Anda di halaman 1dari 6

Anemia Defisiensi Besi

A. Definisi
Anemia yang terjadi akibat berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis karena
cadangan besi kosong. Hal tersebut mengakibatkan berkurangnya pembentukan
hemoglobin. ADB ditandai dengan anemia hipokromuk mikrositer dan hasil laboratorium
yang menunjukkan cadangan besi kosong.

B. Etiologi Anemia Defisiensi Besi


Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh rendahnya masukan besi, gangguan absorpsi,
serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun.
1. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun, yang dapat berasal dari :
a. Saluran Cerna : akibat dari tukak peptik, kanker lambung, kanker kolon,
divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang.
b. Saluran genitalia wanita : menorrhagia, atau metrorhagia.
c. Saluran kemih : hematuria.
d. Saluran napas : hemoptosis.
2. Faktor nutrisi : akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau kualitas besi
(bioavaibilitas) besi yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah vitamin C, dan
rendah daging).
3. Kebutuhan besi meningkat : seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan
dan kehamilan.
4. Gangguan absorpsi besi : gastrektomi, tropical sprue atau kolitis kronik.
Pada orang dewasa, anemia defisiensi besi yang dijumpai di klinik hampir identik
dengan perdarahan menahun. Faktor nutrisi atau peningkatan kebutuhan besi jarang
sebagai penyebab utama. Penyebab perdarahan paling sering pada laki-laki ialah
perdarahan gastrointestinal, di negara tropik paling sering karena infeksi cacing
tambang. Sementara itu, pada wanita paling sering karena menormetrorhagia.

C. Patogenesis
Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan besi sehingga cadangan besi makin
menurun. Jika cadangan besi menurun, keadaan ini disebut iron depleted state atau negative
iron balance. Keadaan ini ditandai oleh penurunan kadar feritin serum, peningkatan
absorbsi hesi dalam usus, serta pengecatan besi dalam sumsum tulang negatif. Apabila
kekurangan besi berlanjut terus maka cadangan besi menjadi kosong sama sekali,
penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada
bentuk eritrosit tetapi anemia secara klinis belum terjadi, keadaan ini disebut sebagai iron
deficient erythropoiesis. Pada fase ini kelainan pertama yang dijumpai ialah peningkatan
kadar free protophorphyrin atau zinc protophorphyrin dalam eritrosit. Saturasi transferin
menurun dan total iron binding capacity (TIBC) meningkat. Akhir-akhir ini parameter
yang sangat spesifik ialah peningkatan reseptor transferin dalam serum. Apabila jumlah
besi menurun terus maka eritropoesis semakin terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai
menurun, akibatnya timbul anemia hipokromik mikrositer, disebut sebagai iron deficiency
anemia. Pada saat ini juga terjadi kekurangan besi pada epitel serta pada beberapa enzim
yang dapat menimbulkan gejala pada kuku, epitel mulut dan faring serta berbagai gejala
lainnya.

D. Manifestasi Klinis Anemia Defisiensi Besi


Gejala anemia defisiensi besi dapat digolongkan menjadi 3 golongan besar, yaitu, gejala
umum anemia, gejala khas akibat defisiensi besi, gejala penyakit dasar.
Gejala Umum Anemia
Gejala umum anemia yang disebut juga sebagai sindrom anemia (anemic syndrome)
dijumpai pada anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin turun di bawah 7-8 g/dl.
Gejala ini berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga
mendenging. Pada anemia defisiensi besi karena penurunan kadar hemoglobin yang terjadi
secara perlahan-lahan sering kali sindroma anemia tidak terlalu menyolok dibandingkan
dengan anemia lain yang penurunan kadar hemoglobinnya terjadi lebih cepat. Hal ini
disebabkan oleh mekanisme kompensasi tubuh yang dapat berjalan dengan baik. Anemia
bersifat simtomatik jika hemoglobin telah turun di bawah 7 g/dl. Pada pemeriksaan fisik
dijumpai pasien yang pucat, terutama pada konjungtiva dan jaringan di bawah kuku
Gejala Khas Defisiensi Besi
Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tidak dijumpai pada anemia jenis lain,
seperti :
1) koilonychia: kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertikal
dan menjadi cekung sehingga mirip seperti sendok
2) Atrofi papil lidah: permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah
menghilang.
3) Stomatitis angularis (cheilosis): adanya peradangan pada sudut mulut sehingga
tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan
4) Disfagia: nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring
5) Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia
6) Pica: keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim, seperti: tanah liat, es, lem,
dan lain-lain.

Sindrom Plummer Vinson atau disebut juga sindrom Paterson Kelly adalah kumpulan
gejala yang terdiri dari anemia hipokromik mikrositer, atrofi papil lidah, dan disfagia.

Gejala Penyakit Dasar

Anemia defisiensi besi dapat dijumpai gejala-gejala penyakit yang menjadi penyebab
anemia defisiensi besi tersebut. Sebagai contoh, pada anemia akibat penyakit cacing
tambang dijumpai dispepsia, parotis membengkak, dan kulit telapak tangan berwarna
kuning seperti jerami. Pada anemia karena perdarahan kronik akibat kanker kolon
dijumpai gejala gangguan kebiasaan buang besar atau gejala lain tergantung dari lokasi
kanker tersebut.

E. Pemeriksaan Laboratorium
1) Kadar hemoglobin dan index eritrosit menurun : MCV < 70 fl, peningkatan anisositosis
ditandai oleh peningkatan RDW (red cell distribution width), hapusan darah tepi
menujukkan anemia hipokromik mikrositer, anisositosis, dan poikilositosis. Dijumpai
Leukosit dan trombosit pada umumnya normal. Tetapi granulositopenia ringan dapat
dijumpai pada ADB yang berlangsung lama. Pada ADB karena cacing tambang
dijumpai eosinofilia. Trombositosis dapat dijumpai pada ADB dengan episode
perdarahan akut.
2) Konsentrasi Besi Serum Menurun pada Anemia defisiensi besi, dan TIBC (total iron
binding capacity) Meningkat : TIBC menunjukkan tingkat kejenuhan apotransferin
terhadap besi, sedangkan saturasi transferin dihitung dari besi serum dibagi TIBC
dikalikan 100%. Untuk kriteria diagnosis ADB, kadar besi serum menurun < 50 ug/ di,
total iron binding capacity (TIBC) meningkat > 350 ug/ dl, dan saturasi transferin <
15%. Ada juga yang memakai saturasi transferin < 16 % , atau < 18%. Harus diingat
bahwa besi serum menunjukkan variasi diurnal yang sangat besar, dengan kadar puncak
pada jam 8 sampai 10 pagi.
3) Feritin serium merupakan indicator cadangan besi yang sangat baik, kecuali pada
keadaan inflamasi dan keganasan tertentu : titik pemilah untuk ferritin serum pada ADB
dipakai angka < 12µg/l. ada juga yang memakai <15 µg/l
4) Kadar reseptor transferin dalam serum meningkat pada defisiensi besi : kadar normal
dengan pemeriksaan imunologi adalah 4-9Hg/L. Pengukuran reseptor transferin
terutama dipakai untuk membedakan ADB dengan anemia akibat penyakit kronik. Akan
lebih baik lagi apabila dipakai rasio reseptor transferin dengan log feritin serum. Rasio
1,5 menunjukkan ADB dan rasio <1,5 sangat mungkin karena anemia akibat penyakit
kronik.
5) Sumsum tulang menunjukkan hiperplasia normoblastik ringan sampai sedang dengan
normoblas kecil-kecil. Sitoplasma sangat sedikit dan tepi tak teratur. Normoblas ini
disebut sebagai micronormoblast. Pengecatan besi sumsum tulang dengan biru prusia
(Perl's stain) menunjukkan cadangan besi yang negatif (butir hemosiderin negatif).
Dalam keadaan normal 40-60% normoblas mengandung granula feritin dalam
sitoplasmanya, disebut sebagai sideroblas. Pada defisiensi besi maka sideroblas negatif.
Di klinik, pengecatan besi pada sumsum tulang dianggap sebagai baku emas (gold
standard) diagnosis defisiensi besi, namun akhir-akhir ini perannya banyak diambil alih
oleh pemeriksaan feritin serum yang lebih praktis.

F. Diagnosis
Tahap pertama adalah menentukan adanya anemia dengan mengukur kadar hemoglobin
atau hematocrit. Tahap kedua adalah memastikan adanya defisiensi besi. Tahap ketiga
adalah menentukan penyebab defisiensibesi yang terjadi.
Kriteria diagnosis anemia defisiensi besi :
Anemia hipokromik mikrositer pada hapusan darah tepi, atau MCV <80 fl dan MCHC
<31% dengan salah satu dari a, b, c, atau d
a. Dua dari tiga parameter di bawah ini:
Besi serum <50 mg/dl
TIBC 350 mg/dl
Saturasi transferin: <15 % , atau
b. Feritin serum <20 mg/l, atau
c. Pengecatan sumsum tulang dengan biru prusia (Perl's stain) menunjukkan cadangan
besi (butir-butir hemosiderin) negatif, atau
d. Dengan pemberian sulfas ferosus 3 x 200 mg/hari (atau preparat besi lain yang setara)
selama 4 minggu disertai kenaikan kadar hemoglobin lebih dari 2 g/dl.

G. Terapi
Setelah diagnosis ditegakkan maka dibuat rencana nemberian terapi. Terapi terhadap
anemia defisiensi besi adalah:
a. Terapi kausal: terapi terhadap penyebab perdarahan. Misalnya pengobatan cacing
tambang, pengobatan hemoroid, pengobatan menorhagia. Terapi kausal harus
dilakukan, kalau tidak maka anemia akan kambuh kembali
b. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh (iron
replacemen therapy):

Terapi Besi Oral.

Terapi besi oral merupakan terapi pilihan pertama oleh karena efektif, murah dan aman.
Preparat yang tersedia adalah ferrous sulphat (sulfas ferosus) yang merupakan preparat
pilihan pertama karena paling murah tetapi efektif. Dosis anjuran adalah 3 x 200 mg. Setiap
200 mg sulfas ferosus mengandung 66 mg besi elemental. Pemberian sulfas ferosus 3 x 200
mq memberikan absorpsi besi 50 mg per hari yang dapat meningkatkan eritropoesis dua
sampai tiga kali normal. Pengobatan besi diberikan 3 sampai 6 bulan, ada juga yang
menganjurkan sampai 12 bulan, setelah kadar Hb normal untung mengisi cadangan besi
tubuh.

Terapi Besi Parenteral.

Indikasi pemberian besi parenteral adalah: (1) intoleransi terhadap pemberian besi oral; (2)
kepatuhan terhadap obat yang rendah; (3) gangguan pencernaan seperti kolitis ulseratif
yang dapat kambuh jika diberikan besi; (4) penyerapan besi terganggu, seperti misalnya
pada gastrektomi; (5) keadaan di mana kehilangan darah yang banyak sehingga tidak cukup
dikompensasi oleh pemberian besi oral, seperti misalnya pada hereditary hemorrhagic
teleangiectasia; (6) kebutuhan besi yang besar dalam waktu pendek, seperti pada kehamilan
trimester tiga atau sebelum operasi; (7) defisiensi besi fungsional relatif akibat pemberian
eritropoetin pada anemia gagal ginjal kronik atau anemia akibat penyakit kronik.

Preparat yang tersedia ialah iron dextran complex (mengandung 50 mg besi/ml), iron
sorbitol citric acid complex dan yang terbaru adalah iron ferric gluconate dan iron sucrose
yang lebih aman. Besi parenteral dapat diberikan secara intramuskular dalam atau intravena
pelan. Pemberian secara intramuskular memberikan rasa nyeri dan memberikan warna
hitam pada kulit. Efek samping yang dapat timbul adalah reaksi anafilaksis, meskipun
jarang (0,6%). Efek samping lain adalah flebitis, sakit kepala, flushing, mual, muntah, nyeri
perut dan sinkop.

Pengobatan Lain

1) diet: sebaiknya diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein terutama yang berasal
dari protein hewani
2) vitamin c: vitamin c diberikan 3 x 100 mg per hari untuk meningkatkan absorpsi besi
3) transfusi darah: ADB jarang memerlukan transfusi darah. Indikasi pemberian transfusi
darah pada anemia kekurangan besi adalah:
a) Adanya penyakit jantung anemik dengan ancaman gagal jantung
b) Anemia yang sangat simptomatik, misalnya anemia dengan gejala pusing yang
sangat menyolok
c) Pasien memerlukan peningkatan kadar hemoglobin yang cepat seperti pada
kehamilan trimester akhir atau preoperasi.

Jenis darah yang diberikan adalah PRC (packed red cell) untuk mengurangi bahaya
overload. Sebagai premedikasi dapat dipertimbangkan pemberian furosemid
intravena.

Anda mungkin juga menyukai