Anda di halaman 1dari 13

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN

DENGAN KASUS ASMA BRONCHIALE DI


RUANG UGD RUMAH SAKIT

Disusun Oleh :

AKADEMI KEPERAWATAN
2004
LEMBAR PENGESAHAN
Kasus ini kami ambil dari ruang pada saat mengikuti praktek keperawatan
Akademi Keperawatan mulai tanggal 19 Januari 2004 sampai dengan 01 Februari
2004

Mahasiswa praktek,

Mengetahui,

Kepala ruang UGD Pembimbing ruang UGD

___________________ ___________________
Nip. Nip.

Pembimbing Pendidikan

Nip
1. Konsep Dasar
I. Pengertian
Asma bronchiale adalah keadaan respon abnormal saluran nafas
terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan saluran
nafas (IPD jilid II, 2001).
Asma bronchiale dibagi menjadi 3 kategori yaitu :
1. Esfrinsik / alergi
Asma yang disebabkan oleh bahan alergen seperti spora, jamur, debu,
bulu binatang dan yang lebih jarang adalah susu atau coklat. Dan
asma yang umumnya dimulai sejak kanak-kanak dengan anggota
keluarga yang mempunyai riwayat penyakit seperti hayfever,
dermatitis.
2. Asma infrinsik
Ditandai dengan faktor yang tidak jelas. Asma ini sering muncul
setelah umur 40 tahun. Serangan ini makin lama makin sering
sehingga akan terjadi brontitis kronik.
3. Asma campuran
Kombinasi ekstrinsik dan instrinsik

II. Etiologi
Penyebab dari asma bronchiale belum diketahui secara pasti
namun berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa dasar gejala asma
adalah inflamasi dan respon saluran nafas yang berlebihan. Asma saat ini
dipandang sebagai penyakit inflamasi saluran nafas. Inflamasi ditandai
dengan adanya kalor (panas karena vasodilatasi) dan rubor (kemerahan
karena vasodilatasi), tumor lekssutasi plasma dan edema), dolor (rasa
sakit karena rangsangan sensoris) dan fuction laesa (fungsi yang
terganggu) ternyata ke enam syaraf tersebut dijumpai pada asma, sifat
saluran nafas pasien asma sangat peka terhadap berbagai rangsangan
iritan (debu), zat kimia (histamin) dan feses (kegiatan jasmani).
III. Anatomi
Respirasi adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang
mengandung O2 kedalam tubuh serta menghembuskan udara yang
banyak mengandung CO2 sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh.
Saluran pernafasan di bagi menjadi 2 zona yaitu :
1. Zona konduksi
Terdiri dari hidung, faring, trakea, bronkus dan bronkus terminalis.
2. Zona respiratorik
Terdiri dari bronkioli respiratorik, duktus alveoli

IV. Patofisiologis
Destruksi saluran nafas pada asma merupakan kombinasi spasme
otot bronkus, sumbat mukus edema dan inflamasi dinding bronkus.
Destruksi bertambah berat selama ekspirasi karena secara fisiologis
saluran nafas menyempit. Gejala mengi menandakan adanya
penyempitan di saluran nafas besar, sedang pada saluran nafas yang kecil
gejala batuk dan sesak lebih dominan dibanding mengi. Penyempitan
saluran nafas ternyata tidak merata di seluruh bagian paru. Ada daerah
yang kurang mendapat ventilasi, sehingga darah kapiler yang melalui
daerah tersebut mengalami hipoksemia. Untuk mengatasi kekurangan O2
tubuh melakukan hiperventilasi, agar kebutuhan O2 terpenuhi. Tetapi
akibat pengeluaran CO2 sehingga PCO menurun dan menimbulkan
alkalosis respiratorik pada serangan asma yang lebih berat lagi banyak
saluran nafas tertutup oleh mukus sehingga tidak memungkinkan lagi
terjadi pertukaran gas. Hal ini menyebabkan hipokremia dan kerja otot-
otot pernafasan bertambah berat serta terjadi peningkatan produksi CO2,
peningkatan produksi CO2 dapat mengakibatkan gagal nafas.

V. Gejala Klinis
Gejala Klinis asma adalah batuk, mengi dan sesak nafas. Pada
awal serangan sering gejala tidak jelas seperti rasa berat di dada dan pada
asma alergik bisa disertai pilek atau bersin. Meskipun pada mulanya
batuk tanpa disertai sekret tetapi pada perkembangan selanjutnya pasien
akan mengeluarkan Sekret, pada asma alergi, sering hubungan antara
pemajanan alergen dengan gejala asma tidak jelas. Terlebih lagi pasien
asma alergi pencetus non alergik seperti asap rokok, asap yang
merangsang infeksi saluran nafas ataupun perubahan cuaca

VI. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan laboratorium dapat dibagi atas :
1. Pemeriksaan sputum
Pada pemeriksaan sputum ditemukan
- Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari
kristal eosinofil.
- Netrofil dengan eosinofil yang terdapat pada sputum umumnya
bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang-kadang
terdapat mukus plug.
2. Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah yang rutin diharapkan terjadi
peningkatan eosinofil sedangkan leokosit dapat meningkatkan atau
normal, walaupun terdapat komplikasi.
- Analisis gas darah pada umumnya normal, akan tetapi dapat pula
terjadi hipoksomia, asidosis.
- Kadang-kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan
IDH.
3. Pemeriksaan radiologi
Kelainan yang didapat adalah :
- Bila disertai dengan bronchitis maka bercak-bercak dihilus akan
bertambah.
- Bila terjadi emfirema (COPD) maka gambaran radiolosan akan
semakin bertambah.
- Bila komplikasi pneumonia maka terdapat gambaran infiltrasi
pada paru-paru.
4. Pemeriksaan faal paru
Berdasarkan pemeriksaan faal paru maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
- Setiap pasien menunjukkan peningkatan resistensi jalan
pernafasan dan penurunan expiratory flow rate (kecepatan aliran
ekspirasi)
- Peningkatan fluktuasi dari tekanan intrapleura.
5. Scaning paru
Dengan scaning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa
redistribusi udara selama serangan asma ternyata tidak menyeluruh,
pada paru-paru sedangkan pada pemeriksaan xenon 133 melalui
pembuluh darah dapat dilihat redistribusi radioaktif tidak menyeluruh
pada kedua paru.

VII. Penatalaksanaan
Pada penderita asma bronchiale dapat ditinjau dari berbagai
pendekatan seperti :
a. Mencegah ikatan alergen IGE
Menghindari alergen, tampaknya sederhana tetapi sukar untuk
dilakukan.
b. Mencegah pelepasan mediator
Premedikasi dengan natrium kromolin dapat mencegah spasme
bronkus yang dicetuskan oleh alergen natrium kromolin mekanisme
konjungtiva diduga mencegah penglepasan mediator dari mastosif
obat tersebut tidak adapat mengatasi spasme bronkus yang telah
terjadi, oleh karena itu hanya dipakai sebagai obat profilaktif pada
terapi pemeliharaan.
c. Melebarkan saluran nafas dengan bronkodilator
Kortikosteroid tidak termasuk obat golongan bronkodilator tetapi
secara tidak langsung, dapat melebarkan saluran nafas.
d. Mengurangi respons dengan jalan meredam inflamasi saluran nafas.
Implikasi terapi proses inflamasi diatas adalah meredam inflamasi
yang ada baik dengan natrium kromolin, atau secara lebih paten
dengan kartikosteroid baik secara oral, parenteral atau inhalasi

VIII. Komplikasi
- Pneumotoraks
- Pneumodiastinum dan erofirema subkutis
- Atelektasis
- Gagal nafas
- Bronkitis
- Fraktur iga

2. Asuhan Keperawatan
IX. Pengumpulan data
a. Identitas klien
b. Keluhan utama
Biasanya pada klien dengan asma bronchiale mengeluh sesak nafas
c. Riwayat kesehatan
- Riwayat kesehatan dahulu
Penyakit yang pernah diderita sebelumnya seperti sesak nafas
batuk dan disertai dahak dan alergi.
- Riwayat kesehatan sekarang
Ditanyakan : - Kapan terjadinya
- Sering / kadang-kadang
- Batuk produktif atau non produktif
- Sputum dan warna
- Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya merupakan faktor keturunan dari salah satu anggota
keluarga.
X. Pola Fungsi kesehatan
1. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Meliputi persepsi klien terhadap kesehatan dan penyakitnya.
Apa yang dilakukan klien bila merasa sakit
2. Pola nutrisi dan metabolisme
Meliputi makanan klien dalam sehari
3. Pola aktivitas dan latihan
Gangguan aktivitas / kebutuhan istirahat, akibat sesak nafas dan
batuk sehingga dapat menghambat aktivitas sehari-hari termasuk
pekerjaan harus dibatasi.
4. Pola eliminasi
Pada pola ini klien tidak mengalami gangguan
5. Pola tidur dan istirahat
Pada pasien ini mengalami gangguan pada pola tidur yang
diakibatkan sesak nafas dan batunya
6. Pola sensori dan kognitif
Bagaiman Klien dalam menghadapi penyakitnya, apakah dapat
mengerti cara penanggulangan pertama jika kambuh penyakitnya
7. Pola persepsi dan konsep diri
Persepsi klien tentang penyakitnya dan bagaiman konsep diri dalam
menghadapi penyakit yang dideritanya
8. Pola hubungan dan peran
Dalam hal ini hubungan dan peran klien terganggu karena klien
mungkin merasa bahwa dirinya orang yang sakit-sakitan
9. Pola reproduksi dan sexual
Mengalami gangguan akibat penurunan libido yang diakibatkan sesak
nafas yang ia alami.
10. Pola penanggulangan stress
Bagaimana klien menghadapi masalah yang membebaninya
sekarang, cara penanggulangannya.
11. Pola tata nilai dan kepercayaan
Dalam pola ini kadang ada yang mempercayakan diri pada hal-hal
yang ber sifat ghoib.

XI. Pemeriksaan fisik


1. Keadaan umum
Yang perlu dikaji kesadaran, TTV, sesak nafas dan batuk, suara
tambahan (whezing, ronchi)
2. Dada
- Inspeksi : Pada klien asma terlihat pergerakan otot bantu
pernafasan, pernafasan cuping hidung.
- Palpasi : Meliputi pergerakan dada kanan + kiri simetris atau
tidak, ada atau tidaknya nyeri tekan.
- Perkusi : Klien asma suara ketok sonor antara dada kanan dan
kiri.
- Auskultasi : Terdapat suara tambahan, berupa whezing ronchi.
3. Abdomen
- Inspeksi : Pada klien terlihat otot bantu pernafasan perut
- Palpasi : Ada tidaknya nyeri klien pembesaran hati atau limfe
- Perkusi : Pada penyakit ini peristaltik usus tidak ada
gangguan.
- Auskultasi : Meliputi ada tidaknya kembung, suara pekak atau
redup

XII. Diagnosa keperawatan


1. Gangguan pertukaran gas sehubungan dengan terbatasnya aliran
udara, kelelahan otot pernafasan dan produksi mukus yang
berlebihan.
2. Ketidak efektifan dan produksi mukkus yang meningkat.
3. Kecemasan berhubungan dengan sesak nafas.
4. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan kurangnya
pengetahuan tentang paparan pathogen, rendahnya pertahanan tubuh.
Intervensi
Dx I : Gangguan pertukaran gas sehubungan dengan terbatasnya
aliran udara, kelelahan otot pernafasan dan produksi mukus
yang berlebihan.
Tujuan : Klien dapat bernafas dengan normal
KH : Produksi mukus yang menurun
Rencana tindakan
1)Mengkaji pola nafas, rata-rata, irama dan kedalaman ekspansi paru.
R / Untuk mengetahui pola pernafasan klien.
2)Observasi TTV
R/ Untuk mengetahui perkembangan klien.
3)Ajarkan teknik untuk membantu dalam mempertahankan posisi tubuh
yang tepat selama terjadi dispnea.
R/ Untuk memberikan rasa nyaman klien dalam istirahat
4)Mengkaji kualitas dan kuantitas sputum
R/ Untuk mengetahui kualitas dan kuantitas sputum
5)Melakukan kolaborasi dengan tim medis
R/ Agar tepat dalam melaksanakan peran independen perawat

Dx II : Ketidak efektifan dan produksi mukkus yang meningkat.


Tujuan : Pembersihan jalan nafas klien dapat normal
KH : Batuk klien dapat berkurang
Intervensi :
1)Gunakan nebulizer untuk pengeluaran sekret
R / Memudahkan dalam melakukan pengeluaran sekret
2)Ajarkan metode batuk efektif
R/ Sekret dapat keluar dengan mudah
3)Beri posisi semi fowler pada klien
R/ Agar memudahkan / memberi rasa nyaman pada klien agar tidak
sesak.
4)Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi bronkodilator
R/ Untuk melebarkan saluran pernafasan
Dx III : Cemas berhubungan dengan sesak nafas.
Tujuan : Klien dapat mengelola kecemasan
KH : Klien tidak merasakan cemas lagi
Intervensi :
1)Ajarkan pada klien tentang teknik relaxaxi
R / Untuk mengurangi kecemasan pada klien.
2)Beri penjelasan pada klien tentang hal-hal apa saja yang dapat
mengakibatkan keparahan pada penyakitnya.
R/ Agar klien mengetahui apa saja yang dapat mengakibatkan atau
memperparah penyakitnya.
3)Anjurkan klien untuk menghindari hal-hal yang dapat mengakibatkan
bertambahnya sesak yang ia alami.
R/ Untuk mengurangi sesak yang dialami klien
4)Hindarkan klien dari hal-hal yang membuat dia cemas
R/ Untuk mengurangi cemas yang dialami klien.

Dx IV : Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan kurangnya


pengetahuan tentang paparan pathogen, rendahnya pertahanan
tubuh.
Tujuan : Klien dapat melakukan pencegahan terhadap penyebaran
infeksi dan menunjukkan perubahan dalam perilaku
kesehatan.
KH : Klien menyatakan pemahaman dalam proses penyakit dan
kebutuhan pengobatan, melakukan perubahan pola hidup
untuk memperbaiki kesehatan.
Intervensi :
1)Jelaskan pada klien tentang penyebaran infeksi, bersin, droplet selama
batuk.
R / Pemahaman dalam proses penyakit akan membantu klien untuk
mencegah penyebaran infeksi.
2)Instruksikan klien batuk dan meludah dengan benar (tampung dalam
sputum pot dan beri desinfektan)
R/ Perubahan perilaku perlu untuk mencegah penyebaran penyakit.
3)Monitor temperatur sesuai dengan indikasi.
R/ Reaksi febris adalah indikator berlanjut infeksi
4)Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian dan alasan pengobatan yang
lama.
R/ Meningkatkan kerja sama dalam program pengobatan dan
mencegah obat sesuai perbaikan kondisi klien.
DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer. Dkk (1999)., Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta, Media


Aesculapius FKUI.

Marlyn E. Doenges, (2000)., Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta, EGC.

Prof. Dr. H. Slamet Suyono, SPPD, KE dkk (2001), Ilmu Penyakit Dalam,
Jakarta, Gaya Baru.

Anda mungkin juga menyukai