Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN KASUS

SEORANG WANITA 47 TAHUN DENGAN OS ULKUS


KORNEA CUM HIPOPION ET CAUSA JAMUR

Diajukan guna memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Mata

Penguji Kasus : dr. A. Kentar Arimadyo S, MSiMed, SpM


Pembimbing : dr. Novi Endah Sulistiyawati
Dibacakan oleh : Fadel Muhammad Garishah

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
RSUP Dr. KARIADI SEMARANG
2015

Halaman Pengesahan
Melaporkan kasus Seorang perempuan 47 tahun dengan OS ulkus kornea cum
hipopion et causa jamur:

Penguji Kasus : dr. A. Kentar Arimadyo S, MSiMed, SpM


Pembimbing : dr. Novi Endah Sulistiyawati
Dibacakan oleh : Fadel Muhammad Garishah
Dibacakan tanggal : Selasa, 19 Mei 2015

Telah diajukan guna memenuhi tugas kepaniteraan klinik di bidang ilmu


kesehatan mata.

Semarang, 19 April 2015

Penguji Pembimbing

dr. A. Kentar Arimadyo S, MsiMed, SpM dr. Novi Endah Sulistiyawati

LAPORAN KASUS

2
Penguji Kasus : dr. A. Kentar Arimadyo S, MSiMed, SpM
Pembimbing : dr. Novi Endah Sulistiyawati
Dibacakan oleh : Fadel Muhammad Garishah
Dibacakan tanggal : Selasa, 19 Mei 2015

I. PENDAHULUAN
Kornea merupakan suatu jaringan transparan yang disisipkan pada limbus
sklera. Struktur ini membentuk suatu lekukan yang disebut dengan sulkus skleralis.
Sel-sel pada permukaan kornea sendiri terdiri atas beberapa lapisan yang memiliki
keunikan dalam fungsi sebagai media refraksi maupun pelindung struktur kornea.
Sebagai media refraksi yang pertama ditembus cahaya, kornea memiliki peranan
penting pada proses pandangan.1
Ulkus kornea merupakan suatu diskontinuitas pada jaringan kornea yang
diakibatkan baik oleh proses trauma, inflamasi maupun infeksi. Kondisi ini
menyebabkan terganggunya integritas lapisan kornea dari lapisan epitel terluar hingga
mencapai lapisan stroma membentuk suatu jaringan nekrotik. Kornea memiliki
banyak titik persarafan sehingga awal fase dapat menyebabkan gangguan pandangan
hingga kebutaan. Pengenalan dan penatalaksanaan ditahap awal dapat mencegah
komplikasi yang buruk, antara lain timbulnya jaringan parut akibat proses
penyembuhan sekunder pada ulkus kornea.2

II. IDENTITAS PASIEN


Nama : Ny. S

3
Umur : 47 tahun
Agama : Islam
Alamat : Pati, Jawa Tengah
Pekerjaan : Petani
Pendidikan : Tamat SD
Masuk RS : 13 Mei 2015
Nomor CM : C531557

III. ANAMNESIS
Autoanamnesis dengan pasien dan alloanamnesis dengan anak perempuan pasien
dilakukan pada tanggal 15 Mei 2015 pukul 15.00 WIB.
Keluhan utama : Mata kiri kabur
Riwayat Penyakit Sekarang:
4 minggu sebelum masuk RS, saat pasien sedang bekerja di ladang, mata
kiri pasien kelilipan lumpur sawah. Keesokan harinya mata kiri pasien merah (+),
terasa nyeri (+), mengeluarkan air mata (+), lodok (+), terasa mengganjal (+),
pandangan kabur (-). Pasien mengobatinya dengan memberikan obat tetes mata
warung, tetapi keluhan tidak membaik, kemudian pasien berobat ke dokter SpM,
diberikan obat tetes mata dan tidak juga ada perubahan. Pasien merasa keluhannya
tidak membaik, akhirnya berobat ke RSUD Pati, dan pasien disarankan untuk mondok
selama 4 hari, tetapi keluhan tetap tidak membaik.
2 minggu yang lalu, pandangan mata kiri pasien bertambah kabur, terasa
nyeri (+), mata merah (+), mengeluarkan air mata (+), lodok (+) banyak. Pasien
kontrol kembali ke dokter SpM, kemudian dirujuk ke RSDK. Pasien mondok selama
5 hari, dilakukan perawatan dan diperbolehkan untuk pulang.
2 hari sebelum masuk RS, karena pandangan mata kiri pasien semakin
bertambah kabur dan belum ada perubahan, dirasakan terus menerus, tidak membaik
meskipun sudah ditetesi dengan obat yang diberikan. Selain itu mata pasien masih
merah (+), terasa kemeng (+), mengeluarkan air mata (+), dan lodok (+) muncul
kembali. Karena tidak kunjung membaik maka pasien kontrol ke RSUP Dr. Kariadi
dan disarankan untuk mondok kembali.

Riwayat Penyakit Dahulu:


Riwayat penyakit mata sebelumnya disangkal

4
Riwayat penggunaan lensa kontak/kacamata sebelumnya (-)
Riwayat kencing manis, dan darah tinggi disangkal
Riwayat alergi obat disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga:


Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit mata seperti ini sebelumnya.

Riwayat Sosial Ekonomi:


Pasien bekerja sebagai petani di ladang, hidup bersama keluarga anaknya dan
cucunya. Pembiayaan dengan BPJS non PBI kelas III.
Kesan = sosial ekonomi kurang

IV. PEMERIKSAAN FISIK


Status Praesens (Jumat, 15 Mei 2015)
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis (GCS E4M6V5 = 15)
Tanda Vital : Tekanan darah : 110/80mmHg RR : 24x/menit
Nadi : 86 x/menit Suhu : 36,70 C
Pemeriksaan Fisik : Kepala : Mesosefal
Thoraks Cor : bising (-/-), gallop (-/-)
Pulmo : ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : Supel, nyeri tekan (-), bising usus (+) N
Ekstremitas : dalam batas normal

Status Oftalmologik (Jumat, 15 Mei 2015)


Oculus Dexter Oculus Sinister
Edema (+),
flourescein test (+),
defek epitel (+)
ukuran 6x6 mm,
letak sentral,
infiltrat (+) hampir
di seluruh kornea,
kedalaman stromal,
lesi satelit (+),
batas feathery edge
Hipopion (+), sekret putih
Mixed injeksi(+),
Oculus Dexter Status
sekret (+)
COA Oculus Sinister
susu (+), jaringan
minimal
Oftalmologik
6/6 Visus 1/300

5
Tidak dilakukan pemeriksaan Koreksi Tidak dilakukan pemeriksaan
Tidak dilakukan pemeriksaan Sensu Coloris Tidak dilakukan pemeriksaan
Gerak bola mata bebas ke Paresis/Paralisis Gerak bola mata bebas ke
segala arah (+), nyeri gerak (-) segala arah (+), nyeri gerak (-)
Tidak didapatkan kelainan Supercillia Tidak didapatkan kelainan
Edema (-), spasme (-) Palpebra Superior Edema (+) minimal,spasme (-)
Edema (-), spasme (-) Palpebra Inferior Edema (+) minimal,spasme (-)
Hiperemis (-), sekret (-) Konjungtiva Hiperemis (+), sekret (+)
Palpebralis minimal
Hiperemis (-), sekret (-) Konjungtiva Hiperemis (+), sekret (+)
Fornicis minimal
Injeksi (-),khemosis (-), Konjungtiva Bulbi Mixed injeksi(+),khemosis(-),
sekret (-) sekret (+) minimal
Tidak didapatkan kelainan Sklera Tidak didapatkan kelainan
Jernih Kornea Edema (+),flourescein test (+),
defek epitel (+) ukuran 6x6
mm, letak sentral,infiltrat (+)
hampir di seluruh kornea,
kedalaman stromal, lesi satelit
(+), batas feathery edge (+),
sekret putih susu (+), jaringan
nekrotik (+)
Kedalaman cukup, Camera Oculi Hipopion (+) COA,
efek tyndall (-) Anterior Kedalaman tidak dapat dinilai
Kripte (+), sinekia (-) Iris Tidak dapat dinilai
Bulat, sentral, reguler, Pupil Tidak dapat dinilai
diameter 3mm, RP(+)N
Jernih Lensa Tidak dapat dinilai
Cemerlang (+) Fundus Refleks Tidak dapat dinilai
Digital N Tensio Oculi Digital N+
Tidak dilakukan pemeriksaan Sistem Kanalis Tidak dilakukan pemeriksaan
Lakrimalis

V. Pemeriksaan Penunjang
Scrapping cornea (1 Mei 2015) : Tidak ditemukan kuman,
leukosit 5-10/LPB, yeast (-)
Kultur (13 Mei 2015) : Mold (+)
Kesan: terdapat pertumbuhan jamur pada kultur sampel ulkus

6
Pemeriksaan Laboratorium (14 Mei 2015)
Pemeriksaan Hasil Rujukan Intepretasi
Hemoglobin 12,8 g/dL 12 15 g/dL N
Hematokrit 38,5% 37 47% N
Leukosit 3900/uL 3600-11000/uL N
Trombosit 259.400/uL 150-400 rb/uL N
Glukosa Darah Sewaktu 110 mg/dL 80-160 mg/dL N
Natrium 143 mmol/L 135-145 mmol/L N
Kalium 3,6 mmol/L 3,5 5,5, mmol/L N
Klorida 111 mg/dL 98-108 mg/dL N
SGOT 18 U/L 15 34 U/L N
SGPT 24 U/L 15-60 U/L N
Ureum 17 mg/dL 15-39 mg/dL N
Creatinin 0,85 mg/dL 0,6 1,3 mg/dL N
Kesan: tidak didapatkan kelainan

VI. RESUME
Seorang wanita 47 tahun datang dengan keluhan utama pandangan kabur.
Kurang lebih empat minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien memiliki riwayat
mata kirinya kemasukan lumpur saat bekerja di sawah. Keesokan paginya mata pasien
merah (+), nyeri (+), mengeluarkan air mata (+), lodok (+), terasa mengganjal (+),
pandangan kabur (-). Pasien berobat ke dokter mata dan diberikan obat, karena
keluhan belum membaik pasien berobat ke RSUD Pati dan disarankan mondok
selama 4 hari.
Dua minggu sebelum masuk rumah sakit, pandangan pasien bertambah kabur,
masih nyeri (+), merah (+), mengeluarkan air mata (+), dan lodok (+) banyak. Pasien
kontrol kembali ke dokter SpM, kemudian dirujuk ke RSDK. Pasien mondok selama
5 hari, dilakukan perawatan dan diperbolehkan untuk pulang.
Dua hari sebelum masuk rumah sakit, pandangan pasien semakin bertambah
kabur, merah (+), terasa kemeng (+), mengeluarkan air mata (+), dan lodok (+)
muncul. Pasien kemudian kontrol kembali ke RSUP Dr. Kariadi dan disarankan
mondok kembali.
Status Praesens : Tidak didapatkan kelainan
Status Oftalmologik :
Oculus Dexter Status Oftalmologik Oculus Sinister
6/6 Visus 1/300
Edema (-), spasme (-) Palpebra Superior Edema (+) minimal,spasme (-)
Edema (-), spasme (-) Palpebra Inferior Edema (+) minimal,spasme (-)
Hiperemis (-), sekret (-) Konjungtiva Palpebralis Hiperemis (+), sekret (+) minimal

7
Hiperemis (-), sekret (-) Konjungtiva Fornicis Hiperemis (+), sekret (+) minimal
Injeksi (-),khemosis (-), Konjungtiva Bulbi Mixed injeksi(+),khemosis(-),
sekret (-) sekret (+) minimal
Jernih Kornea Edema (+),flourescein test (+),
defek epitel (+) ukuran 6x6 mm,
letak sentral,infiltrat (+) hampir di
seluruh kornea, kedalaman
stromal, lesi satelit (+), batas
feathery edge (+), sekret putih
susu (+), jaringan nekrotik (+)
Kedalaman cukup, Camera Oculi Anterior Hipopion (+) COA, Kedalaman
efek tyndall (-) tidak dapat dinilai

Pemeriksaan Mikrobiologi: Kesan ada pertumbuhan jamur pada kultur sampel ulkus

VII. DIAGNOSIS KERJA


OS Ulkus kornea cum hipopion ec Jamur

VIII. TERAPI
Natamycin Eye drops 1 tetes/jam OS
Sulfas Atropin 1% Eye drops 1 tetes/8 jam OS
Ketokonazole tab 200 mg/8 jam PO
Ibuprofen tab 400mg/12 jam PO

IX. PROGNOSIS
Prognosis Oculus Dextra Oculus Sinistra
Quo ad visam Ad Bonam Dubia ad malam
Quo ad sanam Ad Bonam Dubia ad malam
Quo ad vitam Ad Bonam Ad bonam
Quo ad cosmeticam Ad Bonam Dubia ad malam

X. SARAN
Pemantauan dan evaluasi perkembangan penyakit serta pencegahan komplikasi.

XI. EDUKASI
Menjelaskan bahwa pasien menderita suatu perlukaan di kornea matanya yang
menyebabkan pandangan pasien kabur dan terhalang.

8
Menjelaskan bahwa setelah diberikan pengobatan dan tidak sembuh
kemungkinan luka tersebut diakibatkan oleh infeksi jamur.
Menjelaskan bahwa pasien harus minum dan menggunakan obat tetes secara
teratur sesuai anjuran dokter agar luka infeksi dapat menyembuh.
Menjelaskan bahwa pada proses penyembuhan akan tumbuh jaringan parut
yang dapat menyebabkan gangguan fungsi melihat pasien, sehingga pasien
pasien harus membiasakan dirinya dengan keadaan yang ada.
Menjelaskan kepada pasien untuk menjaga kebersihan tangan sebelum
meneteskan obat, dan tidak mengucek kedua matanya.
Menjelaskan agar pasien menggunakan kacamata pelindung saat
bekerja/beraktivitas di luar ruangan sehingga mata terlindung dari paparan.

XII. DISKUSI
A. Anatomi dan Fisiologi
Anatomi Kornea

Gambar 1. Makroskopis Kornea

9
Kornea merupakan jaringan transparan yang ukuran dan strukturnya sebanding
dengan kristal sebuah jam tangan kecil. Transparansi ini dipengaruhi oleh
keseragaman struktur, kondisi avaskuleritas dan deturgensi stroma.1 Kornea disisipkan
ke dalam sklera melalui limbus, membentuk suatu lekukan di sekitarnya yang disebut
sulkus skleralis. Kornea orang dewasa rata-rata memiliki tebal 550 um di pusatnya;
diameter horizontalnya 11,75 mm dan vertikal 10,6 mm. Dari anterior ke posterior,
kornea memiliki lapisan yang berbeda-beda.1

Gambar 2. Mikrostruktur Kornea

Lapisan epitel, merupakan lapisan teratas dari kornea yang berbatasan


langsung dengan lapisan epitel konjungtiva bulbaris. Diikuti oleh lapisan Bowman,
stroma, membran Descemet, dan lapisan endotel. Lapisan epitel sendiri terdiri atas 5
hingga 6 lapis sel epitelium. Lapisan Bowman merupakan lapisan jernih aseluler yang
merupakan bagian stroma yang berubah. Stroma merupakan 90% penyusun kornea,
tersusun atas pilinan lamella serat kolagen dengan lebar 10-250 mikrometer dan tinggi
1-2 mikrometer yang mencakup seluruh diameter kornea. Lamella berjalan sejajar
dengan permukaan kornea, menjadi jernih karena ukuran dan kerapatannya didesain
sedemikian optisnya. Lamella berada dalam zat dasar proteoglikan, bersama dengan
kolagen yang dihasilkan keratosit. Membran Descemet sebenarnya adalah merupakan
lamina basalis endotel kornea, yang secara mikroskopis cahaya tampak selapis, tetapi
mikroskopis elektron membuktikan struktur ini berlapis dengan ketebalan 10-12
mikrometer. Endotel merupakan pembatas antara kornea dengan ruang mata depan.
Fungsinya mempertahankan deturgensi dari stroma. Endotel ini rentan terhadap

10
trauma dan bila terjadi trauma maka akan menimbulkan suatu edema kornea karena
kegagalan fungsi endotel.1,3
Nutrisi kornea meliputi pembuluh-pembuluh darah kecil di sekitar limbus
kornea, humor aqueous, dan air mata. Kornea juga memperoleh pasokan oksigen
langsung dari atmosfer. Persarafan diperantarai saraf oftalmikus (Trigeminus I) yang
menghantarkan rangsang nyeri akibat rangsangan pada ujung-ujung saraf bebas
kornea.1,4

Fisiologi Kornea
Kornea berfungsi sebagai media refraksi yang pertama ditembus cahaya saat
memasuki bola mata dan mencapai retina. Sifat tembus cahaya ini menjadi kekuatan
utama dari fungsi refraksinya.1,5,6
Endotel kornea secara aktif melakukan pompa bikarbonat untuk menjaga
keutuhan struktur kornea. Apabila terjadi trauma atau inflamasi, maka akan terjadi
kegagalan fungsi endotel ini, sehingga korena menjadi edema dan menyebabkan
transparansinya terganggu. Secara otomatis, pandangan menjadi terganggu dengan
ditandai penurunan visus.1,7
Epitelium merupakan sawar yang paling efisien mencegah masuknya
mikroorganisme ke dalam bola mata. Pada permukaannya, didapatkan lapisan air
mata yang berfungsi menjaga mata tetap basah dan terlindungi dari perlukaan/trauma
mekanis partikel kecil. Apabila suatu jejas berat menyebabkan hilangnya
diskontinuitas lapisan epitelium, maka akan terjadi edema lokal yang akan segera
membaik bila sel-sel epitel melakukan regenerasi dan tidak dijumpai adanya infeksi
maupun peradangan yang serius.1,7,8

B. Ulkus Kornea
Ulkus kornea merupakan suatu diskontinuitas pada jaringan kornea yang
diakibatkan baik oleh proses trauma, inflamasi maupun infeksi. Secara umum
dibedakan menjadi ulkus kornea infeksi dan noninfeksi. Pembentukan jaringan parut
akibat ulserasi kornea merupakan penyebab utama gangguan pandangan dan
kebutaan.2,6-8

Patofisiologi

11
Ulkus sentral merupakan ulkus sekunder yang terbentuk akibat kerusakan
epitel kornea. Lesi terletak di sentral, jauh dari jangkauan vaskularisasi limbus.
Sehingga bila terjadi peradangan, maka sel-sel dalam stroma akan berfungsi menjadi
makrofag, disusul dengan dilatasi pembuluh vaskuler di daerah limbus yang secara
klinis menyebabkan edema dan injeksi silier. Infiltrasi sel-sel leukosit seperti sel
mononuklear, sel polimorfonuklear menyebabkan timbulnya infiltrat, yaitu bercak
putih dengan batas tidak jelas dan permukaan tidak licin. Kerusakan epitel yang
terjadi menyebabkan jaringan nekrotik yang menggaung dan membentuk suatu ulkus.4
Kondisi ini dapat bersifat progresif ataupun regresif. Perkembangan progresif
ditandai dengan infiltrat sel-sel leukosit dan limfosit, sedangkan regresif ditandai
dengan jaringan parut (lekoma). Ulkus dapat melebar ke samping maupun ke stromal
(mendalam). Ulkus yang timbul kecil dan superfisial akan cepat menyembuh dan
infiltrasi menjadi bersih kembali. Bila ulkus mencapai membrana Bowman dan
sebagian stroma, maka akan terbentuk jaringan ikat baru yang menyebabkan
sikatrik.4,5,7
Sikatrik dibagi menjadi 3 jenis menurut ketebalannya, yang tipis disebut
makula, dan dapat dilihat menggunakan slit-lamp. Sikatriks sedang disebut nebula
yang dapat dilihat dengan mata pemeriksa dibantu pencahayaan flashlight. Yang
terakhir dikenal sebagai lekoma yang terlihat dengan mata pemeriksa langsung tanpa
bantuan pencahayaan.6,7

Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis umumnya diakibatkan karena permukaan kornea yang kaya
akan serabut persarafan dan karena fungsinya sebagai media refrakta yang utama.
Lesi kornea baik yang bersifat superfisial maupun profunda dapat menyebabkan rasa
nyeri dan fotofobia. Rasa nyeri tersebut juga diperkuat dengan adanya gesekan
dengan palpebra. Ujung-ujung saraf bebas pada permukaan kornea yang tersensitisasi
oleh lesi menyebabkan perasaan mengganjal/benda asing. Sekret berair diakibatkan
suatu refleks hiperlakrimasi, dan kekeruhan kornea menyebabkan pandangan buram.
Kemerahan pada mata diakibatkan kongesti pembuluh darah saat fase inflamasi.1,3
Tanda ulkus kornea meliputi penurunan visus, konjungtiva palpebra dan
forniks yang hiperemis, injeksi mixed pada konjungtiva bulbi, didapatkan adanya
defek kornea, infiltrat maupun tes florescein yang positif. Pada Kamera Okuli

12
Anterior didapatan hipopion, sel maupun flare, pada iris didapatkan sinekia, dan pada
pupil bisa tidak didapatkan refleks cahaya. Hasil fundus refleks umumnya suram.6,7

Klasifikasi Ulkus Kornea Infeksi


Penyebab ulkus kornea infeksi adalah bakteri dan jamur.1,5,6,7
Ulkus Kornea Bakteri
Defek epitel kornea yang menggaung disertai dengan infiltrat supuratif.
Penatalaksanaan awal sangat penting untuk mencegah perluasan ulkus, dan timbulnya
komplikasi seperti perforasi, endoftalmitis dan kebutaan.1,5
Pada infeksi bakteri gram positif, ulkus awalnya berwarna putih kekuningan
dengan infiltrat berbatas tegas di bawah defek epotel dan lesi bersifat kering. Abses
kornea dapat terjadi bila ulkus tidak ditatalaksana secara tepat, menyebabkan edema
stroma dan infiltasi sel-sel leukosit. Bakteri penyebabnya Staphylococcus aureus,
Staphylococcus epidermidis, dan Streptococcus alpha-hemolythicus.6,7
Ulkus bakteri gram negatif berbatas tegas dengan lesi bersifat basah disertai
gambaran kornea melting. Paling sering disebabkan oleh Pseudomonas aeruginosa,
diawali dengan ulkus kecil di bagian sentral kornea dengan infiltrat berwarna
kekuningan diserati edema epitel dan stroma. Ulkus kecil ini dengan cepat melebar
dan mendalam serta menimbulkan perforasi kornea. Sekret yang dihasilkan kental dan
berwarna kekuningan. Pseudomonas menghasilkan enzim proteolitik yang dengan
cepat merusak kolagen kornea membentuk abses dengan pigmen sianin menjadi
kehijau-hijauan.7
Penatalaksanaan ulkus adalah dengan pemberian antibiotik awal diberikan
sesuai gambaran klinik, diawali dengan pemeriksaan awal pewarnaan pulasan gram,
efektivitas dan keamanan antibiotik. 6,7,8

Ulkus Kornea Jamur


Ulkus kornea jamur umumnya indolent dengan infiltrat abu-abu dan tepi yang tidak
rata, sering pula disertai hipopion. Ulserasi superfisial dan lesi satelit di sekitar lesi
utama. Kebanyakan jamur kornea bersifat oportunistik seperti Candida, Fusarium,
Aspergillus, Penicillium. Secara garis besar, scrapping kornea menentukan jamur
yang menyebabkan ulkus.5,6,7
Etiologi fungi ulkus kornea:
1. Jamur berfilamen

13
Jamur bersifat multiseluler dengan cabang hifa. Hifa bersepta antara lain
Fusarium, Acremonium, Aspergillus, Clodosporium, Penicillium,
Paecilomyces, Phialophora, Curvularia, dan Altenaria. Hifa tidak bersepta
meliputi Mucor, Rhizopus dan Absidia.
2. Jamur ragi (yeast)
Jamur unuseluler dengan pseudohifa dan tunas contohnya Candida,
Cryptococcus dan Rodotulora.
3. Jamur bifasik
Memiliki dua bentuk, pada jaringan hidup membentuk ragi, sedangkan pada
pembiakan membentuk miselium (pilinan). Contohnya Balstomyces,
Coccidiodes, Histoplasma, dan Sporothix.
Penyebab tersering ulkus kornea di Asia Tenggara adalah Aspergillus dan Fusarium.
Gejela yang muncul umumnya nyeri, sensasi benda asing, dengan onset
gradual dan tambahan efek mekanik kelopak mata serta respon refleks hiperlakrimasi,
fotofobia dan pandangan buram akibat mengeruhnya kornea. Kemerahan pada mata
akibat kongesti pembuluh darah.6,7
Tanda yang muncul pada ulkus kornea akibat jamur5,6
Ulkus dengan tampilan dry-looking, putih keabu-abuan, dengan
batas tidak jelas
Terdapat ekstensi feathery finger-like pada area di sekitar stromal
di bawah epitel yang intak
Dapat terlihat lesi satelit di sekitar ulkus
Dapat muncul hipopion meski ulkusnya sangat kecil dengan bentuk
kasnya pyramidal shaped
Pemeriksaan laboratorium untuk mendiagnosis ulkus korena meliputi kerokan
kornea (scrapping cornea) dan pemeriksaan mikroskop sederhana. Sebaiknya kerokan
dimulai pada dasar ulkus dan tepi ulkus tempat koloni jamur biasanya berada
menggunakan spatula Kimura.5,8
Penatalaksanaan ulkus dapat dengan pemberian antifungal topikal (eye drops)
dan sistemik, serta obat-obatan sikloplegik untuk mengistirahatkan mata agar
mempercepat proses penyembuhan. Indikasi rawat inap meliputi ancaman perforasi,
pemberian obat harus diawasi secara intensif, dan perlunya obat sistemik. Penanganan
yang tepat akan mencegah terjadinya cedera kornea yang lebih parah lagi.1,6,7

Diagnosis

14
Diagnosis ulkus kornea infeksi diawali dengan anamnesis yang baik.
Anamnesis meliputi keluhan utama pasien, onset ulkus, kronologis, kualitas,
kuantitas, faktor memperberat dan memperingan, gejala tambahan lainnya. Riwayat
trauma bahan organik, benda asing, abrasi dan riwayat menderita keratitis sebelumnya
dapat berkembang menjadi suatu ulkus kornea. Pemakaian obat-obatan kortikosteroid
menjadi predisposisi karena adanya imunosupresi. Penyakit imunosupresif seperti
AIDS, keganasan, dan diabetes melitus juga perlu ditanyakan.5,6
Pemeriksaan fisik diawali dengan inspeksi, pemeriksaan tambahan dengan
oftalmoskop maupun slit-lamp, tes air mata, respon refleks pupil, pewarnaan
florosensi, scrapping cornea dengan pengecatan, kultur hasil dan uji sensitivitas
antimikrobial juga penting untuk menentukan terapi yang tepat.5-8

Penatalaksanaan Ulkus Kornea6,7


Tujuan pengobatan adalah untuk mencegah perkembangan lanjut dari fokus infeksi,
mencegah penyebaran infeksi dan mengurangi reaksi peradangan lokal.
1. Benda asing yang merangsang harus dihilangkan. Erosi kornea diobati sebaik-
baiknya untuk mencegah pembentukan sinekia posterior.
2. Antibiotik
Secara ideal pemberiannya adalah sesuai dengan hasil kultur dan uji
sensitivitas. Pengobatan dapat bersifat empirik maupun definitif. Pengobatan
empirik adalah berdasarkan gambaran pola kuman dan kepekaan kuman
setempat. Combined therapy berarti penggunaan antibiotik spektrum luas yang
aktif baik pada bakteri gram positif maupun gram negatif. Digunakan
kombinasi aminoglikosida-gentamisin dengan cefalosporin-cefazolin.
Monotherapy yaitu dengan quinolon Mofifloxacin. Pengobatan definitif adalah
penggunaan spektrum sempit dan single terapi dengan obat lama karena
dikhawatirkan terjadi resistensi obat baru. Antibiotik yang diberikan sesuai
dengan hasil kultur dan uji sensitivitas yang didapatkan.7
3. Antijamur
Terapi antifungal disesuaikan dengan jenis jamur agen infeksinya. Jamur yang
belum diidentifikasi diberikan Amfoterisin B 1, 2, 5 mg/mL, Thiomerosal
10mg/mL dan Natamycin > 10mg/mL, golongan imidazol. Jamur berfilamen
diberikan Natamycin, Voriconazole.Yeast diberikan Amfoterisin B,

15
Voriconzaole. Actinomyces diberikan antibiotik golongan sulfa dan golongan
lain sesuai sensitivitasnya. 7
4. Siklopegik
Sikloplegik seperti sulfas atropin menyebabkan paralisis m. Siliaris dan m.
Constrictor pupil. Dengan lumpuhnya kedua otot ini, maka kemampuan
akomodasi mata dibatasi dan mata dalam keadaan istirahat. Midriasis yang
terjadi juga menyebabkan lepasnya sinekia posterior yang terbentuk dan
mencegah pembentukan sinekia yang baru. 7
5. Antiglaukoma
Pemberian obat antiglaukoma adalah untuk mengurangi tekanan bola mata.
Bila tekanan bola mata meningkat dapat terjadi risiko perforasi ulkus. 7
6. Pemberian perban diberikan pada kasus ulkus yang bersih tanpa sekret guna
mengurangi rangsangan. Pada lesi supuratif tidak dianjurkan diberikan karena
dapat menjadi media berkembang biaknya bakteri. 7
7. Tindakan bedah7
Evisclerasi
Flap conjunctiva
Penetrated keratoplasty
Periosteal graft
Amnion membrane transplantation

Komplikasi
Komplikasi dari ulkus kornea meliputi perforasi kornea, uveitis, endoftalmitis dan
kebutaan.5,6,7

C. Analisis Kasus
Laporan kasus ini, pasien dengan diagnosis OS ulkus kornea cum hipopion et causa
jamur berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
mikrobiologis.
Anamnesis didapatkan adanya riwayat mata kiri terkena cipratan lumpur di
sawah, kemudian menjadi merah. Terdapat pandangan kabur (+), mata merah (+),
terasa kemeng (+), mengeluarkan air mata (+), lodok (+). Riwayat masuknya benda
asing menjadi titik awal sebelum terjadinya infeksi yang mengakibatkan kerusakan
kornea.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan visus OS 1/300, palpebra edema minimal,
konjungtiva bulbi didapatkan mixed injection (+), kornea edema (+), flourescein test
(+), defek epitel (+) ukuran 6x6 mm, letak sentral,infiltrat (+) hampir di seluruh

16
kornea, kedalaman stromal, lesi satelit (+), batas feathery edge (+), sekret putih susu
(+), jaringan nekrotik (+). Pada kamera okuli anterior didapatkan hipopion COA.
Hasil scraping cornea tidak didapatkan adanya bakteri, dengan leukosit 5-
10/LPB dan hasil kultur didapatkan mold (+) sehingga kesan terdapat pertumbuhan
jamur pada kultur sampel ulkus. Hasil pemeriksaan penunjang menentukan diagnosis
pasti etiologi ulkus yaitu jamur. Pasien diberikan terapi antifungal topikal Natamycin
dan sistemik Ketoconazole. Untuk sikloplegik diberikan sulfas atropin dan antinyeri
diberikan ibuprofen.
Ukus kornea sendiri dapat menyebabkan terancamnya fungsi pandangan
pasien dan menyebabkan kebutaan. Tindakan pengobatan dan penatalaksanaan yang
cepat dan tepat dapat mengurangi komplikasi yang ditimbulkan.

Lampiran

Gambar 3. Foto Klinis Mata Pasien

17
Daftar Pustaka

1. Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Ausbury General Ophthalmology


17th Edition. Jakarta: ECG, 2009
2. Murillo-Lopez FH et al. Corneal Ulcer. Medscape 2015. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1195680-overview (Cited 16 Mei 15)
3. Kanski J. Clinical Ophthalmology: a systematic approach 7th Ed. Canada:
Elsevier, 2011
4. Sehu KW, Lee WR. Ophthalmic Pathology: an illustrated guide for clinicians.
London: Blackwell Publising, 2008
5. Wijaya N. Kornea dalam Ilmu Penyakit Mata Edisi 6, Jakarta: BP FKUI, 1993
6. Perdami. Ulkus kornea dalam Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter Umum dan
Mahasiswa Kedokteran Edisi 2. Jakarta: Sagung Seto, 2002
7. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: BP FKUI;2004
8. Khurana AK. Comprehensive Ophthalmology 4th Ed. New Delhi: New Age
Ints Publisher, 2007

18

Anda mungkin juga menyukai