OLEH:
Intan Karmila
H1A 016042
PEMBIMBING:
dr. Gede Suparta, Sp.M
Ambliopia secara klinis didefinisikan sebagai reduksi ketajaman visual pada salah satu atau
kedua mata, dikarenakan abnormalitas interaksi binokular pada periode kritis perkembangan
visual. Pasien ambliopia tidak dapat mencapai ketajaman penglihatan normal (6/6) walaupun
sudah dikoreksi kelainan refraksinya.1,2,3
Ambliopia dapat tanpa kelainan organik dan dapat pula dengan kelainan organik yang tidak
sebanding dengan visus yang ada. Berdasarkan kausanya, ambliopia dibedakan menjadi:
ambliopia strabismik, ambliopia refraktif, dan ambliopia deprivasi.1,2,3
Salah satu penyebab ambliopia adalah kelainan refraksi (ambliopia refraktif), yaitu
ambliopia yang terjadi pada mata dengan kelainan refraksi dalam yang tidak dikoreksi (ambliopia
ametropik) atau terdapat perbedaan refraksi yang signifikan antara kedua mata (ambliopia
anisometropik).1,2,3 Astigmatisma tinggi (>3 D) pada kedua mata dapat menyebabkan ambliopia
ametropik sedangkan perbedaan refraksi astigmatisma >1,5 D pada kedua mata menyebabkan
ambliopia anisometropik.4
Insidensi ambliopia yang mencapai 3-6% pada anak-anak menempatkan ambliopia sebagai
posisi kedua penyebab penurunan ketajaman visual (setelah kelainan refraksi) pada anak-anak dan
dewasa muda.5 Apabila tidak ditangani sejak dini, ambliopia dapat bersifat permanen dan
mengganggu kualitas hidup penderitanya.5
BAB II
LAPORAN KASUS
1. Identitas Pasien
Nama : Nona F
Umur : 18 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Pelajar
Pendidikan terakhir : SMA
Agama : Islam
Suku : Sasak
Alamat : Dusun Terong Tawah Barat, Kecamatan Labuapi, Lombok Barat
Tanggal Pemeriksaan : Rabu, 22 Juli 2020
No. RM : 144784
2. Anamnesis
a. Keluhan Utama:
Mata kanan sering sakit, berdenyut, dan berair sejak ± 1 minggu yang lalu.
b. Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke poliklinik mata RSUD Provinsi NTB dengan keluhan mata kanan sering
nyeri, berdenyut, dan berair yang hilang timbul sejak ± 1 minggu yang lalu. Pasien juga
seringkali merasa nyeri kepala sebelah kanan. Selain itu, pasien mengeluh pandangan
kabur saat melihat jauh yang telah dirasakan sejak kecil, dan semakin lama semakin
memburuk. Keluhan nyeri pada mata pasien memberat ketika pasien terlalu lama menatap
layar handphone, laptop, atau televisi. Sementara itu, pasien mengaku keluhan membaik
dengan tidur.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya.
Riwayat tekanan darah tinggi, dan kencing manis disangkal oleh pasien.
Riwayat rawat inap dan operasi tidak ada.
Pasien telah memakai kacamata dengan lensa minus di kedua mata selama ± 6
tahun.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan tidak ada keluhan serupa pada keluarga. Selain itu, keluarga pasien
tidak ada yang memiliki riwayat penyakit mata atau menggunakan kacamata. Riwayat
tekanan darah tinggi, kencing manis, asma dan penyakit lainnya seperti penyakit paru,
jantung, hati, ginjal pada keluarga disangkal oleh pasien.
e. Riwayat Alergi
Pasien menyangkal memiliki riwayat alergi obat, makanan, debu, dan suhu.
f. Riwayat Pengobatan
Pada tanggal 20 Juli 2020, pasien telah memeriksa mata ke Rumah Sakit Universitas
Mataram (RS Unram) dan diduga mengalami peningkatan tekanan bola mata sehingga
kemudian dirujuk ke RSUD Provinsi NTB. Adapun sebelum itu, terakhir kali pasien
memeriksa mata nya 6 tahun lalu.
g. Riwayat Sosial
Intensitas pasien menatap layar laptop ataupun telepon genggam sangat sering, mencapai
>5 jam/hari. Selama memakai telepon genggam ataupun laptop, pasien jarang
mengistirahatkan mata nya. Pasien tidak pernah menggunakan lensa kontak, ataupun
mengonsumsi rokok dan alkohol.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran/GCS : Compos mentis / E4V5M6
Berat badan : 48 kg
Tinggi badan : 158 cm
Pemeriksaan Tanda Vital
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 88 kali/menit
Frekuensi Napas : 18 kali/menit
Suhu : 36,5o C
b. Status Ophtalmologis
Pemeriksaan OD OS
Visus
Naturalis 4/60 6/60
Pinhole 6/60 6/30
Koreksi 6/30 6/12
kacamata lama
pasien
Koreksi terbaik Lensa S -4.50 C -3.50 X 10⁰ Lensa S -2.50 C-4.00 X 168⁰
Visus 6/12 Visus 6/9
Visus Binokuler 6/9, pasien tidak merasa pusing
Lapang Pandang
Hitung Hitung
Jari + Jari +
Kedudukan Bola
Mata
1. Tes Hirschberg Ortoforia Ortoforia
2. Tes Cover-Uncover Ortotropia Ortotropia
Gerak Bola Mata Dapat bergerak maksimal ke Dapat bergerak maksimal ke
segala arah, nyeri saat segala arah, nyeri saat
digerakkan (-) digerakkan (-)
Palpebra Superior
1. Edema (-) (-)
2. Hiperemi (-) (-)
3. Massa (-) (-)
4. Sikatriks (-) (-)
5. Entropion (-) (-)
6. Ektropion (-) (-)
7. Ptosis (-) (-)
8. Pseudoptosis (-) (-)
9. Lagophtalmos (-) (-)
10. Lid lag (-) (-)
11. Bulu mata Bersih Bersih
Palpebra Inferior
1. Edema (-) (-)
2. Hiperemi (-) (-)
3. Massa (-) (-)
4. Sikatriks (-) (-)
5. Entropion (-) (-)
6. Ektropion (-) (-)
7. Bulu mata Bersih Bersih
Konjungtiva Palpebra
1. Superior
Hiperemi (-) (-)
Folikel (-) (-)
Sikatriks (-) (-)
2. Inferior
Hiperemi (-) (-)
Folikel (-) (-)
Sikatriks (-) (-)
Konjungtiva Bulbi
Hiperemis (-) (-)
Massa (-) (-)
Penebalan (-) (-)
Kornea
1. Permukaan Cembung, kesan rata Cembung, kesan rata
2. Kejernihan Jernih Jernih
COA
1. Kedalaman Kesan normal Kesan normal
2. Hifema (-) (-)
3. Hipopion (-) (-)
Iris
1. Bentuk Normal Normal
2. Warna Cokelat Cokelat
3. Sinekia (-) (-)
4. Edema (-) (-)
Pupil
1. Bentuk Bulat, reguler Bulat, reguler
2. Diameter + 3 mm + 3 mm
3. Refleks Langsung/ (+) (+)
Tak Langsung (+) (+)
Lensa
Kejernihan Jernih Jernih
TIO
Palpasi Kesan normal Kesan normal
Subjective
a. Mata kanan sering nyeri, berdenyut, dan berair yang hilang timbul sejak ± 1 minggu yang
lalu. Pasien juga seringkali merasa nyeri kepala sebelah kanan.
b. Pasien mengeluh pandangan kabur saat melihat jauh yang telah dirasakan sejak kecil, dan
semakin lama semakin memburuk.
c. Pasien telah memakai kacamata dengan lensa minus di kedua mata selama ± 6 tahun.
d. Intensitas pasien menatap layar laptop ataupun telepon genggam sangat sering, mencapai
>5 jam/hari. Selama memakai telepon genggam ataupun laptop, pasien jarang
mengistirahatkan mata nya.
Objective
Visus OD OS
Naturalis 4/60 6/60
Pinhole 6/60 6/30
Koreksi 6/30 6/12
kacamata lama
pasien
Koreksi terbaik Lensa S -4.50 C -3.50 X 10⁰ Lensa S -2.50 C-4.00 X 168⁰
Visus 6/12 Visus 6/9
Visus binokuler 6/9, pasien tidak merasa pusing
Assessment
Ambliopia deprivasi
Apabila terdapat hambatan di manapun di sepanjang sumbu
penglihatan (kekeruhan media refraksi), terjadi deprivasi/kekurangan
stimulus sehingga menyebabkan terjadinya penuruan pembentukan
bayangan yang akhirnya menimbulkan ambliopia.
Diagnosis ambliopia dapat ditegakkan jika terdapat penurunan tajam penglihatan yang tidak
dapat dikoreksi secara maksimal menggunakan kacamata1.
b. Planning Terapi
Planning Pertimbangan & Dasar Teori
Terapi
Kacamata Pengobatan ambliopia harus dimulai, bila mungkin, dengan
menyingkirkan atau memodifikasi faktor ambliopiagenik, dalam kasus
pasien ini adalah kelainan refraksi astigmatisma. Kacamata merupakan
pilihan pertama untuk koreksi astigmatisma.1,2
Pada kasus astigmatisma tinggi, lensa kontak dapat memberikan koreksi
penglihatan yang lebih baik dibandingkan kacamata. Lensa kontak juga
memberikan penglihatan yang lebih tajam dan lapang pandangan lebih
luas. Opsi lain untuk tatalaksana astigmatisma adalah tindakan bedah
refraktif yaitu LASIK (laser in situ keratomileusis) atau photorefractive
Keratectomy (PRK).1
Upaya penanganan ambliopia lainyya adalah dengan
mendayagunaka/merangsang pemakaian mata yang bermasalah dengan
cara membatasi penggunaan mata yang normal/dominan (cara oklusi).1,2
Prognosis
Keterangan
Prognosis Dubia ad malam Bila ambliopia tidak diobati sampai anak berusia
penyembuhan 6-9 tahun, defek visual mungkin tidak dapat
(ad sanationam) membaik.2
Prognosis penglihatan Dubia ad bonam Fungsi penglihatan dapat dioptimalkan dengan
(ad functionam) kacamata.1,2
Prognosis nyawa Bonam Ambliopia tidak mengancam nyawa
(ad vitam)
BAB IV
KESIMPULAN
Ambliopia adalah suatu keadaan mata dimana tajam penglihatan tidak mencapai optimal
sesuai usia dan intelegensinya walaupun sudah dikoreksi kelainan refraksinya. Salah satu
penyebab ambliopia adalah kelainan refraksi (ambliopia refraktif), yaitu ambliopia yang terjadi
pada mata dengan kelainan refraksi dalam yang tidak dikoreksi (ambliopia ametropik) atau
terdapat perbedaan refraksi yang signifikan antara kedua mata (ambliopia
anisometropik).Astigmatisma tinggi (>3 D) pada kedua mata dapat menyebabkan ambliopia
ametropik sedangkan perbedaan refraksi astigmatisma >1,5 D pada kedua mata menyebabkan
ambliopia anisometropik. Pengobatan ambliopia harus dimulai, bila mungkin, dengan
menyingkirkan atau memodifikasi faktor ambliopiagenik, dalam kasus pasien ini adalah kelainan
refraksi astigmatisma. Kacamata merupakan pilihan pertama untuk koreksi astigmatisma.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sitorus, R. S., Sitompul, R., Widyawati, S., & Bani, A. P. (2017). Buku Ajar Oftalmologi.
Jakarta: Badan Penerbit FKUI.
2. Ilyas, S., & Yulianti, S. R. (2018). Ilmu penyakit mata. Edisi 5.
3. Wallace, D. K., Repka, M. X., Lee, K. A., Melia, M., Christiansen, S. P., Morse, C. L., &
Sprunger, D. T. (2018). Amblyopia Preferred Practice Pattern®. Ophthalmology, 125(1),
P105.
4. Petroysan, T. (2016). Amblyopia: the Pathophysiology behind it and its Treatment. Am
Optom Assoc, 2.
5. Webber, A. L. (2018). The functional impact of amblyopia. Clinical and Experimental
Optometry, 101(4), 443-450.
6. Núñez, M. X., Henriquez, M. A., Escaf, L. J., Ventura, B. V., Srur, M., Newball, L., ... &
Centurion, V. A. (2019). Consensus on the management of astigmatism in cataract surgery.
Clinical Ophthalmology (Auckland, NZ), 13, 311.