Anda di halaman 1dari 25

MINI CEX

KONJUNGTIVITIS

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik


Ilmu Penyakit Mata RSUD dr.Tjitrowardojo Purworejo

Diajukan Kepada :
dr. Evita Wulandari, Sp. M

Disusun Oleh :
Ruly Dwi Rintayani
20164011119
BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2018

HALAMAN PENGESAHAN

MINI CEX

Disusun Oleh:
Ruly Dwi Rintayani
20164011119

Telah disetujui dan dipresentasikan pada februari 2018


Mengetahui,
Dokter pembimbing

dr. Evita Wulandari, Sp. M

BAB I
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
 Nama : An. MF
 Usia : 9 tahun
 Jenis kelamin : Laki-laki
 Pekerjaan : Pelajar
 Alamat : Kalongan RT 003 RW 03 Blimbing Bruno

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Kedua mata merah
KeluhanTambahan : mata terasa mengganjal, gatal dan kadang terasa perih, serta
keluar kotoran pada mata
Riwayat Penyakit Sekarang:
Seorang anak laki-laki 9 tahun datang ke poli mata RSUD dr Tjitrowardojo Purworejo
dengan keluhan merah pada kedua matanya sejak kurang lebih 2 bulan yang lalu.
Keluhan tersebut bertambah berat sejak seminggu yang lalu. Keluhan disertai rasa
mengganjal, gatal, kadang terasa perih serta keluar kotoran pada kedua mata, kotoran
berwarna putih kekuningan dan tidak berbau. Pasien tidak mengeluhkan silau, pusing,
ataupun pegal pada kedua matanya. Pasien mengatakan keluhan mata merah tersebut
muncul ketika pasien kelelahan dan kadang hilang dengan sendirinya ketika pasien
beristirahat cukup. Pasien sudah mencoba berobat ke bidan dan puskesmas namun
keluhan tidak membaik.

Riwayat Penyakit Dahulu:


 Pasien sering mengalami keluhan serupa sejak usia 6 tahun
 Pasien tidak memiliki riwayat Asma, dan tidak memiliki riwayat alergi.

Riwayat Penyakit Keluarga:


 Riwayat keluhan serupa disangkal.
 Riwayat alergi pada keluarga disangkal

Riwayat Personal Sosial :

 Pasien merupakan seorang siswa kelas 3 SD. Kedua orang tua bekerja sebagai
pembuat batu bata. Setiap pulang sekolah pasien selalu bermain di tempat kerja
orang tuanya dan sering terpapar debu serta panas-panasan.

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. STATUS GENERALIS
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis

B. STATUS OPTHALMOLOGIS
Pemeriksaan Subjektif:
OD OS
Pemeriksaan OD OS
Visus 5/5 5/5
Palpebra Simetris
Spasme (-) (-)
Oedem (-) (-)
Retraksi (-) (-)
Sikatrik (-) (-)
Lesi (-) (-)
Bola Mata
Pasangan Simetris
Gerakan normal
Konjungtiva
Oedem (-) (-)
Nodul (-) (-)
Folikel (+) (+)
papil (+) (+)
Hiperemis (+) (+)
Inj. Konjungtiva (-) (-)
Inj. Episklera (-) (-)
Inj. Perikornea (+) (+)
Sub. Konj. Bleeding
Sekret (-) (-)
Serosa (+) (+)
Mukoid (-) (-)
Mukopurulen (-) (-)
Purulen
Kornea
Kejernihan Jernih Jernih
Permukaan Licin Licin
Edema (-) (-)
Nodul (tantras dot) (+) (+)
COA Dalam Dalam
Jernih Jernih
Iris / Pupil
Bentuk Bulat Bulat
Diameter 3mm 3mm
Kedudukan Sentral Sentral
Refleksdirek (+) (+)
Refleksindirek (+) (+)
Lensa
Kejernihan Jernih Jernih
Letak Sentral Sentral
TIO N N
IV. USULAN PEMERIKSAAN
 Pemeriksaan slit-lamp
 Pemeriksaan darah rutin (kadar eosinofil)
 Pemeriksaan kadar IgE
 Scrapping konjungtiva dan pemeriksaan histologist
 Efrisel test

V. DIAGNOSIS BANDING
 ODS Konjungtivitis Vernal
 ODS Konjungtivitis Atopik
 ODS iritasi
 ODS Episkleritis

VI. DIAGNOSIS KERJA


ODS Konjungtivitis Vernal

VII. PENATALAKSANAAN
 Farmakologi
o Tetes mata cromolyn sodium (mast-cell stabilizer) 4xODS
o Tetes mata lubricants 6xODS (ketika mata tidak nyaman)

 Nonfarmakologis
o Cari faktor pemicu munculnya keluhan
o Tidak menggosok mata meski terasa gatal
o Kompres air dingin untuk meredakan gatal
o Edukasi untuk menjaga kebersihan personal

VIII. PROGNOSIS
 Advitam : Dubia ad Bonam
 Adsanationam : Dubia
 Advisam : Dubia
 Adkosmetikam : Dubia ad Bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KONJUNGTIVA
1. Anatomi
Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus
permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior sklera
(konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi palpebra dandengan
epitel kornea di limbus. Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu :

 Konjungtiva tarsal ; yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar digerakkan dari
tarsus.
 Konjungtiva bulbi ; menutupi skera dan mudah digerakkan dari sklera dibawahnya.
 Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva ; yang merupakan tempat peralihan
konjungtiva tarsal dan konjungtiva bulbi.

Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat ke
tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pada forniks
superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera menjadi konjungtiva bulbaris.

Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbita di fornices dan melipat berkali-kali.
Adanya lipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar permukaan
konjungtiva sekretorik.
2. Histologi

Konjungtiva terdiri dari lapisan epitel konjungtiva yang terdiri atas dua hingga lima lapisan
sel epitel silindris bertingkat, superfisial, dan basal. Sel-sel epitel superfisial mengandung sel-
sel goblet bulat atau oval yang mengsekresi mukus. Mukus/musin yang terbentuk mendorong
inti sel goblet untuk ke tepi dan diperlukan untuk dispersi lapisan air mata prakornea secara
merata.

Gambar 2. Histologi Konjungtiva

Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (supefisial) dan satu lapisan
fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid. Lapisan ini tidak
berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Lapisan fibrosa tersusun dari jaringan
penyambung yang melekat pada lempeng tarsus. Hal ini menjelaksan gambaran reaksi papilar
pada radang konjungtiva.

Kelenjar lakrimal aksesorius (kelenjar Krause dan Wolfring), yang struktur dan fungsinya
mirip kelenjar lakrimal, terletak di dalam stroma. Sebagian besar kelenjar Krause berada di
forniks atas, sisanya di forniks bawah. Kelenjar Wolfring terletak di tepi atas tarsus atas.

3. Pendarahan, Limfatik, dan Persarafan


Arteri konjungtiva berasal dari arteri ciliaris anterior dan arteri palpebralis. Kedua arteri
ini beranastomosis dengan bebas membentuk jaring-jaring vaskular konjungtiva yang sangat
banyak. Pembuluh limfe konjungtiva tersusun di dalam lapisan superfisial dan profundus dan
bergabung dengan pembuluh limfe palpebra membentuk pleksus limfatikus yang kaya.
Konjungtiva menerima persarafan dari percabangan pertama nervus V (n. Oftalmikus). Saraf ini
memiliki serabut nyeri yang relatif sedikit

B. KONJUNGTIVITIS
1. Definisi
Konjungtivitis adalah peradangan pada selaput bening yang menutupi bagian putih mata
dan bagian dalam kelopak mata. Peradangan tersebut menyebabkan timbulnya berbagai
macam gejala, salah satunya adalah mata merah. Penyakit ini bervariasi mulai dari
hyperemia ringan dengan mata berair sampai konjungtivitis berat dengan banyak sekret
purulen kental. Konjungtivitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, alergi, atau kontak
dengan benda asing, misalnya kontak lensa
2. Etiologi
a. Konjungtivitis Bakteri
Konjungtivitis yang disebabkan bakteri dapat saja akibat infeksi gonokokal,
meningokokal, Staphylococcus aureus, Hemophilus influenza, dan Escherichia coli.
Konjungtivitis bakteri dapat dibagi menjadi empat bentuk yaitu hiperakut, akut, subakut,
dan kronik. Konjungtivitis bakteri hiperakut biasanya disebabkan oleh N gonnorhoeae,
Neisseria kochii dan N meningitidis. Bentuk yang akut biasanya disebabkan oleh
Streptococcus pneumonia dan Haemophilus aegyptyus. Penyebab yang paling sering pada
bentuk konjungtivitis bakteri subakut adalah H influenza dan Escherichia coli, sedangkan
bentuk kronik paling sering terjadi pada konjungtivitis sekunder atau pada pasien dengan
obstruksi duktus nasolakrimalis.
Konjungtivitis bakterial biasanya mulai pada satu mata kemudian mengenai mata yang
sebelah melalui tangan dan dapat menyebar ke orang lain. Penyakit ini biasanya terjadi
pada orang yang terlalu sering kontak dengan penderita, sinusitis dan keadaan
imunodefisiensi.
Konjungtivitis jenis ini memberikan gejala secret mukopurulen dan purulen, kemosis
konjungtiva, edema kelopak, kadang-kadang disertai keratitis dan blefaritis. Ketajaman
penglihatan biasanya tidak mengalami gangguan namun mungkin saja menjadi sedikit
kabur karena adanya secret dan debris pada lapisan air mata, sedangkan reaksi pupil masih
normal. Gejala yang paling khas adalah kelopak mata yang saling melekat pada pagi hari
sewaktu bangun tidur. Konjungtivitis bakteri dapat diobati dengan antibiotik tunggal
seperti neospirin, basitrasin, gentamisin, kloramfenikol, tobramisin, eritromisin, dan sulfa
selama 2-3 hari
b. Konjungtivitis Virus
Jenis konjungtivitis ini adalah akibat infeksi human adenovirus (yang paling sering
adalah keratokonjungtivitis epidermika) atau dari penyakit virus sistemik seperti mumps
dan mononukleus. Biasanya disertai dengan pembentukan folikel sehingga disebut juga
konjungtivitis folikularis. Mata yang lain biasanya tertular dalam 24-48 jam..
Selain itu, Konjungtivitis virus biasanya diakibatkan karena demam faringokonjungtiva.
Biasanya memberikan gejala demam, faringitis, secret berair dan sedikit, folikel pada konjungtiva
yang mengenai satu atau kedua mata. Konjungtivitis ini biasanya disebabkan adenovirus tipe 3,4
dan 7 dan penyebab yang lain yaitu organisme Coxsackie dan Pikornavirus namun sangat jarang.
Konjungtivitis ini mudah menular terutama anak-anak yang disebarkan melalui kolam renang.
Masa 12 inkubasi konjungtivitis virus 5-12 hari, yang menularkan selama 12 hari, dan bersifat
epidemic
Pengobatan konjungtivitis virus hanya bersifat suportif karena dapat sembuh sendiri.
Diberikan kompres, astringen, lubrikasi, dan pada kasus yang berat dapat diberikan antibotik
dengan steroid topical
c. Konjungtivitis Jamur
Konjungtivitis Jamur Konjungtivitis jamur biasanya disebabkan oleh Candida albicans dan
merupakan infeksi yang jarang terjadi. Penyakit ini ditandai dengan adanya bercak putih yang dapat
timbul pada pasien diabetes dan pasien dengan keadaan sistem imun yang terganggu. Selain candida
sp, penyakit ini juga bisa disebabkan oleh Sporothtrix schenckii, Rhinosporidium serberi, dan
Coccidioides immitis walaupun jarang ( Vaughan, 2010).
d. Konjungtivitis Alergi
Konjungtivitis alergi adalah salah satu dari penyakit mata eksternal yang paling sering
terjadi. Bentuk konjungtivitis ini mungkin musiman atau musim-musim tertentu saja dan
biasanya ada hubungannya dengan kesensitifan dengan serbuk sari, protein hewani, bulu-
bulu, debu, bahan makanan tertentu, gigitan serangga, obat-obatan. Konjungtivitis alergi
mungkin juga dapat terjadi setelah kontak dengan bahan kimia beracun seperti hair spray,
make up, asap, atau asap rokok. Asthma, gatal-gatal karena alergi tanaman dan eksim, juga
berhubungan dengan alergi konjungtivitis. Gejala utama penyakit alergi ini adalah radang
(merah, sakit, bengkak, dan panas), gatal, silau berulang, dan menahun. Tanda
karakteristik lainnya adalah terdapatnya papil besar pada konjungtiva, datang bermusim,
yang dapat mengganggu penglihatan.
Konjungtivitis alergi dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti :
 reaksi alergi terhadap debu, serbuk sari, bulu binatang
 iritasi oleh angin, debu, asap, dan polusi udara
 pemakaian lensa kontak terutama dalam jangka panjang.
Berdasarkan perjalanan penyakitnya terbagi menjadi:
1. Konjungtivitis akut : biasanya dimulai pada satu mata yang menyebar ke mata yang
sebelahnya, terjadi kurang dari 4 minggu.
2. Konjungtivitis kronik : terjadi lebih dari 4 minggu.
Pengobatan konjungtivitis alergi yaitu dengan menghindarkan penyebab pencetus penyakit dan
memberikan astringen, sodium kromolin, steroid topical dosis rendah kemudian ditambahkan
kompres dingin untuk menghilangkan edemanya. Pada kasus yang berat dapat diberikan
antihistamin dan steroid sistemik (Ilyas dkk, 2014).
1. Patofisiologi
Konjungtivitis alergika disebabkan oleh respon imun tipe 1 terhadap alergen.
Alergen dengan sel mast dan reaksi silang terhadap IgE terjadi, menyebabkan degranulasi
dari sel mast dan permulaan dari reaksi bertingkat dari peradangan. Hal ini menyebabkan
pelepasan histamin dari sel mast, juga mediator lain termasuk triptase, kimase, heparin,
kondroitin sulfat, prostaglandin, tromboksan, dan leukotrien. histamin dan bradikinin
dengan segera menstimulasi nosiseptor, menyebabkan rasa gatal, peningkatan
permeabilitas vaskuler, vasodilatasi, kemerahan, dan injeksi konjungtiva.
Pertahanan tubuh primer terhadap infeksi adalah lapisan epitel yang menutupi
konjungtiva. Rusaknya lapisan ini memudahkan untuk terjadinya infeksi. Pertahanan
sekunder adalah sistem imunologi (tear-film immunoglobulin dan lisozyme) yang
merangsang lakrimasi.
2. Klasifikasi Konjungtivitis Alergi
Dikenal beberapa macam bentuk dari konjungtivitis alergi, yaitu :

a. Konjungtivitis alergi simpleks (“Hay Fever”): Seasonal Allergic Conjunctivitis (SAC) dan
Perennial Allergic Conjunctivitis (PAC)
b. Konjungtivitis vernal

c. Konjungtivitis atopi

d. Giant Papillary Conjuntivitis


A. Konjuntivitis Alergi Simpleks

Merupakan konjungtivitis alergi ringan yang berkarakteristik gatal, hiperemis, dan


respon papillar yang ringan.

Terdapat 3 bentuk dari tipe ini :

a. Konjuntivitis hay fever. Biasanya menyertai hay fever (rinitis alergi). Terdapat riwayat
alergi terhadap serbuk bunga, rumput, bulu hewan, dan lain lain.

b. Seasoanal allergic conjuntivitis (SAC). SAC merupakan respon terhadap alergi musiman
seperti serbuk bunga. Insidensi SAC sering ditemukan, dan hanya ditemukan pada saat
musim tertentu saja, seperti musim panas, atau musim gugur. Gejalanya biasanya rasa gatal
pada mata, rasa terbakar, panas dan mata berair.
c. Perennial allergic conjunyivitis (PAC). PAC merupakan respon terhadap alergi perennial
seperti debu rumah, roko, atau tungau. PAC jarang terjadi, dan bila terjadi akan terjadi
sepanjang tahun.

Gambar 4. Konjungtivitis “hay fever”

Gambaran patologi pada konjuntivitis simpleks adalah berupa :

a. Respon vaskular, dimana terjadi vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh


darah yang menyebabkan terjadinya eksudasi.

b. Respon selular, berupa infiltrasi konjungtiva dan eksudasi eosinofil, sel plasma, dan sel
mast yang memproduksi histamin dan histamin – like subtances.

c. Respon konjungtiva, merupakan pembengkakan konjungtiva yang diikuti dengan


meningkatnya pembentukan jaringan ikat dan hiperplasia papil.

Pada konjungtivitis hay fever, pasien mengeluh gatal, kemerahan, berair, sensasi
terbakar, fotofobia ringan, dan sering mengatakan matanya seakan-akan “tenggelam dalam
jaringan sekitarnya”.

Pada pemeriksaan didapatkan injeksi ringan di konjungtiva palpebra dan konjungtiva


bulbar, selama serangan akut sering ditemukan kemosis konjungtiva (edema konjungtiva),
dan edema palbebra. Selain itu, mungkin terdapat sedikit kotoran mata khususnya setelah
pasien mengucek matanya. Edema yang terjadi diperkirakan merupakan akibat langsung
dari meningkatnya permeabilitas pembuluh darah karena pengeluaran histamin oleh sel
mast konjungtiva.

Diagnosis konjungtivitis alergi simpleks dapat ditegakkan dengan anamnesis dan


pemeriksaan fisik, flora konjungtiva normal, dan ditemukan eosinofil pada kerokan
konjungtiva (meskipun sulit ditemukan karena eosinofil berada di lapisan terdalam dari
substansia propria dari konjungtiva).

Pengobatan utama dari konjungtivitis alergi simpleks ini adalah menjauhi alergen bila
memungkinkan. Selain itu dapat diakukan penetesan vasokonstriktor-antihistamin topikal,
seperti aderenaline, ephedrine, dana naphazoline. Pemberian antihistamin oral berguna
untuk mengatasi gatal-gatal, dan juga kompres dingin. Respon langsung terhadap
pengobatan cukup memuaskan, tetapi kekambuhan sering ditemukan.

B. Konjungtivitis Atopik

Konjungtivitis atopik merupakan inflamasi bilateral pada konjungtiva dan palpebra,


dimana mempunyai hubungan yang erat dengan dermatitis atopi (eksim). Kebanyakan
pasien merupakan laki laki. Biasanya terdapat riwayat alergi pada pasien atau keluarganya,
dan pasien pernah menderita dermatitis atopi sejak bayi. Keratokonjuntivitis atopik
berlangsung lama dan sering mengalami eksaserbasi dan remisi. Seperti
keratokonjungtivitis vernal, penyakit ini cenderung kurang aktif bila pasien telah berusia
50 tahun. Gejala yang sering adalah sensasi terbakar, gatal, pengeluaran sekret mukoid,
mata merah, fotofobia, dan penglihatan kabur.
Pada pemeriksaan tepi palpebra eritematosa, dan konjungtiva tampa putih seperti susu.
Terdapat papila halus, namu papilla raksasa tidak berkembang seperti pada
keratokonjungtivitis vernal, dan lebih sering terdapat pada tarsus inferior. Berbeda dengan
papilla raksasa pada keratokonjungtivitis vernal, yang terdapat pada tarsus superior.
Tanda-tanda kornea yang berat muncul pada perjalanan lanjut penyakit setelah eksaserbasi
konjungtivitis terjadi berulang. Timbul keratitis superficial yang diikuti dengan
vaskularisasi. Pada kasus berat, seluruh kornea tampak kabur dan bervaskularisasi, dan
ketajaman penglihatan menurun.
Pada kerokan konjungtiva menampakkan eosinofil, meskipun tidak sebanyak yang
terlihat pada keratokonjungtivitis vernal. Tidak didapatkan eosinofil bebas.Penanganan
konjungtivitis atopik sering mengecewakan. Setiap infeksi sekunder harus diobati dan
harus kontrol lingkungan (mengindari alergen). Terapi topikal jangka panjang dengan obat
penstabil sel mast merupakan hal penting.
Pada konjungtivitis atopik antihistamin oral termasuk terfenadine (60-120 mg 2x
sehari), astemizole (10 mg empat kali sehari), atau hydroxyzine (50 mg waktu tidur,
dinaikkan sampai 200mg) ternyata bermanfaat. Obat-obat antiradang non-steroid yang
lebih baru, seperti ketorolac dan iodoxamid, ternyata dapat mengatasi gejala pada pasien-
pasien ini. Pada kasus berat, plasmaferesis merupakan terapi tambahan. Pada kasus lanjut
dengan komplikasi kornea berat, mungkin diperlukan transplantasi kornea untuk
mengembalikan ketajaman penglihatannya.
C. Giant Papillary Conjunctivitis

Konjungtivitis giant papillary (papil raksasa) merupakan inflamasi pada konjungtiva


dengan bentuk papil yang sangat besar. Konjungtivitis ini mempunyai tanda dan gejala
yang mirip konjungtivitis vernal, yang dapat dijumpai pada pasien pengguna lensa kontak,
prosthesis. Penyakit ini kemungkinan suatu hipersensitivitas tipe lambat yang kaya-basofil
dengan komponen Ig-E humoral.

Gambar 9. Giant papillary conjunctivitis

Pasien sering mengeluhkan gatal dan adanya sekret yang beserat. Pada
pemeriksaan, didapatkan hipertrofi papilla (diameter 1 mm) di konjungtiva tarsal superior.

Jika terjadi hal seperti ini, mengganti lensa kontak dengan kacamata dapat
menyembuhkan. Biasanya, setelah lensa kontak sudah tidak digunakan, papila akan
mengilang dalam waktu lebih dari satu bulan. Penggunaan disodium cromoglycate untuk
meredakan gejala pasien.

Jika lensa kontak tetap harus dipakai, perawatan lensa kontak harus yang baik
seperti desinfeksi dan pembersihan lensa kontak dengan cairan yang benar, penggantian
lensa kontak ke jenis weekly-disposible atau daily – disposible. Bila semua ini gagal,
pemakaian lensa kontak harus dihentikan.
D. Konjungtivitis Flikten
Konjungtivitis flikten merupakan konjungtivitis nodular yang disebabkan alergi
terhadap bakteri atau antigen tertentu. Reaksi alergi yang dihasilkan biasanya reaksi
hipersensitivitas tipe lambat (IV) terhadap tuberkuloprotein, stafilokok, limfogranuloma
venerea, infeksi parasit, Candida albicans, dan Chlamydia trachomatis serotipe L1,L2,
dan L3.
Kelainan ini sering ditemukan pada anak-anak di daerah padat, yang biasanya dengan
gizi kurang atau sering mendapat radang saluran napas.

Gambar 10. Konjungtivitis flikten

Gejala konjungtivitis flikten adalah mata berair, iritasi dengan rasa sakit, fotofobia
dapat ringan hingga berat. Bila korena ikut terkena, pasien juga akan merasa silau disertai
dengan blefarospasme.

Biasanya konjungtivitis flikten terlihat unilateral. Pada pasien akan terlihat


kumpulan pembuluh darah yang mengelilingi suatu tonjolan bulat (umumnya berdiameter
1-3 mm) yang keras, meninggi, dengan warna kuning kelabu seperti suatu mikroabses
yang biasanya teletak di dekat limbus. Biasanya abses ini menjalar ke arah sentral atau
kornea dan lebih dari satu. Lesi awal fliktenula dan kebanyakan kasus kambuh biasanya
terjadi di limbus.

Berbeda dengan fliktenula konjungtiva, yang tidak meninggalkan parut, fliktenula


korna berkembang sebagai infiltrat kelabu amorf dan selalu meninggalkan parut.

Secara histologi, fliktenula adalah infiltrasi sel-sel bulat kecil ke perivaskular dan
subepitel setempat (terutama terdiri atas sel monokular limfosit), yang diikuti oleh
sejumlah sel polimorfonuklear saat epitel diatas mengalami nekrosis dan terkelupas.
E. Konjungtivitis Vernal
a) Definisi
Konjungtivitis vernal merupakan konjungtiva alergi bilateral, rekuren, sef-limiting,
interstitial, yang mempunyai insiden musiman. Dikenal juga sebgai “catarrh musim
semi” dan “konjungtivitis musiman” atau “konjungtivitis musin panas”.
b) Insidensi
Konjungtivitis vernal jarang terjadi, biasanya mengenai pasien usia muda antara 3-25
tahun dan berlangsung selama 5-10 tahun. Insidensinya lebih banyak terjadi pada laki-
laki dibandingkan perempuan. Penderita konjungtivitis vernal sering menunjukkan
gejala-gejala alergi terhadap serbuk sari rumput-rumputan. Penyakit ini paling banyak
ditemukan di Afrika sub-Sahara dan Timur Tengah. Konjuntivitis vernal dipikirkan
merupakan kelainan atopi, dimana mekanisme IgE-mediated berperan penting.
Biasanya penyakit ini berhubungan dengan riwayat atopi. Lebih dari 90% pasien
memiliki satu atau lebih kondisi atopi, seperti asma, eksema, rhinitis alergi.
c) Etiologi
Penyebab utama konjungtivitis vernal adalah reaksi allergi, hal ini didasarkan pada beberapa
pemikiran : a. Konjungtivitis yang kambuh secara musiman. b. Pada pemeriksaan kerakan
getah mata didapatkan eosinofil. c. Lebih sering diderita oleh anak dan usia muda
d) Patogenesis
Pada konjungtivitis vernal terjadi perubahan-perubahan akibat dari reaksi alergi.
Perubahan struktur konjungtiva erat kaitannya dengan timbulnya radang interstisial terutama
oleh reaksi hipersensitif tipe I.
 Tahap awal konjutngtivitis vernalis ditandai oleh fase prehipertrofi dalam fase ini terjadi
pembentukan neovaskularisasi dan pembentukan papil yang ditutup oleh satu lapis sel
epithel dengan degenerasi hyalin serta pseudo membran milky white. Pembentukan papil
ini berhubungan dengan infiltrasi stroma oleh sel-sel PMN, eosinafil, basofil dan sel mast
 Tahap lanjut akan dijumpai sel-sel mononuclear serta limfosit, makrofag. Sel mast dan
eosinafil terdapat dalam jumlah besar dan terletak superfisial, sebagian besar sel mast
dalam kondisi terdegranulasi. Fase vaskuler dan seluler akan segera diikuti oleh deposisi
kolagen, dan peningkatan vaskularisasi, hiperplasi jaringan ikat terus meluas membentuk
giant papil
e) Gejala
Pasien umumya mengeluh sangat gatal, sensasi tebakar, dengan kotoran mata
berserat-serat. Gejala gatal-gatal sering ditemukan pada konjungtivitis vernal tipe
palpebralis. Gejala lain yang mungkin menyertai adalah fotofobia ringan, lakrimasi,
kelopak mata terasa berat.
f) Klasifikasi
Konjungtivitis vernal dibagi menjadi dua bentuk utama, yaitu :
1. Bentuk palpebra
Pada tipe palpebra terutama mengenai konjungtiva tarsal superior. Terdapat
perutumbuhan papil yang besar (cobble stone) yang diliputi sekret yang mukoid.
Konjungtiva tarsal inferior hiperemi, edema dan terdapat papil halus degan
kelainan kornea lebih berat dibanding bentuk limbal. Secara klinik palpebra ini
tampak sebagai tonjolan berbentuk poligonal dengan permukaan yang rata dan
dengan kapiler di tengahnya.

Gambar 5. Konjungtivitis vernal tipe palpebra

2. Bentuk limbal
Bentuk ini sering terjadi pada individu berkulit hitam, seperti Afrika atau
India.

Gambar 6. Konjungtivitis vernal tipe limbal

Pada bentuk ini, terdapat hipertrofi papil pada limbus superior yang dapat
membentuk jaringan hiperplastik gelatin, dengan Horner-Trantas dot (multiple
white spots) yang merupakan degenerasi epitel kornea atau eosinofil di bagian
epitel limbus kornea. Selain itu juga terbentuk pannus, dengan sedikit eosinofil.
3. Bentuk campuran
Merupakan campuran dari bentuk palpebra dan limbal.

Gambar 7. Konjungtivitis vernal tipe campuran

Penyakit ini mungkin disertai dengan keratokonus. Terdapat lima macam


lesi pada vernal ketatokonus yaitu, punctate epithelial keratopathy yang
merupakan efek toksis dari mediator inflamasi yang dikeluarkan oleh konjungtiva
dan berhubungan dengan tipe palpebra, ulcerative vernal keratitis (shield
ulceration) yang merupakan ulkus transversal dangkal di bagian kornea sebagai
akibat makroerosi epitel, vernal cornea plaques yang merupakan lapisan eksudat
dari makroerosi epitel, subepithelial scaring, dan pseudogerontoxon (kabut
serupa busur).

Gambar 8. Venal kornea plaque


Pada pemeriksaan laboratorium, eksudat konjungiva yang dipulas dengan
Giemsa terdapat banyak eosinofil dan granula eosinofilik bebas. Biopsi
konjungtiva menunjukan banyak sel mast pada substansia propria.
Keratokonjungtivitis vernal merupakan penyakit yang dapat sembuh
sendiri tanpa diobati. Kombinasi antihistamin diberikan sebagai profilaksis dan
pengobatan pada kasus sedang hingga berat. Pemakaian steroid topikal atau
sistemik dapat membantu. Selain itu, kompres dingin, vasokonstriktor, natrium
karbonat dapat membuat nyaman pada mata pasien. Gejala akut pada seseorang
yang sangat fotofobia hingga tidak dapat berbuat apa-apa, dapat diatasi dengan
steroid sistemik atau topikal jangka pendek, diikuti dengan vasokonstriktor,
kompres dingin, dan pemakaian teratur tetes mata yang memblok histamin
(cromolyn topikal). Studi klinis baru ini menunjukkan bahwa tetes mata topikal
cyclosporine 2% efektif untuk kasus berat yang tidak responsif.
Bila terdapat tukak maka diberi antibiotik untuk mencegah infeksi
sekunder disertai dengan siklopegik. Desensitisasi terhadap tepung sari rumput
dan antigen lain belum membuahkan hasil. Kekambuhan pasti terjadi, khususnya
pada musin panas; tetapi setelah sejumlah kekambuhan, papilae akan menghilang
sempurna, tanpa meninggalkan jarigan parut.
g) Diagnosis
Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa pemeriksaan klinis dan
laboratorium.
1. Pemeriksaan klinis didapatkan anamnesis keluhan utamanya adalah mata merah
kecoklatan/kotor.
2. Pemeriksaan pada palpebra didapatkan hipertrofi papiler, cobble stone, giant’s
papilae. Pada konjungtiva bulbi warna merah kecoklatan dan kotor pada fissura
interpalpebralis. Pada limbus didapatkan Horner-Trantas dots.
3. Hasil pemeriksaan laboratorium atau kerakan konjungtiva atau getah mata didapatkan
sel-sel eosinofil dan eosinofil granul
h) Penatalaksanaan
i) Komplikasi
j) Prognosis
Konjungivitis vernal dapat membaik pada sebagian besar kasus  sembuh spontan (Self
Limited Diseases), tetapi dapat terus berlanjut dari waktu ke waktu, dan semakin memburuk
selama musim-musim tertentu. Komplikasi juga dapat terjadi apabila tidak ditangani dengan
baik.
Komplikasi

k) Dapat menimbulkan keratitis epitel atau ulkus kornea superfisial sentral atau
parasentral, yang dapat diikuti dengan pembentukan jaringan sikatriks yang ringan.
Penyakit ini juga dapat menyebabkan penglihatan menurun. Kadang-kadang
didapatkan panus, yang tidak menutupi seluruh permukaan kornea. Perjalanan
penyakitnya sangat menahun dan berulang, sering menimbulkan kekambuhan
terutama di musim panas.

Anda mungkin juga menyukai