BRONKOPNEUMONIA
Oleh:
dr. Sahid P. Zein Tuharea
Pendamping :
dr. Sofyan H. Adam
Pembimbing:
dr. Eva Faradianti, Sp.A. M.Kes
i
LAPORAN KASUS ILMU KESEHATAN ANAK
LEMBAR PENGESAHAN
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, serta inayah-
Nya kepada penyusun sehingga Laporan Kasus yang berjudul “Bronkopneumonia” ini dapat
terselesaikan sesuai rencana yang diharapkan.
Tujuan penyusunan laporan kasus ini adalah untuk memenuhi tugas Program intersip
dokter indonesia serta guna menambah ilmu pengetahuan mengenai permasalahan penyakit
pada anak khususnya Bronkopneumonia. Penyusun menyampaikan terima kasih kepada
pembimbing, dr. Eva Faradianti, Sp.A. M.Kes Serta Pendamping internsip, dr. Sofyan H.
Adam atas segenap waktu, tenaga dan pikiran yang telah diberikan kepada saya selama
proses pembuatan laporan ini.
Penyusun menyadari bahwa laporan kasus ini belumlah sempurna. Untuk itu, saran dan
kritik dari Pembimbing, Pendamping dan pembaca sangat diharapkan demi perbaikan laporan
ini. Atas saran dan kritik penyusun ucapkan terima kasih.
Semoga laporan kasus ini bermanfaat bagi penyusun, pembaca serta rekan-rekan lain yang
membutuhkan demi kemajuan ilmu pengetahuan di bidang kedokteran.
iii
DAFTAR ISI
Judul
Lembaran Pengesahan ...................................................................................... i
Kata Pengantar ................................................................................................ ii
Daftar Isi ......................................................................................................... iii
BAB I : Pendahuluan
Latar Belakang .......................................................................................... 1
BAB II : Status Pasien
Identitas Penderita ..................................................................................... 5
Anamnesa .................................................................................................. 5
Pemeriksaan Fisik ..................................................................................... 8
Pemeriksaan Penunjang............................................................................. 9
Resume .................................................................................................... 10
Diagnosis ................................................................................................. 11
Penatalaksanaan Holistik ........................................................................ 11
Prognosis ................................................................................................. 11
Follow Up dan Flow Sheet ...................................................................... 12
BAB III : Tinjauan Pustaka
Anatomi, Histologi dan Fisiologi Paru .................................................... 15
Bronkopneumonia ................................................................................... 19
BAB IV : Pembahasan .................................................................................. 30
BAB V : Penutup .......................................................................................... 33
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
LAPORAN KASUS ILMU KESEHATAN ANAK
BAB II
STATUS PASIEN
5
nafas mengi (-), biru di ujung jari dan mulut (-), riwayat tersedak (-), kejang (-
), penurunan kesadaran (-), nafsu makan dan minum menurun, BAB dan
BAK tidak ada kelainan ( normal).
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat sakit serupa :-
Riwayat alergi obat/makanan : -
Riwayat batuk lama :-
Riwayat asma :-
Riwayat masuk rumah sakit : -
Keterangan: Pasien baru pertama kali sakit seperi ini.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat keluarga dengan penyakit serupa : tidak ada
Riwayat alergi : tidak ada
Riwayat batuk lama : tidak ada
Riwayat asma : tidak ada
Riwayat Kehamilan Ibu
Keluhan : tidak ada
Usia ibu hamil : 26 tahun
Kontrol : rutin setiap bulan ke bidan
Kondisi hamil : Selama hamil tidak pernah demam, tidak pernah minum
obat–obatan, tidak pernah jatuh, tidak pernah
hipertensi, tidak muntah berlebihan, tidak mengalami
pendarahan melalui jalan lahir saat hamil, dapat obat
penambah darah dan vitamin, nafsu makan bagus sama
seperti saat tidak hamil
Riwayat Persalinan
BBL : 3000 gr
PB : orang tua pasien lupa
Lahir spontan di Rumah sakit, persalinan oleh Bidan
Usia kehamilan : Cukup bulan
Bayi tunggal, presentasi kepala
Tidak ada kelainan
6
Lahir tanpa bantuan alat
Riwayat Pasca Lahir
Langsung menangis
Ibu tidak ada pendarahan
Anak tidak pernah sakit setelah lahir seperti asfiksia, infeksi intra partum,
trauma lahir dan lain-lain.
Riwayat Makanan (mulai lahir sampai sekarang, kualitas dan kuantitas )
Neonatus : ASI sampai dengan 6 bulan
6 bulan : 75-80 % ASI, sisa MPASI
12 Bulan : 65-80 % MPASI, sisa ASI (bisa makan lauk)
Riwayat Imunisasi (imunisasi lengkap)
Ibu : TT (+)
Anak : DTP (+) jumlah: 4 kali usia: 2, 4, 6 bulan
BCG (+) jumlah: 1 kali usia: 2 bulan
Campak (+) jumlah: 1 kali usia: 9 bulan
Hepatitis B (+) jumlah: 3 kali usia: 0, 1, 6 bulan
Polio (+) jumlah: 5 kali usia: 0, 2, 4, 6 bulan
Riwayat pertumbuhan dan perkembangan :
Pertumbuhan:
Tumbuh gigi mulai usia kira-kira 7 bulan
pertumbuhan berat badan sulit dinilai
Perkembangan:
Mulai bicara usia 8 bulan (1 kata) kemampuan bahasa
Mulai berjalan usia 1 tahun kemampuan motorik kasar
7
2.3 PEMERIKSAAN FISIK (16-09-2018)
1. Keadaan umum : tampak sakit sedang
2. Kesadaran : composmentis (GCS E4V5M6)
3. Atropometri
BB : 9 kg
Status gizi kesan: normal (Z-Score : 0 - -2)
4. Tanda Vital
Nadi : 110 x/menit
RR : 45 x/menit
Suhu : 37,5 oC
5. Rambut : distribusi pertumbuhan rambut rata dan lebat, warna rambut hitam
6. Kepala dan wajah : bentuk normocephal, turgor baik, sianosis (-), pucat (-)
7. Mata : conjungtiva anemis (-/-), radang (-/-), mata cowong (-/-)
8. Hidung : nafas cuping hidung (-/-), rhinorrhea (+/+), epistaksis (-/-),
deformitas hidung (-/-)
9. Mulut : mukosa bibir pucat (-/-), sianosis bibir (-/-), bibir kering (-/-),
lidah kotor (-), tepi lidah hiperemis (-)
10. Telinga : otorrhea (-/-), kedua cuping telinga normal
11. Leher : pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran KGB (-)
12. Thorax : normochest, simetris, retraksi dinding dada (+)
Cor : Inspeksi : ictus cordis tampak
Palpasi : ictus cordis kuat angkat
Perkusi : batas kiri atas : SIC II LPSS
Batas kanan atas : SIC II LPSD
Batas kiri bawah : SIC V 1 cm lateral LMCS
Batas kanan bawah : SIC IV LPSD
Batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : bunyi jantung I-II intensitas normal, regular
Pulmo :
8
Auskultasi : + + - - + +
bronkhovesikuler + + wheezing - - ronkhi + +
+ + - - + +
13. Abdomen :
Inspeksi : sejajar dinding dada
Palpasi : supel, nyeri (-), pembesaran hepar & lien (-)
Perkusi : timpani seluruh lapangan perut, shifting dullnes (-)
Auskultasi : bising usus normal (5x/menit)
14. Ekstremitas :
Akral hangat Edema
+ + - -
+ + - -
9
Gambar 1.1: Thorax Photo AP (tanggal 17september 2018)
Keterangan:
Jantung : bentuk dan ukuran normal, aorta biasa
Paru-paru : fibroinfiltrat di kedua paru, disertai pemadatan dihilus kanan
Kedua sinus dan diafragma baik
Tulang-tulang intak
Kesimpulan : Bronchopneumonia bilateral disertai lymfadenopaty dextra
2.5 RESUME
a) Anamnesis :
Badan panas sejak 4 hari sebelum MRS, badan panas mendadak tinggi dan
sepanjang hari.
Batuk berdahak dan pilek. Awalnya batuk ringan dan tidak berdahak, tetapi
semakin lama batuk menjadi semakin memberat dan berdahak, nafas grok-
grok dan sesak.
b) Pemeriksaan Fisik :
Keadaan umum tampak sakit sedang, RR 45 x/menit, suhu : 37,5 oC, rhinorrhea
(+/+), retraksi dinding dada (+), ronkhi di seluruh lapang paru.
c) Pemeriksaan Penunjang :
DR : anemia mikrositik hipokrom
Foto rontgen thoraks : fibroinfiltrat di kedua paru, disertai pemadatan
dihilus kanan
10
2.6. DIAGNOSA
Working diagnostic : Bronkhopneumoni Bilateral
Differential diagnostic : Bronkhioltisi, TB Paru
2.8 PROGNOSIS
Quo ad Vitam : dubia ad bonam
Quo ad Functionam : dubia ad bonam
Quo ad Sanationam : dubia ad bonam
11
2.9 FOLLOW UP DAN FLOW SHEET
Nama : An.I.A
Diagnosis : Bronkhopneumonia bilateral
Cetirizine 2,5mg
pulv 1x1
Gliserl guaiakolat
1/3 tab pulv
Px : Foto Thorax
X-Ray posisi AP
2. 17/09/201 Demam (+) KU: Tampak sakit sedang, 02 1 Lpm V.N.C
8 Batuk berdahak RR 35 x/mnt, T : 37,5 oC,
(Perawata & pilek nafas cuping hidung (-/-), IVFD asering 14
n anak) rhinorrhea (+/+), retraksi tpm.
berkurang,
dinding dada (+), ronkhi di -Bronko-
nafas grok2 & seluruh lapang paru. pneumonia Inj Cefotaxime 450
sesak bilateral mg/12 jam/ i.v +
berkurang,. Hasil Foto Thorax : 20 cc aquades
fibroinfiltrat di kedua paru, - Anemia
Makan-minum disertai pemadatan dihilus Mikrositik Inj gentamicin 30
kurang/sedikit kanan Hipokrom mg/12 jam/iv
kesan : Bronkhopneumonia
bilateral Paracetamo syr
3x3/4 cth
Cetirizine 2,5mg
pulv 1x1
Gliserl guaiakolat
1/3 tab pulv
12
3. 18/09/201 Demam (-) KU: tampak sakit sedang, 02 1 Lpm V.N.C
8 Batuk berdahak RR 30 x/mnt, T : 37oC
(Perawata & pilek, sesak rhinorrhea (+/+), retraksi IVFD asering 14
n anak) dinding dada (-), ronkhi di tpm.
berkurang,.
seluruh lapang paru Bronko-
mual (-) pneumonia Inj dexametasone
bilateral 0,9 mg/12 jam/iv
Makan-minum
mau - Anemia Inj Cefotaxime 450
mikrositik mg/12 jam/ i.v +
hipokrom 20 cc aquades
Inj gentamicin 30
mg/12 jam/iv
Paracetamo syr
3x3/4 cth
Gliserl guaiakolat
1/3 tab pulv
Cetirizine 2,5mg
pulv 1x1
Inj gentamicin 30
mg/12 jam/iv
Paracetamo syr
3x3/4 cth
Gliserl guaiakolat
1/3 tab pulv
Cetirizine 2,5mg
pulv 1x1
13
),. mual (-) Cetirizine 2,5mg
- Anemia puv 1x1
Makan-minum Mikrositik
mau, banyak hipokrome Dexametasone 0,9
mg pulv 3x1
Pasein boleh
pulang
14
LAPORAN KASUS ILMU KESEHATAN ANAK
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
15
Pulmo sinistra dibagi menjadi 2 lobi, yaitu:
1. Lobus Superior
Dibagi atas segmen: apikoposterior, anterior, lingularis superior, lingularis
inferior.
2. Lobus Inferior
Dibagi atas 4 segmen: apikal, anteromediobasal, laterobasal, dan posterobasal.
16
Gambar 2.2: Lobus dan segmentasi paru (dikutip dari Atlas
Anatomi Manusia Sobotta jilid 2, halaman 98-99, 2000)4.
17
Inspirasi yang cepat tersebut membawa udara menempel pada sensor pembau tanpa
membawanya ke paru-paru.
3. Menyaring dan Membuang Partikel yang Terhirup
Udara yang melewati saluran traktus respiratorius awalnya difiltrasi oleh bulu
hidung. Gerakannya menyebabkan partikel berukuran besar dapat dikeluarkan.
Sedimentasi partikel berukuran lebih kecil terjadi akibat gravitasi di jalan nafas
yang lebih kecil. Partikel-partikel tersebut terperangkap dalam mukus yang ada di
saluran pernafasan atas, trakhea, bronkus dan bronkhiolus. Partikel kecil dan udara
iritan mencapai duktus alveolaris dan alveoli. Partikel kecil lainnya disuspensikan
sebagai aerosol dan 80%nya dikeluarkan. Pembuangan partikel dengan beberapa
mekanisme:
- Refleks jalan nafas : refleks batuk, refleks bersin dan refleks glottis
Stimulasi reseptor kimia dan mekanik di hidung, trakhea, laring, dan tempat
lain di traktus respiratorius menyebabkan bronkokonstriksi untuk mencegah
penetrasi lebih lanjut dari iritan ke jalan nafas dan juga menghasilkan batuk atau
bersin. Bersin terjadi akibat stimulasi reseptor di hidung atau nasofaring, dan
batuk terjadi sebagai akibat stimulasi reseptor di trakhea. Inspirasi yang dalam
demi mencapai kapasitas paru total, diikuti oleh ekspirasi melawan glotis yang
terutup. Tekanan intrapleura dapat meningkat lebih dari 100mmHg. Selama fase
refleks tersebut glotis tiba-tiba membuka dan tekanan di jalan nafas menurun
cepat, menghasilkan penekanan jalan nafas dan ekspirasi yang besar, dengan
aliran udara yang cdepat melewati jalan nafas yang sempit, sehingga iritan ikut
terbawa bersama-sama mukus keluar dari traktus respiratorius. Saat bersin,
ekspirasi melewati hidung; saat batuk ekspirasi melewati mulut. Kedua refleks
tersebut juga membantu mengeluarkan mukus dari jalan nafas.
- Sekresi trakheobronkial dan transport mukosilier
Sepanjang traktus respiratorius dilapisi oleh epitel bersilia dimana terdapat
mukus yang dihasilkan oleh sel goblet. “Eskalator mukosilier” adalah mekanisme
yang penting dalam menghilangkan dalam menghilangkan partikel yang
terinhalasi. Partikel terperangkap dalam mukus kemudian dibawa ke atas
kefaring. Pergerakan tersebut dapat meningkat cepat selama batuk. Mukus yang
mencapai faring dikentalkan atau dikeluarkan melalui mulut atau hidung.
Karenanya, pasien yang tidak bisa mengeluarkan sekret trakheobronkial (misal
18
tidak dapat batuk) terus menghasilkaan sekret yang apabila tidak dikeluarkan
dapat menyebabkan sumbatan jalan nafas.
4. Mekanisme Pertahanan dari Unit Respirasi Terminal
Paru merupakan struktur kompleks yang terdiri atas kumpulan unit-unit yang
dibentuk melalui percabangan progresif jalan napas. Kurang lebih 80% sel yang
membatasi jalan napas di bagian tengah merupakan epitel bersilia, bertingkat,
kolumner dengan jumlah yang semakin berkurang pada bagian perifer. Masing-
masing sel bersilia memiliki +200 silia yang bergerak dalam gelombang yang
terkoordinasi kira-kira 1000 kali per menit, dengan gerakan ke depan yang cepat dan
kembali dalam gerakan yang lebih lambat. Gerakan silia juga terkoordinasi antara sel
yang bersebelahan sehingga setiap gelombang disebarkan ke arah orofaring.
Partikel infeksius yang terkumpul pada epitel skuamosa permukaan hidung
sebelah distal biasanya akan dibersihkan pada saat bersin, sementara partikel yang
terkumpul pada permukaan bersilia yang lebih proksimal akan disapukan ke sebelah
posterior ke lapisan mukus nasofaring, saat partikel tersebut ditelan atau dibatukkan.
Penutupan glottis secara refleks dan batuk akan melindungi saluran napas bagian
bawah. Partikel infeksius yang melewati pertahanan di dalam saluran napas dan
diendapkan pada permukaan alveolus dibersihkan oleh sel fagosit dan faktor
humoral. Makrofag alveolar merupakan fagosit utama dalam saluran napas bawah.
Makrofag alveolar akan menyiapkan dan menyajikan antigen mikrobial pada limfosit
dan mensekresikan sitokin yang mengubah proses imun dalam limfosit T dan B.
1.2 BRONKOPNEUMONIA
1.2.1 Definisi 8, 10
Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada paru yang disebabkan oleh
infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh penyebab non-infeksi
yang akan menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas
setempat.
Bronkopneumonia adalah peradangan pada paru dimana proses peradangannya ini
menyebar membentuk bercak-bercak infiltrat yang berlokasi di alveoli paru dan
dapat pula melibatkan bronkiolus terminal.
19
1.2.2 Epidemiologi
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di
bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika
pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di
bawah umur 2 tahun. Pneumokokus merupakan penyebab utama pneumonia.
Pneumokokus dengan serotipe 1 sampai 8 menyebabkan pneumonia pada orang
dewasa lebih dari 80 % sedangkan pada anak ditemukan tipe 14, 1, 6 dan 9. 6, 9
Angka kejadian tertinggi ditemukan pada usia kurang dari 4 tahun dan mengurang
dengan meningkatnya umur. Pneumonia lobaris hampir selalu disebabkan oleh
pneumococcus, ditemukan pada orang dewasa dan anak besar, sedangkan
Bronkopneumonia lebih sering dijumpai pada anak kecil dan bayi. 6
20
b. Pneumonia bronkopneumonia, pneumonia yang ditandai bercak-bercak infeksi
pada berbagai tempat di paru. Bisa kanan maupun kiri yang disebabkan virus
atau bakteri dan sering terjadi pada bayi atau orang tua.
c. Pneumonia interstisial.
1.2.4 Etiologi 7, 8, 13
Faktor Infeksi
a. Bakteri
Pneumococcus, penyebab utama penumonia. Pada orang dewasa
disebabkan oleh penumokokus 1 – 8, pada anak – anak tipe 14, 1, 6, 9.
Insiden meningkat pada usia lebih kecil dari 14 tahun dan menurun
dengan meningkatnya umur.
Streptokokus, sering merupakan komplikasi dari penyakit virus lain
seperti morbili, influenza, cacar air atau komplikasi dari bakteri lain
seperti pertusis, pneumonia oleh pneumokokus.
b. Virus
Virus respiratori sinsial, virus influenza, virus adeno, virus situmegalik.
c. Jamur : Candida albikans, Blastomycetes dermatitis, Koksidiomikosis,
Aspergilosis dan Aktinimikosis.
Faktor Non Infeksi.
Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi :
1. Bronkopneumonia hidrokarbon :Terjadi oleh karena aspirasi selama
penelanan muntah atau sonde lambung (zat hidrokarbon seperti pelitur,
minyak tanah dan bensin).
2. Bronkopneumonia lipoid :Terjadi akibat pemasukan obat yang
mengandung minyak secara intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap
keadaan yang mengganggu mekanisme menelan seperti
palatoskizis,pemberian makanan dengan posisi horizontal, atau pemaksaan
pemberian makanan seperti minyak ikan pada anak yang sedang menangis.
Keparahan penyakit tergantung pada jenis minyak yang terinhalasi. Jenis
minyak binatang yang mengandung asam lemak tinggi bersifat paling
merusak contohnya seperti susu dan minyak ikan .
Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk
terjadinya Bronkopneumonia. Menurut sistem imun pada penderita-
21
penderita penyakit yang berat seperti AIDS dan respon imunitas yang belum
berkembang pada bayi dan anak merupakan faktor predisposisi terjadinya
penyakit ini.
22
Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui
jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding
alveoli dan jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli
mementuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu:
a. Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti) Disebut hiperemia,
mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada
daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan
aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia
ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-
sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-
mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi
sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja
sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot
polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal
ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang
interstitium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler
dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus
meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan
karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling
berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen
hemoglobin.
b. Stadium II (48 jam berikutnya) Disebut hepatisasi merah, terjadi
sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang
dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi
peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya
penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru
menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini
udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan
bertambah sesak. Stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu
selama 48 jam.
c. Stadium III (3 – 8 hari) Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi
sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang
terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh
daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium
23
ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat
karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu
dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
d. Stadium IV (7 – 12 hari) Disebut juga stadium resolusi yang terjadi
sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan
eksudat lisis dan diabsorbsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali
ke strukturnya semula.
24
inspirasi melawan resistensi tinggi jalan nafas menyebabkan retraksi
bagian-bagian yang mudah terpengaruh pada dinding dada, yaitu
jaringan ikat inter dan sub kostal, dan fossae supraklavikula dan
suprasternal. Kebalikannya, ruang interkostal yang melenting dapat
terlihat apabila tekanan intrapleura yang semakin positif. Retraksi lebih
mudah terlihat pada bayi baru lahir dimana jaringan ikat interkostal lebih
tipis dan lebih lemah dibandingkan anak yang lebih tua. Kontraksi yang
terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan pergerakan fossae
supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yang paling dapat
dipercaya akan adanya sumbatan jalan nafas. Pada infant, kontraksi otot
ini terjadi akibat “head bobbing”, yang dapat diamati dengan jelas ketika
anak beristirahat dengan kepala disangga tegal lurus dengan area
suboksipital. Apabila tidak ada tanda distres pernapasan yang lain pada
“head bobbing”, adanya kerusakan sistem saraf pusat dapat dicurigai.
Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan
adanya distress pernapasan dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek
secara abnormal (contohnya pada kondisi nyeri dada). Pengembangan
hidung memperbesar pasase hidung anterior dan menurunkan resistensi
jalan napas atas dan keseluruhan. Selain itu dapat juga menstabilkan
jalan napas atas dengan mencegah tekanan negatif faring selama
inspirasi.
b. Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.
Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak
menghilangkan getaran fremitus selama jalan napas masih terbuka,
namun bila terjadi perluasan infeksi paru (kolaps paru/atelektasis) maka
transmisi energi vibrasi akan berkurang.
c. Pada perkusi lapangan paru redup pada daerah paru yang terkena
infeksia
d. Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring.
Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi
pendek dan berulang dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz.
Bisa bernada tinggi ataupun rendah (tergantung tinggi rendahnya
frekuensi yang mendominasi), keras atau lemah (tergantung dari
amplitudo osilasi) jarang atau banyak (tergantung jumlah crackles
25
individual) halus atau kasar (tergantung dari mekanisme terjadinya).
Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui
sekret jalan napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka.
26
b. Panas badan
c. Ronkhi basah sedang nyaring (crackles)
d. Foto thorax meninjikkan gambaran infiltrat difus
e. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan
limfosit predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang
predominan)
Diagnosis Bronkopneumonia menurut WHO :
BP sangat Berat : Sianosis sentral dan tidak bisa minum
BP Berat : Ada retraksi tanpa sianosis, masih bisa minum
BP : Tidak ada retraksi tapi Takhiepnea
Bukan BP : Hanya batuk tanpa gejal diatas
27
- amoksisillin + aminoglikosid
- sefalosporin generasi ke-3
b. Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)
- beta laktam amoksisillin
- amoksisillin-amoksisillin klavulanat
- golongan sefalosporin
- kotrimoksazol
- makrolid (eritromisin)
c. Anak usia sekolah (> 5 thn)
- amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)
- tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)
Karena dasar antibiotik awal di atas adalah coba-coba (trial and error) maka
harus dilaksanakan dengan pemantauan yang ketat, minimal tiap 24 jam sekali
sampai hari ketiga.
Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata
dalam 24-72 jam ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai dengan
kuman penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada tidaknya
penyulit seperti empyema, abses paru yang menyebabkan seolah-olah antibiotik
tidak efektif)
Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi :
a. Kuman yang dicurigai atas dasas data klinis, etiologis dan epidemiologis
b. Berat ringan penyakit
c. Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis
d. Ada tidaknya penyakit yang mendasari
Antibiotik :
Tabel pemilihan antibiotika berdasarkan etiologi :
Mikroorganisme
Streptokokus dan Stafilokokus M. Penicilin G 50.000-100.000 unit/hari IV atau
Pneumonia Penicilin Prokain 6.000.000 unit/hari IM atau
Ampicilin 100-200 mg/kgBB/hari atau
Ceftriakson 75-200 mg/kgBB/hari
Eritromisin 15 mg/kgBB/hari
H. Influenza Kloramfenikol 50-100 mg/kgBB/hari
Klebsiella dan P. Aeruginosa Sefalosporin
28
Pencegahan:
Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak
dengan penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat
menyebabkan terjadinya bronkopneumonia ini. Selain itu hal-hal yang dapat
dilakukan adalah dengan meningkatkan daya tahan tubuh kaita terhadap
berbagai penyakit saluran nafas seperti : cara hidup sehat, makan makanan
bergizi dan teratur ,menjaga kebersihan ,beristirahat yang cukup, rajin
berolahraga, dll. Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi
kemungkinan terinfeksi antara lain: Vaksinasi Pneumokokus, Vaksinasi H.
Influenza, Vaksinasi Varisela yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan
tubuh rendah, Vaksin influenza yang diberikan pada anak sebelum anak sakit.
29
LAPORAN KASUS ILMU KESEHATAN ANAK
BAB IV
PEMBAHASAN
30
di komunitas atau di rumah sakit setempat, kondisi klinis pasien, ketersediaan
antibiotik, kemampuan antibiotik untuk menembus ke dalam jaringan/organ
yang terinfeksi. Dan untuk infeksi berat yang diduga disebabkan oleh
polimikroba dapat digunakan antibiotik kombinasi.
d) Rute pemberian antibiotik oral seharusnya menjadi pilihan pertama untuk
terapi infeksi. Pada infeksi sedang sampai berat dapat dipertimbangkan
menggunakan antibiotik parenteral.
e) Lama pemberian: antibiotik empiris diberikan untuk jangka waktu 48-72 jam.
Selanjutnya harus dilakukan evaluasi berdasarkan data mikrobiologis dan
kondisi klinis pasien serta data penunjang lainnya.
Pemberian antibiotic sesuai dengan kelompok umur. Untuk Bayi dan anak usia pra
sekolah (2 bl-5 thn) diberikan tatalaksana berupa beta laktam, amoksisillin, golongan
sefalosporin, kotrimoksazol, makrolid (eritromisin)
Cefotaxime merupakan golongan sefalosporin generasi ketiga (SG III). Golongan
ini umunya kurang aktif dibandingkan dengan generasi pertama terhadap kokus gram-
positif, tetapi jauh lebih aktif terhadap enterobacteriaceae, termasuk strain penghasil
penisilinase, SG III tunggal atau dalam kombinasi dengan aminoglikosida merupakan obat
pilihan utama untuk infeksi berat oleh klebsiella, enterobacter, proteus, provedencia,
serratia dan Haemophillus spesies. Pada kasus ini diberikan inj. Cefotaxime
450mg/12jam/iv hal tersebeut telah sesuai dengan teori
Pada pasien juga didapat batuk berlendir disertai sesak napas sehingga diberikan
gliseril guaiakolat obat gliseril guaiakolat disebut juga Guaifenesin adalah derivatguaiakol
yang banyak digunakan sebagai ekspektoran, Obat batuk ini digunakan untuk batuk yang
memiliki ciri berlendir, dahak mudah dikeluarkan dan terasa ringan
31
Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam rongga
thorax (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran secara hematologi.
Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis adalah komplikasi yang jarang dari
penyebaran infeksi hematologi. Komplikasi pada anak meliputi empiema, perikarditis,
pneumotoraks,atau infeksi ektrapulmoner seperti meningtis purulenta. Empiema merupakan
komplikasi tersering yang terjadi pada pneumonia bakteri.
Bronkopneumonia pada kasus ini memiliki prognosis yang baik karena didiagnosis
secara dini dan ditangani secara adekuat. Prognosis bergantung pada cepat atau lambatnya
penanganan yang dilakukan.
32
LAPORAN KASUS ILMU KESEHATAN ANAK
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada paru yang disebabkan oleh
infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh penyebab non-infeksi yang
akan menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.
Bronkopneumonia adalah peradangan pada paru dimana proses peradangannya ini
menyebar membentuk bercak-bercak infiltrat yang berlokasi di alveoli paru dan dapat pula
melibatkan bronkiolus terminal.
Sebagian besar bronkopneumia yang di sebabkan oleh virus dapat sembuh spontan
tanpa terapi spesifik. Bronkopneumonia yang disebabkan oleh bakteri biasanya
memberikan respon cepat terhadap terapi antibiotik.
33
DAFTAR PUSTAKA
1. Reinhard V. Putz, Reinhard Pabst. Atlas Anatomi Manusia Sobotta Jilid 2. Edisi 21. Buku
Kedokteran EGC. Jakarta : 2000. Hal 99.
2. Guyton, Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Buku Kedokteran EGC. Jakarta : 1997.
Hal 633.
4. Pasterkamp Hans. Kendig’s Disorder of the Respiratory Tract in Children :”The History
and Physical Examination” , Sixth Edition. WB. Saunders Company Philadelphia,
London, Toronto, Montreal, Sydney, Tokyo. 1998.
9. Pusponegoro HD, dkk. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Ikatan Dokter Anak
Indonesia: Jakarta. 2004.
10. Hasan R, dkk. Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.
2002.
11. Mansjoer A, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia: Jakarta. 2000.
12. Price SA, Wilson LM, 1995, Pathophysiology: Clinical Concepts of Disease Processes
(Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Prose Penyakit), Edisi 4, Penerbit EGC, Jakarta, hal:
709-712.
13. Behrman RE, Vaughan VC. Nelson Ilmu Kesehatan Anak, Bagian II, Edisi 12, Penerbit
EGC, Jakarta, 2000, hal: 617-628.
34