Anda di halaman 1dari 6

Obstruksi Usus Halus : Apa saja yang harus diperhatikan1

Ana Catarina Silva, MD Madalena Pimenta, MD Lus S.


Guimares, MD

Obstruksi usus halus (small bowel obstruction/SBO) merupakan sindrom klinis


yang sering terjadi, pengobatan yang efektif tergantung pada penegakan diagnosis
yang cepat dan akurat. Meskipun ada kemajuan pada pemeriksaan dengan metode
pencitraan dan pemahaman mengenai patofisiologi usus halus, penegakan
diagnosis SBO sering terlambat atau malah salah diagnosis, sehingga morbiditas
dan mortalitas cukup signifikan. Dibutuhkan pendekatan komprehensif yang
meliputi temuan klinis, riwayat penyakit pasien, dan pemeriksaan triase seperti
foto polos abdomen dapat membantu dokter menentukan rencana perawatan
sesuai kondisi individual pasien. Jika SBO disertai tanda-tanda strangulasi, dapat
disarankan terapi pembedahan. Jika operasi tidak bisa dilakukan segera atau jika
dicurigai obstruksi parsial, maka diperlukan pemeriksaan radiologi work-up yang
lebih rinci. Teknik-teknik pencitraan yang digunakan semakin bervariasi sesuai
dengan temuan awal. Jika diduga adanya obstruksi parsial grade rendah, dapat
dilakukan pemeriksaan enteral volume-challenge seperti enteroclysis dan
computed tomografi (CT) enteroclysis. Jika dicurigai adanya obstruksi lengkap
atau obstruksi grade tinggi, studi cross-sectional seperti ultrasonografi atau CT
multidetector digunakan untuk menyingkirkan adanya strangulasi. Pendekatan
algoritmik untuk pencitraan diusulkan dalam pengelolaan SBO sehingga
mencapai diagnosis yang akurat; dapat menentukan tingkat keparahan, lokasi, dan
penyebab SBO; serta menilai adanya strangulasi. Dokter radiologi berperan
penting dalam mengambil keputusan klinis pada kasus SBO dengan memberikan
jawaban atas pertanyaan spesifik yang secara signifikan mempengaruhi
pengelolaan SBO.

Pendahuluan
Obstruksi usus halus (small bowel obstruction/SBO) merupakan kondisi klinis
yang umum terjadi secara sekunder pada obstruksi mekanik atau fungsional usus
halus, mencegah pengangkutan normal isi usus. Hal ini sering menjadi penyebab
pasien harus rawat inap di rumah sakit dan dipertimbangkan dilakukan
pembedahan, mewakili 20% prosedur pembedahan terhadap nyeri perut akut
(acute abdominal pain) (1,2).
Pemeriksaan oleh dokter radiologi pada pasien dengan SBO dan indikasi
serta waktu dilakukan intervensi bedah telah berubah selama masa dua dekade (3).
Paradigma lama dokter bedah umum ketika dihadapkan dengan kasus SBO adalah
"jangan pernah membiarkan kasus obstruksi usus berlanjut sampai matahari
terbenam atau terbit." Pendekatan ini mencerminkan keterbatasan klinis dan
radiologis pada kondisi strangulasi pra operatif (4).
Saat ini, berkat kemajuan penerapan modalitas pencitraan abdomen dalam
konteks klinis SBO, dikombinasikan dengan asumsi bahwa sebagian besar kondisi
ini dapat sembuh secara spontan dengan pengobatan non bedah, yaitu dekompresi
nasointestinal (5), pencitraan menjadi fokus utama dalam pengobatan pasien
dengan SBO. Oleh karena itu, pemeriksaan radiologi berpengaruh cukup
besar untuk membantu menentukan keputusan terapi oleh dokter bedah
dalam kasus SBO dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut (6):
Apakah usus halus terjadi obstruksi? Seberapa parah obstruksi yang terjadi,
di mana letak obstruksi, dan apa penyebabnya? Apakah ada strangulasi?
Pemeriksaan foto polos abdomen menjadi pemeriksaan awal pada pasien ini
karena cukup luas tersedia dan biaya yang relatif rendah. Namun, pemeriksaan
radiologi diagnostik hanya bisa menemukan 50%-60% kasus dan memiliki
kepekaan yang tinggi hanya untuk obstruksi grade tinggi. Namun demikian, hasil
modalitas radiologi ini sebagai dasar untuk triase pada pencitraan work-up lebih
lanjut dan membantu menentukan terapi (7-9).
Sonografi tidak umum digunakan untuk evaluasi SBO terutama karena
sebagian besar waktu ketika lengkung usus diisi gas, pemeriksaan sonogram
nondiagnostik, dan karena perlengketan (penyebab utama SBO mekanik) tidak
terdeteksi dengan teknik ini (10). Namun, ketika segmen usus yang obstruksi
melebar dan diisi cairan, tidak hanya bisa menentukan tingkat obstruksi namun
juga bisa mengetahui penyebab obstruksi yang ditunjukan dengan cara usus diisi
dengan cairan sebagai jendela sonik (3,10).
Studi menggunakan bahan kontras-enhanced, terutama pemeriksaan enteral
volume-challenge seperti enteroclysis, awalnya digunakan sebagai penelitian
definitif pada pasien dengan ketidakpastian klinis diagnosis SBO, karena
penelitian tersebut menunjukkan adanya obstruksi dalam 100% kasus, tingkat
obstruksi (proksimal vs distal) dalam 89% kasus, dan penyebab obstruksi pada
86% pasien yang dilakukan prosedur pembedahan (11). Saat ini, teknik
enteroclysis dan computed tomografi (CT) enteroclysis digunakan terutama pada
pasien dengan gejala klinis yang dicurigai mengarah ke diagnosis SBO grade
rendah karena kemampuan teknik ini menantang distensibilitas dinding usus dan
memperbesar efek obstruksi ringan atau subklinis (12,13). Namun, CT
enteroclysis juga bisa digunakan untuk obstruksi grade tinggi jika masih
ditemukan masalah yang relevan pada pengelolaan, yang tidak terjawab dengan
pemeriksaan CT konvensional.
Standard CT muncul dua dekade lalu sebagai modalitas pencitraan yang
diunggulkan untuk evaluasi SBO pra operasi, dengan sensitivitas 90%-96%,
spesifisitas 96%, dan akurasi 95%. Namun, hasil ini hanya berlaku untuk sebagian
besar kasus obstruksi grade tinggi. Sedangkan pada obstruksi grade rendah,
standard CT menjadi "blind spot" relatif. Scanner multidetector CT baru memiliki
kemampuan reformasi multiplanar yang lebih efektif secara signifikan dalam
evaluasi SBO dan adanya kerusakan jaringan patologis yang berkorelasi dengan
obstruksi. Oleh karena itu, CT memiliki kemampuan sebagai demonstrasi
awal strangulasi, CT kini dianggap sebagai modalitas terbaik untuk
menentukan pasien mana yang akan mendapat manfaat dengan manajemen
konservatif dan dilakukan follow-up ketat serta pasien mana yang akan
mendapat manfaat jika segera dilakukan intervensi bedah (14-19).
Pada artikel ini, kami mengusulkan sebuah algoritma dan skema pendekatan
untuk pencitraan work-up dan evaluasi pasien SBO, berdasarkan tinjauan literatur
dan pendekatan untuk entitas saat ini. Kami juga menjelaskan dan
menggambarkan "Apa yang harus dicari" dalam temuan pencitraan pada beberapa
modalitas berbeda yang digunakan untuk mendiagnosa SBO dan
mengkarakterisasi keparahan, lokasi, penyebab, dan komplikasi sederhana sampai
rumit.

Pencitraan Work-up : Pendekatan algoritmik


Dilema yang dihadapi dokter bedah dan dokter radiologi ketika berhadapan
dengan kemungkinan SBO berdasarkan gejala dan tanda-tanda pasien bukan
karena pemilihan satu teknik pencitraan dibandingkan yang lain, namun
menentukan pemeriksaan yang pertama kali digunakan untuk mengkonfirmasi
SBO dan membantu menentukan pendekatan terapi yang terbaik. Pendekatan
skematis ditunjukkan pada Gambar 1. Ketika seorang pasien menunjukkan
kegawatdaruratan dengan adanya nyeri abdomen kram, distensi abdomen, mual,
dan muntah, salah satu hipotesis diagnostik pertama adalah SBO.

Gambar 1. Algoritma untuk pencitraan work-up pada pasien yang dicurigai SBO.
MDCT = Multidetector CT

Radiografi abdomen konvensional merupakan pilihan pemeriksaan radio-


logis awal (7). Hasil teknik ini bersifat diagnostik pada 50%-60% kasus; ragu-
ragu pada kurang lebih 20%-30% kasus; dan normal, nonspesifik, atau salah
diagnosis pada 10%-20% kasus (6). Jika temuan foto polos tidak diragukan lagi
merupakan pola SBO dan dicurigai SBO parsial grade tinggi atau SBO lengkap,
harus segera dilakukan evaluasi pembedahan (3,6,7).
Namun, jika operasi tidak dapat direncanakan dalam waktu dekat atau
dipertimbangkan pilihan pengobatan lain, harus diprioritaskan penilaian tingkat
keparahan dan penyebab obstruksi menggunakan studi cross-sectional. CT dan
CT multidetector lebih disukai sebagai modalitas pencitraan tambahan, karena CT
dan CT multidetector memiliki sensitivitas 82%-100% terhadap SBO grade tinggi
dan SBO lengkap terhadap prosedur bedah konservatif. Jika CT tidak tersedia,
dapat diganti dengan pemeruksaan sonografi (3,10).
Sebaliknya, jika temuan radiografi awal diinterpretasikan sebagai normal,
samar-samar, atau sugestif pada SBO parsial grade rendah, pemeriksaan yang
menantang distensibilitas usus halus dapat dianjurkan pemeriksaan seperti studi
usus halus follow-through, enteroclysis, atau CT enteroclysis, karena studi ini
biasanya membesar-besarkan efek obstruksi ringan (7,12-14,19). Namun, kami
menekankan bahwa obstruksi usus merupakan proses yang dinamis dan selalu
berubah. Bisa cepat berkembang menjadi suatu kondisi bencana dengan iskemia
atau sembuh dengan sendirinya. Oleh karena itu, pada kasus di mana prosedur
bedah tidak langsung dilakukan atau dianjurkan, perlu mempertahankan
komunikasi antara dokter bedah dan dokter radiologi untuk menjamin pencitraan
dan follow-up klinis yang tepat (20).

Temuan di Foto Polos Abdomen


Meskipun radiografi abdomen memiliki akurasi diagnostik dan spesifisitas yang
rendah, jika ditemukan pola SBO tegas dalam konteks klinis yang tepat maka
radiografi abdomen memiliki nilai signifikan tinggi dan sangat berkontribusi
sebagai diagnostik awal dan pengambilan keputusan terapeutik.
Tanda-tanda radiografi kunci yang memungkinkan perbedaan antara SBO
grade tinggi dan obstruksi grade rendah adalah adanya distensi usus halus,
dengan lengkungan usus dilatasi maksimal rata-rata 36 mm dan lebih dari 50%
kaliber lengkungan usus terbesar sebesar 2,5 kali peningkatan jumlah pelebaran
lengkungan di abdomen dibandingkan dengan jumlah normal. Temuan lain yang
paling signifikan dan memiliki prediksi SBO grade tinggi, menurut pengalaman
dokter radiologi gastrointestinal (7), adanya lebih dari dua tingkat udara-cairan,
tingkat udara-cairan yang lebih luas dari 2,5 cm, dan tingkat udara-cairan yang
berbeda lebih dari 2 cm satu sama lain dalam lengkungan usus halus yang sama
(Gambar 2) (7,9).

Gambar 2. SBO grade tinggi. Foto poles abdomen menunjukkan tingkat multiple
air-fluid (panah), luas lebih dari 2,5 cm. Sebagai tambahan, ada perbedaan tinggi
vertical lebih dari 2 cm antara tingkat udara-udara pada lengkungan usus yang
sama (daerah yang dilingkari). Ada pelebaran diameter usus halus lebih dari 2,5
cm dan rasio diameter kolon-usus halus lebih besar dari 0,5.

Anda mungkin juga menyukai