Anda di halaman 1dari 37

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN FEBRUARI 2018


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

KATARAK SENILIS

OLE

OLEH :

RUSLAN
10542 0120 09

PEMBIMBING :

dr. RAHASIAH TAUFIK, Sp. M (K)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa :

Nama : RUSLAN
NIM : 10542 0120 09
Judul Lapsus : Katarak Senilis

Telah menyelesaikan tugas tersebut dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian
Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, Februari 2018

Pembimbing

dr. Rahasiah Taufik, Sp.M (K)


LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. T
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 58 tahun
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Bugis /Indonesia
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Urip Sumoharjo
No. Register : 11.42.52
Tanggal Pemeriksaan : 02 Februari 2018
Rumah Sakit : BKMM
Pemeriksa : dr. S, Sp.M

B. ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Penglihatan Kabur pada mata kanan
Anamnesis Terpimpin :
Pasien datang ke Poli Balai Kesehatan Mata Masyarakat dengan penglihatan
kabur pada mata kanan dan susah melihat yang sudah di rasakan kurang lebih sejak 1
tahun yang lalu. Awalnya penglihatan kabur minimal, tetapi 4 bulan belakangan ini
keluhan semakin memburuk dan menganggu penglihatan, mata berair tidak ada, gatal
tidak ada, penglihatan berawan ada , penglihatan silau tidak ada ada dan kotoran mata
tidak ada. Riwayat penyakit dahulu tidak ada, konsumsi obat tidak ada, Diabetes
Melitus tidak ada, riwayat keluarga di sangkal, riwayat trauma tidak ada.
Riwayat Penyakit Terdahulu :
Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama sebelumnya (-)
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada
Riwayat Pengobatan :
Pasien belum pernah berobat sebelumnya.
Riwayat Pemakaian Kacamata :
Tidak ada

C. PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI
1. Pemeriksaan Inspeksi
OD OS
Palpebra Edema (-) Edema (-)
Silia Normal, sekret (-) Normal, sekret (-)
Apparatus Lakrimalis Lakrimasi (-) Lakrimasi (-)
Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Sklera Normal Normal
Bola mata Normal Normal
Kornea Jernih Jernih
Bilik Mata Depan Normal Normal
Iris Coklat, Kripte (+) Coklat, Kripte (+)
Pupil Bulat, Sentral Bulat, Sentral
Lensa Keruh Jernih
Mekanisme muscular Pergerakan normal ke Pergerakan normal ke
segala arah segala arah
2. Pemeriksaan Palpasi
Palpasi OD OS
Tensi Okuler Tn Tn
Nyeri tekan (-) (-)
Massa tumor (-) (-)
Glandula preaurikuler Tidak ada pembesaran Tidak ada pembesaran

3. Tonometri
Tidak dilakukan pemeriksaan
4. Visus
VOD : 20/80
VOS : 20/50
5. Penyinaran Oblik
No. Pemeriksaan OD OS
1. Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (-)
2. Kornea Jernih Jernih
3. Bilik mata depan Normal Normal
4. Iris Coklat, kripte (+) Coklat, kripte (+)
Isokor, Bulat, sentral, Isokor,Bulat, sentral,
5. Pupil
RC(+) RC(+)
6. Lensa Keruh Jernih

6. Pemeriksaan Slit Lamp


VOD VOS
konjungtiva hiperemis (-), kornea jernih, konjungtiva hiperemis (-), kornea
Bilik Mata Depan kesan normal, iris jernih, Bilik Mata Depan kesan
coklat, kripte (+), pupil bulat, sentral, normal, iris coklat, kripte (+), pupil
RC (+), lensa Keruh bulat, sentral, RC (+), lensa Jernih
RESUME

Pasien datang ke Poli Balai Kesehatan Mata Masyarakat dengan penglihatan


kabur pada mata kanan dan susah melihat yang sudah di rasakan kurang lebih sejak 1
tahun yang lalu. Awalnya penglihatan kabur minimal, tetapi 4 bulan belakangan ini
keluhan semakin memburuk dan menganggu penglihatan, mata berair tidak ada, gatal
tidak ada, penglihatan berawan ada , penglihatan silau tidak ada ada dan kotoran mata
tidak ada. Riwayat penyakit dahulu tidak ada, konsumsi obat tidak ada, Diabetes
Melitus tidak ada, riwayat keluarga di sangkal, riwayat trauma tidak ada.

1. Diagnosis
Diagnosis Kerja : OD. Katarak senilis mature

Diagnosis Banding : - Katarak Komplikata


- Katarak Traumatik

2. Terapi
a. Medikamentosa
-
b. Bedah
Dilakukan pembedahan dengan SICS

3. Prognosis
Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Sanactionam : dubia ad bonam
Ad visam : bonam
Ad kosmetik : bonam
KATARAK

ANATOMI LENSA

Pada manusia, lensa mata bikonveks, tidak mengandung pembuluh darah (avaskular),
tembus pandang, dengan diameter 9 mm dan tebal 5 mm. Ke depan berhubungan dengan cairan
bilik mata, ke belakang berhubungan dengan badan kaca. Digantung oleh Zunula zinii (Ligamentum
suspensorium lentis), yang menghubungkannya dengan korpus siliaris. Permukaan posterior lebih
cembung daripada permukaan anterior. Lensa diliputi oleh kapsula lentis, yang bekerja sebagai
membran yang sempermiabel, yang akan memperoleh air dan elktrolit untuk masuk.

Disebelah depan terdapat selapis epitel subkapsular. Nukleus lensa lebih keras daripada
korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat lamelar subepitel terus diproduksi,
sehingga lensa lama-kelamaan menjadi lebih besar dan kurang elastik. Nukleus dan korteks
terbentuk dengan persambungan lamellae ini ujung ke ujung berbentuk ( Y ) bila dilihat dengan
slitlamp. Bentuk ( Y ) ini tegak di anterior dan terbalik di posterior. Lensa ditahan ditempatnya oleh
ligamen yang dikenal zonula zinii, yang tersusun dari banyak fibril dari permukaan korpus siliaris
dan menyisip ke dalam ekuator lensa.

Lensa terdiri atas 65% air dan 35% protein (kandungan tertinggi diantara jaringan-jaringan
tubuh), dan sedikit sekali mineral yang biasa berada di dalam jaringan tubuh lainnya. Kandungan
kalium lebih tinggi di lensa daripada dikebanyakan jaringan lain. Asam askorbat dan glutation
terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah atau
saraf di lensa.
FISIOLOGI LENSA

Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Untuk memfokuskan
cahaya datang dari jauh, otot-otot siliaris relaksasi, menegangkan serat zonula zinii dan
memperkecil diamter anteroposterior lensa sampai ukurannya yang terkecil, dalam posisi ini daya
refraksi lensa diperkecil sehingga berkas cahaya paralel akan terfokus ke retina. Untuk
memfokuskan cahaya dari benda dekat, otot siliaris berkontraksi sehingga tegangan zonula
berkurang. Kapsul lensa yang elastik kemudian mempengaruhi lensa menjadi lebih sferis diiringi
oleh peningkatan daya biasnya. Kerjasama fisiologis antar zonula, korpus siliaris, dan lensa untuk
memfokuskan benda dekat ke retina dikenal sebagai akomodasi.

Pada orang dewasa lensanya lebih padat dan bagaian posterior lebih konveks. Proses
sklerosis bagian sentral lensa, dimulai pada masa kanak-kanak dan terus berlangsung perlahan-
perlahan sampai dewasa dan setelah ini proses bertambah cepat, dimana nukleus menjadi besar dan
korteks bertambah tipis. Pada orang tua lensa lebih besar, lebih gepeng, warnanya kekuningan,
kurang jernih dan tampak seperti “ gray reflek “ atau “senil reflek”, yang sering disangka katarak.
Karna proses sklerosis ini lensa menjadi kurang elastis dan daya akomodasinya berkurang. Keadaan
ini disebut presbiopia, dimana pada orang Indonesia dimulai pada usia 40 tahun.
PEMERIKSAAN LENSA

Pemeriksaan yang dilakukan pada enyakit lensa adalah pemeriksaan tajam penglihatan dan
dengan melihat lensa melalui slit lamp, oftalmoskop, penlight, loop, sebaiknya dengan pupil
dilatasi.

METABOLISME LENSA NORMAL

Transparansi lensa dipertahankan oleh keseimbangan air dan kation (sodium dan kalium).
Kedua kation berasal dari humor aqueus dan vitreus. Kadar kalium dibagian anterior lensa lebih
tinggi dibandingkan posterior, sedangkan kadar Natrium lebih tinggi dibagian posterior lensa. Ion
kalium bergerak ke bagian posterior dan keluar ke humor aqueus, dari luar ion natrium masuk
secara difusi bergerak ke bagian anterior untuk menggantikan ion kalium dan keluar melalui pompa
aktif Na-K ATPase, sedangkan kadar kalsium tetap dipertahankan didalam oleh Ca-ATPase

Metabolisme lensa melalui glikolisis anaerob (95%) dan HMP-shunt (5%). Jalur HMP-
shunt menghasilkan NADPH untuk biosintesis asam lemak dan ribose, juga untuk aktivitas
glutation reduktase dan aldose reduktase. Aldose reduktase adalah enzim yang merubah glukosa
menjadi sorbitol, dan sorbitol dirubah menjadi fruktosa oleh enzim sorbitol dehidrogenase.

DEFINISI

Katarak berasal dari Yunani “Katarrhakies”, Inggris “Cataract”, Latin “Cataracta” yang
berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana seperti tertutup air terjun akibat
lensa yang keruh. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat
hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, proses penuaan.

Kekeuruhan ini menyebabkan sulitnya cahaya untuk mencapai retina, sehingga penderita
katarak mengalami gangguan penglihatan dimana objek terlihat kabur. Mereka mengidap kelainan
ini mungkin tidak menyadari telah mengalami gangguan katarak apabila kekeruhan tidak terletak
dibagian tengah lensanya.
Gambar 3. (http://medicastore.com/images/katarak2.jpg&imgrefurl)

Gangguan penglihatan yang dirasakan oleh penderita katarak tidak terjadi secara instan,
melainkan terjadi berangsur-angsur, sehingga penglihatan penderita terganggu secara tetap atau
penderita mengalami kebutaan. Katarak tidak menular dari satu mata ke mata yang lain, namun
dapat terjadi pada kedua mata secara bersamaan.

Katarak biasanya berkembang lambat selama beberapa tahun dan pasen mungkin
meninggal sebelum diperlukan pembedahan. Apabila diperlukan pembedahan maka pengangkatan
lensa akan memperbaii ketajaman penglihtan pada > 90% kasus.sisanya mungkin mengalami
kerusakan retina atau mengalami penyulit pasca bedah serius misalnya glaukoma, ablasio retina,
atau infesi yang menghambat pemulihan daya pandang.

Gambar 4.(http://medicastore.com/images/katarak2.jpg&imgrefurl)
ETIOLOGI

Sebagian besar katarak terjadi karena proses degeneratif atau bertambahnya usia seseorang.
Usia rata-rata terjadinya katarak adalah pada umur 60 tahun keatas. Akan tetapi, katarak dapat pula
terjadi pada bayi karena sang ibu terinfeksi virus pada saat hamil muda.

Penyebab katarak lainnya meliputi:

a. Faktor keturunan
b. Cacat bawaan sejak lahir
c. Masalah kesehatan, misalnya diabetes
d. Pengguanaan obat tertentu, khususnya steroid
e. Gangguan pertumbuhan
f. Mata tanpa pelindung terkena sinar matahari dalam waktu yang cukup lama
g. Asap rokok
h. Operasi mata sebelumnya
i. Trauma (kecelakaan) pada mata
j. Faktor-faktor lainnya yang belum diketahui

PATOFISIOLOGI

Terdapat 2 teori yang menyebabkan terjadinya katarak yaitu teori hidrasi dan
sklerosis:

1. Teori hidrasi terjadi kegagalan mekanisme pompa aktif pada epitellensa yang
berada di subkapsular anterior, sehingga air tidak dapatdikeluarkan dari lensa. Air
yang banyak ini akan menimbulkan bertambahnya tekanan osmotik
yangmenyebabkan kekeruhan lensa.
2. Teori sklerosis lebih banyak terjadi pada lensa manula dimana serabutkolagen terus
bertambah sehingga terjadi pemadatan serabut kolagendi tengah. Makin lama
serabut tersebut semakin bertambah banyak sehingga terjadilah sklerosis nukleus
lensa.
Perubahan yang terjadi pada lensa usia lanjut:
1.Kapsula
a. Menebal dan kurang elastic (1/4 dibanding anak)b. Mulai presbiopiac
c. Bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur
d. Terlihat bahan granular

2. Epitel-makin tipis
a. Sel epitel (germinatif pada ekuator bertambah besar dan berat)
b. Bengkak dan vakuolisasi mitokondria yang nyata

3. Serat lensa
a.Serat irregular
b.Pada korteks jelas kerusakan serat sel
c. Brown sclerotic nucleu, sinar UV lama kelamaan merubah proteinnukelus lensa,
sedang warna coklat protein lensa nucleusmengandung histidin dan triptofan disbanding
normal
d. Korteks tidak berwarna karenai kadar asam askorbat tinggi dan menghalangi foto
oksidasi.
Sinar tidak banyak mengubah protein pada serat muda. Perubahan fisik dan kimia dalam
lensa mengakibatkan hilangnya transparasi, akibat perubahan pada serabut halus multipel yang
memanjang dari badan siliar ke sekitar daerah di luar lensa, misalnya menyebabkan penglihatan
mengalami distorsi. Pada protein lensa menyebabkan koagulasi, sehingga mengakibatkan
pandangan dengan penghambatan jalannya cahaya ke retina.

KLASIFIKASI KATARAK

A. Menurut kejadian
1. Katarak Developmental
2. Katara Degeneratif
B. Menurut Umur
1. Katarak kongenital
2. katarak juvenil
3. katarak senil
C. Menurut Konsistensi
1. Katarak cair
2. Katarak lunak
3. Katarak keras
D. Menurut lokasi kekeruhannya
1. Katarak nukleus
2. Katarak kortikal
3. Katarak subskapular
E. Menurut warna
1. Katarak nigra ( Hitam)
2. Katarak rubra (Merah)
3. Katarak Brusnesecent (coklat)
F. Menurut bentuk kekeruhan
1. Katarak pungtata
2. Katarak stelata
3. Katarak linier

KATARAK DEVELOPMENTAL

Katarak Kongenital

Katarak kongenital adalah katarak yang ditemukan pada bayi ketika lahir (atau beberapa
saat kemudian) dan berkembang pada tahun pertama dalam hidupnya. Katarak kongenital bisa
merupakan penyakit keturunan (diwariskan secara autosomal dominan) atau bisa disebabkan oleh
infeksi kongenital, seperti campak Jerman, berhubungan dengan penyakit anabolik, seperti
galaktosemia. Katarak kongenital dianggap sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-
ibu yang menderita penyakit misalnya Diabetes Melitus. Jenis katarak ini jarang sering terjadi.
Faktor risiko terjadinya katarak kongenital adalah penyakit metabolik yang diturunkan, riwayat
katarak dalam keluarga, infeksi virus pada ibu ketika bayi masih dalam kandungan.
Gambar 5. Katarak Kongenial (http://drshafa.wordpress.com/2010/03/09/katarak-kongenital/&usg)

Kekeruhan pada katarak kongenital dijumpai dalam berbagai bentuk, antara lain :

a. Katarak Hialoidea yang persisten

Arteri hialoidea merupakan cabang dari arteri retina sentral yang memberi makan pada lensa.
Pada usia 6 bulan dalam kandungan, arteri hialoidea mulai diserap sehingga pada keadaan normal,
pada waktu bayi lahir sudah tidak nampak lagi. Kadang-kadang penyerapan tidak berlangsung
sempurna, sehingga masih tertinggal sebagai bercak putih dibelakang lensa, berbentuk ekor yang
dimulai di posterior lensa. Gangguan terhada visus tidak begitu banyak. Visus biasanya 5/5,
kekeruhannya statisioner, sehingga tidak memerlukan tindakan.

b. Katarak Polaris Anterior

Berbentuk piramid yang mempunyai dasar dan puncak, karena itu disebut juga katarak
piramidalis anterior. Puncaknya dapat kedalam atau keluar. Keluhan terutama mengenai penglihatan
yang kabur waktu terkena sinar, karena pada waktu ini pupil mengecil, sehingga sinar terhalang
oleh kekeruhan di polus anterior. Sinar yang redup tidak terlalu mengganggu, karena pada cahaya
redup, pupil melebar, sehingga lebih banyak cahaya yang dapat masuk. Pada umumnya tiddak
menimbulkan gangguan stationer, sehingga tidak memerlukan tinakan operatif. Dengan pemberiann
midriatika, seperti sulfas atropin 1% atau homatropin 2% dapat memperbaiki visus, karena pupil
menjadi lebih lebar, tetapi terjadi pula kelumpuhan dari Mm. Siliaris, sehingga tidak dapat
berakomodasi
c. Katarak Polaris Posterior
Kekeruhan terletak di polus posterior. Sifat-sifatnya sama dengan katarak polaris anterior. Juga
stationer, tidak menimbulkan banyak ganggan visus, sehingga tidak memerlukan tindakan operasi.
Tindakan yang lain sama dengan katarak polaris anterior.

d. Katarak Aksialis
Kekeruhan terletak pada aksis pada lensa. Kelainan dan tindakan sama dengan katarak polaris
posterior

e. Katarak Zonularis
Mengenai daerah tertentu, biasanya disertai kekeruhan yang lebih padat, tersusun sebagai garia-
garis yang mengelilingi bagian yang keruh dan disebut riders , merupakan tanda khas untuk
katarak zonularis. Paling sering terjadi pada anak-anak, kadang herediter dan sering disertai
anamnesa kejang-kejang. Kekeruhannya berupa cakram (diskus), mengelilingi bagian tengah yang
jernih.

f. Katarak Stelata
Kekeruhan terjadi pada sutura, dimana serat-serat dari substansi lensa bertemu, yang merupakan
huruf Y yang tegak di depan dan huruf Y terbalik di belakang. Biasanya tidak banyak mengganggu
visus, sehingga tidak memerlukan pengobatan.

g. Katarak kongenital membranasea


Terjadi kerusakan dai kapsul lensa, sehingga substansi lensa dapat keluar dan di serap, maka
lensa semakin menadi tipis dan akhirnya timbul kekeruhan seperti membran.

h. Katarak kongenital total


Katarak kongenital total disebabkan gangguan pertumbuhan akibat peradangan intrauterin.
Katarak ini mungkin herediter atau timbul tanpa diketahui sebabnya. Lensa tampak putih, rata,
keabu-abuan seperti mutiara.
Katarak Juvenil

Katarak juvenil terjadi pada anak-anak sesudah lahir, termasuk kedalam katarak Developmental,
karena terjadi pada waktu masih terjadinya perkembangan serat-serat lensa. Konsistensinya lembek
seperi bubur disebut juga “soft cataract” . katarak juvenil biasanya merupakan kelanjutan katarak
kongenital.

Pada katarak kongenital bilateral yang lengkap, operasi harus dikerjakan pada bulan pertama,
sejarak katarak itu diketahui pada kedua mata. Katarak unilateral lengkap biasanya akibat trauma.
Tindakan pembedahan harus dilakukan jangan melebihi 6 bulan setelah katarak itu diketahui, untuk
menghindari ambliopia dan terjadinya strabismus.

Pengobatan pada katarak kongenital

Tindakan pengobatan pada katarak kongenital adalah opersai.

 Operasi katarak kongenital dilakukan bila reflek fundus tidak tampak.


 Biasanya bila katarak bersifat total, opersi dapat dilakukan pada usia 2 bulan atau lebih muda
bila telah dapat dilakukan pembiusan.

Pengobatan katarak bergantung pada :

1. Katarak total bilateral, dimana sebaiknya dilakukan pembedahan secepatnya segera katarak
terlihat.
2. Katarak total unilateral, dilakukan pembedahan 6 bulan sesudah terlihat atau segera sebelum
terjadinya juling, bila terlalu muda akan mudah terjadi ambliopia bila tidak dilakukan tindakan
segera.
3. Katarak total atau katarak unilateral, mempunyai prognosis yang buruk, karena mudah sekali
terjadinya ambliopia, karena itu sebaiknya dilakukan pembedahan secepat mungkin, dan
diberikan kacamata segera.
4. Katarak bilateral partial, biasanya pengobatan lebih konservatif sehingga sementara dapat dicoba
dengan kacamata atau midriatika, bila terjadi kekeruhan yang progresif disertai dengan mulainya
tanda-tanda juling dan ambliopia maka dilakukan pembedahan, biasanya prognosis yang ebih
baik.
Tindakan pengobatan pada katarak kngenital yang umum dikenal :

1. Disisio lensa
2. Ekstraksi linier
3. Ekstraksi degan aspirasi

KATARAK DEGENERATIF

Katarak degeneratif dibagi menjadi dua, yaitu primer dan komplikata.

1. Katarak Primer

Katarak primer menurut usia :


 Katarak presenile, usia 40-50 tahun
 Katarak senilis, usia lebih dari 50 tahun.

Katarak Senilis
Katarak senilis semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu diatas usia 50
tahun keatas

Gambar 6. Katarak Senilis (http://www.sciencephoto.com/image/256584/large/M1550179)

Katarak senilis merupakan katarak yang sering dijumapai. Satu-satunya gejala adalah
distorsi penglihatan dan pengihatan yang semakin kabur. Katarak ini biasanya berkembang
lambat selama beberapa tahun, dan pasien mungkin meninggal sebelum timbul indikasi
pembedahan. Apabila diindikasikan pembedahan, maka eksraksi lensa akan secara definitif
akan memperbaiki ketajaman penglihatan pada lbih dari 90% kasus. Sisanya (10%) mungkin
telah mengalami kerusakan retina atau mengalami penyulit pasca bedah serius misalnya
glaukoma, ablasi retina, perdarahan korpus vitreum, infeksi atau pertumbuhan epitel ke bawah
kamera okuli anterior yang menghambat pemulihan visual.

Perubahan lensa pada usia lanjut :


 Kapsul : menebal dan kurang elastis (1/4 dibanding anak), mulai presbiopia, bentuk
lamel kapsul berkurang atau kabur, terlihat bahan granular.
 Epitel makin tipis : sel epitel pada equator bertambah berat dan besar
 Serat lensa : lebih iregular, pada korteks jelas kerusakan serat sel, brown slerosis
nucleus , sinar UV lama kelamaan merubah protein nukleus lensa, korteks tidak
bewarna.

Secara klinis katarak seniis dapat dibagi dalam 4 stadium, yaitu :

 Insipien
 Imatur
 Matur
 Hipermatur

1. Stadium Insipien

Pada stadium ini belum menimbulkan gangguan visus. Visus pada stadium ini bisa normal
atau 6/6 – 6/20. Dengan koreksi, visus masih dapat 5/5 – 5/6. Kekeruhan terutamaterdapat pada
bagian perifer berupa bercak-bercak seperti baji (jari-jari roda), terutama mengenai korteks
anterior, sedangkan aksis masih terlihat jernih. Gambaran ini disebut Spokes of wheel, yang
nyata bila pupil dilebarkan.
2. Stadium Imatur

Sebagian lensa keruhtetapi belum mengenai seluruh lapis lensa. Visus pada stadium ini
6/60 – 1/60. Kekeruhan ini terutama terdapat dibagian posterior dan bagian belakang nukleus
lensa. Kalau tidak ada kekeruhan di lensa, maka sinar dapat masuk ke dalam mata tanpa ada
yang dipantulkan. Oleh karena kekeruhan berada di posterior lensa, maka sinar oblik yang
mengenai bagian yang keruh ini, akan dipantulkan lagi, sehingga pada pemeriksaan terlihat di
pupil, ada daerah yang terang sebagai reflek pemantulan cahaya pada daerah lensa yang eruh dan
daerah yang gelap, akibat bayangan iris pada bagian lensa yang keruh. Keadaan ini disebut
shadow test (+).
Pada stadium ini mungkin terjadi hidrasi korteks yang mengakibatkan lensa menjadi
cembung, sehingga indeks refraksi berubah karena daya biasnya bertambah dan mata menjadi
miopia. Keadaan ini dinamakan intumesensi. Dengan mencembungnya lensa iris terdorong
kedepan, menyebabkan sudut bilik mata depan menjadi lebih sempit, sehingga dapat
menimbulkan glaukoma sebagai penyulitnya.

3. Stadium Matur
Kekeruhan telah mengenai seluruh massa lensa, sehingga semua sinar yang melalui pupil
dipantulkan kembali ke permukaan anterior lensa. Kekeruhan seluruh lensa yang bila lama akan
mengakibatkan klasifikasi lensa. Visus pada stadium ini 1/300. Bilik mata depan akan berukuran
kedalaman normal kembali, tidak terdapat bayangan iris pada lensa yang keruh, sehingga uji
bayangan iris negatif (shadow test (-) ). Di pupil tampak lensa seperti mutiara.

4. Stadium Hipermatur
Pada stadium hipermatur terjadi proses degenerasi lanjut yang dapat menjadi keras atau
lembek dan mencair. Massa lensa yang berdegenerasi keluar dari kapsul lensa sehingga lensa
menjadi mengecil, bewarna kuning dan kering. Visus pada stadium ini 1/300 – 1/~. Pada
pemeriksaan terlihat bilik mata dalam dan lipatan kapsul lensa. Kadang-kadang pengkerutan
berjalan terus sehingga berhubungan dengan zonula zinii menjadi kendur. Bila proses kekeruhan
berjalan lanjut disertai kapsul yang tebal maka korteks yang berdegenerasi dan cair tidak dapat
keluar, maka korteks akan memperlihtkan bentuk sebagai sekantung susu disertai dengan
nukleus yang terbenam di dalam korteks lensa karena lebih berat. Keadaan ini disebut katarak
morgagni.

Katarak matur katarak traumatik


Gambar 9. Perbandingan penglihatan normal dan katarak

Katarak Komplikata

Katarak komplikata merupakan katarak akibat penyakit mata lain seperti radang,
dan proses degenerasi seperti ablasi retina, retinitis pigmentosa, glaukoma, tumor intra
ocular, iskemia ocular, nekrosis anterior segmen, buftalmos, akibat suatu trauma dan
pasca bedah mata.

Katarak komplikata dapat juga disebabkan oleh penyakit sistemik endokrin


(diabetes mellitus, hipoparatiroid, galaktosemia, dan miotonia distrofi) dan keracunan
obat (tiotepa intravena, steroid lokal lama, steroid sistemik, oral kontra septic dan
miotika antikolinesterase). Katarak komplikata memberikan tanda khusus dimana mulai
katarak selamanya di daerah bawah kapsul atau pada lapis korteks, kekeruhan dapat
difus, pungtata ataupun linear.
Penyakit mata lain

Glaukoma

pada saat serangan akut dapat mengakibatkan gangguan keseimbangan cairan lensa
subkapsul anterior. Bentuk kekeruhan ini berupa titik-titik yang tersebar sehingga
dinamakan katarak pungtata subkapsular diseminata anterior atau dapat disebut menurut
penemunya katarak Vogt. Kekeruhan seperti porselen/susu tumpah di meja pada
subkapsul anterior. Katarak ini bersifat reversible dan dapat hilang bila tekanan bola
mata sudah terkontrol.

Uveitis

Pada proses yang lebih akut, dapat dijumpai penumpukan sel-sel radang di dalam
bilik mata depan yang disebut hipopion, ataupun migrasi eritrosit ke dalam bilik mata
depan yang dikenal dengan hifema. Apabila proses radang berlangsung lama dan
berulang, maka sel-sel radang melekat pada endotel kornea, disebut sebagai keratic
precipitate. Jika tidak mendapatkan terapi yang adekuat, proses peradangan akan
berjalan terus dan menimbulkan komplikasi.

Perubahan lensa sering terjadi sebagai akibat sekunder dari uveitis kronis. Biasanya
muncul katarak subkapsular posterior, dan juga dapat terjadi perubahan lensa anterior.
Pembentukan sinekia posterior sering berhubungan dengan penebalan kapsul lensa
anterior dan perkembangan fibrovaskular yang melewatinya dan melewati pupil.
Kekeruhan juga dapat terjadi pada tempat iris melekat dengan lensa (sinekia posterior)
yang dapat berkembang mengenai seluruh lensa. Kekeruhan dapat bermacam-macam,
dapat difus, total, atau hanya terbatas pada tempat sinekia posterior. Perubahan lensa
pada katarak sekunder karena uveitis dapat berkembang menjadi katarak matur. Deposit
kalsium dapat diamati pada kapsul anterior atau dalam substansi lensa.
Miopia Maligna

Katarak miopia dikarenakan terjadinya degenerasi badan kaca, yang merupakan


proses primer, yang menyebabkan nutrisi lensa terganggu, juga karena lensa pada
miopia kehilangan transparasi sehingga menyebabkan katarak.

Penyakit Sistemik

Katarak Diabetes Melitus

Diabetes mellitus dapat mempengaruhi kejernihan lensa, indeks refraksinya, dan


besaran akomodasinya. Seiring dengan meningkatnya kadar gula darah, demikian pula
kandungan glukosa di humor aqueous. Karena glukosa dari aqueous masuk ke lensa secara
difusi, oleh karenanya glukosa yang terkandung dalam lensa akan meningkat. Beberapa
glukosa dikonversi oleh enzim aldosa reduktase menjadi sorbitol, yang tidak dimetabolisir
tetapi menetap dalam lensa.

Kemudian, tekanan osmotic menyebabkan influks air ke dalam lensa, yang


menyebabkan edema serabut-serabut lensa. Keadaan hidrasi lensa dapat mempengaruhi
kekuatan refraksi lensa. Pasien diabetes mungkin menunjukkan perubahan refraksi
sementara, yang paling sering adalah miopia, tetapi kadang-kadang hipermetrop. Orang-
orang diabetes menurun kekuatan akomodasinya dibandingkan dengan kontrol pada umur
yang sesuai, dan presbiopia dapat timbul pada usia yang lebih muda pada pasien dengan
diabetes daripada pasien-pasien nondiabetes.

Galaktosemia

Defisiensi dua enzim lainnya, epimerase dan galaktokinase, juga dapat


menyebabkan galaktosemia. Defisiensi ini lebih jarang dan menyebabkan abnormalitas
sistematis yang lebih ringan. Katarak dapat juga tampak tetapi biasanya muncul pada umur
yang lebih tua daripada galaktosemia klasik.
Hipokalsemia (Katarak Tetani)

Katarak mungkin terjadi dalam hubungan dengan setiap keadaan yang


menyebabkan hipokalsemia. Hipokalsemia dapat idiopatik, atau dapat timbul sebagai
hasil dari perusakan yang tidak disengaja glandula paratiroidea selama operasi tiroid.
Biasanya bilateral, katarak hipokalsemia adalah kekeruhan iridescent punctata di
korteks anterior dan posterior yang terletak diantara kapsul lensa dan biasanya
dipisahkan dari kapsul lensa oleh suatu daerah lensa yang jernih. Kekeruhan ini
mungkin tetap stabil atau matur menjadi katarak kortikal total. Pada pemeriksaan darah
terlihat kadar kalsium turun.

Trauma

 Trauma kimia
 Trauma induksi Radiasi
 Trauma mekanik
 Trauma Basa

Gejala dan Tanda


Gejala yang dapat dikeluhkan pasien yaitu penurunan tajam penglihatan secara
berangsur-angsur tanpa rasa nyeri dan penglihatan buram seperti berkabut. Kadang-
kadang terdapat diplopia monokular, yaitu ketika pasien melihat dengan 2 matanya
akan terbentuk 2 bayangan yang tidak fusi sedangkan ketika pasien menutup salah
satu bayangannya maka akan terbentuk 1 bayangan saja. Pasien pun mengeluh silau
sehingga pasien merasa lebih baik bila menggunakan topi di luar ruangan dengan
sinar cahaya matahari yang menyilaukan. Gejala-gejala ini dapat didahului oleh
kelainan refraksi yang lain seperti myopia dalam nuklear skerosis yang secara
bertahap meningkat menjadi katarak nuklear kecoklatan. Pasien pun mengeluh
sensitivitas penglihatan warnanya berkurang.
Tanda yang didapat ketika pemeriksaan visus yaitu penurunan visus.
Pemeriksaan katarak imatur dengan menggunakan oftalmoskop direk terlihat fundus
yang keruh. Kekeruhan keabu-abuan terlihat pada pemeriksaan Shadow test.
Kekeruhan ini terlihat sebagai area gelap seperti bayangan yang dibayangi dengan
reflek merah di pupil ketika dilihat dengan oftalmoskop pada jarak 15 cm.
Pemeriksaan slit lamp memungkinkan identifikasi lokasi kekeruhan dengan tepat.
Pada katarak yang terletak sentral, pemeriksaan visus di ruangan gelap akan lebih
baik daripada pemeriksaan di ruangan dengan penerangan cukup. Pemeriksaan pupil
yang paling baik adalah ketika pupil dilatasi.

Pemeriksaan katarak
1. Visus dasar dan visus koreksi terbaik
Pada katarak, visus dapat menurun yang tidak akan diperbaiki dengan pemakaian
kacamata.
2. Reflex pupil
Pada katarak matur, reflex pupil negative karena cahaya sama sekali tidak dapat
masuk ke dalam mata
3. Tekanan intra ocular
Memeriksa adanya komplikasi glaucoma pada penderita katarak
4. Pemeriksaan fundus, fundus reflex
5. Keadaan umum
6. pemeriksaan fungsi macula dan USG (biometri pengukuran power IOL)
untuk mengetahui prognosis dan pemakaian lensa setelah operasi ekstraksi katarak.

Komplikasi Katarak
I. Lens induced glaucoma
Katarak dapat berubah menjadi glaukoma dalam 3 cara :
1. Phacomorphic glaucoma
Keadaan dimana lensa yang membengkak karena absorbsi cairan. Sudut
yang tertutup menghalangi jalur trabekular dan TIO meningkat. Ini
merupakan jenis glaukoma sudut tertutup sekunder.

2. Phacolytic glaucoma
Pada stadium hipermatur, protein lensa mencair ke COA dan dimakan
oleh makrofag. Makrofag yang membengkak akan menyumbat jalur
trabekular dan mengakibatkan peninggian TIO. Jenis ini merupakan
glaukoma sudut terbuka sekunder.
3. Phacotoxic Glaucoma
Lensa hipermatur dapat mengalami pencairan dan dapat meningkatkan
TIO karena menutup pupil atau sudut bilik depan.

II. Lens Induced Uveitis


Protein lensa merupakan suatu antigen yang tidak terekspos oleh mekanisme
imunitas tubuh selama perkembangannya. Saat terjadi pencairan ke bilik depan,
protein lensa akan dikenali sebagai benda asing dan mengakibatkan terjadinya
reaksi imun. Reaksi imun ini akan mengakibatkan uveitis anterior yang ditandai
dengan adanya kongesti siliar, sel, dan fler pada humor aqueous.
III. Subluksasi atau Dislokasi Lensa
Pada stadium hipermatur, zonula zinii pada lensa dapat melemah dan rusak. Hal
ini menyebabkan subluksasi lensa, dimana sebagian zonula zinii tetap utuh dan
terdapat bagian sisa lensa, atau dislokasi, dimana seluruh bagian zonula zinii telah
rusak dan tidak ada sisa lensa.

Penatalaksanaan
Pencegahan
Tidak ada perawatan medis yang terbukti berguna untuk menunda, mencegah, atau
membalikkan perkembangan katarak.
Indikasi pembedahan:
1. Indikasi Optis
Saat terjadi gangguan pada penglihatan yang mengganggu aktivitas normal
sehari-hari, merupakan suatu indikasi operasi untuk katarak. Kebutuhan operasi
dengan indikasi optis sangat bervariasi pada tiap orang.

2. Indikasi Medis
Dalam beberapa kondisi, katarak harus dihilangkan secepatnya meskipun
bila pasien tidak tertarik untuk memmperbaiki penglihatannya atau prognosis
visusnya tidak baik.
Kondisi tersebut antara lain:
 Katarak hipermatur
 Lens induced glaucoma
 Lens induced uveitis
 Dislokasi atau subluksasi lensa
 Benda asing di lensa
 Retinopati diabetik untuk fotokoagulasi laser
 Retinal detachment
3. Indikasi Kosmetik
Bila penglihatan telah hilang secara permanen karena kelainan pada retina
atau saraf opticus, tetapi pupil yang putih yang diakibatkan oleh katarak
mengganggu penampilan, pembedahan dilakukan hanya untuk membuat pupil
terlihat hitam meskipun telah diketahui bahwa penglihatan tidak lagi dapat
dipulihkan.

Evaluasi Preoperatif
Selain pemeriksaan secara umum, pasien yang akan dioperasi katarak memerlukan
pemeriksaan oftalmikus yang lengkap, yaitu:
1. Ketajaman Visus
2. Cover test
Heterotrophia dapat mengindikasikan adanya suatu ambliopia yang dapat
mempengaruhi prognosis penglihatan setelah operasi, atau kemungkinan
timbulnya diplopia bila visus telah diperbaiki.
3. Refleks pupil
Karena katarak tidak pernah mengakibatkan suatu defek pada saraf
aferen. Adanya defek tersebut dapat mempengaruhi hasil akhir penglihatan
setelah operasi.
4. Adneksa Okular
Dacryocystitis, blepharitis, konjungtivitis kronis, lagophtalmus, ektropion,
entropion dapat menjadi predisposisi timbulnya endophtalmitis, maka perlu
perawatan yang efektif sebelum pembedahan.
5. Kornea
6. Segmen anterior
COA yang dangkal dapat membuat kesulitan pada operasi katarak.
7. Lensa
8. Funduskopi
Melihat ada-tidaknya degenerasi makula yang akan mempengaruhi visus
nantinya. Bila lensa sangat keruh, dapat diperiksa dengan USG.

Biometri
Pembedahan pada operasi katarak akan menghilangkan lensa yang kekuatannya
kira-kira 20 Dioptri dari sistem refraksi mata. Pada mata dengan afakia akan terjadi
hipermetropia berat. Saat ini, pembedahan pada katarak juga termasuk implantasi suatu
Intra Ocular Lense (IOL) yang idealnya diletakkan pada posisi yang sama pada lokasi
lensa sebelumnya. Biometri dapat mengkalkulasi kekuatan lensa yang diperlukan untuk
koreksi refraktif post-operasi.
Biometri meliputi dua parameter :
a. Keratometer  kurvatura permukaan kornea anterior yang diukur dalam
dioptri atau mm
b. Axial length dimensi anteroposterior pada mata dalam milimeter
Refraksi Post-Operasi
Emetropia adalah refraksi post-operasi yang ideal. Pada praktisnya, kebanyakan ahli
bedah menentukan miopia derajat rendah (-0.25D -0.50D) untuk mengatasi adanya
kemungkinan kesalahan pada biometri, karena miopia ringan umumnya dapat diterima
oleh kebanyakan pasien.

IOL (Intra Ocular Lens)


Posisi:
Sebuah IOL terdiri dari optik (elemen refraksi sentral) dan haptik, yang diletakkan
berhubungan dengan struktur okular (kapsul posterior, cilliary sulcus, atau COA). Pada
operasi katarak modern, posisi IOL ada pada lokasi ideal (in the bag position). Operasi
dengan penyulit seperti ruptur kapsula posterior, membutuhkan posisi alternatif untuk
lokasi IOL, pada bilik mata belakang, dengan haptic pada sulcus, pada bilik mata
depan.
Desain:
1. Rigid
2. Flexible
 Silicone
 Acrylic
 Hydrogel
3. Multifocal
4. Jenis lain

Persiapan Pre-Operasi
1. Pasien sebaiknya dirawat di rumah sakit semalam sebelum operasi
2. Pemberian informed consent
3. Bulu mata dipotong dan mata dibersihkan dengan larutan Povidone-Iodine 5%
4. Pemberian tetes antibiotik tiap 6 jam
5. Pemberian sedatif ringan (Diazepam 5 mg) pada malam harinya bila pasien cemas
6. Pada hari operasi, pasien dipuasakan.
7. Pupil dilebarkan dengan midriatika tetes sekitar 2 jam sebelum operasi. Tetesan
diberikan tiap 15 menit
8. Obat-obat yang diperlukan dapat diberikan, misalnya obat asma, antihipertensi,
atau anti glaukoma. Tetapi untuk pemberian obat antidiabetik sebaiknya tidak
diberikan pada hari operasi untuk mencegah hipoglikemia, dan obat antidiabetik
dapat diteruskan sehari setelah operasi.

Anestesi
1. Anestesi Umum
Digunakan pada orang dengan kecemasan yang tinggi, tuna rungu, atau
retardasi mental, juga diindikasikan pada pasien dengan penyakit Parkinson, dan
reumatik yang tidak mampu berbaring tanpa rasa nyeri.
2. Anestesi Lokal :
 Peribulbar block
Paling sering digunakan. Diberikan melalui kulit atau konjungtiva dengan
jarum 25 mm
Efek : analgesia, akinesia, midriasis, peningkatan TIO, hilangnya refleks
Oculo-cardiac (stimulasi pada n.vagus yang diakibatkan stimulus rasa sakit
pada bola mata, yang mengakibatkan bradikardia dan bisa menyebabkan
cardiac arrest)
Komplikasi :
o Perdarahan retrobulbar
o Rusaknya saraf optik
o Perforasi bola mata
o Injeksi nervus opticus
o Infeksi
 Subtenon Block
Memasukkan kanula tumpul melalui insisi pada konjungtiva dan kapsul
tenon 5 mm dari limbus dan sepanjang area subtenon. Anestesi diinjeksikan
diantar ekuator bola mata.
 Topical-intracameral anesthesia
Anestesi permukaan dengan obat tetes atau gel (proxymetacaine 0.5%,
lidocaine 2%) yang dapat ditambah dengan injeksi intrakamera atau infusa
larutan lidokain 1%, biasanya selama hidrodiseksi.

Teknik Operasi Katarak


Saat ini tersedia beberapa macam teknik operasi yang digunakan untuk pengobatan
katarak, yaitu :
1. Intra-Capsular Cataract Extraction (ICCE)
Pengambilan lensa dilakukan secara in toto sebagai satu potongan utuh,
dimana nukleus dan korteks diangkat didalam kapsul lensa dengan menyisakan
vitreus dan membrana Hyaloidea. Kapsula posterior juga diangkat sehingga IOL
tidak dapat diletakkan di bilik mata posterior. IOL dapat diletakkan di bilik mata
anterior dengan risiko infeksi kornea. Selain itu tidak ada lagi batasan antara
segmen anterior dan posterior yang dapat meningkatkan kemungkinan
komplikasi lainnya seperti vitreus loss, cystoid macular edema, endophtalmitis,
dll. Teknik ini digunakan dalam kasus tertentu antara lain bila terjadi
subluksasio lensa atau dislokasi lensa.
Insisi kornea dibuat cukup besar, sekitar 1800 dan dilakukan iridektomi
perifer sebelum mengangkat lensa. Teknik pengangkatan lensa yang dilakukan
antara lain :
o Cryo-extraction
o Erysiphake
o Sliding Technique
o Tumbling technique
o Lens Forceps technique
o Wire-vectic technique
2. Extra-Capsular Cataract Extraction (ECCE)
Nukleus dan korteks diangkat dari kapsul dan menyisakan kapsula posterior
yang utuh, bagian perifer dari kapsula anterior, dan zonula zinii. Teknik ini
selain menyediakan lokasi untuk menempatkan IOL, juga dapat dilakukan
pencegahan prolaps vitreus dan sebagai pembatas antara segmen anteror dan
posterior. Sebagai hasilnya, teknik ECCE dapat menurunkan kemungkinan
timbulnya komplikasi seperti vitreus loss, edem kornea, dll. Ada 3 jenis operasi
ECCE, yaitu :
a. Konvensional
Pada teknik ini, insisi dilakukan di kornea dan dibuat cukup lebar,
yaitu sekitar 1200 . Hal ini mengakibatkan perubahan kurvatura kornea
yang cukuo hebat pasca-operasi dan dapat terjadi astigmatisma
irregular.
b. Small Incision
Pada teknik ini, insisi dilakukan di sclera dan dibuat sekitar 6 mm.
Insisi dibuat 3 tahap seperti terowongan (tunnel incision).
Keuntungannya adalah konstruksi irisan pada sclera kedap air sehingga
membuat sistem katup dan isi bola mata tidak mudah prolaps keluar.
Dan karena insisi yang dibuat ukurannya lebih kecil dan lebih ke
posterior, kurvatura kornea hanya sedikit berubah.
c. Phacoemulsification
Merupakan suatu teknik yang lebih canggih dibanding jenis ECCE
lainnya. Pasa teknik ini, nukleus lensa dipecah-pecah (intraokular)
dengan menggunakan frekuensi tinggi (40.000 MHz) kemudian dihisap
keluar dari mata melalui suatu insisi yang dibuat sangat kecil (3.2 mm).
Kemudian sejenis IOL yang terlipat dimasukkan ke bilik mata posterior
melalui insisi yang sama.
Keuntungan dari operasi ini adalah dapatdigunakan pada pasien
yang visusnya masih baik karena insisi yang dibuat sangat kecil tidak
menimbulkan perubahan kurvatura kornea yang besar,
penyembuhannya juga jauh lebih cepat dibanding teknik ECCE yang
lain. Maka bila fasilitas tersedia, teknik ini merupakan suatu pilihan
utama dari operasi katarak.
Perbandingan Teknik Operasi ICCE dan ECCE
ICCE ECCE
Pengangkatan lensa Lensa diangkat in toto Nukleus lensa diangkat
dari kapsul
Kapsula posterior dan Diangkat Utuh
Zonula Zinii
Insisi Lebih besar (10 mm) Lebih kecil
Iridektomi perifer Dilakukan Tidak dilakukan
Waktu operasi Lebih lama Lebih cepat
Lokasi IOL Anterior chamber Posterior chamber
Keahlian Teknik lebih mudah Teknik lebih sulit
Biaya Lebih murah Lebih mahal
Komplikasi yang muncul Prolaps vitreus, cystoid Katarak sekunder
macular edema,
endophtalmitis, aphakic
glaucoma
Komplikasi yang dapat Katarak sekunder Komplikasi pada ICCE
dihilangkan
Indikasi Dislokasi lensa, subluksasi Dapat untuk semua jenis
lensa, Chronic lens katarak kecuali dengan
induced uveitis, Intra- kontra indikasi
lenticular foreign bodies
Kontraindikasi Pasien muda (< 35 tahun) Dislokasi lensa,
yang vitreus dan lensa nya subluksasi lensa
masih memiliki
penempelan yang kuat
3. Pars Plana Lensectomy
Teknik ini digunakan pada anak yang masih sangat kecil. Lensa dan bagian
anterior vitreus dijepit menggunakan alat yang disebut Vitrectomy Probe atau
VISC (Vitreuous Irrigation Suction Cutting) yang dimasukkan ke daerah pars
plana pada badan siliar kira-kira 3.5 mm di belakang limbus. Keuntungannya
adalah mekanisme imun aktif tubuh tidak terekspos sekuestrasi protein lensa
sehingga mencegah respon inflamasi.

Komplikasi Pasca Bedah


Terdiri atas 3 fase :
1. Intraoperasi
 Kerusakan endotel kornea
 Ruptur kapsula posterior
 Vitreus proplaps
 Hifema
 Dislokasi nukleus ke vitreus
 Perdarahan ekspulsif
2. Postoperasi Awal
o Edema korrnea
o Kebocoran luka
o Iris prolaps
o COA dangkal atau datar
o Hyphema
o Hypotony
o Glaukoma
o Dislokasi IOL
o Endophtalmitis
3. Postoperasi Lambat
o Kekeruhan kapsula posterior (PCO)
o Cystoid macular edema
o Bullous Keratophaty
o Glaukoma

Rehabilitasi Visual Pasca Operasi Katarak


Pengangkatan lensa pada operasi katarak menimbulkan afakia, yang menyebabkan :
1. Hipermetropia tinggi
2. Astigmatisma
3. Hilangnya daya akomodasi
4. Berkurangnya persepsi warna
Karena itu diperlukan rehabilitasi visual pasca operasi, dengan menggunakan beberapa
alat bantu, yaitu :
1. IOL
Merupakan metode terbaik untuk mengatasi afakia. IOL yang tersedia saat ini aman,
tidak mahal fdan memiliki kualitas optik yang baik. Implantasi IOL dapat dilakukan
setelah pengangkatan lensa pada saat operasi. Meskipun memiliki banyak
keuntungan, IOL tidak dapat mengatasi masalah hilangnya daya akomodasi yang
terjadi pasca operasi, dan pasien tetap harus menggunakan alat bantu saat melihat
dekat /membaca.

2. Kacamata
Koreksi refraksi dengan menggunakan kacamata digunakan kekuatan sebesar +10D.
Tingginya kekuatan lensa merupakan suatu masalah bagi fisik dan optik. Dan
masalahnya akan semakin berat bila mata yang afakia unilateral (mata yang lain
normal). Masalah yang biasa timbul akibat pemakaian kacamata antara lain :
 Masalah fisik
Kacamata yang berat dan tebal akan terasa tidak nyaman saat dipakai. IOL
tidak menimbulkan masalah ini
 Diplopia
 Roving Sign Scotoma
 Jack in the box phenomenon
Keadaan ini membuat lapang pandang perifer terganggu
 Pin Cushion Effect
Objek terlihat tertarik ke sudut,pada tepi objek yang dilihat terlihat lebih
besar.
 Aberasi Spheris
Objek yang dilihat akan tampak tidak fokus.
 Aberasi kromatis
Difraksi saat melihat cahaya, dan saat melihat objek warna putih akan
terlihat warna pelangi.
Masalah ini dapat diatasi dengan membuat beberapa modifikasi pada lensa seperti:
 Aspherical lenses
 High index lenses
 Lenticular lenses
3. Lensa kontak
Kekuatan yang dimiliki lensa kontak adalah +12 D. Dapat mengatasi masalah afakia
unilateral (yang tidak menggunakan IOL). Tetapi untuk pasien berusia lanjut kurang
efektif.
Prognosis
Jika tidak adanya penyakit okular lain yang menyertai sebelum operasi, yang akan
mempengaruhi secara signifikan hasil visual, seperti degenerasi makula atau atrofi
saraf optik, sebuah ECCE standar atau phacoemulsification yang sukses dapat tanpa
komplikasi atau prognosis visual yang sangat menjanjikan untuk mendapatkan minimal
peningkatan 2 baris di Snellen chart. Faktor risiko utama yang mempengaruhi
prognosis visual adalah adanya diabetes mellitus dan retinopati diabetes.

Program Vision 2020


Visi 2020 adalah ‘right to sight’ yang merupakan suatu tindakan mengatasi masalah
kebutaan. Program ini adalah kerjasama diantara WHO dan Agensi Internasional untuk
pencegahan kebutaan (IAPB) yang merupakan satu kumpulan organisasi yang bukan
pemerintahan (NGOs) termasuk dalam perawatan mata.
Tujuan Vision 2020 adalah memberantas kebutaan pada tahun 2020 dan tujuan
jangka panjangnya adalah mengembangkan sistem perawatan yang komprehensif
untuk mencapai visi yang paling baik untuk memperbaiki kualitas hidup seluruh
manusia.

Tujuan Vision 2020 pada Penanganan Katarak


Target yang dicapai dari 7 juta orang yang melakukan operasi katarak menjadi 12
juta orang pada tahun 2000 ke tahun 2010. Dan akhirnya harus mencapai 32 juta orang
yang mendapatkan operasi katarak pada akhir tahun 2020. Hal ini dapat berhasil bila
ada kerjasama tim, pelatihan, penanganan yang baik dan monitoring serta evaluasi
yang baik. Dalam vision 2020 ini, dibahas hingga sampai evaluasi dan monitoring
penanganan katarak di daerah-daerah.
DAFTAR PUSTAKA

Dhawan, Sanjay. Lens and Cataract. URL http://sdhawan.com/op=thalmology/lens.html.

Guyton and Hall. Fisiologi Kedokteran. 1997. Jakarta: EGC.

H. Sidarta Ilyas. Ilmu Penyakit Mata. 2009. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Hammond, Christ MD. The Epidemiology Of Cataract http:/www.optometry.co.uk.

International Agency for the Prevention of Blindness (IAPB). Vision 2020 The Right to
Sight. 23 April 2010. http://www.vision2020.org/main.cfm.

James B, Chew C, Bron A. Lensa dan Katarak. Dalam: Lecture Notes Oftalmologi. Edisi 9.
2006. Jakarta: Erlangga.

Kanski, Jack J. Lens. In: Clinical Ophtalmology. 4th Edition. 2000. Oxford: Butterworth-
Heinemann.

Lang GK. Lens. In: Ophthalmology-A Pocket Textbook Atlas. 2nd Edition. 2007. Wemding:
Appl Aprinta Druck.p:169-184.

Ming ALS,Ian J.C. Lens and Glaukoma. In: Color Atlas Ophthalmology. 3rd Edition.

Moore K.L.In: Clinically Oriented Anatomy. 5th ed. 2006. Philadelphia: Lippincoot William
& Wilkins Baltimore.p:957-976.

Senile catacact. 4 Februari 2011. http://emedicine.medscape.com/ article/1210914-


overview

Vaughan D, Asbury T, Riodan-Eva P. Lens. In: General Ophthalmology. 1999.


USA:Appleton &Lange.

Anda mungkin juga menyukai