Anda di halaman 1dari 31

i

Laporan Kasus

Seorang Wanita dengan Astigma Mixtus dan Presbiop

Oculi Dextra et Sinistra

Oleh :

Laris Donar Marukkap Sihombing, S.Ked

NIM. 1830912310130

Pembimbing :

dr. M. Ali Faisal, M.Sc, Sp.M

BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNLAM/RSUD ULIN

BANJARMASIN

Maret, 2020

DAFTAR ISI

ii
HALAMAN JUDUL ..............................................................................................i

DAFTAR ISI .........................................................................................................ii

BAB I. PENDAHULUAN .................................................................................1

BAB II. LAPORAN KASUS ..............................................................................3

BAB III. IDENTIFIKASI MASALAH DAN ANALISA KASUS.....................9

BAB IV. PENUTUP ...........................................................................................27

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................28

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Kelainan refraksi merupakan salah satu kelainan mata yang paling sering

terjadi. Saat ini kelainan refraksi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di

dunia. Tiga kelainan refraksi yang paling sering dijumpai yaitu miopia,

hipermetropia, dan astigmatisma. Jenis kelainan refraksi yang keempat yaitu

presbiopia.1

Kelainan refraksi adalah keadaan bayangan tegas tidak dibentuk pada retina,

dimana terjadi ketidakseimbangan sistem penglihatan pada mata sehingga

menghasilkan bayangan yang kabur. Sinar tidak dibiaskan tepat pada retina,

tetapi dapat di depan atau di belakang retina dan/ atau tidak terletak pada satu titik

fokus. Kelainan refraksi dapat diakibatkan terjadinya kelainan kelengkungan

kornea dan lensa, perubahan indeks bias, dan kelainan panjang sumbu bola mata.1

Gangguan refraksi masih merupakan salah satu penyebab kebutaan di dunia.

World Health Organization (WHO) menyatakan, terdapat 45 juta orang yang

menjadi buta di seluruh dunia, dan 135 juta dengan low vision. Diperkirakan

gangguan refraksi menyebabkan sekitar 8 juta orang (18% dari penyebab kebutaan

global) mengalami kebutaan.2

1
Berdasarkan data dari WHO pada 2004 prevalensi kelainan refraksi pada

umur 5-15 tahun sebanyak 12,8 juta orang (0,97%). Dari data tersebut ditemukan

bahwa kelainan yang timbul akibat kelainan refraksi yang tidak di koreksi. Melihat

situasi yang ada WHO merekomendasikan untuk dilakukannya skrining

penglihatan dan pelayanan kesehatan yang ditujukan bagi anak sekolah.1,2

Di Indonesia prevalensi kelainan refraksi menempati urutan pertama pada

penyakit mata. Kasus kelainan refraksi dari tahun ke tahun mengalami peningkatan.

Jumlah pasien yang menderita kelainan refraksi di Indonesia hampir 25% dari

populasi atau sekitar 55 juta jiwa.3

Di Indonesia, gangguan penglihatan akibat kelainan refraksi dengan

prevalensi sebesar 22,1% juga menjadi masalah yang cukup serius. Sementara 10%

dari 66 juta anak usia sekolah (5-19 tahun) menderita kelainan refraksi. Sampai saat

ini angka pemakaian kacamata koreksi masih sangat rendah, yaitu 12,5% dari

prevalensi. Apabila keadaan ini tidak ditangani secara menyeluruh, akan terus

berdampak negatif terhadap perkembangan kecerdasan anak dan proses

pembelajarannya, yang selanjutnya juga mempengaruhi mutu, kreativitas, dan

produktivitas angkatan kerja (15-55 tahun), yang diperkirakan berjumlah 95

juta orang sesuai data BPS tahun 2000.4

2
BAB II

LAPORAN KASUS

1. Identitas Pasien

 Nama : Ny M

 Umur : 65 thn

 Jenis Kelamin : Perempuan

 Agama : Islam

 Alamat : Komplek Timur Perdana, Banjarmasin

 Pekerjaan : IRT

 Suku : Banjar

 Tanggal pemeriksaan : 29 Februari 2020

2. Anamnesis

A. Keluhan Utama:

Penglihatan kedua mata kabur

B. Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien mengeluhkan penglihatan kedua mata kabur sejak 3 bulan SMRS.

Keluhan muncul perlahan-lahan. Awalnya pasien merasakan kabur pada mata

3
sebelah kiri, setelah itu tidak lama pasien juga merasakan kabur pada mata

kanan. Pasien juga mengeluhkan kedua mata sering berair sejak 2 minggu

SMRS. Mata dirasakan berair ketika beraktivitas dan beristirahat. Gatal pada

mata disangkal. Kemerahan pada mata disangkal. Pusing dikeluhkan pasien

namun jarang. Mual muntah disangkal. Riwayat trauma disangkal.

C. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien memiliki riwayat mata kabur 25 tahun yang lalu SMRS dan disarankan

dokter memakai kacamata. Riwayat kencing manis sejak 7 tahun SMRS (kadar

glukosa tertinggi 300mg/dl. Riwayat darah tinggi sejak 1 bulan SMRS ( tensi 160/...).

D. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat adik pasien mengalami katarak. Riwayat kencing manis disangkal.

Riwayat darah tinggi disangkal.

E. Riwayat Alergi

Riwayat alergi makanan (-) dan alergi obat-obatan (-).

F. Riwayat Pengobatan

Belum pernah berobat sebelumnya. Pasien sudah pernah memakai kacamata

sejak 20 tahun yang lalu dengan ukuran lensa +1.25 , tetapi 1 bulan terakhir

kacamata yang digunakan pasien hilang.

4
3. Pemeriksaan Fisik

A. Status Generalis

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran/GCS : Compos mentis / E4V5M6

B. Pemeriksaan Tanda Vital

Nadi : 88 kali/menit reguler kuat angkat

Tekanan Darah : 150/90 mmHg

Frekuensi Napas : 20 x kali/menit

Suhu : 36,6 C

Kepala – leher

 Mata : anemis (-/-). Icterus (-/-), reflex pupil (+/+), isokor

 Pembesaran KGB preaurikular (-)

C. Status Lokalis

No Pemeriksaan Mata Mata Kiri


Kanan
1. Visus 5/50 5/30
2. Posisi Bola Mata Sentral Sentral
3. Gerakan bola mata normal Normal

4. Palpebra Superior Edema (-) (-)


Massa (-) (-)
Hiperemi (-) (-)
Pseudoptosis (-) (-)

5
Entropion (-) (-)
Ektropion (-) (-)
Krusta (-) (-)
Ulkus (-) (-)
5. Palpebra Inferior Edema (-) (-)
Massa (-) (-)
Hiperemi (-) (-)
Entropion (-) (-)
Ektropion (-) (-)
Krusta (-) (-)
Ulkus (-) (-)
6. Fissura palpebra + 28 mm + 28 mm
7. Konjungtiva Hiperemi (-) (-)
Palpebra Massa bergerombol (-) (-)
Sikatrik (-) (-)
Papil raksasa (-) (-)
Folikel (-) (-)
8. Konjungtiva Hiperemi (-) (-)
Fornix Sikatrik (-) (-)
Papilraksasa (-) (-)
Folikel (-) (-)
9. Konjungtiva Bulbi Injeksi Konjungtiva (-) (-)
Injeksi Siliar (-) (-)
Massa (-) (-)
Edema (-) (-)
Subconjunctival bleeding (-) (-)
10. Kornea Bentuk Cembung Cembung
Kejernihan Jernih Jernih
Permukaan Licin Licin
Sikatrik (-) (-)
Benda Asing (-) (-)
11. Iris Warna Coklat Coklat
12. Pupil Bentuk Bulat dan Bulat dan
regular regular
Refleks cahaya langsung (+) (+)
Refleks cahaya tidak (+) (+)
langsung
14. Lensa Kejernihan jernih Jernih

6
Iris Shadow (-) (-)

D. Pemeriksaan Penunjang

Dengan menggunakan Snellen Chart, ditemukan :

OD : Spheris ditemukan + 3.00, Cylindris ditemukan – 0,50, axis 120°

OS : Spheris ditemukan + 3.00, Cylindris ditemukan – 0,50, axis 120°

PD : 66/64 mm

E. Diagnosis Banding

1.ODS Astigmatismus Mixtus dd/

-Astigmatismus Myopicus Simplex

- Astigmatismus Hypermetropicus Simplex

2.ODS Presbiopi dd/

-Miopia

-Hipermetropia

F. Diagnosis Kerja

ODS Astigmatismus Mixtus + ODS Presbiopi

G. Terapi

-Kacamata koreksi yang sesuai

7
8
BAB III

IDENTIFIKASI MASALAH DAN ANALISA KASUS

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan data medis pasien diatas, ditemukan beberapa permasalahan.

Adapun permasalahan medis yang terdapat pada pasien adalah:

SUBJECTIVE

 Penglihatan kedua mata kabur dan mata berair

Keluhan penglihatan kedua mata kabur sejak 3 bulan SMRS. Pasien juga

mengeluhkan mata berair sejak 1 bulan SMRS. Keluhan muncul ketika beraktivitas

maupun beristirahat. Keluhan ini merupakan tanda dari gangguan akomodasi pada

usia lanjut yaitu presbiopi dengan usia pasien 65 tahun. Gangguan akomodasi ini

terjadi akibat kelemahan otot akomodasi dan bisa disebabkan karena lensa mata

yang sudah tidak kenyal lagiatau berkurang elastisitasnya karena faktor usia.

Akibat gangguan ini maka pada pasien berusia lebih dari 65 tahun, akan memberikan

keluhan setelah membaca berupa mata lelah, berair dan terasa pedas yang sama

terjadi pada pasien ini. Pasien juga menderita astigmat yaitu kelainan refraksi yang

disebabkan kelengkungan kornea yang tidak normal. Pada astigmatisma terdapat

variasi pada kurvatur kornea atau lensa pada meridian yang berbeda mengakibatkan

berkas cahaya tidak difokuskan pada satu titik. Pada mata normal, permukaan kornea

9
yang melengkung teratur akan memfokuskan sinar pada satu titik. Pada astigmatisma

sinar dibiaskan tidak sama pada semua arah sehingga pada retina tidak didapatkan

satu titik fokus pembiasan sehingga timbul gejala penglihatan kabur untuk jauh

ataupun dekat, mengecilkan celah kelopak mata jika ingin melihat dan sakit

kepala, mata tegang dan pegal. Gejala itulah yang terjadi pada pasien ini,

sehinngga pasien ini didiagnosis astigmatisma.

OBJECTIVE

 Pemeriksaan status lokalis pada mata didapatkan:

Penurunan visus pada kedua mata

 Pemeriksaan Pemeriksaan Fisik dengan Snellen chart

OD : Spheris ditemukan + 3.00, Cylindris ditemukan – 0,50, axis 120°

OS : Spheris ditemukan + 3.00, Cylindris ditemukan – 0,50, axis 120°

PD : 66/64 mm

Jelas didapatkan adanya astigmatismus mixtus dan presbiop pada pasien ini.

2. Analisa Kasus

Astigmatismus

A. Definisi

Astigmatisma adalah kelainan refraksi yang mencegah berkas cahaya jatuh

sebagai suatu fokus titik di retina karena perbedaan derajat refraksi di berbagai

meridian kornea atau lensa kristalina. Pada astigmatisma, mata menghasilkan

10
suatu bayangan dengan titik atau garis fokus multiple, dimana berkas sinar tidak

difokuskan pada satu titik dengan tajam pada retina akan tetapi pada 2 garis titik

api yang saling tegak lurus yang terjadi akibat kelainan kelengkungan di kornea.

Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan menutup bola mata di

sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40 Dioptri

dari 50 Dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea.

Astigmatisma merupakan keadaan dimana sinar sejajar tidak dibiaskan secara

seimbang pada seluruh meridian. Pada astigmatisma reguler terdapat dua meridian

utama yang terletak saling tegak lurus. Mata dengan astigmatisma mempunyai

kekuatan yang berbeda pada kedua meridian mata tersebut. Hal ini menyebabkan

cayhaya yang memasuki mata menjadi terfokus oada tempat yang berbeda yang

tidak terfokus pada satu titik.1,5

Permukaan kornea dan kristal lensa merupakan media refraksi utama yang

memfokuskan cahaya yang masuk pada mata. Mata normal ataupun miopi dan

hipermetropi memiliki permukaan refraksi yang berbentuk sferis. Permukaan sferis

berbentuk seperti bola yang memiliki permukaan dengan kurvatur yang sama

pada semua meridiannya. Sedangkan pada asstigmatisma, permukaan refraksi tidak

memiliki kurvatur yang sama pada semua meridiannya. Permukaan refraksi pada

mata dengan astigmatisma dapat dianalogikan dengan rugby ball atau telur disebut

11
juga permukaan toric. Penyebab astigmatisma yang paling sering adalah kornea yang

toric. Hal ini disebabkan kornea merupakan media refraksi yang utama.6

B. Etiologi
Penyebab tersering dari astigmatism adalah kelainan bentuk kornea. Pada

sebagian kecil dapat pula disebabkan kelainan lensa.Pada umumnya

astigmatisme bersifat menurun, beberapa orang dilahirkan dengan kelainan bentuk

anatomi kornea yang menyebabkan gangguan penglihatan dapat memburuk seiring

bertambahnya waktu. Namun astigmatisme juga dapat disebabkan karena trauma

pada mata sebelumnya yang menimbulkan jaringan parut pada kornea, daat juga

jaringan parut bekas operasi pada mata sebelumnya atau dapat pula disebabkan oleh

keratokonus.7

Astigmatisma juga sering disebabkan oleh adanya selaput bening yang tidak

teratur dan lengkung kornea yang terlalu besar pada salah satu bidangnya Permukaan

lensa yang berbentuk bulat telur pada sisi datangnya cahaya, merupakan contoh

dari lensa astigmatis. Derajat kelengkungan bidang yang melalui sumbu panjang

telur tidak sama dengan derajat kelengkungan pada bidang yang melalui sumbu

pendek. Karena lengkung lensa astigmatis pada suatu bidang lebih kecil daripada

lengkung pada bidang yang lain, cahaya yang mengenai bagian perifer lensa pada

suatu sisi tidak dibelokkan sama kuatnya dengan cahaya yang mengenai bagian

perifer pada bidang yang lain. Astigmatisma pasca operasi katarak dapat terjadi bila
12
jahitan terlalu erat. Selain itu daya akomodasi mata tidak dapat mengkompensasi

kelainan astigmatisma karena pada akomodasi, lengkung lensa mata tidak

berubah sama kuatnya di semua bidang. Dengan kata lain, kedua bidang memerlukan

koreksi derajat akomodasi yang berbeda, sehingga tidak dapat dikoreksi pada saat

bersamaan tanpa dibantu kacamata.1,6

C. Klasifikasi
Pembagian Astigmatisma sebagai berikut:6

A. Astigmatisma reguler

Menurut letak fokusnya terhadap retina, astigmatisme regular dibedakan dalam 5

jenis, yaitu :7,8

Kesepakatan: untuk menyederhanakan penjelasan, titik fokus dari daya bias terkuat

akan disebut titik A, sedang titik fokus dari daya bias terlemah akan disebut titik B.

Astigmatismus Myopicus Simplex.

Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada tepat

pada retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph 0,00 Cyl

-Y atau Sph -X Cyl +Y di mana X dan Y memiliki angka yang sama.

13
Astigmatismus Hypermetropicus Simplex.

Astigmatisme jenis ini, titik A berada tepat pada retina, sedangkan titik B

berada di belakang retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah

Sph 0,00 Cyl +Y atau Sph +X Cyl -Y di mana X dan Y memiliki angka yang sama.

14
Astigmatismus Myopicus Compositus.

Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada di

antara titik A dan retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah

Sph -X Cyl -Y.

Astigmatismus Hypermetropicus Compositus.

Astigmatisme jenis ini, titik B berada di belakang retina, sedangkan titik A berada di

antara titik B dan retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph

+X Cyl +Y.

15
Astigmatismus Mixtus.

Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada di

belakang retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph

+X Cyl -Y, atau Sph -X Cyl +Y, di mana ukuran tersebut tidak dapat ditransposisi

hingga nilai X menjadi nol, atau notasi X dan Y menjadi sama - sama + atau -.

B. Irregular Astigmatisma

Suatu keadaan refraksi dimana setiap meridian mempunyai perbedaan refraksi yang

tidak teratur bahkan kadang-kadang mempunyai perbedaan pada meridian yang

sama. Principle meridian tidak tegak lurus satu dengan lainnya. Biasanya

astigmatisma irregular ini dikoreksi dengan lensa kontak kaku.8

D. Gambaran Klinis
Pada nilai koreksi astigmatisma kecil, hanya terasa pandangan kabur. Tapi

terkadang pada astigmatisma yang tidak dikoreksi, menyebabkan sakit kepala


16
atau kelelahan mata, dan mengaburkan pandangan ke segala arah. Pada anak-

anak, keadaan ini sebagian besar tidak diketahui, oleh karena mereka tidak

menyadari dan tidak mau mengeluh tentang kaburnya pandangan mereka.1,6

E. Diagnosis/ Cara Pemeriksaan

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pasien

akan datang dengan gejala klinis seperti yang tersebut diatas. Pada pemeriksaan

fisik, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan dengan kartu snellen. Periksa kelainan

refraksi mipia atau hipermetropia apabila ada dan tentukan tajam

penglihatannya.Dengan menggunakan juring atau kipas astigmat, garis berwarna hitam

yang disusun radial dengan bentuk semisirkular dengan dasar yang putih merupakan

pemeriksaan subyektif untuk menilai ada dan besarnya derajat astigmat.

a. Refraksi Subyetif

Alat :

 Kartu Snellen.
 Bingkai percobaan.
 Sebuah set lensa coba.
 Kipas astigmat.

17
Snellen chart Kipas Astigmat

Prosedur :

Astigmat bisa diperiksa dengan cara pengaburan (fogging technique of refraction)

yang menggunakan kartu snellen, bingkai percobaan, sebuah set lensa coba, dan kipas

astigmat. Pemeriksaan astigmat ini menggunakan teknik sebagai berikut yaitu:

1. Pasien duduk menghadap kartu Snellen pada jarak 6 meter,

2. Pada mata dipasang bingkai percobaan,

3. Satu mata ditutup,

4. Dengan mata yang terbuka pada pasien dilakukan terlebih dahulu pemeriksaan

dengan lensa (+) atau (-) sampai tercapai ketajaman penglihatan terbaik,

5. Pada mata tersebut dipasang lensa (+) yang cukup besar (misal S + 3.00)

untuk membuat pasien mempunyai kelainan refreksi astigmat miopikus,

6. Pasien diminta melihat kartu kipas astigmat,

18
7. Pasien ditanya tentang garis pada kipas yang paling jelas terlihat,

8. Bila belum terlihat perbedaan tebal garis kipas astigmat maka lensa S( + 3.00)

diperlemah sedikit demi sedikit hingga pasien dapat menentukan garis mana yang

terjelas dan terkabur,

9. Lensa silinder (-) diperkuat sedikit demi sedikit dengan sumbu tersebut hingga

tampak garis yang tadi mula-mula terkabur menjadi sama jelasnya dengan garis yang

terjelas sebelumnya,

10. Bila sudah dapat melihat garis-garis pada kipas astigmat dengan jelas,lakukan

tes dengan kartu Snellen,

11. Bila penglihatan belum 6/6 sesuai kartu Snellen, maka mungkin lensa (+)

yang diberikan terlalu berat,sehingga perlu mengurangi lensa (+) atau menambah

lensa(-),

12. Pasien diminta membaca kartu Snellen pada saat lensa (-) ditambah perlahan-

lahan hingga ketajaman penglihatan menjadi 6/6 1

Sedangkan nilainya : Derajat astigmat sama dengan ukuran lensa silinder (-) yang

dipakai sehingga gambar kipas astigmat tampak sama jelas1

b. Refraksi Obyektif

Karena sebagian besar astigmatisma disebabkan oleh kornea, maka dengan

mempergunakan keratometer, derajat astigmatisma dapat diketahui. Cara obyektif

19
semua kelainan refraksi, termasuk astigmatisma dapat ditentukan dengan skiaskopi,

retinoskopi garis (streak retinoscopy), dan refraktometri.1

F. Tatalaksana

Astigmatisme dapat dikoreksi dengan memberikan lensa silinder. Seseorang

dapat mengalami kombinasi kelainan astrigmatisma dengan rabun jauh (myopia) atau

rabun dekat (hypermetropia).

Astigmatism reguler, diberikan kacamata sesuai kelainan yang didapatkan,

yaitu dikoreksi dengan lensa silinder negatif atau positif dengan atau tanpa kombinasi

lensa sferis. Astigmatism ireguler, bila ringan bisa dikoreksi dengan lensa kontak

keras, tetapi bila berat bisa dilakukan tranplantasi kornea.1

G. Komplikasi

Komplikasi dari adanya astigmatisma ini dapat menimbulkan Myopia (Rabun

jauh) maupun Hypermetropia (Rabun dekat). Myopia disebabkan oleh  lensa mata

terlalu cembung atau bola mata terlalu panjang sehingga bayangan benda jatuh di

depan retina. Myopia dapat  ditolong dengan lensa cekung(divergen/negatif).

Hypermetropia disebkan oleh karena lensa mata tidak dapat mencembung atau bola

mata terlalu pendek sehingga bayangan benda jatuh di belakang retina.

Hypermetropia dapat  ditolong dengan lensa cembung(konvergen/positif).6

20
H. Prognosis

Prognosis tergantung onset kelainan, waktu pemberian peengobatan,

pengobatan yang diberikan dan penyakit penyerta. Pada anak-anak, jika koreksi

diberikan sebelum saraf optiknya matang (biasanya pada umur 8-10 tahun), maka

prognosisnya lebih baik.6

Presbiopi

A. Definisi

Presbiopi merupakan kondisi mata dimana lensa kristalin kehilangan

fleksibilitasnya sehingga membuatnya tidak dapat fokus pada benda yang dekat.

Presbiopi adalah suatu bentuk gangguan refraksi, dimana makin berkurangnya

kemampuan akomodasi mata sesuai dengan makin meningkatnya umur.

Presbiopi merupakan bagian alami dari penuaan mata. Presbiopi ini bukan

merupakan penyakit dan tidak dapat dicegah. Presbiopi atau mata tua yang

disebabkan karena daya akomodasi lensa mata tidak bekerja dengan baik akibatnya

lensa mata tidak dapat menmfokuskan cahaya ke titik kuning dengan tepat sehingga

mata tidak bisa melihat yang dekat. Presbiopi adalah suatu bentuk gangguan refraksi,

dimana makin berkurangnya kemampuan akomodasi mata sesuai dengan makin

meningkatnya umur. Biasanya terjadi diatas usia 40 tahun, dan setelah umur itu,

21
umumnya seseorang akan membutuhkan kaca mata baca untuk mengkoreksi

presbiopinya.1,9

B. Etiologi
Makin bertambahnya umur maka setiap lensa akan menglami kemunduran

kemampuan untuk mencembung. Berkurangnya kemampuan mencembung ini akan

memberikan kesukaran melihat dekat, sedang untuk melihat jauh tetap normal.

Presbiopia ini berjalan progresif sesuai dengan bertambahnya umur. Secara umum

etiologi dari presbiopia adalah : terjadi gangguan akomodasi lensa pada usia lanjut,

kelemahan otot- otot akomodasi, lensa mata menjadi tidak kenyal, atau berkurang

elastisitasnya akibat kekakuan (sklerosis) lensa.6

C. Klasifikasi
1. Presbiopi Insipien : tahap awal perkembangan presbiopi, dari anamnesa

didapati pasien memerlukan kaca mata untuk membaca dekat, tapi tidak tampak

kelainan bila dilakukan tes, dan pasien biasanya akan menolak preskripsi kaca mata

baca.

2. Presbiopi Fungsional : Amplitud akomodasi yang semakin menurun dan akan

didapatkan kelainan ketika diperiksa.

3. Presbiopi Absolut : Peningkatan derajat presbiopi dari presbiopi fungsional,

dimana proses akomodasi sudah tidak terjadi sama sekali.

22
4. Presbiopi Prematur : Presbiopia yang terjadi dini sebelum usia 40 tahun dan

biasanya berhungan dengan lingkungan, nutrisi, penyakit, atau obat-obatan.

5. Presbiopi Nokturnal : Kesulitan untuk membaca jarak dekat pada kondisi

gelap disebabkan oleh peningkatan diameter pupil.

D. Gambaran Klinis

1. Kesulitan membaca tulisan dengan cetakan huruf yang halus / kecil

2. Setelah membaca, mata menjadi merah, berair, dan sering terasa pedih. Bisa

juga disertai kelelahan mata dan sakit kepala jika membaca terlalu lama

3. Membaca dengan menjauhkan kertas yang dibaca atau menegakkan

punggungnya karena tulisan tampak kabur pada jarak baca yang biasa (titik dekat

mata makin menjauh)

4. Sukar mengerjakan pekerjaan dengan melihat dekat, terutama di malam hari

5. Memerlukan sinar yang lebih terang untuk membaca

6. Terganggu secara emosional dan fisik

7. Sulit membedakan warna

E. Diagnosis/ Cara Pemeriksaan

1. Anamnesa gejala-gejala dan tanda-tanda presbiopi

2. Pemeriksaan Oftalmologi

23
a. Visus – Pemeriksaan dasar untuk mengevaluasi presbiopi dengan

menggunakan Snellen Chart

b. Refraksi – Periksa mata satu per satu, mulai dengan mata kanan. Pasien

diminta untuk memperhatikan kartu Jaeger dan menentukan kalimat terkecil yang

bisa dibaca pada kartu. Target koreksi pada huruf sebesar 20/30.

c. Motilitas okular, penglihatan binokular, dan akomodasi – termasuk

pemeriksaan duksi dan versi, tes tutup dan tes tutup-buka, tes Hirschberg, amplitud

dan fasilitas akomodasi, dan steoreopsis

d. Penilaian kesehatan okular dan skrining kesehatan umum – untuk

mendiagnosa penyakit-penyakit yang bisa menyebabkan presbiopia.

e. Pemeriksaan ini termasuk reflek cahaya pupil, tes konfrontasi, penglihatan

warna, tekanan intraokular, dan pemeriksaan menyeluruh tentang kesehatan

segmen anterior dan posterior dari mata dan adnexanya. Biasanya pemeriksaan

dengan ophthalmoskopi indirect diperlukan untuk mengevaluasi segmen media

dan posterior.

F. Tatalaksana

1. Digunakan lensa positif untuk koreksi presbiopi. Tujuan koreksi adalah untuk

mengkompensasi ketidakmampuan mata untuk memfokuskan objek-objek yang

dekat.

24
2. Kekuatan lensa mata yang berkurang ditambahan dengan lensa positif sesuai

usia dan hasil pemeriksaan subjektif sehingga pasien mampu membaca tulisan pada

kartu Jaeger 20/3.

3. Karena jarak baca biasanya 33 cm, maka adisi +3.00 D adalah lensa positif

terkuat yang dapat diberikan pada pasien. Pada kekuatan ini, mata tidak

melakukan akomodasi bila membaca pada jarak 33 cm, karena tulisan yang dibaca

terletak pada titik fokus lensa +3.00 D

Usia (tahun) Kekuatan Lensa Positif yang dibutuhkan


40 +1.00 D
45 +1.50 D
50 +2.00 D
55 +2.50 D
60 +3.00 D

4. Selain kaca mata untuk kelainan presbiopi saja, ada beberapa jenis lensa lain

yang digunakan untuk mengkoreksi berbagai kelainan refraksi yang ada

bersamaan dengan presbiopia. Ini termasuk :

a. Bifokal – untuk mengkoreksi penglihatan jauh dan dekat. Bisa yang

mempunyai garis horizontal atau yang progresif.

b. Trifokal – untuk mengkoreksi penglihatan dekat, sedang, dan jauh. Bisa yang

mempunyai garis horizontal atau yang progresif.

25
c. Bifokal kontak - untuk mengkoreksi penglihatan jauh dan dekat. Bagian

bawah adalah untuj membaca. Sulit dipasang dan kurang memuaskan hasil

koreksinya.

d. Monovision kontak – lensa kontak untuk melihat jauh di mata dominan,

dan lensa kontak untuk melihat dekat pada mata non-dominan. Mata yang dominan

umumnya adalah mata yang digunakan untuk fokus pada kamera untuk

mengambil foto.

e. Monovision modified – lensa kontak bifokal pada mata non-dominan, dan

lensa kontak untuk melihat jauh pada mata dominan. Kedua mata digunakan untuk

melihat jauh dan satu mata digunakan untuk membaca.

5. Pembedahan refraktif seperti keratoplasti konduktif, LASIK, LASEK, dan

keratektomi fotorefraktif.

Contoh kaca mata progresive yang sering digunakan pada pasien dengan presbiopi.

26
BAB IV

PENUTUP

Pasien seorang perempuan umur 65 tahun datang dengan keluhan penglihatan

kabur pada kedua mata. Keluhan muncul perlahan-lahan. Awalnya mata kiri, tidak

lama mata kanan. Pasien juga mengeluhkan mata sering berair. Pasien juga

mengeluhkan kadang pusing.

Pemeriksaan status lokalis pada mata penurunan visus. Dari hasil anamnesis

dan pemeriksaan fisik, tanda, gejala, dan pemeriksaan penunjang snellen

mengarahkan pada ODS astigmatismus mixtus dan ODS presbiopi .

Pasien disarankan untuk membuat kacamata dengan koreksi untuk membantu

penglihatan pasien yang kabur.

27
DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Balai penerbit. FK UI Jakarta: 2012.


2. S V, MF C, R S. Prevalence of Visual Impairment in The United State.
JAMA. 2006; 295.
3. Ariestanti H, Dewayani P. Characteristic of patients with refractive disorder at
eye clinic hospital. Bali Medical Journal. 2012; 3(1).
4. RI D. survei morbiditas mata dan kebutaan di 8 propinsi. , Ditjen Binkesmas;
1988.
5. James,Bruce., Chew, Chris., Brown, Anthony., 2003. Lecture Notes
Oftalmologi. Edisi kesembilan. Jakarta: Erlangga. 34-36.
6. Ilyas S. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Bagian Ilmu Penyakit Mata
Fakultas Ilmu Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta: 2008
7. James,Bruce., Chew, Chris., Brown, Anthony., 2003. Lecture Notes
Oftalmologi. Edisi kesembilan. Jakarta: Erlangga.hal 34-36.
8. Vaughan, D.G.,Asbury, T., Riordan-Eva, P., 2004 Kesalahan
Refraksi dalam Oftalmologi Umum, 14th ed. Penerbit Widya Medika, Jakarta.
9. Guyton,N Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.hal 786-
790.

28

Anda mungkin juga menyukai