Anda di halaman 1dari 31

REVISI

Laporan Kasus

OS Ulkus Kornea Terepitelisasi

Oleh:

Dessy Amalina, S.Ked


NIM. I4A013074

Pembimbing:

dr. M. Ali Faisal, M.Sc, Sp.M

BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNLAM/RSUD ULIN
BANJARMASIN
Desember, 2018

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................ 1

BAB II. LAPORAN KASUS ............................................................................. 3

BAB III. IDENTIFIKASI MASALAH DAN ANALISA KASUS .................... 11

BAB IV. PENUTUP .......................................................................................... 28

DAFTAR PUSTAKA 29

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Ulkus kornea adalah keadaan patologik kornea yang ditandai oleh adanya

diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari epitel sampai stroma, yang

terjadi akibat kematian dari jaringan kornea. Ulkus kornea adalah suatu kondisi

yang berpotensi menyebabkan kebutaan yang membutuhkan penatalaksanaan

secara langsung.1

Data yang dikeluarkan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) 2010

menyebutkan saat ini terdapat 285 juta orang menderita gangguan penglihatan, 39

juta diantaranya mengalami kebutaan dan 246 juta orang mengalami penglihatan

yang kurang. WHO juga mengeluarkan bahwa kebutaan pada anak dan kelainan

kornea merupakan penyebab kebutaan keempat dengan persentase 4% dari seluruh

populasi yang diteliti. Dan ulkus kornea merupakan salah satu penyebab dalam

penyebab kebutaan ini.2

Di Indonesia gangguan penglihatan dan kebutaan masih menjadi masalah

kesehatan. Survey Kesehatan Indera tahun 1993 – 1996 menunjukkan 1,5%

penduduk Indonesia mengalami kebutaan disebabkan oleh katarak (0,78%),

glaukoma (0,2%), kelainan refraksi (0,14%) gangguan retina (0,13%), kelainan

kornea, (0,10%) dan penyakit mata lain-lain (0,15%). Kelainan kornea yang

dimaksud, termasuk ulkus kornea. di Indonesia insidensi ulkus kornea tahun 1993

adalah 5,3 per 100.000 penduduk, sedangkan predisposisi terjadinya ulkus kornea

1
antara lain terjadi karena trauma, infeksi, pemakaian lensa kontak, dan kadang-

kadang tidak diketahui penyebabnya.3

2
BAB II

LAPORAN KASUS

1. Identitas Pasien

 Nama : Tn. K

 Umur : 63 tahun

 Jenis Kelamin : Pria

 Agama : Islam

 Alamat : Jl. Pulau Sari RT. 07 RW. 03 Kec. Tambang Ulang,

Kab. Tanah Laut

 Pekerjaan : Petani

 Suku : Banjar

 Tanggal pemeriksaan : Jum’at, 30 November 2018

2. Anamnesis

A. Keluhan Utama:

Penglihatan kabur pada mata kiri

B. Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang dengan keluhan penglihatan kabur pada mata kiri. Keluhan

dirsakan sejak 2 bulan yang lalu, pasien mengatakan mata kabur muncul secara

perlahan kemudian semakin lama semakin kabur sehingga pasien kesulitan

dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Pasien merasakan mata kabur disertai

dengan munculnya benda berwarna putih di mata kiri pasien yang semakin

3
lama semakin bertambah, dan terasa kurang nyaman. Awalnya, pasien

mengeluhkan mata kiri berwarna merah sejak 2 bulan yang lalu. Keluhan

tersebut muncul terus-menerus, dan semakin lama semakin bertambah, dan

disusul dengan keluhan mata lainnya. Pasien juga mengeluhkan nyeri pada

mata sebelah kiri selama 2 bulan terakhir. Nyeri ini dirasakan hilang timbul,

dan terasa berdenyut pada mata kiri. Nyeri tidak dirasakan menjalar ke bagian

lain. Pasien mengeluhkan mata kiri yang berair. Keluhan ini sudah dirasakan

sejak 9 tahun yang lalu, namun selama 2 bulan terakhir keluhan mata berair ini

semakin bertambah. Pasien juga kesulitan melihat di siang hari karena cahaya

matahari dirasakan silau sehingga pasien kesulitan dalam bekerja, namun

pasien tidak merasakan nyeri mata yang bertambah apabila terkena cahaya.

Terkadang pasien merasakan gatal pada mata kirinya yang muncul hilang

timbul, namun keluhan ini dirasakan tidak terlalu mengganggu bagi pasien.

Pasien mengatakan tidak terdapat kotoran berlebih pada kedua mata. Pasien

mengatakan terdapat riwayat terjatuh sebelumnya pada tahun 2009, dimana

pasien ditabrak oleh mobil saat mengendarai motor, dan pasien terjatuh dengan

posisi wajah bagian kiri menghantam aspal. Saat itu, pasien tidak ada

mengalami keluhan pada mata kanan maupun kirinya. Namun, setelah itu

pasien menjalani operasi pada bagian wajah kiri hingga jahitan bekas luka

operasi ada di bagian pipi kiri. Pasien mengaku tidak pernah mengalami trauma

maupun pembedahan pada matanya. Pasien tidak ada mengeluhkan influenza

sebelum muncul keluhan mata. Pasien pernah memeriksakan tekanan darah

sebelumnya dan pernah melakukan pengecekan gula darah, dan hasilnya

4
normal. Pasien memeriksakan diri ke RS Boejasin Pelaihari, kemudian pasien

disarankan untuk mendapatkan pemeriksaan dan pengobatan lebih lanjut di

Rumah Sakit Ulin Banjarmasin.

C. Riwayat Penyakit Dahulu

Keluhan yang sama (-), hipertensi (-), diabetes mellitus (-), trauma mata (-)

D. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama.

E. Riwayat Alergi

Riwayat alergi makanan (-) dan alergi obat-obatan (-)

F. Riwayat Pengobatan

Operasi wajah bagian kiri pada Maret 2019 akibat kecelakaan. Riwayat

pembedahan pada mata (-)

3. Pemeriksaan Fisik

A. Status Generalis

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran/GCS : Compos mentis / E4V5M6

B. Pemeriksaan Tanda Vital

Nadi : 78 kali/menit reguler kuat angkat

Tekanan Darah : 130/80 mmHg

Frekuensi Napas : 19x kali/menit

Suhu : 36,8 C

Kepala – leher

5
 Mata : anemis (-/-). Icterus (-/-), reflex pupil (+/sde), isokor

 Pembesaran KGB preaurikular (-)

C. Status Oftalmologis

No Pemeriksaan Mata Mata Kiri


Kanan (OS)
(OD)
1. Visus >3/60 1/300
2. Posisi Bola Mata Sentral Sentral
3. Gerakan bola mata Ke segala Ke segala
arah arah

4. Palpebra Edema (-) (-)


Superior Massa (-) (-)
Hiperemi (-) (-)
Pseudoptosis (-) (+)
Entropion (-) (-)
Ektropion (-) (-)
Krusta (-) (-)
Ulkus (-) (-)
5. Palpebra Edema (-) (-)
Inferior Massa (-) (-)
Hiperemi (-) (-)
Entropion (-) (-)
Ektropion (-) (+)
Krusta (-) (-)
Ulkus (-) (-)
6. Fissura palpebral + 10 mm + 10 mm
7. Konjungtiva Hiperemi (-) (+)
Palpebra Massa bergerombol (-) (-)
Sikatrik (-) (-)
Papil raksasa (-) (-)
Folikel (-) (-)
8. Konjungtiva Hiperemi (-) (-)
Fornix Sikatrik (-) (-)
Papilraksasa (-) (-)
Folikel (-) (-)
9. Konjungtiva Injeksi Konjungtiva (-) (+)
Bulbi Injeksi Siliar (-) (+)
Massa (-) (-)
Edema (-) (-)
6
Subconjunctival bleeding (-) (-)
10. Kornea Bentuk Cembung Cembung
Kejernihan Jernih Keruh,
neovaskular
(+)
Permukaan Licin Kasar
Ulkus (-) (+)
Benda Asing (-) (-)
11. COA COA Dalam Dangkal
12. Iris Warna Coklat Coklat
13. Pupil Bentuk Bulat dan Sde
regular
Refleks cahaya langsung (+) sde
Refleks cahaya tidak (+) sde
langsung
14. Lensa Kejernihan Jernih Sde
Iris Shadow (-) sde
15. Tekanan Bola
TIO palpasi normal Normal
Mata

7
D. Pemeriksaan Penunjang

1. Uji Fluoresein

Hasil Uji Fluoresein: (+), berwarna hijau pada bagian tengah ulkus.

2. Pemeriksaan USG Mata Kiri pada tanggal 30 November 2018.

8
Kesan:

- CV: Echolusen

- Retina, Choroid – Sclera: Intak

- Kesan Segmen Posterior OS dalam batas normal

E. Diagnosis Banding

Diagnosis banding yang dapat ditentukan dari kasus ini yaitu:

1. Ulkus Kornea Terepitelisasi

2. Keratitis

3. Panoftalmitis

F. Diagnosis Utama

Diagnosis utama yang didapatkan pada kasus ini yaitu OS Ulkus Kornea

Terepitelisasi.
9
G. Tatalaksana

1. Non Farmakologis

- Tidak dilakukan pembebatan mata

- Apabila terbentuk sekret, dibersihkan sebanyak 4 kali dalam satu hari

- Tidak memegang atau menggosok-gosok mata karena dapat menyebabkan erosi

kornea

- Tidak menggunakan produk tetes mata bersamaan dengan orang lain

- Mencegah penyebaran infeksi dengan mencuci tangan sesering mungkin dan

mengeringkannya dengan handuk / lap yang bersih

- Menghindari asap rokok, karena akan memperpanjang proses penyembuhan

2. Farmakologis

 Tetes mata antibiotik : Cendo LFX 6x1 tetes / hari (OS)

 Tetes mata : Cendo Lyteers 1 tetes / jam (OS)

10
BAB III

IDENTIFIKASI MASALAH DAN ANALISA KASUS

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan data medis pasien diatas, ditemukan beberapa permasalahan.

Adapun permasalahan medis yang terdapat pada pasien adalah:

SUBJECTIVE

 Penglihatan kabur pada mata kiri

Keluhan utama pasien adalah penglihatan kabur pada mata kiri yang

semakin lama semakin parah sejak 2 bulan yang lalu, disertai dengan keluhan mata

merah. Penyakit ini masuk dalam kelompok penyakit mata merah dengan

penurunan visus. Kemungkinan penyakit yang berasal dari kelompok ini yaitu

glaukoma akut, keratitis, ulkus kornea, uveitis anterior, endoftalmitis,

panoftalmitis, serta trauma okuli. Pasien juga mengeluhkan terdapat benda putih

yang muncul di mata kirinya, disertai dengan rasa nyeri yang hilang timbul, mata

yang berair, serta pasien juga merasakan silau saat melihat cahaya matahari

sehingga pasien susah dalam bekerja. Ini merupakan gejala yang terdapat pada

ulkus kornea. Pasien menyangkal memiliki tekanan darah tinggi dan penyakit

kencing manis.

OBJECTIVE

Pada pemeriksaan status oftalmologis pada mata didapatkan:

 Pada OD :

11
1. Visus >3/60

2. Kornea jernih, licin, ulkus (-)

3. COA dalam

4. Lain-lain dalam batas normal

 Pada OS :

1. Visus 1/300

2. Palpebra inferior ektropion

3. Konjungtiva palpebra inferior hiperemis

4. Konjungtiva bulbi: mixed injection (+)

5. Kornea keruh, permukaan kasar, neovaskular (+), sikatrik (+)

6. COA dangkal

7. TIO normal

Dari anamnesis dam pemeriksaan fisik diatas, diagnosis glaukoma akut dapat

disingkirkan karena TIO pada mata pasien normal. Pada anamnesis, pasien

sebelumnya tidak ada mengalami influenza, tidak ada nyeri kepala, nyeri pada mata

tidak bertambah apabila terkena cahaya, serta pada pemeriksaan fisik tidak

ditemukan hifema maupun injeksi siliar sehingga diagnosis uveitis anterior dapat

disingkirkan. Pasien tidak mempunyai riwayat trauma maupun pembedahan pada

mata, dan pada pemeriksaan USG mata tidak didapatkan peradangan pada oculi

posterior sehingga diagnosis endoftalmitis dapat disingkirkan. Pada pemeriksaan

tidak ditemukan konjungtiva kemotik, sehingga diagnosis panoftalmitis dapat

disingkirkan. Pasien juga tidak memiliki riwayat trauma pada matanya sehingga

diagnosis dari kasus ini bukanlah trauma okuli. Pada pasien ini telah dilakukan

12
pemeriksaan fluoresesin dan didapatkan hasil (+) dimana terdapat warna hijau pada

permukaan kornea, khususnya pada bagian tengah ulkus (khas pada ulkus kornea)

sehingga didapatkan kesimpulan bahwa terdapat defek kornea yang mendukung

pada diagnosis ulkus kornea, serta dapat menyingkirkan diagnosis keratitis karena

pada keratitis ini tidak terjadi defek kornea, namun hanya terjadi kumpulan sebukan

sel radang (infiltrat) di permukaan kornea sehingga juga dapat menyebabkan

penurunan visus pasien. Pada kasus ulkus kornea ini, terjadi kerusakan lapisan

kornea dimulai dari lapisan epitel, membran Bowman, stroma, bahkan dapat lebih

dalam lagi hingga mengenai membran Descemet dan lapisan endotel yang disebut

dengan Descemetocele.

2. Analisa Kasus

A. Definisi

Ulkus kornea merupakan peradangan kornea yang diikuti kerusakan lapisan

kornea, kerusakan dimulai dari lapisan epitel. Terbentuknya ulkus pada kornea

mungkin banyak ditemukan oleh adanya kolagenase oleh sel epitel baru dan sel

radang. Ulkus bisa dalam keadaan steril (tidak terinfeksi mikroorganisme) ataupun

terinfeksi. Ulkus terbentuk oleh karena adanya infiltrat yaitu proses respon imun

yang menyebabkan akumulasi sel-sel atau cairan di bagian kornea.4,5,6

B. Etiologi

a. Infeksi

 Infeksi Bakteri : P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan spesies

Moraxella merupakan penyebab paling sering.

13
 Infeksi Jamur : disebabkan oleh Candida, Fusarium, Aspergilus,

Cephalosporium, dan spesies mikosis fungoides.

 Infeksi virus : Penyebab paling sering adalah virus herpes simplex Infeksi

virus lainnya varicella-zoster, variola, vacinia.4,5,6

 Acanthamoeba

Acanthamoeba adalah protozoa hidup bebas yang terdapat didalam air yang

tercemar yang mengandung bakteri dan materi organik. Infeksi kornea oleh

acanthamoeba adalah komplikasi yang semakin dikenal pada pengguna lensa

kontak lunak, khususnya bila memakai larutan garam buatan sendiri. Infeksi

juga biasanya ditemukan pada bukan pemakai lensa kontak yang terpapar air

atau tanah yang tercemar.4,5,6

b. Non-Infeksi

 Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH.

Bahan asam yang dapat merusak mata terutama bahan anorganik, organik dan

organik anhidrat.

 Radiasi atau suhu

Dapat terjadi pada saat bekerja las, dan menatap sinar matahari yang akan

merusak epitel kornea.

 Sindrom Sjorgen

 Defisiensi vitamin A

Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena kekurangan vitamin A

dari makanan atau gangguan absorbsi di saluran cerna dan ganggun pemanfaatan

oleh tubuh.

14
 Obat-obatan

Obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun, misalnya; kortikosteroid, IDU

(Iodo 2 dioxyuridine), anestesi lokal dan golongan imunosupresif.

 Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma.

 Pajanan (exposure)

 Neurotropik4,5,6

Faktor Predisposisi Kasus Ulkus Kornea

c. Sistem Imun (Reaksi Hipersensitivitas)

 Granulomatosa wagener

 Rheumathoid arthritis4,5,6

C. Patofisiologi

Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya,

dalam perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab susunan sel
15
dan seratnya tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Biasan cahaya terutama terjadi

di permukaan anterior dari kornea. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan kornea,

segera mengganggu pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh karenanya

kelainan sekecil apapun di kornea, dapat menimbulkan gangguan penglihatan yang

hebat terutama bila letaknya di daerah pupil.

Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak

segera datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi.

Maka badan kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma

kornea, segera bekerja sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi

pembuluh darah yang terdapat dilimbus dan tampak sebagai injeksi perikornea.

Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuclear, sel plasma, leukosit

polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak

sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan permukaan

tidak licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbullah ulkus kornea.

Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada kornea

baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa

sakit juga diperberat dengan adanaya gesekan palpebra (terutama palbebra superior)

pada kornea dan menetap sampai sembuh. Kontraksi bersifat progresif, regresi iris,

yang meradang dapat menimbulkan fotofobia, sedangkan iritasi yang terjadi pada

ujung saraf kornea merupakan fenomena reflek yang berhubungan dengan

timbulnya dilatasi pada pembuluh iris.

Penyakit ini bersifat progresif, regresif atau membentuk jaringan parut.

Infiltrat sel leukosit dan limfosit dapat dilihat pada proses progresif. Ulkus ini

16
menyebar kedua arah yaitu melebar dan mendalam. Jika ulkus yang timbul kecil

dan superficial maka akan lebih cepat sembuh dan daerah infiltrasi ini menjadi

bersih kembali, tetapi jika lesi sampai ke membran Bowman dan sebagian stroma

maka akan terbentuk jaringan ikat baru yang akan menyebabkan terjadinya

sikatrik.4,5,6

D. Klasifikasi

Berdasarkan lokasi, dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea yaitu:

1. Ulkus Kornea Sentral

a. Ulkus Kornea Bakterialis

Ulkus Streptokokus: Khas sebagai ulcus yang menjalar dari tepi ke arah

tengah kornea (serpinginous). Ulkus bewarna kuning keabu-abuan berbentuk

cakram dengan tepi ulkus yang menggaung. Ulkus cepat menjalar ke dalam dan

menyebabkan perforasi kornea, karena eksotoksin yang dihasilkan oleh streptokok

pneumonia.

Ulkus Stafilokokus: Pada awalnya berupa ulkus yang bewarna putih

kekuningan disertai infiltrat berbatas tegas tepat dibawah defek epitel. Apabila tidak

diobati secara adekuat, akan terjadi abses kornea yang disertai edema stroma dan

infiltrasi sel leukosit. Walaupun terdapat hipopion ulkus seringkali indolen yaitu

reaksi radangnya minimal.

Ulkus Pseudomonas: Lesi pada ulkus ini dimulai dari daerah sentral

kornea. ulkus sentral ini dapat menyebar ke samping dan ke dalam kornea.

Penyerbukan ke dalam dapat mengakibatkan perforasi kornea dalam waktu 48 jam.

17
gambaran berupa ulkus yang berwarna abu-abu dengan kotoran yang dikeluarkan

berwarna kehijauan. Kadang-kadang bentuk ulkus ini seperti cincin. Dalam bilik

mata depan dapat terlihat hipopion yang banyak.

Ulkus Kornea Bakterialis Ulkus Kornea Pseudomonas

Ulkus Pneumokokus: Terlihat sebagai bentuk ulkus kornea sentral yang

dalam. Tepi ulkus akan terlihat menyebar ke arah satu jurusan sehingga

memberikan gambaran karakteristik yang disebut Ulkus Serpen. Ulkus terlihat

dengan infiltrasi sel yang penuh dan berwarna kekuning-kuningan. Penyebaran

ulkus sangat cepat dan sering terlihat ulkus yang menggaung dan di daerah ini

terdapat banyak kuman. Ulkus ini selalu di temukan hipopion yang tidak selamanya

sebanding dengan beratnya ulkus yang terlihat.diagnosa lebih pasti bila ditemukan

dakriosistitis.4,5,6

b. Ulkus Kornea Fungi

Mata dapat tidak memberikan gejala selama beberapa hari sampai beberapa

minggu sesudah trauma yang dapat menimbulkan infeksi jamur ini.

Pada permukaan lesi terlihat bercak putih dengan warna keabu-abuan yang agak

kering. Tepi lesi berbatas tegas irregular dan terlihat penyebaran seperti bulu pada

bagian epitel yang baik. Terlihat suatu daerah tempat asal penyebaran di bagian

sentral sehingga terdapat satelit-satelit disekitarnya..Tukak kadang-kadang dalam,

18
seperti tukak yang disebabkan bakteri. Pada infeksi kandida bentuk tukak lonjong

dengan permukaan naik. Dapat terjadi neovaskularisasi akibat rangsangan radang.

Terdapat injeksi siliar disertai hipopion.4,5,6

Ulkus Kornea Fungi

c. Ulkus Kornea Virus

Ulkus Kornea Herpes Zoster: Biasanya diawali rasa sakit pada kulit

dengan perasaan lesu. Gejala ini timbul satu 1-3 hari sebelum timbulnya gejala

kulit. Pada mata ditemukan vesikel kulit dan edem palpebra, konjungtiva hiperemis,

kornea keruh akibat terdapatnya infiltrat subepitel dan stroma. Infiltrat dapat

berbentuk dendrit yang bentuknya berbeda dengan dendrit herpes simplex. Dendrit

herpes zoster berwarna abu-abu kotor dengan fluoresin yang lemah. Kornea

hipestesi tetapi dengan rasa sakit keadaan yang berat pada kornea biasanya disertai

dengan infeksi sekunder.

Ulkus Kornea Herpes Simplex: Infeksi primer yang diberikan oleh virus

herpes simplex dapat terjadi tanpa gejala klinik. Biasanya gejala dini dimulai

dengan tanda injeksi siliar yang kuat disertai terdapatnya suatu dataran sel di

permukaan epitel kornea disusul dengan bentuk dendrit atau bintang infiltrasi.

terdapat hipertesi pada kornea secara lokal kemudian menyeluruh. Terdapat

19
pembesaran kelenjar preaurikel. Bentuk dendrit herpes simplex kecil, ulceratif,

jelas diwarnai dengan fluoresin dengan benjolan diujungnya.4,5,6

Ulkus Kornea Dendritik Ulkus Kornea Herpetik

d. Ulkus Kornea Acanthamoeba

Awal dirasakan sakit yang tidak sebanding dengan temuan kliniknya,

kemerahan dan fotofobia. Tanda klinik khas adalah ulkus kornea indolen, cincin

stroma, dan infiltrat perineural.4,5,6

Ulkus Kornea Acanthamoeba

2. Ulkus Kornea Perifer

a. Ulkus Marginal

Bentuk ulkus marginal dapat simpel atau cincin. Bentuk simpel berbentuk

ulkus superfisial yang berwarna abu-abu dan terdapat pada infeksi stafilococcus,

toksit atau alergi dan gangguan sistemik pada influenza disentri basilar gonokok

20
arteritis nodosa, dan lain-lain. Yang berbentuk cincin atau multiple dan biasanya

lateral. Ditemukan pada penderita leukemia akut, sistemik lupus eritromatosis dan

lain-lain.4,5,6

Ulkus Marginal

b. Ulkus Mooren

Merupakan ulkus yang berjalan progresif dari perifer kornea kearah sentral.

ulkus mooren terutama terdapat pada usia lanjut. Penyebabnya sampai sekarang

belum diketahui. Banyak teori yang diajukan dan salah satu adalah teori

hipersensitivitas tuberculosis, virus, alergi dan autoimun. Biasanya menyerang satu

mata. Perasaan sakit sekali. Sering menyerang seluruh permukaan kornea dan

kadang meninggalkan satu pulau yang sehat pada bagian yang sentral.4,5,6

Mooren's Ulcer

c. Ring Ulcer

Terlihat injeksi perikorneal sekitar limbus. Di kornea terdapat ulkus yang

berbentuk melingkar dipinggir kornea, di dalam limbus, bisa dangkal atau dalam,

21
kadang-kadang timbul perforasi.Ulkus marginal yang banyak kadang-kadang dapat

menjadi satu menyerupai ring ulcer. Tetapi pada ring ulcer yang sebetulnya tak ada

hubungan dengan konjungtivitis kataral. Perjalanan penyakitnya menahun.4,5,6

E. Diagnosis dan Diagnosis Banding

Anamnesis pasien penting pada ulkus kornea adalah riwayat trauma, benda

asing, abrasi, adanya riwayat penyakit kornea yang bermanfaat, misalnya keratitis

akibat infeksi virus herpes simplek yang sering kambuh. Hendaknya pula

ditanyakan riwayat pemakaian obat topikal oleh pasien seperti kortikosteroid yang

merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi, virus terutama keratitis herpes

simplek. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat penyakit sistemik seperti

diabetes, AIDS, keganasan, selain oleh terapi imunosupresi khusus. Keluhan yang

sering muncul adalah eritema pada kelopak mata dan konjungtiva, sekret

mukopurulen, merasa ada benda asing di mata, pandangan kabur, mata berair, bintik

putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus, silau, nyeri.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala obyektif berupa adanya injeksi

siliar, kornea edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea. Pada kasus berat

dapat terjadi iritis yang disertai dengan hipopion.

Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti:

Ketajaman penglihatan, Tes refraksi, Tes air mata, Pemeriksaan sit-lamp,

Keratometri (pengukuran kornea), Respon reflek pupil, Pewarnaan kornea dengan

zat fluoresensi., Goresan ulkus untuk analisa atau kultur (pulasan gram, giemsa atau

KOH), Pada jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan spatula kimura

22
dari dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop dilakukan pewarnaan KOH, gram

atau Giemsa. Lebih baik lagi dengan biopsi jaringan kornea dan diwarnai dengan

periodic acid Schiff. Selanjutnya dilakukan kultur dengan agar sabouraud atau agar

ekstrak maltosa.4,5,6

Pengklasifikasian Stadium Ulkus Kornea

F. Penatalaksanaan

Ulkus kornea adalah keadan darurat yang harus segera ditangani oleh

spesialis mata agar tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea. Pengobatan

pada ulkus kornea tergantung penyebabnya. Pasien dirawat bila mengancam

perforasi, pasien tidak dapat memberi obat sendiri, tidak terdapat reaksi obat dan

perlunya obat sistemik.

a. Penatalaksanaan ulkus kornea di rumah

1. Jika memakai lensa kontak, secepatnya untuk melepaskannya

2. Jangan memegang atau menggosok-gosok mata yang meradang

23
3. Mencegah penyebaran infeksi dengan mencuci tangan sesering mungkin dan

mengeringkannya dengan handuk atau kain yang bersih

4. Berikan analgetik jika nyeri

5. Jangan diberikan penutup mata

b. Penatalaksanaan medis

1. Pengobatan konstitusi

Oleh karena ulkus biasannya timbul pada orang dengan keadaan umum

yang kurang dari normal, maka keadaan umumnya harus diperbaiki dengan

makanan yang bergizi, udara yang baik, lingkungan yang sehat, pemberian

roboransia yang mengandung vitamin A, vitamin B kompleks dan vitamin C.

2. Pengobatan lokal

Benda asing dan bahan yang merangsang harus segera dihilangkan. Lesi

kornea sekecil apapun harus diperhatikan dan diobati sebaik-baiknya.

Konjungtuvitis, dakriosistitis harus diobati dengan baik. Infeksi lokal pada hidung,

telinga, tenggorok, gigi atau tempat lain harus segera dihilangkan. Infeksi pada

mata harus diberikan :

- Sulfas atropine yang bekerja sebagai Sedatif, menurunkan tanda-tanda radang.,

Menyebabkan paralysis M. siliaris dan M. konstriktor pupil untuk

mengistirahatkan mata. Dengan lumpuhnya M. konstriktor pupil, terjadi

midriasis sehinggga sinekia posterior yang telah ada dapat dilepas dan

mencegah pembentukan sinekia posterior yang baru

 Skopolamin sebagai midriatika.

 Analgetik.

24
Untuk menghilangkan rasa sakit, dapat diberikan tetes pantokain, atau

tetrakain.

 Antibiotik

Antibiotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang berspektrum

luas diberikan sebagai salap, tetes atau injeksi subkonjungtiva. Pada pengobatan

ulkus sebaiknya tidak diberikan salap mata karena dapat memperlambat

penyembuhan dan juga dapat menimbulkan erosi kornea kembali.

 Anti jamur

Terapi medika mentosa di Indonesia terhambat oleh terbatasnya preparat

komersial yang tersedia berdasarkan jenis keratomitosis yang dihadapi bisa dibagi

Jenis jamur yang belum diidentifikasi penyebabnya : topikal amphotericin B 1, 2,

5 mg/ml, Thiomerosal 10 mg/ml, Natamycin > 10 mg/ml, golongan Imidazole

1. Jamur berfilamen : topikal amphotericin B, thiomerosal, Natamicin, Imidazol

2. Ragi (yeast) : amphotericin B, Natamicin, Imidazol

3. Actinomyces yang bukan jamur sejati : golongan sulfa, berbagai jenis anti

biotik

 Anti Viral

Untuk herpes zoster pengobatan bersifat simtomatik diberikan streroid lokal

untuk mengurangi gejala, sikloplegik, anti biotik spektrum luas untuk infeksi

sekunder analgetik bila terdapat indikasi.

Untuk herpes simplex diberikan pengobatan IDU, ARA-A, PAA, interferon

inducer.

 Terapi Pembedahan
25
Terapi melalui pembedahan yang dapat dilakukan adalah dengan injeksi

antibiotik intrakamera, pemberian zat adhesif pada ulkus, flap konjungtiva,

keratoplasty

G. Pencegahan

Pencegahan terhadap ulkus dapat dilakukan dengan segera berkonsultasi

kepada ahli mata setiap ada keluhan pada mata. Sering kali luka yang tampak kecil

pada kornea dapat mengawali timbulnya ulkus dan mempunyai efek yang sangat

buruk bagi mata.

 Lindungi mata dari segala benda yang mungkin bisa masuk kedalam mata

 Jika mata sering kering, atau pada keadaan kelopak mata tidak bisa menutup

sempurna, gunakan tetes mata agar mata selalu dalam keadaan basah

 Jika memakai lensa kontak harus sangat diperhatikan cara memakai dan

merawat lensa tersebut.4,5,6

H. Prognosis

Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat

lambatnya mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada

tidaknya komplikasi yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu

penyembuhan yang lama, karena jaringan kornea bersifat avaskular. Semakin tinggi

tingkat keparahan dan lambatnya mendapat pertolongan serta timbulnya

komplikasi, maka prognosisnya menjadi lebih buruk. Penyembuhan yang lama

mungkin juga dipengaruhi ketaatan penggunaan obat. Dalam hal ini, apabila tidak

26
ada ketaatan penggunaan obat terjadi pada penggunaan antibiotika maka dapat

menimbulkan resistensi.4,5,6

27
BAB IV

PENUTUP

Pasien seorang laki-laki umur 63 tahun datang dengan keluhan penglihatan

kabur pada mata kiri. Penglihatan kabur sejak 2 bulanyang lalu, muncul secara

perlahan kemudian semakin lama semakin parah. Pasien juga mengeluhkan mata

merah (+). muncul benda putih di bola mata (+), mata berair (+), mata terasa silau

saat melihat cahaya (+), gatal (+) kadang-kadang, nyeri (+) hilang timbul, riwayat

trauma / pembedahan pada mata (-), riwayat DM (-) dan HT (-), riwayat kecelakaan

(+) pada tahun 2009 dan dilakukan operasi pada bagian wajah kiri.

Pemeriksaan status lokalis pada mata ditemukan palpebra inferior ektropion,

konjungtiva palpebra hiperemi, injeksi campuran (+), kornea nampak keruh (+),

kasar (+), serta terdapat ulkus (+) dengan neovaskular (+), COA dangkal, serta visus

1/300. Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, tanda dan gejala yang terdapat

pada pasien mengarahkan pada Ulkus kornea terepitelisasi, dan dari hasil

pemeriksaan pemeriksaan penunjang laboratorium Uji Fluoresen (+), dan tidak

terdapat kelainan pada bola mata bagian posterior saat dilakukan USG mata.

Pasien diberikan terapi konservatif berupa Cendo LFX 6x1 tetes / hari (OS),

Cendo Lyteers 1 tetes / jam (OS). Pengobatan pada ulkus kornea pada umumnya

adalah dengan siklopegik, antibiotika yang sesuai topikal dan subkonjungtiva.

Pasien tidak perlu dirawat inap karena tidak ada ancaman perforasi, ataupun

perlunya obat sistemik.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, S. Ilmu Penyakit Mata, Edisi kelima FKUI, Jakarta, 2014

2. Mariotti SP, Global Data on Visual Impairment 2010, WHO, Geneva, 2012

3. RISKESDAS 2013, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan


Kemenkes RI, Jakarta, 2013

4. Perhimpunan Dokter Spesislis Mata Indonesia, Ulkus Kornea dalam : Ilmu


Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran, edisi ke
2, Penerbit Sagung Seto, Jakarta, 2002

5. World Health Organization. Guideline for Management of Corneal Ulcer.


India, 2004

6. Sharma N, Vajpayee RB. Corneal Ulcers Diagnosis and Management.


Jaypee; Australia, 2008.

29

Anda mungkin juga menyukai