Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN KASUS ILMU KESEHATAN ANAK

BRONKOPNEUMONIA

Oleh:
dr. Sahid P. Zein Tuharea

Pendamping :
dr. Sofyan H. Adam

Pembimbing:
dr. Eva Faradianti, Sp.A. M.Kes

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RSUD OTANAHA
KOTA GORONTALO
2018

i
LAPORAN KASUS ILMU KESEHATAN ANAK
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan ini telah disetujui oleh pembimbing dan pendamping dari :


Nama : dr. Sahid P. Zein Tuharea
Judul kasus : Bronkhopneumonia Bilateral

Gorontalo, 31 Desember 2018


Pembimbing Pendamping Internsip

dr. Eva Faradianti, Sp.A M.Kes dr. Sofyan H. Adam

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, serta inayah-
Nya kepada penyusun sehingga Laporan Kasus yang berjudul “Bronkopneumonia” ini dapat
terselesaikan sesuai rencana yang diharapkan.

Tujuan penyusunan laporan kasus ini adalah untuk memenuhi tugas Program intersip
dokter indonesia serta guna menambah ilmu pengetahuan mengenai permasalahan penyakit
pada anak khususnya Bronkopneumonia. Penyusun menyampaikan terima kasih kepada
pembimbing, dr. Eva Faradianti, Sp.A. M.Kes Serta Pendamping internsip, dr. Sofyan H.
Adam atas segenap waktu, tenaga dan pikiran yang telah diberikan kepada saya selama
proses pembuatan laporan ini.

Penyusun menyadari bahwa laporan kasus ini belumlah sempurna. Untuk itu, saran dan
kritik dari Pembimbing, Pendamping dan pembaca sangat diharapkan demi perbaikan laporan
ini. Atas saran dan kritik penyusun ucapkan terima kasih.

Semoga laporan kasus ini bermanfaat bagi penyusun, pembaca serta rekan-rekan lain yang
membutuhkan demi kemajuan ilmu pengetahuan di bidang kedokteran.

Gorontalo, 16 Desember 2018


Penyusun

dr. Sahid P. Zein Tuharea

iii
DAFTAR ISI

Judul
Lembaran Pengesahan ...................................................................................... i
Kata Pengantar ................................................................................................ ii
Daftar Isi ......................................................................................................... iii
BAB I : Pendahuluan
Latar Belakang .......................................................................................... 1
BAB II : Status Pasien
Identitas Penderita ..................................................................................... 5
Anamnesa .................................................................................................. 5
Pemeriksaan Fisik ..................................................................................... 8
Pemeriksaan Penunjang............................................................................. 9
Resume .................................................................................................... 10
Diagnosis ................................................................................................. 11
Penatalaksanaan Holistik ........................................................................ 11
Prognosis ................................................................................................. 11
Follow Up dan Flow Sheet ...................................................................... 12
BAB III : Tinjauan Pustaka
Anatomi, Histologi dan Fisiologi Paru .................................................... 15
Bronkopneumonia ................................................................................... 19
BAB IV : Pembahasan .................................................................................. 30
BAB V : Penutup .......................................................................................... 33

Daftar Pustaka ................................................................................................ 34

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pneumonia merupakan bentuk infeksi saluran napas bawah akut tersering
yang menimbulkan angka kesakitan dan kematian yang tinggi. Penyakit ini
dapat terjadi secara primer ataupun merupakan kelanjutan manifestasi infeksi
saluran napas bawah lainnya misalnya sebagai perluasan bronkiektasis yang
terinfeksi. Bronkopneumonia sebagai penyakit yang menimbulkan gangguan
pada sistem pernafasan, merupakan salah satu bentuk pneumonia yang terjadi
akgibat peradangan pada paru dimana proses peradangannya menyebar
membentuk bercak-bercak infiltrat di alveoli dan melibatkan bronkiolus
terminal.
Bronkopneumonia lebih sering menyerang bayi dan anak kecil. Hal ini
dikarenakan respon imunitas mereka masih belum berkembang dengan baik.
Tercatat bakteri sebagai penyebab tersering bronkopneumonia pada bayi dan
anak adalah Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenzae. Anak
dengan daya tahan terganggu akan menderita bronkopneumonia berulang atau
bahkan bisa anak tersebut tidak mampu mengatasi penyakit ini dengan
sempurna. Selain faktor imunitas, faktor iatrogen juga memacu timbulnya
penyakit ini, misalnya trauma pada paru, anestesia, pengobatan dengan
antibiotika yang tidak sempurna.
Oleh karena itu, kasus Bronkopneumonia termasuk dalam kasus dengan
area kompetensi 4A, dimana dokter mampu membuat diagnosa klinik dan
melakukan penatalaksanaan penyakit tersebut secara mandiri dan tuntas, dan
kompetensi ini dicapai pada saat lulus dokter.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penyusun mengangkat kasus ini
sebagai bahan pembelajaran dalam upaya penanganan penyakit
bronkopneumonia pada anak.

2
LAPORAN KASUS ILMU KESEHATAN ANAK

BAB II
STATUS PASIEN

2.1. IDENTITAS PASIEN


Nama : An. I.A
Usia : 1 tahun 4 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Ilotide
Suku Bangsa : Gorontalo
Tanggal lahir : 14 mei 2017
Tanggal masuk : 16 september 2018
Nomor Rekam Medis : 033730
Orang Tua
Nama Ayah : Tn.M (29 tahun)
Pekerjaan Ayah : karyawan swasta
Nama Ibu : Ny.K (28 tahun)
Pekerjaan Ibu : karyawan swasta

2.2. ANAMNESIS (Alloanamnesa)


Keluhan Utama : Badan panas
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien An.I.A datang ke RSUD Otanaha Kota Gorontalo diantar oleh
orang tuanya dengan keluhan badan panas sejak 4 hari sebelum masuk
Rumah Sakit. Badan panas mendadak tinggi, sepanjang hari dan disertai
dengan batuk berdahak serta pilek. Awalnya batuk ringan dan tidak berdahak,
tetapi semakin lama batuk menjadi semakin memberat dan berdahak.
Sejak kemarin malam badan An.I.A kembali panas tinggi, disertai batuk
berdahak, pilek, nafas grok-grok dan sesak. Sesak tidak meringan dengan
istirahat tetapi kambuh saat batuk memberat. Pasien sering rewel terutama
saat batuk memberat, mual (+) terutama saat menangis atau rewel, muntah (-),

5
nafas mengi (-), biru di ujung jari dan mulut (-), riwayat tersedak (-), kejang (-
), penurunan kesadaran (-), nafsu makan dan minum menurun, BAB dan
BAK tidak ada kelainan ( normal).
Riwayat Penyakit Dahulu :
 Riwayat sakit serupa :-
 Riwayat alergi obat/makanan : -
 Riwayat batuk lama :-
 Riwayat asma :-
 Riwayat masuk rumah sakit : -
Keterangan: Pasien baru pertama kali sakit seperi ini.
Riwayat Penyakit Keluarga :
 Riwayat keluarga dengan penyakit serupa : tidak ada
 Riwayat alergi : tidak ada
 Riwayat batuk lama : tidak ada
 Riwayat asma : tidak ada
Riwayat Kehamilan Ibu
Keluhan : tidak ada
Usia ibu hamil : 26 tahun
Kontrol : rutin setiap bulan ke bidan
Kondisi hamil : Selama hamil tidak pernah demam, tidak pernah minum
obat–obatan, tidak pernah jatuh, tidak pernah
hipertensi, tidak muntah berlebihan, tidak mengalami
pendarahan melalui jalan lahir saat hamil, dapat obat
penambah darah dan vitamin, nafsu makan bagus sama
seperti saat tidak hamil
Riwayat Persalinan
BBL : 3000 gr
PB : orang tua pasien lupa
Lahir spontan di Rumah sakit, persalinan oleh Bidan
Usia kehamilan : Cukup bulan
Bayi tunggal, presentasi kepala
Tidak ada kelainan

6
Lahir tanpa bantuan alat
Riwayat Pasca Lahir
Langsung menangis
Ibu tidak ada pendarahan
Anak tidak pernah sakit setelah lahir seperti asfiksia, infeksi intra partum,
trauma lahir dan lain-lain.
Riwayat Makanan (mulai lahir sampai sekarang, kualitas dan kuantitas )
Neonatus : ASI sampai dengan 6 bulan
6 bulan : 75-80 % ASI, sisa MPASI
12 Bulan : 65-80 % MPASI, sisa ASI (bisa makan lauk)
Riwayat Imunisasi (imunisasi lengkap)
Ibu : TT (+)
Anak : DTP (+) jumlah: 4 kali usia: 2, 4, 6 bulan
BCG (+) jumlah: 1 kali usia: 2 bulan
Campak (+) jumlah: 1 kali usia: 9 bulan
Hepatitis B (+) jumlah: 3 kali usia: 0, 1, 6 bulan
Polio (+) jumlah: 5 kali usia: 0, 2, 4, 6 bulan
Riwayat pertumbuhan dan perkembangan :
Pertumbuhan:
Tumbuh gigi mulai usia kira-kira 7 bulan
pertumbuhan berat badan sulit dinilai

Perkembangan:
Mulai bicara usia 8 bulan (1 kata) kemampuan bahasa
Mulai berjalan usia 1 tahun kemampuan motorik kasar

Riwayat Kebiasaan Pasien dan Keluarga:


 Riwayat kontak dengan penderita yang batuk lama (-)
 Riwayat adanya orang yang sering merokok di rumah (-)

7
2.3 PEMERIKSAAN FISIK (16-09-2018)
1. Keadaan umum : tampak sakit sedang
2. Kesadaran : composmentis (GCS E4V5M6)
3. Atropometri
 BB : 9 kg
 Status gizi kesan: normal (Z-Score : 0 - -2)
4. Tanda Vital
 Nadi : 110 x/menit
 RR : 45 x/menit
 Suhu : 37,5 oC
5. Rambut : distribusi pertumbuhan rambut rata dan lebat, warna rambut hitam
6. Kepala dan wajah : bentuk normocephal, turgor baik, sianosis (-), pucat (-)
7. Mata : conjungtiva anemis (-/-), radang (-/-), mata cowong (-/-)
8. Hidung : nafas cuping hidung (-/-), rhinorrhea (+/+), epistaksis (-/-),
deformitas hidung (-/-)
9. Mulut : mukosa bibir pucat (-/-), sianosis bibir (-/-), bibir kering (-/-),
lidah kotor (-), tepi lidah hiperemis (-)
10. Telinga : otorrhea (-/-), kedua cuping telinga normal
11. Leher : pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran KGB (-)
12. Thorax : normochest, simetris, retraksi dinding dada (+)
Cor : Inspeksi : ictus cordis tampak
Palpasi : ictus cordis kuat angkat
Perkusi : batas kiri atas : SIC II LPSS
Batas kanan atas : SIC II LPSD
Batas kiri bawah : SIC V 1 cm lateral LMCS
Batas kanan bawah : SIC IV LPSD
Batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : bunyi jantung I-II intensitas normal, regular
Pulmo :

Inspeksi : pengembangan dada kanan sama dengan dada kiri


Palpasi : fremitus taktil kiri sama dengan kanan kesan normal
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru

8
Auskultasi : + + - - + +
bronkhovesikuler + + wheezing - - ronkhi + +
+ + - - + +
13. Abdomen :
Inspeksi : sejajar dinding dada
Palpasi : supel, nyeri (-), pembesaran hepar & lien (-)
Perkusi : timpani seluruh lapangan perut, shifting dullnes (-)
Auskultasi : bising usus normal (5x/menit)
14. Ekstremitas :
Akral hangat Edema

+ + - -

+ + - -

L : sianosis (-), edema (-)


F : nyeri tekan (-)
M: normal, kekuatan otot baik
15. Kulit :
Ikterik (-), sianosis (-), turgor kulit baik, tida ada kelainan kulit

2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Tabel 1.1: Pemeriksaan Darah Lengkap (tanggal 16 september 2018)
Pemeriksaan Hasil Ket. Unit Nilai Normal
Hematologi
Hb 9,6 ↓ g/dl Anak 12-14
HCT 29,0 ↓ % 40-50
Leukosit 7.800 N /ul 4.000-11.000
Trombosit 340.00 N /ul 150.000-450.000
Eritrosit 5.130 N Juta/ul 4,5-6,5
Index
MCV 56,5 ↓ fL 80-96
MCH 18,7 ↓ Pg 27-33
MCHC 33,1 ↓ % 32-36
Hitung Jenis
leukosit
N. segmen 72,2 ↑ % 35-70
Limfosit 22,5 N % 20-50
Monosit 5,3 N % 2-10

9
Gambar 1.1: Thorax Photo AP (tanggal 17september 2018)

Keterangan:
Jantung : bentuk dan ukuran normal, aorta biasa
Paru-paru : fibroinfiltrat di kedua paru, disertai pemadatan dihilus kanan
Kedua sinus dan diafragma baik
Tulang-tulang intak
Kesimpulan : Bronchopneumonia bilateral disertai lymfadenopaty dextra

2.5 RESUME
a) Anamnesis :
 Badan panas sejak 4 hari sebelum MRS, badan panas mendadak tinggi dan
sepanjang hari.
 Batuk berdahak dan pilek. Awalnya batuk ringan dan tidak berdahak, tetapi
semakin lama batuk menjadi semakin memberat dan berdahak, nafas grok-
grok dan sesak.

b) Pemeriksaan Fisik :
Keadaan umum tampak sakit sedang, RR 45 x/menit, suhu : 37,5 oC, rhinorrhea
(+/+), retraksi dinding dada (+), ronkhi di seluruh lapang paru.
c) Pemeriksaan Penunjang :
DR : anemia mikrositik hipokrom
Foto rontgen thoraks : fibroinfiltrat di kedua paru, disertai pemadatan
dihilus kanan

10
2.6. DIAGNOSA
Working diagnostic : Bronkhopneumoni Bilateral
Differential diagnostic : Bronkhioltisi, TB Paru

2.7 PENATALAKSANAAN HOLISTIK


Non Farmakoterapi:
KIE (Komunikasi, Informasi, Edukasi):
Preventif :
- Jauhi dari paparan asap rokok dan debu
- Usahakan ventilasi udara di rumah bersikulasi dengan baik
- Kontrol ke poli anak
- Menjaga kebersihan lingkungan dan pribadi
- Aktifitas dibatasi dengan lebih banyak beristirahat
- Meningkatkan kualitas dan kuantitas makanan
Farmakoterapi:
- O2 1 lpm via nasal canul
- IVFD Asering 14 tpm
- Nebulizer NaCl/8jam
- Inj. Cefotaxime 450 mg/12 jam/iv + 20 cc aquades
- Inj. Gentamicin 30 mg/12 jam/iv
- Paracetamol syr 3x3/4 cth
- Cetirizine 2,5 mg pulv 1x1

2.8 PROGNOSIS
Quo ad Vitam : dubia ad bonam
Quo ad Functionam : dubia ad bonam
Quo ad Sanationam : dubia ad bonam

11
2.9 FOLLOW UP DAN FLOW SHEET
Nama : An.I.A
Diagnosis : Bronkhopneumonia bilateral

Tabel 1.3: Flow Sheet


No Tanggal S O A P
1. 16/09/201 Badan panas KU: tampak sakit sedang, 02 1 Lpm V.N.C
8 sejak 4 hari RR 45 x/mnt, T : 37,5 oC,
(UGD) sebelum MRS, rhinorrhea (+/+), retraksi IVFD asering 14
dinding dada (+), ronkhi di tpm.
Batuk berdahak
seluruh lapang paru. -Bronko-
dan pilek(+) pneumonia Inj Cefotaxime 450
nafas grok-grok Hasil lab :
bilateral mg/12 jam/ i.v +
dan sesak. Mual Hb : 9,6 gr/dl 20 cc aquades
(+) -Anemia
Leukosit : 7.800
Mikrositik Inj gentamicin 30
Makan-minum MCV : 56,5 hipokrom mg/12 jam/iv
kurang/sedikit
Paracetamo syr
3x3/4 cth

Cetirizine 2,5mg
pulv 1x1

Gliserl guaiakolat
1/3 tab pulv

Nebul Nacl 0,9%


/8 jam

Px : Foto Thorax
X-Ray posisi AP
2. 17/09/201 Demam (+) KU: Tampak sakit sedang, 02 1 Lpm V.N.C
8 Batuk berdahak RR 35 x/mnt, T : 37,5 oC,
(Perawata & pilek nafas cuping hidung (-/-), IVFD asering 14
n anak) rhinorrhea (+/+), retraksi tpm.
berkurang,
dinding dada (+), ronkhi di -Bronko-
nafas grok2 & seluruh lapang paru. pneumonia Inj Cefotaxime 450
sesak bilateral mg/12 jam/ i.v +
berkurang,. Hasil Foto Thorax : 20 cc aquades
fibroinfiltrat di kedua paru, - Anemia
Makan-minum disertai pemadatan dihilus Mikrositik Inj gentamicin 30
kurang/sedikit kanan Hipokrom mg/12 jam/iv
kesan : Bronkhopneumonia
bilateral Paracetamo syr
3x3/4 cth

Cetirizine 2,5mg
pulv 1x1

Gliserl guaiakolat
1/3 tab pulv

Nebul Nacl 0,9% +


suction/12 jam

12
3. 18/09/201 Demam (-) KU: tampak sakit sedang, 02 1 Lpm V.N.C
8 Batuk berdahak RR 30 x/mnt, T : 37oC
(Perawata & pilek, sesak rhinorrhea (+/+), retraksi IVFD asering 14
n anak) dinding dada (-), ronkhi di tpm.
berkurang,.
seluruh lapang paru Bronko-
mual (-) pneumonia Inj dexametasone
bilateral 0,9 mg/12 jam/iv
Makan-minum
mau - Anemia Inj Cefotaxime 450
mikrositik mg/12 jam/ i.v +
hipokrom 20 cc aquades

Inj gentamicin 30
mg/12 jam/iv

Paracetamo syr
3x3/4 cth

Gliserl guaiakolat
1/3 tab pulv

Cetirizine 2,5mg
pulv 1x1

Nebul Nacl 0,9% +


suction/8 jam
4. 19/09/201 Demam (-) KU: tampak sakit sedang, 02 1 Lpm V.N.C
8 Batuk berdahak RR 25 x/mnt, T : 36,7 oC,
(Perawata & pilek jarang rhinorrhea (-), retraksi IVFD asering 14
n anak) dinding dada (-), ronkhi (+) tpm.
sekali, nafas
berkurang. -Bronko-
grok2 & sesak (- pneumonia Inj dexametasone
),. mual (-) bilatareal 0,9 mg/12 jam/iv

Makan-minum - Anemia Inj Cefotaxime 450


mau, banyak Mikrositik mg/12 jam/ i.v +
Hipokrom 20 cc aquades

Inj gentamicin 30
mg/12 jam/iv

Paracetamo syr
3x3/4 cth

Gliserl guaiakolat
1/3 tab pulv

Cetirizine 2,5mg
pulv 1x1

Nebul Nacl 0,9% +


suction/12 jam)
5. 20/12/201 Demam (-) KU: tampak sakit sedang, Aff infus
8 Batuk berdahak RR 25 x/mnt, T : 36,5oC, Aff O2
(Perawata & pilek jarang rhinorrhea (-), retraksi
n anak) dinding dada (-), ronkhi (-) -Bronko- Gliseril guaiakolat
sekali, nafas
pneumonia 1/3 tab pulv 3x1
grok2 & sesak (- bilateral

13
),. mual (-) Cetirizine 2,5mg
- Anemia puv 1x1
Makan-minum Mikrositik
mau, banyak hipokrome Dexametasone 0,9
mg pulv 3x1

Cefixime syr 2x1/3


cth

Pasein boleh
pulang

14
LAPORAN KASUS ILMU KESEHATAN ANAK

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 ANATOMI, HISTOLOGI DAN FISIOLOGI PARU1,2


Struktur dasar jalan nafas telah ada sejak lahir, berkembang selama neonatus
dan dewasa menjadi sistem bronkhopulmonal. Jalan nafas pada setiap usia tidak
simetris. Apabila dibagi menjadi dua bagian, ada perbedaan bentuk dan jumlah
cabang yang tergantung dari lokasinya. Variasi tersebut menyebabkan implikasi
fisiologi yang berbeda. Alur yang berbeda menyebabkan perbedaan resistensi
terhadap aliran udara, sehingga menyebabkan distribusi udara atau partikel yang
terhisap tidak merata. Cabang dari bronkus mengalami pengecilan ukuran dan
kehilangan kartilago, yang kemudian disebut bronkhiolus. Bronkhiolus terminalis
membuka saat pertukaran udara dalam paru-paru. Jalan nafas dilapisi oleh
membran epitel yang berganti secara bertahap dari epitel kolumner bertingkat
bersilia di bronkus menjadi epitel kubus bersilia pada area tempat pertukaran udara.
Sillia berfungsi untuk menghantarkan mukus dari pinggir jalan nafas ke faring.
Sistem transport mukosilier ini berperan penting dalam mekanisme pertahanan
paru. Sel goblet pada trakhea dan bronkhus memproduksi musin dalam retikulum
endoplasma kasar dan apparatus golgi. Sel goblet meningkat jumlahnya pada
beberapa gangguan seperti bronkhitis kronis yang hasilnya terjadi hipersekresi
mukus dan peningkatan produksi sputum.
Unit pertukaran udara (terminal respiratory) terdiri dari bronkhiolus distal
sampai terminal : bronkhiolus respiratorius, duktus alveolaris dan alveoli. Pada
pemeriksaan luar pulmo dekstra lebih pendek dan lebih berat dibanding pulmo
sinistra. Pulmo dekstra dan sinistra dibagi oleh alur yang disebut incissura
interlobaris dalam beberapa Lobus Pulmonis. Pulmo dekstra dibagi menjadi 3 lobi,
yaitu:
1. Lobus Superior : dibagi menjadi 3 segmen (apikal, posterior, inferior)
2. Lobus Medius : dibagi menjadi 2 segmen (lateralis dan medialis)
3. Lobus Inferio r : dibagi menjadi 5 segmen (apikal, mediobasal, anterobabasal,
laterobasal, posterobasal)

15
Pulmo sinistra dibagi menjadi 2 lobi, yaitu:
1. Lobus Superior
Dibagi atas segmen: apikoposterior, anterior, lingularis superior, lingularis
inferior.
2. Lobus Inferior
Dibagi atas 4 segmen: apikal, anteromediobasal, laterobasal, dan posterobasal.

Gambar 2.1: Bronkus dan Lobulus Paru

16
Gambar 2.2: Lobus dan segmentasi paru (dikutip dari Atlas
Anatomi Manusia Sobotta jilid 2, halaman 98-99, 2000)4.

Mekanisme Pertahanan Paru 1,2


Saluran napas bagian bawah yang normal adalah steril, walaupun bersebelahan
dengan sejumlah besar mikroorganisme yang menempati orofaring dan terpajan oleh
mikroorganisme dari lingkungan di dalam udara yang dihirup. Sterilitas saluran napas
bagian bawah adalah hasil mekanisme penyaringan dan pembersihan yang efektif.
1. Pembersihan Udara
Temperatur dan kelembapan udara bervariasi, dan alveolus harus terlindung dari
udara dingin dan kering. Mukosa hidung, turbinasi hidung, orofaring dan
nasofaring, mempunyai suplai darah yang besar dan memiliki area permukaan yang
luas. Udara yang terhirup melewati area-area tersebut dan diteruskan ke cabang
trakeobonkial, dipanaskan pada temperatur tubuh dan dilembapkan.
2. Pembau
Reseptor pembau berada lebih banyak di posterior hidung dibandingkan dengan di
trakhea n alveoli, sehingga seseorang dapat mencium untuk mendeteksi gas yang
secara potensial berbahaya, atau bahan-bahan berbahaya di udara yang dihirup

17
Inspirasi yang cepat tersebut membawa udara menempel pada sensor pembau tanpa
membawanya ke paru-paru.
3. Menyaring dan Membuang Partikel yang Terhirup
Udara yang melewati saluran traktus respiratorius awalnya difiltrasi oleh bulu
hidung. Gerakannya menyebabkan partikel berukuran besar dapat dikeluarkan.
Sedimentasi partikel berukuran lebih kecil terjadi akibat gravitasi di jalan nafas
yang lebih kecil. Partikel-partikel tersebut terperangkap dalam mukus yang ada di
saluran pernafasan atas, trakhea, bronkus dan bronkhiolus. Partikel kecil dan udara
iritan mencapai duktus alveolaris dan alveoli. Partikel kecil lainnya disuspensikan
sebagai aerosol dan 80%nya dikeluarkan. Pembuangan partikel dengan beberapa
mekanisme:
- Refleks jalan nafas : refleks batuk, refleks bersin dan refleks glottis
Stimulasi reseptor kimia dan mekanik di hidung, trakhea, laring, dan tempat
lain di traktus respiratorius menyebabkan bronkokonstriksi untuk mencegah
penetrasi lebih lanjut dari iritan ke jalan nafas dan juga menghasilkan batuk atau
bersin. Bersin terjadi akibat stimulasi reseptor di hidung atau nasofaring, dan
batuk terjadi sebagai akibat stimulasi reseptor di trakhea. Inspirasi yang dalam
demi mencapai kapasitas paru total, diikuti oleh ekspirasi melawan glotis yang
terutup. Tekanan intrapleura dapat meningkat lebih dari 100mmHg. Selama fase
refleks tersebut glotis tiba-tiba membuka dan tekanan di jalan nafas menurun
cepat, menghasilkan penekanan jalan nafas dan ekspirasi yang besar, dengan
aliran udara yang cdepat melewati jalan nafas yang sempit, sehingga iritan ikut
terbawa bersama-sama mukus keluar dari traktus respiratorius. Saat bersin,
ekspirasi melewati hidung; saat batuk ekspirasi melewati mulut. Kedua refleks
tersebut juga membantu mengeluarkan mukus dari jalan nafas.
- Sekresi trakheobronkial dan transport mukosilier
Sepanjang traktus respiratorius dilapisi oleh epitel bersilia dimana terdapat
mukus yang dihasilkan oleh sel goblet. “Eskalator mukosilier” adalah mekanisme
yang penting dalam menghilangkan dalam menghilangkan partikel yang
terinhalasi. Partikel terperangkap dalam mukus kemudian dibawa ke atas
kefaring. Pergerakan tersebut dapat meningkat cepat selama batuk. Mukus yang
mencapai faring dikentalkan atau dikeluarkan melalui mulut atau hidung.
Karenanya, pasien yang tidak bisa mengeluarkan sekret trakheobronkial (misal

18
tidak dapat batuk) terus menghasilkaan sekret yang apabila tidak dikeluarkan
dapat menyebabkan sumbatan jalan nafas.
4. Mekanisme Pertahanan dari Unit Respirasi Terminal
Paru merupakan struktur kompleks yang terdiri atas kumpulan unit-unit yang
dibentuk melalui percabangan progresif jalan napas. Kurang lebih 80% sel yang
membatasi jalan napas di bagian tengah merupakan epitel bersilia, bertingkat,
kolumner dengan jumlah yang semakin berkurang pada bagian perifer. Masing-
masing sel bersilia memiliki +200 silia yang bergerak dalam gelombang yang
terkoordinasi kira-kira 1000 kali per menit, dengan gerakan ke depan yang cepat dan
kembali dalam gerakan yang lebih lambat. Gerakan silia juga terkoordinasi antara sel
yang bersebelahan sehingga setiap gelombang disebarkan ke arah orofaring.
Partikel infeksius yang terkumpul pada epitel skuamosa permukaan hidung
sebelah distal biasanya akan dibersihkan pada saat bersin, sementara partikel yang
terkumpul pada permukaan bersilia yang lebih proksimal akan disapukan ke sebelah
posterior ke lapisan mukus nasofaring, saat partikel tersebut ditelan atau dibatukkan.
Penutupan glottis secara refleks dan batuk akan melindungi saluran napas bagian
bawah. Partikel infeksius yang melewati pertahanan di dalam saluran napas dan
diendapkan pada permukaan alveolus dibersihkan oleh sel fagosit dan faktor
humoral. Makrofag alveolar merupakan fagosit utama dalam saluran napas bawah.
Makrofag alveolar akan menyiapkan dan menyajikan antigen mikrobial pada limfosit
dan mensekresikan sitokin yang mengubah proses imun dalam limfosit T dan B.

1.2 BRONKOPNEUMONIA
1.2.1 Definisi 8, 10
Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada paru yang disebabkan oleh
infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh penyebab non-infeksi
yang akan menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas
setempat.
Bronkopneumonia adalah peradangan pada paru dimana proses peradangannya ini
menyebar membentuk bercak-bercak infiltrat yang berlokasi di alveoli paru dan
dapat pula melibatkan bronkiolus terminal.

19
1.2.2 Epidemiologi
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di
bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika
pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di
bawah umur 2 tahun. Pneumokokus merupakan penyebab utama pneumonia.
Pneumokokus dengan serotipe 1 sampai 8 menyebabkan pneumonia pada orang
dewasa lebih dari 80 % sedangkan pada anak ditemukan tipe 14, 1, 6 dan 9. 6, 9
Angka kejadian tertinggi ditemukan pada usia kurang dari 4 tahun dan mengurang
dengan meningkatnya umur. Pneumonia lobaris hampir selalu disebabkan oleh
pneumococcus, ditemukan pada orang dewasa dan anak besar, sedangkan
Bronkopneumonia lebih sering dijumpai pada anak kecil dan bayi. 6

1.2.3 Klasifikasi Pneumonia 8, 13


Menurut buku Pneumonia Komuniti, Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan
di Indonesia yang dikeluarkan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003
menyebutkan tiga klasifikasi pneumonia.
Berdasarkan klinis dan epidemiologis:
a. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia).
b. Pneumonia nasokomial, (hospital-acquired pneumonia/nosocomial pneumonia).
c. Pneumonia aspirasi.
d. Pneumonia pada penderita immunocompromised.
Berdasarkan penyebab:
a. Pneumonia bakteri/tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri
mempunyai tendensi menyerang seseorang yang peka, misalnya klebsiella pada
penderita alkoholik, staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza.
Pneumonia Atipikal disebabkan mycoplasma, legionella, dan chalamydia.
b. Pneumonia virus.
c. Pneumonia jamur, sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada
penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised).
Berdasarkan predileksi infeksi:
a. Pneumonia lobaris, pneumonia yang terjadi pada satu lobus (percabangan besar
dari pohon bronkus) baik kanan maupun kiri.

20
b. Pneumonia bronkopneumonia, pneumonia yang ditandai bercak-bercak infeksi
pada berbagai tempat di paru. Bisa kanan maupun kiri yang disebabkan virus
atau bakteri dan sering terjadi pada bayi atau orang tua.
c. Pneumonia interstisial.

1.2.4 Etiologi 7, 8, 13
Faktor Infeksi
a. Bakteri
Pneumococcus, penyebab utama penumonia. Pada orang dewasa
disebabkan oleh penumokokus 1 – 8, pada anak – anak tipe 14, 1, 6, 9.
Insiden meningkat pada usia lebih kecil dari 14 tahun dan menurun
dengan meningkatnya umur.
Streptokokus, sering merupakan komplikasi dari penyakit virus lain
seperti morbili, influenza, cacar air atau komplikasi dari bakteri lain
seperti pertusis, pneumonia oleh pneumokokus.
b. Virus
Virus respiratori sinsial, virus influenza, virus adeno, virus situmegalik.
c. Jamur : Candida albikans, Blastomycetes dermatitis, Koksidiomikosis,
Aspergilosis dan Aktinimikosis.
Faktor Non Infeksi.
Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi :
1. Bronkopneumonia hidrokarbon :Terjadi oleh karena aspirasi selama
penelanan muntah atau sonde lambung (zat hidrokarbon seperti pelitur,
minyak tanah dan bensin).
2. Bronkopneumonia lipoid :Terjadi akibat pemasukan obat yang
mengandung minyak secara intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap
keadaan yang mengganggu mekanisme menelan seperti
palatoskizis,pemberian makanan dengan posisi horizontal, atau pemaksaan
pemberian makanan seperti minyak ikan pada anak yang sedang menangis.
Keparahan penyakit tergantung pada jenis minyak yang terinhalasi. Jenis
minyak binatang yang mengandung asam lemak tinggi bersifat paling
merusak contohnya seperti susu dan minyak ikan .
Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk
terjadinya Bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada penderita-

21
penderita penyakit yang berat seperti AIDS dan respon imunitas yang belum
berkembang pada bayi dan anak merupakan faktor predisposisi terjadinya
penyakit ini.

1.2.5 Patogenesis 3,12,13


Pneumococcus masuk ke dalam paru melalui jalan pernafasan secara
percikan (droplet). Pneumokokus umumnya mencapai alveoli lewat percikan
mukus atau saliva. Lobus bagian bawah paru paling sering terkena efek
gravitasi. Agen-agen mikroba yang menyebabkan Pneumonia memiliki 3
bentuk transisi primer :
1. Aspirasi sekret yang berisi mikroorganisme patogen yang telah
berkolonisasi pada orofaring
2. Inhalasi aerosol yang infeksius
3. Penyebaran hematogen dari bagian ekstrapulmonal
Aspirasi dan inhalasi agen-agen infeksius adalah dua cara tersering yang
menyebabkan pneumonia, sementara penyebaran cara hematogen lebih
jarang terjadi. Akibatnya, faktor-faktor predisposisi termasuk juga
berbagai defisiensi mekanisme pertahanan sistem pernafasan. Kolonisasi
basilus gram negatif telah menjadi subjek penelitian akhir-akhir ini.
Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien
untuk mencegah infeksi yang terdiri dari :
a. Susunan anatomis rongga hidung
b. Jaringan limfoid di nasofaring
c. Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius
dan sekret lain yang dikeluarkan oleh sel epitel tersebut
d. Refleks batuk
e. Refleks epiglotis yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang
terinfeksi
f. Drainase sistem limfatis dan fungsi menyaring kelenjar limfe
regional
g. Fagositosis aksi limfosit dan respon imunohumoral terutama Ig A
h. Sekresi enzim-enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang
bekerja sebagai anti mikroba yang non spesifik.

22
Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui
jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding
alveoli dan jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli
mementuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu:
a. Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti) Disebut hiperemia,
mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada
daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan
aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia
ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-
sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-
mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi
sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja
sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot
polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal
ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang
interstitium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler
dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus
meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan
karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling
berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen
hemoglobin.
b. Stadium II (48 jam berikutnya) Disebut hepatisasi merah, terjadi
sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang
dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi
peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya
penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru
menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini
udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan
bertambah sesak. Stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu
selama 48 jam.
c. Stadium III (3 – 8 hari) Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi
sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang
terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh
daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium

23
ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat
karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu
dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
d. Stadium IV (7 – 12 hari) Disebut juga stadium resolusi yang terjadi
sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan
eksudat lisis dan diabsorbsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali
ke strukturnya semula.

1.2.6 Manifestasi Klinis 3,4,10


Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian
atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39–
40°C dan mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat
gelisah, dispnu, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping
hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak
dijumpai di awal penyakit, anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari,
dimana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif.
Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada
luasnya daerah yang terkena. Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai
adanya kelainan. Pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah
gelembung halus sampai sedang. Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu
(konfluens) mungkin pada perkusi terdengar suara yang meredup dan suara
pernafasan pada auskultasi terdengar mengeras. Pada stadium resolusi ronki
dapat terdengar lagi. Tanpa pengobatan biasanya proses penyembuhan dapat
terjadi antara 2-3 minggu.

1.2.7 Pemeriksaan Fisik 4, 13


Dalam pemeriksaan fisik penderita bronkhopneumoni ditemukan hal-hal
sebagai berikut :
a. Pada setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal,
suprasternal, dan pernapasan cuping hidung.
Tanda objektif yang merefleksikan adanya distres pernapasan
adalah retraksi dinding dada; penggunaan otot tambahan yang terlihat
dan cuping hidung; orthopnea; dan pergerakan pernafasan yang
berlawanan. Tekanan intrapleura yang bertambah negatif selama

24
inspirasi melawan resistensi tinggi jalan nafas menyebabkan retraksi
bagian-bagian yang mudah terpengaruh pada dinding dada, yaitu
jaringan ikat inter dan sub kostal, dan fossae supraklavikula dan
suprasternal. Kebalikannya, ruang interkostal yang melenting dapat
terlihat apabila tekanan intrapleura yang semakin positif. Retraksi lebih
mudah terlihat pada bayi baru lahir dimana jaringan ikat interkostal lebih
tipis dan lebih lemah dibandingkan anak yang lebih tua. Kontraksi yang
terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan pergerakan fossae
supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yang paling dapat
dipercaya akan adanya sumbatan jalan nafas. Pada infant, kontraksi otot
ini terjadi akibat “head bobbing”, yang dapat diamati dengan jelas ketika
anak beristirahat dengan kepala disangga tegal lurus dengan area
suboksipital. Apabila tidak ada tanda distres pernapasan yang lain pada
“head bobbing”, adanya kerusakan sistem saraf pusat dapat dicurigai.
Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan
adanya distress pernapasan dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek
secara abnormal (contohnya pada kondisi nyeri dada). Pengembangan
hidung memperbesar pasase hidung anterior dan menurunkan resistensi
jalan napas atas dan keseluruhan. Selain itu dapat juga menstabilkan
jalan napas atas dengan mencegah tekanan negatif faring selama
inspirasi.
b. Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.
Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak
menghilangkan getaran fremitus selama jalan napas masih terbuka,
namun bila terjadi perluasan infeksi paru (kolaps paru/atelektasis) maka
transmisi energi vibrasi akan berkurang.
c. Pada perkusi lapangan paru redup pada daerah paru yang terkena
infeksia
d. Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring.
Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi
pendek dan berulang dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz.
Bisa bernada tinggi ataupun rendah (tergantung tinggi rendahnya
frekuensi yang mendominasi), keras atau lemah (tergantung dari
amplitudo osilasi) jarang atau banyak (tergantung jumlah crackles

25
individual) halus atau kasar (tergantung dari mekanisme terjadinya).
Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui
sekret jalan napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka.

1.2.8 Pemeriksaan Radiologi 4,9


Bronchopneumonia ditandai dengan gambaran diffuse yang merata pada
kedua paru berupa bercak-bercak infiltrate yang dapat meluas hingga daerah
perifer paru disertai dengan peningkatan corakan peribronkhial

Gambar 2.3: Normal dan Bronkhopneumonia

1.2.9 Pemeriksaan Laboratorium 9,10


Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit.
Hitung leukosit dapat membantu membedakan pneumoni viral dan bakterial.
Infeksi virus leukosit normal atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm3
dengan limfosit predominan) dan bakteri leukosit meningkat 15.000-40.000
/mm3 dengan neutrofil yang predominan. Pada hitung jenis leukosit terdapat
pergeseran ke kiri serta peningkatan LED. Analisa gas darah menunjukkan
hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis
respiratorik. Isolasi mikroorganisme dari paru, cairan pleura atau darah
bersifat invasif sehingga tidak rutin dilakukan.

1.2.10 Kriteria Diagnosis 4,5,8


Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut :
a. Sesak nafas disertai pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada

26
b. Panas badan
c. Ronkhi basah sedang nyaring (crackles)
d. Foto thorax meninjikkan gambaran infiltrat difus
e. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan
limfosit predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang
predominan)
Diagnosis Bronkopneumonia menurut WHO :
BP sangat Berat : Sianosis sentral dan tidak bisa minum
BP Berat : Ada retraksi tanpa sianosis, masih bisa minum
BP : Tidak ada retraksi tapi Takhiepnea
Bukan BP : Hanya batuk tanpa gejal diatas

1.2.11 Penatalaksanaan 6,11,13


a. Penatalaksaan umum
 Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit  sampai sesak nafas hilang
atau PaO2 pada analisis gas darah ≥ 60 torr
 Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.
 Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.
b. Penatalaksanaan khusus
 Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak
diberikan pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi
reaksi antibioti awal. Obat penurun panas diberikan hanya pada
penderita dengan suhu tinggi, takikardi, atau penderita kelainan jantung
 Antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi
klinis
Pneumonia ringan  amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis (di wilayah
dengan angka resistensi penisillin tinggi dosis dapat dinaikkan menjadi
80-90 mg/kgBB/hari).
Bila tidak ada kuman yang dicurigai, berikan antibiotik awal (24-72
jam pertama) menurut kelompok usia.
a. Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :
- ampicillin + aminoglikosid
- amoksisillin-asam klavulanat

27
- amoksisillin + aminoglikosid
- sefalosporin generasi ke-3
b. Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)
- beta laktam amoksisillin
- amoksisillin-amoksisillin klavulanat
- golongan sefalosporin
- kotrimoksazol
- makrolid (eritromisin)
c. Anak usia sekolah (> 5 thn)
- amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)
- tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)
Karena dasar antibiotik awal di atas adalah coba-coba (trial and error) maka
harus dilaksanakan dengan pemantauan yang ketat, minimal tiap 24 jam sekali
sampai hari ketiga.
Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata
dalam 24-72 jam  ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai dengan
kuman penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada tidaknya
penyulit seperti empyema, abses paru yang menyebabkan seolah-olah antibiotik
tidak efektif)
Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi :
a. Kuman yang dicurigai atas dasas data klinis, etiologis dan epidemiologis
b. Berat ringan penyakit
c. Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis
d. Ada tidaknya penyakit yang mendasari
Antibiotik :
Tabel pemilihan antibiotika berdasarkan etiologi :
Mikroorganisme
Streptokokus dan Stafilokokus M. Penicilin G 50.000-100.000 unit/hari IV atau
Pneumonia Penicilin Prokain 6.000.000 unit/hari IM atau
Ampicilin 100-200 mg/kgBB/hari atau
Ceftriakson 75-200 mg/kgBB/hari
Eritromisin 15 mg/kgBB/hari
H. Influenza Kloramfenikol 50-100 mg/kgBB/hari
Klebsiella dan P. Aeruginosa Sefalosporin

28
Pencegahan:
Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak
dengan penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat
menyebabkan terjadinya bronkopneumonia ini. Selain itu hal-hal yang dapat
dilakukan adalah dengan meningkatkan daya tahan tubuh kaita terhadap
berbagai penyakit saluran nafas seperti : cara hidup sehat, makan makanan
bergizi dan teratur ,menjaga kebersihan ,beristirahat yang cukup, rajin
berolahraga, dll. Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi
kemungkinan terinfeksi antara lain: Vaksinasi Pneumokokus, Vaksinasi H.
Influenza, Vaksinasi Varisela yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan
tubuh rendah, Vaksin influenza yang diberikan pada anak sebelum anak sakit.

3.2.13 Komplikasi 5,12


Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam
rongga thorax (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran
bakteremia dan hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis
adalah komplikasi yang jarang dari penyebaran infeksi hematologi. Dengan
antibiotik komplikasi hampir tidak pernah dijumpai.

3.2.14 Prognosis 6,10


Dengan penggunaan antibiotik yang tepat dan cukup, mortalitas
dapatditurunkan sampai kurang dari 1 %. Anak dalam keadaan malnutrisi
energi protein dan yang datang terlambat menunjukkan mortalitas yang lebih
tinggi.
Pada bronkopneumonia yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus,
angka kesembuhan penderita mengalami kemajuan besar dengan
penatalaksanaan sekarang, angka mortalitas berkisar dari 10 – 30% dan
bervariasi dengan lamanya sakit yang dialami sebelum penderita dirawat, umur
penderita, pengobatan yang memadai serta adanya penyakit yang menyertai.

29
LAPORAN KASUS ILMU KESEHATAN ANAK

BAB IV
PEMBAHASAN

Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran napas atas selama


beberapa hari dan suhu tubuh yang meningkat hingga 39-40˚ C. Pada pemeriksaan fisik
dapat ditemukan pernafasan cepat dan dangkal, pernafasan cuping hidung. Pada
pemeriksaan thoraks, dapat di temukan ronki basah halus pada auskultasi, sedangkan pada
perkusi sering tidak ditemukan kelainan.5
Berdasarkan pedoman klinis WHO, kasus pada pasien ini tergolong dalam pneumonia
berat karena terjadi retraksi dada namun tidak disertai dengan sianosis.
Pemeriksaan penunjang laboratorium darah rutin pada pasien tersebut menunjukkan
kadar leukosit normal. Leukositosis pada bronkopneumonia menunjukkan adanya infeksi.
Pneumonia yang disebabkan oleh virus dapat normal atau meningkat tetapi tidak melebihi
20.000/mm3 dengan predominan limfosit, sedangkan pada pneumonia bakterial dapat
meningkat 15.000- 40.000/mm3 dan predominant granulosit. Dari nilai leukosit pada pasien
ini kemungkinan pneunomia pada pasien disebabkan oleh Virus.
Pemeriksaan radiologi pada pasein tersebut didapatkan gambaran fibroinfiltrat di
kedua paru, disertai pemadatan dihilus kanan. Pemeriksaan foto thorax pada pasien ini
didapatkan gambaran khas bronkopneumonia.
Pada kasus ini telah diberikan tatalaksana spesifik berupa pemberian injeksi
cefotaxime dan gentamin. Yang mana pemberian antibiotic tersebut sebagai tatalaksana
antibiotic empiris yaitu bila tidak ada kuman yang dicurigai, berikan antibiotic awal (24-72
jam pertama) menurut kelompok usia. Penggunaan antibiotic terapi menurut KEMENKES
(2011) sebagai berikut :
a) Penggunaan antibiotik untuk terapi empiris adalah penggunaan antibiotik pada
kasus infeksi yang belum diketahui jenis bakteri penyebabnya.
b) Tujuan pemberian antibiotik untuk terapi empiris adalah eradikasi atau
penghambatan pertumbuhan bakteri yang diduga menjadi penyebab infeksi,
sebelum diperoleh hasil pemeriksaan mikrobiologi.
c) Indikasi: ditemukan sindrom klinis yang mengarah pada keterlibatan bakteri
tertentu yang paling sering menjadi penyebab infeksi. Dasar pemilihan jenis
dan dosis antibiotik data epidemiologi dan pola resistensi bakteri yang tersedia

30
di komunitas atau di rumah sakit setempat, kondisi klinis pasien, ketersediaan
antibiotik, kemampuan antibiotik untuk menembus ke dalam jaringan/organ
yang terinfeksi. Dan untuk infeksi berat yang diduga disebabkan oleh
polimikroba dapat digunakan antibiotik kombinasi.
d) Rute pemberian antibiotik oral seharusnya menjadi pilihan pertama untuk
terapi infeksi. Pada infeksi sedang sampai berat dapat dipertimbangkan
menggunakan antibiotik parenteral.
e) Lama pemberian: antibiotik empiris diberikan untuk jangka waktu 48-72 jam.
Selanjutnya harus dilakukan evaluasi berdasarkan data mikrobiologis dan
kondisi klinis pasien serta data penunjang lainnya.
Pemberian antibiotic sesuai dengan kelompok umur. Untuk Bayi dan anak usia pra
sekolah (2 bl-5 thn) diberikan tatalaksana berupa beta laktam, amoksisillin, golongan
sefalosporin, kotrimoksazol, makrolid (eritromisin)
Cefotaxime merupakan golongan sefalosporin generasi ketiga (SG III). Golongan
ini umunya kurang aktif dibandingkan dengan generasi pertama terhadap kokus gram-
positif, tetapi jauh lebih aktif terhadap enterobacteriaceae, termasuk strain penghasil
penisilinase, SG III tunggal atau dalam kombinasi dengan aminoglikosida merupakan obat
pilihan utama untuk infeksi berat oleh klebsiella, enterobacter, proteus, provedencia,
serratia dan Haemophillus spesies. Pada kasus ini diberikan inj. Cefotaxime
450mg/12jam/iv hal tersebeut telah sesuai dengan teori

Gentamisin merupakan golongan aminoglikosida yang tergolong antimikroba yang


bersifat concentration dependent killing. Karena itu lebih dianjurkan diberikan dalam dosis
tunggal sehari (i.m atau i.v) daripada dalam beberapa dosis.aminoglikosida ini bersifat
bakterisidal, aktivitasnya terutama tertuju pada basil gram-negatif yang aerobik, mekanisme
kerjanya bergantung pada kondisi optimalnya seperti pada perubahan pH, membunuh
bakteri dengan menghambat sintesis protein dari ribosom 30S. Pada kasus ini diberikan
injeksi gentamicin 30mg/12jam/iv sesuai dengan teori.

Pada pasien juga didapat batuk berlendir disertai sesak napas sehingga diberikan
gliseril guaiakolat obat gliseril guaiakolat disebut juga Guaifenesin adalah derivatguaiakol
yang banyak digunakan sebagai ekspektoran, Obat batuk ini digunakan untuk batuk yang
memiliki ciri berlendir, dahak mudah dikeluarkan dan terasa ringan

31
Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam rongga
thorax (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran secara hematologi.
Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis adalah komplikasi yang jarang dari
penyebaran infeksi hematologi. Komplikasi pada anak meliputi empiema, perikarditis,
pneumotoraks,atau infeksi ektrapulmoner seperti meningtis purulenta. Empiema merupakan
komplikasi tersering yang terjadi pada pneumonia bakteri.

Bronkopneumonia pada kasus ini memiliki prognosis yang baik karena didiagnosis
secara dini dan ditangani secara adekuat. Prognosis bergantung pada cepat atau lambatnya
penanganan yang dilakukan.

32
LAPORAN KASUS ILMU KESEHATAN ANAK

BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada paru yang disebabkan oleh
infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh penyebab non-infeksi yang
akan menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.
Bronkopneumonia adalah peradangan pada paru dimana proses peradangannya ini
menyebar membentuk bercak-bercak infiltrat yang berlokasi di alveoli paru dan dapat pula
melibatkan bronkiolus terminal.
Sebagian besar bronkopneumia yang di sebabkan oleh virus dapat sembuh spontan
tanpa terapi spesifik. Bronkopneumonia yang disebabkan oleh bakteri biasanya
memberikan respon cepat terhadap terapi antibiotik.

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Reinhard V. Putz, Reinhard Pabst. Atlas Anatomi Manusia Sobotta Jilid 2. Edisi 21. Buku
Kedokteran EGC. Jakarta : 2000. Hal 99.

2. Guyton, Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Buku Kedokteran EGC. Jakarta : 1997.
Hal 633.

3. O’Brodovich Hugh M, Haddad Gabriel G. Kendig’s Disorder of the Respiratory Tract in


Children: “The Functional Basis of Respiratory Pathology and Disease”, Sixth Edition.
WB. Saunders Company Philadelphia, London, Toronto, Montreal, Sydney, Tokyo. 1998.

4. Pasterkamp Hans. Kendig’s Disorder of the Respiratory Tract in Children :”The History
and Physical Examination” , Sixth Edition. WB. Saunders Company Philadelphia,
London, Toronto, Montreal, Sydney, Tokyo. 1998.

5. Correa Armando.G, Starke Jeffrey R. Kendig’s Disorder of the Respiratory Tract in


Children: “Bacterial Pneumoniasi”, Sixth Edition. WB. Saunders Company Philadelphia,
London, Toronto, Montreal, Sydney, Tokyo. 1998.

6. Konsensus Pneumonia. Bagian Pulmonologi FKUI/RSUP Persahabatan. Jakarta : 2000.

7. Pedoman Terapi Ilmu Kesehatan Anak, Unpad. Bandung : 2005.

8. Sectish Theodore C, Prober Charles G. Nelson Textbook of Pediatrics : “Pneumonia”.


Edisi ke-17. Saunders. 2004.

9. Pusponegoro HD, dkk. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Ikatan Dokter Anak
Indonesia: Jakarta. 2004.

10. Hasan R, dkk. Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.
2002.

11. Mansjoer A, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia: Jakarta. 2000.

12. Price SA, Wilson LM, 1995, Pathophysiology: Clinical Concepts of Disease Processes
(Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Prose Penyakit), Edisi 4, Penerbit EGC, Jakarta, hal:
709-712.

13. Behrman RE, Vaughan VC. Nelson Ilmu Kesehatan Anak, Bagian II, Edisi 12, Penerbit
EGC, Jakarta, 2000, hal: 617-628.

34

Anda mungkin juga menyukai