Pendahuluan
Obstruksi usus halus (small bowel obstruction/SBO) merupakan kondisi klinis
yang umum terjadi secara sekunder pada obstruksi mekanik atau fungsional usus
halus, mencegah pengangkutan normal isi usus. Hal ini sering menjadi penyebab
pasien harus rawat inap di rumah sakit dan dipertimbangkan dilakukan
pembedahan, mewakili 20% prosedur pembedahan terhadap nyeri perut akut
(acute abdominal pain) (1,2).
Pemeriksaan oleh dokter radiologi pada pasien dengan SBO dan indikasi
serta waktu dilakukan intervensi bedah telah berubah selama masa dua dekade (3).
Paradigma lama dokter bedah umum ketika dihadapkan dengan kasus SBO adalah
"jangan pernah membiarkan kasus obstruksi usus berlanjut sampai matahari
terbenam atau terbit." Pendekatan ini mencerminkan keterbatasan klinis dan
radiologis pada kondisi strangulasi pra operatif (4).
Saat ini, berkat kemajuan penerapan modalitas pencitraan abdomen dalam
konteks klinis SBO, dikombinasikan dengan asumsi bahwa sebagian besar kondisi
ini dapat sembuh secara spontan dengan pengobatan non bedah, yaitu dekompresi
nasointestinal (5), pencitraan menjadi fokus utama dalam pengobatan pasien
dengan SBO. Oleh karena itu, pemeriksaan radiologi berpengaruh cukup
besar untuk membantu menentukan keputusan terapi oleh dokter bedah
dalam kasus SBO dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut (6):
Apakah usus halus terjadi obstruksi? Seberapa parah obstruksi yang terjadi,
di mana letak obstruksi, dan apa penyebabnya? Apakah ada strangulasi?
Pemeriksaan foto polos abdomen menjadi pemeriksaan awal pada pasien ini
karena cukup luas tersedia dan biaya yang relatif rendah. Namun, pemeriksaan
radiologi diagnostik hanya bisa menemukan 50%-60% kasus dan memiliki
kepekaan yang tinggi hanya untuk obstruksi grade tinggi. Namun demikian, hasil
modalitas radiologi ini sebagai dasar untuk triase pada pencitraan work-up lebih
lanjut dan membantu menentukan terapi (7-9).
Sonografi tidak umum digunakan untuk evaluasi SBO terutama karena
sebagian besar waktu ketika lengkung usus diisi gas, pemeriksaan sonogram
nondiagnostik, dan karena perlengketan (penyebab utama SBO mekanik) tidak
terdeteksi dengan teknik ini (10). Namun, ketika segmen usus yang obstruksi
melebar dan diisi cairan, tidak hanya bisa menentukan tingkat obstruksi namun
juga bisa mengetahui penyebab obstruksi yang ditunjukan dengan cara usus diisi
dengan cairan sebagai jendela sonik (3,10).
Studi menggunakan bahan kontras-enhanced, terutama pemeriksaan enteral
volume-challenge seperti enteroclysis, awalnya digunakan sebagai penelitian
definitif pada pasien dengan ketidakpastian klinis diagnosis SBO, karena
penelitian tersebut menunjukkan adanya obstruksi dalam 100% kasus, tingkat
obstruksi (proksimal vs distal) dalam 89% kasus, dan penyebab obstruksi pada
86% pasien yang dilakukan prosedur pembedahan (11). Saat ini, teknik
enteroclysis dan computed tomografi (CT) enteroclysis digunakan terutama pada
pasien dengan gejala klinis yang dicurigai mengarah ke diagnosis SBO grade
rendah karena kemampuan teknik ini menantang distensibilitas dinding usus dan
memperbesar efek obstruksi ringan atau subklinis (12,13). Namun, CT
enteroclysis juga bisa digunakan untuk obstruksi grade tinggi jika masih
ditemukan masalah yang relevan pada pengelolaan, yang tidak terjawab dengan
pemeriksaan CT konvensional.
Standard CT muncul dua dekade lalu sebagai modalitas pencitraan yang
diunggulkan untuk evaluasi SBO pra operasi, dengan sensitivitas 90%-96%,
spesifisitas 96%, dan akurasi 95%. Namun, hasil ini hanya berlaku untuk sebagian
besar kasus obstruksi grade tinggi. Sedangkan pada obstruksi grade rendah,
standard CT menjadi "blind spot" relatif. Scanner multidetector CT baru memiliki
kemampuan reformasi multiplanar yang lebih efektif secara signifikan dalam
evaluasi SBO dan adanya kerusakan jaringan patologis yang berkorelasi dengan
obstruksi. Oleh karena itu, CT memiliki kemampuan sebagai demonstrasi
awal strangulasi, CT kini dianggap sebagai modalitas terbaik untuk
menentukan pasien mana yang akan mendapat manfaat dengan manajemen
konservatif dan dilakukan follow-up ketat serta pasien mana yang akan
mendapat manfaat jika segera dilakukan intervensi bedah (14-19).
Pada artikel ini, kami mengusulkan sebuah algoritma dan skema pendekatan
untuk pencitraan work-up dan evaluasi pasien SBO, berdasarkan tinjauan literatur
dan pendekatan untuk entitas saat ini. Kami juga menjelaskan dan
menggambarkan "Apa yang harus dicari" dalam temuan pencitraan pada beberapa
modalitas berbeda yang digunakan untuk mendiagnosa SBO dan
mengkarakterisasi keparahan, lokasi, penyebab, dan komplikasi sederhana sampai
rumit.
Gambar 1. Algoritma untuk pencitraan work-up pada pasien yang dicurigai SBO.
MDCT = Multidetector CT
Gambar 2. SBO grade tinggi. Foto poles abdomen menunjukkan tingkat multiple
air-fluid (panah), luas lebih dari 2,5 cm. Sebagai tambahan, ada perbedaan tinggi
vertical lebih dari 2 cm antara tingkat udara-udara pada lengkungan usus yang
sama (daerah yang dilingkari). Ada pelebaran diameter usus halus lebih dari 2,5
cm dan rasio diameter kolon-usus halus lebih besar dari 0,5.