PTERIGIUM
Disusun Oleh :
201820401011108
Pembimbing
RS BHAYANGKARA KEDIRI
FAKULTAS KEDOKTERAN
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmatNya
penulis dapat menyelesaikan laporan kasus stase Mata dengan topik “Pterigium”.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan kasus ini masih jauh dari
sempurna, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan. Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat dalam bidang kedokteran
khususnya Mata.
Penyusun
1
BAB I
RESPONSI KASUS
Identitas :
- Nama : Ny. SK
- Usia : 53 tahun
- Suku : Jawa
- Agama : Islam
- Alamat : Mojoroto
- Pekerjaan : Wiraswasta
Keluhan Utama:
Mata kanan dan kiri terasa mengganjal ketika menutup mata. Keluhan
dirasakan sejak 5 tahun yang lalu. Pandangan kabur (-), gatal (-), mata merah (-).
2
Riwayat Sosial : (-)
PEMERIKSAAN FISIK
Status generalis
- Vital Sign
o TD : 120/90 mmHg
o T: 37OC
o Nadi : 88x/menit
o RR : 22x/menit
STATUS OFTALMOLOGIS
Visus
Distansia pupil -
3
Gerakan bola mata Gerakan bola
segala arah)
Palpebra Superior
Edema - -
Hiperemi - -
Enteropion - -
4. Ektropion - -
Pseudoptosis/ptosis - -
Benjolan - -
Nyeri tekan - -
Trikiasis - -
Palpebra Inferior
Edema - -
Hiperemi - -
Enteropion - -
5. Ektropion - -
Pseudoptosis - -
Benjolan - -
Trikiasis - -
6. Konjungtiva Palpebra
4
Sekret (-) Sekret (-)
Konjungtiva Bulbi
CVI - -
PCVI - -
Subconjunctival
- -
7. bleeding
Jaringan
Jaringan fibrovaskular
Pterigium fibrovaskular
mencapai limbus
mencapai limbus
Pingueculae - -
Sistem Lakrimalis
8.
Punctum lakrimalis Terbuka Terbuka
5
Sklera
9.
Warna putih/Keruh Putih Putih
Kornea
Placido dilakukan
Jernih
Jernih Jernih
11. Dalam
Kedalaman normal Dalam
Tidak
Hifema/hipopion(-) Tidak didapatkan
didapatkan
Iris
6
Pupil
Diameter 3 mm 3 mm
tidak langsung
Lensa
7
Differential Diagnose: Pseudopterygium, pinguecula
TERAPI
EDUKASI
paparan sinar UV. Maka dari itu, pasien perlu menghindari paparan sinar UV atau
Diskusi
• Pasien ini didiagnosis dengan Okuli Dextra Pterygium Stage 1 berdasarkan dari
• Pada anamnesis dikatakan bahwa pasien mengeluhkan Mata kanan dan kiri
terasa mengganjal ketika menutup mata. Keluhan dirasakan sejak 4 hari yang
2. Pembedahan :
8
Simple conjunctival closure : pada prosedur ini dilakukan penutupan
9
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
dengan kulit pada tepi palpebra (suatu sambungan mukokutan) dan dengan epitel
mata. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pada
pandang yang menutupi iris dan pupil (Sridhar, 2018). Kornea mempunyai 5 lapisan
yang berbeda yaitu lapisan epitel, lapisan bowman, stroma, membran descement,
10
dan lapisan endotel. Lapisan epitel memiliki 5 atau 6 lapis sel. Lapisan bowman
merupakan lapisan jernih yang merupakan bagian stroma yang berubah. Stroma
basalis endotel kornea. Endotel hanya memiliki satu lapis sel. Endotel kornea cukup
rentan terhadap trauma dan kehilangan sel-selnya seiring dengan penuaan (Riordan-
Eva, 2017).
“kebulatan.” Secara histologi, epitel limbal adalah unik; terdiri lebih dari 10 lapisan
sel dan paling tebal di antara ketiganya dibandingkan dengan 1-2 lapisan sel untuk
Limbal stem cell (LSC) adalah stem cell yang terletak di basal limbus kornea
yang merupakan area batas antara konjungtiva dan kornea. Sel stem pada limbus
11
kornea tidak tersebar diseluruh permukaan kornea tetapi populasi sel ini hanya
terbatas pada bagian perifer kornea. Sel ini memiliki sifat siklus hidup yang
meningkat dalam hal proliferasi bebas dengan diferensiasi rendah. Selain itu sel
stem juga mampu menjaga keseimbangan antara produksi dan kematian sel. Sel
stem mempunyai karakteristik unik, meliputi sel berumur panjang, kapasitas self-
renewal yang tinggi dan s-phase yang singkat. Pada permukaan bola mata terdapat
dua jenis sel epitel yang berbeda, yaitu epitel konjungtiva dan epitel kornea. Sumber
sel kormea mata berada di korneoskleral limbus. Limbal palisades of Vogt dan
interpalisade dipercaya sebagai tempat penyimpanan sel stem. Limbal sel stem juga
kornea.
palpebralis. Kedua arteri ini bersama vena pada konjungtiva yang umumnya
12
mengikuti pola arterinya membentuk jaringan vaskuler konjungtiva. Sumber nutrisi
untuk kornea adalah pembuluh darah limbus dan humor aqueous. Persarafan kornea
fibrovaskular berbentuk segitiga pada limbus kornea. Asal kata pterigium adalah
dari bahasa yunani yaitu pterygos yang artinya “sayap“, sesuai dengan gambaran
berbentuk sayap, terdapat lesi fibrovaskular yang melintasi bagian nasal atau
13
Tabel 1. Prevalensi Pterigium Menurut Provinsi
di Indonesia (Riskesdas, 2007)
prevalensi pterigium adalah sebesar 10% pada tahun 2002 (Marcella, 2019).
pterigium pada salah satu mata 1,9%. Prevalensi pterigium pada kedua mata
(0,4%). Prevalensi pterigium pada salah salah satu mata tertinggi di Provinsi Nusa
Tenggara barat (4,1%), terendah di Provinsi DKI Jakarta (0,2%). Adanya faktor
di daerah beriklim panas, kering dan berdebu. “Pterigium Belt” merupakan istilah
yang merupakan daerah dengan kasus pterigium lebih banyak (Widyawati, 2017).
14
2.4 Faktor Resiko Pterigium
ultraviolet, pajanan debu atau iritan, peradangan, serta kekeringan pada mata.
Kekeringan pada mata ditemukan pada sebagian besar pasien pterigium (Marcella,
2019). Aktivitas yang cukup lama di luar ruangan telah menyebabkan peningkatan
risiko pterigium. Hal ini dikaitkan dengan paparan ultraviolet (UV) kumulatif
dilakukan oleh Ardianty dan Maulina pada tahun 2016, didapatkan kelompok usia
remaja-dewasa pada kelompok kasus sebanyak 33,3% dan 66,7% didapatkan pada
pterigium semakin meningkat dengan adanya peningkatan usia. Selain itu, terdapat
peningkatan prevalensi pterigium pada kelompok usia yang lebih tua, 11% pada
usia 40-49 tahun, 15,6% pada usia 50-59 tahun dan 20,1% pada usia 60-69 tahun
sedangkan pada usia >70 tahun didapatkan prevalensi sebesar 20,2% (Ardianty dan
Maulina, 2016).
2. Derajat kedua jika pterigium sudah melewati limbus kornea tetapi tidak
15
3. Derajat ketiga jika pterigium sudah melebihi derajat dua tetapi tidak
16
Mekanisme patologi pterigium belum diketahui; telah terdapat banyak teori
patogenesis, antara lain teori pajanan terhadap sinar ultraviolet (UV), teori growth
IL-I, IL-6, IL-8, dan TNFα (Marcella, 2019). Limbal stem cell adalah sumber
limbal stem cell. Defisiensi limbal stem cell menyebabkan invasi konsekuen dari
ultraviolet, angin, debu) merusak sel basal limbus dan merangsang keluarnya
stem cell yang juga akan memproduksi sitokin dan berbagai growth factors. Sitokin
dan berbagai growth factor akan mempengaruhi sel di limbus, sehingga terjadi
perubahan sel fibroblas endotel dan epitel yang akhirnya akan menimbulkan
pterigium. Penumpukan lemak bisa karena iritasi ataupun karena air mata yang
kurang baik.
Limbal stem cell yang telah berubah karena paparan sinar UV disebut
sitokin seperti IL-1, IL-6 dan IL-8. Peningkatan sitokin tersebut yang
17
peningkatan kemokin. Selain itu, IL-6 juga menginduksi VEGF sehingga terjadi
IL-8 menyebabkan akumulasi dan aktivasi neutrofil. Selain itu, IL-8 juga
keluarnya berbagai growth factor, seperti FGF (Fibroblast Growth Factor), HB-
Growth Factor) yang akan mengakibatkan proliferasi epitel dan fibrovaskular. HB-
EGF menyebabkan hiperplasi epitel dan proliferasi fibroblas pada pterigium. VEGF
pterigium.
invasi pterigium, destruksi lapisan bowman dan degenerasi elastoid pada pterigium
Penderita pterigium biasanya datang dengan mata merah yang disertai rasa
iritasi pada permukaan mata seperti rasa mengganjal dan perih. Penglihatan
biasanya tidak menurun, kecuali pada pterigium yang sudah menutupi sebagian
besar pupil (Widyawati, 2017). Morfologi pterigium terdiri atas kapsul atau puncak
yang merupakan zona mendatar pada kornea terdiri dari fibroblas yang menginvasi
18
membran Bowman, area pembuluh darah di bawah puncak, badan atau ekor
jaringan ini terlokalisasi di temporal atau nasal, lebih sering di nasal (Marcella,
a) Bagian kepala atau cap, biasanya datar, terdiri atas zona abu-abu pada
kornea yang kebanyakan terdiri atas fibroblast. Area ini menginvasi dan
merah muda segitiga yang tumbuh dengan dasar di limbus dan puncak
(Widyawati, 2017).
19
b) Bagian whitish. Terletak langsung setelah cap, merupakan sebuah
merupakan area paling ujung. Badan ini menjadi tanda khas yang paling
2.7 Diagnosis
1. Anamnesis
Selain itu perlu juga ditanyakan adanya riwayat mata merah berulang, riwayat
20
banyak bekerja di luar ruangan pada daerah dengan pajanan sinar mathari yang
2. Pemeriksaan Fisik
gambaran yang vaskular dan tebal tetapi ada juga pterigium yang avaskuler dan
flat. Perigium paling sering ditemukan pada konjungtiva nasal dan berekstensi
ke kornea nasal, tetapi dapat pula ditemukan pterigium pada daerah temporal.
3. Pemeriksaan Penunjang
selaput putih pada kornea, maka sudah dapat didiagnosis sebagai pterigium.
21
Gambar 2.8 Pinguekula
2.9 Penatalaksanaan
ultraviolet (UV-A dan UV-B) karena faktor risiko utama pterigium adalah
bedah eksisi jaringan pterigium. Indikasi terapi pembedahan antara lain: tajam
22
gejala iritasi berat, dan indikasi kosmetik (Widyawati, 2017). Teknik eksisi
prosedur ini antara 45% sampai 70%. Maka dari itu, teknik eksisi ini
23
dieksisi sesuai ukuran luka kemudian dipindahkan dan dijahit atau
Terapi adjuvan
Tingkat kekambuhan yang tinggi terkait dengan operasi terus
1) Mitomycin-C (MMC)
belum ditentukan. Dua bentuk MMC yang saat ini digunakan yaitu,
24
setelah eksisi pterigium, dan penggunaan pasca operasi dengan tetes
toksisitas.
2) Beta iradiasi
3) Kortikosteroid
Edukasi
Karena radiasi UV diyakini merupakan faktor risiko penting, dokter
harus mengedukasi pasien dengan pterigium stadium awal untuk
menggunakan kacamata pelindung yang tepat.
25
2.10 Prognosis
namun hal itu juga tergantung dari ada tidaknya infeksi pada daerah
pembedahan. Rekurensi setelah operasi juga sering terjadi pada terutama pada
usia muda. Kekambuhan dapat dicegah dengan kombinasi operasi serta terapi
adjuvant. Pada umumnya setelah 48 jam pasca operasi pasien bisa memulai
aktivitasnya.
26
DAFTAR PUSTAKA
Aminlari, Ardalan, MD, Ravi Singh, MD, And David Liang, MD, 2010,
Management of Pterygium, Ophtalmic Pearls – Cornea, pp. 37-38
Umum Cut Meutia Kabupaten Aceh Utara Tahun 2015. Jurnal Kedokteran
Erry, Ully Adhie Mulyani dan Dwi susilowati. 2011. Distribusi dan Karakteristik
Eva PR, Whitcher JP. 2009. Vaughan & Asbury oftalmologi umum: Konjungtiva.
17th Ed. Jakarta: EGC; 2009 .p.67-72
Lestari, Dwi Jayanti Tri, Dian Revita Sari, Paulus Dwi Mahdi, Rani Himayani,
2017, Pterigium Derajat IV pada Pasien Geriatri, Jurnal Majority, 7(1), pp. 20-25
Lima FVI, Manuputty GA. 2014. Hubungan paparan sinar matahari dengan
angka kejadian pterigium di Desa Waai Kabupaten Maluku Tengah tahun
2013. Moluca Medica. 2014; 4(2);101-9
2019.
Mr Parwez Hossain PhD FRCOphth FRCS (Ed), 2011, Pterygium Surgery, Focus
27
Notara, Refaian, Braun, et al. 2016. Short-Term Uvb-Irradiation Leads To Putative
09 Desember 2019.
2019.
Riordan-Eva, Paul. Dan Witcher, John. 2010. Vaughan & Asbury’s Oftalmologi
Sridhar M. 2018. Anatomy of Cornea and Ocular Surface. Indian J Ophthalmol Vol
Widyawati S. 2017. Buku Ajar Oftalmologi FKUI. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Zhou, Zhu, Zhang, et al. 2016. The Role of Ultraviolet Radiation in the
28