ASMA BRONCHIAL
DISUSUN OLEH:
YULI PURWANTI
NPM: 202391112
ASMA BRONCHIAL
A. PENGERTIAN
Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas. Saluran napas yang
mengalami radang kronik bersifat hiperresponsif sehingga apabila terangsang oleh
factor risiko tertentu, jalan napas menjadi tersumbat dan aliran udara terhambat
karena konstriksi bronkus, sumbatan mukus, dan meningkatnya proses radang
(Almazini, 2012)
Asma adalah penyakit implamasi koronik saluran nafas dimana banyak sel
berperan terutama sel mast, esonofil, limposit T magropag, neuropil dan sel epitel.
(Slamet Hariadi, dkk 2010). Asma merupakan sebuah penyakit kronik saluran
napas yang terdapat di seluruh dunia dengan kekerapan bervariasi yang
berhubungan dengan dengan peningkatan kepekaan saluran napas sehingga
memicu episode mengi berulang (wheezing), sesak napas (breathlessness),
dada rasa tertekan (chest tightness), dispnea, dan batuk (cough) terutama
pada malam atau dini hari. (PDPI, 2006; GINA, 2006). Menurut National
Heart, Lung and Blood Institute (NHLBI, 2007), pada individu yang rentan,
gejala asma berhubungan dengan inflamasi yang akan menyebabkan
obstruksi dan hiperesponsivitas dari saluran pernapasan yang bervariasi
derajatnya.
Jadi, Asma merupakan suatu penyakit pada pernafasan khususnya pada jalan
nafasnya yang melibatkan berbagai sel inflamasi sehingga mengobstruksi jalan
nafas, dan bersifat reversible yang berespon pada stimuli tertentu.
B. Klasifikasi
1. Asma alergik, disebabkan oleh allergen / allergen – allergen yang dikenal
missal ( serbuk sari, binatang, makanan, dan jamur) kebanyakan allergen
terdapat di udara dan musiman. Pasien dengan asma alergik biasanya
mempunyai riwayat medis masa lalu eczema atau rhinitis alergik. Pemajanan
terhadap allergen mencetuskan serangan asma. Anak – anak dengan asma
alergik sering mengatasi kondisi sampai masa remaja.
2. Asma idiopatik/ non alergik, tidak berhubungan dengan allergen spesifik.
Factor – factor, seperti common cold,, infeksi traktus respiratorius, latihan,
emosi, dan polutan lingkungan dapat mencetuskan serangan. Beberapa agens
farmakologi, seperti aspirin dan agens anti inflamasi nonsteroid lain, pewarna
rambut, antagonis bête adrenergic, dan agens sulfit ( pengawet makanan)
juga mungkin menjadi factor. Serangan asma idiopatik/ nonalergik menjadio
lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat
berkembang menjadi bronchitis kronis dan emfisema.
3. Asma gabungan, adalah bentuk asma yang paling umum. Asma ini
mempunyai karakteristik dari bentuk alergik maupun bentuk idiopatik/
nonalergik (Brunner & Suddart, 2018)
C. Penyebab
1. Faktor Ekstrinsik (asma imunologik / asma alergi)
- Reaksi antigen-antibodi
- Inhalasi alergen (debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang)
2. Faktor Intrinsik (asma non imunologi / asma non alergi)
- Infeksi : parainfluenza virus, pneumonia, mycoplasmal
- Fisik : cuaca dingin, perubahan temperatur
- Iritan : kimia
- Polusi udara : CO, asap rokok, parfum
- Emosional : takut, cemas dan tegang
- Aktivitas yang berlebihan juga dapat menjadi faktor pencetus.
D. TANDA DAN GEJALA
1. Stadium dini
2. Stadium lanjut/kronik
a. Batuk, ronchi
b. Sesak nafas berat dan dada seolah –olah tertekan
c. Dahak lengket dan sulit untuk dikeluarkan
d. Suara nafas melemah bahkan tak terdengar (silent Chest)
e. Thorak seperti barel chest
f. Tampak tarikan otot sternokleidomastoideus
g. Sianosis
h. BGA Pa O2 kurang dari 80%
i. Ro paru terdapat peningkatan gambaran bronchovaskuler kanan dan kiri
j. Hipokapnea dan alkalosis bahkan asidosis respiratorik
Tanda Dan Gejala Umum :
E. PATOFISIOLOGI
Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang
menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas
bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma
tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi
mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal
dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan
antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast
yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan
bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang
tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel
mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat,
diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan
leukotrient), factor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari
semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding bronkhioulus
kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme
otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi
sangat meningkat.
Pada asma , diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada
selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa
menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian,
maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang
menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma
biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali
melakukan ekspirasi.
Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume
residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran
mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest
(Brunner & Suddart, 2018)
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan sputum
Pada pemeriksaan sputum ditemukan :
a. Kristal –kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal
eosinofil.
b. Terdapatnya Spiral Curschman, yakni spiral yang merupakan silinder sel-sel
cabang-cabang bronkus
c. Terdapatnya Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus
d. Terdapatnya neutrofil eosinofil
2. Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah yang rutin diharapkan eosinofil meninggi, sedangkan
leukosit dapat meninggi atau normal, walaupun terdapat komplikasi asma
a. Gas analisa darah
Terdapat hasil aliran darah yang variabel, akan tetapi bila terdapat
peninggian PaCO2 maupun penurunan pH menunjukkan prognosis yang
buruk
b. Kadang –kadang pada darah terdapat SGOT dan LDH yang meninggi
c. Hiponatremi 15.000/mm3 menandakan terdapat infeksi
d. Pada pemeriksaan faktor alergi terdapat IgE yang meninggi pada waktu
seranggan, dan menurun pada waktu penderita bebas dari serangan.
e. Pemeriksaan tes kulit untuk mencari faktor alergi dengan berbagai
alergennya dapat menimbulkan reaksi yang positif pada tipe asma atopik.
3. Foto rontgen
Pada umumnya, pemeriksaan foto rontgen pada asma normal. Pada serangan
asma, gambaran ini menunjukkan hiperinflasi paru berupa rradiolusen yang
bertambah, dan pelebaran rongga interkostal serta diagfragma yang menurun.
Akan tetapi bila terdapat komplikasi, kelainan yang terjadi adalah:
a. Bila disertai dengan bronkhitis, bercakan hilus akan bertambah
b. Bila terdapat komplikasi emfisema (COPD) menimbulkan gambaran yang
bertambah.
c. Bila terdapat komplikasi pneumonia maka terdapat gambaran infiltrat pada
paru.
4. Pemeriksaan faal paru
a. Bila FEV1 lebih kecil dari 40%, 2/3 penderita menujukkan penurunan
tekanan sistolenya dan bila lebih rendah dari 20%, seluruh pasien
menunjukkan penurunan tekanan sistolik.
b. Terjadi penambahan volume paru yang meliputi RV hampi terjadi pada
seluruh asma, FRC selalu menurun, sedangan penurunan TRC sering
terjadi pada asma yang berat.
5. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi selama terjadi serangan asma dapat dibagi atas
tiga bagian dan disesuaikan dengan gambaran emfisema paru, yakni :
a. Perubahan aksis jantung pada umumnya terjadi deviasi aksis ke kanan dan
rotasi searah jarum jam
b. Terdapatnya tanda-tanda hipertrofi jantung, yakni tedapat RBBB
c. Tanda-tanda hipoksemia yakni terdapat sinus takikardi, SVES, dan VES
atau terjadinya relatif ST depresi.
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
H. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Primer Asma
a. Airway
- Peningkatan sekresi pernafasan
- Bunyi nafas krekles, ronchi, weezing
b. Breathing
- Distress pernafasan : pernafasan cuping hidung, takipneu/bradipneu,
retraksi.
- Menggunakan otot aksesoris pernafasan
- Kesulitan bernafas : diaforesis, sianosis
c. Circulation
- Penurunan curah jantung : gelisah, latergi, takikardi
- Sakit kepala
- Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah
- Papiledema
- Urin output meurun
d. Dissability
Mengetahui kondisi umum dengan pemeriksaan cepat status umum dan
neurologi dengan memeriksa atau cek kesadaran, reaksi pupil.
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1 Bersihan jalan nafas SLKI : bersihan jalan jalan nafas SIKI: Bersihan jalan nafas tidak efektif
tidak efektif tidak efektif Intervensi Utama
berhubungan dengan Luaran Utama Label: Manajemen jalan nafas
benda asing dalam jalan Label : Bersihan jalan nafas Observasi:
nafas ditandai dengan setelah dilakukan intervensi 1) Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman,
sputum yang selama ..x..24jam, diharapkan usaha nafas)
berlebihan. bersihan jalan nafas meningkat 2) Monitor bunyi nafas tambahan (mis.
dengan kriteria hasil: Gurgling, mengi wheezing, ronkhi kering)
- batuk efektif meningkat 3) Monitor sputum (jumlah warna aroma)
- produksi sputum menurun Terapeutik:
- mengi, wheezing menurun 1) Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan
- meconium meurun head tilt chin lift (jawthrust jika curiga
- Dispneaa meurun trauma servical)
- ortopnea menurun 2) Posisikan semifowler/fowlee
- sulit bicara menurun 3) Berikan minum hangat
4) Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
5) Lakukan penghisapan lender kurang dari
15 detik
6) Lakukan hiperoksigenasi sebelum
penghisapan endotrakeal
7) Keluarkan sumbatan benda padat dengan
forsep mcgill
8) Berikan oksigen bila perlu
Edukasi:
1) njurkan asupan 2000ml perhari, jika tidak
kontraindikasi
2) Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu
4. Pola nafas tidak efektif (SLKI) : Pola nafas tidak efektif SIKI: Polanafas tidak efektif
berhubungan dengan Luaran Utama Intervensi Utama
hambatan upaya napas Label : Pola napas Label: Manajemen jalan nafas
yang ditandai dengan setelah dilakukan intervensi Observasi:
penggunaan otot bantu selama ..x..24 jam, diharapkan pola 1) Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman,
pernapasan. napas membaik dengan kriteria usaha nafas)
hasil: 2) Monitor bunyi nafas tambahan (mis.
- Ventilasi semenit meningakat Gurgling, mengi wheezing, ronkhi kering)
- Kapasitas vital meningkat 3) Monitor sputum (jumlah warna aroma)
- Dispnea menurun Terapeutik:
- Penggunakan otot bantu nafas 1) Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan
menurun head tilt chin lift ( jawthrust jika curiga
- Pemanjangan fase ekspirasi trauma servical)
menurun 2) Posisikan semifowler/fowlee
- Pernapasan cuping hidung 3) Berikan minum hangat
menurun 4) Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
5) Lakukan penghisapan lender kurang dari
15 detik
6) Lakukan hiperoksigenasi sebelum
penghisapan endotrakeal
7) Keluarkan sumbatan benda padat dengan
forsep mcgill
8) Berikan oksigen bila perlu
Edukasi:
1) njurkan asupan 2000ml perhari, jika tidak
kontraindikasi
2) Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu
K. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Dilakukan sesuai dengan intervensi dan diagnosa dari pasien tersebut.
L. EVALUASI
Evaluasi dibagi menjadi dua evaluasi formatif dan evaluasi sumatif, dimana
evaluasi formatif digunakan dibagaian implementasi dan tidak menyeluruh
sedangkan evaluasi sumatif diginakan dibagian evaluasi dan bersifat menyeluruh
dalam mengevaluasi pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Almazini, 2012. Bronchial thermoplasty. Pilihan terapi baru untuk asma berat.
Jakarta: FKUI
GINA (Global Initiative for Asthma). 2006. Pocket Guide for Asthma
Management and Prevension In Children . www. Ginaasthma.org.
Hadibroto, Iwan & Syamsir Alam. 2006. Asma. Jakarta: Penerbit PT Gramedia
Pustaka Utama
Nur Arif Amin H dkk. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC NOC. Yogyakarta: Mediaction
SLKI 2016. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan 2018. Tim Pokja SLKI DPP PPNI.