Disusun oleh
Herlin Tri Seilaningsih
FAKULTAS KEDOKTERAN
Pembimbing
Dr. Mahfuzah, M. Sp.KK
Infeksi Jamur
Infeksi jamur umumnya ringan dan sering terjadi pada lapisan luar kulit, kuku, dan
rambut. Jamur yang sering menyebabkan infeksi termasuk dermatofitosis (mis; tinea),
ragi/yeast (mis; kandida) dan jamur kapang/molds.
Gejala dan tampilan infeksi tergantungpada jenis jamur penyebab dan bagian tubuh
terinfeksi. Beberapa tampak kemerahan , bersisik, dan gatal, sementara yang lain tampak
seperti kulit yang kering.
Pada beberapa kasus, infeksi jamur dapat mengenai lapisan kulit lebih yang lebih
dalam atau seluruh tubuh, terutama pada pasien dengan gangguan sistem imun.
Tinea cruris Jock itch/ Groin Ring worm/ Gatal, kemerahan pada daerah
kurap yang terinfeksi/ pangkal paha
dan sekitarnya
KETOCONAZOLE
2. Farmakologi
Ketoconazole adalah suatu derivat imidazole-dioxolane sintetis yang memiliki
aktivitas antimikotik yang poten terhadap dermatofit dan ragi, misalnya Tricophyton
Sp, Epidermophyton floccosum, Pityrosporum Sp, Candida Sp. Ketoconazole bekerja
dengan menghambat enzim sitokrom jamur sehingga mengganggu sintesis
ergosterol yang merupakan komponen penting dari membran sel jamur.
3. Indikasi
a. Infeksi pada kulit, rambut dan kuku (kecuali kuku kaki) yang disebabkan oleh
dermatofit dan atau ragi (dermatofitosis, onikomikosis, Candida perionixis,
pitiriasis versikolor, pitiriasis kapitis, infeksi pitirosporum, folikulitis, kandidosis
kronik mukokutan), bila infeksi ini tidak dapat diobati secara topikal karena
tempat lesi tidak di permukaan kulit atau kegagalan pada terapi topikal.
b. Infeksi ragi pada rongga pencernaan.
c. Kandidosis vagina kronik dan kandidosis rekuren.
d. Infeksi mikosis sistemik seperti kandidosis sistemik, parakokidioidomikosis,
histoplasmosis, kokidioidomikosis, blastomikosis.
e. Pengobatan profilaksis pada pasien yang mekanisme pertahanan tubuhnya
menurun (keturunan, disebabkan penyakit atau obat) yang berhubungan dengan
meningkatnya risiko infeksi jamur.
f. Ketoconazole tidak berpenetrasi dengan baik ke dalam susunan saraf pusat. Oleh
karena itu meningitis jamur jangan diobati dengan ketoconazole oral.
4. Kontraindikasi
a. Penderita penyakit hati akut atau kronik.
b. Hipersensitif terhadap ketoconazole atau salah satu komponen obat ini.
c. Pada pemberian peroral, ketokonazole tidak boleh diberikan bersama-sama
dengan terfenadine, astemizole, cisapride dan triazolam.
d. Wanita hamil.
5. Dosis
Pengobatan kuratif :
Dewasa
Infeksi kulit, gastrointestinal dan sistemik : 1 tablet (200 mg) sekali sehari pada
waktu makan. Apabila tidak ada reaksi dengan dosis ini, dosis ditingkatkan
menjadi 2 tablet (400 mg sehari).
Kandidosis vagina : 2 tablet (400 mg) sekali sehari pada waktu makan.
Anak-anak
Tidak boleh digunakan untuk anak di bawah umur 2 tahun.
Anak dengan berat badan kurang dari 15 kg : 20 mg 3 kali sehari pada waktu
makan.
Anak dengan berat badan 15-30 kg : 100 mg sekali sehari pada waktu makan.
Anak dengan berat badan lebih dari 30 kg : sama dengan dewasa.
Pada umumnya dosis diteruskan tanpa interupsi sampai minimal 1 minggu setelah
semua gejala hilang dan sampai kultur pada media menjadi negatif.
Pengobatan profilaksis :
1 tablet (200 mg) sekali sehari pada waktu makan.
Lama pengobatan :
Kandidosis vagina : 5 hari
Mikosis pada kulit yang disebabkan oleh dermatofit : kurang lebih 4 minggu.
Pitiriasis versikolor : 10 hari. • Mikosis mulut dan kulit yang disebabkan oleh
kandida : 2 - 3 minggu
Infeksi jamur pada rambut : 1-2 bulan
Infeksi jamur pada kuku : 3-6 bulan, bila belum ada perbaikan dapat dilanjutkan
hingga 12 bulan. Lama terapi dipengaruhi juga dengan kecepatan pertumbuhan
kuku, sampai kuku yang terinfeksi digantikan oleh kuku yang normal.
Kandidosis sistemik : 1-2 bulan
Parakokidioidomikosis, histoplasmosis, kokidioidomikosis : lama pengobatan
optimum 2-6 bulan.
6. Efek samping
a. Dispepsia, mual, sakit perut dan diare.
b. Sakit kepala, peningkatan enzim hati yang reversibel, gangguan haid, pusing,
parestesia dan reaksi alergi.
c. Trombositopenia, alopesia, peningkatan tekanan intrakranial yang reversibel
(seperti edema papil, “bulging fontanel“ pada bayi).
d. Impotensi (sangat jarang).
e. Ginekomastia dan oligospermia yang reversibel bila dosis yang diberikan lebih
tinggi dari dosis terapi yang dianjurkan.
f. Hepatitis (kemungkinan besar idiosinkrasi) jarang terjadi (ditemukan pada
1/12.000 penderita)
g. Reversibel apabila pengobatan dihentikan pada waktunya.
7. Over dosis
Tidak ada tindakan yang khusus yang harus diberikan. Hanya tindakan suportif yang
perlu dilakukan seperti bilas lambung.
10. Lain-Lain
Penyimpanan:
Simpan pada temperatur 15 – 30°C, hindarkan dari kelembaban.
Referensi
MIMS Indonesia, 2011/2012. Petunjuk Konsultasi. Edisi 11. PT Bhuana Ilmu Poluler :
Jakarta
Nasronudin, 2009. Infeksi Jamur dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi V.
InternaPublishing: Jakarta
PT Hexpharmjaya diunduh dari: http://www.hexpharmjaya.com/page/ketoconazole.aspx
(diakses tanggal 17 Juni 2013)
Setiabudy R, 2011. Obat Jamur dalam Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Departemen
Farmakologi dan Terapeutik FKUI: Jakarta