KELOMPOK 5B
Aditya Wahyu Prasetyo G1A117055
Ni Nyoman Astrid T B G1A117066
Jelica Oktaviani G1A117085
Anandha Rizka Amalia G1A117092
Brilianti Viapita G1A117104
Ilza Rohadatul Aysi G1A117114
Bayu Aji Pamungkas G1A117124
Resty Tri Arini G1A117116
Dosen pembimbing :
dr. Patrick W. Gading, Sp. KFR
“Ngik-Ngik”
Tn Rohim, 56 Tahun datang ke UGD RS Raden Mattaher dengan keluhan sesak nafas
sejak ± 2 hari SMRS . Sebelumnya pasien sering sesak nafas jika cuaca dingin dan terapapar debu.
Awalnya sesak napas hanya timbul satu bulan sekali tapi lama-lama frekuensi sesak semakin
sering terutama dua tahun terakhir ini. Dan sejak tiga bulan terakhir, sesak napas datang setiap
hari. Sesak napas dirasakan memberat pada malam hari pada saat cuaca dingin, terpapar debu atau
jika pasien kelelahan. Dan hampir setiap malam sesak napas datang. Selain sesak pasien juga
mengeluh adanya batuk berdahak berwarna putih desertai bunyi ngik- ngik (mengi) saat bernafas,
rasa tertekan di dada, dan gangguan tidur karena batuk atau sesak napas. Pasien mulai sering sesak
napas saat kecil.
Selama beberapa bulan terakhir ini pasien rutin menggunakan obat dari hasil kontrol ke
Poliklinik Paru RSUD Raden Mattaher. Pasien mendapat obat dari dokter , namun pasien tidak
tahu nama obatnya dan digunakan jika pasien sesak saja. Pasien tidak mempunyai riwayat
merokok, dan orang tua pasien mempunyai riwayat yang sama dengan pasien.
I. KLARIFIKASI ISTILAH
1. Sesak napas : adanya gangguan sulit bernapas kurang dai 18x/menit, perasaan tertekan
sehingga sulit bernapas dan perasaan tidak nyaman saat sedang melakukan aktifitas fisik
2. Mengi : suara yang timbul saat terjadinya penyempitan saluran napas, bunyi suara
wheezing
3. Dahak : lender bebas pada membrane mucosa, yang terdiri dari sekresi kelenjar, berbagai
garam, sel yang berdeskuamasi, dan leukosit yang dikeluarkan karena produksi perlebihan
yang dapat menghambat jalan napas.
4. Batuk : reflex fisiologis untuk mengeluarkan secret dari saluran napas, mekanisme
pertahanan tubuh untuk mengeluarkan benda asing atau allergen dari dalam tubuh.
Sampai saat ini, pathogenesis dan etiologi asma belum diketahui dengan
pasti, namun berbagai penelitian menunjukkan bahwa dasar gejala asma adalah
inflamasi dan respon saluran napas yang berlebihan
Jawab :
Pada saat pajanan masuk ke saluran napas, tubuh membuat refleks fisiologi
berupa inflamasi yang menyebabkan penyempitan saluran napas, sehingga jalan
napas menyempit, dan menyebabkan udara sulit untuk keluar-masuk sehingga
terjadinya sesak napas.
6. Apa diagnosis sementara dari penyakit Tn. Robin? Dan bagaimana karakteristik
karakteristik penyakit yang terdapat pada kasus ini serta pemeriksaan
penunjangnya?
Jawab :
Diagnosis sementara : Asma bronkial dengan karakteristik obstruksi saluran
napas yang reversible, inflamasi saluran napas dan peningkatan respon saluran
napas terhadap berhagai rangsangan (hipereaktivitas)
10. Bagaimana epidemiologi, pathogenesis dan manifestasi klinis untuk penyakit pada
kasus ini?
Jawab :
1. Epidemiologi
Asma merupakan penyakit kronik yang paling umum di dunia, dimana
terdapat 300 juta penduduk dunia yang menderita penyakit ini. Pada SKRT
1995, dilaporkan prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13 per 1.000
penduduk.
2. Pathogenesis
Dasar gejala asma adalah inflamasi dan respons saluran napas yang
berlebihan.
3. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis asma klasik adalah serangan episodic batuk, mengi, dan sesak
napas.
11. Apa hubungan penyakit Tn. Robin dengan riwayat penyakit orang tua nya?
Jawab :
Faktor genetik yang diturunkan adalah kecenderungan memproduksi
antibodi IgE yang berlebihan.
12. Apakah penyebab sesak napas lain selain adanya obstruksi saluran napas?
Jawab :
Penyakit paru difus dapat diklasifikasikan menjadi 2 katagori, yaitu :
penyakit obstruktif (karena hambatan) jalan napas, ditandai oleh terhambatnya
aliran udara dan penyakit restriktif (karena pembatasan), ditandai oleh terbatasnya
pengembangan parenkim paru, yang disertai berkurangnya kapastitas paru total.
IV. ANALISIS MASALAH
Refleks fisiologi tubuh saat benda asing masuk kedalam tubuh seperti asap/debu,
akan terjadi penyempitan saluran nafas, sehingga jalan nafas menyempit dan terjadi sesak
nafas dan menyebabkan udara akan sulit masuk dan keluar, dan membuat tekanan
didalam saluran pernafasan tinggi, pada saat dilakukan usaha untuk bernafas, maka akan
terjadi turbelensi udara di dalam saluran nafas yang menggetarkan mukus, sehingga
menghasilkan bunyi mengi. Batuk berdahak merupakan mediator untuk mengeluarkan zat
asing tersebut.
6. Apa diagnosis sementara dari penyakit Tn. Robin? Dan bagaimana karakteristik
karakteristik penyakit yang terdapat pada kasus ini serta pemeriksaan
penunjangnya?
Jawab :
1. Persiapan Tindakan
a. Bahan dan Alat :
a) Alat spirometer yang telah dikalibrasi untuk volume dan arus minimal 1 kali dalam
seminggu.
b) Mouth piece sekali pakai.
b. Pasien :
a) Bebas rokok minimal 2 jam sebelum pemeriksaan
b) Tidak boleh makan terlalu kenyang, sesaat sebelum pemeriksaan
c) Tidak boleh berpakaian terlalu ketat
c) Penggunaan bronkodilator kerja singkat terakhir minimal 8 jam sebelum
pemeriksaan dan 24 jam untuk bronklodilator kerja panjang.
d) Memasukkan data ke dalam alat spirometri, data berikut :
i. Identitas diri (Nama)
ii. Jenis kelamin
iii. Umur
iv. Berat badan
v. Tinggi badan
vi. Suhu ruangan
c. Ruang dan fasilitas :
a) Ruangan harus mempunyai sistem ventilasi yang baik
b) Suhu udara tempat pemeriksaan tidak boleh <170C atau >400C
c) Pemeriksaan terhadap pasien yang dicurigai menderita penyakit infeksi saluran
napas dilakukan pada urutan terakhir dan setelah itu harus dilakukan tindakan
antiseptik pada alat.
2. Prosedur Tindakan
a. Dilakukan pengukuran tinggi badan, kemudian tentukan besar nilai dugaan berdasarkan
nilai standar faal paru Pneumobile Project Indonesia
b. Pemeriksaan sebaliknya dilakukan dalam posisi berdiri
c. Penilaian meliputi pemeriksaan VC, FVC, FEV1, MVV :
Kapasitas vital paksa (Forced Vital Capasity, FVC) dan Volume ekspirasi paksa
detik pertama (Forced Expiratory Volume in One Second, FEV1)
2) Uji kulit.
Tujuannya untuk menunjukkan adanya antibodi IgE spesifik
dalam tubuh. IgE pada alergi dikenal sebagai antibodi reagin.
Kontak sejumlah kecil alergen pada kulit pasien yang alergi
dengan allergen akan menimbulkan hubungan silang antara
allergen dengan sel mast permukaan kulit, yang akhirnya
mencetuskan aktivasi sel mast dan melepaskan berbagai
preformed dan newly generated mediator. Histamin merupakan
mediator utama dalam timbulnya reaksi wheal, gatal, dan
kemerahan pada kulit (hasil uji kulit positif). Reaksi kemerahan
kulit ini terjadi segera, mencapai puncak dalam waktu 20 menit
dan mereda setelah 20-30 menit.
4) Uji Sputum.
Pada asma melihat adanya sputum eosinofil, sedangkan pada
bronkitis kronik sangat dominan dengan sputum neutrofil.
Eosinofil merupakan sel inflamasi yang berperan utama
dalam proses inflamasi kronik saluran napas penderita asma dan
migrasi eosinofil ke saluran napas merupakan tanda khas asma.
Pengerahan eosinofil yang terektivasi dan mediatornya di dalam
saluran napas sangat behubungan dengan berat hipereaktiviti
bronkus. Inflamasi saluran napas ini dapat dinilai secara
langsung dengan mengukur jumlah eosinofil dan eosinophy/iic
cationic protein (ECP) atau secara tidak langsung dengan
mengukur eosinofil darah. Jumlah eosinofil sputum meningkat
sering berhubungan dengan berat derajat asma. Pemeriksaan
eosinofil sputum dan hipereaktiviti bronkus dengan metakolin
merupakan pemeriksaan objektif yang berguna untuk menilai
inflamasi saluran napas penderita asma. Penilaian proses
inflamasi pada diagnosis asma saat ini hanya menggunakan uji
provokasi bronkus untuk mengukur hipereaktiviti bronkus dan
pemeriksaan eosinofil darah, sedangkan eosinofil sputum dan
uji kulit jarang dilakukan. Beberapa cara yang dapat digunakan
untuk mendapatkan bahan pemeriksaan sel inflamasi saluran
napas yaitu secara invasif dan noninvasif. Cara invasif meliputi
kurasan bronkus, bilasan bronkus dan biopsi bronkus.
Sedangkan cara noninvasif adalah dengan induksi sputum dan
sputum spontan. 1nduksi sputum dengan garam hipertonik dapat
merangsang peningkatkan produksi sputum dengan risiko yang
Iebih kecil, aman, reproduksibel, valid dan efektif. Saat ini
hubungan antara inflamasi dan hipereaktiviti bronkus banyak
diteliti dan diperdebatkan. Beberapa peneliti menyimpulkan
terdapat hubungan yang bermakna antara hipereaktiviti bronkus
dan inflamasi saluran napas, sedangkan peneliti lain tidak
mendapatkan korelasi yang bermakna. Tetapi korelasi antara
inflamasi saluran napas dengan hipereaktiviti bronkus tidak
selalu ada. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan
antara jumlah eosinofil sputum dengan hipereaktiviti bronkus
pada penderita asma alergi persisten sedang yang stabil dengan
jumlah eosinofil sputum orang sehat.
Pemeriksaan eosinofil sputum dilakukan di laboratorium
klinik yang tersertifikasi, dilakukan oleh petugas analis
kesehatan sepengetahuan peneliti serta dibawah tanggung jawab
dokter spesialis patologi klinik. Pemeriksaan menggunakan
metode Romanowsky dengan tatacara sebagai berikut:
a. Sampel sputum diambil dengan cara batuk setelah diinduksi
dengan nebulisasi larutan salin hipertonik 3%.
b. Specimen ± 1cc dimasukan ke dalam tabung reaksi yang sudah
terisi NaCl dengan perbandingan NaCl : specimen = 4:1.
c. Tabung berisi specimen dan NaCl disentrifuge ± 10-15 menit.
d. Supernatan diambil dengan pipet, kemudian dibuat sediaan
hapus pada obyek gelas.
e. Fiksasi dengan methanol absolute, biarkan kering di udara.
f. Sediaan ditetesi dengan larutan giemsa 10% sampai menutupu
seluruh permukaan, biarkan selama 5-10 menit.
g. Bilas dengan air mengalir perlahan-lahan, larutan giemsa tidak
boleh dibuang terlebih dahulu, tetapu harus dihanyutkan dengan
air.
h. Sediaan dikeringkan.
i. Penghitungan eosinofil dan neutrofil memakai cara manual
menggunakan mikroskop.
j. Mencatat hasil
Tekhnik Pengambilan :
1. Bentangkan handuk pengalas.
2. Letakkan botol infus
3. Tangan pasien diletakkan diatas botol infus, dengan sendi
melipat kebelakang.
4. Sedot heparin cair sebanyak 1 cc dan kmudian keluarkan.
Heparin hanya membasahi dinding disposible. Tidak ada
sisa o,1 cc dalam disposible, kecuali yang ada didalam
jarum.
5. Raba Nadi dengan menggunakan jari telunjuk dan jari
tengah.
6. Pastikan tempat dari nadi yang diraba.
7. Desinfeksi daerah tersebut
8. Desinfeksi kedua jari
9. Pegang disposible seperti memegang pensil.
10. Raba kembali Nadi dengan menggunakan kedua yang telah
didesinfeksi.
11. Tusukan jarum diantara kedsua jari dengan sudut
45 0 mengarah ke jantung.
12. Biarkan Darah sendiiri mengalir ke dalam jarum. Jangan
diaspirasi.
13. Cabut jarum dan tusukkan pada karet penutup.
14. Tekan daerah penusukan dengan menggunakan kapas
betadine selama 5 menit.
15. Beri etiket dan bawa ke laboraotirum.
Penyakit sesak nafas berdasarkan perubahan posisi tubuh dibagi menjadi 3, yaitu:
Penyakit batuk dapat dibedakan berdasarkan waktu yaitu batuk akut yang
berlangsung selama kurang dari tiga minggu, batuk sub-akut yang berlangsung
selama tiga hingga delapan minggu dan batuk kronis berlangsung selama lebih dari
delapan minggu.
A. Batuk Akut
Penyakit batuk akut biasanya terjadi selama kurang dari tiga minggu
dan merupakan simptom respiratori yang sering dilaporkan ke praktik
dokter. Kebanyakan kasus batuk akut disebabkan oleh infeksi virus
respiratori yang merupakan self-limiting dan bisa sembuh selama
seminggu.
B. Batuk Kronis
Pada penyakit batuk kronis biasanya berlangsung selama lebih dari
delapan minggu. Batuk yang berlangsung secara berterusan akan
menyebabkan kualitas hidup menurun yang akan membawakepada
pengasingan sosial dan depresi klinikal (Penyebab sering dari batuk kronis
adalah penyakit refluks gastroesofagus, rinosinusitis dan asma.
A. Batuk kering
Penyakit batuk kering merupakan batuk yang tidak dimaksudkan
untuk membersihkan saluran nafas. Batuk ini biasanya terjadi karena
mendapat rangsangan dari luar
B. Batuk berdahak
Batuk berdahak merupakan batuk yang timbul karena mekanisme
pengeluaran mukus atau benda asing di saluran napas
Pengontrol
Antiinflamasi
Steroid Inhalasi Flutikason propionat IDT
Budesonide IDT, Turbuhaler
Kromolin IDT
Sodium kromoglikat Nedokromil IDT
Nedokromil Zafirlukast Oral (tablet)
Antileukotrin Metilprednisolon Oral ,Injeksi
Kortikosteroid Prednisolon Oral
sistemik
Prokaterol Oral
Agonis beta-2 kerja
Bambuterol Oral
lama
Formoterol Turbuhaler
Pelega
Bronkodilator
Salbutamol Oral, IDT, rotacap,
Agonis beta-2 kerja
rotadisk, Solutio
singkat
Terbutalin
Oral, IDT, Turbuhaler,
solutio
Prokaterol
Ampul (injeksi)
Fenoterol
IDT
IDT, solution
Antikolinergik Ipratropium bromide
Metilsantin Teofilin
IDT, Solutio
Aminofilin
Oral
Teofilin lepas lambat
Oral, Injeksi
Agonis beta-2 kerja
lama Oral
Formoterol
Kortikosteroid
Metilprednisolon
sistemik
Turbuhaler
Prednison
Oral, injeksi
Oral
Keterangan tabel 1.
IDT : Inhalasi dosis terukur = Metered dose Inhaler / MDI , dapat digunakan
bersama dengan spacer
Solutio: larutan untuk penggunaan nebulisasi dengan nebulizer
Oral : dapat berbentuk sirup, tablet
Injeksi : dapat untuk pengggunaan subkutan, im dan iv
Tabel 2 . Sediaan dan dosis obat pengontrol asma
Tabel 3. Sediaan dan dosis obat pelega untuk mengatasi gejala asma
10. Bagaimana epidemiologi, pathogenesis dan manifestasi linis untuk penyakit pada
kasus ini?
Jawab :
EPIDEMIOLOGI
Asma merupakan penyakit kronik yang paling umum di dunia, dimana
terdapat 300 juta penduduk dunia yang menderita penyakit ini. Asma dapat terjadi
pada anak-anak maupun dewasa, dengan prevalensi yang lebih besar terjadi pada
anak-anak.
Menurut data studi Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di berbagai
propinsi di Indonesia, pada tahun 1986 asma menduduki urutan kelima dari sepuluh
penyebab kesakitan (morbiditas) bersama-sama dengan bronkitis kronik dan
emfisema. Pada SKRT 1992, asma, bronkitis kronik, dan emfisema sebagai
penyebab kematian (mortalitas) keempat di Indonesia atau sebesar 5,6%. Lalu pada
SKRT 1995, dilaporkan prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13 per 1.000
penduduk.
PATHOGENESIS
Sampai saat ini patogenesis dan etiologi asma belum diketahui dengan pasti,
namun berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa dasar gejala asma adalah
inflamasi dan respons saluran napas yang berlebihan.
Asma saat ini dipandang sebagai penyakit inflamasi saluran napas.
Inflamasi ditandai dengan adanya kalor (panas karena vasodilatasi) rubor
(kemerahan karena vasodilatasi), tumor (eksudasi plasma dan edema), dolor (rasa
sakit karena rangsangan sensoris, dan functio laesa (fungsi yang terganggu). Akhir-
akhir ini syarat terjadinya radang harus disertai dengan satu syarat, yaitu inflitrasi
sel radang. Dan ternyata keenam syarat tadi dijumpai pada asma tanpa
membedakan penyebabnya baik alergik maupun non-alergik.
Seperti yang telah dikemukakan di atas, baik asma alergik maupun non
alergik dijumpai adanya inflamasi dan hipereaktivitas saluran naoas. Oleh karena
itu paling tidak dikenal 2 jalur untuk mencapai kedua keadaan tersebut. Jalur
imunologis yang terutama didominasi oleh IgE dan jalur saraf autonomy. Pada jalur
IgE, masuknya allergen ke dalam tubuh akan diolah oleh APC (antigen presenting
cell), untuk selanjutnya hasil olahan allergen akan dikomukasikan kepada sel Th (T
penolong) Sel T helper inilah yang akan memberikan intruksi melalui inteleukin
atau sitokin agar sel-sel plasma membentuk IgE, serta sel sel radang lain seperti
mastosit, makrofag, sel epitel, eosinophil, neutrophil, trombosit serta limfosit untuk
mengeluarkan mediator inflamasi. Mediator –mediator inflamasi seperti histamine,
prostaglandin, leukotrin, platelet activating factor (PAF), bradikinin, tromboksan
(TX) dan lain lain akan mempengaruhi organ sasaran sehingga menyebabkan
peningkatan permeabilitas dinding vaskuler, edema saluran napas, infiltrasi sel sel
radang, sekresi mucus dan fibrosis sub epitel sehingga menimbulkan
hipereaktivitas saluran napas. Jalur non-alergik selain merangsang sel inflamasi,
juga merangsang system saraf autono dengan hasil akhir beruoa inflamasi dan
hipereaktivitas saluran napas.
MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis asma klasik adalah serangan episodic batuk, mengi, dan
sesak napas. Pada awal serangan sering gejala tidak jelas seperti rasa berat di dada,
dan pada asma alergik mungkin disertai pilek atau bersin. Meskipun pada mulanya
batuk tanpa disertai sekret, tetapi pada perkembangan selanjutnya pasien akan
mengeluarkan sekret baik yang mukoid, putih kadang-kadang purulen. Ada
sebagian kecil pasien asma yang gejalanya hanya batuk tanpa disertai mengi,
dikenal dengan istilah cough variant asthma. Bila hal yang terakhir ini dicurigai,
perlu dilakukan pemeriksaan spirometri sebelum dan sesudah bronkodilator atau
uji provokasi bronkus dengan metakolin.
II. Persisten
Ringan Mingguan APE > 80%
* Gejala > 1x/minggu, * > 2 kali sebulan * VEP1 80% nilai prediksi
tetapi < 1x/ hari APE 80% nilai terbaik
* Serangan dapat * Variabiliti APE 20-30%
mengganggu aktiviti
dan tidur
III. Persisten
Sedang Harian APE 60 – 80%
* Gejala setiap hari * > 1x / seminggu * VEP1 60-80% nilai
* Serangan mengganggu prediksi
aktiviti dan tidur APE 60-80% nilai terbaik
*Membutuhkan * Variabiliti APE > 30%
bronkodilator
setiap hari
IV. Persisten
Berat Kontinyu APE 60%
* Gejala terus menerus * Sering * VEP1 60% nilai prediksi
* Sering kambuh APE 60% nilai terbaik
* Aktiviti fisik terbatas * Variabiliti APE > 30%
Tabel 5. Klasifikasi derajat berat asma pada penderita dalam
pengobatan
Tahapan Pengobatan yang digunakan saat penilaian
Tahap I Tahap 2 Tahap 3
Gejala dan Faal paru dalam Intermiten Persisten Persisten sedang
Pengobatan Ringan
Tahap IV: Persisten Berat Persisten Berat Persisten Berat Persisten Berat
Gejala terus menerus
Serangan sering
Gejala malam sering
VEP1 ≤ 60% nilai prediksi, atau
APE ≤ 60% nilai terbaik
11. Apa hubungan penyakit Tn. Robin dengan riwayat penyakit orang tua nya?
Jawab :
Mengalami asma ektrinsik atau alergik, ditemukan pada sejumlah kecil
pasien dewasa, dan disebabkan oleh allergen yang diketahui. Bentuk ini
biasanyadimulai pada masa kanak-kanak dengan keluarga yang mempunyai
riwayat penyakit atopic termasuk ay fever, eczema, dermatitis, dan asma. Asma
alergik disebabkan oleh kepekaan individu terhadap allergen (biasanya protein)
dalam bentuk serbuk sari yang dihirup, bulu halus binatang, spora jamur, debu,
serat kain, atau yang lebih jarang, terhadap makanan seperti susu atau coklat.
Pajanan terhadap allergen, meskipun hanya dalam jumlah yang sangat kecil, dapat
mengakibatkan serangan asma. Pada sebagian besar penderita asma, ditemukan
riwayat alergi, selain itu serangan asmanya juga sering dipicu oleh pemajanan
terhadap alergen. Pada pasien yang mempunyai komponen alergi, jika ditelusuri
ternyata sering terdapat riwayat asma atau alergi pada keluarganya. Hal ini
menimbulkan pandapat bahwa terdapat faktor genetik yang mnyebabkan seorang
mnderita asma. Faktor genetik yang diturunkan adalah kecenderungan
memproduksi antibodi IgE yang berlebihan. Seseorang yang mempunyai
predisposisi memproduksi IgE berlebihan disebut mempunyai sifat atopik. Gen yg
terlibat dalam asma dan atopi IRF2, IL-3, II-4, HLAD DLL.
Adanya riwayat asma pada keluarga akan meningkatkan resiko anak untuk
menderita asma. Riwayat asma pada kedua orang tua akan meningkatkan resiko
anak terkena asma sebesar 8,2 kali, sedangkan salah satu orang tua dengan riwayat
asma akan meningkatkan resiko 4,24 kali dibandingkan anak dengan orang tua
yang tidak memiliki riwayat asma.
7%
kedua orang tua
penderita asma
Dorland, W. A. Newman. 2010. Dorland’s Illustrated Medical Dictionary, 31th Ed, Jakarta: EGC
Kumar, Abbas, Aster. 2015. Buku Ajar Patologi Robbins, 9th Ed, Jakarta: ELSEVIER
Sudoyo A.W, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II. 5th ed. Jakarta: Interna Publishing
Tanjung, Dudut, S.Kp. 2003. Jurnal Asuhan Keperawatan Asma Bronchial FK USU
Persentase Asma pada Anak dengan orang tua asma atau tidak. 2015.www.jurnalkesmas.ui.ac.id.
Tim Respirasi FK UNHAS. 2015. Keterampilan Klinis Uji Faal Paru. Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin [via :www.med.unhas.ac.id]
Asma Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia. 2003. Perhimpuan Dokter Paru
Indonesia [via:www.klikpdpi.com]
Berbagai Teknik Pemeriksaan untuk Menegakkan Diagnosis Penyakit Alergi. 2009. Jurnal oleh :
Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RS Dr. Cipto
Mangunkusumo Jakarta [via:staf.ui.ac.id]
Hubungan antara jumlah eosinofil sputum dengan hiperaktiviti bronkus pada asma alergi persisten
sedang di RS Persahabatan. Jurnal oleh : Pahala Manurung. Perpustakaan Universitas Indonesia.
[via:www.lib.ui.ac.id]
Perbandingan Jumlah Eosinofil, Neutrofil Sputum dan Volume Ekspirasi Paksa Detik Pertama
Akibat pemberian Vitamin C pada Asma. 2013. Tesis Oleh : Imron Riyanto. Program Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret. Surakarta. [via:perpustakaan.uns.ac.id]
Sukmana Nanang. Asma Bronchial. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam
FKUI, Jakarta, Agustus, 2001
Irawan, Hadi. 2000. Uji Laboratorium Klinik. Bandung: Yrama WidyaSupomo, Kuncoro.
1995. Analyzer Blood Gas. Jakarta: D-Medika
WHO Guidelines on Drawing Blood: Best Practices in Phlebotomy. 2010. World Health
Ogranization [via: www.ncbi.nlm.nih.gov]