Anda di halaman 1dari 10

SISTEM INTEGUMEN

1. Tinea Barbae ( Jenggot & Leher )

A. Defenisi

Tanda dan gejala Penderita Tinea barbae ini biasanya mengeluh rasa gatal di daerah
jenggot, jambang dan kumis, disertai rambut-rambut di daerah itu menjadi putus. Ada 2
bentuk yaitu superfisialis dan kerion.

B. Etiologi

Penyebab dari Tinea barbae yaitu virus Trichophyton sp., Microsporum sp.

C. Tanda dan gejala

Pasien biasanya mengeluh rasa gataldan pedih pada darcah yang terkena iscrtai bintik-
bintik kemerahan yang terkadang bernanah yang biasanya terjadi pada daerah dagu atau
jenggot tapi dapat mnyebar kedada dan leher Rambut daerah yang terkena menjadi
rapuh sifatnya dan tidak mengkilat, tampak reaksi radangpada folikel berupa kemerahan,
edema, ka-dang-kadang ada pustula.Pada batang dan folikel rambut terkadang tampak
organisme, tetapi jarang pada lesi yang lebih dalani. Pada keadaan kronik terlihat nanah, sel
raksasa dan infiltrasi sel-sel radang kronik.

D. Patoofisiologi
Tinea barbae disebabkan oleh jamur keratinophilic ( dermatofit ) yang bertanggung jawab
untuk paling dangkal infeksi jamur kulit . Mereka menginfeksi stratum korneum epidermis,
rambut, dan kuku. Beberapa enzim, termasuk keratinases, yang dirilis oleh dermatofit, yang
membantu mereka menyerang epidermis . Mekanisme yang menyebabkan tinea barbae
adalah mirip dengan tinea capitis. Dalam kedua penyakit, rambut dan folikel rambut diserang
oleh jamur, menghasilkan respon inflamasi. Tinea barbae disebabkan oleh dermatofita
zoofilik dan antropofilik .

Infeksi yang disebabkan oleh dermatofit zoofilik biasanya keparahan yang lebih besar
daripada yang dihasilkan oleh organisme antropofilik . Dengan demikian , dermatofit zoofilik
adalah penyebab utama dari plak kerionlike inflamasi, yang kemungkinan besar akibat dari
reaksi inang lebih intens . Pembentukan Kerion telah digambarkan sebagai akibat infeksi
Trichophyton rubrum. T rubrum, sebuah dermatofit antropofilik, dapat menyerang poros
rambut dan jaringan yang lebih dalam ( meskipun jarang ), mengakibatkan reaksi inflamasi.
Biasanya, infeksi yang melibatkan rambut yang lebih parah, karena itu, tinea barbae
disebabkan oleh dermatofit antropofilik sering memiliki jalan yang lebih parah dari tinea
corporis yang disebabkan oleh patogen yang sama.
SISTEM INTEGUMEN

2. Tinea Corporis ( Tubuh )

A. Pengertian

Tinea korporis (Tinea sirsinata, tine glabrous, sheered fleche, kurap, herpes sircine
trichophytique, ringworm of the body) merupakan dermatofitosis pada kulit berambut halus
(glaborus skin). Thine ini meliputi semua dermatofitosis-superfisialis yang tidak termasuk
bentuk tinea kapitis, babe, keuris, pedis, ermanum dan ungulum.

B. Etiologi

M. Canis, T, Tonsurans dan T. Menta grop hyter sering menyebabkan kelainan ini.

C. Tanda dan Gejala

Predileksi tinea ini adalah di daerah leher, ekstremitas dan badan, lesi dapat berupa
lesi anular bulat atau bulat lanjong, berbatas tegas karena terjadi konfluensi beberapa lesi,
pinggir lesi polisiklik dan agak meninggi. Tinea imbrikata (tokleau) mulai dengan papul
berwarna coklat, perlahan tahan membesar. Tineafavosa atau favus biasanya dimulai di
kepala sebagai titik kecil dibawah kulit yang berwarna merah kuning dan berkembang
menjadi krusta berbentuk cawan (skutula) dengan berbagai ukuran.

Bentuk lebih berat dapat berupa granuloma (granuloma majochi) dapat terjadi pada
gangguan fungsi imun selular lokal atau sistemik granuloma dapat kecil hanya disekitar folikel
rambut tetapi dapat meluat dan membentuk vegetasi, dapat terjadi pada wanita yang biasa
mencukur rambut kaki.

D. Patofisiologis
Tinea korporis menjangkit bagian muka, leher, batang tubuh dan ekstremitas, pada
bagian yang terinfeksi akan tampak lesi berbentuk cincin atau lingkaran yang khas. Varietas
hewan diketahui menyebabkan reaksi inflamasi yang hebat pada manusia karena jamur ini
normalnya tidak beradaptasi dengan kehidupan dalam tubuh hospes manusia.

Manusia tertular jamur varietas – hewan melalui kontak dengan binatang peliharaan
atau dengan subjek yang pernah bersentuhan dengan binatang.
SISTEM INTEGUMEN

3. Tinea Faciei ( Wajah )

A. Pengertian
Tinea fasialis (tinea faciei) adalah suatu dermatofitosis superfisial yang terbataspada
kulit yang tidak berambut, yang terjadi pada wajah, memiliki karakteristik sebagaiplak
eritema yang melingkar dengan batas yang jelas. Pada pasien anak-anak dan wanita,infeksi
dapat terlihat pada setiap permukaan wajah, termasuk pada bibir bagian atas dandagu.
Pada pria, kondisi ini disebut juga tinea barbae karena infeksi dermatofit terjadi pada Daerah
yang berjenggot. Tinea faciei adalah infeksi dermatofita superfisial terbatas pada kulit gundul
wajah.
Pada pasien anak-anak dan wanita, infeksi dapat muncul pada permukaan wajah,
termasuk bibir atas dan dagu. Pada pria, kondisi ini dikenal sebagai tinea
barbae ketikainfeksi dermatofit daerah berjenggot terjadi.

B. Etiologi
Dermatofitosis disebabkan oleh jamur yang berasal dari genus
Microsporum,Trichophyton, dan Epidermophyton Organisme-organisme ini, yang disebut
dermatofit,adalah agen patogenik yang keratinofilik. Penyakit kulit yang disebabkan oleh
jamur superfisial golongan dermatofita, menyerang daerah kulit tak berambut pada wajah.

C. Tanda dan Gejala


Tanda-tanda khas infeksi dermatofit pada kulit gundul, mirip dengan tineacorporis,
mungkin hadir. Tanda-tanda ini termasuk annular atau serpiginous eritematosaskala patch
dengan batas aktif terdiri dari papula, vesikel, dan / atau remah.Lokasi-lokasi yang paling
umum adalah pipi, diikuti olehhidung, daerah periorbital,dagu, dan dahi. Beberapa pasien
mungkin memiliki beberapa lesi hadir dalamdaerah yang berbeda
dari yang wajah. Lihat pada gambar di bawah ini.Beberapa lesi padawajah disebabkan oleh
infeksi Microsporum canis diseorang pasien yang juga memiliki tinea capitis.eritematosa
skala lesi di pipi.
Dalam sebanyak 70% pasien dengan faciei tinea, berbagai penyakit kulit
lainnyadipertimbangkan.
 Faciei Tinea adalah yang paling sering salah didiagnosis antara entitas kulitinfeksi
jamur.
 Gambaran klinis atipikal dan presentasi penyamaran mendukungpemisahan
penyakit ini dari tinea corporis.
 Occasiona lly, tinea facieimungkin bersamaan terjadi dengan bentuk-
bentuk dermatophy infeksi te,terutama tinea capitis dan tinea corporis.
Subjektif: gatal terutama ketika berkeringat.
Objektif : tampak lesi bulat atau lonjong dengan batas tegas terdiri atas eritema, skuama,
kadang dengan vesikel atau papul di tepi. Daerah tengah terdapat central healing.
SISTEM INTEGUMEN

E. Patofisiologi
Jamur Keratinophilic, atau dermatofit, yang faciei tinea bertanggung jawab. Dermatofit
melepaskanbeberapa enzim, termasuk keratinase s, yang memungkinkanmereka untuk
menyerang stratum korneum dari epidermis. Infeksi yang disebabkan oleh dermatofit zoofilik
biasanya berhubungan denganreaksi inflamasi yang lebih parah daripadayang disebabkan
oleh jamur antropofilik.

4. Tinea Pedis ( Kaki )

A. Pengertian
Tinea pedis atau kaki atlet adalah infeksi kulit yang disebabkan oleh semacam
jamur yang disebut fungus. Jamur yang menyebabkan tinea pedis menyukai kulit yang
lembab dan hangat di antara jari kaki dan seringkali memburuk dalam cuaca panas. Tinea
pedis merupakan infeksi dermatofita pada kaki terutama mengenai sela jari dan telapak
kaki sedangkan yang terdapat pada bagian dorsal pedis dianggap sebagai tinea korporis.
Keadaan lembab dan hangat pada sela jari kaki karena bersepatu dan berkaos kaki
disertai daerah tropis yang lembab mengakibatkan pertumbuhan jamur makin subur. Efek
ini lebih nyata pada sela jari kaki keempat dan kelima, dan lokasi ini paling sering terkena.
Kenyataaannya, tinea pedis jarang ditemukan pada populasi yang tidak menggunakan
sepatu. Sinonim dari tinea pedis adalah foot ringworm, athlete foot, foot mycosis.

B. Etiologi
Jamur penyebab tinea pedis yang paling umum ialah Trichophyton rubrum (paling
sering), T.interdigitale, T.tonsurans (sering pada anak) dan Epidermophyton floccosum.
T.rubrum lazimnya menyebabkan lesi yang hiperkeratotik, kering menyerupai bentuk
sepatu sandal (mocassinlike) pada kaki; T.mentagrophyte seringkali menimbulkan lesi
yang vesikular dan lebih meradang sedangkan E.floccosum bisa menyebabkan salah
satu diantara dua pola lesi diatas.

C. Tanda dan Gejala


Tinea cenderung membentuk ruam kemerahan atau kecoklatan yang berpola
seperti cincin di sekeliling kulit normal. Infeksi ini biasanya tidak serius, tetapi dapat
merusak penampilan dan membuat rasa gatal yang tidak nyaman. Jika seseorang
memiliki sistem kekebalan tubuh lemah karena kondisi medis seperti HIV atau kanker,
infeksi jamur mungkin lebih parah.
SISTEM INTEGUMEN

Disebut juga penyakit kaki atlet (athelete’s foot), tinea pedis memengaruhi sela-sela
jari kaki sehingga terasa gatal, terbakar dan pecah-pecah. Tanpa perawatan, kaki atlet
bisa memburuk dan menyebabkan kulit mengelupas.

D. Patofisiologi
Jamur superfisial harus menghadapi beberapa kendala saat menginvasi jaringan
keratin. Jamur harus tahan terhadap efek sinar ultraviolet, variasi suhu dan kelembaban,
persaingan dengan flora normal, asam lemak fungistatik dan sphingosines yang
diproduksi oleh keratinosit. Setelah proses adheren, spora harus tumbuh dan menembus
stratum korneum dengan kecepatan lebih cepat daripada proses proses deskuamasi.
Proses penetrasi ini dilakukan melalui sekresi proteinase, lipase, dan enzim musinolitik,
yang juga memberikan nutrisi. Trauma dan maserasi juga membantu terjadinya
penetrasi. Mekanisme pertahanan baru muncul setelah lapisan epidermis yang lebih
dalam telah dicapai, termasuk kompetisi dengan zat besi oleh transferin tidak tersaturasi
dan juga penghambatan pertumbuhan jamur oleh progesteron. Di tingkat ini, derajat
peradangan sangat tergantung pada aktivasi sistem kekebalan tubuh.
Keadaan basah dan hangat dalam sepatu memainkan peran penting dalam
pertumbuhan jamur. Selain itu hiperhidrosis, akrosianosis dan maserasi sela jari
merupakan faktor predisposisi timbulnya infeksi jamur pada kulit. Sekitar 60-80% dari
seluruh penderita dengan gangguan sirkulasi (arteri dan vena) kronik akibat onikomikosis
dan/atau tinea pedis. Jamur penyebab ada di mana-mana dan sporanya tetap patogenik
selama berbulan-bulan di lingkungan sekitar manusia seperti sepatu, kolam renang,
gedung olahraga, kamar mandi dan karpet.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN GANGGUAN INTEGUMEN

Asuhan keperawatan (askep) pada klien gangguan integumen, seperti kusta,


skabies, tinea (jamur) umumnya belum ada rencana asuhan keperawatan khusus dan belum
banyak ditemukan pada buku ajar. Beberapa askep integumen yang sudah baku dan dapat
kita temukan pada beberapa literatur antara lain adalah askep luka baker dan askep
psoriasis. Sehingga askep kulit abnormal dapat digunakan sebagai acuan dalam menyusun
rencana keperawatan pada klien yang mengalami gangguan integumen, tentunya
disesuaikan dengan data yang ditemukan pada pengkajian.

A. PENGKAJIAN

Riwayat kesehatan dan observasi langsung memberikan infomasi mengenai


persepsi klien terhadap dermatosis,
SISTEM INTEGUMEN

bagaimana kelainan kulit dimulai?

apa pemicu?

apa yang meredakan atau mengurangi gejala?

masalah fisik klien?

emosional yang dialami klien?

Pengkajia fisik harrus secara lenngkap.

B. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi
barier kulit.
2. Nyeri dan rasa gatal berhubungan dengan lesi kulit.
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus.
4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak bagus.
5. Kurang pengetahuan tentang program terapi berhubungan dengan inadekuat informasi.
C. MASALAH KOLABORATIF/KOMPLIKASI

Masalah kolaboratif/komplikasi yang dapat terjadi pada klien dermatosis adalah infeksi.

D. TUJUAN INTERVENSI/IMPLEMENTASI

Tujuan askep dermatosis adalah terpeliharanya integritas kulit, meredakan gangguan rasa
nyaman: nyeri, tercapainya tidur yang nyenyak, berkembangnya sikap penerimaan terhadap
diri, diperolehnya pengetahuan tentang perawatan kulit dan tidak adanya komplikasi.

Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan fungsi barier kulit.

1. Intervensi: Lindungi kulit yang sehat dari kemungkinan maserasi (hidrasi stratum korneum
yg berlebihan) ketika memasang balutan basah.

Rasional: Maserasi pada kulit yang sehat dapat menyebabkan pecahnya kulit dan

perluasan kelainan primer.

2. Intervensi: Hilangkan kelembaban dari kulit dengan penutupan dan menghindari friksi.

Rasional: Friksi dan maserasi memainkan peranan yang penting dalam proses

terjadinya sebagian penyakit kulit.

3. Intervensi: Jaga agar terhindar dari cidera termal akibat penggunaan kompres hangat
dengansuhu terllalu tinggi & akibat cedera panas yg tidak terasa (bantalan
pemanas,radiator).

Rasional: Penderita dermatosis dapat mengalami penurunan sensitivitas terhadap


SISTEM INTEGUMEN

panas.

4. Nasihati klien untuk menggunakan kosmetik dan preparat tabir surya.

Rasional: Banyak masalah kosmetik pada hakekatnya semua kelainan malignitas

kulit dapat dikaitkan dengan kerusakan kulit kronik.

Kriteria keberhasilan implementasi.

a. Mempertahakan integritas kulit.


b. Tidak ada maserasi.
c. Tidak ada tanda-tanda cidera termal.
d. Tidak ada infeksi.
e. Memberikan obat topikal yang diprogramkan.

Nyeri dan rasa gatal berhubungan dengan lesi kulit.

1. Intervensi: Temukan penyebab nyeri/gatal

Rasional: Membantu mengidentifikasi tindakan yang tepat untuk memberikan

kenyamanan.

2. Intervensi: Catat hasil observasi secara rinci.

Rasional: Deskripsi yang akurat tentang erupsi kulit diperlukan untuk diagnosis

dan pengobatan.

3. Intervensi: Pertahankan kelembaban (+/- 60%), gunakan alat pelembab.

Rasional: Kelembaban yang rendah, kulit akan kehilangan air.

4. Intervensi: Pertahankan lingkungan dingin.

Rasional: Kesejukan mengurangi gatal.

5. Intervensi: Gunakan sabun ringan (dove)/sabun yang dibuat untuk kulit yang sensitif

Rasional: Upaya ini mencakup tidak adanya detergen, zat pewarna.

6. Intervensi: Lepaskan kelebihan pakaian/peralatan di tempat tidur

Rasional: Meningkatkan lingkungan yang sejuk.

7. Intervensi: Kompres hangat/dingin.

Rasional: Pengisatan air yang bertahap dari kasa akan menyejukkan kulit dan meredakan
pruritus.

8. Intervensi: Mengatasi kekeringan (serosis).

Rasional: Kulit yang kering meimbulkan dermatitis: redish, gatal.lepuh, eksudat.


SISTEM INTEGUMEN

9. Intervensi: Mengoleskan lotion dan krim kulit segera setelah mandi.

Rasional: Hidrasi yang cukup pada stratum korneum mencegah gangguan lapisan

barier kulit.

10. Intervensi: Menjaga agar kuku selalu terpangkas (pendek).

Rasional: Mengurangi kerusakan kulit akibat garukan

11. Intervensi: Nasihati klien untuk menghindari pemakaian salep /lotion yang dibeli tanpa
resep Dokter.

Rasional: Masalah klien dapat disebabkan oleh iritasi/sensitif karena pengobatan sendiri

Kriteria keberhasilan implementasi.

a. Mencapai peredaan gangguan rasa nyaman: nyeri/gatal.


b. Memperllihatkan tidak adanya gejala ekskoriasi kulit karena garukan.
c. Mematuhi terapi yang diprogramkan.
d. Pertahankan keadekuatan hidrasi dan lubrikasi kulit.
e. Menunjukkan kulit utuh dan penampilan kulit yang sehat .

Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus.

1. Intervensi: Nasihati klien untuk menjaga kamar tidur agar tetap memiliki ventilasi
dankelembaban yang baik.

Rasional: Udara yang kering membuat kulit terasa gatal, lingkungan yang nyaman

meningkatkan relaksasi.

2. Intervensi: Menjaga agar kulit selalu lembab.

Rasional: Tindakan ini mencegah kehilangan air, kulit yang kering dan gatal biasanya tidak dapat
disembuhkan tetapi bisa dikendalikan.

3. Intervensi: Mandi hanya diperlukan, gunakan sabun lembut, oleskan krim setelah mandi.

Rasional: memelihara kelembaban kulit

Kriteria Keberhasilan Implementasi

a. Mencapai tidur yang nyenyak.


b. Melaporkan gatal mereda.

Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak bagus.

1. Intervensi: Kaji adanya gangguan citra diri (menghindari kontak mata,ucapan


merendahkandiri sendiri.
SISTEM INTEGUMEN

Rasional: Gangguan citra diri akan menyertai setiap penyakit/keadaan yang tampak nyata bagi
klien, kesan orang terhadap dirinya berpengaruh terhadap konsep diri.

2. Intervensi: Identifikasi stadium psikososial terhadap perkembangan.

Rasional: Terdapat hubungan antara stadium perkembangan, citra diri dan reaksi serta
pemahaman klien terhadap kondisi kulitnya.

3. Intervensi: Berikan kesempatan pengungkapan perasaan.

Rasional: klien membutuhkan pengalaman didengarkan dan dipahami.

4. Intervensi: Dukung upaya klien untuk memperbaiki citra diri , spt merias, merapikan.

Rasional: membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.

5. intervensi: Mendorong sosialisasi dengan orang lain.

Rasional: membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.

Kriteria Keberhasilan Implementasi

a. Mengembangkan peningkatan kemauan untuk menerima keadaan diri.


b. Mengikuti dan turut berpartisipasi dalam tindakan perawatan diri.
c. Menguatkan kembali dukungan positif dari diri sendiri.
d. Tampak tidak meprihatinkan kondisi.

Kurang pengetahuan tentang program terapi berhubungan dengan inadekuat informasi.

1. Intervensi: Kaji apakah klien memahami dan salah mengerti tentang penyakitnya.

Rasional: memberikan data dasar untuk mengembangkan rencana penyuluhan

2. Intervensi: Jaga agar klien mendapatkan informasi yang benar, memperbaiki


kesalahankonsepsi/informasi.

Rasional: Klien harus memiliki perasaan bahwa sesuatu dapat mereka perbuat,

kebanyakan klien merasakan manfaat.

3. Intervensi: Peragakan penerapan terapi seperti, kompres basah, obat topikal.

Rasional: memungkinkan klien memperoleh cara yang tepat untuk melakukanterapi.

4. Intervensi: Dorong klien untuk mendapatkan nutrisi yang sehat.

Rasional: penampakan kulit mencerminkan kesehatan umum seseorang, perubahan pada kulit
menandakan status nutrisi yang abnormal.

Kriteria Keberhasilan Implementasi

a. Memiliki pemahaman terhadap perawatan kulit.


SISTEM INTEGUMEN

b. Mengikuti terapi dan dapat menjelaskan alasan terapi.


c. Melaksanakan mandi, pembersihan dan balutan basah sesuai program.

Memahami pentingnya nutrisi untuk ke tubuh.

Anda mungkin juga menyukai