Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

ASMA BRONCHIAL

DISUSUN OLEH:
YULI PURWANTI
NPM: 202391112

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BAITURAHIM JAMBI

TAHUN AJARAN 2023/2024


LAPORAN PENDAHULUAN

ASMA BRONCHIAL

A. PENGERTIAN
Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas. Saluran napas yang
mengalami radang kronik bersifat hiperresponsif sehingga apabila terangsang oleh
factor risiko tertentu, jalan napas menjadi tersumbat dan aliran udara terhambat
karena konstriksi bronkus, sumbatan mukus, dan meningkatnya proses radang
(Almazini, 2012)
Asma adalah penyakit implamasi koronik saluran nafas dimana banyak sel
berperan terutama sel mast, esonofil, limposit T magropag, neuropil dan sel epitel.
(Slamet Hariadi, dkk 2010). Asma merupakan sebuah penyakit kronik saluran
napas yang terdapat di seluruh dunia dengan kekerapan bervariasi yang
berhubungan dengan dengan peningkatan kepekaan saluran napas sehingga
memicu episode mengi berulang (wheezing), sesak napas (breathlessness),
dada rasa tertekan (chest tightness), dispnea, dan batuk (cough) terutama
pada malam atau dini hari. (PDPI, 2006; GINA, 2006). Menurut National
Heart, Lung and Blood Institute (NHLBI, 2007), pada individu yang rentan,
gejala asma berhubungan dengan inflamasi yang akan menyebabkan
obstruksi dan hiperesponsivitas dari saluran pernapasan yang bervariasi
derajatnya.
Jadi, Asma merupakan suatu penyakit pada pernafasan khususnya pada jalan
nafasnya yang melibatkan berbagai sel inflamasi sehingga mengobstruksi jalan
nafas, dan bersifat reversible yang berespon pada stimuli tertentu.
B. Klasifikasi
1. Asma alergik, disebabkan oleh allergen / allergen – allergen yang dikenal
missal ( serbuk sari, binatang, makanan, dan jamur) kebanyakan allergen
terdapat di udara dan musiman. Pasien dengan asma alergik biasanya
mempunyai riwayat medis masa lalu eczema atau rhinitis alergik. Pemajanan
terhadap allergen mencetuskan serangan asma. Anak – anak dengan asma
alergik sering mengatasi kondisi sampai masa remaja.
2. Asma idiopatik/ non alergik, tidak berhubungan dengan allergen spesifik.
Factor – factor, seperti common cold,, infeksi traktus respiratorius, latihan,
emosi, dan polutan lingkungan dapat mencetuskan serangan. Beberapa agens
farmakologi, seperti aspirin dan agens anti inflamasi nonsteroid lain, pewarna
rambut, antagonis bête adrenergic, dan agens sulfit ( pengawet makanan)
juga mungkin menjadi factor. Serangan asma idiopatik/ nonalergik menjadio
lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat
berkembang menjadi bronchitis kronis dan emfisema.
3. Asma gabungan, adalah bentuk asma yang paling umum. Asma ini
mempunyai karakteristik dari bentuk alergik maupun bentuk idiopatik/
nonalergik (Brunner & Suddart, 2018)

C. Penyebab
1. Faktor Ekstrinsik (asma imunologik / asma alergi)
- Reaksi antigen-antibodi
- Inhalasi alergen (debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang)
2. Faktor Intrinsik (asma non imunologi / asma non alergi)
- Infeksi : parainfluenza virus, pneumonia, mycoplasmal
- Fisik : cuaca dingin, perubahan temperatur
- Iritan : kimia
- Polusi udara : CO, asap rokok, parfum
- Emosional : takut, cemas dan tegang
- Aktivitas yang berlebihan juga dapat menjadi faktor pencetus.
D. TANDA DAN GEJALA

1. Stadium dini

- Faktor hipersekresi yang lebih menonjol


a. Batuk dengan dahak bisa dengan maupun tanpa pilek
b. Rochi basah halus pada serangan kedua atau ketiga, sifatnya hilang timbul
c. Whezing belum ada
d. Belum ada kelainan bentuk thorak
e. Ada peningkatan eosinofil darah dan IG E
f. BGA belum patologis

- Faktor spasme bronchiolus dan edema yang lebih dominan


a. Timbul sesak napas dengan atau tanpa sputum
b. Whezing
c. Ronchi basah bila terdapat hipersekresi
d. Penurunan tekanan parsial O2

2. Stadium lanjut/kronik
a. Batuk, ronchi
b. Sesak nafas berat dan dada seolah –olah tertekan
c. Dahak lengket dan sulit untuk dikeluarkan
d. Suara nafas melemah bahkan tak terdengar (silent Chest)
e. Thorak seperti barel chest
f. Tampak tarikan otot sternokleidomastoideus
g. Sianosis
h. BGA Pa O2 kurang dari 80%
i. Ro paru terdapat peningkatan gambaran bronchovaskuler kanan dan kiri
j. Hipokapnea dan alkalosis bahkan asidosis respiratorik
Tanda Dan Gejala Umum :

a. Bising mengi (wheezing) yang terdengar dengan/tanpa stetoskop

b. Batuk produktif, sering pada malam hari

c. Nafas atau dada seperti tertekan, ekspirasi memanjang (Almazini, 2012)

E. PATOFISIOLOGI
Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang
menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas
bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma
tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi
mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal
dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan
antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast
yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan
bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang
tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel
mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat,
diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan
leukotrient), factor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari
semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding bronkhioulus
kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme
otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi
sangat meningkat.
Pada asma , diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada
selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa
menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian,
maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang
menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma
biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali
melakukan ekspirasi.
Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume
residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran
mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest
(Brunner & Suddart, 2018)

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan sputum
Pada pemeriksaan sputum ditemukan :
a. Kristal –kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal
eosinofil.
b. Terdapatnya Spiral Curschman, yakni spiral yang merupakan silinder sel-sel
cabang-cabang bronkus
c. Terdapatnya Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus
d. Terdapatnya neutrofil eosinofil
2. Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah yang rutin diharapkan eosinofil meninggi, sedangkan
leukosit dapat meninggi atau normal, walaupun terdapat komplikasi asma
a. Gas analisa darah
Terdapat hasil aliran darah yang variabel, akan tetapi bila terdapat
peninggian PaCO2 maupun penurunan pH menunjukkan prognosis yang
buruk
b. Kadang –kadang pada darah terdapat SGOT dan LDH yang meninggi
c. Hiponatremi 15.000/mm3 menandakan terdapat infeksi
d. Pada pemeriksaan faktor alergi terdapat IgE yang meninggi pada waktu
seranggan, dan menurun pada waktu penderita bebas dari serangan.
e. Pemeriksaan tes kulit untuk mencari faktor alergi dengan berbagai
alergennya dapat menimbulkan reaksi yang positif pada tipe asma atopik.
3. Foto rontgen
Pada umumnya, pemeriksaan foto rontgen pada asma normal. Pada serangan
asma, gambaran ini menunjukkan hiperinflasi paru berupa rradiolusen yang
bertambah, dan pelebaran rongga interkostal serta diagfragma yang menurun.
Akan tetapi bila terdapat komplikasi, kelainan yang terjadi adalah:
a. Bila disertai dengan bronkhitis, bercakan hilus akan bertambah
b. Bila terdapat komplikasi emfisema (COPD) menimbulkan gambaran yang
bertambah.
c. Bila terdapat komplikasi pneumonia maka terdapat gambaran infiltrat pada
paru.
4. Pemeriksaan faal paru
a. Bila FEV1 lebih kecil dari 40%, 2/3 penderita menujukkan penurunan
tekanan sistolenya dan bila lebih rendah dari 20%, seluruh pasien
menunjukkan penurunan tekanan sistolik.
b. Terjadi penambahan volume paru yang meliputi RV hampi terjadi pada
seluruh asma, FRC selalu menurun, sedangan penurunan TRC sering
terjadi pada asma yang berat.
5. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi selama terjadi serangan asma dapat dibagi atas
tiga bagian dan disesuaikan dengan gambaran emfisema paru, yakni :
a. Perubahan aksis jantung pada umumnya terjadi deviasi aksis ke kanan dan
rotasi searah jarum jam
b. Terdapatnya tanda-tanda hipertrofi jantung, yakni tedapat RBBB
c. Tanda-tanda hipoksemia yakni terdapat sinus takikardi, SVES, dan VES
atau terjadinya relatif ST depresi.

G. PENATALAKSANAAN MEDIS

Pengobatan asthma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non


farmakologik dan pengobatan farmakologik.

1. Penobatan non farmakologik


a. Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang
penyakit asthma sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-faktor
pencetus, serta menggunakan obat secara benar dan berkonsoltasi pada tim
kesehatan.
b. Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang ada
pada lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi
faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan yang cukup bagi klien.
c. Fisioterapi
Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini
dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada.
2. Pengobatan farmakologik
a. Agonis beta
Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan jarak
antara semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang termasuk obat
ini adalah metaproterenol ( Alupent, metrapel ).
b. Metil Xantin
Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini diberikan
bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pada
orang dewasa diberikan 125-200 mg empatkali sehari.
c. Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik,
harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol
( beclometason dipropinate ) dengan disis 800 empat kali semprot tiap
hari. Karena pemberian steroid yang lama mempunyai efek samping maka
yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.
d. Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak .
Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.
e. Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari.
Keuntunganya dapat diberikan secara oral.
f. Iprutropioum bromide (Atroven)
Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan
bersifat bronkodilator.

3. Pengobatan selama serangan status asthmatikus


a. Infus RL : D5 = 3 : 1 tiap 24 jam
b. Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul
c. Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20 menit
dilanjutka drip Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit) dengan dosis 20
mg/kg bb/24 jam.
d. Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.
e. Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena.
f. Antibiotik spektrum luas

H. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Primer Asma
a. Airway
- Peningkatan sekresi pernafasan
- Bunyi nafas krekles, ronchi, weezing
b. Breathing
- Distress pernafasan : pernafasan cuping hidung, takipneu/bradipneu,
retraksi.
- Menggunakan otot aksesoris pernafasan
- Kesulitan bernafas : diaforesis, sianosis
c. Circulation
- Penurunan curah jantung : gelisah, latergi, takikardi
- Sakit kepala
- Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah
- Papiledema
- Urin output meurun

d. Dissability
Mengetahui kondisi umum dengan pemeriksaan cepat status umum dan
neurologi dengan memeriksa atau cek kesadaran, reaksi pupil.

2. Pengkajian Sekunder Asma


a. Anamnesis
Anamnesis pada penderita asma sangat penting, berguna untuk
mengumpulkan berbagai informasi yang diperlukan untuk menyusun
strategi pengobatan. Gejala asma sangat bervariasi baik antar individu
maupun pada diri individu itu sendiri (pada saat berbeda), dari tidak ada
gejala sama sekali sampai kepada sesak yang hebat yang disertai gangguan
kesadaran. Keluhan dan gejala tergantung berat ringannya pada waktu
serangan. Pada serangan asma bronkial yang ringan dan tanpa adanya
komplikasi, keluhan dan gejala tak ada yang khas. Keluhan yang paling
umum ialah : Napas berbunyi, Sesak, Batuk, yang timbul secara tiba-tiba
dan dapat hilang segera dengan spontan atau dengan pengobatan,
meskipun ada yang berlangsung terus untuk waktu yang lama.
b. Pemeriksaan Fisik
Berguna selain untuk menemukan tanda-tanda fisik yang mendukung
diagnosis asma dan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain, juga
berguna untuk mengetahui penyakit yang mungkin menyertai asma,
meliputi pemeriksaan :
1) Status kesehatan umum
Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah, kelemahan
suara bicara, tekanan darah nadi, frekuensi pernapasan yang
meningkatan, penggunaan otot-otot pembantu pernapasan sianosis
batuk dengan lendir dan posisi istirahat klien.
2) Integumen
Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi,
turgor kulit, kelembapan, mengelupas atau bersisik, perdarahan,
pruritus, ensim, serta adanya bekas atau tanda urtikaria atau dermatitis
pada rambut di kaji warna rambut, kelembaban dan kusam.
3) Thorak
a) Inspeksi
Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan kesemetrisan adanya
peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot-otot Interkostalis,
sifat dan irama pernafasan serta frekwensi peranfasan.
b) Palpasi.
Pada palpasi di kaji tentang kosimetrisan, ekspansi dan taktil
fremitus.
c) Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan
diafragma menjadi datar dan rendah.
d) Auskultasi.
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan expirasi
lebih dari 4 detik atau lebih dari 3x inspirasi, dengan bunyi
pernafasan dan Wheezing.
4) Sistem pernafasan
a) Batuk mula-mula kering tidak produktif kemudian makin keras dan
seterusnya menjadi produktif yang mula-mula encer kemudian
menjadi kental. Warna dahak jernih atau putih tetapi juga bisa
kekuningan atau kehijauan terutama kalau terjadi infeksi sekunder.
b) Frekuensi pernapasan meningkat
c) Otot-otot bantu pernapasan hipertrofi.
d) Bunyi pernapasan mungkin melemah dengan ekspirasi yang
memanjang disertai ronchi kering dan wheezing.
e) Ekspirasi lebih daripada 4 detik atau 3x lebih panjang daripada
inspirasi bahkan mungkin lebih.
f) Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
1. Hiperinflasi paru yang terlihat dengan peningkatan diameter
anteroposterior rongga dada yang pada perkusi terdengar
hipersonor.
2. Pernapasan makin cepat dan susah, ditandai dengan pengaktifan
otot-otot bantu napas (antar iga, sternokleidomastoideus),
sehingga tampak retraksi suprasternal, supraclavikula dan sela
iga serta pernapasan cuping hidung.
g) Pada keadaan yang lebih berat dapat ditemukan pernapasan cepat
dan dangkal dengan bunyi pernapasan dan wheezing tidak
terdengar(silent chest), sianosis.
5) Sistem kardiovaskuler
a) Tekanan darah meningkat, nadi juga meningkat
b) Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
1. Takhikardi makin hebat disertai dehidrasi.
2. Timbul Pulsus paradoksusdimana terjadi penurunan tekanan
darah sistolik lebih dari 10 mmHg pada waktu inspirasi.
Normal tidak lebih daripada 5 mmHg, pada asma yang berat
bisa sampai 10 mmHg atau lebih.
c) Pada keadaan yang lebih berat tekanan darah menurun, gangguan
irama jantung.

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa yang mungkin muncul dalam kasus asma adalah :


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
2. Intoleransi aktivitas
3. Nyeri akut
4. Pola nafas tidak efektif
J. INTERVENSI
Diagnosa Ket
No Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)
Keperawatan

1 Bersihan jalan nafas SLKI : bersihan jalan jalan nafas SIKI: Bersihan jalan nafas tidak efektif
tidak efektif tidak efektif Intervensi Utama
berhubungan dengan Luaran Utama Label: Manajemen jalan nafas
benda asing dalam jalan Label : Bersihan jalan nafas Observasi:
nafas ditandai dengan setelah dilakukan intervensi 1) Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman,
sputum yang selama ..x..24jam, diharapkan usaha nafas)
berlebihan. bersihan jalan nafas meningkat 2) Monitor bunyi nafas tambahan (mis.
dengan kriteria hasil: Gurgling, mengi wheezing, ronkhi kering)
- batuk efektif meningkat 3) Monitor sputum (jumlah warna aroma)
- produksi sputum menurun Terapeutik:
- mengi, wheezing menurun 1) Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan
- meconium meurun head tilt chin lift (jawthrust jika curiga
- Dispneaa meurun trauma servical)
- ortopnea menurun 2) Posisikan semifowler/fowlee
- sulit bicara menurun 3) Berikan minum hangat
4) Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
5) Lakukan penghisapan lender kurang dari
15 detik
6) Lakukan hiperoksigenasi sebelum
penghisapan endotrakeal
7) Keluarkan sumbatan benda padat dengan
forsep mcgill
8) Berikan oksigen bila perlu
Edukasi:
1) njurkan asupan 2000ml perhari, jika tidak
kontraindikasi
2) Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu

2. Intoleransi aktivitas (SLKI) : Intoleransi aktivitas SIKI: Intoleransi aktivitas


berhubungan dengan Luaran Utama Intervensi Utama
kelemahan ditandai Label : toleransi aktivitas Label: Terapi aktivitas
dengan mengeluh lelah. setelah dilakukan intervensi Observasi:
selama ..x..24jam, diharapkan 1) Observasi identifikasi deficit tingkat
toleransi aktivitas meningkat aktivitas
meningkat dengan kriteria hasil: 2) Indentifikasi aktivitas dalam aktivitas
- Frekuensi nadi meningkat tertentu
- Saturasi oksigen meningkat 3) Identifikasi sumber daya untuk aktivitas
- Kemudahan dalam yang diinginkan
melakukan aktivitas sehari- Terapeutik
hari meningkat 1) Fasilitasi memilih aktivitas dan tetapkan
- Keluhan lelah menurun tujuan aktivitas yang konsisten sesuai
- Dyspnea saat melakukan kemampuan fisik, psikologis, dan social
aktivitas menurun 2) Kordinasikan pemilihan aktivitas sesuai
- Dyspnea setelah aktivitas usia
menurun 3) Fasilitasi pasien dan keluarga dalam
- Perasaan lemah menurun menyesuaikan lingkungan untuk
- Warna kulit membaik mengakomodasi aktivitas yang dipilih
- Tekanan darah membaik 4) Fasilitai aktivitas fisik rutin (mis.
- Frekuensi napas membaik Ambulasi, mobilisasi, dan perawatan diri
5) Fasilitasi aktivitas motoric untuk
merelaksasi otot
6) Libatkan keluarga dalam aktivitas jika
perlu
7) Jadwalkan aktivitas dalam rutinitas
sehari-hari
Edukasi:
1) Jelaskan metode aktivitas fisik sehari-
hari jika perlu
2) Ajarkan cara melakukan aktivitas yang
dipilih
Kolaborasi:
1) Kolaborasi dengan terapis ukupasi dalam
mrencanakan dan memonitor program
aktivitas
Rujuk pada pusat atau program aktivitas
komunitas, jika perlu

3. Nyeri akut berhubungan (SLKI) : Nyeri Akut SIKI: Nyeri Akut


dengan agen pencedera Luaran Utama Intervensi Utama
fisiologis ditandai
dengan mengeluh nyeri. Label : Tingkat Nyeri Label: Manajemen Nyeri
setelah dilakukan intervensi Observasi:
selama ..x..24jam, diharapkan pola 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
napas membaik dengan kriteria frekuensi, kualitas, intensitas nyeri.

hasil: 2. Identifikasi skala nyeri

- Keluhan nyeri menurun 3. Identifikasi respon nyeri non verbal

- Meringis menurun 4. Identifikasi factor yang memperberat dan

- Sikap protektif menurun memperingan nyeri

- Kesulitan tidur menurun 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang

- Frekuensi nadi membaik nyeri


6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon
nyeri
7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
8. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang
sudah diberikan
9. Monitor efek saming penggunaan analgetik
Terapeutik :
1. Berikan teknik non farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis,
akupresure, terapi music, biofeedback, terapi
pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat atau dingin, terapi bermain)
2. Control lingkungan yang memperberat rasa nyeri
(mis. Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri.
Edukasi :
1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik non farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

4. Pola nafas tidak efektif (SLKI) : Pola nafas tidak efektif SIKI: Polanafas tidak efektif
berhubungan dengan Luaran Utama Intervensi Utama
hambatan upaya napas Label : Pola napas Label: Manajemen jalan nafas
yang ditandai dengan setelah dilakukan intervensi Observasi:
penggunaan otot bantu selama ..x..24 jam, diharapkan pola 1) Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman,
pernapasan. napas membaik dengan kriteria usaha nafas)
hasil: 2) Monitor bunyi nafas tambahan (mis.
- Ventilasi semenit meningakat Gurgling, mengi wheezing, ronkhi kering)
- Kapasitas vital meningkat 3) Monitor sputum (jumlah warna aroma)
- Dispnea menurun Terapeutik:
- Penggunakan otot bantu nafas 1) Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan
menurun head tilt chin lift ( jawthrust jika curiga
- Pemanjangan fase ekspirasi trauma servical)
menurun 2) Posisikan semifowler/fowlee
- Pernapasan cuping hidung 3) Berikan minum hangat
menurun 4) Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
5) Lakukan penghisapan lender kurang dari
15 detik
6) Lakukan hiperoksigenasi sebelum
penghisapan endotrakeal
7) Keluarkan sumbatan benda padat dengan
forsep mcgill
8) Berikan oksigen bila perlu
Edukasi:
1) njurkan asupan 2000ml perhari, jika tidak
kontraindikasi
2) Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu
K. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Dilakukan sesuai dengan intervensi dan diagnosa dari pasien tersebut.

L. EVALUASI
Evaluasi dibagi menjadi dua evaluasi formatif dan evaluasi sumatif, dimana
evaluasi formatif digunakan dibagaian implementasi dan tidak menyeluruh
sedangkan evaluasi sumatif diginakan dibagian evaluasi dan bersifat menyeluruh
dalam mengevaluasi pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Almazini, 2012. Bronchial thermoplasty. Pilihan terapi baru untuk asma berat.
Jakarta: FKUI

Brunner & Suddarth,.2018.Buku ajaran keperawatan medikal bedah edisi


12.Jakarta:EG

Depkes R.I. 2009. Pedoman pengendalian penyakit asma.

GINA (Global Initiative for Asthma). 2006. Pocket Guide for Asthma
Management and Prevension In Children . www. Ginaasthma.org.

Hadibroto, Iwan & Syamsir Alam. 2006. Asma. Jakarta: Penerbit PT Gramedia
Pustaka Utama

Notoatmojo,Soekidjo. 2012 . ”Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta : Rineka


Cipta.
Nugroho, Taufan dkk. 2016. Teori Asuhan Keperawatan Gawat Darurat.
Yogyakarta: Nuha Medika

Nur Arif Amin H dkk. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC NOC. Yogyakarta: Mediaction

SDKI 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator


Diagnostik 2016. Tim Pokja SDKI DPP PPNI.

SIKI 2016. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan Tindakan


Keperawatan 2018. Tim Pokja SIKI DPP PPNI.

SLKI 2016. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan 2018. Tim Pokja SLKI DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai