian. Proses tersebut juga dapat meningkatkan jumlah sel goblet dan
menurunkan jumlah sel inflamasi dan sitokin di dalam konjuntiva.
Sitokin-sitokin tersebut dapat menghambat fungsi neural yang dapat
mengkonversi hormon androgen menjadi estrogen yang merupakan hasil dari
disfungsi kelenjar meibomian. Peningkatan rata-rata apoptosis juga terlihat
pada sel konjunktiva dan sel lakrimalis asiner yang mungkin disebabkan
karena kaskade sitokin. Elevasi enzim pemecah jaringan yaitu matriks
metalloproteinase (MMPs) juga ditemukan pada sel epitel.

14
Gen yang berperan dalam produksi musin yaitu MUC1-MUC 17 akan
memperlihatkan fungsi sekresi dari sel goblet, musin yang soluble dan
tampak adanya hidrasi dan stabilitas dari lapisan air mata yang terganggu
pada penderita sindroma dry eyes. Kebanyakan MUC 5AC berperan dominan
dalam lapisan mukus air mata. Adanya defek gen musin makan akan memicu
perkembangan sindroma dry eyes. Sindroma Steven-Johnson, defisiensi
vitamin A akan memicu kekeringan pada mata atau keratinisasi dari epitel
okuler dan bahkan dapat menimbulkan kehilangan sel goblet. Musin juga
menurun pada penyakit tersebut dan terjadi penurunan ekspresi gen musin,
translasi dan terjadi perubahan proses post-translasi.
Produksi protein air mata normal seperti lisosim, laktoferin, lipocalin,
fosfolipase A2 juga menurun pada KCS.

15
2.5 Faktor Resiko

a) Usia diatas 50 tahun, khususnya wanita pasca menopause

Dry eye pada pada pasien usia lanjut diasosiasikan dengan penurunan
produksi dan stabilitas air mata, peningkatan evaporasi dan osmolaritas air
mata, serta perubahan komposisi lipid kelenjar meibom yang diperkuat
oleh perubahan hormon. Dengan meningkatnya usia terjadi peningkatan
fibrosis periduktal, fibrosis interasinar, hilangnya pembuluh darah
paraduktal, dan atrofi sel asinar yang dapat menyebabkan disfungsi
kelenjar lakrimal. Peningkatan usia juga mempengaruhi struktur dan atau
fungsi kelenjar meibom seperti peningkatan vaskularitas tepi kelopak,
keratinisasi, telangiektesia, kekeruhan sekresi kelenjer meibom, metaplasia
dan penyempitan orificium kelenjar meibom serta atrofi dan dilatasi kistik
asinus. Hormon seks terutama androgen dan estrogen memainkan peran
dalam perkembangan dan penyebab dry eye. Androgen mempengaruhi
morfologi, biokimia, fisiologi, imunologi, dan sekresi kelenjar lakrimal .
Androgen juga mempengaruhi perkembangan, diferensiasi, dan produksi
lipid kelenjar meibom. Estrogen diketahui ikut merangsang kelenjar
meibom, mempengaruhi struktur, fungsi, dan sekresi kelenjar lakrimal
serta membantu mengatur homeostasis permukaan mata. Dry eye pada
perempuan diasosiasikan dengan tingkat androgen yang rendah. Tingkat
androgen yang rendah disebabkan oleh ovarium yang hanya sedikit
menghasilkan androgen. Tingkat androgen yang rendah ditambah
penurunan tingkat androgen seperti pada menopause menyebabkan tingkat
androgen di bawah batas yang diperlukan untuk kesehatan mata yang
optimum. Penurunan tingkat androgen dapat menyebabkan hilangnya
lingkungan anti inflamasi di dalam kelenjar lakrimal sehingga kelenjar
lakrimal menjadi rentan terhadap inflamasi imunogenik . Dry eye juga
diasosiasikan dengan tingkat estrogen yang rendah seperti pada
menopause dan selama menyusui serta pada tingkat estrogen tinggi seperti
pada kehamilan, minum obat kontrasepsi dan terapi pengganti hormon.
Penjelasan yang dapat diberikan untuk ambiguitas pengaruh estrogen

16
adalah pada kedua situasi tersebut dapat menyebabkan berkurangnya
bioavaibilitas androgen. Rendahnya tingkat estrogen diasosiasikan dengan
berkurangnya avaibilitas androgen, karena hormon androgen dan estrogen
dihasilkan dari kelenjar endokrin yang sama yaitu ovarium. Tingkat
estrogen yang tinggi diregulasi dengan mekanisme umpan balik negatif
oleh aksis hipotalamus-pituitari. Tingkat estrogen yang tinggi
menyebabkan aksis hipotalamus-pituitari mengeluarkan follicle-
stimulating hormone (FSH) and luteinizing hormone (LH) yang
menghambat produksi hormon yang dihasilkan ovarium. Sebagai
konsekuensi berasal dari kelenjar yang sama, tingginya tingkat estrogen
berpengaruh terhadap berkurangnya tingkat sekresi androgen. Tingkat
estrogen yang tinggi juga merangsang sekresi sex hormonebinding
globulin (SHBG) dari hati yang mengikat estrogen dan androgen sehingga
mengurangi bioavaibilitas androgen dan estrogen4

b) Faktor lingkungan, seperti debu, kering, berangin, dan juga asap rokok

c) Pemakaian lensa kontak

d) Aktivitas menggunakan layar komputer, TV atau gadget yang terlalu lama

e) Riwayat operasi mata atau adanya penyakit lain yang dapat memicu dry
eye

f) Penggunaan obat tertentu baik obat minum maupun obat tetes mata

17
2.6 Klasifikasi

2.10 Klasikasi Dry Eye Disease

Klasifikasi sindrom mata kering menurut American Academy of


Ophthalmology dibedakan menurut penyebabnya yakni defisiensi komponen
akuos dan penguapan yang berlebihan. Dry eye dengan defisiensi komponen
akuos adalah bentuk yang paling sering ditemukan. Defisiensi komponen akuos
dapat dibedakan menjadi dua yaitu Sindrom Sjogren dan Sindrom NonSjogren.
Non-Sjogren Syndrome dapat disebabkan oleh kelainan kongenital atau
didapat. Kelainan kongenital yang menyebabkan defisiensi komponen akuos
antara lain Sindrom Riley-Day, alakrimia, tidak adanya glandula lakrimalis,
displasia ektodermal anhidrotik, Sindrom Adie dan Sindrom Shy-Drager.
Penyebab defisiensi komponen akuos yang didapat antara lain penggunaan 17
lensa kontak, inflamasi kelenjar lakrimal, trauma, pemakaian obat-obatan dan
hiposekresi neuroparalitik. Sedangkan penguapan atau evaporasi yang
berlebihan dibedakan menjadi dua golongan yaitu karena pengaruh intrinsik
dan ekstrinsik. Pengaruh intrinsik diantaranya karena defisiensi kelenjar
Meibom, jumlah kedip mata yang kurang, gangguan menutup mata dan

18
penggunaan obat. Faktor ekstrinsik yang dapat berpengaruh antara lain
defisiensi vitamin A, penggunaan obat topikal, penggunaan lensa kontak dan
penyakit pada permukaan okuler. Penggunaan lensa kontak masuk dalam
kedua penyebab mata kering, baik dari defisiensi komponen akuos maupun
evaporasi yang berlebih. Sindrom mata kering juga dapat diklasifikasikan
berdasarkan tingkat keparahan. Sindrom mata kering ringan dapat didefinisikan
adanya Uji Schirmer kurang dari 10 mm dalam lima menit dan kurang dari satu
kuadran pewarnaan kornea. Sindrom mata kering sedang dapat didiagnosis
pada pasien dengan hasil Uji Schirmer antara 5-10 mm dalam lima menit
dengan atau tanpa pewarnaan belang-belang lebih dari satu kuadran dari epitel
kornea. Sedangkan sindrom mata kering parah dapat ditegakkan bila terdapat
hasil Uji Schirmer kurang dari 5 mm dalam lima menit dan adanya pewarnaan
belang-belang dan konfluen difus pada epitel kornea (Jain, 2009)

19
2.7 Diagnosis

Pemeriksaan klinis

a. Anamnesis
perlu dilakukan pemeriksan riwayat penyakit untuk menegakkan diagnosis sindroma dry-
eyes seperti ada tidaknya:
 Iritasi okuler dengan gejala klinis seperti rasa kering , rasa terbakar, gatal, nyeri , rasa
adanya benda asing pada mata, fotofobia, pandangan berkabut. Biasanya gejala
tersebut dicetuskan pada lingkungan berasap atau kering, aktivitas panas indoor,
membaca lama, pemakaian komputer jangka panjang.
 Pada KCS, gejala-gejala akan semakin memburuk setiap harinya dengan penggunaan
mata yang lebih memanjang dan paparan lingkungan. Pasien dengan disfungsi
kelenjar meibomian kadang mengeluh mata merah pada kelopak mata dan konjuntiva
tetapi pasien-pasien tersebut memperlihatkan perburukan gejala terutama pada pagi
hari.
 Terkadang, pasien mengeluh sekret air mata yang berlebihan, hal ini disebabkan
karena reflek menangis mata yang meningkat karena permukaan kornea yang
mengering
 Pemakaian obat-obatan sistemik, karena dapat menurunkan produksi air mata seperti
antihistamin, beta bloker dan kontrasepsi oral.
 Riwayat penyakit dahulu berupa kelainan jaringan ikat, artritis reumatoid, atau
abnormalitas tiroid. Terkadang pasien juga mengeluh mulut kering
b. Pemeriksaan fisik

gejala dari sindroma dry eyes meliputi:

Dilatasi vaskuler konjuntiva bulbi

- Penurunan meniskus air mata


- Permukaan kornea yang ireguler
- Penurunan absorbsi air mata
- Keratopati epitel kornea punctata
- Kornea berfilamen
- Peningkatan debris pada lapisan air mata
- Keratitis puntata superfisialis
- Sekret mukus

20
Gejala-gejala dry eyes tidak berhubungan dengan tanda-tanda dry eyes.
Pada kasus berat, juga ditemukan defek epitel atau infiltrasi kornea steril atau
ulkus kornea. Keratitis sekunder juga dapat terjadi. Baik perforasi kornea karena
steril atau infeksi dapat terjadi.

Pemeriksaan diagnostik.
 Tes Schimer

2.11 Test Schimer

Tes ini dilakukan dengan mengeringkan lapisan air mata dan


memasukkan strip Schirmer (kertas saring Whartman No. 41) ke dalam cul
de sac konjungtiva inferior pada batas sepertiga tengah dan temporal dari
palpebra inferior. Bagian basah yang terpapar diukur lima menit setelah
dimasukkan. Panjang bagian basah kurang dari 10 mm tanpa anestesi
dianggap abnormal.
 Tes Break-up Time

2.12 Test Break Up-Time

21
Tes ini berguna untuk menilai stabilitas air mata dan
komponen lipid dalam cairan air mata; diukur dengan meletakkan
secarik kertas berfluorescein di konjungtiva bulbi dan meminta
penderita untuk berkedip. Lapisan air

mata kemudian diperiksa dengan bantuan filter cobalt pada


slitlamp, sementara penderita diminta tidak berkedip. Selang waktu
sampai munculnya titik-titik kering yang pertama dalam lapis
fluorescein kornea adalah break-up time. Biasanya lebih dari 15
detik. Selang waktu akan memendek pada mata dengan defisiensi
lipid pada airmata.

 Pemulasan Fluorescein
Dilakukan dengan secarik kertas kering fluorescein untuk melihat
derajat basahnya air mata dan melihat meniskus air mata.
Fluorescein akan memulas daerah yang tidak tertutup oleh epitel
selain defek mikroskopik pada epitel kornea.
 Pemulasan Bengal rose

2.13 Pemulasan Bengal Rose

lebih sensitif dari flourescein, Pewarna ini akan memulas semua sel
epitel non -vital yang mengering dari kornea konjungtiva. Skor
pewarnaan rose bengal (> 4 skor van Bijsterveld ) . penilaian dari
The Van Bijsterveld, yang mengevaluasi intensitas pewarnaan

22
dengan skala 0-3 dalam 3 area permukaan mata yaitu konjungtiva
nasalis, konjungtiva temporalis dan kornea dengan maksimum skor
adalah 9
 Osmolalitas air mata
Hiperosmolalitas air mata telah dilaporkan pada
keratokonjungtivitis sicca dan pemakai lensa kontak; diduga
sebagai akibat berkurangnya sensitifitas kornea. Laporan-laporan
penelitian menyebutkan bahwa hiperosmolalitas adalah tes yang
paling spesifik bagi keratokonjungtivitis sicca, karena dapat
ditemukan pada pasien dengan tes Schirmer normal dan pemulasan
Rose Bengal normal. Untuk mengukur kuantitas komponen akuos
dalam air mata dapat dilakukan tes Schirmer. Tes Schirmer
merupakan indikator tidak langsung untuk menilai produksi air
mata. Berkurangnya komponen akuos dalam air mata
mengakibatkan air mata tidak stabil. Ketidakstabilan air mata pada
dry eyes.disebabkan kerusakan epitel permukaan bola mata
sehingga mukus yang dihasilkan tidak normal yang berakibat pada
proses penguapan air mata. Salah satu pemeriksaan untuk menilai
stabilitas lapisan air mata adalah dengan pemeriksaan break up
time (BUT) (Vaughan, 2017)

23
2.8 Stadium

2.14 Stadium Dry Eye Disease


2.9 Tatalaksana

2.15 Tear Film Oriented


Implementasi dari manajemen dan algoritma terapi sesuai dengan
penyakit keparahan dapat diringkas dalam empat langkah.

24
Langkah pertama termasuk perubahan lingkungan lokal,
mengedukasi pasien dengan modifikasi diet (termasuk kebutuhan
oral),suplementasi asam lemak), identifikasi dan potensi, modifikasi /
penghapusan topikal sistemik dan topikal, obat-obatan, penambahan
pelumas mata dari berbagai jenis (jika MGD (meibomian gland
dysfunction) hadir, kemudian pertimbangkan suplemen yang
mengandung lipid), tutup kebersihan, dan kompres hangat.
Jika perawatan di langkah pertama tidak cukup, yang kedua
diperlukan langkah. Perawatan dipertimbangkan pada langkah kedua
termasuk perawatan tea tree oil untuk Demodex, air mata buatan
(untuk menghindari efek toksik dari bahan pengawet), punctal plugs,
moisture chamber devices and goggles to maintain untuk
mempertahankan kelembaban dan suhu, aplikasi salep semalam,
menghilangkan penyumbatan dari kelenjar meibom menggunakan
perangkat pemanasan dan ekspresi (seperti Lipiflow), pulsed light
therapy untuk MGD, dan pemberian obat topikal seperti sebagai
kortikosteroid, antibiotik, sekretagog, non-glukokortikoid
imunomodulator (cyclosporine dan tacrolimus24), LFA-1 obat
antagonis (lifitegrast), dan makrolida oral atau tetrasiklin antibiotik.
Jika opsi perawatan di atas tidak memadai, oral secretagogues,
tetes mata serum autologous / alogenik, rigid dan soft contact lenses
perlu dipertimbangkan selain sebagai pengobatan langkah ketiga.
Jika ada bukti klinis komplikasi yang lebih parah terkait dengan
presentasi mata kering, dokter akan perlu untuk mempertimbangkan
perawatan tambahan pada langkah keempat, seperti aplikasi
kortikosteroid topikal untuk durasi yang lebih lama, amniotic
membrane grafts, surgical punctal occlusion, dan bedah lainnya
pendekatan (mis. tarsorrhaphy, transplantasi salivary glands)
Konsensus the Asia Dry Eye Society (ADES) merekomendasikan
protokol “Tear Film Layers Oriented Therapy”. bahwa lapisan
kekurangan air mata harus diganti sesuai dan masalah yang
mendasarinya harus diatasi, karena sangat sulit untuk

25
mengklasifikasikan mata kering perawatan dalam aturan ketat dan
mendasarkannya hanya berdasarkan bukti studi, setiap pasien harus
dievaluasi secara individual dan rencana perawatan khusus pasien
harus dibuat (Lindsley, 2017)

26
2.9 Komplikasi

Pada tahap selanjutnya bisa ditemukan ulkus kornea, penipisan kornea dan
perforasi. Sesekali dapat terjadi infeksi bakteri sekunder dan berakibat parut serta
vaskularisasi pada kornea yang menurunkan penglihatan. Terapi dini dapat
mengurangi komplikasi.

27
DAFTAR PUSTAKA

Eva Paul Riordan. 2007. Vaughan and Asbury: Anatomi dan Embriologi
Mata Hal 1- 27. Jakarta. EGC.

IDI, 2017, Panduan Praktek klinis Edisi I, Jakarta, Pengurus Besar Ikatan
Dokter Indonesia.

Simsek cem, Murat Doğru, Takashi Kojima, Kazuo Tsubota, 2018,


Current Management and Treatment of Dry Eye Disease, Keio University Faculty
of Medicine, Department of Ophthalmology, Tokyo, Japan

http://emedicine.medscape.com/article/1210417-overwiew, 22 Juli 2010

http//www.mayoclinic.com/health/dry-
eyes/DS00463/DSECTION=causes, 22 juli 2010

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000426.htm, 22 juli
2010

http://www.eyecaresource.com/conditions/dry-eyes/, 22 juli 2010

Nenjah Roestijawati, 2007. Sindroma Dry eye pada VDT.


http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/154_11_Sindromadryeye.pdf/154_1
1_sindromadryeye.html, 22 Juli 2010

http://www.allaboutvision.com/conditions/dryeye.htm, 22 Juli 2010

28

Anda mungkin juga menyukai