Anda di halaman 1dari 9

A.

PENGERTIAN
Asma atau RAD (Reactive Air-way Disease) adalah gangguan inflamasi kronik
jalan nafas yang melibatkan berbagai sel inflamasi. Dasar penyakit ini adalah
hiperaktivitas bronkus dalam berbagai tingkat, obstruksi jalan nafas dan gejala
pernafasan (mengi dan gerak). Obstruksi jalan nafas umumnya bersifat reversible, namun
dapat menjadi kurang reversible bahkan relatif non reversible tergantung berat dan
lamanya penyakit.
Asma adalah penyakit pernapasan obstruktif yang ditandai oleh spasme akut otot
polos bronkiolus. Hal ini menyebabkan obstruksi aliran udara dan penurunan ventilasi
alveolus.
Asma timbul pada orang-orang tertentu yang secara agresif berespon terhadap
mediator-mediator peradangan atau iritan alergi. Faktor resiko adalah riwayat asma pada
keluarga, yang mengisyaratkan adanya kecenderungan genetik mengalami
bronkospasme.
Orang dewasa dapat menderita asma tanpa riwayat asma pada masa anak-anak.
Tercetusnya asma pada orang dewasa mungkin berkaitan dengan semakin parahnya
alergi yang sudah ada. Infeksi saluran napas atas yang berulang-ulang juga dapat
mencetuskan asma pada orang dewasa, demikian juga pajanan debu dan iritan
lingkungan kerja.

B. ETIOLOGI
Penyakit asma selalu dihubungkan dengan bronkospasme yang reversibel sebagai
faktor pencetusnya adalah:
a. Faktor ekstrinsik
Reaksi antigen-antibodi: karena inhalasi alergen seperti: debu, serbuk, bulu binatang,
makanan
b. Faktor intrinsik
 Infeksi :
 Virus yang menyebabkan ialah para influenza virus, respiratory syncytial
virus (RSV)
 Bakteri, misalnya Pertusis dan Streptokokus
 Jamur, misalnya Aspergillus
 Cuaca :perubahan tekanan udara, suhu udara, angin dan kelembaban
dihubungkan dengan percepatan
 Iritan bahan kimia, minyak wangi, asap rokok, polutan udara
 Emosional : takut, cemas dan tegang
 Aktifitas yang berlebihan, misalnya berlari

C. TANDA DAN GEJALA


Gejala yang timbul biasanya berhubungan dengan beratnya derajat hiperaktivitas
bronkus. Obstruksi jalan nafas dapat reversibel secara spontan maupun dengan
pengobatan. Gejala-gejala asma antara lain:
a. Bising mengi (wheezing) yang terdengar dengan atau tanpa stetoskop
b. Batuk produktif, sering pada malam hari
c. Nafas atau dada seperti tertekan
d. Dipsnea berat
e. Retraksi dada
f. Napas cuping hidung
g. Pernapasan yang dangkal dan cepat
h. Selama serangan asma, udara terperangkap karena spasme dan mukus memperlambat
ekspirasi. Hal ini menyebabkan waktu menghembuskan udara menjadi lebih lama.
i. Gejalanya bersifat paroksismal, yaitu membaik pada siang hari dan memburuk pada
malam hari.

D. PERTIMBANGAN GERONTOLOGI
Penurunan secara bertahap dalam fungsi pernapasan yang dimiliki pada masa
dewasa pertengahan dan mempengaruhi struktur juga fungsi pernapasan. Selama penuaan
(40 tahun dan lebih tua), perubahan yang terjadi dalam alveoli mengurangi area
permukaan yang tersedia untuk pertukaran oksigen dan karbondioksida. Pada usia sekitar
50 tahun, alveoli mulai kehilangan elastisitasnya. Penebalan kelenjar bronkial juga
meningkat sejalan dengan pertambahan usia. Kapasitas vital paru mencapai tingkat
maksimal pada usia 20-25 tahun dan menurun setelah sepanjang kehidupan. Penurunan
kapasitas vital paru terjadi sejalan dengan kehilangan mobilitas dada, dengan demikian
membatasi aliran tidal udara. Perubahan ini mengakibatkan penurunan usia kapasitas
difusi oksigen sejalan dengan peningkatan usia menghasilkan oksigen erndah dalam
sirkulasi arteri.
Meskipun terjadi perubahan ini tidak adanya penyakit pulmonal kronis, lansia
tetap dapat melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari, tetapi mungkin mengalami
pengurangan toleransi terhadap aktivitas yang berkepanjangan atau olahraga yang
berlebihan dan mungkin membutuhkan istirahat setelah melakukan aktivitas yang lama
dan berat.

E. PATOFISIOLOGI
Seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah
antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi
bila reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada
sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus
dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut
meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan
menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat
anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik
eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan
menghasilkan edema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang
kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga
menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.
Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada
selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan
bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan
selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat
terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi
dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan
dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat
selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini
bisa menyebabkan barrel chest.
F. KOMPLIKASI
a. Pneumomediastinum
b. Emfisema subkutis
c. Aspergilosis
d. Bronkopulmonal alergik
e. Gagal nafas
f. Bronkhitis kronik, bronkhiolus
g. Ateletaksis : lobari segmental karena obstruksi bronchus oleh lender
h. Pneumo thoraks
Kerja pernapasan meningkat, kebutuhan O2 meningkat. Orang asma tidak sanggup
memenuhi kebutuhan O2 yang sangat tinggi yang dibutuhkan untuk bernapas
melawan spasme bronkhiolus, pembengkakan bronkhiolus, dan mukus yang kental.
Situasi ini dapat menimbulkan pneumothoraks akibat besarnya tekanan untuk
melakukan ventilasi
i. Kematian

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
 Uji prick tes
 Uji fungsi paru
 Tes tantangan metakolin atau histamine
 Analisa gas darah: PaCO2 > 40 mmHg
 PaO2 > 70 mmHg
 Pemeriksaan laboratorium.
a. Pemeriksaan sputum. Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:

 Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal


eosinofil.
 Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari
cabang bronkus.
 Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
 Netrofil dan eosinofil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat
mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
b. Pemeriksaan darah.

 Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
 Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
 Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3
dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.
 Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada
waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.

 Pemeriksaan Radiologi

Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan
peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat
komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:

a. Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.


b. Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan
semakin bertambah.
c. Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru.
d. Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
e. Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium, maka
dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.

 Pemeriksaan tes kulit Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen
yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.

 Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3
bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu :

a. Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock
wise rotation.
b. Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right
bundle branch block).
c. Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES atau
terjadinya depresi segmen ST negative.

 Scanning Paru Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi
udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
 Spirometri

Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat dan
sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator.
Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator aerosol
(inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak
lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator
lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis
tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita
tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.

H. PENATALAKSANAAN

 Pengobatan farmakologik :

a. Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2 golongan :

1) Simtomatik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin). Nama obat :

 Orsiprenalin (Alupent)
 Fenoterol (berotec)
 Terbutalin (bricasma)
Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet,
sirup,suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan: MDI (Metered dose
inhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang dihirup (Ventolin
Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan broncodilator (Alupent,
Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh alat khusus diubah menjadi
aerosol (partikel-partikel yang sangat halus ) untuk selanjutnya dihirup.

2) Santin (teofilin) Nama obat :

 Aminofilin (Amicam supp)


 Aminofilin (Euphilin Retard)
 Teofilin (Amilex)

Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi


cara kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya
saling memperkuat. Cara pemakaian : Bentuk suntikan teofillin / aminofilin
dipakai pada serangan asma akut, dan disuntikan perlahan-lahan langsung ke
pembuluh darah. Karena sering merangsang lambung bentuk tablet atau
sirupnya sebaiknya diminum sesudah makan. Itulah sebabnya penderita yang
mempunyai sakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini.
Teofilin ada juga dalam bentuk supositoria yang cara pemakaiannya
dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini digunakan jika penderita karena
sesuatu hal tidak dapat minum teofilin (misalnya muntah atau lambungnya
kering).

b. Kromalin

Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan


asma. Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama anak-anak.
Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain, dan
efeknya baru terlihat setelah pemakaian satu bulan.

c. Ketolifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya
diberikan dengan dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungnan obat ini adalah dapat
diberika secara oral.

 Pengobatan non farmakologik:

a. Memberikan penyuluhan.
b. Menghindari faktor pencetus.
c. Pemberian cairan.
d. Fisiotherapy.
e. Beri O2 bila perlu.
DAFTAR PUSTAKA
 Pearce C. Evalin. Anatomi Fisiologi Untuk Paramedis. PT. Gramedia. Jakarta. 1981
 Masjoer Arif. dkk. Kapita Salekta Kedokteran. Jakarta. Media Aesculapius. 2001
 Corwin J. Elizabeth buku saku Patofisiologi. 2001, Jakarta. EGC.

Anda mungkin juga menyukai