Anda di halaman 1dari 19

BAB I

KASUS

I. Identitas Pasien

Nama : An. N

Umur : 11 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Gresik

Pekerjaan : Pelajar

No.RM : 719804

Tanggal Periksa : 01-12-2019

II. Anamnesis
A. Keluhan Utama

Mata kanan merah

B. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan merah pada mata kanannya sejak 4 hari
yang lalu, disertai rasa nyeri. Pasien mengaku awalnya mata kanannya
hanya merah sedikit yang makin hari dirasa semakin merah dan nyeri,
namun keluhan ini tidak dirasakan pada mata kirinya.

Pasien juga mengeluh mata kanannya keluar kotoran sejak 4 hari


yang lalu. Pasien mengatakan kotoran terasa sangat banyak pada mata kanan
pada pagi hari. Kotoran tersebut dikatakan sering keluar dengan cairan
berwarna bening, pasien juga mengatakan penglihatan pada mata kanan
sedikit kabur.

1
Selain itu, pasien juga mengeluhkan bengkak pada kelopak mata bagian
atas sejak 4 hari yang lalu. Bengkak dirasakan terus menerus dan disertai
sedikit rasa gatal. Keluhan nyeri, mata silau dan penglihatan kabur pada
mata kiri disangkal oleh pasien.

C. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak ada riwayat trauma mata, pembedahan, ambliopia atau


strabismus. Tidak ada riwayat penggunaan lensa kontak.

D. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada riwayat glaukoma, degenerasi makula atau penyakit mata


lainnya.

E. Riwayat Sosial
Tidak ada perokok di rumah.
Pasien mengatakan sehari – hari biasa dibonceng naik sepeda motor
untuk transportasi ke sekolah dan tidak pernah memakai pelindung mata.
F. Riwayat Pengobatan

Riwayat alergi obat (-).

III. Pemeriksaan fisik

Keadaan umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Compos mentis

Tanda vital : Tekanan darah 110/70 mmHg

Nadi 88 kali / menit

RR 18 kali / menit

Suhu 36,8˚ C

2
Status Oftalmologis :

Visus

Pemeriksaan OD OS
Visus 6/6 6/6
Posisi Bola Mata Ortoforia Ortoforia

Gerak bola mata

Segmen Anterior

Pemeriksaan OD OS
Palpebra Superior Edema (+) Edema (-)
Hiperemi (+) Hiperemi (-)
Pseudoptosis (-) Pseudoptosis (-)
Entropion (-) Entropion (-)
Ektropion (-) Ektropion (-)
Palpebra Inferior Edema (-) Edema (-)
Hiperemi (+) Hiperemi (-)
Pseudoptosis (-) Pseudoptosis (-)
Entropion (-) Entropion (-)
Ektropion (-) Ektropion (-)
Konjungtiva Palpebra Hiperemi (+) Hiperemi (-)
Superior Folikel (+) Folikel (-)
Sekret (+) Sekret (-)
Sikatrik (-) Sikatrik (-)
Konjungtiva Palpebra Hiperemi (+) Hiperemi (-)
Inferior Hipertrofi papil dan Hipertrofi papil dan
Folikel (-) Folikel (-)
Sikatrik (-) Sikatrik (-)
Konjungiva Bulbi Hiperemi (+) Hiperemi (-)
Injeksi konjungtiva (-) Injeksi konjungtiva (-)
Kornea Edema (-) Edema (-)
Erosi (-) Erosi (-)

3
Infiltrat (-) Infiltrat (-)
Ulkus (-) Ulkus (-)
Bilik Mata Depan Dalam Dalam
Iris Coklat tua Coklat tua
Pupil Isokor Isokor
Refleks pupil (+) Refleks pupil (+)
Sinekia posterior (-) Sinekia posterior (-)
Lensa Jernih Jernih

Resume

Pasien laki – laki, 10 tahun mengeluh kemerahan pada mata kanan sejak 4
hari yang lalu disertai dengan rasa nyeri.

Pasien juga mengeluh keluarnya kotoran pada mata kanan sejak 4 hari
yang lalu, penglihatan pada mata kanan juga dikatakan kabur. Pasien juga
mengatakan terdapat bengkak pada kelopak mata bagian atas di mata kanan sejak
4 hari yang lalu. Keluhan mata merah yang sama juga terdapat pada teman
sebangku pasien.

Status oftalmologis :

OD Pemeriksaan OS
6/6 Visus 6/6
Edema (+) minimal Palpebra Normal
Hiperemi (+) Konjungtiva Palpebra Tenang
Hiperemi konjungtiva (+) Konjungtiva Bulbi Tenang
CVI (+)
Jernih Kornea Jernih
Normal Kamera Okuli Anterior Normal
Bulat,regular,sentral Iris/Pupil Bulat,regular,sentral
Positif Refleks Pupil Positif
Jernih Lensa Jernih

4
IV. Diagnosis

OD Konjungtivitis ec susp viral

V. Usulan Pemeriksaan
- Slitlamp
- Pengecatan gram, KOH, giemsa dan kultur
VI. Rencana Terapi
-Tobroson eye drop 4 x 1 tetes / hari OD
-Eye Fresh eye drop 4 x 1 tetes / hari OD
-Enervon C syrup 3 x 1 cth
-KIE, jaga higiene mata, nutrisi cukup

VII. Prognosis
O Dubius ad bonam

BAB II

DISKUSI

2.1 Definisi dan Etiologi

5
Konjungtivitis merupakan peradangan pada konjungtiva. Istilah ini mengacu pada
peradangan yang tidak spesifik dengan penyebab yang beragam. Virus merupakan
agen infeksi yang umum ditemukan selain konjungtivitis bakterial, alergi, dan lan-
lain.3
Berbagai jenis virus diketahui dapat menjadi agen penyebab
konjungtivitis. Adenoviral merupakan etiologi tersering dari konjungtivitis virus.
Beberapa subtipe dari konjungtivitis adenovirus antara lain demam
faringokonjungtiva serta keratokonjungtivitis epidemika. Infeksi mata primer oleh
karena herpes simplex sering ditemukan pada anak-anak dan biasanya
menimbulkan konjungtivitis folikuler. Infeksi ini umumnya disebabkan oleh HSV
tipe I walaupun HSV tipe II dapat pula menyebabkan konjungtivitis terutama pada
neonatus.
Penyebab lain yang lebih jarang antara lain infeksi virus varicella-zoster
(VZV), pikornavirus (enterovirus 70, coxsakie A24), poxvirus (molluskum
kontagiosum, vaccinia), serta Human Immunodeficiency Virus (HIV). Infeksi oleh
pikornavirus menyebabkan konjungtivitis hemoragika akut yang secara klinis
mirip dengan infeksi oleh adenovirus namun lebih parah dan hemoragik.
Molluscum kontagiosum dapat menyebabkan konjungtivitis kronis yang terjadi
akibat shedding partikel virus dari lesi ke dalam sakus konjungtiva. Infeksi oleh
virus Vaccinia saat ini sudah jarang ditemukan seiring dengan menurunnya
insiden infeksi smallpox. Infeksi HIV pada pasien AIDS pada umumnya
menyebabkan abnormalitas pada segmen posterior, namun infeksi pada segmen
anterior juga pernah dilaporkan. Konjungtivitis yang terjadi pada pasien AIDS
cenderung lebih berat dan lama daripada individu lain yang immunokompeten.
Konjungtivitis juga kadang dapat ditemukan pada periode terinfeksi virus sistemik
seperti virus influenza, Epstein-Barr virus, paramyxovirus (measles, mumps,
Newcastle) atau Rubella.1,3

2.2 Patofisiologi
Konjungtiva merupakan jaringan ikat longgar yang menutupi permukaan mata
(konjungtiva bulbi), kemudian melipat untuk membentuk bagian dalam palpebra

6
(konjungtiva palpebra). Konjungtiva melekat erat dengan sklera pada bagian
limbus, dimana konjungtiva berhubungan dengan kornea. Glandula lakrima
aksesori (Kraus dan Wolfring) serta sel Goblet yang terdapat pada konjungtiva
bertanggung jawab untuk mempertahankan lubrikasi mata. Seperti halnya
membrane mukosa lain, agen infeksi dapat melekat dan mengalahkan mekanisme
pertahanan normal dan menimbulkan gejala kinis seperti mata merah, iritasi serta
fotofobia. Pada umumnya konjungtivitis merupakan proses yang dapat
menyembuh dengan sendirinya, namun pada beberapa kasus dapat menimbulkan
infeksi dan komplikasi yang berat tergantung daya tahan tubuh dan virulensi virus
tersebut.3

2.3 Gejala dan Tanda Klinis


Konjungtivitis folikuler virus akut dapat muncul sebagai gejala yang ringan dan
sembuh sendiri hingga gejala berat yang menimbulkan kecacatan.
a. Demam faringokonjungtival
Tipe ini biasanya disebabkan oleh adenovirus tipe 3 dan kadang-kadang tipe
4 dan 7. Demam faringokonjungtival ditandai oleh demam 38,3 - 400C, sakit
tenggorokan, dan konjungtivitis pada satu atau dua mata. Folikel sering
mencolok pada kedua konjungtiva, dan pada mukosa faring. Penyakit ini
dapat terjadi bilateral atau unilateral. Mata merah dan berair mata sering
terjadi, dapat disertai keratitis superficial sementara ataupun sedikit
kekeruhan di daerah subepitel. Limfadenopati preaurikuler yang muncul
tidak disertai nyeri tekan. Sindrom yang ditemukan pada pasien mungkin
tidak lengkap, hanya terdiri atas satu atau dua gejala utama (demam,
faringitis, dan konjungtivitis).1,2
b. Keratokonjungtivitis epidemika:
Keratokonjungtivitis epidemika disebabkan oleh adenovirus subgroup D tipe
8, 19, 29, dan 37. Konjungtivitis yang timbul umumnya bilateral. Awitan
sering pada satu mata kemudian menyebar ke mata yang lain. Mata pertama
biasanya lebih parah. Gejala awal berupa nyeri sedang dan berair mata,
diikuti dalam 5-14 hari kemudian dengan fotofobia, keratitis epitel, dan
kekeruhan subepitel bulat. Fase akut ditandai dengan edema palpebra,

7
kemosis, dan hiperemia konjungtiva. Dalam 24 jam sering muncul folikel dan
perdarahan konjungtiva. Kadang-kadang dapat terbentuk pseudomembran
ataupun membran sejati yang dapat meninggalkan parut datar ataupun
symblepharon. Konjungtivitis berlangsung selama 3-4 minggu. Kekeruhan
epitel terjadi di pusat kornea, menetap berbulan-bulan namun menyembuh
tanpa disertai parut.1,2
c. Konjungtivitis virus herpes simpleks (HSV)
Konjungtivitis HSV umumnya terjadi ada anak-anak dan merupakan keadaan
luar biasa yang ditandai pelebaran pembuluh darah unilateral, iritasi, disertai
sekret mukoid, dan fotofobia. Konjungtivitis dapat muncul sebagai infeksi
primer HSV atau pada episode kambuh herpes mata. Sering disertai keratitis
herpes simpleks, dengan kornea menampakkan lesi-lesi eptelial tersendiri
yang umumnya menyatu membentuk satu ulkus atau ulkus epithelial yang
bercabang banyak (dendritik). Konjungtivitis yang terjadi mumnya folikuler
namun dapat juga pseudomembranosa. Vesikel herpes kadang-kadang
muncul di palpebra dan tepian palebra, disertai edema berat pada palpebra.
Nodus preaurikuler yang nyeri tekan adalah gejala yang khas untuk
konjungtivitis HSV.1,2
d. Konjungtivitis hemoragika akut
Konjungtivitis hemoragika akut disebabkan oleh enterovirus tipe 70 dan
kadang-kadang oleh virus coxsakie tpe A24. Yang khas pada konjungtivitis
tipe ini adalah masa inkubasi yang pendek (sekitar 8-48 jam) dan
berlangsung singkat (5-7 hari). Gejala dan tandanya adalah rasa sakit,
fotofobia, sensasi benda asing, banyak mengeluarkan air mata, edema
palpebra, dan perdarahan subkonjungtiva. Kadang-kadang dapat timul
kemosis. Perdarahan subkonjungtiva yang terjadi umumnya difus, namun
dapat diawali oleh bintik-bintik perdarahan. Perdarahan berawal dari
konjungtiva bulbi superior menyebar ke bawah. Pada sebagian besar kasus,
didapatkan limfadenopati preaurikular, folikel konjungtiva, dan keratitis
epithelia. Pada beberapa kasus dapat terjadi uveitis anterior dengan gejala
demam, malaise, dan mialgia. Transmisi terjadi melalui kontak erat dari

8
orang ke orang melalui media sprei, alat-alat optic yang terkontaminasi, dan
air.1,2
Konjungtivitis virus menahun meliputi:
a. Blefarokonjungtivitis Mulloskum Kontagiosum
Molluscum kontagiosum ditandai dengan adanya reaksi radang dengan
infiltrasi mononuclear dengan lesi berbentuk bulat, berombak, berwarna
putih-mutiara, dengan daerah pusat yang non radang. Nodul molluscum pada
tepian atau kulit palpebra dan alis mata apat menimbulkan konjungtivitis
folikuler menahun unilateral, keratitis superior, dan pannus superior, dan
mungkin menyerupai trachoma.1
b. Blefarokonjungtivitis varicella-zoster
Blefarokonjungtivitis varicella-zoster ditandai dengan hiperemia dan
konjungtivitis infiltratif yang disertai erupsi vesikuler sepanjang penyebaran
dermatom nervus trigeminus cabang oftalmika. Konjungtivitis yang terjadi
umumnya bersifat papiler, namun dapat pula membentuk folikel,
pseudomembran, dan vesikel temporer yang kemudian berulserasi. Pada awal
perjalanan penyakit dapat ditemukan pembesaran kelenjar preaurikula yang
nyeri tekan. Selanjutnya dapat terbentuk parut palpebra, entropion, dan bulu
mata salah arah. Lesi palpebra dari varicella dapat terbentuk di bagian tepi
ataupun di dalam palpebra sendiri dan seringkali meninggalkan parut. Sering
timbul konjungtivitis eksudatif ringan, tetapi lesi konjungtiva yang jelas
(kecuali pada limbus) sangat jarang terjadi. Lesi di limbus menyerupai
phlyctenula dan dapat melalui tahap-tahap vesikel, papula, dan ulkus. Kornea
di dekatnya mengalami infiltrasi dan bertambah pembuluh darahnya.1
c. Keratokonjungtivitis morbili.
Enantema khas morbili seringkali mandahului erupsi kulit. Pada tahap awal
konjungtiva nampak seperti kaca yang aneh, yang dalam beberapa hari
diikuti pembengkakan lipatan semilunar (tanda Meyer). Beberapa hari
sebelum erupsi kulit timbul konjungtivitis eksudatif dengan sekret
mukopurulen. Bersamaaan dengan munculnya erupsi kulit akan timbul

9
bercak-bercak koplik pada konjungtiva dan kadang-kadang pada carunculus.
Keratitis epithelial dapat terjadi pada anak-anak dan orang tua.1
2.3 Diagnosis dan Diagnosis Banding
Anamnesis yang teliti mengenai keluhan pasien dan riwayat terdahulu sangat
penting dalam menegakkan diagnosis konjungtivitis virus. Pada penyakit ini,
pasien akan mengeluhkan gejala-gala yang berkaitan dengan proses infeksi
(bengkak, merah, nyeri) dan beberapa hari kemudian akan muncul infiltrasi di
bagian subepitel. Infiltrasi subepitel akan muncul sebagai keputihan di daerah
kornea yang bisa menurunkan visus pasien untuk sementara waktu. Sebagian dari
pasien akan mengalami pembengkakan di daerah kelenjar getah bening di bagian
depan telinga (preaurikula). Dokter bisa menggunakan biomicroscopic slit lamp
untuk melakukan pemeriksaan bagian depan mata. Kadang-kadang, pasien
mengalami pseudo-membrane pada jaringan di bagian bawah kelopak mata pada
konjungtiva.2
Pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan untuk konjungtivitis viral adalah
kultur dengan pemeriksaan sitologi konjungtiva yang dilakukan pada infeksi yang
menahun dan sering mengalami kekambuhan, pada reaksi konjungtiva yang
atipikal, serta terjadi kegagalan respon terhadap pengobatan yang diberikan
sebelumnya. Pengecatan giemsa juga dapat dilakukan. Pada konjungtivitis virus
ditemukan sel mononuklear dan limfosit. Inokulasi merupakan teknik
pemeriksaan dengan memaparkan organism penyebab kepada tubuh manusia
untuk memproduksi kekebalan terhadap penyakit itu. Deteksi terhadap antigen
virus dan klamidia dapat dipertimbangkan. Polymerase chain reaction (PCR)
merupakan pemeriksaan yang digunakan untuk mengisolasi virus dan dilakukan
pada fase akut.2
1. Konjungtivitis viral akut
a. Demam faringokonjungtiva
Diagnosis demam faringokonjungtivitis dapat ditegakkan dari tanda klinis
maupun laboratorium. Virus penyebab demam faringokonjungtiva ini
dapat dibiakkan dalam sel HeLa dan di identifikasi dengan uji netralisasi.
Dengan berkembangnya penyakit virus ini dapat di diagnosis secara

10
serologis melalui peningkatan titer antibodi penetral virus. Namun,
diagnosis klinis merupakan diagnosis yang paling mudah dan praktis. Pada
kerokan konjungtiva didapatkan sel mononuklear dan tidak ada bakteri
yang tumbuh pada biakan.
b. Keratokonjuntivitis epidemika
Virus ini dapat diisolasi dalam biakan sel dan dapat diidentifikasi dengan
uji netralisasi. Kerokan konjungtiva menampakkan reaksi radang
mononuklear primer. Bila terbentuk pseudomembran, juga tampak
neutrofil yang banyak.
c. Konjungtivitis herpetik
Pada konjungtivitis virus herpes simplek, jika konjungtivitisnya folikuler,
reaksi radangnya terutama akibat kemotaksis nekrosis. Inklusi intranuklear
(karena adanya marginasi kromatin) tampak dalam sel-sel konjungtiva dan
kornea dengan fiksasi Bouin dan pilasan papanicolaou, tetapi tidak tampak
dalam pulasan giemsa. Temuan sel-sel epitel raksasa multinukleus
memiliki nilai diagnostik. Pada konjungtivitis Varisella-Zooster, diagnosis
biasanya ditegakkan dengan ditemukan sel raksasa pada pewarnaan
giemsa, kultur virus, dan sel inklusi intranuklear.
d. Konjungtivitis New castle
Diagnosis dari konjungtivitis ini adalah dari anamnesis dan juga gambaran
klinisnya.
e. Konjungtivitis hemoragik epidemik akut
Diagnosis utama adalah dari gambaran klinisnya.
2. Konjungtivitis Viral Kronis
a. Blefarokonjungtivitis Molluscum Contagiosum
Bioposi menunjukkan inklusi sitoplasma iosinofilik yang memenuhi
sitoplasma sel yang rusak, mendesak inti ke satu sisi.
b. Blefarokonjungtivitis varicella zooster
Pada zooster maupun varicella, kerokan dari vesikel palpebranya
mengandung sel raksasa dan banyak leukosit polimorfonuklear, kerokan

11
dari konjungtiva pada varicella dan dari vesikel konjungtiva pada zooster
dapat mengandung sel raksasa dan monosit
c. Blefarokonjungtivitis campak
Kerokan konjungtiva menunjukkan rekasi sel mononuclear, kecuali jika
ada pseudomembran atau infeksi sekunder. Sediaan terpulas giemsa
menampilkan sel-sel raksasa

Sementara itu konjungtivitis virus harus dibedakan dengan konjungtivitis


yang lain dan penyakit mata merah lainnya terkait dengan penatalaksanaannya.
Secara klinis bedasarkan keluhan subyektif dan obyektif perbedaan konjungtivitis
virus dengan konjungtivitis yang lain serta diagnosis mata merah dapat dilihat
pada tabel dibawah ini.
Tabel 1. Diagnosis Banding Penyakit Mata Merah Berdasarkan Keluhan
Subjektif dan Obyektif.2
Gejala Glaukoma Uveitis Keratitis K Bakteri K. virus K. alergi
subyektif akut akut
dan
obyektif
Penurunan +++ +/++ +++ - - -
Visus
Nyeri ++/+++ ++ ++ - - -
Fotofobia + +++ +++ - - -
Halo ++ - - - - -
Eksudat - - -/++ +++ ++ +
Gatal - - - - - ++
Demam - - - - -/++ -
Injeksi + ++ +++ - - -
siliar
Injeksi ++ ++ ++ +++ ++ +
konjungtiva
Kekeruhan +++ - +/++ - -/+ -
kornea
Kelainan Midriasis Miosis Normal/ N N N
pupil nonrekatif iregular miosis
Kedalaman Dangkal N N N N N

12
COA
Tekanan Tinggi Rendah N N N N
intraokular
Sekret - + + ++/+++ ++ +
Kelenjar - - - - + -
preaurikula
r

2.4 Komplikasi
Komplikasi dari konjungtivitis viral, antara lain3:
 Infeksi pada kornea (keratitis) dan apabila tidak ditangani bisa menjadi
ulkus kornea

2.5 Penatalaksanaan
Konjungtivitis viral biasanya bersifat suportif dan merupakan terapi simptomatis,
belum ada bukti yang menunjukkan keefektifan penggunaan antiviral. Umumnya
mata bisa dibuat lebih nyaman dengan pemberian cairan pelembab. Kompres
dingin pada mata 3 – 4 x / hari juga dikatakan dapat membantu kesembuhan
pasien. Penggunaan kortikosteroid untuk penatalaksanaan konjungtivitis viral
harus dihindari karena dapat memperburuk infeksi.
Penatalaksanaan berdasarkan klasifikasi dan gejala dari konjungtivitis virus
dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Konjungtivitis viral akut1,2
a. Demam faringokonjungtiva
Pengobatan untuk demam faringokonjungtiva hanya bersifat suportif
karena dapat sembuh sendiri diberi kompres, astrigen, lubrikasi,
sedangkan pada kasus yang berat dapat diberikan antibiotik dengan
steroid lokal. Pengobatan biasanya simptomatis dan pemberian
antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder.

13
b. Keratokonjungtivitis epidemika
Hingga saat ini belum ada terapi spesifik, namun kompres dingin akan
mengurangi beberapa gejala. Selama konjungtivitis akut, penggunaan
kortikosteroid dapat memperpanjang keterlibatan kornea lebih lanjut
sehingga harus dihindari. Anti bakteri harus diberikan jika terjadi
superinfeksi bakteri.
c. Konjungtivitis herpetik
Untuk konjungtivitis herpes simpleks yang terjadi pada anakdiatas satu
tahun atau pada orang dewasa yang umumnya sembuh sendiri dan
mungkin tidak perlu terapi. Namun, antivirus topikal atau sistemik
harus doberikan untuk mencegah terkena kornea. Jika terjadi ulkus
kornea, harus dilakukan debridement korneadengan mengusap ulkus
menggunakan kain steril dengan hati-hati, oenetesan obat anti virus, dan
penutupan mata selama 24 jam. Antivirus topikal sendiri harus
diberikan 7-10 hari. Misalnya trikloridin setiap 2 jam sewaktu bangun.
Penggunaan kortikosteroid dikontraindikasikan karena bias
memperburuk infeksi herpes simpleks dan mengubah penyakit dari
suatu proses singkat yang sembuh sendiri menjadi infeksi berat yang
berkepanjangan. Pada konjungtivitis varicella zooster pengobatan dapat
dilakukan dengan pemberian kompres dingin. Pada saat acyclovir 400
mg/hari selama 5 hari merupakan pengobatan umum. Walaupun diduga
steroid dapat mengurangi penyulit akan tetapi dapat mengakibatkan
penyebaran sistemik. Pada 2 minggu pertama dapat diberikan analgetik
untuk menghilangkan rasa sakit. Pada kelainan peermukaan dapat
diberikan salep terasilin. Steroid tetes deksametason 0,1% diberikan
bila terdapat episkleritis, skleritis dan iritis.
d. Konjungtivitis new castle
Pengobatan yang khas hingga saat ini tidak ada dan dapat diberikan
antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder disertai obat-obat
simtomatik.
e. Konjungtivitis hemorhagik epidemik akut

14
Penyakit ini dapat sembuh sendiri sehingga pengobatan hanya
simtomatik. Pengobatan antibiotika spekturm luas, sulfacetamide dapat
digunkan untuk mencegah infeksi sekunder. Penyembuhan dapat terjadi
dalam 5-7 hari.
2. Konjungtivitis viral kronik1
a. Konjungtivitis Molluscum Contagiosum
Eksisi, insisi sederhana pada nodul yang memungkinkan darah tepi
yang memasukinya atau krioterapi akan menyembuhkan konjungtivitis.
Pada kondisi ini eksisi nodul juga menyembuhkan konjungtivitisnya.
b. Blefarokonjungtivitis varicella zoster
Pada kondisi ini diberikan acyclovir oral dosis tinggi (800mg/oral 5x
selama 10 hari)
c. Keratokonjungtivitis campak
Tidak ada terapi yang spesifik, hanya tindakan penunjang saja yang
dilakukan, kecuali ada infeksi sekunder.
Konjungtivitis viral merupakan penyakit infeksi yang angka penularannya
cukup tinggi, sehingga pencegahan adalah hal yang sangat penting. Penularan
juga bisa terjadi di fasilitas kesehatan bahkan ke tenaga kesehatan yang
memeriksa pasien. Langkah – langkah pencegahan yang perlu diperhatikan adalah
mencuci tangan dengan bersih, tidak menyentuh mata dengan tangan kosong,
serta tidak menggunakan peralatan yang akan digunakan untuk pemeriksaan
pasien lain. Dalam penularan ke lingkungan sekitar, pasien sebaiknya disarankan
untuk menghindari kontak dengan orang lain seperti di lingkungan kerja / sekolah
dalam 1 – 2 minggu, juga menghindari pemakaian handuk bersama.2

2.6 Prognosis
Prognosis penderita konjungtivitis baik karena sebagian besar kasus dapat sembuh
spontan (self-limited disease), namun komplikasi juga dapat terjadi apabila tidak
ditangani dengan baik.

15
BAB III

KESIMPULAN

Keluhan penderita yaitu mata kanan kemerahan disertai rasa nyeri, keluar
kotoran serta cairan berwarna bening sehingga penglihatan pasien sedikit
terganggu, kelopak mata kanan bagian atas sedikit bengkak, dan terasa sedikit
gatal. Kemerahan pada mata merupakan tanda dari berbagai penyakit mata,
sehingga untuk membedakannya perlu dilihat gejala lainnya. Pada pasien ini
terdapat kotoran berwarna bening yang keluar terus menerus, hal ini mengarah ke

16
penyakit konjungtivitis. Keluarnya kotoran dari mata disebabkan adanya
peradangan pada bagian konjungtiva dari mata, dimana pada konjungtiva terdapat
banyak kelenjar. Infeksi konjungtiva menyebabkan terjadi hipersekresi dari
kelenjar tersebut. Untuk penyebab dari infeksi tersebut, pada pasien ini lebih
mengarah ke konjungtivitis viral dilihat dari warna kotoran yang bening. Pada
konjungtivitis bakteri, sekret biasanya berwarna kuning, kental dan biasa keluar
dalam jumlah besar sehingga mata agak sulit dibuka. Sedangkan konjungtivitis
alergi, biasanya pasien memiliki riwayat atopi atau alergi pada keluarga, serta ada
pajanan terhadap alergen sebelum muncul gejala.
Beberapa penyebab mata merah seperti keratitis, uveitis, dan glaukoma
akut bisa dibedakan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pada keratitis, pasien
biasanya mengeluhkan mata silau, mata kabur, nyeri serta sulit untuk membuka
mata. Gejala tersebut tidak terdapat pada pasien ini. Selain itu dari pemeriksaan
fisik, biasanya terlihat infiltrat pada kornea, peri corneal vascular injection
(PCVI), edema kornea dan bisa tampak ulkus pada kornea pasien. Sedangkan
pada uveitis, pasien juga bisa mengeluhkan nyeri pada mata, mata merah, dan dari
pemeriksaan fisik bisa tampak miosis dan hipopion. Dan pada glaukoma, pasien
mengeluhkan nyeri hebat pada mata disertai mual muntah, dan penurunan
penglihatan. Dari pemeriksaan fisik, tampak bilik mata depan dangkal serta
tekanan bola mata yang meningkat.
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik penderita ini memenuhi kriteria
diagnosis konjungtivitis yang disebabkan oleh viral. Pada konjungtivitis
didapatkan hiperemia pada daerah konjungtiva palpebra dan konjungtiva bulbi.
Selain itu terdapat pula edema minimal pada palpebra serta conjunctival vascular
injection (CVI) pada konjungtiva bulbi. Tanda – tanda tersebut menunjukkan
konjungtivitis. Sedangkan untuk perbedaan jenis penyebab, dapat dilihat dari
gejala dan tanda seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Pada konjungtivitis
alergi, bisa ditemukan cobblestone appearance pada konjungtiva palpebra serta
trantas dots pada daerah perilimbus.

17
Usulan pemeriksaan yang dilakukan adalah pengecatan giemsa, KOH,
kultur. Hal ini dilakukan untuk lebih memastikan penyebab dari konjungtivitis
tersebut sehingga dapat membantu pemilihan terapi yang adekuat.
Pengobatan yang diberikan pada penderita ini adalah Tobrosan tetes mata
4 kali 1 tetes per hari yang berfungsi sebagai antibiotik lokal spektrum luas untuk
pencegahan infeksi sekunder, Eye Fresh eye drop 4 kali 1 tetes per hari sebagai
pelembab mata dan vitamin C syrup 3 x 1 cth untuk membantu proses
penyembuhan.
Prognosis pada penderita ini baik, didukung oleh kepustakaan yang
mengatakan bahwa kebanyakan kasus konjungtivitis viral dapat sembuh sendiri
tanpa diberikan terapi. Komplikasi dari penyakit ini juga tidak sering terjadi.
Namun perlu diperhatikan pencegahan agar tidak menular kepada orang lain
mengingat angka penularannya cukup tinggi.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Garcia-Ferrer FJ, Schwab IR, Shetlar DJ. Conjunctiva. In: Riordan-Eva P,


Whitcher JP (editors). Vaughan & Asburry’s General Opthalmology. 16 th
edition. McGraw-Hill Companies. USA: 2004. p108-112
2. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta. 2005. p128-131
3. Scott, IU. Viral Conjunctivitis. 2011. Available:
http://emedicine.medscape.com/article/1191370-overview#showall
4. Susila, Niti et al. Standar Pelayanan Medis Ilmu Kesehatan Mata FK
UNUD/RSUP Sanglah Denpasar. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Mata FK
UNUD/RSUP Sanglah Denpasar. 2009.
5. Budhiastra, P et al. Pedoman Diagnosis dan terapi penyakit Mata RSUP
Sanglah Denpasar. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Mata FK UNUD/RSUP
Sanglah Denpasar. 2009.

19

Anda mungkin juga menyukai