Anda di halaman 1dari 15

CASE PRESENTATION II

OS Ulkus Kornea

Oleh :
Feny Cahyani
H1A 015 023

Pembimbing:
Dr. Marie Yuni Andari, Sp.M

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN MATA
RSUD PATUT PATUH PATJU KAB. LOMBOK BARAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
2019
BAB I

PENDAHULUAN

Pterigium berasal dari bahasa Yunani, yaitu pterygos yang berarti sayap,
sesuai dengan gambaran pterigium yang berbentuk atau menyerupai sayap. 1 Pterigium
adalah pertumbuhan fibrovaskuler nonmaligna konjungtiva yang biasanya mencapai
kornea berbentuk segitiga; terdiri dari degenerasi fibroelastis dengan proliferasi
fibrotik yang dominan. Faktor risikonya antara lain: genetik, pajanan sinar matahari,
pajanan sinar UV, dan usia dewasa. Prevalensi pterigium di dunia adalah sebesar
10,2%, tertinggi di daerah dataran rendah. Di Indonesia, prevalensi pterigium adalah
sebesar 10% pada tahun 2002. Peningkatan kejadian pterigium tercatat di daerah
tropis dan di zona khatulistiwa antara 30° lintang Utara dan Selatan. Pterigium lebih
sering ditemukan di daerah panas dengan iklim kering; prevalensinya dapat mencapai
22% di daerah ekuator.2

Prevalensi pterigium di Indonesia dari Riset Kesehatan Dasar 2010 tdengan


semua responden ≥5 tahun. Prevalensi pada kedua mata ditemui 3,2% sedangkan
pterigium pada salah satu mata 1,9%. Prevalensi pterigium pada kedua mata tertinggi
di Provinsi Sumatera Barat (9,4%), terendah di Provinsi DKI Jakarta (0,4%).
Prevalensi pterigium pada salah salah satu mata tertinggi di Provinsi Nusa Tenggara
barat (4,1%), terendah di Provinsi DKI Jakarta (0,2%).3

Prevalensi pterigium pada dua mata maupun satu mata terendah dijumpai pada
kelompok umur 5–9 tahun (0,03%) sedangkan prevalensi tertinggi ditemui pada
kelompok umur ≥ 70 tahun (15,9%). Pterigium dua mata dan pterigium satu mata
berdasar gender hampir sama prevalensinya, sedang menurut pekerjaan tertinggi pada
petani (6,1%); lebih tinggi dipedesaan baik dua mata (3,7%) maupun satu mata(2,2%)
dibanding perkotaan. Pterigium merupakan suatu masalah kesehatan masyarakat di

1
daerah pedesaan terutama pada petani dan nelayan yang sering terpapar sinar
matahari. Masalah kesehatan mata ini akan semakin meningkat pada masyarakat yang
tinggal di daerah khatulistiwa.3

2
BAB II

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. HH
Umur : 01-07-1982
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Dusun Sinah
Agama : Islam
Pekerjaan : Buruh
Tanggal pemeriksaan : 1 Oktober 2019

II. SUBYEKTIF
a. Keluhan Utama
Mata kiri tidak dapat melihat
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh mata kiri tidak dapat melihat sejak ± 3 minggu yang
lalu. Pada mata kiri pasien terkena benda asing ± 1 bulan yang lalu saat
bekerja sebagai buruh kelapa sawit di Malaysia, kemudian pasien ke IGD
Rumah Sakit di Malaysia dan telah dirawat 1 minggu. Kondisi pasien di
RS Malaysia dikatakan bahwa mata kiri pasien bocor dan telah di tambal,
selain itu pasien mendapat obat antibiotik, anti nyeri dan obat tetes mata.
Setelah 1 minggu dirawat di RS Malaysia, pasien pulang ke Indonesia
(Praya) yang dimana 1 hari kemudian dibawa ke RSUD Praya di poli mata
dengan keluhan mata buram yang kemudia diberikan obat tetes mata. Saat
pasien di rumah, pasien mengatakan sering mencuci mata dengan cara
direndam dan pasien juga mengatakan pergi ke orang pintar (dukun) untuk
mengobati mata pasien dikarenakan pandangan pasien semakin
memburuk. Seminggu setelah itu, pasien datang ke poli mata RSUD Prov

3
NTB dengan keluhan mata kiri tidak dapat melihat dan muncul warna
putih kekuningan pada mata selain itu pasien juga mengeluh mata kiri
nyeri terutama saat berkedip, mata merah, berair, silau saat ini pasien
hanya bias lihat bayangan
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien menyangkal riwayat sistemik seperti hipertensi dan diabetes
melitus.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarganya yang mengalami hal serupa dengan pasien.
e. Riwayat Alergi
Pasien menyangkal riwayat alergi obat.
f. Riwayat Pengobatan
Telah mendapatkan obat antibiotik, anti nyeri dan obat tetes
g. Riwayat Sosial
Pasien mengatakan bahwa pekerjaanya adalah buruh di perkebunan kelapa
sawit.

III. PEMERIKSAAN FISIK


a. Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Tanda vital :
- Tekanan darah : 120/80 mmHg
- Frekuensi napas : 17x/menit
- Frekuensi nadi : 87x/menit

4
b. Status Ophthalmologis
No Pemeriksaan OD OS
1. Visus
- Sc 6/6 1/300

2. Posisi Bola Mata Orthotropia Sulit dievaluasi


3. Pergerakan Bola Mata

Baik ke segala Baik ke segala


arah arah

4 Lapang pandang + -
+ + - -
+ -
5. Palpebra Edema (-) (-)
Superior Hiperemi (-) (-)
Entropion (-) (-)
Ektropion (-) (-)

6. Palpebra Edema (-) (-)


Inferior Hiperemi (-) (-)
Entropion (-) (-)
Ektropion (-) (-)
7. Konjungtiva Hiperemi (-) (-)
Palpebra
Superior Cobble stone (-) (-)
Sikatrik (-) (-)
Benda Asing (-) (-)

5
8. Konjungtiva Hiperemi (-) (-)
Palbebra Cobble stone (-) (-)
Inferior Sikatrik (-) (-)
Benda Asing (-) (-)

9. Konjungtiva Injeksi (-) (-)


Konjungtiva
Bulbi
dan Siliar
Pendarahan (-) (-)
Massa (-) (-)
hiperemis (-) (+)
10. Kornea Bentuk Cembung Sulit dievaluasi
Kejernihan Jernih Sulit dievaluasi
Permukaan Kesan Licin Sulit dievaluasi
Pus (-) (+)
Benda Asing (-) (-)

11. Bilik Mata Kedalaman Kesan dalam Sulit dievaluasi


Depan Hifema (-) Sulit dievaluasi
Hipopion (-) Sulit dievaluasi
12. Iris Warna Coklat Sulit dievaluasi
Bentuk Regular Sulit dievaluasi
Nodul Iris (-) Sulit dievaluasi
Sinekia (-) Sulit dievaluasi
Posterior
13. Pupil Bentuk Bulat, regular Sulit dievaluasi
RCL (+) Sulit dievaluasi
14. Lensa Kejernihan Keruh Sulit dievaluasi
15. TIO Palpasi N+ N+

16. Funduskopi Reflex (+) (-)

6
Fundus

c. Foto Pasien

7
Gambar 1: Mata Kanan Pasien

Gambar 2. Mata Kiri Pasien

BAB III

IDENTIFIKASI MASALAH DAN ANALISA KASUS

8
a. Identifikasi Masalah
Berdasarkan data medis pasien di atas, didapatkan beberapa permasalahan.
Adapun permasalahan medis yang terdapat pada pasien adalah sebagai berikut.
SUBJECTIVE
a. Keluhan mata kanan terasa mengganjal disertai kabur, nyeri, merah dan
berair sejak 2 bulan yang lalu
b. Keluhan penglihatan buram atau kabur pada mata kanan dirasakan
semakin memberat
c. Riwayat sosial pasien sebagai buruh bangunan sejak 23 tahun yang lalu
membuat mata pasien terpapar sinar matahari dalam waktu yang lama
setiap hari.

OBJECTIVE
Pemeriksaan status lokalis pada mata kanan didapatkan :
 Visus natural ODS: 6/7,5
 Pada inspeksi konjungtiva bulbi didapatkan jaringan fibrovaskuler
 Pada inspeksi lensa didapatkan lensa keruh
b. Analisa Kasus
 Mata kanan terasa mengganjal, merah, nyeri dna berair
Keluhan mata merah, berair dan nyeri serta rasa mengganjal kadang-
kadang dirasakan pasien sejak kurang lebih 2 bulan yang lalu. Nyeri yang
dirasaskan pasien memiliki derajat nyeri yang tidak berat. Dari hasil
anamnesis, pemeriksaan fisik dan riwayat sosial tersebut maka mata merah,
berair, nyeri dan rasa mengganjal pada pasien mengarah pada pterigium.
Pterigium adalah pertumbuhan fibrovaskuler nonmaligna konjungtiva
yang biasanya mencapai kornea berbentuk segitiga; terdiri dari degenerasi
fibroelastis dengan proliferasi fibrotik yang dominan.2 Manifestasi klinis pada
pasien antara lain mata merah berulang yang disertai rasa iritasi pada
permukaan mata seperti rasa mengganjal, berpasir dan perih. Pengelihatan

9
biasanya tidak menurun, kecuali pada pterigium yang sudah menutupi
sebagian besar pupil. Pada pemeriksaan oftalmologik dapat ditemukan
jaringan berwarna merah muda berbentuk segitiga yang tumbuh dengan dasar
dilimbus serta puncah di kornea. Jaringan pterigium sering ditemukan
didaerah fisura interpalpebral terutama dibagian nasal. Klasifikasi klinis
menurut Youngson membagi pterigium menjadi 4 derajat yaitu: (1) grade 1,
kurang dari 1,5 mm; (2) grade 2, kurang dari setengah radius; (3) grade 3,
lebih dari setengah radius; (4) grade 4, hamper ke pusat dari kornea. 1

 Penglihatan Kabur perlahan sejak 2 bulan yang lalu


Keluhan penglihatan kabur bisa terjadi karena terdapat masalah pada
kejernihan media refrakta, masalah pada fokus bayangan yang tidak jatuh
tepat di retina, masalah pada jaras nervus optikus, atau masalah pada sistem
saraf pusat. Pada pasien ini, berdasarkan anamnesis diketahui bahwa keluhan
dirasakan timbul secara perlahan sejak 2 bulan yang lalu. Pasien menyangkal
riwayat trauma pada mata dan riwayat penyakit sistemik seperti diabetes
melitus. Kemudian dari riwayat sosial, diketahui bahwa pasien berusia 47
tahun, tidak merokok, dan bekerja sebagai buruh bangunan sejak usia 24
tahun yang membuat pasien terpajan sinar matahari setiap hari. Dari
pemeriksaan visus mata kanan dan kiri didapatkan 6/7,5 dengan lensa yang
terlihat keruh/berwarna putih pada pemeriksaan media refraksi. Dari hasil
anamnesis, pemeriksaan fisik dan riwayat sosial tersebut maka keluhan
penglihatan kabur dialami pasien menjurus pada penyakit katarak senilis. 4,5
Pada katarak senilis terdapat klasifikasi berdasarkan stadium
perkembangannya, yaitu insipien, imatur, matur, dan hipermatur. Pada katarak
insipien dan imatur terdapat kekeruhan lensa yang hanya sebagian. Sedangkan
pada katarak matur dan hipermatur, kekeruhan terjadi pada keseluruhan
lensa.3Dari inspeksi lensa pasien didapatkan kesan lensa terlihat putih (keruh)

10
secara keseluruhan. Lensa yang keruh hanya sebagian menunjukkan katarak
telah mencapai stadium imatur.5

c. Assessment
Diagnosis kerja: OD Pterigium grade II + Katarak imatur
Diagnosis ini diajukan berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik
yang mendukung diagnosis tersebut antara lain sebagai berikut.
- Usia 49 tahun dengan keluhan mata kanan terasa mengganjal,disertai
penglihatan kabur, kadang-kadang mata merah, nyeri dan berair yang terjadi
sejak 2 bulan secara perlahan
- Penurunan visus, visus ODS: 6/7,5
- Inspeksi konjungtiva bulbi  jaringan fibrovaskular di nasal
- Inspeksi media refraksi  lensa keruh berwarna putih sebagian.
d. Tatalaksana
 Operatif
Bedah eksisi jaringan parut, setelah dieksisi perlu ditambah dengan penutupan
sklera yang terbuka.
e. KIE
1. Memberikan informasi kepada pasien mengenai diagnosis penyakit pasien
dan kemungkinan faktor resiko yang menjadi penyebab keluhan pasien.
2. Memberikan informasi kepada pasien untuk mengurangi pajanan terhadap
sinar matahari
3. Memberikan informasi kepada untuk mrnggunakan pelindung mata seperti
kacamata, topi lebar untuk mengurangi pajanan terhadap sinar matahari.

f. Prognosis
1. Ad vitam(prognosis nyawa) : Bonam

11
2. Ad functionam(prognosis penglihatan) : Dubia ad bonam
3.

12
BAB IV

RINGKASAN AKHIR

Pasien seorang perempuan seorang buruh bangunan berusia 47 tahun datang


dengan keluhan rasa mengganjal disertai nyeri, mata merah, berair dan kabur sejak
lebih dari 2 tahun. Tidak terdapat riwayat trauma, pemakaian steroid jangka panjang,
hipertensi, dan diabetes mellitus. Pada pemeriksaan status lokalis didapatkan visus
ODS 6/7,5, jaringan fibrovaskiler di nasal mata kanan dan lensa keruh pada kedua
mata.

Pasien didiagnosis dengan pterigium grade II + katarak imatur yang


ditegakkan dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang
telah dilakukan. Rencana tindakan lanjutan yaitu operasi dengan eksisi jaringan parut.

13
Daftar Pustaka

1. Buku Ajar Oftalmilogi


2. Marcella, M., 2019. Manajemen Pterigium. Continue Medical Education
3. Erry, et al., 2011. Disribusi dan Karakteristik Pterigium di Indonesia.
4. Bowling B. Kanski’s Clinical Ophthalmology. 8th Edition. New York:
Elsevier Inc.; 2016.
5. Ilyas, S, Yulianti, SR. 2015. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 5. Badan Penerbit FK
UI : Jakarta.

14

Anda mungkin juga menyukai