Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN KASUS

ODS Glaukoma Kronis

Oleh

Fabian Arassi S

H1A013021

Pembimbing

dr. Isna Kusuma Nintyastuti, Sp.M

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA
RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
2020

i
Kata Pengantar

Puji syukur saya panjatkan kehadapan Allah S.W.T, Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas limpahan rahmat dan petunjuk dari-Nya penyusunan tugas laporan kasus
dengan judul “Glaukoma” dapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penyusunan laporan kasus ini adalah untuk memenuhi tugas
dalam proses kepanitraan klinik di bagian SMF ilmu kesehatan mata di Fakultas
Kedokteran Universitas Mataram, Rumah Sakit Umum Provinsi Nusa Tenggara
Barat. Selain itu, saya berharap tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi profesi
kedokteran, serta dapat meningkatkan dan memperluas pemahaman.

Saya menyadari bahwa dalam penyusunan tugas ini masih terdapat banyak
kekurangan dan belum sempurna. Oleh karenanya, kritik dan saran yang membangun
sangat diharapkan untuk perbaikan kedepannya. Semoga Allah S.W.T, Tuhan Yang
Maha Esa senantiasa memberikan bantuan dan melimpahkan petunjuk-Nya kepada
kita semua.

Mataram, November 2020

Penulis

ii
BAB I
PENDAHULUAN
Glaukoma berasal dari bahasa Yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan, yang
memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Kelainan mata glaukoma
ditandai dengan meningkatnya tekanan bola mata, atrofi papil saraf optik, dan berkurangnya
lapangan pandang.Penyakit yang ditandai dengan peninggian tekanan intraokular ini
disebabkan oleh bertambahnya produksi cairan mata oleh badan siliar dan berkurangnya
pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau di celah pupil. Pada glaukoma
akan terdapat melemahnya fungsi mata dengan terjadinya cacat lapangan pandang dan
kerusakan anatomi berupa ekskavasi serta degeneras papil saraf optik, yang dapat berakhir
dengan kebutaan.1
Beberapa klasifikasi glaukoma berdasarkan American Academy of Ophthalmology
adalah sebagai berikut: glaukoma sudut terbuka, glaukoma sudut tertutup dan childhood
glaucoma.2
Hampir 60 juta orang terkena glaukoma. Diperkirakan 3 juta penduduk Amerika
Serikat terkena glaukoma, dan di antara kasus-kasus tersebut, sekitar 50% tidak terdiagnosis.
Sekitar 6 juta orang mengalami kebutaan akibat glaucoma, termasuk 100.000 penduduk
Amerika, menjadikan penyakit ini sebagai penyebab utama kebutaan yang dapat dicegah di
Amerika Serikat. Ras kulit hitam memiliki risiko yang lebih besar mengalami onset dini,
keterlambatan diagnosis, dan penurunan penglihata yang berat dibadingkan ras kulit putih.
Glaukoma sudut tertutup didapatkan pada 10-15% kasus ras kulit putih. Glaukoma sudut
tertutup primer berperan pada lebih dari 90% kebutaan bilateral akibat glaukoma di China.3

1
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 ANAMNESIS
A. Identitas Pasien
Nama :HI
Umur : 70 tahun
Jenis Kelamin : Laki - laki
Pekerjaan : Pesniunan Pegawai Negeri Sipil
Agama : Islam
Suku : Sasak
Alamat : Selaparang, Mataram
RM : 15 55 53
Tanggal Pemeriksaan : 2 November 2020

B. Keluhan Utama
Penglihatan kabur pada kedua bola mata
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli mata RSUD Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan keluhan
utama penglihatan kabur pada kedua bola mata. Keluhan tersebut dirasakan sudah
sejak 1 bulan yang lalu. Pasien mengaku sering tersandung karena keluhan matanya
yang kabur. Pasien juga kadang mengeluhkan nyeri kepala sebelah kanan, kadang-
kadang mual dan muntah. Menurut pasien, keluhan pada matanya dianggap semakin
mengganggu aktivitas sehari-harinya. Pasien menyangkal adanya mata merah, berair,
pandangan silau, maupun perasaan berpasir/mengganjal.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
- Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya.
- Pasien tidak pernah mengalami trauma mata sebelumnya.
- Pasien tidak memiliki riwayat penyakit sistemik seperti hipertensi.
- Pasien memilki penyakit diabetes melitus.
- Pasien tidak memiliki penyakit keturunan seperti asma, keganasan,
penyakit jantung, dan penyakit ginjal.
D. Riwayat Penyakit Keluarga
- Pasien mengaku tidak ada keluarga yang mengalami keluhan serupa.
- Keluarga pasien tidak ada yang memiliki penyakit diabetes melitus dan
hipertensi.
E. Riwayat Alergi
- Pasien tidak memiliki alergi terhadap makanan.
- Pasien tidak memiliki alergi terhadap obat-obatan.
F. Riwayat Pengobatan
Pasien mengaku belum pernah mengobati keluhan pada matanya.
G. Riwayat Sosial
Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok dan minum alkohol.

2.2 PEMERIKSAAN FISIK


A. Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran/GCS : Compos mentis / E4V5M6
B. Pemeriksaan Tanda Vital Tekanan
Tekanan Darah : 130/90 mmHg
Nadi : 98 kali/menit
Frekuensi Napas : 20 kali/menit
Suhu : 36,8 oC
C. Status Lokalis

No Pemeriksaan OD OS
1. Visus Naturalis 6/15 PH: 6/6 6/18 PH: 6/18

2. Posisi Bola Mata


Hirchsberg Ortotropia Ortotropia
Cover - uncover test Ortoforia Ortoforia
3. Gerakan Bola Mata Baik ke segala arah Baik ke segala arah

4. Lapang Pandang Jangkauan penuh, sama Jangkauan penuh, sama


dengan pemeriksa dengan pemeriksa

+ +
+ + + +
+
+

5. Palpebra Edema (-) (-)


Superior Hiperemi (-) (-)
Retraksi (-) (-)
Entropion (-) (-)
Ektropion (-) (-)
Nyeri tekan (-) (-)
6. Palpebra Edema (-) (-)
Inferior Hiperemi (-) (-)
Entropion (-) (-)
Ektropion (-) (-)
Nyeri tekan (-) (-)
7. Silia Mata Pertumbuhan Ke arah luar Ke arah luar
Superior silia
Kebersihan Bersih Bersih
Kerontokan (-) (-)
8. Silia Mata Pertumbuhan Ke arah luar Ke arah luar
Inferior silia
Kebersihan Bersih Bersih
Kerontokan (-) (-)
9. Sistem Edema glandula (-) (-)
Lakrimal
lakrimal
Sekretkeluar dari (-) (-)
punctum lakrimal
superior et
inferior
Edema sakus (-) (-)
lakrimal
Hiperemi sakus (-) (-)
lakrimal
10. Konjungtiva Hiperemi (-) (-)
Tarsal Sikatrik (-) (-)
Superior
Folikel (-) (-)
Goblestone
11. Konjungtiva Hiperemi (-) (-)
Tarsal Anemis (-) (-)
Inferior
Sikatrik (-) (-)
Folikel (-) (-)
Goblestone
12. Konjungtiva Injeksi (-) (-)
Bulbi Konjungtiva
Injeksi Siliar (-) (-)
Massa (-) (-)
Edema (-) (-)
Khemosis (-) (-)
13. Kornea Bentuk Cembung Cembung
Kejernihan Jernih Jernih
Permukaan Rata Rata
Infiltrat (-) (-)
Benda Asing (-) (-)
Cincin (-) (-)
soemmering
14. Bilik Mata Kedalaman Kesan dalam Kesan dalam
Depan Kejernihan Jernih Jernih
Hifema (-) (-)
Hipopion (-) (-)
15. Iris Warna Coklat Coklat
Bentuk Bulat Bulat
Kripte Jelas terlihat Jelat terlihat
16. Pupil Bentuk Bulat, Isokor Bulat, Isokor
Refleks cahaya (+) (+)
langsung
Refleks cahaya (+) (+)
tidak langsung
17. Lensa Kejernihan Jernih Jernih
IOL (-) (-)
Subluksasi (-) (-)
18. TIO Palpasi Kesan meningkat Kesan normal
Tonometri non- 24,3 mmHg 17,5 mmHg
kontak
Gambar 1. Foto mata kanan dan mata kiri pasien
BAB III
IDENTIFIKASI MASALAH DAN ANALISA KASUS

3.1 IDENTIFIKASI MASALAH


Berdasarkan data medis pasien diatas, ditemukan beberapa permasalahan.
Adapun permasalahan medis yang terdapat pada pasien adalah:

Subjective
1. Penglihatan kabur sejak 1 bulan yang lalu
2. Keluhan penyerta lain, yaitu terdapat keluhan seperti nyeri kepala, mual dan
muntah
Objective
1. Visus naturalis: VOD 6/18 dengan PH 6/6 dan VOS 6/18 dengan PH 6/18
2. TIO OD 24,3 mmHg, OS 17,5 mmHg

3.2 ANALISA KASUS


3.2.1 Pembahasan Masalah
Berdasarkan hasil dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang telah
dilakukan pada pasien didapatkan diagnosis pasien yaitu Glaukoma.
Pasien mengeluhkan penglihatan kabur pada kedua bola mata yang
sudah dirasakan sejak 1 bulan yang lalu yang mengganggu aktifitas pasien.
Pasien juga kadang mengeluhkan nyeri kepala, kadang-kadang mual dan
muntah. Keluhan pada pasien yang mengalami glaukoma tidak menunjukkan
karakteristik khusus. Keluhan dapat muncul berupa migrain dan gangguan
ketajaman penglihatan. Jenis kelamin menjadi faktor risiko terjadinya glaukoma.
Studi menunjukkan bahwa wanita berisiko dua kali lebih tinggi dibandingkan pria.
Insidensi kejadian glaukoma lebih tinggi pada ras Asia dibandingkan Eropa. Selain
itu, terdapat bukti yang menunjukkan bahwa mata sebelah kiri cenderung
terdampak 2,5 kali tinggi dibandingkan mata sebelah kanan pada awal terjadinya
penyakit ini. Meskipun demikian, glaukoma akan cenderung berkembang dan
mengenai kedua mata.
Pada pemeriksaan oftalmologi didapatkan visus naturalis pasien
menurun yaitu OD 6/15 visus dengan pinhole OD 6/6, OS 6/18 visus dengan
pinhole OD 6/18. TIO OD 24,3 mmHg dan OS 17,5 mmHg. Pada hasil
pemeriksaan pasien dengan glaucoma terjadi penipisan lapisan serabut saraf
retinal yang progresif, gangguan lapang pandang, serta tekanan intraokular
maksimum di bawah 21 mmHg. Pada ganglion sel retina terdapat bagian yang
dinamakan intrinsically photosensitive retinal ganglion cells (ipRGCs). Bagian
ini merupakan bentuk fotoreseptor yang mengekspresikan photopigment
melanopsin. Studi pada hewan menunjukkan IpRGCs mempengaruhi reflek
pupil terhadap cahaya. Bagaimanapun ipRGCs juga menerima sinyal cahaya
dari sel batang dan kerucut yang berkontribusi cepat dengan terjadinya kontriksi
yang cepat,dan dengan kontribusi ipRGCs juga respon pupil pada tahap awal.
Pada glaucoma terjadi disfungsi dari ipRGCs yang menyebabkan gangguan
pada reflek pupil.

3.2.2 Assessment
 Diagnosis kerja:
ODS Glaucoma Kronis
 Diagnosa banding:
Glaukoma akut
Diabetic Retinopati
Nonglaucomatous Optic Neuropathy

3.2.3 Planning Diagnostic


 Pemeriksaan foto fundus, OCT, gonioskopi
Pada foto fundus dapat melihat gambaran yang lebih jelas, sehingga
dapat menilai cup disk ratio (CDR). Penilaian cup/disk ratio (CDR)
merupakan nilai desimal dari hasil pembagian antara diameter cup dan
diameter disk. Nilai normalnya yaitu 0,3 hingga 0,5. Pada CDR dengan
nilai > 0,5 perlu dicurigai faktor risiko terjadinya glaukoma. Hasil yang
semakin mendekati nilai 1 menunjukkan terjadinya suatu perburukan.
Nilai CDR pada mata normalnya secara signifikan lebih besar dari arah
penghitungan secara horizontal dibandingkan vertikal. Hal ini
dikarenakan optik disk tersusun lebih ke arah vertikal, sedangkan optik
cup tersusun cenderung secara horizontal. Keadaan ini penting dalam
mendiagnosis glaukoma, yaitu pada tahap awal terjadi peningkatan nilai
diameter CDR secara cepat di bagian vertikal dibandingkan horizontal
3.2.4 Planning Therapy
Studi menunjukkan bahwa penurunan tekanan intraokular berdampak baik
pada penyakit ini. Penurunan TIO dibutuhakan 25-30%. Terapi yang dapat
diberikan berupa kombinasi antara prostaglandin dan beta-blocker.
Jika TIO gagal diturunkan 25-30%, maka dapat dilakukan operasi untuk
menurunkan TIO. Tindakan operasi direkomendasikan jika terapi dengan
obat-obatan gagal. Hal ini lebih baik dilakukan daripada menunggu
penyakit ini mengalami progres yang semakin memburuk
 Terapi diberikan pada pasien:
Betaxolol 0,5% 2 x 1 tetes ODS
Aspar K 1 x 300 mg
Glauseta 2 x 250 mg
Glaopen 1 x 1 tetes ODS

3.2.5 KIE
 Edukasi kepada pasien bahwa penyakit ini bersifat progresif sehingga pasien
harus rajin untuk kontrol.
 Edukasi kepada pasien untuk teratur menggunakan obat yang diberikan
 Mengurangi aktivitas yang dapat meningkatkan TIO seperti mengangkat
benda berat dan bersin atau batuk terlalu keras.
3.5.3 Prognosis
Prognosis pada pasien ini, meliputi :
 Prognosis kesembuhan (ad sanationam) : ad bonam
 Prognosis penglihatan (ad functionam) : Dubia ad bonam
 Prognosis nyawa (ad vitam) : Bonam
BAB IV
KESIMPULAN
Pasien seorang laki laki berusia 70 tahun datang ke poli mata RSUD Provinsi Nusa
Tenggara Barat dengan keluhan penglihatan kabur pada kedua bola mata sejak 1 bulan yang
lalu. Pasien kadang mengeluhkan nyeri kepala, kadang-kadang mual dan muntah. Menurut
pasien, keluhan nyeri pada matanya dianggap semakin mengganggu aktivitas sehari-harinya.
Pada pemeriksaan oftalmologis didapatkan visus naturalis OD 6/15 dengan pinhole:
OD 6/6, OD 6/18 dengan pinhole: OD 6/18. TIO OD 24,3 mmHg, OS 17,5 mmHg. Berdasarkan
hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien, dapat disimpulkan bahwa
didapatkan manifestasi yang mendukung diagnosis pasien dengan glaucoma.
Pemeriksaan lanjutan berupa foto fundus, OCT dan gonioskopi. Terapi pada pasien
tersebut adalah dengan menurunkan TIO. Prinsip pengobatan yaitu dengan menurunkan TIO
diharapkan menghambat progresivitas dari penyakit.
DAFTAR PUSTAKA

1. Das P., Nirmala SR., Medhi JP. Diagnosis of Glaucoma Using CDR and NRR Area
in Retina Images. Netw Model Anal Health Inform Bioinforma. (2016): 5(3), pp.1-
14.
2. Hashemi H., Mohammadi M., Zandvakil N., Khabazkhoob M., Emamian MH.,
Shariati M., Fotouhi A. Prevalence and Risk Factors of Glaucoma in An Adult
Population from Shahroud, Iran. Iranian Society of Ophtalmology. (2018):31,
pp.366-372.
3. Rifqah E., Gustianty E., Prajitno IP. One Year Data of New Secondary Glaucoma
Patients at Top Referral Eye Hospital in Indonesia. Althea Medical Journal.
(2017): pp.163-166.
4. Song BJ., Caprioli J. New Directions In the Treatment of Normal Tension Glaucoma. Indian
Journal of Ophthalmology. (2014): 62(5), pp.529-537.
5. Virk JK., Singh M., Mandeep Singh M. Cup-to-Disk Ratio (CDR) Determination for
Glaucoma Screening.1st International Conference on Next Generation Computing
Technologies. (2015): pp.504-507.

Anda mungkin juga menyukai