Anda di halaman 1dari 32

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA KASUS BESAR

FAKULTAS KEDOKTERAN JANUARI 2019


UNIVERSITAS HALU OLEO

OS CLOSED GLOBE INJURY ET CAUSA CORPUS ALIENUM

Disusun Oleh:

Ikhlasul Amal Abdal


K1A1 13 137

Pembimbing:

dr. Suryani, Sp.M, M.Kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA RSU BAHTERAMAS
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019
BAB I
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS
Nama              : Tn. M
Umur              : 27 tahun
Pekerjaan : Pekerja bangunan
Alamat            : Ds Mekar Jaya, Moramo Utara
Suku : Tolaki
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama            : Islam
Tanggal Berobat : 8 Januari 2019
No. Register   : 17 75 16
Dokter Muda Pemeriksa : Ikhlasul Amal Abdal

B. ANAMNESIS
Keluhan utama : Merah pada mata kiri
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang dengan keluhan mata merah pada mata kiri yang
dirasakan sejak ± 5 hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan dialami akibat
mata kiri terkena serbuk gurinda. Mekanisme terkena serbukan tidak
diketahui. Keluhan disertai dengan, mata kabur (-) Nyeri (+), mata berair (+)
dan rasa silau (-). Penglihatan ganda (-).
 Riwayat keluhan yang sama sebelumnya disangkal
 Riwayat trauma sebelumnya pada mata disangkal
 Riwayat penyakit mata : Pasien tidak memiliki penyakit mata lain
sebelumnya
 Riwayat penggunaan kaca mata: disangkal
 Riwayat penyakit terdahulu: disangkal
 Riwayat keluarga : Tidak ada keluarga yang memiliki penyakit mata.
 Riwayat pengobatan sebelumnya disangkal

2
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status present
Kesadaran komposmentis, sakit sedang, status gizi kesan baik.
2. Status ophtalmologis
a. Inspeksi
Pemeriksaan OD OS

Palpebra Ptosis (-), Edema (-), Ptosis (-)Edema (-), Hiperemis


Sekret Hiperemis (-) (-)
App. Lakrimalis Lakrimasi (-) Lakrimasi (+)
Silia Sekret (-) Sekret (-)
Konjungtiva Edema (-), Hiperemis (-) Edema (-), Hiperemis (+)

Mekanisme Bergerak ke segala arah Bergerak ke segala arah


muscular bola
mata

Kornea Jernih (+) erosi (+)


.
Bilik mata depan Kesan normal Kesan normal
Iris Coklat, kripte (+) Coklat, kripte (+),
Pupil Bulat, Sentral, Diameter 2,5 Bulat, Sentral, Diameter 2,5
mm RC (+) mm, RC(+)
Lensa Jernih Jernih

b. Palpasi

3
Pemeriksaan OD OS

Tensi Okuler Tn Tn
Nyeri Tekan Kesan (-) Kesan (+)
Massa Tumor Kesan (-) Kesan (-)
Glandula Periaurikuler Pembesaran (-) Pembesaran (-)
c. Tonometri : Tidak dilakukan pemeriksaan
d. Visus : VOD (6/6) VOS (6/6f)
e. Penyinaran Obliq
Pemeriksaan OD OS
Konjungtiva Edema (-), hiperemis (-) Edema (-), Hiperemis (+)
Kornea Jernih Erosi
Bilik mata depan Normal Normal
Iris Coklat, kripte (+) Coklat, kripte (+)
Pupil Bulat, Sentral, Diameter Bulat, Sentral, Diameter
2,5 mm RC (+) 2,5 mm, RC(+)
Lensa Jernih Jernih
f. Campus Visual : Tidak dilakukan pemeriksaan
g. Colour Sense : Tidak dilakukan pemeriksaan
h. Funduskopi : Tidak dilakukan pemeriksaan

D. RESUME
Pasien datang dengan keluhan mata merah pada mata kiri yang
dirasakan sejak ± 5 hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan dialami akibat
mata kiri terkena serbuk gurinda. Keluhan disertai dengan, mata kabur (-)
Nyeri (+), mata berair (+) dan rasa silau (-). Penglihatan ganda (-). Riwayat
keluhan yang sama sebelumnya (-). Riwayat trauma sebelumnya pada mata
(-). Riwayat penyakit mata (-). Riwayat pengobatan sebelumnya (-).
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum kesadaran
komposmentis, sakit sedang, status gizi kesan baik. Pada pemeriksaan
opthalmologis di dapatkan, Visus VOD (6/6) VOS (6/6), Palpebra edema (-),
silia sekret (-), Kunjungtiva edema (-), hiperemis (+), erosi kornea (+), BMD
kesan normal, pupil bulat isokor (2,5mm/2.5mm), RC (+/+).

4
E. DIAGNOSIS
OS Close Globe Injury et causa Corpus Alienum

F. DIAGNOSIS BANDING
- OS Open Globe Injury

G. PENATALAKSANAAN
 Non Medika Mentosa
Edukasi
 Medikamentosa
- Ekstraksi Corpus Alienum
- Polygran 4x1 OS
- Natrium Diclofenat 50mg 2x1

H. PROGNOSIS
Ad vitam : Dubia
Ad fungsionam : Dubia
Ad sanactionam : Dubia

I. GAMBAR KLINIS

5
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. PENDAHULUAN
Trauma mata bisa merupakan penyebab kebutaan unilateral yang
umum pada anak-anak dan orang dewasa muda. Trauma okuli merupakan
salah satu penyebab utama gangguan penglihatan dan kebutaan pada satu mata
yang dapat dicegah. Trauma okuli dapat dibagi menjadi trauma tajam, trauma
tumpul, trauma kimia, trauma termal, trauma fisik, extra ocular foreign body,
dan trauma tembus berdasarkan mekanisme trauma. Trauma okuli dapat
terjadi diberbagai tempat, di rumah tangga, di tempat kerja, maupun di jalan
raya. Nirmalan dan Vats mendapatkan angka kejadian trauma okuli terbesar
terjadi di rumah.1,2
Komplikasi yang ditimbulkan akibat trauma pada mata dapat meliputi
semua bagian mata, yaitu komplikasi pada kelopak mata, permukaan bola
mata, kamera okuli anterior, vitreus, dan retina. Jenis-jenis trauma yang
melibatkan orbita ataupun struktur intra okuli dapat diakibatkan oleh benda
tajam, benda tumpul, trauma fisik, ataupun trauma kimia. Tipe dan luasnya
kerusakan akibat trauma pada mata sangat tergantung dari mekanisme dan
kuatnya trauma yang terjadi. Suatu trauma yang berpenetrasi ke intraokuli
baik objek yang besar ataupun objek kecil akan mengakibatkan kerusakan
yang lebih besar dibandingkan trauma akibat benturan.2
Penanganan dini trauma okuli secara tepat dapat mencegah terjadinya
kebutaan maupun penurunan fungsi penglihatan.2

B. ANATOMI BOLA MATA3


Bola mata orang dewasa normal hampir bulat, dengan diameter
anteroposterior sekitar 24.2 mm.
1. Konjungtiva
Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis
yang membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva

7
palpebralis) dan permukaan anterior sclera (konjungtiva bulbaris).
Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi palpebra (suatu
sambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea di limbus.
2. Kapsul Tenon (Fasia bulbi)
Kapsul Tenon adalah suatu membran fibrosa yang membungkus
bola mata dan limbus sampai nervus opticus. Di dekat limbus,
konjungtiva, kapsul tenon, dan episklera menyatu. Lebih posterior lagi,
permukaan dalam kapsul Tenon berhadapan dengan lemak orbita dan
struktur-struktur lain dalam kerucut otot ekstraokular. Pada titik tempat
kapsul Tenon ditembus tendo-tendo otot ekstraokular dalam perjalanannya
menuju ke tempat insersinya di bola mata, kapsul ini membentuk lipatan
tubular di sekeliling otot-otot tersebut. Lipatan-lipatan fasia ini akan
menyatu dengan fasia ototnya, fasia yang bersatu ini melebar ke struktur-
struktur sekelilingnya dank e tulang orbita. Perluasan fasia ini cukup kaku
dan membatasi kerja otot ekstraokular sehingga dikenal sebagai ligamen
check. Ligament ini mengatur arah gerak otot-otot ekstraokular dan
berfungsi sebagai origo mereka. Segmen bawah kapsul tenon tebal dan
menyatu dengan fasia musculus rectus inferior dan musculus obliquus
inferior membentuk ligamentum suspensorium bulbi (ligament
Lockwood), tempat terletaknya bola mata.
3. Sklera dan Episklera
Sklera adalah pembungkus fibrosa pelindung mata di bagian luar,
yang hampir seluruhnya terdiri atas kolagen. Jaringan ini padat dan
berwarna putih serta berbatasan dengan kornea di sebelah anterior dan
duramater nervus opticus di posterior. Pita-pita kolagen dan jaringan
elastin membentang di sepanjang foramen sklera posterior, membentuk
lamina cribrosa, yang diantaranya dilalui oleh berkas akson nervus
opticus. Permukaan luar sclera anterior dibungkus oleh sebuah lapisan
tipis jaringan elastik halus, episklera, yang mengandung banyak pembuluh
darah yang memperdarahi sklera. Lapisan berpigmen cokelat pada

8
permukaan dalam sklera adalah lamina fusca, yang membentuk lapisan
luar ruang suprakoroid.
Pada tempat insersi musculi recti, tebal sklera sekitar 0.3 mm; di
tempat lainnya tebal sekitar 0.6 mm. di sekitar nervus opticus, sklera
ditembus oleh arteria ciliaris posterior longa dan brevis, dan nervus ciliaris
longus dan brevis. Arteria ciliaris posterior longa dan nervus ciliaris
longus melintas dari nervus opticus ke corpus ciliare di sebuah lekukan
dangkal pada permukaan dalam sklera di meridian jam 3 dan jam 9.
Sedikit posterior dari ekuator, empat vena vorticosa mengalirkan darah
keluar dari koroid melalui sklera, biasanya satu disetiap kuadran. Sekitar 4
mm di sebelah posterior limbus, sedikit anterior dari insersi tiap-tiap
musculus rectus, empat arteria dan vena ciliaris anterior menembus sklera.
Persarafan sklera berasal dari saraf-saraf ciliaris.
4. Kornea
Kornea adalah jaringan transparan yang ukuran dan strukturnya
sebanding dengan kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan
ke dalam sklera pada limbus, lekukan melingkar pada sambungan ini
disebut sulcus scleralis. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 550
mikrometer di pusatnya (terdapat variasi menurut ras); diameter
horizontalnya sekitar 11.75 mm dan vertikalnya 10.6 mm. dari anterior ke
posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang bebeda-beda:
a. Lapisan epitel (yang berbatasan dengan lapisan epitel konjungtiva
bulbaris). Lapisan epitel mempunyai lima atau enam lapis sel.
b. Lapisan Bowman merupakan lapisan jernih aseluler, yang merupakan
bagian stroma yang berubah.
c. Stroma menyusun sekitar 90% ketebalan kornea. Bagian ini tersusun
atas jalinan lamellaserat-serat kolagen dengan lebar sekitar 10-250
mikrometer dan tinggi 1-2 mikrometer yang mencakup hampir seluruh
diameter kornea.
d. Membran Descement, merupakan lamina basalis endotel kornea,
memiliki tampilan yang homogen dengan mikroskop cahaya tetapi

9
tampak berlapis-lapis dengan mikroskop elektron akibat perbedaan
struktur antara bagian pra dan pascanasalnya. Saat lahir, tebalnya
sekitar 3 mikrometer dan terus menebal selama hidup, mencapai 10-12
mikrometer.
e. Lapisan endotel, hanya memiliki satu lapis sel, tetapi lapisan ini
berperan besar dalam mempertahankan deturgesensi stroma kornea.
Endotel kornea cukup rentan terhadap trauma dan kehilangan sel-
selnya seiring dengan penuaan.
Sumber-sumber nutrisi untuk kornea adalah pembuluh-pembuluh
darah limbus, humor aquous, dan air mata. Kornea superficial juga
mendapatkan sebagian besar oksigen dari atmosfer. Saraf-saraf sensorik
kornea didapat dari cabang pertama (ophthalmicus) nervus kranialis V
(trigeminus).
5. Traktus Uvealis
a. Iris, adalah perpanjangan corpus ciliare ke anterior. Iris berupa
permukaan pipih dengan aperture bulat yang terletak di tengah, pupil.
Iris terletak bersambungan dengan permukaan anterior lensa,
memisahkan bilik mata depan dari bilik mara belakang, yang masing-
masing berisi aqueous humor. Iris mengendalikan banyaknya cahaya
yang masuk ke dalam mata. Ukuran pupil pada prinsipnya dibentuk
oleh keseimbangan antara konstriksi akibat aktivitas parasimpatis yang
dihantarkan melalui nervus kranialis III dan dilatasi yang ditimbulkan
oleh aktivitas simpatis.
b. Corpus Ciliare, yang secara kasar berbentuk segitiga pada potongan
melintang, membentang ke depan dari ujung anterior koroid ke
pangkal iris (sekitar 6 mm). Corpus ciliare terdiri atas zona anterior
yang berombak-ombak, pars plicata (2 mm), dan zona posterior yang
datar, pars plana (4 mm). processus ciliares berasal dari pars plicata.
Ada dua lapisan epitel ciliaris; satu lapisan tanpa pigmen di sebelah
dalam, yang merupakan perluasan neuroretina ke anterior; dan satu
lapisan berpigmen di sebelah luar, yang merupakan perluasan lapisan

10
epitel pigmen retina. Processus ciliares dan epitel siliaris
pembungkusnya berfungsi sebagai pembentuk aquous humor.
Musculus ciliaris, otot ini mengubah tegangan pada kapsul lensa
sehingga lensa dapat mempunyai berbagai fokus baik untuk objek
berjarak dekat maupun yang berjarak jauh dalam lapangan pandang.
c. Koroid adalah segmen posterior uvea, di antara retina dan sklera.
Koroid tersusun atas tiga lapis pembuluh darah koroid; besar, sedang,
dan kecil. Semakin dalam pembuluh terletak di dalam koroid, semakin
lebar lumennya. Bagian dalam pembuluh darah koroid dikenal sebagai
koriokapilaris. Darah dari pembuluh koroid dialirkan melalui empat
vena vorticosa, satu di tiap kuadran posterior. Koroid di sebelah dalam
dibatasi oleh membrane Bruch dan disebelah luar oleh sklera. Ruang
suprakoroid terletak diantara koroid dan sklera. Koroid melekat erat ke
posterior pada tepi-tepi nervus optikus. Di sebelah anterior, koroid
bergabung dengan corpus ciliare. Kumpulan pembuluh darah koroid
mendarahi bagian luar retina yang menyokongnya.
6. Lensa
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna,
dan hampir transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya
9 mm. Lensa tergantung pada zonula di belakang iris, zonula
menghubungkannya dengan corpus ciliare. Di sebelah anterior lensa
terdapat aqueous humor; disebelah posteriornya, vitreus. Kapsul lensa
adalah suatu membrane semipermeabel (sedikit lebih permeabel daripada
dinding kapiler) yang akan memperbolehkan air dan elektrolit masuk.
Di sebelah depan terdapat selapis epitel subkapsular. Nukleus lensa
lebih keras daripada korteksnya. Seiring dengan bertambahnya usia, serat-
serat lamellar subepitel terus diproduksi sehingga lensa perlahan-lahan
menjadi lebih besar dan kurang elastic. Nucleus dan korteks terbentuk dari
lamellae konsentris yang panjang. Garis-garis persambungan (suture line)
yang terbentuk dari penyambungan tepi-tepi serat lamellar tampak seperti

11
huruf Y dengan slitlamp. Huruf Y ini tampak tegak di anterior dan terbalik
di posterior.
Lensa ditahan di tempatnya oleh ligamentum suspensorium yang
dikenal sebagai zonula (zonula Zinnii), yang tersusun atas banyak fibril;
fibril-fibril ini berasal dari permukaan corpus ciliare dan menyisip ke
dalam ekuator lensa. Enam puluh lima persen lensa terdiri atas air, sekitar
35%-nya protein (kandungan proteinnya tertinggi di antara jaringan-
jaringan tubuh). selain itu, terdapat sedikit sekali mineral seperti yang
biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di
lensa daripada di kebanyakan jaringan lain. Asam askorbat dan glutation
terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri,
pembuluh darah, atau saraf di lensa.
7. Aquous Humor
Aquous humor diproduksi oleh corpus ciliare. Setelah memasuki
bilik mata belakang, aquous humor melalui pupil dan masuk ke bilik mata
depan, kemudian ke perifer menuju sudut bilik mata depan. Cairan ini
penting untuk membawa nutrien bagi kornea dan lensa.
8. Sudut Bilik Mata Depan
Sudut bilik mata depan terletak pada pertautan antara kornea
perifer dan pangkal iris. Ciri-ciri anatomis utama sudut ini adalah garis
Schwalbe, anyaman trabekula (yang terletak di atas kanal Schlemm), dan
taji sklera (scleral spur).
9. Retina
Retina adalah lembaran jaringan saraf berlapis yang tipis dan
semitransparan yang melapisi bagian dalam dua pertiga posterior dinding
bola mata. Retina membentang ke anterior hampir sejauh corpus ciliare
dan berakhir pada serrata dengan tepi yang tidak rata. Lapisan-lapisan
retina, mulai dari sisi dalamnya, adalah sebagai berikut:
a. Membran limitans interna
b. Lapisan serat saraf, yang mengandung akson-akson sel ganglion yang
berjalan menuju nervus opticus

12
c. Lapisan sel ganglion
d. Lapisan pleksiform dalam, yang mengandung sambungan sel ganglion
dengan sel amakrin dan sel bipolar
e. Lapisan inti dalam badan-badan sel bipolar, amakrin dan horizontal
f. Lapisan pleksiform luar, yang mengandung sambungan sel bipolar dan
sel horizontal dengan fotoreseptor
g. Lapisan inti luar sel fotoreseptor
h. Membran limitans eksterna
i. Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut
j. Epitel pigmen retina. Lapisan dalam membrane Bruch sebenarnya
merupakan membrane basalis epitel pigmen retina.
Retina mempunyai tebal 0.1 mm pada ora serrata dan 0.6 mm pada
kutub posterior. Di tengah-tengaah retina posterior terdapat makula
berdiameter 5.5-6 mm, yang secara klinis dinyatakan sebagai daerah yang
dibatasi oleh cabang-cabang pembuluh darah retina temporal. Makula
lutea secara anatomis didefinisikan sebagai daerah berdiameter 3 mm yang
mengandung pigmen luteal kuning-xantofil. Fovea yang berdiameter 1.5
mm ini meerupakan zona avaskular retina pada angiografi fluoresens. Di
tengah makula, 4 mm lateral dari diskus optikus, terdapat foveola yang
berdiameter 0.25 mm, yang secara klinis tampak jelas dengan oftalmoskop
sebagai cekungan yang menimbulkan pantulan khusus. Foveola
merupakan bagian retina yang paling tipis (0.25 mm) dan hanya
mengandung fotoreseptor kerucut.
Retina menerima darah dari dua sumber yaitu koriokapilaris yang
berada tepat di luar membrane Bruch, yang mendarahi sepertiga luar
retina, termasuk lapisan pleksiform luar dan lapisan inti luar, fotoreseptor,
dan lapisan epitel pigmen retina; serta cabang-cabang dari arteria centralis
retinae, yang mendarahi dua pertiga dalam retina.
10. Vitreus
Vitreus adalah suatu badan gelatin yang jernih dan avaskular yang
membentuk dua pertiga volume dan berat mata. Vitreus mengisi ruangan

13
yang dibatasi oleh lensa, retina, dan diskus optikus. Permukaan luar
vitreus-membran hyaloids- normalnya berkontak dengan struktur-struktur
berikut: kapsul lensa posterior, serat-serat zonula, pars plana lapisan epitel,
retina, dan caput nervi optici. Basis vitreus mempertahankan penempelan
yang kuat pada kapsul lensa dan caput nervi optici, tetapi segera berkurang
di kemudian hari.
Vitreus mengandung air sekitar 99%. Sisa 1% meliputi dua
komponen, kolagen dan asam hialuronat, yang member bentuk dan
kosistensi mirip gel pada vitreus karena kemampuannya mengikat banyak
air.

Gambar 1. Anatomi Bola Mata.4

C. FISIOLOGI PENGLIHATAN
1. Media Refraksi
a. Kornea
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang
dilalui berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya
disebabkan strukturnya yang uniform, avaskular, dan deturgensens.
Deurgensens, atau keadaan dehigrasi relatif jaringan kornea,

14
dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel dan oleh
sawar fungsi epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel
dalam mekanisme dehidrasi, dan cedera kimiawi atau fisik pada
endotel jauh lebih berat daripada cedera pada epitel.5
b. Aqueus humor
Aqueus humor mengisi kamera anterior dan posterior mata.
Jika ini diambil efek refraksinya hilang. Volumenya sekitar 250 L, dan
kecepatan pembentuknya, yang bervariasi diurnal, adalah 1,5 – 2
L/menit. Tekanan osmotik sedikit lebih tinggi daripada plasma.
Komposisinya hampir sama dngan plasma kecuali bahwa cairan ini
memiliki kosentrasi askorbat, piruvat, dan laktat yang lebih tinggi dan
protein, urea, dan glukosa yang lebih rendah.5
c. Lensa
Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke
retina. Untuk menfokuskan cahaya yang datang dari jauh, otot-otot
siliaris relaksasi, menegangkan serat zunola dan memperkecil diameter
anteroposterior lensa sampai ukurannya yang terkecil, dalam posisi ini,
daya refraksi lensa diperkecil sehingga berkas cahaya parallel akan
terfokus ke retina. Untuk menfokuskan cahaya dari benda dekat, otot
siliaris berkontrasi sehingga tegangan zonulla berkurang. Kapsul lensa
yang elastik kemudian mempengaruhi lensa menjadi lebih sferis
diiringi oleh penigkatan daya biasnya. Kerjasama fisiologik antara
korpus siliaris, zunolla, dan lensa untuk memfokuskan benda dekat ke
retina dikenal sebagai akomodasi.5
d. Badan Kaca
Fungsi badan kaca sama seperti fungsi cairan mata, yaitu
mempertahankan bola mata agar tetap bulat. Peranannya mengisi ruang
untuk meneruskan sinar dari lensa ke retina. Badan kaca melekat pada
bagian tertentu jaringan bola mata. Perlekatan itu terdapat pada bagian
yang disebut ora serata, pars plana, dan papil saraf optik. Kebeningan
badan kaca disebabkan tidak terdapatnya pembuluh darah dan sel.5

15
e. Retina
Retina adalah jaringan paling kompleks di mata. Untuk
melihat, mata harus berfungsi sebagai suatu alat optik, sebagai suatu
reseptor yang kompleks, dan sebagai suatu transduser yang efektif.
Sel-sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mampu mengubah
rangsangan cahaya menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh
lapisan saraf retina melalui saraf optikus dan akhirnya ke korteks
penglihatan. Makula berpera penting untuk ketajaman penglihatan dan
untuk penglihatan warna, dan sebagian besar selnya adalah sel kerucut.
Di fovea sentralis, terdpat hubungan hampir 1:1 antara fotoreseptor
kerucut, sel ganglionnya, dan serat saraf yang keluar, dan hal lain
menjamin penglihatan yang paling tajam. Di retina perifer, banyak foto
reseptor dihubungkan ke sel ganglion yang sama, dan diperlukan
sistem pemancar yang lebih kompleks. Akibat dari susunan seperti itu
adalah bahwa makula terutama digunakan untuk penglihatan sentral
dan warna (penglihatan fotopik) sedangkan bagian retina lainnya, yang
sebagian besar terdiri dari fotoreseptor batang, digunakan terutama
untuk penglihatan perifer dan malam (skotopik).5
2. Proses Refraksi
Dua struktur yang paling penting dalam kemampuan refraktif mata
adalah kornea dan lensa. Permukaan kornea yang melengkung, struktur
pertama yang dilewati oleh sinar sewaktu sinar tersebut masuk mata,
berperan paling besar dalam kemapuan refraktif total mata karena
perbedaan dalam densitas pada pertemuan udara-kornea jauh lebih besar
daripada perbedaan dalam densitas antara lensa dancairan disekitarnya.
Kemampuan refraktif kornea seseorang tidak berubah, karena
kelengkungan kornea tidak pernah berubah. Sebaliknya, kampuan refraktif
lensa dapat diubah-ubah dengan mengubah kelengkungannya sesuai
kebutuhan untuk melihat dekat atau jauh.6
Berkas cahaya dari sumber sinar yang berjarak lebih dari 20 kaki
(6 meter) dianggap parallel pada saat berkas tersebut mencapai mata.

16
Sebaliknya, berkas cahaya yang berasal dari benda dekat masih tetap
berdivergensi ketika mencapai mata. Untuk kemampuan refraktif tertentu
mata, diperlukan jarak lebih jauh di belakang lensa untuk membawa
berkas divergen suatu sumber cahaya yang dekat ke titik fokus daripada
membawa berkas paralel suatu sumber cahaya yang jauh ke titik fokus.
Akan tetapi, pada mata tertentu, jarak antara lensa dan retina selalu sama.
Karena itu, tidak terdapat jarak yang lebih jauh setelah lensa untuk
membawa bayangan benda dekat ke fokus. Namun agar penglihatan jelas
maka struktur-struktur refraktif mata harus membawa bayangan dari
sumber cahaya jauh atau dekat ke fokus di retina.6

D. KLASIFIKASI TRAUMA MATA


Berdasarkan Birmingham Eye TraumaTerminology (BETT),
mengklasifikasikan trauma mata berdasarkan diagram dibawah ini:

Gambar 2. Klasifikasi Bola Mata7.


Berdasarkan diagram yang dikategorikan oleh Birmingham Eye
Trauma Terminology (BETT), berikut adalah penjelasannya yaitu :
1. Trauma tertutup (Close-globe injury) adalah luka pada dinding bola mata
(sklera atau kornea) dan luka ini tidak merusak bagian dari intraokuler.
a. Kontusio adalah tidak ada luka (no full-thickness). Trauma disebabkan
oleh energi langsung dari objek (mis., pecahnya koroid) atau
perubahan bentuk bola mata (misalnya, resesi sudut)

17
b. Laserasi lamellar adalah trauma tertutup pada bola mata yang ditandai
oleh luka yang mengenai sebagian ketebalan dinding bola mata.
Trauma ini biasa disebabkan oleh benda tajam ataupun benda
tumpul.4,7
2. Trauma terbuka pada bola mata (Open-globe injury) adalah trauma yang
menyebabkan luka dan mengenai keseluruhan dinding dari bola mata
(sklera dan kornea).
a. Ruptur adalah adanya luka yang mengenai dari seluruh ketebalan
dinding bola mata, yang disebabkan oleh trauma tumpul dan
mekanisme ini dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan tekanan
intraokuli. Luka terjadi akibat mekanisme dari dalam ke luar mata.
b. Laserasi adalah luka yang mengenai seluruh ketebalan dinding bola
mata yang disebabkan oleh benda tajam. Keadaan ini akan
menimbulkan adanya trauma penetrasi ataupun trauma perforasi. Luka
terjadi akbat mekanisme dari luar ke dalam mata.
1) Trauma penetrasi adalah luka yang masuk (entrance wound). Jika
terdapat lebih dari satu luka, setiap luka memiliki penyebab yang
berbeda.
2) Trauma perforasi adalah luka yang masuk dan keluar (entrance
and exit wound). Kedua luka memiliki penyebab yang sama.
3) Intraocular foreign body (IOFB) adalah adanya benda asing pada
intraokular yang keadaan ini sangat berhubungan dengan adanya
trauma penetrasi.4,7

E. DEFINISI MATA
Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang
menimbulkan cedera pada mata. Trauma mata adalah penyebab umum
kebutaan unilateral pada anak dan dewasa.7,8

F. EPIDEMIOLOGI

18
Terdapat sekitar 2,4 juta penderita trauma okuler dan orbita di
Amerika serikat setiap tahunnya, dimana 20.000 sampai 68.000 dengan
trauma yang mengancam penglihatan dan 40.000 orang menderita kehilangan
penglihatan yang signifikan setiap tahunnya. Hal ini seringkali didahului oleh
katarak sebagai penyebab kerusakan penglihatan. Di Amerika Serikat, trauma
merupakan penyebab paling banyak dari kebutaan unilateral. United States
Eye Injury Registry (USEIR) merupakan sumber informasi epidemiologi yang
digunakan secara umum di AS. Menurut data dari USEIR, rata-rata umur
orang yang terkena trauma okuli adalah 29 tahun, dan laki-laki lebih sering
terkena di banding dengan perempuan. Menurut studi epidemiologi
international, kebanyakan orang yang terkana trauma okuli adalah laki-laki
umur 25 sampai 30 tahun, sering mnegkonsumsi alkohol, trauma terjadi di
rumah. Selain itu cedera akibat olah raga dan kekerasan merupakan keadaan
yang paling sering menyebabkan trauma.9
Secara umum insiden trauma mata terbuka sebanyak 3.6-3.8 per
100.000 populasi seluruh dunia dimana puncak insidensi ada pada kelompok
dewasa rata-rata di sekitaran usia 30-an tahun, remaja <20 tahun dan orangtua
usia >70. Studi lainnya menyebutkan angka kejadian trauma tembus berkisar
3.1 dari 100.000orang.70-80 % terjadi pada kaum pria, kecuali pada lansia dan
bayi.Bisa dikatakan perbandingannya 3:1 antara pria dengan wanita, ini
dikarenakan laki-laki lebih sering berhadapan dengan aktivitas beresiko
terhadap paparan trauma okular.Kecenderungan pada anak-anak terutama
yang tumbuh dalam keluarga miskin atau pendidikan rendah atau pengawasan
yang buruk lebih sering terpapar dengan trauma. Dari penelitian yang
dilakukan oleh oleh Daza A.B Larque,dkk pada 92 pasien rawatan open globe
trauma (trauma terbuka) di Hospital de Poniente sebanyak 72% trauma
intraokular ini disebabkan oleh trauma tembus.10

G. ETIOLOGI
Berdasarkan mekanisme traumanya, trauma okular terbagi atas4:
1. Trauma tumpul

19
Trauma tumpul pada mata dapat diakibatkan benda yang keras atau lunak,
dimana benda tersebut dapat mengenai mata dengan keras (kencang)
ataupun lambat. Berdasarkan letak traumanya dapat menyebabkan :
a. Perdarahan palpebra
b. Laserasi palpebra
c. Hiperemis konjungtiva dan perdarahan subkonjungtiva
d. Edema kornea
e. Hifema
f. Iridoplegi dan iridodialisa
g. Kelainan lensa berupa : subluksasi, luksasi, maupun katarak traumatic
h. Kelainan retina berupa : edema retina, maupun perdarahan retina
i. Laserasi sklera
j. Glaukoma sekunder
k. Laserasi konjungtiva
Trauma tumpul pada kornea atau limbus dapat menimbulkan
tekanan yang sangat tinggi dan dalam waktu yang singkat di dalam bola
mata terjadi penyebaran tekanan ke cairan badan kaca dan jaringan sklera
yang tidak elastic sehingga terjadi perenggangan dan robekan pada kornea,
sklera, sudut iridokornea, badan siliaris yang dapat menimbulkan
perdarahan.4
2. Trauma tembus bola mata
Trauma okuli penetrans dapat disebabkan oleh :
a. Trauma oleh benda tajam atau bersudut seperti jarum, kuku, panah,
mur, pulpen, pensil, pecahan kaca, dan lain-lain.
b. Trauma oleh benda asing yang berkecepatan sangat tinggi seperti
trauma akibat peluru dan benda asing dari besi.4
3. Trauma akibat benda asing intraokuler
Benda asing intraokuler dibedakan atas:
a. Berdasarkan sifat fisisnya terbagi atas :
1) Benda logam
2) Benda non logam

20
b. Berdasarkan keaktifan (potensi menyebabkan reaksi inflamasi) terdiri
atas:
1) Benda inert yang merupakan bahan-bahan yang tidak
menimbulkan reaksi jaringan mata, kalaupun terjadi hanya reaksi
ringan saja dan tidak mengganggu seperti plastik dan kaca yang
tidak terlalu memiliki efek yang berbahaya pada mata.
2) Benda reaktif yang merupakan bahan-bahan yang dapat
menimbulkan reaksi jaringan sehingg mengganggu fungsi mata,
misalnya partikel yang mengandung besi. Besi dapat mengalami
oksidasi sehingga menyebabkan reaksi pada mata (siderosis). Oleh
sebab itu, sangatlah penting untuk menyingkirkan benda asing ini
dengan segera.4
4. Trauma fisis
Trauma fisis dapat disebabkan oleh :
a. Sinar dan tenaga listrik, yang meliputi sinar ultraviolet, sinar infra
merah, sinar rontgen, dan tenaga listrik
b. Luka bakar
c. Luka akibat bahan kimia. Baik yang bersifat asam ataupun basah,
dimana luka akibat bahan kimia basah lebih berbahaya dibanding
bahan kimia asam.4

H. GEJALA KLINIK
Bila trauma disebabkan benda tajam atau benda asing masuk ke dalam
bola mata maka akan terlihat tanda-tanda trauma tembus seperti:
- Nyeri
- Tajam penglihatan yang menurun
Pada suatu penelitian yang dilakukan oleh Boo Sup Oum, dkk di Korea
trauma tembus menjadi penyebab teratas terhadap terjadinya penurunan akuisi
visual dilanjutkan berturut-turut dengan IOF, retinal detachment, corneal
ulcer, chemical burn, dan penyebab lainnya
- Defek kehitaman (prolapsus koroid) atau prolapsus vitreous

21
- Injeksi sklera dan perdarahan subkonjungtiva
- Kebocoran cairan vitreous
- Hyphaema
- Prolapsus iris
- Lensa yang dislokasi, katarak traumatik
- Tekanan bola mata rendah
- Bilik mata dangkal
- Bentuk dan letak pupil yang berubah
- Pupil yang tidak sama; berdilatasi dan nonreaktif pada sisi yang terkena
- Terlihatnya ada ruptur pada kornea atau sklera.10

Gambar 3. Corneal tear dan prolaps iris4

I. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Anamnesis yang tepat diperlukan untuk menganalisa bagaimana
proses trauma yang dialami, jenis benda yang mengenainya yang akan
bermanfaat dalam mengarahkan pemeriksaan oftalmologi dan penunjang
selanjutnya. Jika terdapat riwayat trauma oleh benda berkecepatan sangat
tinggi atau jika terdapat pecahan logam atau kaca dalam proses trauma
maka diangosa trauma okuli penetrans sudah hampir dapat dipastikan.11,12
Dalam anamnesis adalah keharusan untuk menanyakan waktu,
mekanisme, dan lokasi trauma. Jika terdapat trauma penetrasi, perlu
diidentifikasi kekuatan dan jenis material yang menimbulkan trauma;
material organik lebih cenderung menyebabkan infeksi, sedangkan materi
logam lebih cenderung menyebabkan reaksi. Riwayat penyakit mata
sebelumnya perlu digali lebih lanjut, seperti gangguan visus sebelum

22
trauma, dan riwayat pembedahan pada mata sebelumnya.Penggunaan
pelindung mata saat trauma pun perlu ditanyakan guna menilai seberapa
berat trauma yang ditimbulkan.1,13
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan fisik secara
umum dan pemeriksaan ophtalmikus. Sesegera mungkin, pemeriksa dapat
menentukan akuisi visual, yang menjadi prediktor reliabel untuk visual
akhir pada mata yang mengalami trauma dan melakukan pemeriksaan pada
pupil untuk mendeteksi adanya defek pada pupil aferen.Pemeriksaan
akuisi visual dan pupil dilakukan pada kedua mata. Secara khusus akuisi
visual awal (kurang dari 20/200), adanya hyphema, serta pupil dan uvea
yang abnormal adalah indikator dari trauma tembus pada mata yang harus
sesegera mungkin mendapat penanganan dan respon yang cepat oleh
tenaga medis.10
Evaluasi awal yang dapat dilakukan seperti pemeriksaan akuisi
visual, lapangan pandang konfrontasional, pemeriksaan pupil, dan
funduskopi mungkin dilakukan secara eksttim karena ada penekanan yang
menyebabkan ekstrusi dari isi bola mata melalui perlukaan pada sklera
maupun kornea. Tanda-tanda penetrasi yang dapat dilihat yaitu prolapsus
uvea, distorsi pupil, katarak, dan perdarahan vitreous.10
3. Pemeriksaan penunjang
OGI umumnya didiagnosis dengan anamnesis dan pemeriksaan
klinis saja. Pencitraan diagnostik harus dilakukan untuk menilai
keberadaan IOFB jika dicurigai dan untuk mengevaluasi tingkat kerusakan
globe. Modalitas pencitraan utama yang digunakan adalah computerized
tomography (CT) dan B scan ultrasonography (US); jarang, sinar X, dan
pencitraan resonansi magnetik (MRI) digunakan.14
a. Tomografi terkomputerisasi (CT)
Dalam satu studi, CT adalah 94.9% sensitif untuk deteksi
IOFB. Ini sangat sensitif untuk IOFB logam, dan sedikit kurang tetapi
masih lebih sensitif daripada MRI untuk kaca. Sementara logam dan

23
kaca hyperdense pada CT, fragmen kayu tampak hipodense kecuali
ditutupi dengan cat yang mengandung timah dan dapat meningkatkan
radiodensitas selama beberapa hari. Pada pasien anak-anak, karena
kemungkinan artefak gerak dan dosis radiasi yang berpotensi
berbahaya dikirimkan ke lensa selama setiap CT scan, dokter mata
dapat menggunakan metode alternatif seperti AS untuk
mengkonfirmasi kecurigaan klinis OGI.13,14
b. B-scan ultrasonografi
B-scan adalah metode cepat, efisien biaya yang dapat berguna
dalam mendiagnosis OGI, terutama dalam menilai integritas segmen
posterior. B-scan telah terbukti memiliki sensitivitas yang lebih rendah
dalam mendeteksi IOFBs yang ditutupi oleh udara intraokular bila
dibandingkan dengan CT, tetapi satu studi dari 427 laporan B-scan
menunjukkan 100% nilai prediksi positif untuk diagnosis RD dan
IOFB. Kami merekomendasikan pemindaian B pada pasien anak yang
patuh hanya jika dilakukan dengan sangat hati-hati oleh teknisi atau
dokter berpengalaman setelah penutupan globe primer untuk
menghindari ekstrusi lebih lanjut dari konten intraokular.13,14
c. X-Ray
Patologi pada globe dapat dideteksi secara tidak sengaja pada
film biasa. Kecepatan, ketersediaan, dan biaya rontgen yang rendah
membuatnya berharga dalam mendeteksi IOFB logam atau fraktur
orbital hanya dengan tidak adanya modalitas pencitraan yang lebih
maju dan ketika OGI tidak dapat secara klinis dikonfirmasi atau
disingkirkan.13,14
d. MRI
MRI hanya digunakan untuk mendeteksi IOFBs nonlogam,
terutama ketika IOFB kayu yang dilihat sebagai hipodensitas ambigu
pada CT dapat disalahartikan sebagai udara. Sangat penting untuk
secara tegas mengesampingkan keberadaan IOFB logam, serta logam
magnetik lainnya di dalam atau pada pasien, sebelum memesan MRI.

24
Bahan feromagnetik (mis., Nikel, besi, kobalt) akan dipindahkan oleh
magnet di MRI sedangkan logam lainnya (mis., Tantalum) tidak
akan.13,14

J. PENATALAKSANAAN OPEN GLOBE INJURY


1. Palpebra
 Hematoma palpebra, pengobatan dilakukan dengan pemberian
kompres dingin untuk menghentikan perdarahan dan menghilangkan
rasa sakit. Bila telah lama, untuk memudahkan absorbsi darah dapat
dilakukan kompres hangat kelopak mata.7
 Abrasi dan laserasi palpebra, pengobatan dilakukan apabila terjadi
abrasi karena partikel benda asing harus segera dikeluarkan dengan
irigasi. Luka kemudian diirigasi dengan saline serta ditutup dengan
salep antibiotik dan kasa steril. Bila terjadi laserasi palpebra maka
dilakukan tindakan bedah.7
2. Konjungtiva
 Edema konjungtiva, pengobatan dilakukan dengan pemberian
dekongestan untuk mencegah pembendungan cairan di dalam selaput
lendir konjungtiva. Bila terjadi kemotik konjungtiva dapat dilakukan
insisi untuk mengeluarkan cairan konjungtiva.7
 Hematoma subkonjungtiva, pengobatan dini ialah dengan kompres
hangat. Perdarahan subkonjungtva akan hilang atau diabsorbsi dalam
1-2 minggu tanpa diobati.7
3. Kornea
 Edema kornea, pengobatan dilakukan dengan pemberian larutan
hipertonik seperti NaCl 5% atau garam hipertonik 2-8 %, glukosa 40%
dan larutan albumin. Bila terjadi peninggian tekanan bola mata maka
diberikan asetazolamida. Pengobatan untuk menghilangkan rasa sakit
dan memperbaiki tajam penglihatan dengan lensa kontak.7
 Erosi kornea, pengobatan dilakukan dengan pemberian anestesi topikal
dapat diberikan untuk memeriksa tajam penglihatan dan

25
menghilangkan rasa sakit. Untuk mencegah infeksi bakteri diberikan
antibiotik sprektrum luas seperti kloramfenikol dan sulfasetamid tetes
mata. Bila mengabitkan spasme siliar, maka diberikan siklopegik aksi-
pendek seperti tropikmida.7
4. Uvea
 Hifema, pengobatan dilakukan dengan parasentesis atau mengeluarkan
darah dari bilik mata depan dilakukan pada pasien dengan hifema bila
terlihat tanda-tanda imbibisi kornea, glaukoma sekunder, hifema penuh
dan berwarna hitam atau bila 5 hari tidak terlihat tanda-tanda hifema
akan berkurang.7
 Iridodialisis, pengobatan dilakukan dengan pembedahan dengan
melakukan reposisi pangkal iris yang terlepas.7
 Iridoplegia, pengobatan dilakukan dengan tirah baring untuk mencegah
terjadinya kelelahan sfingter.7
 Iridosiklitis, bila terjadi uveitis anterior diberikan tetes mata midriatik
dan steroid topikal. Bila terjadi infeksi berat, maka dapat diberikan
steroid sistemik.7
5. Lensa
 Luksasi lensa anterior, penatalaksanaan awal berupa azetasolamida
untuk menurunkan tekanan bola mata dan ekstraksi lensa.7
 Luksasi lensa posterior, pengobatan dilakukan dengan ekstraksi lensa.7
 Katarak trauma, pengobatan katarak traumatik tergantung pada saat
terjadinya. Bila terjadi pada anak sebaiknya dipertimbangkan akan
kemungkinan terjadinya ambliopia. Untuk mencegah ambliopia pada
anak dapat dipasang lenda intraokuler primer atau sekunder. Ekstraksi
lensa dilakukan bila terjadi penyulit seperti glaukoma dan uveitis.7
6. Benda asing intraokuler
Benda asing pada bagian superfisial cukup dengan irigasi, diambil
dengan pemberian anstesi topikal sebelumnya. Sementara benda asing
intraokular ialah dengan mengeluarkannya dan dilakukan dengan

26
perencanaan pembedahan agar tidak memberikan kerusakan yang lebih
berat terhadap bola mata.7
7. Trauma kimia
 Trauma asam, pengobatan dilakukan dengan irigasi jaringan yang
terkena secepatnya dan selama mungkin untuk menghilangkan larutan
bahan yang mengakibatkan trauma.7
 Trauma basa, pengobatan dilakukan dengan secepatnya melakukan
irigasi dengan garam fisiologik. Sebaiknya irigasi dilakukan selama
mungkin, Penderita diberi siklopegiam antibiotika, EDTA untuk
mengikat basa.7
8. Trauma radiasi
 Trauma sinar infra merah, pengobatan dilakukan dengan steroid
sistemik dan lokal diberikan untuk mencegah terbentuknya jaringan
parut pada maukla atau untuk mengurangi gejala radang yang timbul.7
 Trauma sinar ultra violet, pengobatan dilakukan dengan siklopgia,
antibiotik lokal, analgetik, dana mata ditutup selama 2-3 hari.7
Penatalaksanaan pada trauma mata bergantung pada jenis trauma,
dibedakan atas penatalaksanaan secara medikamentosa dan operatif

K. KOMPLIKASI OPEN GLOBE INJURY


 Kehilangan penglihatan permanen
 Kehilangan mata
 Endophthalmitis: radang jaringan atau cairan di dalam mata (terutama
dengan benda asing intraokular yang tertahan), sering disertai dengan
nyeri mata yang dalam, mata merah, dan penurunan ketajaman visual.
 Oftalmia simpatik: panuveitis granulomatosa bilateral setelah cedera
penetrasi unilateral (dan jarang terjadi setelah operasi intraokular) →
kebutaan bilateral dapat terjadi Parut, mengaburkan, dan / atau ulserasi
kornea
 Neovaskularisasi kornea

27
 Adhesi kelopak mata (konjungtiva palpebral) ke bola mata (konjungtiva
bulbar)
 Kebutaan
Suatu penelitian yang dilakukan Rao Laavanya, dkk dari 166 pasien
sejumlah komplikasi yang dijumpai adalah sebagai berikut:
1. 56.7% pasien dengan prolapsus iris
2. 21.6% pasien dengan perdarahan vitreous
3. 13.5% pasien dengan delayed endophtalmitis
4. 12% pasien dengan katarak
5. 8.1% pasien dengan benda asing intraocular
6. 6.6% pasien dengan hifema
7. 5.4% pasien dengan retinal detachment
8. 5.4% pasien dengan phthisis bulbi
9. 2.7% pasien dengan eviserasi.10

L. PROGNOSIS
Prognosis dari trauma oculi penetrans yang disertai dengan benda
asing intraokuler bergantung pada :
1. Visus awal penderita
2. Mekanisme trauma
3. Ukuran luka
4. Zona trauma
5. Ada tidaknya perdarahan intraokuler (hifema, perdarahan vitreous)
6. Disertai atau tanpa endoftalmitis
7. Prolapsus uvea
8. Adat tidaknya retinal detachment
9. Lokasis benda asing
10. Jenis benda asing yang tertinggal
11. Lama waktu dalam pengeluaran benda asing12
Trauma tembus pada mata merupakan trauma yang serius dan
mengancam penglihatan, prognosisnya seringkali sangat buruk. Ada beberapa

28
faktor prediktor berkaitan dengan prognosis yang buruk misalnya akuisi visual
yang menurun bahkan hilang penglihatan, seperti defek pupil aferen, laserasi
di kelopak, kerusakan lensa, perdarahan vitreous dan adanya benda asing
intraocular.10

M. PENCEGAHAN TRAUMA MATA


Trauma mata dapat dicegah dan diperlukan penerangan kepada
masyarakat untuk menghindarkan terjadinya trauma pada mata, seperti:
1. Trauma tumpul akibat kecelakaan tidak dapat dicegah, kecuali trauma
tumpul perkelahian
2. Diperlukan perlindungan pekerja untuk menghindarkan terjadinya trauma
tajam
3. Setiap pekerja yang sering berhubungan dengan bahan kimia sebaiknya
mengerti bahan apa yang ada di tempat kerjanya
4. Pada pekerja las sebaiknya menghindarkan diri terhadap sinar dan
percikan bahan las dengan memakai kacamata
5. Awasi anak yang sedang bermain yang mungkin berbahaya untuk
matanya.15

29
BAB III
PEMBAHASAN

Pasien datang dengan keluhan mata merah pada mata kiri yang dirasakan
sejak ± 5 hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan dialami akibat mata kiri
terkena serbuk gurinda. Trauma mata adalah penyebab umum kebutaan unilateral
pada anak dan dewasa. Berdasarkan Birmingham Eye TraumaTerminology
(BETT), mengklasifikasikan trauma mata menjadi trauma tertutup (Close-globe
injury) dan trauma terbuka (Open-globe injury). Pasien didiagnosis denganclose
globe injury karena terdapat luka pada dinding bola mata (kornea) dan luka ini
tidak merusak bagian dari intraokuler.
Keluhan disertai dengan, mata kabur (-) Nyeri (+), mata berair (+) dan rasa
silau (-). Penglihatan ganda (-). Riwayat keluhan yang sama sebelumnya (-).
Riwayat trauma sebelumnya pada mata (-). Riwayat penyakit mata (-). Riwayat
pengobatan sebelumnya (-).Dalam anamnesis adalah keharusan untuk
menanyakan waktu, mekanisme, dan lokasi trauma. Jika terdapat trauma
penetrasi, perlu diidentifikasi kekuatan dan jenis material yang menimbulkan
trauma; material organik lebih cenderung menyebabkan infeksi, sedangkan materi
logam lebih cenderung menyebabkan reaksi. Riwayat penyakit mata sebelumnya
perlu digali lebih lanjut, seperti gangguan visus sebelum trauma, dan riwayat
pembedahan pada mata sebelumnya. Penggunaan pelindung mata saat trauma pun
perlu ditanyakan guna menilai seberapa berat trauma yang ditimbulkan.
Pasien di tatalaksana dengan ekstraksi corpus alienum, polygran 4x1dan
na diklofenat 2x1. Tatalaksana utama pasiennya ini adalah untuk mengekstraksi
corpus alienum. Antibiotic diberikan dengan tujuan sebagai profilaksis terhadap
terjadi infeksi sekunder. Analgetik diberikan sebagai pengobatan simptomatik
dikarenakan pasien mengeluhkan adanya rasa nyeri.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Suhardjo & Hartono. 2007. Buku Kesehatan Mata. Yogyakarta: Fakultas


Kedokteran UGM.
2. Djelantik, A S., Ari A, I Gde R W. 2010. The Relation of Onset of Trauma
and Visual Acuity on Traumatic Patient. Journal Oftalmologi Indonesia
Volume 7 No 3 Halaman: 85 – 90.
3. Eva, PR dan John PW. 2013. “Oftalmology Umum Vaughan & Asbury Edisi
17” Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
4. Khurana, AK. 2007. Comprehensive Ophtalmology 4th Ed . New Delhi: New
Age International (P).; p401-15.
5. Saminan, 2017. Penyimpangan Reflaksi Cahaya Dalam Mata Pada Anak Usia
Sekolah. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala Volume 17 Nomor 3 Halaman 184 –
189.
6. Sherwood, Lauralee. 2012. “Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem”. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
7. Amru, Khaeriah. 2017. Evaluasi Penatalaksanaan Penderita Trauma Mata di
Rumah Sakit Umum Pusat Dokter Wahidin Sudirohusodo Makassar Periode
2015 – 2016. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar.
8. Knyazer, B, Natalya B., Jaime L., et al. 2013. Open Globe Eye Injury
Characteristic and Prognostic Factors in Southern Israel: A Retrospective
Epidemiologic Review of 10 Years Experience. IMAJ Volume 15 Halaman
158 – 162.
9. Kuhn, F. 2017. Intraocular Foreign Body (IOFB). Acces on December 25th
2018. Available on http://emedicine.medscape.com.
10. Lubis, R R. 2014. Trauma Tembus Pada Mata. Departemen Ilmu Kesehatan
Mata Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Halaman 1 – 20.
11. Al-thowaibi A, Kumar M, Al-Matani I. 2011. An Overview of Penetrating
Ocular Trauma with Retained Intraocular Foreign Body. Saudi Journal of
Ophtalmology; 25:203-5.

31
12. Iqbal M. 2010. Retained Intraocular Foreign Body, Case Report . Pak J
Ophtalmology; 26(3): 158-160.
13. Bord, S P., Judith L. 2008. Trauma to the Globe and Orbit. Emergency
Medicine Clinics of North America. Volume 26. Halaman: 97 – 123.
14. Li, X., Marco A Z, Neelakshi B. 2015. Pediatric Globe Injury: A Review of
The Literature. Journal of Emergencies, Trauma, and Shock. Volume 8 Issue
4 Halaman: 216 – 223.
15. Ilyas, S dan Sri RY. 2014. “Ilmu Penyakit Mata Edisi Kelima”. Jakarta: Badan
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

32

Anda mungkin juga menyukai