Disusun Oleh:
112015123
Pembimbing:
I. IDENTITAS
Nama : By. TS
Umur : 18 hari
Agama : Islam
Pekerjaan :-
Alamat : Cigombong, Bogor
Tanggal pemeriksaan : Senin, 9 Oktober 2017
Pemeriksa : Angel
II. ANAMNESIS
Allo anamnesis pada Senin, 9 Oktober 2017 jam 10.05 WIB
Keluhan utama
Kedua mata keluar kotoran mata berwarna kuning kehijauan yang banyak sejak 7
hari SMRS.
Keluhan tambahan
Kedua mata merah, kelopak mata bengkak dan mata sulit membuka.
2
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli mata RSUD Ciawi diantar oleh neneknya dengan keluhan
kedua mata keluar kotoran mata yang banyak sejak 7 hari SMRS. Kotoran mata berwarna
kuning kehijauan, kental, lengket, tanpa disertai darah. Kotoran mata ini sering keluar
terutama saat pasien menangis, lalu oleh neneknya dibersihkan dengan kapas atau tissue,
dan tidak lama kotoran mata akan segera muncul kembali. Keluhan ini disertai dengan
kedua mata merah dan kelopak mata bengkak. Dua hari SMRS, kelopak mata semakin
membengkak dan seluruh kotoran menutupi mata sehingga kelopak mata sulit untuk
membuka. Pasien menjadi rewel dan sulit tidur. Keluhan ini baru dirasakan pertama kali
oleh pasien.
Pada riwayat antenatal, pasien merupakan anak kedua yang lahir saat ibu usia 20
tahun. Menurut neneknya, ibu pasien pernah mengeluhkan keputihan saat usia kehamilan 4
bulan dan berlangsung hingga persalinan. Selama kehamilan ibu pasien tidak pernah
memeriksakan diri ke dokter ataupun bidan setempat sehingga tidak pernah mendapatkan
pengobatan. Ibu pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga. Riwayat berganti-ganti pasangan
tidak diketahui oleh nenek pasien. Ibu pasien meninggal saat melahirkan pasien karena
terjadi perdarahan pasca persalinan.
Pada riwayat persalinan, pasien lahir cukup bulan, dibantu oleh dukun bersalin.
Pasien lahir spontan dan berat badan lahir 2700 gram. Setelah lahir pasien langsung
menangis. Saat lahir, mata tidak bengkak dan tidak tampak merah. Saat lahir pasien tidak
mendapatkan imunisasi ataupun salep mata antibiotik. Selama ini pasien tidak
mendapatkan ASI, hanya susu formula saja.
Riwayat ayah pasien tidak ketahui oleh nenek pasien.
Tidak ada keluhan serupa di keluarga. Riwayat keputihan pada ibu pasien yang
terjadi sejak usia kehamilan 4 bulan dan berlangsung hingga persalinan. Riwayat ibu
berganti-ganti pasangan seksual dan riwayat ayah tidak diketahui oleh nenek pasien.
3
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Status Ophtalmologi
KETERANGAN OD OS
1. VISUS
- Visus Blink refleks + Blink refleks +
- Koreksi - -
- Addisi - -
- Distansia pupil Tidak dilakukan Tidak dilakukan
2. KEDUDUKAN BOLA MATA
- Ukuran Normal Normal
- Eksoftalmus - -
- Endoftalmus - -
- Deviasi - -
- Gerakan Bola Mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah
3. SUPERSILIA
- Warna Hitam Hitam
- Simetris Simetris Simetris
4. PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR
- Edema Ada Ada
- Nyeri tekan - -
4
- Ekteropion - -
- Entropion - -
- Blefarospasme - -
- Trikiasis - -
- Sikatriks - -
- Punctum lakrimal Terbuka Terbuka
- Fissure palpebral - -
- Tes anel Tidak dilakukan Tidak dilakukan
5. KONJUNGTIVA SUPERIOR DAN INFERIOR
- Hiperemis - -
- Folikel - -
- Papil - -
- Sikatriks - -
- Hordeolum - -
- Kalazion - -
6. KONJUNGTIVA BULBI
- Sekret Ada, sekret Ada, sekret
purulen, banyak purulen, banyak
- Injeksi Konjungtiva Ada Ada
- Injeksi Siliar - -
- Perdarahan Subkonjungtiva/kemosis - -
- Pterigium - -
- Pinguekula - -
- Flikten - -
- Nevus Pigmentosus - -
- Kista Dermoid - -
7. SKLERA
- Warna Putih Putih
- Ikterik - -
- Nyeri Tekan - -
8. KORNEA
- Kejernihan Jernih Jernih
- Permukaan Rata Rata
- Ukuran Normal Normal
- Sensibilitas - -
- Infiltrat - -
- Keratik Presipitat - -
- Sikatriks - -
- Ulkus - -
5
- Perforasi - -
- Arcus senilis - -
- Edema - -
- Test Placido Tidak dilakukan Tidak dilakukan
9. BILIK MATA DEPAN
- Kedalaman Cukup Cukup
- Kejernihan Jernih Jernih
- Hifema - -
- Hipopion - -
- Efek Tyndall - -
10. IRIS
- Warna Coklat Coklat
- Kripta - -
- Sinekia - -
- Kolobama - -
11. PUPIL
- Letak Tengah Tengah
- Bentuk Bulat, isokor Bulat, isokor
- Ukuran 3 mm 3 mm
- Refleks Cahaya Langsung Positif Positif
- Refleks Cahaya Tidak Langsung Positif Positif
12. LENSA
- Kejernihan Jernih Jernih
- Letak Tengah Tengah
- Test Shadow - -
13. BADAN KACA
- Kejernihan Sulit dinilai Sulit dinilai
14. FUNDUS OCCULI
- Batas Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Ekskavasio Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Rasio arteri : vena Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- C/D rasio Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Eksudat Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Perdarahan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Sikatriks Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Ablasio Tidak dilakukan Tidak dilakukan
15. PALPASI
- Nyeri tekan - -
6
- Masa tumor - -
- Tensi Occuli Normal per palpasi Normal per palpasi
- Tonometry Schiotz - -
16. KAMPUS VISI
- Tes Konfrontasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tidak ada
V. RESUME
Seorang bayi perempuan, By. TS, usia 18 hari, datang ke poli mata RSUD Ciawi
diantar oleh neneknya dengan keluhan kedua mata mengeluarkan kotoran mata yang
banyak sejak 7 hari SMRS. Kotoran mata berwarna kuning kehijauan, kental, dan lengket
dan sering keluar terutama jika pasien menangis. Keluhan ini disertai dengan mata merah
dan kelopak mata bengkak. Dua hari SMRS keluhan dirasakan semakin memberat
dimana kelopak mata semakin bengkak dan kotoran mata menutupi seluruh mata
sehingga kelopak mata sulit untuk membuka. Keluhan seperti ini baru pertama kali
terjadi.
Dari riwayat antenatal didapatkan bahwa ibu pasien mengalami keputihan saat
usia kehamilan 4 bulan dan berlangsung terus sampai persalinan. Ibu pasien tidak pernah
mengontrol kandungannya ke dokter maupun bidan sehingga tidak pernah mendapatkan
pengobatan. Pasien lahir cukup bulan dan ditolong oleh dukun bersalin. Pasien lahir
spontan, langsung menangis, dengan berat badan lahir 2700 gram. Pasien tidak
mendapatkan imunisasi maupun salep mata antibiotik segera setelah lahir.
Riwayat ibu dan ayah tidak diketahui secara detail oleh nenek pasien.
Dari pemeriksaan oftalmologi didapatkan:
OD OS
Visus Blink test + Blink test +
Palpebra Edema Edema
Cts Tidak hiperemis Tidak hiperemis
Cti Tidak hiperemis Tidak hiperemis
7
Cb Injeksi konjungtiva, tampak sekret Injeksi konjungtiva,
purulen tampak sekret purulen
Sklera Putih Putih
Kornea Jernih, rata Jernih, rata
COA Cukup Cukup
Iris Coklat Coklat
Pupil Bulat, isokor, 3mm, RCL/RTCL Bulat, isokor, 3mm,
+/+ RCL/RTCL +/+
Lensa Jernih Jernih
8
VI. DIAGNOSIS KERJA
IX. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa:
Irigasi mata menggunakan normal saline tiap jam sampai eksudat konjungtiva
bersih
Cefotaxime inj 2 x 500mg IV
Gentamycin ED 6 x 1 gtt ODS
Non-Medikamentosa:
Pasien di rawat inap di ruang isolasi
Sekret dibersihkan dengan kapas basah atau dengan cairan infus tiap 15 menit
X. PROGNOSIS
OD OS
Ad vitam : ad bonam ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam dubia ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA
OFTALMIA NEONATORUM
Anatomi Konjungtiva
Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus
permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior sklera
(konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi palpebra (suatu
sambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea di limbus.1
Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat ke
tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pada forniks
superior dan inferior) dan membukus jaringan episklera menjadi konjungtiva bulbaris.1
Konjungtiva bulabris melekat longgar ke septum orbitale di fornices dan melipat berkali-
kali. Adanya lipatan-lipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar permukaan
konjungtiva sekretorik (duktus-duktus kelenjar lakrimal bermuara ke forniks temporal superior).
Konjungitva bulbaris melekat longgar pada kapsul tenon dan sklera di bawahnya, kecuali di
limbus (tempat kapsul Tenon dan konjungtiva menyatu sepanjang 3mm).1
Lipatan konjungtiba bulbaris yang tebal, lunak, dan mudah bergerak (plica semilunaris)
terletak di kantus internus dan merupakan selaput pembentuk kelopak mata. Struktur epidermoid
kecil semacam daging (caruncula) menempel secara superficial ke bagian dalam plica
semilunaris dan merupakan zona transisi yang mengandung baik elemen kulit maupun membran
mukosa.1
1. Epitel
Lapisan dari sel epitel pada konjungtiva berbeda pada tiap-tiap regionya, seperti:
Konjungtiva marginal mempunya lima lapis sel epitel gepeng bertingkat.
Konjungtiva tarsalis mempunyai dua lapis sel epitel. Sel silindris pada bagian
superfisial dan sel gepeng pada bagian basal.
Konjungtiva forniks dan bulbar mempunyai tiga lapis sel epitel. Sel silindris pada
bagian superfisial, polihedral pada bagian tengah, dan sel kuboid pada bagian
basal.
Konjungtiva limbal mempunyai lima sampai enam lapis sel epitel gepeng
bertingkat.
Sel-sel epitel superfisial mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresi
mukus yang diperlukan untuk dispersi air mata. Sel-sel epitel basal berwarna lebih
pekat dibandingkan sel-sel superfisial dan dapat mengandung pigmen.
2. Adenoid
Disebut juga lapisan limfoid yang terdiri dari jaringan ikat, terdapat sel limfosit di
antaranya. Lapisan ini paling berkembang di forniks. Lapisan ini belum terbentuk
pada saat kelahiran sampai usia 3-4 bulan kehidupan. Oleh sebab itu peradangan
konjungtiva pada bayi tidak menghasilkan reaksi folikular.
3. Fibrosa
Terdiri dari jaringan kolagen dan serat elastin. Pada lapisan ini terdapat pembuluh
darah dan saraf. Lapisan ini lebih tebal dari adenoid, kecuali pada bagian konjungtiva
tarsal dimana lapisan ini sangat tipis.
11
Gambar 2. Histologi Konjungtiva
Arteri-arteri konjungtiva berasal dari arterial cilliaris anterior dan arteria palpebralis.
Kedua arteri ini beranastomosis dengan bebas dan bersama banyak vena konjungtiva yang
umumnya mengikuti pola arterinya membentuk jaring-jaring vaskular konjungtiva yang sangat
banyak. Pembuluh limfe konjungtiva tersusun di dalam lapisan superfisial dan profundus dan
bergabung dengan pembuluh limfe palpebra membentuk pleksus limfatikus yang kaya.
Konjungtiva menerima persarafan dari percabangan (oftalmik) pertama nervus V. Saraf ini
memiliki serabut nyeri yang relatif sedikit.1
12
Oftalmia Neonatorum
Definisi
Epidemiologi
13
Etiologi dan Faktor Risiko
Infeksi dapat terjadi dalam tiga cara, yaitu sebelum kelahiran, selama proses persalinan
atau setelah lahir.4
1. Sebelum Kelahiran
Infeksi sangat jarang terjadi melalui cairan amnion pada ibu yang mengalami rupture
membran.
2. Selama Proses Persalinan
Ini adalah cara infeksi yang paling umum terjadi. Infeksi dari jalan lahir yang
terinfeksi terutama ketika anak lahir dengan presentasi wajah atau dengan bantuan
forceps.
3. Setelah Lahir
Infeksi dapat terjadi selama bayi baru lahir pertama kali mandi atau dari pakaian
kotor atau jari dengan lokia yang terinfeksi.
Etiologi konjungtivitis neonatal dapat disebabkan oleh berbagai macam agen seperti
bahan kimia atau mikroba. Meskipun beberapa agen non-infeksius maupun infeksius dapat
menginfeksi konjungtiva, penyebab paling umum konjungtivitis neonatal adalah larutan perak
nitrat (AgNO3), klamidia, gonorea, dan infeksi virus herpes.2,4
14
1. Gonokokal
Bentuk yang paling serius dari oftalmia neonatorum disebabkan oleh Neisseria
gonorrhoeae. Ciri khas dari bakteri ini dari pewarnaan gram adalah bakteri
diplokokus gram negatif, tidak bergerak, dengan diameter kira-kira 0,8 m. Pada
keadaan tidak berpasangan kokus bakteri berbentuk seperti ginjal, bila berpasangan
bagian yang datar atau cekung saling berdekatan.2,4
Manifestasi dari oftalmia neonatorum yang disebabkan bakteri gonokokal yaitu:2,4
Onset penyakit biasanya terjadi dalam 3 - 4 hari pertama kelahiran tetapi
mungkin tertunda sampai 3 minggu
Dapat terjadi unilateral maupun bilateral
Mata penderita akan kelihatan merah dan membengkak disertai keluarnya
sekret purulen
Pada kasus berat ditandai dengan kemosis, sekret yang berlebihan, dan
ulserasi kornea yang progresif dan dapat berlanjut menjadi perforasi.
15
2. Klamidia
Bakteri golongan Klamidia yang paling sering menyebabkan konjungtivitis
neonatal adalah spesies Chlamydia trachomatis, disebut juga Trachoma Inclusion
Conjungtivitis (TRIC). Bakteri ini adalah organisme intraselular obligat. Onset dari
konjungtivitis pada bayi biasanya muncul sekitar usia 1 minggu, walaupun ada
kemungkinan onset bisa muncul lebih cepat terutama pada kasus ketuban pecah
dini.2,4
Karakteristik dari infeksi pada mata berupa:2,4
Edema ringan, konjungtiva hiperemis dan reaksi papiler dengan eksudat
ringan sampai sedang
Pada kasus-kasus berat yang biasanya jarang terjadi, diikuti dengan
munculnya sekret yang banyak serta terbentuknya pseudomembran.
Pemeriksaan baku emas untuk diagnosis adalah kultur dari kerokan konjungtiva
yang terinfeksi. Karena kuman ini merupakan organism obligat intraselular, pada
material yang akan dikultur harus terdapat sel epitel didalamnya. Tes amplifikasi
asam nukleat (reaksi rantai polymerase) lebih sensitif dari pemeriksaan kultur.
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah tes fluoresens antibodi langsung dan
enzim immunoassay.2
3. Infeksi Bakteri Lain
Bakteri-bakteri lain yang dapat menyebabkan oftalmia neonatorum adalah spesies
gram positif seperti Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumoniae,
Streptococcus viridans, dan Staphylococcus epidermidis. Bakteri-bakteri ini
merupakan penyebab 30-50% dari seluruh kasus oftamia neonatorum.2,4
Organisme Gram negatif, seperti Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae,
Serratia marcescens, Proteus, Enterobacter, dan spesies Pseudomonas, juga telah
diteliti sebagai penyebab oftalmia neonatorum.4
16
4. Herpes simpleks
Virus herpes merupakan virus yang memiliki morfologi besar. Semua virus
herpes mempunyai inti DNA untai-ganda yang dikelilingi oleh protein. Virus
memasuki sel melalui peleburan dengan selaput sel setelah berikatan dengan reseptor
sel khusus berupa glikoprotein. Infeksi yang disebabkan virus herpes simpleks (HSV)
biasanya jarang terjadi sehingga menyebabkan konjungtivitis neonatorum.
Manifestasi klinis pada infeksi HSV biasanya lebih lama muncul dari pada infeksi
gonokokal yaitu pada minggu pertama atau kedua kehidupan.4,5
5. Konjungtivitis Kimiawi
Konjungtivitis karena bahan kimia biasanya ditandai dengan iritasi ringan dan
dapat sembuh dengan sendirinya, serta munculnya kemerahan pada konjungtiva
muncul pada 24 jam pertama setelah pemberian larutan perak nitrat (AgNO3) atau
antibiotik yang biasanya digunakan sebagai profilaksis mata.2
Patofisiologi
Konjungtiva merupakan selaput lendir tipis, berdasarkan lokasi dapat dibagi menjadi
tarsal, bulbi, dan forniks. Konjungtiva terdiri dari epitel skuamosa non-keratin, yang kaya
vaskularisasi pada substantia propria (mengandung pembuluh limfatik dan sel, seperti limfosit,
sel plasma, sel mast, dan makrofag). konjungtiva ini juga memiliki kelenjar lakrimal dan sel
goblet.6
Mekanisme pertahanan primer terhadap infeksi adalah lapisan epitel yang meliputi
konjungtiva sedangkan mekanisme pertahanan sekundernya adalah sistem imun yang berasal
dari perdarahan konjungtiva, lisozim dan imunoglobulin yang terdapat pada lapisan air mata,
mekanisme pembersihan oleh lakrimasi dan berkedip. Adanya gangguan atau kerusakan pada
mekanisme pertahanan ini dapat menyebabkan infeksi pada konjungtiva.6
Konjungtiva pada neonatus berada dalam kondisi steril saat lahir tapi mudah menjadi
tempat kolonisasi oleh berbagai mikroorganisme yang dapat berupa patogenik atau non-patogen.
Konjungtiva neonatus rentan terhadap infeksi, bukan hanya karena ada rendahnya tingkat agen
antibakteri dan protein seperti lisozim dan immunoglobulin A dan G, tetapi karena kelenjar air
mata dan salurannya yang baru mulai berkembang.6
17
Patologi konjungtivitis neonatal dipengaruhi oleh anatomi dari jaringan konjungtiva pada
bayi baru lahir. Peradangan pada konjungtiva dapat menyebabkan pelebaran pembuluh darah,
kemosis, dan sekresi berlebihan. Eksotoksin dari bakteri seperti yang dapat ditemukan pada
spesies Streptococcus dan Staphylococcus dapat menginduksi terjadi nekrosis, terutama bagi sel
epitel konjungtiva. Hasil nekrosis dari epitel tersebut akan menghasilkan sekret pada mata.6
Walaupun pada fase akut sebagian besar patogen akan tereliminasi, tapi beberapa spesies
dapat bertahan dari reaksi imun tersebut. Seperti pada spesies Chlamydia trachomatis yang dapat
bertahan dan hidup pada sel fagosit.6
Manifestasi Klinik
Gejala klinis bervariasi sesuai dengan etiologi, sulit untuk menentukan penyebab pasti
konjungtivitis neonatal hanya berdasarkan gambaran klinis saja. Gejala klinis bisa dinilai dari:1,2
1. Berdasarkan masa inkubasi
Konjungtivitis gonokokal, terjadi 3-5 hari setelah lahir tapi dapat terjadi di
kemudian hari
Konjungtivitis klamidia, biasanya memiliki onset lebih lama dari konjungtivitis
gonokokal, masa inkubasi 5-14 hari.
Konjungtivitis kimia sekunder akibat aplikasi larutan perak nitrat biasanya terjadi
pada hari pertama kehidupan, menghilang secara spontan dalam waktu 2-4 hari .
Masa inkubasi konjungtivitis lain yaitu nongonokokal, nonchlamydial lebih
panjang, menurut laporan sebelumnya. Konjungtivitis Herpetik, biasanya terjadi
dalam minggu pertama setelah lahir.
2. Berdasarkan penyebab
Gambaran klinis konjungtivitis gonokokal cenderung lebih parah dari penyebab
lain ophthalmia neonatorum, yaitu:1,2
Terdapat tanda klasik berupa konjungtivitis purulen, yang biasanya bilateral.
Keterlibatan kornea juga telah dilaporkan, termasuk edema difus epitel dan
ulserasi yang dapat berlanjut ke perforasi kornea dan endoftalmitis.
Pasien mungkin juga memiliki manifestasi sistemik misalnya, rhinitis, stomatitis,
artritis, meningitis, infeksi anorektal, septikemia.
18
Karakteristik dari infeksi pada mata pada oftalmia neonatorum akibat infeksi
klamidia berupa:1,2
Edema ringan, konjungtiva hiperemis dan reaksi papiler dengan eksudat ringan
sampai sedang.
Pada kasus-kasus berat yang biasanya jarang terjadi, diikuti dengan munculnya
sekret yang banyak serta terbentuknya pseudomembran.
Kebutaan dapat terjadi meskipun jarang dan jauh dan terjadi lebih lambat
daripada konjungtivitis gonokokal, bukan karena keterlibatan kornea seperti pada
konjungtivitis gonokokal; tetapi akibat dari bekas luka kelopak mata dan pannus
(seperti pada trachoma).
Pada konjungtivitis yang disebabkan bakteri lain dapat memberikan manifestasi
klinis berupa:1,2
Hiperemis konjungtiva
Edema palpebral
Adanya sekret pada mata.
Presentasi klinis konjungtivitis neonatal karena agen kimia biasanya lebih ringan.
Ditandai dengan infeksi bilateral, iritasi, dan sekret mukosa. Herpes simpleks
keratokonjungtivitis biasanya terjadi pada bayi dengan adanya vesikel pada kornea
yang dapat membentuk gambaran dendrit. Pada herpes simpleks umum adanya
keterlibatan epitel kornea disertai vesikula pada kulit (yang mengelilingi mata).1,2
19
Tabel 1. Perbedaan Manifestasi Klinis Oftalmia Neonatorum
Bakteri lain
(Pseudomonas
Kultur positif pada
aeruginosa, Konjungtivitis
4-5 hari agar darah, gram
Staphylococcus mukopurulen
setelah lahir positif maupun
aureus,
negatif.
Streptococcus
pneumoniae,
Haemophilus)
Multinucleated Giant
- Blepharoconjunctivitis
Herpes simpleks 5-7 hari Cell, positif inklusi
- Keterlibatan kornea
setelah lahir sitoplasma, kultur
- Manifestasi sistemik
negatif.
20
Diagnosis
21
Penatalaksanaan
23
Bagan 1. Alur Terapi Oftalmia Neonatorum (Konjungtivitis Neonatorum)8
24
Komplikasi
Kasus yang tidak diobati, khususnya dari oftalmia neonatorum gonokokal, dapat
berkembang menjadi ulkus kornea, yang dapat menyebabkan perforasi kornea.
Bila tidak diketahui dan tidak segera diobati, infeksi Pseudomonas dapat menyebabkan
endoftalmitis dan menyebabkan kematian. Pneumonia telah dilaporkan pada 10-20% kasus pada
bayi dengan konjungtivitis klamidia. HSV keratokonjungtivitis dapat menyebabkan jaringan
parut kornea dan ulserasi. Selain itu, infeksi HSV yang menyebar luas sering menyebabkan
keterlibatan sistem saraf pusat.6
Pencegahan
Ibu hamil yang mengetahui dirinya menderita klamidia, gonorrhea, ataupun herpes
genital perlu berkonsultasi kepada dokter mengenai perlunya pengobatan tambahan sebelum
melahirkan. Umumnya oftalmia neonatorum dapat dicegah dengan mengobati atau menghambat
penularan penyakit melalui seksual ibu. Pada akhirnya dokter kebidanan perlu
mempertimbangkan kelahiran melalui seksiosesaria bila ibu menderita infeksi vagina berat saat
menjelang kelahiran bayinya. Cara yang lebih aman jika curiga terkena oftlamia neonatorum
akibat gonore ialah membersihkan mata bayi segera setelah lahir dengan larutan borisi dan
memberikan salep kloramfenikol.2
25
KESIMPULAN
Oftalmia neonatorum merupakan penyakit infeksi pada bayi baru lahir yang insidensinya
tinggi terutama pada daerah dengan insidensi penyakit menular seksual yang tinggi pula.
Oftalmia neonatorum adalah suatu infeksi pada konjungtiva yang melapisi kelopak mata
pada neonatus dibawah usia 1 bulan. Sementara itu agen penyebab yang paling sering
menyebabkan timbulnya infeksi pada konjungtiva bayi baru lahir ini adalah diantaranya, kuman
gonokokal, klamidia, virus herpes simpleks, serta bahan kimia seperti perak nitrat, Gejala dan
perjalanan penyakit yang dapat ditimbulkan bervariasi berdasarkan agen penyebab masing-
masing.
Proses transmisi dari penyakit ini biasanya terjadi pada saat proses kelahiran bayi dari ibu
yang sudah terinfeksi sebelumnya. Maka dari itu, pencegahan penyakit ini apat dilakukan dengan
menjaga higienisitas jalan lahir pada saat proses persalinan dan penggunaan aseptik atau
pemilihan persalinan melalui operasi seksiosesaria.
Namun pencegahan merupakan cara paling efektif untuk mengurangi insidensi penyakit
ini. Yaitu pada ibu yang sudah mengetahui bahwa dirinya menderita penyakit genital sebaiknya
segera mengkonsultasikan pada dokter kebidanan mengenai terapi lanjutan yang akan dilakukan
serta metode persalinan yang akan dipilih guna mencegah terjadinya penulara infeksi pada bayi
yang akan dilahirkan.
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Eva PR, Whitcher JP. Vaughan & Asbury oftalmologi umum. Ed 17. Jakarta: EGC; 2016,
h.5-6, 100-2, 120-1.
2. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata. Ed 5. Jakarta: Badan Penerbit FK UI; 2014, h.124-
30.
3. McCourt EA. Neonatal conjunctitivits (opthalmia neonatorum). USA; 2017. Tersedia di:
http://emedicine.medscape.com/article/1192190-overview Diunduh tanggal 10 Oktober 2017.
4. American Academy of Ophthalmology. Pediatric Ophthalmology and Strabismus Section 6.
San Fransisco: AAO; 2011, p.186-7.
5. Khurana AK. Comprehensive opthalmology. Ed 4. India: New Age International (P) Limited;
2007, p.52, 71-3.
6. Rini AS, Yusran M. Oftalmia neonatorum et cause infeksi gonokokal. Majority Unila 2017;
6(3): 58-62.
7. The College of Optometrist. Clinical management guidelines opthalmia neonatorum; 2012.
8. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman nasional penanganan infeksi menular
seksual 2015. Jakarta: Kemenkes RI; 2015, h.47-9.
27