Anda di halaman 1dari 37

SEKENARIO 3 BLOK RESPIRASI

SESAK NAFAS
KELOMPOK B-4
Ketua : Putri Ayu Kartika Sari 1102015181
Sekretaris : Naura Zhafira 1102015164
Anggota : Nunki Restika 1102015170
Salsabil Almas Khairana 1102015213
Saphira Delinda Kirana 1102015216
Thalia Shifa Susanto 1102015238
Afrizal Fazza 1102014004
Nindya Primadhita 1102012196
Sandi Rizki Ardianto 1102012260
SEKENARIO
SESAK NAFAS
Anak Laki- laki, umur 5 tahun dibawa orang tuanya ke puskesmas dengan keluhan sesak nafas. Pasien 3 hari
sebelum ke klinik batuk, pilek, dan keluhan demam disangkal. Sudah minum obat namun tidak ada perubahan.
Menurut ibu, pasien menderita alergi makanan. Ayah pasien juga mempunyai riwayat alergi.
Pada inspeksi terlihat pernapasan cepat dan sukar, frekuensi nafas 48x/menit, disertai batuk-batuk paroksismal,
terdengar suara mengi, ekspirasi memanjang, terlihat retraksi daerah supraklavikular, suprasternal,
epigastrium, dan sela iga. Pada perkusi terdengar hipersonor seluruh toraks. Pada auskultasi bunyi napas
kasar/mengeras, terdengar juga ronkhi kering dan ronkhi basah serta lender dan wheezing. Pasien di diagnosis
sebagai Asma akut episodik sering.
Penanganan yang dilakukan pemberian β-agonis secara nebulisasi. Pasien diobservasi selama 1-2 jam, respon
baik pasien dipulangkan dengan dibekali pbat bronkodilator. Pasien kemudian dianjurkan kontrol ke Klinik
rawat Jalan untuk evaluasi tatalaksananya.
KATA SULIT
1. Batuk Paroksismal
2. Hipersonor
3. Fremitus vocal
4. Fremitus taktil
5. Nebulisasi
6. Retraksi
7. Asma akut episodik sering
8. Bronkodilator
PERTANYAAN
1. Mengapa bisa terjadi retraksi?
2. Mengapa bisa terjadi hipersonor pada perkusi?
3. Mengapa bisa terjadi sesak nafas?
4. Mengapa ekspirasi memanjang?
5. Apa hubungannya riwayat alergi pasien dengan asmanya?
6. Mengapa fremitus vocal dan taktil dalam batas normal?
7. Mengapa bisa terdengar suara bronchial, ronki basah, ronki kering, dan wheezing pada
auskultasi?
8. Mengapa penatalaksanaan awal dokter memberikan nebulisasi β2-Agonis?
9. Mengapa pasien dibekali bronkodilator?
10.Apakah asma dapat sembuh total?
JAWABAN
1. Pada saat ekspiraasi menyebabkan kontraksi otot berlebih.
2. Karena pasien kesulitan untuk ekspirasi sehingga banyak udara dalam paru-paru.
3. Karena tekanan PCO2 meningkat menyebabkan otak menstimulasi tubuh untuk mengambil O2 lebih
banyak.
4. Karena terjadi penyempitan bronkus yang menyebabkan sesak nafas.
5. Alergi respon imun sensitive mudah terangsang alergen
6. –
7. Wheezing disebabkan oleh penyempitan bronkus, sedangkan bronchial disebabkan oleh ekspirasi yang
memanjang.
8. Karena dengan cara nebulisasi obat bisa masuk dengan cepat ke saluran nafas
9. Fungsi bronkodilator untuk melebarkan bronkus
10.Tidak bisa
HIPOTESIS
Asma pada anak mempunyai gejala dan tanda seperti sesak nafas, ekspirasi memanjang, dan retraksi sela iga.
Pada pemeriksaan fisik paru didapatkan pula ronkhi basah, ronkhi kering, wheezing, hipersonor, dan suara
bronchial. Riwayat alergi diduga bisa menjadi penyebab terjadinya asma pada anak. Pengobatan yang dapat
diberikan pada anak penderita asma antara lain β2-agonis secara nebulisasi dan bronkodilator. Asma pada
anak belum bisa dipastikan dapat sembuh total atau tidak.
SASARAN BELAJAR
LI 1. Mampu Memahami dan Menjelaskan Asma pada Anak
1. Definisi
2. Etiologi dan Faktor Pencetus
3. Klasifikasi
4. Patofisiologi
5. Manifestasi Klinis
6. Diagnosis dan Diagnosis Banding
7. Komplikasi
8. Tatalaksana
9. Pencegahan
10. Prognosis
LI 2. Mampu Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan Fisik Paru
LI 1. Mampu Memahami dan Menjelaskan Asma pada Anak

1.1 Definisi
• Menurut WHO, asma adalah keadaan kronik yang ditandai oleh bronkospasme rekuren akibat
penyempitan lumen saluran nafas sebagai respons terhadap suatu stimuli yang tidak menyebabkan
penyempitan serupa pada kebanyakan orang.
• Menurut Pedoman Nasional Asma Anak 2004, asma adalah mengi berulang dan atau batuk persisten
dengan kharakteristik sebagai berikut : timbul secara episodic, cenderung pada malam atau dini hari
(nocturnal), musiman, setelah aktivitas fisik, serta terdapat riwyat asma atau atopi lain pada pasien dan
atau keluarganya.
• Menurut Global Initiative for Asthma (GINA) didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik
saluran nafas dengan banyak sel yang berperan, khususnya sel mast, eosinofil, dan limfosit T. Pada
orang yang rentan inflamasi ini menyebabkan mengi berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan dan batuk,
khususnya pada malam atau dini hari.
1.2 Etiologi dan Faktor Pencetus

Faktor lingkungan dan faktor genetik memainkan peran terhadap kejadian asma. Orang tua yang merokok merupakan
penyebabutama terjadinya mengi dan asma pada anak. Paparan terhadap infeksi juga bias menjadi pencetus kepada asma.
Infeksi virus terutamanya rhinovirus yang menyebabkan simptom infeksi salur pernafasan bagian atas memicukepada
eksaserbasi asma. Mekanisme patogenik yang menyebabkan bronkokonstriksi adalah disebabkan alergen yang memicu
kepada serangan asma. Apabila pasien asma terpapar dengan alergen, alergen tersebut akan menempel di sel mast. Sel mast
yang telah teraktivasi akan melepaskan mediator. Mediator-mediator ini yang akan menyebabkan bronkokonstriksi dan
meningkatkan permeabilitas epitel jalan nafas sehingga membolehkan antigen menempel ke IgE-spesifik yang mempunyai sel
mast. Antara mediator yang paling utama dalam implikasi terhadap patogenesis asma alergi adalah histamin dan leukotrien.
Faktor resiko :
a) Jenis Kelamin
b) Usia
c) Riwayat atopi
d) Lingkunngan
e) Ras
f) Asap rokok
g) Outdoor air politon
h) Infeksi respiratorik.
1.3 Klasifikasi

Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA) membagi asma menjadi 3 yaitu asma episodik ringan, asma
episodik sedang, dan asma persisten. Dasar pembagian atau klasifikasi asma pada anak adalah frekuensi
serangan, lamanya serangan, aktivitas diluar serangan dan beberapa pemeriksaan penunjang.
Pembagian derajat penyakit asma menurut Global Initiative for Asthma (GINA) :
A. Intermiten
1. Gejala kurang dari 1 kali/minggu
2. Serangan singkat
3. Gejala nocturnal tidak lebih dari 2 kali/bulan (<2 kali)

B. Persisten ringan
1. Gejala lebih dari 1 kali/minggu tapi kurang dari 1 kali/hari
2. Serangan dapat mengganggu aktivitas tidur
3. Gejala nocturnal >2 kali/bulan

C. Persisten sedang
1. Gejala terjadi setiap hari
2. Serangan dapat mengganggu aktivitas dan tidur
3. Gejala nocturnal > 1 kali dalam seminggu

D. Persisten berat
1. Gejala terjadi setiap hari
2. Serangan sering terjadi
1.4 Patofisiologi
Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkus yang menyebabkan sukar bernafas. Penyebab
yang umum adalah hipersensitivitas bronkiolus terhadap benda-benda asing di udara. Berbagai sel inflamasi
berperan, terutama sel mast, eosinofil, limfosit T, makrofag, neutrofil, sel epitel. Faktor lingkungan dan
berbagai faktor lain berperan sebagai penyebab atau pencetus inflamasi saluran napas pada penderita asma.
Inflamasi dapat ditemukan pada berbagai bentuk asma seperti asma alergik, asma nonalergik, asma kerja dan
asma yang dicetuskan aspirin.
1.5 Manifestasi Klinis

1. Batuk
Merupakan kombinasi dari penyempitan saluran, hipersekresi mucus, dan hiperresponsi saraf aferen bersama inflamasi
saluran. Batuk yang terjadi membantu membersihkan mucus dari saluran yang menyempit.
2. Wheezing
Merupakan bunyi yang terjadi akibat turbulensi udara ekspirasi terhadap cairan-cairan mukus di dinding bronkus. Histamin
yang keluar dari sel mast menaikkan sekresi mukus dan membuat otot-otot polos bronkus berkontraksi sehingga saluran
menyempit. Intensitas wheezing tidak setara dengan penyempitan bronkus karena jika bronkus telah tertutup sempurna maka
tidak akan ditemukan wheezing.
3. Dsypnea dan dada terasa berat
4. Sensasi dsypnea dan dada terasa berat adalah hasil dari beberapa perubahan fisiologis.Makin tinggi usaha otot-otot
untuk mengatasi resistensi saluran napas maka akan terdeteksi oleh kumparan reseptor terutama dinding dada dan otot costa.
Hiperinflasi menyebabkan distensi toraks. Jika obstruksi memburuk maka ventilasi dan perfusi akan tidak seimbang yang
akan menyebabkan hipoksia.
5. Pulsus Paradoxus
Kenaikan tekanan intratoraks dapat mengganggu aliran balik vena dan menurunkan curah jantung sehingga ketika inspirasi
tekanan sistolik dapat turun hingga 10mm Hg atau bahkan bisa tidak terasa. (Hammer GD, 2014)
1.6 Diagnosis dan Diagnosis Banding

1. Anamnesis
a. Waktu dan pola wheezing
b. Factor (polutan asap rokok, tungau debu rumah, factor komorbiditas)
c. Riwayat keluarga dengan penyakit atopi
d. Riwayat anak dengan atopi
2. Pemeriksaan fisik
Secara umum dapat terlihat bukti rhinitis kronis (transverse nasal crease), nafas yang tidak simetris, dan eskpirasi memanjang serta
hiperekspansi toraks.
a. Asma Ringan c. Asma berat
i. Frekuensi napas meningkat i. Frekuensi>30x/mnt
ii. Otot pernapasan tidak digunakan ii. Otot pernapasan digunakan
iii.Frekuensi jantung <100x/mnt iii.Ada retraksi suprasternal
iv.Pulsus paradoxus tidak ditemukan iv.Frekuensi jantung >120x/mnt
v. Auskultasi = wheezing akhir ekspirasi v. Pulsus paradoxus 20-40 mmHg
b. Asma sedang vi.Auskultasi = wheezing ekspirasi dan inspirasi (Sharma
i. Frekuensi napas meningkat GD, 2016)
ii. Otot pernapasan kadang digunakan
iii.Frekuensi jantung 100-120x/mnt
iv.Pulsus paradoxus 10-20mmHg
v. Wheezing keras
3. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal.Pada waktu serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-
paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun.
Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
a. Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah
b. Bila terdapat komplikasi emfisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin bertambah
c. Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrat pada paru
d. Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal
e. Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran
radiolusen pada paru-paru
2. Pemeriksaan Tes Kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada
asma.
3. Elektrokardiografi
4. Scanning Paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh
pada paru-paru.
5. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah
melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pamberian
bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik.Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20%
menunjukkan diagnosis asma.Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%.Pemeriksaan spirometri tidak saja
penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan.Benyak
penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.
Diagnosis Banding
1. Bronkitis Kronis

Ditandai dengan batuk kronik menegluarkan sputum 3 bulan dalam setahun paling sedikti terjadi dua tahun. Gejala utama batuk
disertai sputum biasanya terjadi pada penderita > 35 tahun dan perokok berat. Gejalanya berupa batuk di pagi hari, lama-lama disertai
mengi, menurunya kemampuan kegiatan jasmani pada stadium lanjut ditemukan sianosis dan tanda-tanda kor pumonal.

2. Emfisema Paru

Sesak merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan mengi jarang menyertainya. Penderita biasanya kurus. Berbeda
dengan asma, emfisema biasanya tida ada fase remisi, penderita selalu merasa sesak pada saat melakukan aktivitas. Pada pemeriksaan
fisik di dapat dada seperti tong, gerakan nafas terbatas, hipersonor, pekak hati menurun, suara vesikuler sangat lemah. Pada foto dada
di dapat adanya hiperinflasi.

3. Gagal Jantung Kiri

Gejala gagal jantung yang sering terjadi pada malam hari dikenal sebagai paroksisimal dispneu. Penderita tiba-tiba terbangun pada
malam hari karena sesak, tetapi sesak berkurang jika penderita duduk. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya kardiomegali dan
udem paru.

4. Emboli Paru

Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli paru adalah gagal jantung dan tromboflebitis dengan gejala sesak nafas, pasien terbatuk-
batuk disertai darah, nyeri pleura, keringat dingin, kejang, dan pingsang. Pada pemeriksaan fisik didapat ortopnea, takikardi, gagal
jantung kanan, pleural friction, gallop, sianosis, dan hipertensi.
1.7 Komplikasi
Bila serangan asma sering terjadi dan telah berlangsung lama, maka akan terjadi emfisema dan
mengakibatkan perubahan bentuk toraks yaitu toraks membungkuk ke depan dan memanjang. Pada foto
rontgen toraks terlihat diafragma letak rendah, gambaran jantung menyempit, corakan hilus kiri dan kanan
bertambah. entuk dada brung dapat dinilai dari perbaikan pertumbuhannya.rang tua. Asma sendiri mePada
asma kronik dan berat dapat terjadi bentuk dada burung dara dan tampak sulkus Harrison.

Bila sekret banyak dan kental, salah satu bronkus dapat tersumbat sehingga dapat terjadi atelektasis pada
lobus segmen yang sesuai. Bila atelektasis berlangsung lama dapat berubah menjadi bronkiektasis dan bila
ada infeksi terjadi bronkopneumonia. Serangan asma yang terus menerus dan beberapa hari serta berat dan
tidak dapat diatasi dengan obat-obatan disebut status asmatikus. Bila tidak dtolong dengan semestinya
dapat menyebabkan gagal pernapasan, gagak jantung, bahkan kematian.

Komplikasi lain pada asma anak adalah:


1. Pneumotoraks
2. Pneumomediastinum
3. Gagal napas (Sharma GD, 2016)
1.8 Tatalaksana

Tatalaksana Medikamentosa
Obat asma dapat dibagi dalam 2 kelompok besar, yaitu obat pereda (reliever) dan obat pengendali (controller). Obat pereda
digunakan untuk meredakan serangan atau gejala asma jika sedang timbul. Bila serangan sudah teratasi dan sudah tidak ada
lagi gejala maka obat ini tidak lagi digunakan atau diberikan bila perlu. Kelompok kedua adalah obat pengendali yang
disebut juga obat pencegah, atau obat profilaksis. Obat ini digunakan untuk mengatasi masalah dasar asma, yaitu inflamasi
kronik saluran nafas. Dengan demikian pemakaian obat ini terus menerus diberikan walaupun sudah tidak ada lagi
gejalanya kemudian pemberiannya diturunkan pelan – pelan yaitu 25 % setip penurunan setelah tujuan pengobatan asma
tercapai 6 – 8 minggu.
Obat - Obat Pereda (Reliever)
1. Bronkodilator
a. Short-acting β2 agonist
a) Epinefrin/adrenali
b) β2 agonis selektif
Obat yang sering dipakai : salbutamol, terbutalin, fenoterol.
Dosis salbutamol oral : 0,1 - 0,15 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam.
Dosis tebutalin oral : 0,05 – 0,1 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam.
Dosis fenoterol : 0,1 mg/kgBB/kali , setiap 6 jam.
Dosis salbutamol nebulisasi : 0,1 - 0,15 mg/kgBB (dosis maksimum 5mg/kgBB), interval 20 menit, atau nebulisasi kontinu
dengan dosis 0,3 – 0,5 mg/kgBB/jam (dosis maksimum 15 mg/jam).
Dosis terbutalin nebulisasi : 2,5 mg atau 1 respul/nebulisasi.

Pemberian oral menimbulkan efek bronkodilatasi setelah 30 menit, efek puncak dicapai dalam 2 – 4 jam, lama kerjanya sampai 5
jam.
Pemberian inhalasi (inhaler/nebulisasi) memiliki onset kerja 1 menit, efek puncak dicapai dalam 10 menit, lama kerjanya 4 – 6 jam.
Serangan ringan : MDI 2 – 4 semprotan tiap 3 – 4 jam.
Serangan sedang : MDI 6 – 10 semprotan tiap 1 – 2 jam.
Serangan berat : MDI 10 semprotan.

Pemberian intravena dilakukan saat serangan asma berat ksrena pada keadaan ini obat inhalasi sulit mencapai bagian distal
obstruksi jalan napas. Efek samping takikardi lebih sering terjadi.
Dosis salbutamol IV : mulai 0,2 mcg/kgBB/menit, dinaikkan 0,1 mcg/kgBB setiap 15 menit, dosis maksimal 4
mcg/kgBB/menit.
Dosis terbutalin IV : 10 mcg/kgBB melalui infuse selama 10 menit, dilanjutkan dengan 0,1 – 0,4 ug/kgBB/jam dengan infuse
kontinu.
Efek samping β2 agonist antara lain tremor otot skeletal, sakit kepala, agitasi, palpitasi, dan takikardi.
b. Methyl xanthine
Efek bronkodilatasi methyl xantine setara dengan β2 agonist inhalasi, tapi karena efek sampingnya lebih banyak dan batas
keamanannya sempit, obat ini diberikan pada serangan asma berat dengan kombinasi β2 agonist dan anticholinergick.
Efek bronkodilatasi teofilin disebabkan oleh antagonisme terhadap reseptor adenosine dan inhibisi PDE 4 dan PDE
5.Methilxanthine cepat diabsorbsi setelah pemberian oral, rectal, atau parenteral.Pemberian teofilin IM harus dihindarkan karena
menimbulkan nyeri setempat yang lama. Umumnya adanya makanan dalam lambung akan memperlambat kecepatan absorbsi
teofilin tapi tidak mempengaruhi derajat besarnya absorpsi. Metilxanthine didistribusikan keseluruh tubuh, melewati plasenta dan
masuk ke air susu ibu. Eliminasinya terutama melalui metabolism hati, sebagian besar dieksresi bersama urin.
Dosis aminofilin IV inisial bergantung kepada usia :
a) 1 – 6 bulan : 0,5mg/kgBB/Jam
b) 6 – 11 bulan : 1 mg/kgBB/Jam
a) 1 – 9 tahun : 1,2 – 1,5 mg/kgBB/Jam
b) > 10 tahun : 0,9 mg/kgBB/Jam

Efek samping obat ini adalah mual, muntah, sakit kepala. Pada konsentrasi yang lebih tinggi dapat timbul kejang, takikardi dan
aritmia.
Anticholinergics
Obat yang digunakan adalah Ipratropium Bromida. Kombinasi dengan nebulisasi β2-agonist menghasilkan efek bronkodilatasi
yang lebih baik. Dosis anjuran 0, 1 cc/kgBB, nebulisasi tiap 4 jam.
Obat ini dapat juga diberikan dalam larutan 0,025 % dengan dosis : untuk usia diatas 6 tahun 8 – 20 tetes; usia kecil 6 tahun 4 – 10
tetes. Efek sampingnya adalah kekeringan atau rasa tidak enak dimulut.Antikolinergik inhalasi tidak direkomendasikan pada terapi
asma jangka panjang pada anak.
1. Kortikosteroid

Kortikosteroid sistemik terutama diberikan pada keadaan:


a) Terapi inisial inhalasi β2 agonist kerja cepat gagal mencapai perbaikan yang cukup lama.
b) Serangan asma tetap terjadi meski pasien telah menggunakan kortikosteroid hirupan sebagai kontroler.
c) Serangan ringan yang mempunyai riwayat serangan berat sebelumnya.
d) Kortikosteroid sistemik memerlukan waktu paling sedikit 4 jam untuk mencapai perbaikan klinis, efek maksimum
dicapai dalan waktu 12 – 24 jam. Preparat oral yang di pakai adalah prednisone, prednisolon, atau triamsinolon
dengan dosis 1 – 2 mg/kgBB/hari diberikan 2 – 3 kali sehari selama 3 – 5 kali sehari.
Kortikosteroid tidak secara langsung berefek sebagai bronkodilator. Obat ini bekerja sekaligus menghambat produksi sitokin
dan kemokin, menghambat sintesis eikosainoid, menghambat peningkatan basofil, eosinofil dan leukosit lain di jaringan paru
dan menurunkan permeabilitas vascular.
2. Metilprednisolon

Metilprednisolon merupakan pilihan utama karena kemampuan penetrasi kejaringan paru lebih baik, efek anti inflamasi lebih
besar, dan efek mineralokortikoid minimal.Dosis metilprednisolon IV yang dianjurkan adalah 1 mg/kgBB setiap 4 sampai 6
jam.Dosis Hidrokortison IV 4 mg/kgBB tiap 4 – 6 jam. Dosis dexamethasone bolus IV 0,5 – 1 mg/kgBB dilanjtkan 1
mg/kgBB/hari setiap 6 – 8 jam.
Obat - Obat Pengontrol
Obat – obat asma pengontrol pada anak – anak termasuk inhalasi dan sistemik glukokortikoid, leukotrien
modifiers, long acting inhaled β2-agonist, theofilin, cromones, dan long acting oral β2-agonist.

1. Inhalasi glukokortikosteroid
2. Leukotriene Receptor Antagonist (LTRA)
3. Long acting β2 Agonist (LABA)
4. Teofilin lepas lambat

Terapi Suportif

a. Terapi oksigen
b. Campuran Helium dan oksigen
c. Terapi cairan
Cara Pemberian Obat

UMUR ALAT INHALASI


< 2 tahun Nebuliser, Aerochamber, babyhaler
2-4 tahun Nebuliser, Aerochamber, babyhaler
Alat Hirupan (MDI/ Metered Dose Inhaler) dengan alat
perenggang (spacer)
5-8 tahun Nebuliser
MDI dengan spacer
Alat hirupan bubuk (Spinhaler, Diskhaler, Rotahaler,
Turbuhaler)
>8 tahun Nebuliser
MDI (metered dose inhaler)
Alat Hirupan Bubuk
Autohaler
Tatalaksana Serangan

1. Tatalaksana di rumah
Untuk serangan ringan dapat digunakan obat oral golongan beta 2 agonis atau teofilin.Bila tersedia, lebih baik digunakan
obat inhalasi karena onsetnya lebih cepat dan efek samping sistemiknya minimal.Obat golongan beta 2 agonis inhalasi
yang dapat digunakan yaitu MDI dengan atau tanpa spacer atau nebulizer.
Bila dalam waktu 30 menit setelah inhalasi tidak ada perbaikan atau bahkan terjadi perburukan harus segera dibawa ke
rumah sakit.
2. Tatalaksana di klinik
Penderita yang datang dalam keadaan serangan langsung dinilai derajat serangannya.Tatalaksana awal adalah
pemberian beta agonis secara nebulisasi.Garam fisiologis dapat ditambahkan dalam cairan nebulisasi.Nebulisasi
serupa dapat diulang dengan selang 20 menit.Pada pemberian ketiga dapat ditambahkan obat
antikolinergik.Tatalaksana awal ini sekaligus berfungsi sebagai penapis yaitu untuk penentuan derajat serangan,
karena penilaian derajat secara klinis tidak selalu dapat dilakukan cepat.
Jika menurut penilaian awal penderita datang dengan serangan berat yang jelas, langsung berikan nebulisasi beta
agonis dikombinasikan dengan antikolinergik.Penderita serangan berat dengan disertai dehidrasi dan asodosis
metabolik dapat mengalami takifilaksis atau respons yang kurang terhadap nebulisasi beta agonis.Penderita seperti
ini cukup sekali dinebulisasi kemudian secepatnya dirawat untuk mendapat obat intravena selain diatasi masalah
dehidrasi dan asidosisnya.

Sedangkan bila dengan sekali nebulisasi penderita menunjukkan respons yang baik, berati serangannya ringan.
Penderita diobservasi selama 2 jam, jika respons tersebut bertahan, penderita dapat dipulangkan. Penderita dapat
diresepkan obat beta agonis, baik hirup maupun oral, yang diberikan tiap 4 sampai 6 jam. Jika pencetus
serngannya adalah infeksi virus, dapat ditambahkan steroid oral jangka pendek, 3 sampai 5 hari. Penderita
kemudian dianjurkan untuk kontrol dalam waktu 24 sampai 48 jam untuk reevaluasi tatalaksananya. Selain itu jika
sebelum serngan penderita sudah mendapat obat pengendali, obat tersebut diteruskan hingga reevaluasi di klinik.
Namun jika setelah observasi 2 jam gejala timbul kembal, penderita harus segera dibawa ke rumah sakit.
1.9 Pencegahan

Upaya pencegahan asma dapat dibedakan menjadi 3 yaitu:


Pencegahan primer ditujukan untuk mencegah sensitisasi pada bayi dengan risiko asma (orangtua asma), dengan cara :
1. Penghindaran asap rokok dan polutan lain selama kehamilan dan masa perkembangan bayi/anak
2. Diet hipoalergenik ibu hamil, asalkan / dengan syarat diet tersebut tidak mengganggu asupan janin
3. Pemberian ASI eksklusif sampai usia 6 bulan
4. Diet hipoalergenik ibu menyusui
Pencegahan sekunder ditujukan untuk mencegah inflamasi pada anak yang telah tersentisisasi dengan cara menghindari
pajanan asap rokok, serta allergen dalam ruangan terutama tungau debu rumah.
Pencegahan tersier ditujukan untuk mencegah manifestasi asma pada anak yang telah menunjukkan manifestasi penyakit
alergi. Sebuah penelitian multi senter yang dikenal dengan nama ETAC Study (early treatment of atopic children)
mendapatkan bahwa pemberian Setirizin selama 18 bulan pada anak atopi dengan dermatitis atopi dan IgE spesifik terhadap
serbuk rumput (Pollen) dan tungau debu rumah menurunkan kejadian asma sebanyak 50%. Perlu ditekankan bahwa pemberian
setirizin pada penelitian ini bukan sebagai pengendali asma (controller).
1.10 Prognosis

Diagnosis untuk anak muda asma biasanya baik. Pada anak yang menderita asma ringan 2 tahun sampai
dengan pubertas angka kesembuhan 50% dan hanya 5% yang mengalami penyakit berat. Sedangkan anak
asma kronis tergantung steroid dan rawat inap, 95% menjadi dewasa asmatis. (Nelson, 2000)

Informasi mengenai perjalanan klinis asma menyatakan bahwa prognosis baik ditemukan pada 50–80%
pasien, khususnya pasien yang penyakitnya ringan dan timbul pada masa kanak-kanak. Jumlah anak yang
masih menderita asma 7–10 tahun setelah diagnosis pertama bervariasi dari 26–78% dengan nilai rata-rata
46%, akan tetapi persentase anak yang menderita ringan dan timbul pada masa kanak-kanak. Jumlah anak
yang menderita asma penyakit yang berat relatif berat (6 –19%). Secara keseluruhan dapat dikatakan 70–80%
asma anak bila diikuti sampai dengan umur 21 tahun asmanya sudah menghilang.
LI 2. Mampu Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan Fisik Paru
INSPEKSI
1. Perhatikan irama dan frekuensi pernapasan. Dikenal berbagai tipe :
a. Normal : Rate dewasa 8 – 16 x/menit dan anak maksimal 44 x /menit
b. Tachypnoea adalah napas cepat dan dangkal, penyebab : nyeri pleuritik, penyakit paru restriktif, diafragma letak
tinggi karena berbagai sebab.
c. Hyperpnoea hiperventilasi adalah napas cepat dan dalam, penyebabnya: cemas, exercise, asidosis metabolik, pada
kasus koma ingat gangguan otak (midbrain/pons).
d. Pernapasan Kussmaul adalah napas dalam dengan asidosis metabolik
e. Bradypnoea adalah napas lambat, karena depresi respirasi karena obat, tekanan intrakranial meninggi.
f. Napas Cheyne Stokes yaitu ada perioda siklik antara napas dalam dan apnoe bergantian. Gagal jantung, uremi,
depresi napas, kerusakan otak. Meskipun demikian dapat terjadi pada manula dana anak-anak.
g. Pernapasan Biot atau disebut pernapasan ataxic, iramanya tidak dapat diramalkan, acap ditemukan pada kerusakan
otak di tingkat medulla.
h. Sighing menggambarkan sindrom hiperventilasi yang dapat berakibat pusing dan sensasi “sesak napas‟, psikologik
juga.
i. Ekspirasi diperpanjang,ini terjadi pada penyakit paru obstruktif, karena resistensi jalan napas yang meningkat.

2. Gerakan paru yang tidak sama, dapat kita amati dengan melihat lapang dada dari kaki penderita, tertinggal, umumnya
menggambarkan adanya gangguan di daerah dimana ada gerakan dada yang tertinggal. (tertinggal = abnormal)
3. Dada yang lebih tertarik ke dalam dapat karena paru mengkerut (atelectasis, fibrosis) pleura mengkerut (schwarte)
sedangkan dada mencembung karena paru mengembung (emfisema pulmo) pleura berisi cairan (efusi pleura).
PALPASI
1. Dengan palpasi ini diharapkan kita dapat menilai semua kelainan pada dinding dada (tumor, benjolan, muskuloskeletal,
rasa nyeri di tempat tertentu, limfonodi, posisi trakea serta pergeserannya, fraktur iga, ruang antar iga, fossa
supraklavikuler, dsb) serta gerakan, excursion dinding dada
2. Lingkarkan pita ukur (ukur sampai 0.5 cm ketelitian) sekitar dada dan nilai lingkar ekspirasi dan lingkar inspirasi dalam,
yang menggambarkan elastisitas paru dan dada.
3. Untuk ini diperlukan penggunaan dua tangan ditempatkan di daerah yang simetris, kemudian dinilai. Pada waktu pasien
bernapas dalam :
- tangan diletakkan di bagian depan dada) maka amati gerakan dada simetriskah,
- (tangan ditaruh di dada samping) gerakan tangan kita naik turun secara simetris apa tidak,
- (tangan ditaruh di dada belakang bawah) gerakan tangan ke lateral di bagian bawah
4. Pada waktu melakukan palapasi kita gunakan juga untuk memeriksa fremitus taktil. Dinilai dengan hantaran suara yang
dijalarkan ke permukaan dada dan kita raba dengan tangan kita.
5. Pasien diminta mengucapkan dengan suara dalam, misalnya mengucapkan sembilan puluh sembilan (99) atau satu-dua-
tiga dan rasakan getaran yang dijalarkan di kedua tangan saudara.
- Fremitus akan meninggi kalau ada konsolidasi paru (misal : pneumonia, fibrosis)
- fremitus berkurang atau menghilang apabila ada gangguan hantaran ke dinding dada (efusi pleura, penebalan pleura,
tumor, pneumothorax)
PERKUSI

1. Tujuan perkusi dada dan paru ini ialah untuk mencari batas dan menentukan kualitas jaringan paru-paru.
2. Di bagian depan mulai di fossa supraclav. Terus ke bawah, demikian juga pada bagian belakang dada. Ketukan perkusi
dapat keras atau lemah. Makin keras makin dalam suara dapat „tertembus‟. Misalnya untuk batas paru bawah yang
jaringan parunya mulai menipis, dengan perkusi keras maka akan terkesan jaringan di bawahnya sedangkan dengan
perkusi lemah maka masih terdeteksi paru yang tipis ini sehingga masih terdengar suara sonor.
3. Dengan perkusi dapat terdengar beberapa kemungkinan suara :
a. Suara sonor (resonant) : suara perkusi jaringan paru normal (latihlah di paru anda).
b. Suara memendek (suara tidak panjang)
c. Suara redup (dull), ketukan pada pleura yang terisi cairan, efusi pleura.
d. Suara timpani (tympanic) seperti ketukan di atas lambung yang kembung
e. Suara pekak (flat), seperti suara ketukan pada otot atau hati misalnya.
f. Resonansi amforik, seperti timpani tetapi lebih bergaung, Metallklang
g. Hipersonor (hyperresonant) disini justru suara lebih keras, contoh pada bagian paru yang di atas daerah yang ada
cairannya, suara antara sonor dan timpani, karena udara bertambah misalnya pada emfisema pulmonum, juga
pneumothorak.
4. Perkusi dapat menentukan batas paru hati, peranjakan, batas jantung relatif dan batas jantung absolut. Kepadatan
(konsolidasi) yang tertutup oleh jaringan paru lebih tebal dari 5 cm sulit dideteksi dengan perkusi. Kombinasi antara
inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi banyak mengungkap patologi paru. Perlu diingat bahwa posisi pasien (misalnya
tidur miring) mempengaruhi suara perkusi meskipun sebenarnya “normal”
5. Untuk menentukan batas paru bawah gunakan perkusi lemah di punggung sampai terdengar perubahan dari sonor ke
redup, kemudian pasien diminta inspirasi dalam-tahan napas-perkusi lagi sampai redup. Perbedaan ini disebut peranjakan
paru (normal 2 – 3 cm). Peranjakan akan kurang atau hilang pada emfisema paru, pada efusi pleura, dan asites yang
berlebihan. Untuk menentukan batas paru-hati lakukan hal yang sama di bagian depan paru, linea medio clavicularis
kanan.
6. Dalam melakukan perkusi ingat selalu pembagian lobus paru yang ada dibawahnya, seperti diketahui paru kanan terdiri
dari lobus superior, medius dan inferior dan lobus kiri terdiri hanya dari lobus superior dan lobus inferior .
7. Perkusi hendaknya dimulai di tempat yang diduga sehat (dari inspeksi dan palpasi) menuju ke bagian yang diduga sakit.
Untuk lebih meyakinkan, bandingkan dengan bagian yang kontra lateral. Batas-batas kelainan harus ditentukan.
8. Perkusi untuk menentukan apek paru (Kronig’s isthmus) dilakukan dengan cara melakukan perkusi di pundak mulai dari
lateral ke arah medial. Suara perkusi dari redup sampai sonor, diberi tanda. Kemudian perkusi dari medial (leher) ke lateral
sampai terdengar sonor, beri tanda lagi. Diantara kedua tanda inilah letaknya apek paru. Pada orang sehat lebarnya 4-6 cm.
Pada kelainan di puncak paru (tuberculosis atau tumor) daerah sonor ini menyempit atau hilang (seluruhnya redup).
9. Pada perkusi efusi pleura dengan jumlah ciran kira-kira mengisi sebagian hemitoraks (tidak terlalu sedikit dan juga tidak
terlalu banyak) akan ditemukan batas cairan (keredupan) berbentuk garis lengkung yang berjalan dari lateral ke medial
bawah yang disebut garis Ellis-Damoiseau.
10. Pada perkusi di kiri depan bawah akan terdengar suara timpani yang berbentuk setengah lingkaran yang disebut daerah
semilunar dari Traube. Daerah ini menggambarkan lambung (daerah bulbus) terisi udara.
AUKSKULTASI
1. Untuk auskultasi digunakan stetoskop, sebaiknya yang dapat masuk antara 2 iga (dalam ruang antar iga). Urutan pemeriksaan seperti pada
perkusi. Minimal harus didengar satu siklus pernapasan (inspirasi-ekspirasi). Bandingkan kiri-kanan pada tempat simetris.
2. Umumnya fase inspirasi lebih panjang dan lebih jelas dari ekspirasi. Penjelasan serta perpanjangan fase ekspirasi mempunyai arti penting.
Kita mulai dengan melukiskan suara dasar dahulu kemudian melukiskan suara tambahannya. Kombinasi ini, bersama dengan palpasi dan
perkusi memberikan diagnosis serta diferensial diagnosis penyakit paru.
3. Suara dasar :
a. Vesikuler: Suara paru normal, inspirium > ekspirium serta lebih jelas
b. Vesikuler melemah: Pada bronchostenose, emfisema paru, pneumothorak, eksudat, atelektase masif, infiltrat masif, tumor.
c. Vesikuler mengeras: Terdengar lebih keras.
d. Vesikuler mengeras dan memanjang: Pada radang Bronchial: Ekspirasi lebih jelas, seperti suara dekat trachea, dimana paru
lebih padat tetapi bronchus masih terbuka (kompresi, radang)
e. Amforik: Seperti bunyi yang ditimbulkan kalau kita meniup diatas mulut botol kososng sering pada caverne. Eksipirasi Jelas.
4. Suara tambahan :
Ronchi kering (bronchitis geruis, sonorous, dry rales). Pada fase inspirasi maupun ekspirasi dapat nada tinggi (sibilant) dan nada rendah
(sonorous) = rhonchi, rogchos berarti ”ngorok‟. Sebabnya ada getaran lendir oleh aliran udara. Dengan dibatukkan sering hilang atau
berubah sifat. Rhonchi basah (moist rales). Timbul letupan gelembung dari aliran udara yang lewat cairan. Bunyi di fase inspirasi.
a. ronkhi basah halus (suara timbul di bronchioli),
b. ronkhi basah sedang (bronchus sedang), o ronkhi basah kasar (suara berasal dari bronchus besar).
c. ronkhi basah meletup. Sifatnya musikal, khas pada infiltrat, pneumonia, tuberculosis.
d. Krepitasi. Suara halus timbul karena terbukanya alveolus secara mendadak, serentak terdengar di fase inspirasi. (contoh:
atelectase tekanan)
e. Suara gesekan (wrijfgeruisen, friction-rub). Ada gesekan pleura dan gesek perikardial sebabnya adalah gesekan dua
permukaan yang kasar (mis: berfibrin)
DAFTAR PUSTAKA

AN. 2015. Preventing Asthma Episodes and Controlling Your Asthma. http://www.aafa.org/page/asthma-prevention.aspx, dapat diakses pada
tanggal 02 Maret 2017 pukul 19:00.

Bambang Supriyatno, Heda Melinda D Nataprawira. 2002. Terapi inhalasi pada Anak. Sari Pediatri, Vol. 4, No. 2, page : 67 – 73

Djoerban Z, Djauzi S. 2006. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV, vol III. Jakarta : Departemen Penyakit Dalam FKUI.

Hammer GD, McPhee SJ. 2014. Pathophysiology of Disease An Introduction to Clinical Medicine. McGraw Hill

Henry Garna, Heda Melinda Nataprawira. 2014. Pedoman Diagnosis dan Terapi IKA Edisi 5. Departemen IKA FK UNPAD Dr. Hasan
Sadikin Bandung

Nelson, Behrman, Kliegman, et al. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi 15 Vol 1. Jakarta : EGC

Pedersen E, et al. 2015. Global Strategy for Asthma Management and Prevention. GINA. http://ginasthma.org/wp-
content/uploads/2016/04/GINA-2016-main-report_tracked.pdf, dapat diakses pada tanggal 02 Maret 2017 pukul 21:10.

Sharma GD. 2016. Pediatric Asthma. http://emedicine.medscape.com/article/1000997-overview, dapat diakses pada tanggal 02 Maret 2017
pukul 20:15.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai