Anda di halaman 1dari 9

Bronkiolitis

Portofolio Medik
Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
Program Internsip Dokter Indonesia

Disusun oleh

dr. Bella Sukmadiena

PROGRAM DOKTER INTERNSHIP KEMENKES

RS KUSTA SUMBERGLAGAH

KABUPATEN MOJOKERTO JAWA TIMUR

2018
1
PORTOFOLIO KASUS

Nama Peserta : dr. Bella Sukmadiena


Nama Wahana: RSK Sumberglagah
Topik: Brokiolitis
Tanggal (kasus) : 16 september 2018
Tanggal Presentasi : Pendamping : 1. dr. Ahmad Primaharianto
2. dr. Aisya Ramadhona
Tempat Persentasi : RSK Sumberglagah
Obyek presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak  Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi: perempuan 1 tahun, mengalami sesak 1 hari SMRS
Tujuan: Menegakkan diagnosis Bronkiolitis dan melakukan terapi yang tepat
Bahan Bahasan: Tinjauan pustaka Riset Kasus Audit
Cara Membahas:  Diskusi  Presentasi E-mail Pos
dan diskusi
Data Pasien: Nama: An. DA No.Registrasi: XXXX
Nama RS RSK Sumberglagah
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Gambaran Klinis
Pasien datang diantar kedua orang tuanya dengan keluhan sesak napas yang
memberat sejak 1 hari smrs. Menurut pengakuan ibu pasien 2 hari SMRS pasien pilek lalu
diikuti keluhan batuk berdahak, dahak berwarna putih kekuningan. Batuk berlanjut dengan
keluhan sesak napas. Orang tua pasien membawa pasien berobat ke Bidan dan diberi obat
puyer, namun keluhan batuk dan sesak tidak membaik. Berdasarkan keterangan ibu pasien,
pada saat pasien sesak terdengar bunyi ngik-ngik. Intake makan dan minum pun jadi
berkurang.
2. Riwayat pengobatan: Pasien belum pernah berobat sebelumnya
3. Riwayat kesehatan/penyakit: Pasien belum pernah sakit sebelumnya
4. Riwayat keluarga: -

2
5. Riwayat pekerjaan: -
6. Kondisi lingkungan sosial dan fisik: Interaksi dengan lingkungan sekitar baik.
7. Lain-lain
PEMERIKSAAN UMUM
Kesadaran : Compos mentis
Nadi : 102 x/menit Suhu : 37,30C
Respirasi : 24x/menit
Berat Badan : 8,5 kg
Keadaan umum : Tampak sakit sedang

STATUS GENERALIS
Kepala : Normocephali, ubun-ubun besar sudah menutup dan datar
Mata : Cekung-/-, conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor, refleks cahaya +/+
Telinga : Normotia, liang telinga lapang, membran timpani sulit dinilai, serumen -/-
Hidung : Simetris, deviasi septum (-), sekret (-), mukosa hiperemis (-),
Mulut : tonsil Tl/Tl, mukosa hiperemis (-), uvula di tengah,.
Leher : tidak terdapat pembesaran KGB maupun kelenjar tiroid
Dada
- Paru :
I: Pergerakan dinding dada simetris kanan=kiri
P: Krepitasi (-), massa (-), Vokal fremitus lapang paru kiri=kanan.
P: Sonor pada seluruh lapang paru.
A: Sp vesikuler +/+, Rh+/+, Wh+/+
- Jantung:
I: Ictus cordis tidak terlihat
A: S1>S2, regular, gallop (-), murmur (-).
Abdomen:
I : Abdomen datar, caput medusa (-), sikatriks (-),
A : Bising usus +, 3 kali per menit.
P : timpani, pekak alih (-), pekak sisi (-)
P : Dinding abdomen supel, H/L: tidak teraba besar

3
PEMERIKSAAN LAB :
Hb: 9,9
Leukosit 9.200,
Pcv 36%
Trombosit 408.000
Hasil Pembelajaran
1. Diagnosis Bronkiolitis
2. Pemeriksaan Fisik Bronkiolitis
3. Tatalaksana Bronkiolitis

Assesment : Bronkiolitis
RANGKUMAN HASIL PEMBELAJARAN PORTOFOLIO:

SUBJEKTIF:
Pasien datang diantar kedua orang tuanya dengan keluhan sesak napas yang memberat
sejak 1 hari smrs. Menurut pengakuan ibu pasien 2 hari SMRS pasien pilek lalu diikuti keluhan
batuk berdahak, dahak berwarna putih kekuningan. Batuk berlanjut dengan keluhan sesak napas.
Orang tua pasien membawa pasien berobat ke Bidan dan diberi obat puyer, namun keluhan
batuk dan sesak tidak membaik. Berdasarkan keterangan ibu pasien, pada saat pasien sesak
terdengar bunyi ngik-ngik. Intake makan dan minum pun jadi berkurang.
OBYEKTIF:
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien dalam keadaan compos mentis. Tanda-tanda
vital didapatkan pasien tampak sesak.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan:
- Gejala – gejala klinis : sesak, batuk dan demam pada usia dibawah 2 tahun.

ASSESMENT:
Bronkiolitis

Definisi

4
Bronkiolitis adalah infeksi saluran napas kecil atau bronkiolus yang disebabkan oleh
virus, biasanya dialami lebih berat pada bayi dan ditandai dengan obstruksi saluran napas dan
mengi. Penyebab paling sering adalah Respiratory Syncytial Virus (RSV). Episode mengi dapat
terjadi beberapa bulan setelah serangan bronkiolitis.
Epidemiologi

Bronkiolitis umumnya disebut sebagai disease of infancy, umumnya mengenai


bayi dengan insidens puncak pada usia 2 sampai 6 bulan; lebih dari 80% kasus terjadi pada
tahun pertama kehidupan. Risiko lebih tinggi pada anak dari ibu usia muda atau ibu yang
merokok selama kehamilan. Dari semua infeksi RSV pada anak di bawah 12 bulan, sepertiga
kasus diikuti penyakit saluran napas bawah.3 Meskipun tingkat serangan RSV menurun
seiring dengan bertambahnya usia, frekuensi infeksi saluran napas bawah pada anak
terinfeksi RSV tidak berkurang hingga usia 4 tahun.

Patofisiologis

Bronkiolitis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas bagian atas yang
disebabkan virus, parainfluenza, dan bakteri. Bronkiolitis akut ditandai obstruksi bronkiolus
yang disebabkan oleh edema, penimbunan lendir, serta debris-debris seluler. Proses patologis
yang terjadi akan mengganggu pertukaran gas normal di dalam paru. Ventilasi yang makin
menurun pada alveolus akan mengakibatkan terjadinya hipoksemia dini.

Diagnosis
Gejala pada anak dengan bronkiolitis antara lain mengi (yang tidak membaik dengan
tiga dosis bronkodilator kerja cepat), ekspirasi memanjang, hiperinflasi dinding dada, hipersonor
pada perkusi, retraksi dinding dada, crackles atau ronki pada auskultasi, sulit makan, menyusu
atau minum.4 Klinisi harus dapat menegakkan diagnosis bronkiolitis dan menilai derajat
keparahan berdasarkan riwayat penyakit serta pemeriksaan klinis; pemeriksaan laboratorium dan

5
radiologis tidak harus rutin dilakukan. Di samping itu, faktor risiko penyakit lain perlu
diperhatikan, seperti usia kurang dari 12 minggu, riwayat prematuritas, penyakit jantung-paru
yang mendasari, serta imunodefisiensi.
Penatalaksanaan
Sebagaimana telah dibahas di atas penyebab tersering bronkiolitis adalah virus
terutama RSV, sehingga sebenarnya tidak pada tempatnya pemberian antibiotik pada
bronkiolitis.1 Di negara maju untuk membedakan infeksi karena RSV atau bakteri dapat
dilakukan dengan cepat yaitu uji serologis terhadap RSV dan pemeriksaan CRP.
Terapi meliputi:
 Pemberian oksigenasi:
 Pemberian cairan
 Bronkodilator dan Kortikosteroid
 Antivirus
 Antibiotik: Anti-bakterial tidak perlu karena sebagian besar kasus disebabkan
oleh virus, kecuali bila dicurigai ada infeksi tambahan. Terapi antibiotik sering
digunakan berlebihan karena khawatir terhadap infeksi bakteri yang tidak
terdeteksi, padahal hal ini justru akan meningkatkan infeksi sekunder oleh kuman
yang resisten terhadap antibiotik tersebut; sehingga penggunaannya diusahakan
hanya berdasarkan indikasi
 Fisioterapi

Prognosis
Beberapa studi telah mencatat peningkatan risiko asma bronkiale pada anak-anak
yang awalnya menderita bronkiolitis, meskipun tidak jelas apakah karena bronkiolitis atau faktor
risiko lain seperti kecenderungan genetik untuk asma dan faktor lingkungan seperti asap rokok.
Pada sebagian besar kasus, mengi biasanya disebabkan oleh virus. Riwayat episode mengi
berulang dan keluarga atau riwayat penyakit asma, riwayat alergi, atau eksim membantu
mendukung diagnosis asma. Beberapa bayi akan memiliki episode berulang mengi selama masa
kanak-kanak. Tatalaksana episode mengi yang dipicu virus sama dengan asma bronkial.

6
PLANNING
14 september 2018
Inf D5 ¼ ns 800cc/24 jam
Inj antrain 2-4 x 100mg
Inj dexamethasone 2x1/2 amp
Nebul combivent 0,5 cc + pz 2cc (2-4x)

15 september 2018
Inf D5 ¼ ns 800cc/24 jam
Inj antrain 2-4 x 100mg
Inj dexamethasone 2x1/2 amp
Nebul combivent 0,5 cc + pz 2cc (2-4x)

16 september 2018
Inf D5 ¼ ns 800cc/24 jam
Inj antrain 2-4 x 100mg
Inj dexamethasone 2x1/2 amp
Nebul combivent 0,5 cc + pz 2cc (2-4x)

17 september 2018
Inf D5 ¼ ns 800cc/24 jam
Inj antrain 2-4 x 100mg
Inj dexamethasone 2x1/2 amp
Nebul combivent 0,5 cc + pz 2cc (2-4x)

18 september 2018
Pro KRS
Cetirizine 0-0-1 cth
Cefixime 2x1/4 cth

7
Daftar Pustaka:
1. Orenstein DM. Bronchiolitis. In: Behrman RE, Kliegen RM, Arvin AM, editors. Nelson
Texbook of Pediatrics. 15th. Toronto: WB Saunders Company; 1987. p. 1211-2.

2. Zain MS. Bronkiolitis. In: Buku Ajar Respirologi Anak. Rahajoe NN, Supriyatno B,
Setyanto DB, editors. 1st ed. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2010. p. 333-47.

3. Setiawati L, Asih R, Makmuri MS. Naskah Lengkap Tatalaksana Bronkiolitis. FK Unair


RSU Dr. Soetomo Surabaya. Surabaya: Divisi Respirologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak;
2005.
4. Watts KD, Goodman DM. Wheezing in infants: Bronchiolitis. In: Behrman RE,
Kliegman RM, Arvin AM, editors. Nelson textbook of pediatrics. 19th ed. Philadelphia:
WB Saunders; 2011. p. 1456-9.
5. World Health Organization. Pocket book of hospital care for children: Guidelines for the
management of common childhood illnesses. 2nd ed. 2013
6. Welliver RC. Bronchiolitis and infectious asthma. In: Feigin RD, et al. Feigin Textbook
of Pediatric Infectious Disease. 6th ed. Philadelphia: WB Saunders; 2009. p. 277-85
7. Mansbach JM. Respiratory viruses in bronchiolitis and their link to recurrent wheezing
and asthma. Clin Lab Med. 2009; 29(4): 741–55.
8. Ralston SL, Lieberthal AS, Meissner HC, Alverson BK, Baley JE, Gadomski AM, et al.
Clinical practice guideline: The diagnosis, management, and prevention of bronchiolitis.
American Academy of Pediatrics 2014; 134(5):1474-502.
9. Technical updates of the guidelines on the Integrated Management of Childhood Illness
(IMCI): Evidence and recommendations for further adaptations. Geneva: WHO; 2005.

Sumberglagah, 11 oktober 2018

Peserta, Pendamping

8
( dr. Bella Sukmadiena) (dr. Ahmad Primaharianto) (dr. Aisya Ramadhona)

Anda mungkin juga menyukai