Anda di halaman 1dari 25

Laporan Kasus

OD Katarak Diabetik Stadium imatur

OS Katarak Diabetik Stadium matur

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan


Melengkapi Salah Satu Syarat Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter

Bagian Ilmu Penyakit Mata


RSI SULTAN AGUNG SEMARANG

Disusun oleh :
Mohammad Iqbal Raka Ortanto
30101507495

Pembimbing :
dr. Hj. A.M. Sita Pritasari, Sp.M (K)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Diajukan untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik dan melengkapi salah satu syarat
menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter di bagian Ilmu Penyakit Mata periode 22 Juli
2019 – 16 Agustus 2019.
Nama : Mohammad Iqbal Raka Ortanto
NIM : 30101507495
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Universitas Islam Sultan Agung Semarang
Bidang Pendidikan : Ilmu Penyakit Mata
Periode Kepaniteraan Klinik : 22 Juli 2019 – 16 Agustus 2019.
Pembimbing : dr. Hj. A.M. Sita Pritasari, Sp.M (K)

Mengetahui,
Pembimbing

dr. Hj. A.M. Sita Pritasari, Sp.M (K)

2
1. LAPORAN KASUS

1.1. IDENTITAS PASIEN


Nama : Tn. S
Usia : 47 tahun
Alamat : Desa Karanganyar RT 02 RW 04 Karanganyar, Demak
Status perkawinan : Sudah Menikah
Pekerjaan : Loper Koran
No RM : 138-64-13
Tanggal Pemeriksaan : 05 Agustus 2019

1.2. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 05 Agustus 2019 di Poli
Mata RSI Sultan Agung
Keluhan Utama : Mata kanan buram dan kiri tidak bisa melihat
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke Poliklinik RS. Islam Sultan Agung pada hari Senin, 05 Agustus 2019
dengan keluhan mata kiri tidak bisa melihat sejak 1 tahun yang lalu. Keluhan diawali pada
2 tahun lalu dengan rasa buram dan berkabut saat melihat jauh maupun dekat. Selain itu
pasien juga merasa 1 tahun ini mata kanan juga menjadi buram dan berkabut apabila
melihat, dan lebih parah dalam 2 minggu ini. Keluhan dirasakan terus menerus dan
menganggu aktivitas. Pasien tidak memiliki riwayat kacamata, dan Pasien merasa sangat
silau saat melihat cahaya. Sekarang pasien mengeluh sering menabrak pada saat
melakukan aktifitas. Pasien menyangkal mata cekot-cekot, mata merah, mata nerocos,
melihat pelangi di sekitar cahaya, nyeri kepala, serta mual muntah. Riwayat trauma
sebelumnya disangkal oleh pasien. Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi tapi memiliki
riwayat DM 2 tahun, dan pasien mendapat obat dari puskesmas tapi sebulan terakhir tidak
rutin untuk meminum obat. Keseharian pasien memiliki pekerjaan loper koran. Pasien
memutuskan untuk periksa ke dokter mata di RS AISYIYAH Kudus dan dianjurkan untuk
operasi di SEC RSI Sultan Agung Semarang.

3
Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat keluhan sakit serupa : sudah 2 tahun
 Riwayat penyakit hipertensi : tidak ada
 Riwayat penyakit DM : ada, sudah 2 tahun
 Riwayat Alergi : disangkal
 Riwayat penyakit asma : disangkal
 Riwayat trauma pada mata : disangkal
 Riwayat menggunakan kacamata : disangkal
 Riwayat operasi mata : disangkal

Riwayat Keluarga
 Keluhan sakit serupa : disangkal
 Riwayat penyakit hipertensi : disangkal
 Riwayat penyakit DM : disangkal
 Riwayat Alergi : disangkal
 Riwayat penyakit asma : disangkal

Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien menggunakan BPJS PBI. Kesan ekonomi cukup.

4
1.3. PEMERIKSAAN FISIK
1.3.1. STATUS GENERALIS
 Keadaan Umum : Baik
 Kesadaran : Kompos mentis
 Tanda vital
- Tekanan Darah : 133 / 84 mmHg

1.3.2. STATUS OFTALMOLOGIS

OD OS
Ukuran Pupil : 2mm Ukuran pupil: 2mm
Kekerungan tidak merata Kekeruhan merata

KETERANGAN OD OS
1. VISUS
Tajam penglihatan 6/60 1/300
Koreksi NC  PH + 6/18 Tidak dilakukan
2. KEDUDUKAN BOLA MATA
Eksoftalmus (-) (-)
Endoftalmus (-) (-)
Strabismus (-) (-)
Gerak bola mata (+) baik kesegala arah (+) baik kesegala arah
SUPRA SILIA Hitam, distribusi merata, tidak Hitam, distribusi merata, tidak
rontok, sekret (-), Simetris. rontok, sekret (-), simetris.
3. PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR
Edema (-) (-)
Tanda radang (-) (-)
Ektropion (-) (-)

5
Entropion (-) (-)
Hordeolum (-) (-)
Kalazion (-) (-)
Massa (-) (-)
Dapat menutup mata (+) (+)
4. KONJUNGTIVA PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR
Hiperemis (-) (-)
Folikel (-) (-)
Papil (-) (-)
Anemi (-) (-)
Sikatrik (-) (-)
Kemosis (-) (-)
5. KONJUNGTIVA BULBI
Injeksi konjungtiva (-) (-)
Injeksi siliar (-) (-)
Injeksi episklera (-) (-)
Perdarahan subkonjungtiva (-) (-)
Papil (-) (-)
Cobble stone (-) (-)
6. SKLERA
Warna Putih Putih
Ikterik (-) (-)
7. KORNEA
Kejernihan Jernih Jernih
Permukaan Licin Licin
Sesibilitas Baik Baik
Ulkus (-) (-)
Corpus alienum (-) (-)
Infiltrate (-) (-)
Perforasi (-) (-)

6
Edem (-) (-)
8. BILIK MATA DEPAN
Kejernihan Jernih Jernih
Kedalaman Dalam Dalam
Hifema (-) (-)
Hipopion (-) (-)
9. IRIS
Warna Coklat Coklat
Kripte (+) (+)
Bentuk Bulat Bulat
Sinekia (-) (-)
PUPIL
Letak Sentral Sentral
Bentuk Bulat Bulat
Ukuran ± 2 mm ± 2 mm
Reflek cahaya (+) melambat (+) melambat
LENSA
Kejernihan Keruh tidak merata Keruh merata
Test shadow (+) (-)

CORPUS VITREUS Jernih Tidak dapat dinilai


FUNDUS OKULI
a. Refleks Fundus Cemerlang Tidak bisa dinilai
b. Papil N II Batas tegas Tidak bisa dinilai
c. Retina Tidak ditemukan kelainan Tidak bisa dinilai
d. Makula Lutea Tidak terlihat Tidak bisa dinilai
PALPASI
Nyeri tekan (-) (-)
Massa tumor (-) (-)
Tensi Okuli (Digital) N N

7
1.3.3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 TIO Kuantitatif (Non Contact Tonometer)
OD: 12 mmHg
OS: 10 mmHg
 Gula Darah Sewaktu (GDS) : 382 mg/dL

1.4. RESUME
Subyektif:
Pasien datang ke Poliklinik RS. Islam Sultan Agung pada hari Senin, 05 Agustus 2019
dengan keluhan mata kiri tidak bisa melihat sejak 1 tahun yang lalu. Selain itu pasien juga
merasa 1 tahun ini mata kanan juga menjadi buram dan berkabut apabila melihat, dan lebih
parah dalam 2 minggu ini. Keluhan dirasakan terus menerus dan menganggu aktivitas.
Pasien tidak memiliki riwayat kacamata, dan merasa sangat silau saat melihat cahaya.
Sekarang pasien mengeluh sering menabrak pada saat melakukan aktifitas. Pasien
menyangkal mata cekot-cekot, mata merah, melihat pelangi di sekitar cahaya, nyeri kepala,
serta mual muntah. Riwayat trauma sebelumnya disangkal oleh pasien. Pasien memiliki
riwayat DM 2 tahun, dan pasien mendapat obat dari puskesmas tapi sebulan terakhir tidak
rutin untuk meminum obat.
Obyektif:
Status Oftalmologi
OCULI DEXTRA PEMERIKSAAN OCULI SINISTRA
6/60  NCPH+ 6/18 VISUS 1/300
Keruh tidak merata LENSA Keruh merata
(-) INJEKSI KONJUNGTIVA (-)
(-) INJEKSI SILIAR (-)
Dalam BILIK MATA DEPAN Dalam
N TIO DIGITAL N
12 mmHg TIO KUANTITATIF 10 mmHg
Positif IRIS SHADOW TEST Negative

8
1.5. DIAGNOSA BANDING & DIAGNOSA KERJA
DX BANDING:
OD Katarak diabetik stadium imatur, OS Katarak diabetik stadium matur
OD Katarak senilis stadium imatur, OS Katarak senilis stadium matur
ODS Katarak senilis stadium matur dengan retinopati diabetika

DX KERJA
OD Katarak diabetik stadium imatur, OS Katarak diabetik stadium matur

1.6. TERAPI
ODS:
Rujuk ke dokter spesialis mata untuk dilakukan tindakan operatif yaitu
Fakoemulsifikasi + IOL

1.7. EDUKASI
 Menjelaskan kepada pasien, bahwa kekeruhan pada lensa di mata kanan dan kiri
menyebabkan pandangan menjadi kabur, dan dapat memburuk
 Menganjurkan kepada pasien untuk dilakakan operasi katarak pada mata kanan dan
kiri.
 Mengajurkan kepada pasien untuk mengkonsumsi obat DM secara teratur.
 Mengajurkan kepada pasien untuk mengurangi konsumsi makanan yang tinggi kadar
gula.

1.8. PROGNOSA
Oculus Dextra Oculus Sinistra
Quo Ad Vitam Ad bonam Ad bonam
Quo Ad Functionam Dubia ad Bonam Dubia ad Bonam
Quo Ad Kosmetikam Ad bonam Ad bonam
Quo Ad Sanationam Dubia Ad bonam Dubia Ad bonam

9
2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ANATOMI DAN HISTOLOGI LENSA


Lensa adalah struktur kristalin berbentuk bikonveks dan transparan. Lensa
memiliki dua permukaan, yaitu permukaan anterior dan posterior. Lensa memiliki
ukuran diameter 9-10 mm dengan ketebalan 3,5 mm – 5 mm. Berat lensa
135 mg pada usia 0-9 tahun hingga 255 mg pada usia 40-80 tahun. Lensa terletak di
bilik posterior bola mata, di antara permukaan posterior iris dan badan vitreus pada
lengkungan berbentuk cawan badan vitreus yang di sebut fossa hyaloid. Lensa bersama
dengan iris membentuk diafragma optikal yang memisahkan bilik anterior dan posterior
bola mata. Lensa tidak memiliki serabut saraf, pembuluh darah, dan jaringan ikat. Di
belakang iris, lensa terfiksasi pada serat zonula yang berasal dari badan siliar. Serat
zonula tersebut menempel dan menyatu dengan lensa pada bagian anterior dan posterior
dari kapsul lensa. Kapsul merupakan membran dasar yang melindungi nukleus,
korteks, dan epitel lensa. Kapsul lensa yang bersifat elastic berfungsi untuk mengubah
bentuk lensa pada proses akomodasi.

Secara histologis, lensa memiliki tiga komponen utama:


1. Kapsul Lensa
Lensa dibungkus oleh simpai tebal (10-20 µm), homogen, refraktil,
dan kaya akan karbohidrat, yang meliputi permukaan luar sel-sel epithel.
Kapsul ini merupakan suatu membran basal yang sangat tebal dan terutama
terdiri atas kolagen tipe IV dan glikoprotein. Kapsul lensa paling tebal
berada di ekuator (14 µm) dan paling tipis pada kutub posterior (3 µm).
Kapsul lensa bersifat semipermeabel, artinya sebagian zat dapat melewati
lensa dan sebagian lagi tidak.

10
2. Epitel Subkapsular
Epitel subkapsular terdiri atas sel epitel kuboid yang hanya terdapat
pada permukaan anterior lensa. Epitel subkapsular yang berbentuk kuboid
akan berubah menjadi kolumnar di bagian ekuator dan akan terus
memanjang dan membentuk serat lensa. Lensa bertambah besar dan tumbuh
seumur hidup dengan terbentuknya serat lensa baru dari sel-sel yang terdapat
di ekuator lensa. Sel-sel epitel ini memiliki banyak interdigitasi dengan
serat-serat lensa.
3. Serat Lensa
Serat lensa tersusun memanjang dan tampak sebagai struktur tipis
dan gepeng. Serat ini merupakan sel-sel yang sangat terdiferensiasi dan
berasal dari sel-sel subkapsular. Serat lensa akhirnya kehilangan inti serta
organelnya dan menjadi sangat panjang. Sel-sel ini berisikan sekelompok
protein yang disebut kristalin.

Lensa ditahan di tempatnya oleh sekelompok serat yang tersusun radial


yang disebut zonula, yang satu sisinya tertanam di kapsul lensa dan sisi lainnya

11
pada badan siliar. Serat zonula serupa dengan miofibril serat elastin. Sistem ini
penting untuk proses akomodasi, yang dapat memfokuskan objek dekat dan jauh
dengan mengubah kecembungan lensa. Bila mata sedang istirahat atau
memandang objek yang jauh, lensa tetap diregangkan oleh zonula pada bidang
yang tegak lurus terhadap sumbu optik. Bila melihat dekat, muskulus siliaris akan
berkontraksi, dan koroid beserta badan siliar akan tertarik ke depan. Ketegangan
yang dihasilkan zonula akan berkurang dan lensa menebal sehingga fokus objek
dapat dipertahankan
2.2. FISIOLOGI LENSA
1. Transparansi lensa
Lensa tidak memiliki pembuluh darah maupun sistem saraf. Untuk
mempertahankan kejernihannya, lensa harus menggunakan aqueous humour sebagai
penyedia nutrisi dan sebagai tempat pembuangan produknya. Namun hanya sisi anterior
lensa saja yang terkena aqueous humour. Oleh karena itu, sel-sel yang berada ditengah
lensa membangun jalur komunikasi terhadap lingkungan luar lensa dengan membangun
low resistance gap junction antar sel.
2. Akomodasi lensa
Akomodasi lensa merupakan mekanisme yang dilakukan oleh mata untuk
mengubah fokus dari benda jauh ke benda dekat yang bertujuan untuk menempatkan
bayangan yang terbentuk tepat jatuh di retina. Akomodasi terjadi akibat perubahan
lensa oleh badan silluar terhadap serat zonula. Saat m. cilliaris berkontraksi, serat
zonular akan mengalami relaksasi sehingga lensa menjadi lebih cembung dan
mengakibatkan daya akomodasi semakin kuat. Terjadinya akomodasi dipersarafi ole
saraf simpatik cabang nervus III. Pada penuaan, kemampuan akomodasi akan
berkurang secara klinis oleh karena terjadinya kekakuan pada nukelus.
Perubahan yang terjadi pada saat akomodasi sebagai berikut:

2.3. METABOLISME LENSA


Transparansi lensa dipertahankan oleh keseimbangan air dan kation (sodium dan
kalium). Kedua kation berasal dari humor aqueus dan vitreus. Kadar kalium dibagian

12
anterior lensa lebih tinggi dibandingkan posterior, sedangkan kadar Natrium lebih tinggi
dibagian posterior lensa. Ion kalium bergerak ke bagian posterior dan keluar ke humor
aqueus, dari luar ion natrium masuk secara difusi bergerak ke bagian anterior untuk
menggantikan ion kalium dan keluar melalui pompa aktif Na-K ATPase, sedangkan kadar
kalsium tetap dipertahankan didalam oleh Ca-ATPase
Metabolisme lensa melalui glikolisis anaerob (95%) dan HMP-shunt (5%). Jalur
HMP-shunt menghasilkan NADPH untuk biosintesis asam lemak dan ribose, juga untuk
aktivitas glutation reduktase dan aldose reduktase. Aldose reduktase adalah enzim yang
merubah glukosa menjadi sorbitol, dan sorbitol dirubah menjadi fruktosa oleh enzim
sorbitol dehidrogenase.

2.4. Katarak Diabetik


2.4.1. Patogenesis
Peningkatan kadar glukosa dalam darah memainkan peran penting dalam
perkembangan katarak. Efek patologi hiperglikemia dapat dilihat jelas pada jaringan tubuh
yang tidak bergantung pada insulin untuk kemasukan glukosa dalam selnya, misalnya pada
lensa mata dan ginjal, sehingga mereka tidak mampu mengatur transportasi glukosa seiring
dengan peningkatan konsentrasi gula di ekstraselular.
Menurut beberapa penelitian, jalur poliol dikatakan memainkan peran dalam
perkembangan katarak pada pasien diabetes. Enzim aldose reduktase (AR) yang terdapat dalam
lensa mengkatalisis reduksi glukosa menjadi sorbitol melalui jalur poliol. Akumulasi sorbitol
intrasel menyebabkan perubahan osmotik sehingga mengakibatkan serat lensa hidropik yang
degenerasi dan menghasilkan gula katarak. Dalam lensa, sorbitol diproduksi lebih cepat

13
daripada diubah menjadi fruktosa oleh enzim sorbitol dehydrogenase (SD), dan sifat sorbitol
yang sukar keluar dari lensa melalui proses difusi menyebabkan peningkatan akumulasi
sorbitol. Ini menciptakan efek hiperosmotik yang nantinya menyebabkan infus cairan untuk
menyeimbangkan gradien osmotik. Keadaan ini menyebabkan keruntuhan dan pencairan serat
lensa yang akhirnya membentuk kekeruhan pada lensa. Selain itu, stres osmotik pada lensa
yang disebabkan oleh akumulasi sorbitol menginduksi apoptosis pada sel epitel lensa yang
mengarah ke pengembangan katarak.
Jalur poliol telah digambarkan sebagai mediator utama diabetes-induced oxidative
stress pada lensa. Stres osmotik yang disebabkan oleh akumulasi sorbitol menginduksi stres
dalam retikulum endoplasma (RE), situs utama sintesa protein, yang akhirnya menyebabkan
generasi radikal bebas. RE stres juga dapat disebabkan dari fluktuasi kadar glukosa initiating
an unfolded protein response (UPR), yang menghasilkan reactive oxygen species (ROS) dan
menyebabkan kerusakan stres oksidatif dengan serat lensa. Radikal bebas nitrat oksida (NO),
yaitu faktor lain yang meningkat dalam lensa diabetes dan dalam aqueous humor, dapat
mengakibatkan pembentukan peroxynitrite meningkat, yang pada nantinya menyebabkan
kerusakan sel karena sifat oksidasi.
Selanjutnya, peningkatan kadar glukosa dalam humor akuous dapat menyebabkan
glikasi protein lensa, dimana proses tersebut akan menghasilkan radikal superoksida (O2-) dan
dalam pembentukan advanced glycation endproducts (AGE). Interaksi AGE dengan
reseptornya di permukaan sel akan memproduksi O2- dan H2O2. Dengan peningkatan radikal
bebas, lensa diabetes sering menunjukan gangguan pada kapasitas antioksidan dan kerentanan
mereka terhadap stres oksidatif. Hilangnya antioksidan diperparah oleh proses glikasi dan
inaktivasi enzim antioksidan seperti superoksida dismutase lensa. Tembaga-zinc superoxide
dismutase 1 (SOD1) adalah enzim yang paling dominan dalam lensa, dimana ia penting untuk
degradasi radikal superoksida (O2-) menjadi hidrogen peroksida (H2O2) dan oksigen.
Kesimpulannya, pembentukan katarak diabetes adalah hasil generasi jalur poliol dari glukosa
oleh AR, yang mengakibatkan peningkatan stres osmotik dalam serat lensa dan mengarahkan
ke pembengkakan dan perpecahan lensa (Pollreisz, 2010).

2.5. KATARAK
1. Definisi Katarak
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi
akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau terjadi

14
akibat kedua-duanya. Biasanya kekeruhan mengenai kedua mata dan berjalan
progresif ataupun dapat tidak mengalami perubahan dalam waktu yang lama.
2. Klasifikasi Katarak
a. Klasifikasi berdasarkan morfologis
Berdasarkan morfologisnya, katarak dapat dibagi atas:
 Katarak kapsular, adalah katarak yang melibatkan kapsul lensa, dapat
berupa katarak kapsular anterior dan katarak kapsular posterior. Katarak
kapsular dapat disebabkan oleh usia, uveitis yang berhubungan dengan
sinekia posterior, obat-obatan, radiasi, dan trauma.
 Katarak subkapsular, adalah katarak yang melibatkan bagian superfisial
korteks atau tepat di bawah kapsul lensa dapat berupa katarak subkapsular
anterior dan katarak subkapsular posterior. Katarak subkapsular posterior
dapat terjadi akibat usia, radiasi, konsumsi steroid, diabetes, myopia berat
dan degenerasi retina. Katarak subkapsular posterior dapat terjadi
bersamaan dengan katarak subkapsular posterior dan dapat disebabkan
oleh jejas lokal, iritasi, uveitis dan radiasi.
 Katarak kortikal, adalah katarak yang melibatkan korteks lensa dan
merupakan katarak yang paling sering terjadi. Katarak kortikal disebabkan
oleh usia dan diabetes. Lapisan kortikal kurang padat dibandingkan
nukleus sehingga lebih mudah menjadi sangat terhidrasi akibat
ketidakseimbangan elektrolit, yang secepatnya akan mengarah ke
kerusakan serat korteks lensa.
 Katarak nuklear, adalah katarak yang melibatkan bagian nukleus lensa.
Katarak nuklear disebabkan oleh faktor usia. Katarak nuklear merupakan
sklerosis normal yang berlebihan atau pengerasan dan penguningan
nukleus pada usia lanjut
 Katarak supranuklear, adalah katarak yang melibatkan bagian korteks
lensa yang paling dalam, tepat di atas nukleus lensa.
 Katarak polar, adalah katarak yang melibatkan kapsul lensa dan superfisial
korteks lensa hanya di regio polar, dapat berupa katarak polar anterior dan
katarak polar posterior. Katarak polar biasanya terdapat pada katarak
kongenital atau karena trauma sekunder.
 Katarak campuran, adalah keadaan di mana lebih dari satu tipe katarak
muncul bersamaan. Pada awalnya katarak biasanya muncul sebagai satu

15
tipe saja tetapi akan dapat menjadi katarak gabungan ketika bagian lensa
yang lain juga mengalami degenerasi. Katarak gabungan mengindikasikan
katarak telah lanjut dan perkembangannya harus lebih diperhatikan. Pasien
dengan katarak gabungan akan memiliki gejala penurunan visus.

b. Klasifikasi berdasarkan permulaan terjadinya katarak


 Katarak kongenital, adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau
segera setelah lahir dan bayi berusia kurang dari satu tahun. Katarak
kongenital sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang
menderita penyakit rubella, galaktosemia, homosisteinuri, diabetes
mellitus, hipoparatirodisme, toksoplasmosis, inklusi sitomegalik, dan
histopalsmosis. Penyakit lain yang menyertai katarak kongenital biasanya
merupakan penyakit-penyakit herediter seperti mikroftalmus, aniridia,
koloboma iris, keratokonus, iris heterokrimia, lensa ektopik, displasia
retina, dan megalo kornea. Katarak kongenital disebabkan kelainan pada
pembentukan lensa sebelum proses kelahiran. Katarak kongenital
digolongkan dalam katarak kapsulolentikular di yaitu katarak kapsular
dan polaris atau katarak lentikular yaitu katarak kortikal atau katarak
nuklear.
 Katarak juvenil, adalah katarak yang mulai terbentuk pada usia kurang
dari sembilan tahun dan lebih dari tiga bulan. Katarak juvenil biasanya
merupakan penyulit penyakit sistemik ataupun metabolik dan penyakit
lainnya seperti :

16
a) Katarak metabolik seperti katarak diabetik, katarak galaktosemik,
katarak hopikalsemik, katarak defisiensi gizi, katarak aminoasiduria,
penyakit Wilson, dan katarak yang berhubungan dengan penyakit
lain.
b) Distrofi miotonik (umur 20 sampai 30 tahun)
c) Katarak traumatik
d) Katarak komplikata:
e) Kelainan kongenital dan herediter (siklopia, koloboma,
mikroftalmia, aniridia, pembuluh hialoid persisten, heterokromia
iridis).
f) Katarak degeneratif (dengan miopia dan distrofi vitreoretinal),
seperti Wagner dan retinitis pigmentosa, dan neoplasma).
g) Katarak anoksik
h) Toksik (kortikosteroid sistemik atau topikal, ergot, naftalein,
dinitrofenol, triparanol, antikholinesterase, klorpromazin, miotik,
klorpromazin, busulfan, dan besi).
i) Lain-lain seperti kelainan kongenital, sindrom tertentu, disertai
kelainan kulit (sindermatik), tulang (disostosis kraniofasial,
osteogenesis inperfekta, khondrodistrofia kalsifikans kongenita
pungtata), dan kromosom.
j) Katarak radiasi
 Katarak senil, adalah katarak semua kekeruhan lensa yang terdapat pada
usia lanjut, yaitu usia diatas 50 tahun. Tipe utama pada katarak senilis
adalah katarak kortikal, katarak nuklear, dan katarak subkapsular
posterior. Walaupn katarak sering diawali oleh tipe yang murni tersebut,
mereka akan matang menjadi katarak campuran.

3. Katarak Senilis
a. Definisi
Katarak senilis (age-related cataract) merupakan jenis katarak didapat
(akuisita) yang paling sering ditemukan pada laki-laki maupun perempuan,
biasanya berusia di atas 50 tahun. Pada usia sekitar 70 tahun, hampir 90% individu
menderita katarak. Kondisi kekeruhan biasanya bilateral akan tetapi hampir selalu

17
kondisi salah satu mata lebih berat dari mata lainnya. Terdapat tiga jenis katarak
senilis berdasarkan lokasi kekeruhannya yaitu :
 Katarak Nuklearis
Katarak nuklearis ditandai dengan kekeruhan sentral dan perubahan
warna lensa menjadi kuning atau cokelat secara progresif perlahan-lahan
yang mengakibatkan turunnya tajam penglihatan. Derajat kekeruhan lensa
dapat dinilai menggunakan slitlamp. Katarak jenis ini biasanya terjadi
bilateral, namun dapat juga asimetris. Perubahan warna mengakibatkan
penderita sulit untuk membedakan corak warna. Katarak nuklearis secara
khas lebih mengganggu gangguan penglihatan jauh daripada penglihatan
dekat. Nukleus lensa mengalami pengerasan progresif yang menyebabkan
naiknya indeks refraksi, dinamai miopisasi. Miopisasi menyebabkan
penderita presbiopia dapat membaca dekat tanpa harus mengenakan
kacamata, kondisi ini disebut sebagai second sight.

 Katarak Kortikal
Katarak kortikal berhubungan dengan proses oksidasi dan presipitasi
protein pada sel-sel serat lensa. Katarak jenis ini biasanya bilateral,
asimetris, dan menimbulkan gejala silau jika melihat ke arah sumber
cahaya. Tahap penurunan penglihatan bervariasi dari lambat hingga cepat.
Pemeriksaan slitlamp berfungsi untuk melihat ada tidaknya vakuola
degenerasi hidropik yang merupakan degenerasi epitel posterior, dan
menyebabkan lensa mengalami elongasi ke anterior dengan gambaran
seperti embun.

18
 Katarak Subkapsuler
Katarak ini dapat terjadi di subkapsuler anterior dan posterior.
Pemeriksaannya menggunakan slitlamp dan dapat ditemukan kekeruhan
seperti plak di korteks subkapsuler posterior. Gejalanya adalah silau,
penglihatan buruk pada tempat terang, dan penglihatan dekat lebih
terganggu daripada penglihatan jauh.

b. Stadium Maturasi Katarak Senilis


 Katarak insipien
Merupakan stadium yang paling dini, yang belum menimbulkan
gangguan visus. Kekeruhan terutama terdapat pada bagian perifer berupa
bercak-bercak seperti jari-jari roda, terutama mengenai korteks anterior,
sedang aksis relatif masih jernih. Gambaran berupa Spokes of a wheel yang
nyata bila pupil dilebarkan. Pada stadium ini belum menimbulkan
gangguan visus. Visus pada stadium ini bisa normal atau 6/6 – 6/20. Dengan
koreksi, visus masih dapat 5/5 – 5/6.
 Katarak senilis imatur

Lensa terlihat putih keabu-abuan, namun masih terdapat korteks yang


jernih, maka terdapat iris shadow. Sebagian lensa keruh tetapi belum
mengenai seluruh lapis lensa. Visus pada stadium ini 6/60 – 1/60.
Kekeruhan ini terutama terdapat dibagian posterior dan bagian belakang
nukleus lensa. Kalau tidak ada kekeruhan di lensa, maka sinar dapat masuk

19
ke dalam mata tanpa ada yang dipantulkan. Oleh karena kekeruhan berada
di posterior lensa, maka sinar oblik yang mengenai bagian yang keruh ini,
akan dipantulkan lagi, sehingga pada pemeriksaan terlihat di pupil, ada
daerah yang terang sebagai reflek pemantulan cahaya pada daerah lensa
yang eruh dan daerah yang gelap, akibat bayangan iris pada bagian lensa
yang keruh. Keadaan ini disebut shadow test (+).
Kekeruhan terdapat dibagian posterior dan bagian belakang nukleus
lensa. Pada stadium ini mungkin terjadi hidrasi korteks, yang
mengakibatkan lensa menjadi cembung, sehingga indeks refraksi berubah
karena daya biasnya bertambah dan mata menjadi miopia. Keadaan ini
dinamakan intumesensi. Dengan mencembungnya lensa iris terdorong
kedepan, menyebabkan sudut bilik mata depan menjadi lebih sempit,
sehingga dapat menimbulkan glaukoma sebagai penyulitnya.
 Katarak senilis matur
Kekeruhan korteks secara total sehingga iris shadow tidak ada. Lensa
telah menjadi keruh seluruhnya. Pada pupil nampak lensa yang seperti
mutiara. Pada stadium ini, lensa akan berukuran normal kembali akibat
terjadi pengeluaran air. Visus pada stadium ini 1/300. Bilik mata depan
akan berukuran kedalaman normal kembali, tidak terdapat bayangan iris
pada lensa yang keruh, sehingga uji bayangan iris negatif shadow test (-).
 Katarak senilis hipermatur
- Katarak hipermatur tipe Morgagni: Pada kondisi ini, korteks mencair
dan lensa menjadi seperti susu. Nukleus yang berwarna coklat
tenggelam ke dasar. Pada stadium ini juga terjadi kerusakan kapsul
lensa, sehingga isi korteks yang cair dapat keluar dan lensa menjadi
kempis, yang dibawahnya terdapat nukleus lensa.
- Katarak hipermatur tipe sklerotik: Pada kondisi ini, korteks
terdisintegrasi dan lensa menjadi berkerut yang menyebabkan COA
menjadi dalam.

20
Insipien Imatur Matur Hipermatur
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan lensa Normal Bertambah (air masuk) Normal Berkurang (air keluar)
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik mata depan Normal Dangkal Normal Dalam
Sudut bilik mata Normal Sempit Normal Terbuka
Shadow test - + - Pseudops
Penyulit - Glaukoma - Uveitis + Glaukoma

c. Gejala Klinis
Kekeruhan lensa dapat terjadi tanpa menimbulkan gejala, dan dijumpai pada
pemeriksaan mata rutin. Gejala katarak yang sering dikeluhkan adalah :
 Silau
Pasien katarak sering mengeluh silau, yang bisa bervariasi
keparahannya mulai dari penurunan sensitivitas kontras dalam lingkungan yang
terang hingga silau pada saat siang hari atau sewaktu melihat lampu mobil atau
kondisi serupa di malam hari. Keluhan silau tergantung dengan lokasi dan besar
kekeruhannya, biasanya dijumpai pada tipe katarak posterior subkapsular.
 Diplopia monokular atau polypia
Terkadang, perubahan nuklear terletak pada lapisan dalam nukleus
lensa, menyebabkan daerah pembiasan multipel di tengah lensa sehingga
menyebabkan refraksi yang ireguler karena indeks bias yang berbeda.

21
 Halo
Hal ini bisa terjadi pada beberapa pasien oleh karena terpecahnya sinar
putih menjadi spektrum warna oleh karena meningkatnya kandungan air dalam
lensa.
 Distorsi
Katarak dapat menyebabkan garis lurus kelihatan bergelombang
 Penurunan tajam penglihatan
Katarak menyebabkan penurunan penglihatan progresif tanpa rasa nyeri.
Umumnya pasien katarak menceritakan riwayat klinisnya langsung tepat
sasaran. Dalam situasi lain, pasien hanya menyadari adanya gangguan
penglihatan setelah dilakukan pemeriksaan. Pada katarak kupuliform (opasitas
sentral) gejala lebih buruk ketika siang hari dan membaik ketika malam hari.
Pada katarak kuneiform (opasitas perifer) gejala lebih buruk ketika malam hari.
 Myopic shift
Seiring dengan perkembangan katarak, dapat terjadi peningkatan dioptri
kekuatan lensa, yang pada umumnya menyebabkan miopia ringan atau sedang.
Umumnya, pematangan katarak nuklear ditandai dengan kembalinya
penglihatan dekat oleh karena meningkatnya miopia akibat kekuatan refraktif
lensa nuklear sklerotik yang menguat, sehingga kacamata baca atau bifokal
tidak diperlukan lagi. Perubahan ini disebut ”second sight”. Akan tetapi, seiring
dengan penurunan kualitas optikal lensa, kemampuan tersebut akhirnya hilang.
d. Tata Laksana
Tatalaksana definitif untuk katarak saat ini adalah tindakan bedah. Beberapa
penelitian seperti penggunaan vitamin C dan E dapat memperlambat pertumbuhan
katarak, namun belum efektif untuk menghilangkan katarak.
Tujuan tindakan bedah katarak adalah untuk mengoptimalkan fungsi
penglihatan. Keputusan melakukan tindakan bedah tidak spesifik tergantung dari
derajat tajam penglihatan, namun lebih pada berapa besar penurunan tersebut
mengganggu aktivitas pasien. Indikasi lainnya adalah bila terjadi gangguan
stereopsis, hilangnya penglihatan perifer, rasa silau yang sangat mengganggu, dan
simtomatik anisometrop.
Indikasi medis operasi katarak adalah bila terjadi komplikasi antara lain:
glaukoma fakolitik, glaukoma fakomorfik, uveitis fakoantigenik, dislokasi lensa ke
bilik depan, dan katarak sangat padat sehingga menghalangi pandangan gambaran

22
fundus karena dapat menghambat diagnosis retinopati diabetika ataupun
glaukoma.
Beberapa jenis tindakan bedah katarak :
 Ekstraksi Katarak Intrakapsuler (EKIK)
EKIK adalah jenis operasi katarak dengan membuang lensa dan
kapsul secara keseluruhan. EKIK menggunakan peralatan sederhana dan
hampir dapat dikerjakan pada berbagai kondisi. Terdapat beberapa
kekurangan EKIK, seperti besarnya ukuran irisan yang mengakibatkan
penyembuhan luka yang lama, menginduksi astigmatisma pasca operasi,
cystoid macular edema (CME), dan ablasio retina.Meskipun sudah banyak
ditinggalkan, EKIK masih dipilih untuk kasuskasus subluksasi lensa,
lensa sangat padat, dan eksfoliasi lensa.Kontraindikasi absolut EKIK
adalah katarak pada anak-anak, katarak pada dewasa muda, dan ruptur
kapsul traumatik, sedangkan kontraindikasi relatif meliputi miopia tinggi,
sindrom Marfan, katarak Morgagni, dan adanya vitreus di kamera okuli
anterior.
 Ekstraksi Katarak Ekstrakapsuler (EKEK)
a) EKEK konvensional
EKEK adalah jenis operasi katarak dengan membuang nukleus
dan korteks lensa melalui lubang di kapsul anterior. EKEK
meninggalkan kantong kapsul (capsular bag) sebagai tempat untuk
menanamkan lensa intraokuler (LIO). Teknik ini mempunyai banyak
kelebihan seperti trauma irisan yang lebih kecil sehingga luka lebih
stabil dan aman, menimbulkan astigmatisma lebih kecil, dan
penyembuhan luka lebih cepat.Pada EKEK, kapsul posterior yang
intak mengurangi risiko CME, ablasio retina, edema kornea, serta
mencegah penempelan vitreus ke iris, LIO, atau kornea.
b) Small Incision Cataract Surgery ( SICS )
Teknik EKEK telah dikembangkan menjadi suatu teknik operasi
dengan irisan sangat kecil (7-8 mm) dan hampir tidak memerlukan
jahitan, teknik ini dinamai SICS. Oleh karena irisan yang sangat kecil,
penyembuhan relatif lebih cepat dan risiko astigmatisma lebih kecil
dibandingkan EKEK konvensional. SICS dapat mengeluarkan nukleus
lensa secara utuh atau dihancurkan. Teknik ini populer di negara

23
berkembang karena tidak membutuhkan
peralatan fakoemulsifikasi yang mahal, dilakukan dengan anestesi
topikal, dan bisa dipakai pada kasus nukleus yang padat. Beberapa
indikasi SICS adalah sklerosis nukleus derajat II dan III, katarak
subkapsuler posterior, dan awal katarak kortikal.
c) Fakoemulsifikasi
Teknik operasi fakoemulsifikasi menggunakan alat tip
ultrasonik untuk memecah nukleus lensa dan selanjutnya pecahan
nukleus dan korteks lensa diaspirasi melalui insisi yang sangat kecil.
Dengan demikian, fakoemulsifikasi mempunyai kelebihan seperti
penyembuhan luka yang cepat, perbaikan penglihatan lebih baik, dan
tidak menimbulkan astigmatisma pasca bedah. Teknik
fakoemulsifikasi juga dapat mengontrol kedalaman kamera okuli
anterior serta mempunyai efek pelindung terhadap tekanan positif
vitreus dan perdarahan koroid. Teknik operasi katarak jenis ini
menjadi pilihan utama di negara-negara maju.

DAFTAR PUSTAKA
1. Riordan-eva P. 2011. Cunningham E. Vaughan & Asbury general ophthalmology.
18th ed. McGraw-Hill Professional.
2. Kanski JJ, Bowling B. 2012. Clinical ophthalmology: systemic approach. 7th ed.
Saunders.
3. HV Nema & Nitin Nema. 2008. Textbook of Ophtalmology 5th edition. Jaypee
Brothers Medical Publisher
4. Myron Yanoff & Jay S. Dunker. 2014. Ophtalmology 4th edition. Elsevier.
5. Renu Jogi & Jaypee. 2009. Basic of Ophtalmology 4th edition. Jaypee Brothers
Medical Publisher
6. “Executive summary. IFD diabetes atlas, 7th edition,” November 2016.
7. T. Y. Wong, C. M. Cheung, M. Larsen, S. Sharma, and R. Simó, “Diabetic
retinopathy,” Nature Reviews Disease Primers, 2016.
8. G. S. Tan, N. Cheung, R. Simó, G. C. Cheung, and T. Y. Wong, “Diabetic macular
oedema,” The Lancet Diabetes and Endocrinology, 2017.

24
9. R. Simó, J. M. Sundstrom, and D. A. Antonetti, “Ocular anti-VEGF therapy for
diabetic retinopathy: the role of VEGF in the pathogenesis of diabetic
retinopathy,” Diabetes Care, 2014.

25

Anda mungkin juga menyukai