Anda di halaman 1dari 22

STATUS UJIAN

“OFTALMIA NEONATORUM SUSPECT KONJUNGTIVITIS


GONORE ODS”

PENGUJI :
DR. RIANA AZMI B, SP.M

DISUSUN OLEH :
TIARA ANDARINI
(2014730090)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


RSUD SEKARWANGI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2019
BAB I
STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN
 Nama : By. A
 Umur : 13 hari
 Jenis Kelamin : laki-laki
 Agama : Islam
 Suku : Sunda
 Tanggal pemeriksaan : 23 April 2019

B. ANAMNESIS
Alloanamnesis pada Senin, 23 April 2019 jam 10.45 di poliklinik mata
• Keluhan Utama :
Kedua mata keluar kotoran mata berwarna kuning kehijauan sejak 7 hari SMRS.

 Keluhan Tambahan :
Kedua mata merah, kelopak mata bengkak dan mata sulit membuka.

• Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke poli mata RSUD Sekarwangi diantar oleh nenek dan ibunya dengan keluhan kedua
mata keluar kotoran mata yang banyak sejak 7 hari SMRS. Kotoran mata berwarna kuning kehijauan,
kental, lengket, disertai darah. Kotoran mata ini sering keluar terutama saat pasien menangis dan
bangun tidur, lalu oleh neneknya dibersihkan dengan kapas atau tissue, dan tidak lama kotoran mata
akan segera muncul kembali. Keluhan ini disertai dengan kedua mata merah dan kelopak mata bengkak.
Lima hari SMRS, kelopak mata semakin membengkak dan seluruh kotoran menutupi mata sehingga
kelopak mata sulit untuk membuka. Pasien menjadi rewel dan sulit tidur. Keluhan ini baru dirasakan
pertama kali oleh pasien.
Pada riwayat antenatal, pasien merupakan anak pertama yang lahir saat ibu usia 20 tahun.
Menurut neneknya, ibu pasien pernah mengeluhkan keputihan, gatal, berwarna putih kental saat usia
kehamilan 4 bulan dan berlangsung hingga persalinan. Selama kehamilan ibu pasien tidak pernah
memeriksakan keputihan tersebut ke dokter ataupun bidan setempat sehingga tidak pernah
mendapatkan pengobatan. Ibu pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga. Riwayat berganti-ganti

2
pasangan tidak diketahui oleh nenek pasien. Ayah pasien seorang pedagang di Jakarta dan hanya pulang
2 minggu sekali.
Pada riwayat persalinan, pasien lahir cukup bulan, dibantu oleh bidan. Pasien lahir spontan dan
berat badan lahir 2700 gram. Setelah lahir pasien langsung menangis. Saat lahir, mata tidak bengkak
dan tidak tampak merah. Saat lahir pasien mendapatkan imunisasi dan salep mata antibiotik. Selama
ini pasien mendapatkan ASI ditambah susu formula.

• Riwayat Penyakit Dahulu


Tidak ada keluhan serupa sebelumnya

• Riwayat Pengobatan
Pasien belum pernah berobat untuk keluhan ini.

• Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluhan serupa di keluarga. Riwayat keputihan pada ibu pasien yang terjadi sejak usia
kehamilan 4 bulan dan berlangsung hingga persalinan. Riwayat ibu berganti-ganti pasangan seksual
dan riwayat ayah tidak diketahui oleh nenek pasien.

C. PEMERIKSAAN FISIK
 Keadaan umum : Tampak sakit ringan
 Kesadaran : Composmentis
 Nadi : 108 x/menit, reguler
 Pernapasan : 24x/menit
 Suhu : 36,8oC
 Berat badan : 3,3 kg

D. STATUS OPTHALMOLOGY
Pemeriksaan OD OS
Visus Blink reflek + Blink reflek +
TIO digital - -
Pergerakan bola mata Baik kesegala arah
Palpebra superior dan Hematom (-) (-)
inferior
Edema (+) ada (+) ada

3
Hiperemis (-) (-)

Benjolan (-) (-)

Ulkus (-) (-)

Hordeolum (-) (-)

Kalazion (-) (-)

Ptosis (-) (-)

Sekret (-) (-)

Trikiasis (-) (-)

Konjungtiva Edema (-) (-)

Hiperemis (-) (-)

Sekret (+) sekret (+) sekret


purulent purulen

Injeksi konjungtiva (-) (-)

Sklera Episkleritis (-) (-)

Skleritis (-) (-)

Ulkus (-) (-)

Kornea Kejernihan Jernih Jernih

Edema (-) (-)

COA Kedalaman Cukup cukup

Kejernihan Jernih Jernih

Hifema (-) (-)

Hipopion (-) (-)

Iris Warna Coklat Coklat

Gambar radien Jelas Jelas

Sinekia (-) (-)

Pupil Bentuk Bulat Bulat

Letak Tengah Tengah

diameter ±3mm ±3mm

4
Refleks langsung /TL (+/+) isokor (+/+)isokor

Lensa Kejernihan Jernih Jernih

Letak Tengah Tengah

E. RESUME
By. A datang dengan keluhan kedua mata keluar kotoran mata yang banyak sejak 7 hari SMRS. Kotoran
mata berwarna kuning kehijauan, kental, lengket, disertai darah. Kotoran mata ini sering keluar
terutama saat pasien menangis dan bangun tidur, keluhan ini disertai dengan kedua mata merah dan
kelopak mata bengkak, kelopak mata sulit untuk membuka. Ibu pasien pernah mengeluhkan keputihan,
gatal, berwarna putih kental saat usia kehamilan 4 bulan dan berlangsung hingga persalinan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital dalam batas normal, Visus OD blink reflek + , visus OS
blink reflek +, edema palpebra superior dan inferior, sekret purulent pada konjungtiva ODS

5
F. DIAGNOSA
Oftalmia neonatorum suspect konjungtivitis gonore (blenore) ODS

G. DIAGNOSA BANDING
Oftalmia neonatorum suspect konjungtivitis clamidia ODS

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG ANJURAN


 Pemeriksaan kultur sekret mata
 Pewarnaan gram sekret mata
 Pewarnaan Giemsa goresan konjungtiva

I. Penatalaksanaan
Non medika mentosa
 Pasien di rawat inap di ruang isolasi
 Sekret dibersihkan dengan kapas basah atau dengan cairan infus tiap 15 menit
Medikamentosa
 Irigasi mata menggunakan normal saline tiap jam sampai eksudat konjungtiva bersih
 Antibiotik : Cefotaxime inj IM 2 x 300 mg IV
 Aminoglikosida : Gentamycin ED 6 x 1 gtt ODS

J. PROGNOSIS
• Quo ad vitam : ad bonam
• Quo ad functionam : dubia ad bonam
• Quo ad sanationam : dubia ad bonam

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Konjungtiva
Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus permukaan
posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris).
Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi palpebra (suatu sambungan mukokutan) dan dengan
epitel kornea di limbus.1 Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan
melekat erat ke tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pada
forniks superior dan inferior) dan membukus jaringan episklera menjadi konjungtiva bulbaris. 1
Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbitale di fornices dan melipat berkali-kali.
Adanya lipatan-lipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar permukaan
konjungtiva sekretorik (duktus-duktus kelenjar lakrimal bermuara ke forniks temporal superior).
Konjungitva bulbaris melekat longgar pada kapsul tenon dan sklera di bawahnya, kecuali di limbus
(tempat kapsul Tenon dan konjungtiva menyatu sepanjang 3mm).1 Lipatan konjungtiba bulbaris yang
tebal, lunak, dan mudah bergerak (plica semilunaris) terletak di kantus internus dan merupakan selaput
pembentuk kelopak mata. Struktur epidermoid kecil semacam daging (caruncula) menempel secara
superficial ke bagian dalam plica semilunaris dan merupakan zona transisi yang mengandung baik
elemen kulit maupun membran mukosa.1

Gambar 1. Anatomi Konjungtiva

7
B. Oftalmia Neonatorum
 Definisi
Oftalmia neonatorum adalah radang konjungtiva (konjungtivitis) purulen hiperakut yang
terjadi pada neonatus dengan onset munculnya manifestasi dalam 28 hari pertama kehidupan.
Infeksi ini umumnya diperoleh oleh neonatus selama perjalanan melalui jalan lahir yang terinfeksi.
Kondisi ini juga dikenal sebagai konjungtivitis neonatal yang dapat mengakibatkan berbagai
macam komplikasi visual.2 Kejadian oftalmia neonatorum dapat disebabkan oleh agen infeksius
maupun non-infeksius. Penyebab infeksius seperti bakteri, klamidia dan virus, sedangkan penyebab
non-infeksius adalah bahan kimia yang biasanya diberikan sebagai profilaksis mata pada bayi baru
lahir.2

 Epidemiologi
Di seluruh dunia, insidensi oftalmia neonatorum tingi di daerah-daerah dengan kejadian
penyakit menular seksual yang juga tinggi. Insidens berkisar dari 0,1% di negara-negara yang maju
dengan perawatan prenatal yang efektif, sedangkan berkisar 10% di daerah seperti Afrika Timur.
Pada abad ke 19, kejadian oftalmia neonatorum telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan di
bangsal bersalin tidak hanya di Eropa, tetapi juga di Kanada. Dampak paling buruk yaitu kebutaan
dari infeksi mata karena penyakit ini. Tingkat oftalmia neonatorum bervariasi di berbagai belahan
dunia. Dalam satu rumah sakit di Pakistan, kejadian oftalmia neonatorum dilaporkan sekitar 17%.
Insidens oftalmia neonatorum di Amerika berkisar antara 1-2%, tergantung pada karakter sosial
ekonominya. Oftalmia neonatorum di Amerika Serikat paling sering disebabkan oleh Klamidia
dengan persentase nya sekitar 40%.3
Kejadian oftalmia neonatorum yang disebabkan oleh gonore yang terjadi pada neonatus
berkisar 0,3 hingga 10% kejadian tiap tahunnya. Prevalensi infeksi menular seksual mempengaruhi
kejadian konjungtivitis gonokokal neonatal. Tidak adanya profilaksis yang memadai meningkatkan
30% hingga 40% kejadian yang berhubungan dengan persalinan pervaginam oleh ibu yang
terinfeksi.3

 Etiologi dan Faktor Risiko


Infeksi dapat terjadi dalam tiga cara, yaitu sebelum kelahiran, selama proses persalinan atau setelah
lahir.4
1. Sebelum Kelahiran
Infeksi sangat jarang terjadi melalui cairan amnion pada ibu yang mengalami rupture membran.

8
2. Selama Proses Persalinan
Ini adalah cara infeksi yang paling umum terjadi. Infeksi dari jalan lahir yang terinfeksi
terutama ketika anak lahir dengan presentasi wajah atau dengan bantuan forceps.
3. Setelah Lahir
Infeksi dapat terjadi selama bayi baru lahir pertama kali mandi atau dari pakaian kotor atau jari
dengan lokia yang terinfeksi.

Faktor risiko untuk terjadinya ophtalmia neonatorum termasuk:4


1. Vagintis pada ibu
2. Terdapatnya mekonium pada air ketuban saat bayi lahir
3. Ketuban pecah dini
4. Partus yang lama
5. Rendahnya tingkat lisozim dan imunoglobulin dalam konjungtiva neonatal
6. Kehamilan kurang dari 36 minggu
7. Tidakan pertolongan persalinan yang tidak higienis dan steril

Etiologi konjungtivitis neonatal dapat disebabkan oleh berbagai macam agen seperti bahan
kimia atau mikroba. Meskipun beberapa agen non-infeksius maupun infeksius dapat menginfeksi
konjungtiva, penyebab paling umum konjungtivitis neonatal adalah larutan perak nitrat (AgNO3),
klamidia, gonorea, dan infeksi virus herpes.2,4

1. Gonokokal
Bentuk yang paling serius dari oftalmia neonatorum disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae.
Ciri khas dari bakteri ini dari pewarnaan gram adalah bakteri diplokokus gram negatif, tidak
bergerak, dengan diameter kira-kira 0,8 µm. Pada keadaan tidak berpasangan kokus bakteri
berbentuk seperti ginjal, bila berpasangan bagian yang datar atau cekung saling berdekatan.2,4
Manifestasi dari oftalmia neonatorum yang disebabkan bakteri gonokokal yaitu:2,4
 Onset penyakit biasanya terjadi dalam 2 - 5 hari pertama kelahiran
 Dapat terjadi unilateral maupun bilateral
 Mata penderita akan kelihatan merah dan membengkak disertai keluarnya sekret purulen

9
 Pada kasus berat ditandai dengan kemosis, sekret yang berlebihan, dan ulserasi kornea
yang progresif dan dapat berlanjut menjadi perforasi.

Gambar 2. Oftalmia Neonatorum Gonore

Oftalmia neonatorum dari Neisseria meningitidis juga telah dilaporkan. Dua organisme
Neisseria tersebut tidak dapat dibedakan dengan pewarnaan gram. Diagnosis definitif didasarkan
pada kultur dari eksudat konjungtiva. Bayi yang terinfeksi harus diperiksa untuk infeksi bersamaan
dengan HIV, Klamidia, dan Sifilis.2,4

2. Klamidia
Bakteri golongan Klamidia yang paling sering menyebabkan konjungtivitis neonatal adalah
spesies Chlamydia trachomatis, disebut juga Trachoma Inclusion Conjungtivitis (TRIC). Bakteri
ini adalah organisme intraselular obligat. Onset dari konjungtivitis pada bayi biasanya muncul
sekitar usia 1 minggu, walaupun ada kemungkinan onset bisa muncul lebih cepat terutama pada
kasus ketuban pecah dini.2,4
Karakteristik dari infeksi pada mata berupa:2,4
 Edema ringan, konjungtiva hiperemis dan reaksi papiler dengan eksudat ringan sampai
sedang
 Pada kasus-kasus berat yang biasanya jarang terjadi, diikuti dengan munculnya sekret yang
banyak serta terbentuknya pseudomembran.
Pemeriksaan baku emas untuk diagnosis adalah kultur dari kerokan konjungtiva yang
terinfeksi. Karena kuman ini merupakan organism obligat intraselular, pada material yang akan
dikultur harus terdapat sel epitel didalamnya. Tes amplifikasi asam nukleat (reaksi rantai

10
polymerase) lebih sensitif dari pemeriksaan kultur. Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah
tes fluoresens antibodi langsung dan enzim immunoassay.

3. Infeksi Bakteri Lain


Bakteri-bakteri lain yang dapat menyebabkan oftalmia neonatorum adalah spesies gram positif
seperti Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumoniae, Streptococcus
viridans, dan Staphylococcus epidermidis. Bakteri-bakteri ini merupakan penyebab 30-50% dari
seluruh kasus oftamia neonatorum.2,4
Organisme Gram negatif, seperti Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Serratia marcescens,
Proteus, Enterobacter, dan spesies Pseudomonas, juga telah diteliti sebagai penyebab oftalmia
neonatorum.4
4. Herpes simpleks
Virus herpes merupakan virus yang memiliki morfologi besar. Semua virus herpes mempunyai
inti DNA untai-ganda yang dikelilingi oleh protein. Virus memasuki sel melalui peleburan dengan
selaput sel setelah berikatan dengan reseptor sel khusus berupa glikoprotein. Infeksi yang
disebabkan virus herpes simpleks (HSV) biasanya jarang terjadi sehingga menyebabkan
konjungtivitis neonatorum. Manifestasi klinis pada infeksi HSV biasanya lebih lama muncul dari
pada infeksi gonokokal yaitu pada minggu pertama atau kedua kehidupan.4,5
5. Konjungtivitis Kimiawi
Konjungtivitis karena bahan kimia biasanya ditandai dengan iritasi ringan dan dapat sembuh
dengan sendirinya, serta munculnya kemerahan pada konjungtiva muncul pada 24 jam pertama
setelah pemberian larutan perak nitrat (AgNO3) atau antibiotik yang biasanya digunakan sebagai
profilaksis mata.2

 Patofisiologi

Konjungtiva merupakan selaput lendir tipis, berdasarkan lokasi dapat dibagi menjadi tarsal,
bulbi, dan forniks. Konjungtiva terdiri dari epitel skuamosa non-keratin, yang kaya vaskularisasi pada
substantia propria (mengandung pembuluh limfatik dan sel, seperti limfosit, sel plasma, sel mast, dan
makrofag). konjungtiva ini juga memiliki kelenjar lakrimal dan sel goblet.6
Mekanisme pertahanan primer terhadap infeksi adalah lapisan epitel yang meliputi konjungtiva
sedangkan mekanisme pertahanan sekundernya adalah sistem imun yang berasal dari perdarahan
konjungtiva, lisozim dan imunoglobulin yang terdapat pada lapisan air mata, mekanisme pembersihan

11
oleh lakrimasi dan berkedip. Adanya gangguan atau kerusakan pada mekanisme pertahanan ini dapat
menyebabkan infeksi pada konjungtiva.6
Konjungtiva pada neonatus berada dalam kondisi steril saat lahir tapi mudah menjadi tempat
kolonisasi oleh berbagai mikroorganisme yang dapat berupa patogenik atau non-patogen. Konjungtiva
neonatus rentan terhadap infeksi, bukan hanya karena ada rendahnya tingkat agen antibakteri dan
protein seperti lisozim dan immunoglobulin A dan G, tetapi karena kelenjar air mata dan salurannya
yang baru mulai berkembang.6
Patologi konjungtivitis neonatal dipengaruhi oleh anatomi dari jaringan konjungtiva pada bayi
baru lahir. Peradangan pada konjungtiva dapat menyebabkan pelebaran pembuluh darah, kemosis, dan
sekresi berlebihan. Eksotoksin dari bakteri seperti yang dapat ditemukan pada spesies Streptococcus
dan Staphylococcus dapat menginduksi terjadi nekrosis, terutama bagi sel epitel konjungtiva. Hasil
nekrosis dari epitel tersebut akan menghasilkan sekret pada mata.6
Walaupun pada fase akut sebagian besar patogen akan tereliminasi, tapi beberapa spesies dapat
bertahan dari reaksi imun tersebut. Seperti pada spesies Chlamydia trachomatis yang dapat bertahan
dan hidup pada sel fagosit.6

 Manifestasi Klinik

Gejala klinis bervariasi sesuai dengan etiologi, sulit untuk menentukan penyebab pasti
konjungtivitis neonatal hanya berdasarkan gambaran klinis saja. Gejala klinis bisa dinilai dari:1,2
1. Berdasarkan masa inkubasi
 Konjungtivitis gonokokal, terjadi 3-5 hari setelah lahir tapi dapat terjadi di kemudian hari
 Konjungtivitis klamidia, biasanya memiliki onset lebih lama dari konjungtivitis gonokokal,
masa inkubasi 5-14 hari.
 Konjungtivitis kimia sekunder akibat aplikasi larutan perak nitrat biasanya terjadi pada hari
pertama kehidupan, menghilang secara spontan dalam waktu 2-4 hari .
 Masa inkubasi konjungtivitis lain yaitu nongonokokal, nonchlamydial lebih panjang, menurut
laporan sebelumnya. Konjungtivitis Herpetik, biasanya terjadi dalam minggu pertama setelah
lahir.

2. Berdasarkan penyebab
Gambaran klinis konjungtivitis gonokokal cenderung lebih parah dari penyebab lain
ophthalmia neonatorum, yaitu:1,2
 Terdapat tanda klasik berupa konjungtivitis purulen, yang biasanya bilateral.

12
 Keterlibatan kornea juga telah dilaporkan, termasuk edema difus epitel dan ulserasi yang dapat
berlanjut ke perforasi kornea dan endoftalmitis.
 Pasien mungkin juga memiliki manifestasi sistemik misalnya, rhinitis, stomatitis, artritis,
meningitis, infeksi anorektal, septikemia.
Karakteristik dari infeksi pada mata pada oftalmia neonatorum akibat infeksi klamidia
berupa:1,2
 Edema ringan, konjungtiva hiperemis dan reaksi papiler dengan eksudat ringan sampai sedang.
 Pada kasus-kasus berat yang biasanya jarang terjadi, diikuti dengan munculnya sekret yang
banyak serta terbentuknya pseudomembran.
 Kebutaan dapat terjadi meskipun jarang dan jauh dan terjadi lebih lambat daripada
konjungtivitis gonokokal, bukan karena keterlibatan kornea seperti pada konjungtivitis
gonokokal; tetapi akibat dari bekas luka kelopak mata dan pannus (seperti pada trachoma).
Pada konjungtivitis yang disebabkan bakteri lain dapat memberikan manifestasi klinis
berupa:1,2
 Hiperemis konjungtiva
 Edema palpebral
 Adanya sekret pada mata.

Presentasi klinis konjungtivitis neonatal karena agen kimia biasanya lebih ringan. Ditandai
dengan infeksi bilateral, iritasi, dan sekret mukosa. Herpes simpleks keratokonjungtivitis biasanya
terjadi pada bayi dengan adanya vesikel pada kornea yang dapat membentuk gambaran dendrit.
Pada herpes simpleks umum adanya keterlibatan epitel kornea disertai vesikula pada kulit (yang
mengelilingi mata).1,2

13
PENYEBAB ONSET TEMUAN KLINIS HASIL
LABORATORIUM
DAN SITOLOGI
BAHAN KIMIA Dalam - Hiperemis Kultur negatif
(PERAK NITRAT beberapa jam - sekret cair maupun
SEBAGAI mukoid
PROFILAKSIS)
2-4 hari Akut Purulen Gram negatif
GONOKOKUS setelah lahir Konjungtivitis diplokokus intraselular
pada agar coklat dan
agar darah
5-14 hari - Konjungtivitis Giemsa-positif inklusi
KLAMIDIA setelah lahir mukopurulen lebih jarang sitoplasma sel epitel.
dari purulen Kultur negatif
- Mukus kental
4-5 hari Konjungtivitis mukopurulen Kultur positif pada agar
BAKTERI LAIN setelah lahir darah, gram positif
(PSEUDOMONAS maupun negatif.
AERUGINOSA,
STAPHYLOCOCCUS
AUREUS,
STREPTOCOCCUS
PNEUMONIAE,
HAEMOPHILUS)
5-7 hari - Blepharoconjunctivitis Multinucleated Giant
HERPES setelah lahir - Keterlibatan kornea Cell, positif inklusi
SIMPLEKS - Manifestasi sistemik sitoplasma, kultur
negatif.

Tabel 1. Perbedaan Manifestasi Klinis Oftalmia Neonatorum

 Diagnosis

Studi laboratorium untuk konjungtivitis neonatal sangat penting untuk penegakan diagnosis
dan pengelolaan yang baik. Pemeriksaan kultur awal pada agar coklat atau agar Thayer-Martin untuk
N. gonorrhoeae harus dilakukan serta agar darah untuk bakteri lain.7
Pada N.gonorrhoeae dalam 24 jam kultur akan didapat koloni mukoid cembung, mengkilat dan
menonjol dengan diameter 1-5 mm. Koloni dapat transaparan atau opak, tidak berpigmen dan tidak
hemolitik.7

14
Infeksi klamidia dapat dikesampingkan dengan mengambil goresan konjungtiva kemudian
diperiksa dengan pewarnaan Giemsa yang akan memberikan hasil ungu atau pewarnaan Macchiavello
yang menghasilkan warna merah, dimana hasil tersebut kontras dengan sel inang yang berwarna biru.
Selain itu juga dapat dilakukan pemeriksaan uji antibodi langsung immunofluorescent.7
Pada konjungtivitis herpes, pewarnaan gram dapat menunjukkan hasil sel raksasa multinuklear
atau Pewarnaan Papanicolaou dapat menunjukkan inklusi eosinofilik intranukleat pada sel epitel.7

Gambar 3. Hasil Kultur Sekret Gonore

 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada kasus oftalmia nenonatorum lebih difokuskan pada pemberian


profilaksis selalu lebih baik daripada pengobatan kuratif.7
1. Profilaksis pada masa antenatal, natal dan postnatal
a. Antenatal: meliputi perawatan menyeluruh ibu dan pengobatan infeksi genital saat
dicurigai terinfeksi.
b. Natal: merupakan waktu yang sangat penting, karena sebagian besar infeksi terjadi
selama persalinan.
i. Proses melahirkan harus dilakukan dengan higienisitas tinggi dan melakukan
tindakan aseptik.
ii. Kelopak mata bayi yang tertutup harus benar-benar dibersihkan dan
dikeringkan.

15
c. Postnatal:
i. Penggunaan tetrasiklin topikal 1% atau eritromisin topikal 0,5% atau perak
nitrat 1% (metode Crede's) ke dalam mata bayi segera setelah kelahiran.
ii. Suntikan tunggal ceftriaxone 50 mg / kg IM atau IV (tidak melebihi 125 mg)
harus diberikan kepada bayi yang lahir dari ibu yang tidak diobati.
2. Pengobatan Kuratif
Pengobatan kuratif sebaiknya diberikan bila ada pemeriksaan sitologi dari epitel
konjungtiva ataupun kultur dari sekret konjungtiva sebelum memulai perawatan.
a. Oftalmia neonatorum kimiawi adalah kondisi yang dapat sembuh dengan sendirinya
dan tidak memerlukan pengobatan apapun.
b. Oftalmia neonatorum yang disebabkan gonokokus membutuhan pengobatan yang
tepat untuk mencegah komplikasi.
o Terapi topikal harus mencakup:
 Pemberian irigasi dengan larutan garam salin tiap jam sampai eksudat dari
konjungtiva bersih.
 Salep mata Bacitracin 4 kali / hari. Karena strain ini resisten terhadap
penisilin, terapi topikal dengan golongan ini tidak dapat diandalkan.
 Jika terjadi keterlibatan kornea maka salep atropin sulfat harus diberikan.
o Terapi sistemik.
Neonatus dengan gonokokal ophthalmia harus dirawat selama 7 hari dengan
satu rezim berikut:
 Ceftriaxone 75-100 mg / kg / hari IV atau IM, dibagi dalam 4 dosis
 Cefotaxime 100-150 mg / kg / hari IV atau IM, per 12 jam.
 Ciprofloxacin 10-20 mg / kg / hari atau Norfloxacin 10 mg / kg / hari.
 Jika isolat gonokokal yang terbukti rentan terhadap penisilin, kristal benzyl
penisilin G 50.000 unit untuk bayi cukup bulan dengan berat badan normal dan
20.000 unit untuk bayi prematur atau bayi berat badan rendah harus diberikan
secara intramuskuler dua kali sehari selama 3 hari.
c. Oftalmia neonatorum oleh bakteri lain
Diberikan pengobatan dengan tetes antibiotik spektrum luas dan salep selama 2
minggu.
d. Oftalmia neonatorum yang disebabkan klamidia memberikan respon yang baik
terhadap tetrasiklin topikal 1% atau eritromisin topikal 0,5% sebanyak 4 kali sehari
selama 3 minggu. Namun, eritromisin sistemik 125 mg oral, 4 kali sehari selama

16
3 minggu juga harus diberikan pada infeksi yang disebabkan klamidia di
konjungtiva dimana menyiratkan kolonisasi bakteri pada saluran pernapasan
bagian atas juga. Kedua orang tua juga harus diobati dengan eritromisin sistemik.
e. Oftalmia neonatorum yang disebabkan virus herpes simpleks biasanya merupakan
penyakit yang dapat sembuh dengan sendirinya. Namun, obat antivirus topikal
dapat mengendalikan infeksi lebih efektif dan dapat mencegah kekambuhan.
Biasanya diberikan asiklovir 20mg/kg setiap 8 jam selama 14 hari (21 hari jika
keterlibatan SSP) bersama-sama dengan terapi topikal asiklovir salep mata 3% 5
kali sehari.

Pengobatan Ibu dengan Gonorrhoea saat kehamilan

(Dirjen Pengendalian Penyakit dan Kesehatan Lingkungan. Pedoman Nasional Infeksi Menular Seksual 2011.
Kementerian Kesehatan RI 2011)

17
Bagan 1. Alur Terapi Oftalmia Neonatorum (Konjungtivitis Neonatorum)8

18
Komplikasi

Kasus yang tidak diobati, khususnya dari oftalmia neonatorum gonokokal, dapat berkembang menjadi
ulkus kornea, yang dapat menyebabkan perforasi kornea.
Bila tidak diketahui dan tidak segera diobati, infeksi Pseudomonas dapat menyebabkan endoftalmitis
dan menyebabkan kematian. Pneumonia telah dilaporkan pada 10-20% kasus pada bayi dengan konjungtivitis
klamidia. HSV keratokonjungtivitis dapat menyebabkan jaringan parut kornea dan ulserasi. Selain itu, infeksi
HSV yang menyebar luas sering menyebabkan keterlibatan sistem saraf pusat.6

Pencegahan

Ibu hamil yang mengetahui dirinya menderita klamidia, gonorrhea, ataupun herpes genital perlu
berkonsultasi kepada dokter mengenai perlunya pengobatan tambahan sebelum melahirkan. Umumnya oftalmia
neonatorum dapat dicegah dengan mengobati atau menghambat penularan penyakit melalui seksual ibu. Pada
akhirnya dokter kebidanan perlu mempertimbangkan kelahiran melalui seksiosesaria bila ibu menderita infeksi
vagina berat saat menjelang kelahiran bayinya. Cara yang lebih aman jika curiga terkena oftlamia neonatorum
akibat gonore ialah membersihkan mata bayi segera setelah lahir dengan larutan borisi dan memberikan salep
kloramfenikol.2

19
KESIMPULAN

Oftalmia neonatorum merupakan penyakit infeksi pada bayi baru lahir yang insidensinya tinggi
terutama pada daerah dengan insidensi penyakit menular seksual yang tinggi pula.
Oftalmia neonatorum adalah suatu infeksi pada konjungtiva yang melapisi kelopak mata pada neonatus
dibawah usia 1 bulan. Sementara itu agen penyebab yang paling sering menyebabkan timbulnya infeksi pada
konjungtiva bayi baru lahir ini adalah diantaranya, kuman gonokokal, klamidia, virus herpes simpleks, serta
bahan kimia seperti perak nitrat, Gejala dan perjalanan penyakit yang dapat ditimbulkan bervariasi berdasarkan
agen penyebab masing-masing.
Proses transmisi dari penyakit ini biasanya terjadi pada saat proses kelahiran bayi dari ibu yang sudah
terinfeksi sebelumnya. Maka dari itu, pencegahan penyakit ini apat dilakukan dengan menjaga higienisitas jalan
lahir pada saat proses persalinan dan penggunaan aseptik atau pemilihan persalinan melalui operasi
seksiosesaria.
Namun pencegahan merupakan cara paling efektif untuk mengurangi insidensi penyakit ini. Yaitu pada
ibu yang sudah mengetahui bahwa dirinya menderita penyakit genital sebaiknya segera mengkonsultasikan
pada dokter kebidanan mengenai terapi lanjutan yang akan dilakukan serta metode persalinan yang akan dipilih
guna mencegah terjadinya penulara infeksi pada bayi yang akan dilahirkan.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Eva PR, Whitcher JP. Vaughan & Asbury oftalmologi umum. Ed 17. Jakarta: EGC; 2016, h.5-6, 100-2,
120-1.
2. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata. Ed 5. Jakarta: Badan Penerbit FK UI; 2014, h.124-30.
3. McCourt EA. Neonatal conjunctitivits (opthalmia neonatorum). USA; 2017. Tersedia di:
http://emedicine.medscape.com/article/1192190-overview Diunduh tanggal 10 Oktober 2017.
4. American Academy of Ophthalmology. Pediatric Ophthalmology and Strabismus Section 6. San Fransisco:
AAO; 2011, p.186-7.
5. Khurana AK. Comprehensive opthalmology. Ed 4. India: New Age International (P) Limited; 2007, p.52,
71-3.
6. Rini AS, Yusran M. Oftalmia neonatorum et cause infeksi gonokokal. Majority Unila 2017; 6(3): 58-62.
7. The College of Optometrist. Clinical management guidelines opthalmia neonatorum; 2012.
8. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman nasional penanganan infeksi menular seksual 2015.
Jakarta: Kemenkes RI; 2015, h.47-9.

21
22

Anda mungkin juga menyukai