Anda di halaman 1dari 11

Kasus-4 dr.

Ajeng Intan Estrie Amanda


Topik: Bronkiolitis akut
Tanggal (Kasus) : 13 Februari 2014
Tanggal Presentasi:

Presenter : dr. Ajeng Intan Estrie Amanda


Pendamping : Dr. Tri Susanty
Dr. Siti Rusmawardiani A.
Pembimbing : Dr. T. Mirda Zulaicha, M.Ked
(ped), Sp.A
Tempat Presentasi : Ruang Komite Medik RSUD Kayu Agung
Objektif Presentasi :
Keilmuan
Keterampilan
Penyegaran
Tinjauan Pustaka
Diagnostik
Manajemen
Masalah
Istimewa
Neonatus
Bayi
Anak
Remaja
Dewasa
Lansia
Bumil
Deskripsi :
Tujuan :
Bahan Bahasan :
Tinjauan Pustaka
Riset
Kasus
Audit
Cara membahas
Diskusi
Presentasi dan diskusi
Email
Pos
Data Pasien :

Nama : By. Bagus//6


bulan
Nama RS: RSUD Kayu Agung
Telp :
Data utama untuk bahan diskusi:

No. Reg : 326310


Terdaftar sejak : 13 Februari 2014

1. Diagnosis / Gambaran Klinis: Sesak napas dan batuk tanpa disertai demam
2. Riwayat Pengobatan : Berobat ke spesialis anak, dianjurkan untuk dirawat.
3. Riwayat Kesehatan / Penyakit :
4 hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh pilek dengan sekret bening encer. Pasien
tidak mengeluh adanya demam. Pasien masih aktif, makan dan minum masih mau.
2 hari sebelum masuk rumah sakit pasien masih mengeluhkan pilek dengan sekret bening
encer, disertai dengan batuk, berdahak, dahak sulit dikeluarkan. Ibu pasien mengatakan anak
sedikit demam. Pasien mengalami sesak napas, napas berbunyi mengi (-), sesak tidak
dipengaruhi cuaca. Pasien juga mengalami kesulitan menyusu akibat sesak tersebut. Ibu pasien
lalu membawa pasien ke dokter spesialis anak, lalu pasien dianjurkan untuk dirawat inap. Pasien
lalu datang ke UGD RSUD Kayuagung.
4. Riwayat Keluarga :
Riwayat atopi disangkal
Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama disangkal
5. Lain-lain : -

Daftar Pustaka:
Zain, Magdalena sidhartani.Bronkiolitis. Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi
pertama. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2010. Hal. 334-343
Orenstein DM, Bronchiolitic. Dalam Nelson WE, Editor Nelson, Textbook of
Pediatric, 15th edition, Philadelphia, 1996, hal : 1484-85
WHO. 2009. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit.
Hasil Pembelajaran
1. Mengetahui etiologi bronkiolitis akut
2. Mengetahui diagnosis bronkiolitis akut
3. Mengetahui penatalaksanaan bronkiolitis akut

1. Subjektif :
4 hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh pilek dengan sekret bening encer. Pasien
tidak mengeluh adanya demam. Pasien masih aktif, makan dan minum masih mau.
2 hari sebelum masuk rumah sakit pasien masih mengeluhkan pilek dengan sekret bening
encer, disertai dengan batuk, berdahak, dahak sulit dikeluarkan. Ibu pasien mengatakan anak
sedikit demam. Pasien mengalami sesak napas, napas berbunyi mengi (-), sesak tidak
dipengaruhi cuaca. Pasien juga mengalami kesulitan menyusu akibat sesak tersebut. Ibu pasien
lalu membawa pasien ke dokter spesialis anak, lalu pasien dianjurkan untuk dirawat inap. Pasien
lalu datang ke UGD RSUD Kayuagung.
2. Objektif :
Keadaan Umum
Keadaan Umum
Kesadaran
Pernafasan
Nadi
Temperatur
BB

: tampak sakit sedang


: Compos mentis
: 60 x/menit
: 134 x/menit
: 36,6 C
: 7 kg

Keadaan Spesifik
Kepala
UUB : rata, tidak menonjol
Mata : mata tidak cekung, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, refleks
cahaya +/+, pupil bulat, isokor, 3 mm
Hidung : sekret ada, NCH (+)
Mulut : sianosis sirkumoral tidak ada
Tenggorok : dinding faring tenang, T1-T1
Leher : perbesaran KGB tidak ada, JVP tidak meningkat

Thorax : simetris, retraksi (-)


Paru-paru : vesikuler (+),ekspirasi memanjang,ronkhi (+) basah halus, wheezing (-)
Jantung : BJ I/II normal, reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : cembung, lemas, hepar/lien tidak teraba, BU (+) normal, Turgor baik
Ekstremitas : akral dingin tidak ada, edema tidak ada, sianosis tidak ada, CRT<2
3. Assessment :
Definisi
Bronkiolitis merupakan suatu peradangan bronkiolus yang bersifat akut, menggambarkan
suatu sindrom klinis yang ditandai dengan pernafasan cepat, retraksi dinding dada dan suara
pernafasan yang berbunyi. Penyakit ini merupakan penyakit saluran pernafasan bagian bawah
yang menggambarkan terjadinya obstruksi pada bronkiolus.
Epidemiologi
Bronkiolitis merupakan penyebab utama kunjungan rumah sakit pada bayi dan anakanak. Insidensi penyakit ini terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan dengan puncak kejadian
pada usia kira-kira 6 bulan. 95% kasus terjadi pada anak berusia di bawah 2 tahun dan 75 %
diantaranya terjadi pada anak berusia di bawah 1 tahun. Sering terjadi pada musim dingin dan
awal musim semi (di negara-negara dengan 4 musim).
Orenstein menyatakan bahwa bronkiolitis paling sering terjadi pada bayi laki-laki berusia
3-6 bulan yang tidak mendapat ASI dan hidup di lingkungan padat penduduk. Selain Orenstein,
Louden menyatakan bahwa bronkiolitis terjadi 1,25 kali lebih banyak pada anak laki-laki
daripada anak perempuan. Dominasi pada anak laki-laki yang dirawat juga disebutkan oleh
Shay, yaitu 1,6 kali lebih banyak daripada anak perempuan, sedangkan Fjaerli menyebutkan 63
% kasus bronkiolitis adalah laki-laki.
Angka morbiditas dan mortalitas lebih tinggi di Negara-negara berkembang daripada di
Negara-negara maju. Hal ini mungkin disebabkan oleh rendahnya status gizi dan ekonomi,
kurangnya tunjangan medis, serta kepadatan penduduk di Negara berkembang. Angka
mortalitas di negara berkembang pada anak-anak yang dirawat adalah 1-3 %.
Etiologi
Penyebab tersering (50 - 90%) adalah Respiratory Syncytial Virus (RSV). Disamping itu
dalam jumlah kecil disebabkan oleh virus para influenza, virus influenza, adenovirus,
rhinovirus, mycoplasma pneumoniae (Eaton Agent). Infeksi primer bakteri sebagai penyebab
bronkiolitis akut jarang dilaporkan.

Patofisiologi

Infeksi virus pada epitel bersilia bronkiolus menyebabkan respons inflamasi akut,
ditandai dengan obstruksi bronkiolus akibat edema, sekresi mukus, timbunan debris selular/ selsel mati yang terkelupas, kemudian diikuti dengan infiltrasi limfosit peribronkial dan edema
submukosa. Karena tahanan aliran udara berbanding terbalik dengan diameter penampang
saluran respiratori, maka sedikit saja penebalan mukosa akan memberikan hambatan aliran
udara yang besar, terutama pada bayi yang memilki penampang saluran respiratori yang kecil.
Resistensi pada bronkiolus meningkat selama fase inspirasi dan ekspirasi, akan tetapi karena
radius saluran respiratori lebih kecil selama ekspirasi, maka akan menyebabkan air tapping dan
hiperinflasi. Ateletaksis dapat terjadi pada saat terjadi obstruksi total dan udara yang terjebak
diabsorbsi.
Proses patologis ini akan mengganggu pertukaran gas normal di paru. Penurunan kerja
ventilasi paru akan menyebabkan ketidakseimbangan ventilasi perfusi yang berikutnya akan
menyebabkan terjadinya hipoksemia dan kemudian terjadi hipoksia jaringan. Retensi
karbondioksida (hiperkapnea) tidak selalu terjadi. Semakin tinggi laju respiratori, maka
semakin rendah tekanan oksigen arteri. Kerja pernapasan akan meningkat selama end
expiratory lung volume meningkat dan compliance paru menurun. Hiperkapnea biasanya baru
terjadi bila respirasi 60x/menit.
Pemulihan sel epitel paru tampak setelah 3-4 hari, tetapi silia akan diganti setelah dua
minggu. Jaringan mati (debris) akan dibersihkan oleh makrofag.
Berbeda dengan bayi, anak besar dan orang dewasa dapat mentolerir edema saluran napas
lebih baik, oleh karena itu pada anak besar dan dewasa jarang terjadi bronkiolitis bila terserang
infeksi virus saluran napas.
Patologi
Gambaran awal abnormalitas saluran pernafasan bagian bawah pada bronkiolitis dijumpai
:
a. Nekrosis epitel saluran nafas kecil
b. Inflamasi peribronkial
c. Edema saluran nafas
d. Penimbunan/akumulasi mukus dan eksudat liat di saluran nafas
Pada bronkiolus ditemukan obstruksi parsial atau total karena edema dan akumulasi
mukus dan eksudat liat. Di dinding bronkus dan bronkiolus terdapat infiltrasi sel radang.
Radang juga dijumpai peribronkial dan di jaringan interstitial. Obstruksi parsial bronkiolus
menimbulkan emfisema dan obstruksi total menimbulkan atelektasis.
Manifestasi Klinis
Bronkiolitis akut biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas disertai dengan
batuk, pilek untuk beberapa hari, biasanya tanpa disertai demam atau demam hanya subfebril.
Kemudian dalam beberapa hari gejala tersebut makin berkembang dengan didapatkan batuk
makin menghebat, frekuensi nafas meningkat (sesak nafas), pernafasan dangkal dan cepat,

pernafasan cuping hidung disertai retraksi interkostal dan suprasternal, rewel sampai gelisah,
sianosis, sulit makan atau minum, mual-muntah jarang sekali didapatkan pada penderita.
Pada pemeriksaan didapatkan mengi/wheezing, ekspirasi memanjang, jika obstruksi
hebat suara nafas nyaris tak terdengar, ronki basah halus nyaring, kadang-kadang terdengar
pada akhir atau awal ekspirasi. Pada perkusi didapatkan hipersonor.
Rontgen foto thoraks menunjukkan hiperinflasi paru, diameter anteroposterior membesar.
Pada foto lateral, dapat terlihat bercak konsolidasi tersebar yang disebabkan atelektasis atau
radang.
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan gambaran darah tepi dalam batas normal,
kimia darah menunjukkan gambaran asidosis respiratorik maupun metabolik. Usapan
nasofaring menunjukkan flora bakteri normal.
Diagnosis
Anamnesis
Bayi awalnya menderita infeksi saluran napas atas ringan seperti pengerluaran sekret
encer dari hidung dan bersin. Dapat disertai demam maupun tidak.
Pasien mengalami penurunan nafsu makan
Ditemukan kesukaran pernafasan yang akan berkembang perlahan-lahan dan ditandai
dengan timbulnya batuk-batuk, bersin paroksimal, dispneu, dan iritabilitas.
Singkirkan kemungkinan pneumonia atau riwayat atopi yang dapat menyebabkan
wheezing.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik memperlihatkan seorang bayi mengalami distres nafas dengan
frekuensi nafas cepat (takipneu), kadang-kadang disertai sianosis, dan nadi juga
biasanya meningkat.
Terdapat nafas cuping hidung, penggunaan otot pembantu pernafasan yang
mengakibatkan terjadinya retraksi pada daerah interkostal dan daerah sub kostal.
Retraksi biasanya tidak dalam karena adanya hiperinflasi paru (terperangkapnya udara
dalam paru).
Terdapat ekspirasi yang memanjang , wheezing yang dapat terdengar dengan ataupun
tanpa stetoskop, serta terdapat crackles.
Hepar dan lien akan teraba beberapa cm dibawah tepi batas bawah tulang iga. Keadaan
ini terjadi akibat pendorongan diafragma kebawah karena tertekan oleh paru yang
hiperinflasi.

Untuk menilai kegawatan penderita dapat dipakai skor Respiratory Distress Assessment
Instrument (RDAI), yang menilai distres napas berdasarkan 2 variabel respirasi yaitu wheezing
dan retraksi. Bila skor lebih dari 15 dimasukkan kategori berat, bila skor kurang 3 dimasukkan
dalam kategori ringan

Pemeriksaan Penunjang
Tes laboratorium rutin tidak spesifik. Jumlah dan hitung jenis lekosit biasanya normal.
Limfopenia yang biasanya berhubungan dengan penyakit-penyakit virus, tidak
ditemukan pada penyakit ini.
Biakan-biakan bahan yang berasal dari nasofaring akan menunjukkan flora normal.
Gambaran radiologik mungkin masih normal bila bronkiolitis ringan. Umumnya terlihat
paru-paru mengembang ( hyperaerated ). Bisa juga didapatkan bercak-bercak yang
tersebar, mungkin atelektasis ( patchy atelectasis ) atau pneumonia ( patchy infiltrates ).
Pada rontgen -foto lateral, didapatkan diameter AP yang bertambah dan diafragma
tertekan ke bawah. Pada pemeriksaan rontgen foto dada, dikatakan hyperaerated apabila
kita mendapatkan: siluet jantung yang menyempit, jantung terangkat,diafragma lebih
rendah dan mendatar, diameter anteroposterior dada bertambah, ruang retrosternal lebih
lusen, iga horizontal, pembuluh darah paru tampak tersebar.
Untuk menentukan penyebab bronkiolitis, dibutuhkan pemeriksaan aspirasi atau bilasan
nasofaring. Pada bahan ini dapat dilakukan kultur virus tetapi memerlukan waktu yang
lama, dan hanya memberikan hasil positif pada 50% kasus. Ada cara lain yaitu dengan
melakukan pemeriksaan antigen RSV dengan menggunakan cara imunofluoresen atau
ELISA. Sensitifitas pemeriksaan ini adalah 80-90%.

Penatalaksanaan
Manajemen dasar pengobatan bronkiolitis adalah meyakinkan pasien secara klinis stabil,
oksigenasi baik dan hidrasi baik. Indikasi-indikasi untuk perawatan di rumah sakit :
- Tanda klinis gangguan pernafasan atau tanda kelelahan
- Apnoe
- Ketidakmampuan untuk makan
- Hypoksemia
- Pasien dengan kondisi dasar medis.
Pengobatan Suportif
A. Pengawasan
Untuk pasien yang dirawat inap penting dilakukan pengawasan sistem jantung paru dan
jika ada indikasi dilakukan pemasanag pulse oxymetri.
B. Oksigenasi
Oksigenasi sangat penting untuk menjaga jangan sampai terjadi hipoksia, sehingga
memperberat penyakitnya. Pemberian oksigen tambahan direkomendasikan ketika saturasi
oksigen menetap dibawah 91% dan dihentikan ketika saturasi oksigen menetap diatas 94%.
Oksigenasi dengan kadar oksigen 30 40 % sering digunakan untuk mengoreksi hipoksia,
gunakan nasal kanul (dengan kecepatan maksimun 2L/m). Jika mungkin gunakan oksigen yang
dilembabkan. Jika hipoksemia menetap dengan atau tanpa distress berat, meskipun sudah
diberikan oksigen dengan kecepatan tinggi, maka segera lakukan permintaan untuk penangan
ICU anak dengan pemasangan ventilator.
C. Pengaturan Cairan
Pemberian cairan sangat penting untuk mencegah dehidrasi akibat keluarnya cairan lewat
evaporasi, karena pernafasan yang cepat dan kesulitan minum. Jika tidak terjadi dehidrasi
diberikan cairan rumatan. Berikan tambahan cairan 20 % dari kebutuhan rumatan jika
didapatkan demam yang naik turun atau menetap (suhu > 38,5 0C).
Lakukan pemeriksaan serum elektrolit dan jika mendapatkan nilai yang tidak normal
lakukan penggantian dengan cairan elektrolit.
- Bayi > 1 bulan : infus dekstrose 10% : NaCL 0,9% = 3:1 + KCl 10 mEq/500 ml cairan
- Neonatus : infus dekstrose 10 % : NaCl 0,9 % = 4:1 + KCl 10 mEq/500 ml
Pengobatan Medikamentosa
A. Antivirus (Ribavirin)
Bronkiolitis paling banyak disebabkan oleh virus sehingga ada pendapat untuk
mengurangi beratnya penyakit dapat diberikan antivirus. Ribavirin adalah obat antivirusyang
bersifat virus statik. The American of Pediatric merekomendasikan penggunaan ribavirin pada
keadaan diperkirakan penyakitnya menjadi lebih berat seperti pada penderita bronkiolitis

dengan kelainan jantung, fibrosis kistik, penyakit paru-paru kronik, immunodefisiensi, dan pada
bayi-bayi premature.
B. Bronkodilator
Dapat diberikan nebulasi agonis (salbutamol 0,1mg/kgBB/dosis, 4-6 x/hari) diencerkan
dengan salin normal untuk memperbaiki kebersihan mukosilier.
C. Kortikosteroid
Untuk pasien rawat jalan dengan akut bronkiolitis pemberian steroid sistemik mungkin
dapat dipertimbangkan tetapi total pemberian tidak lebih dari 5 hari. Dapat diberikan
deksametason 0,5 mg/kgBB dilanjutkan 0,5 mg/kgBB/hari dibagi 3-4 dosis. Untuk pasien rawat
inap steroid sistemik tidak rutin diberikan. Sedangkan untuk penanganan pasien pada intensive
care unit dengan bronkiolitis berat pemberian steroid sistemik dapat dipertimbangkan.
Sedangkan pemberian steroid inhalasi (budesonide & Fluticasone) sangat sedikit evidence
based yang merekomendasikan.
D. Antibiotik
Pemberian antibiotik biasanya tidak diperlukan pada penderita bronkiolitis, karena
sebagian besar disebabkan oleh virus, kecuali jika ada tanda-tanda infeksi sekunder dapat
diberikan antibiotik spektrum luas. Antibiotik bila dicurigai adanya infeksi bakteri dapat
digunakan ampisilin 100-200 mg/kgBB/hr secara intravena dibagi 4 dosis.
Pengobatan Intensive Care Unit
Dilakukan konsultasi untuk perawatan pada ICU anak jika :
- Terjadi progresivitas untuk gangguan pernafasan berat terutama pada kelompok yang
beresiko.
- Terdapat episode apnoe yang signifikan dengan gangguan saturasi atau adanya
frekuensi pernafasan pendek lebih dari 15 detik.
- Saturasi oksigen rendah yang menetap
- Ketika pemeriksaan analisa gas darah telah selesai dan menggambarkan gangguan
pernafasan dimana pada darah arteri didapatkan : pO2 > 50 mmHg; pH 5,12

Kriteria Pulang
Pasien direkomendasikan pulang dengan kriteria :
- Status pernafasan
Laju pernafasan kurang dari 70 kali dalam 1 menit dan tidak didapatkan tanda
klinis usaha pernafasan lebih
Orang tua dapat membersihkan saluran pernafasan anak dengan menggunakan
alat sedot gelembung.
Pasien dapat berada dalam ruang dengan udara bebas dengan oksigen terapi yang
stabil.
Saturasi oksigen harus lebih dari 90% tanpa pemberian oksigen tambahan kecuali
anak dengan penyakit paru kronis, penyakit jantung atau mempunyai faktor resiko
lain harus dilakukan diskusi terlebih dahulu dengan konsultan.

- Status nutrisi
Pasien dapat makan melalui mulut pada tingkatan dapat mencegah dehidrasi
4. Plan :
Diagnosis : bronkiolitis akut
Penatalaksanaan:
MRS
O2 0,5 l/m nasal
IVFD Kaen IB gtt 10x/m mikro
Inj. Ampicilin 3x225 mg iv (ST)
Inj. Gentamicin 2x15 mg iv
Nebulizer NaCl 1cc + ventolin 1/3 flash per 8 jam
Inj. Dexamethason 3x1,5 mg iv
Mucous drop 3x0,5 cc
Prognosis:
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam

Follow Up
Hari Jumat, 14 Februari 2014
Subjektif : Batuk (+), demam (-), sesak napas (+)
Objektif :
N= 130x/menit , RR = 58 x/menit , T= afebris , BB=7kg
Kepala : NCH (+), UUB Rata
Mata : anemis (-) iktrerik (-)
Thorax : simetris, retraksi (-)
Cor : BJ I/II n, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Vesikuler (+), eskpirasi memanjang, Rh(+) basah halus, Wh(-)
Abdomen : datar, lemas, hepar lien tak teraba, BU(+) normal
Ekstrimitas : CRT <2
Assessment: bronkiolitis akut
Plan:
O2 0,5 l/m nasal k/p
IVFD Kaen IB gtt 10x/m mikro
Inj. Ampicilin 3x225 mg iv (ST)
Inj. Gentamicin 2x15 mg iv
Nebulizer NaCl 1cc + ventolin 1/3 flash per 8 jam
Inj. Dexamethason 3x1,5 mg iv

Mucous drop 3x0,5 cc


Hari Sabtu, 15 Februari 2014
Subjektif : Batuk (+), demam (-), sesak napas (+) berkurang
Objektif :
N= 134x/menit , RR = 55 x/menit , T= afebris , BB=7kg
Kepala : NCH (+), UUB Rata
Mata : anemis (-) iktrerik (-)
Thorax : simetris, retraksi (-)
Cor : BJ I/II n, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Vesikuler (+), eskpirasi memanjang, Rh(+) basah halus, Wh(-)
Abdomen : datar, lemas, hepar lien tak teraba, BU(+) normal
Ekstrimitas : CRT <2
Assessment: bronkiolitis akut
Plan:
O2 0,5 l/m nasal k/p
IVFD Kaen IB gtt 10x/m mikro
Inj. Ampicilin 3x225 mg iv (ST)
Inj. Gentamicin 2x15 mg iv
Nebulizer NaCl 1cc + ventolin 1/3 flash per 8 jam
Inj. Dexamethason 3x1,5 mg iv
Mucous drop 3x0,5 cc
Hari Minggu, 16 Februari 2014
Pasien pulang paksa

Anda mungkin juga menyukai