Anda di halaman 1dari 6

I.

Dermatofitosis 
Dermatofitosis ialah mikosis superfisialis yang disebabkan oleh fungi golongan dermatofita.
Fungi ini mengeluarkan enzim kreatinase sehingga mampu mencerna keratin pada kuku,
rambut dan stratum korneum pada kulit.
II. Sejarah Dermatofitosis
Dermatofitosis telah dikenal dari zaman yunani kuno. Orang yunani menamakannya (herpes)
oleh karena bentuk kelainan merupakan lingkaran yang makin lama makin besar (ring). Orang
romawi menghubungkan kelainan ini dengan larva cacing, dan menamakannya “tinea”
perpaduan antara herpes (ring) dan tinea (worm) melahirkan istilah dalam bahasa inggris
ringworm.
Sabouraud mempelajari dermatofitosis pada tahun 1890 dan menulis buku berjudul “Les
Teigne” (1910) yang membuat seluruh hasil penelitiannya mengenai dermatofitosis selama 20
tahun. Pada tahun 1933 Emons mengelompokan penyebab dermatofitosis dalam 3 genus yaitu
Trichophyton, Microsporum, dan Epidermophyton.

III. Penyebab
Dermatofitosis disebabkan oleh fungi golongan dermatofita. Dermatofita merupakan
golongan fungi yang mempunyai sifat dapat mencerna keratin. Berdasarkan sifat
morfologinya dermatofita dikelompokan menjadi 3 genus yaitu Trichophyton, Microsporum,
dan Epidermophyton.
Dari ketiga genus tersebut diketahui sekitar 20 spesies, sebagian besar tersebar luas didunia
dan sebagian lagi penyebarannya dibatasi secara geografik. Ada enam spesies penyebab
utama dermatofitosis diIndonesia ialah Trichophyton rubrum, Trichophyton mentagrophytes,
Microsporum canis, Microsporum gypseum, Trichophyton concentricum, dan
Epidermophyton flocosum.

IV. Patologi dan Gejala Klinik


Fungi golongan dermatofita selain mengeluarkan enzim kreatinase yang mencerna keratin,
patogenitasnya juga meningkat karena produksi mannan yaitu suatu komponen dinding sel
yang bersifat imunnoinhibitory. Mannan juga mempunyai kemampuan menghambat eliminasi
jamur oleh hospes dengan menekan kerja cell mediated immunity.
Patogenitas beberapa dermatofita juga berkaitan dengan genetik misalnya Tinea unguium
dapat terjadi dalam suatu keluarga. Demikian pula dengan Tinea imbrikata yang biasanya
mengenai keturunan tertentu dan diduga mempunyai resesif factor.
Beberapa faktor dalam tubuh hospes juga berperan dalam menghambat patogenitas.
Progesteron dapat menghambat pertumbuhan fungi golongan dermatofita, karena itu insidens
dermatofitosis lebih banyak pada laki-laki. Demikian juga dengan adanya unsaturated fatty
acid pada sebum dapat menghambat pertumbuhan fungi sehingga produksi sebum pada kulit
kepala orang dewasa menurunkan insidens tinea kapitis bila dibandingkan dengan insidens
pada anak-anak.
Genus Tricophyton dan Microsporum menimbulkan kelainan pada kulit dan kuku. Genus ini
hanya mempunyai satu spesies yaitu E. floccosum. Masing-masing spesies fungi mempunyai
pilihan (afinitas) terhadap hospes tertentu.
Fungi zoofilik terutama menghinggapi binatang dan kadang-kadang menginfeksi manusia,
misalnya M.canis pada anjing, kucing, dan T.verrucosum pada sapi.
Fungi antropofilik terutama menghinggapi binatang dan kadang-kadang menginfeksi manusia,
misalnya M.audouini dan T. rubrum. Jamur geofilik adalah jamur yang hidup ditanah,
misalnya M.gypsum.
Gejala dermatofitosis terjadi karena fungi mengadakan kolonisasi pada kulit, kuku, atau
rambut. Gambaran klinis bervariasi bergantung pada lokasi kelainan, respon imun selular
penderita terhadap penyebab, serta jenis spesies. Spesies fungi antropofilik umumnya
menyebabkan kelainan yang tenang tanpa peradangan, menahun; sedangkan infeksi spesies
zoofilik dan geofilik pada manusia memberikan gambaran lebih akut dengan peradangan.
Conant et al, membagi dermatofitosis berdasarkan lokalisasi kelainan pada badan, yaitu:
Tinea kapitis, Tinea korporis, Tinea favosa, Tinea imbrikata, Tinea kruris, Tinea pedis, Tinea
unguium, dan Tinea barbae. Alasannya ialah dermatofitosis yang ditimbulkan oleh ketiga
genus tersebut menimbulkan gambaran klinis yang sama.
Pada umumnya dermatofitosis pada kulit mempunyai morfologi yang khas, yaitu kelainan
berbentuk lingkaran yang berbatas tegas oleh vesikel kecil, dengan dasar kelainan berwarna
kemerahan dan tertutup sisik. Funginya terdapat disisik-sisik tersebut dan di dinding vesikel.
Keluhan penderita ialah gatal terutama bila berkeringat.
Dermatofita menimbulkan dermatofit yaitu kelainan pada kulit berbentuk vesikel-vesikel yang
biasanya timbul ditelapak tangan dan kaki. Reaksi tersebut juga dapat dibagian tubuh lain.
Vesikel tidak mengandung fungi tetapi terasa gatal. Bila kemudian terjadi infeksi oleh kuman,
maka vesikel berubah menjadi pustul yang disertai rasa sakit.
V. Epidemiologi
Dermatofitosis cuku banyak ditemukan di Indonesia, baik pada laki-laki maupun perempuan.
Sumber infeksi diduga berasal dari orang-orang disekitar penderita (antropofilik), tanah/debu
(geofilik), dan binatang peliharaan (zoofilik). Kebersihan lingkungan dan pribadi penting
untuk mencegah infeksi. Infeksi oleh jamur antropofilik biasanya relatif tanpa peradangan,
sedangkan dermatofitosis geofilik dan zoofilik serigkali disertai peradangan.
a) Tinea Kapitis
Tinea kapitis merupakan dermatofitosis atau kurap kulit kepala dan rambut. Memiliki
sinonim, ringworm of the scalp. Infeksi ini dimulai dengan invasi kulit kepala oleh hifa, yang
kemudian menyebar ke bawah ke dinding berkeratin folikel rambut. Infeksi rambut terjadi
tepat di atas akar rambut. Hifa bertumbuh ke bawah pada bagian rambut yang tidak hidup.
Infeksi ini meinimbulkan bercak-bercak lingkaran alopesia (botak) yang kelabu dan kusam,
berskuama, dan terasa gatal. 
Penyebab dari Tinea Kapitis ialah Microsporum sp. dan Tricophyiton sp. Penyakit ini tersebar
luas baik di daerah tropik maupun subtropik, juga ditemukan di Indonesia. Seiring
bertumbuhnya rambut ke luar folikel, hifa Microsporum sp. menghasilkan rantai spora yang
membentuk selubung di sekeliling batang rambut (ektotriks). Spora-spora ini berfluoresens
kehijauan hingga keperakan ketika rambut di periksa di bawah lampu Wood (365 nm)
Patologi dan Gejala Klinis
Kelainan ini mengenai kulit dan rambut kepala dan lebih banyak terdapat pada anak. Insidens
tertinggi pada anak berumur 3-7 tahun. Infeksi Microsporum jarang terjadi pada anak yang
telah puber. Walaupun demikian jika terjadi infeksi biasanya akan sembuh spontan, hal ini
diduga karena perubahan kimiawi sebum. Berbeda dengan Microsporum, infeksi
Trichophyton walaupun lebih sering terjadi pada anak, tetapi kelompok umur remaja dan
dewasa juga dapat terinfeksi dan biasanya merupkan infeksi ringan.
1) Bentuk kerion: merupakan kelainan yang bersifat akut disertai peradanga dan pembentukan
pustul. Rambut yang terinfeksi tidak mengkilat lagi, mudah rontok dan tidak nyeri bila
dicabut. Hal ini mengakibatkan terjadinya alopesia (botak). Umumnya disebabkan oleh
infeksi fungi zoofilik atau geofilik. Pada rambut terdapat infeksi ektotriks, yakni fungi tampak
sebagai spora didalam dan terutama diluar rambut.
2) Bentuk grey patch: kelainan ini juga disebabkan oleh infeksi ektotriks spesies lain dari
Trichophyton dan Microsporum. Pada infeksi ini ada rasa gatal, alopesia yang bersisik tanpa
peradangan, rambut tidak mengkilat lagi dan patah diatas permukaan kulit. Pada tinea kapitis
yang disebabkan oleh M. canis dan M.gypseum, tampak fluoresensi hijau kekuningan bila
disinari dengan sinar ultraviolet (Wood’s light) yang berarti reaksi positif khas. M.audouini,
T. schoeleini dan T.tonsurans bereaksi positif tidak khas (tidak hijau kekuningan). Spesies
fungi lainnya memberikan reaksi Wood’s light negatif.
3) Bentuk black dot: pada kulit kepala tampak bintik-bintik hitam karena rambut patah pada
folikel. Infeksi fungi bersifat endotriks, spora terdapat didalam rambut dan memberikan hasil
negatif pada pemeriksaan dengan Wood’s light. Kelainan ini disebabkan oleh T. tonsurans,
T.violaceum dan T.schoenleini. Jarang ditemukan di Indonesia.

b) Tinea Korporis (kurap)


Dermatofitosis yang terjadi pada kulit halus dan tidak berambut, termasuk tubuh dan tungkai
(punggung, tangan,dan kaki ). Memiliki sebutan lain, diantaranya ; Dermatofitosis of the
glabrous skin, ringworm,tinea sirsinata,tinea glabrosa. Fungi penyebab tersering dari penyakit
ini ialah Trichophyton rubrum, dan Epidermophyton floccosum. Penyakit terutama terdapat di
daerah tropik, banyak terdapat di indonesia.
Patologi dan gejala klinis
Dermatofitosis kulit tak berambut sering memunculkan lesi kurap berbentuk cincin, dengan
area tengah yang jernih dan berskuama dikelilingi tepi kemerahan yang meluas dan dapat
kering atau veskular. Dermatofit tumbuh hanya di dalam jaringan berkeratin yang sudah mati,
tetapi metabolit, enzim dan antigen jamur berdifusi melalui lapisan epidermis yang variabel
sehingga menyebabkan eritema, pembentukan vesikel dan pruritus.
Kelainan pada Tinea korporis bervariasi mulai dari lesi tanpa peradangan, bentuk plekat yang
bersisik serta peradangan yang disertai pustul. Variasi tersebut tergantung pada spesies
penyebab infeksi yang disebabkan spesies dermatofita antropofilik memberikan gambaran
klinik yang khas. Pada stadium akut lesi berbentuk plakat anular dengan sisik pada bagian tepi
dan bagian tengah tampak lebih bersih. Bila sudah menahun batas sering tidak jelas dan dapat
terlihat infeksi sekunder oleh kuman karena garukan . Lesi yang disebabkan oleh spesies
dermalofita geofilik dan zoofilik seringkali disertai peradangan mulai dari vesikel dan pustul
sampai bula. Semua lesi pada tinea korporis biasanya disertai dengan gatal.
Epidemiologi 
Tinea korporis adalah dermatofitosis yang mempunyai penyebaran luas, meskipun demikian
insidens lebih banyak di derah dengan iklim lembab dan hangat (tropis). Tidak ada perbedaan
antara umur, ras atau etnis. Beberapa penyakit sistemik seperti diabetes miletus, cushing
syndrome, infeksi HIV dan immunokompromis lain merupakan faktor predisposisi. Faktor
resiko lain adalah orang yang sering kontak dengan binatang, tanah atau olahragawan.

c) Tinea Imbrikata
Tinea imbrikata adalah penyakit yang disebabkan oleh satu spesies saja yaitu T.concentricum.
Penyakit ini juga dikenal sebagai tokelau dan Dajakse schrurft yang memberikan gambaran
khas berupa lesi bersisik yang melingkar-lingkar dan gatal. Lesi bermula sebagai makula
eritematosa yang gatal, kemudian timbul skuama agak tebal terletak konsensif dengan
susunan seperti genting, lesi tambah melebar tanpa meninggalkan penyembuhan dibagian
tangahnya. Diagnosis berdasarkan gambaran klinis yang khas berupa lesi konsentris.
Patologi dan Gejala Klinis
Kelainan dapat meliputi seluruh badan kecuali kepala yang berambut, telapak tangan dan
kaki. Kelainan berupa sisik kasar yang terbentuk secara konsentris dan sisik itu terlepas di
bagian dalam lingkaran sehingga terlihat seperti susunan genteng. Pada stadium lanjut banyak
timbul pusat-pusat susunan sisik konsentris sehingga tidak terlihat lagi susunan sisik
konsentris, tetapi sisik kasar yang tidak beraturan melapisi kulit.

d) Tinea Kruris (Jock Itch)


Tinea kruris adalah dermatofitosis yang mengenai paha atas bagian tengah, daerah inguinal,
pubis, perineum dan daerah perianal. Kebanyakan infeksi ini menyerang kaum lelaki dan
muncul sebagai lesi kering dan gatal yang sering bermula di skrotum dan menyebar hingga ke
selangkangan. Memiliki sinonim, diantaranya ; Jock Itch, Ringworm of the groin, Tinea
inguinalis.
Fungi tersering yang menjadi penyebab penyakit ini ialah Tricophyton rubrum, Tricophyton
mentagophytes, dan Epidermophyton floccosum. Penyakit ini banyak terdapat di daerah tropik
dan di daerah dingin. Banyak di temukan di indonesia.
Patologi dan gejala klinis
Kelainan mengenai kulit di derah inguinal, pada bagian dalam dan perineum. Kelainannya
seperti yang telah di terangkan di bagian umum. Kelainan yang disebabkan Trichophyton
rubrum atau Epidermophyton floccosum bersifat kronik dan terdapat peradangan. Lesi hanya
tampak sebagai eritma ringan dengan daerah tepi yang tampak tidak begitu aktif. Kelainan
oleh Trichophyton mentagrophytes terlihat akut dengan peradangan, bagian tepi lesi tampak
aktif disertai Vesikel dan seringkali disertai rasa gatal yang hebat.
Epidemiologi
Tinea kruris tersebar luas terutama di daerah beriklim tropik. Penularan lebih mudah terjadi
pada lingkungan yang padat atau tempat dengan menggunakan fasilitas bersama seperti
asrama dan rumah tahanan penggunan baju yang ketat, keringat dan baju mandi yang lembab
dalam waktu yang lama merupakan faktor tumbuhnya tinea kruris. Faktor resiko lain adalah
obesitas dan diabetes melitus. Tinea kuris dapat dicegah dengan cara meningkatkan
kebersihan diri dan lingkungan.
e) Tinea pedis
Tinea pedis adalah dermatofitosis pada telapak kaki dan sela jari kaki. Tinea pedis merupakan
dermatofitosis yang paling banyak dijumpai. Memiliki nama lain (athlete’s foot – kaki atlet).
Fungi tersering yang menjadi penyebab penyakit ini ialah Tricophyton rubrum, Tricophyton
mentagophytes, dan Epidermophyton floccosum. Tinea pedis terdapat baik di daerah tropik
maupun daerah lainnya. Banyak terdapat di Indonesia.
Penyakit ini biasanya muncul sebagai infeksi kronis sela-sela jari kaki. Ragam lainnya adalah
tipe vaskular, ulsernatif, dan mokasin, dengan hiperkeratosis telapak kaki. Awalnya ada rasa
gatal diantara jari-jari kaki dan timbul vesikel – vesikel kecil yang pecah dan mengeluarkan
cairan encer. Kulit di sela – sela jari kaki mengalami maserasi dan terkelupas, serta muncul
retakan kulit yang rentan mengalami infeksi bakteri sekunder. Jika infeksi fungi menjadi
kronis, pengelupasan dan keretakan kulit merupakan manifestasi utamanya, disertai nyeri dan
pustul.
Patologi dan gejala klinis
Kelainan mengenai kulit diantara jari - jari kaki, terutama antara jari ke 3-4 dan 4-5, telapak
kaki dan bagian lateral kaki. Karena tekanan dan kelembaban maka gambar klinis khas
dermatofitosit tidak terlihat. Bila terinfeksi sekunder oleh kuman dapat timbul pustule dan
rasa nyeri. Faktor predisposisi berupa kaki yang selalu basah, baik oleh air,maupun oleh
keringat.
Epidemiologi
Tinea pedis adalah dermatofitosis yang paling umum. Prevalensi pada laki-laki lebih tinggi
dibilang perempuan. Incident meningkat sesuai dengan meningkatnya umur, dan umumnya
terjadi pascapubertas.

f) Tinea Barbae
Tinea barbae memiliki lokasi luka di bagian janggut. Penyakit ini disebabkan oleh berbagai
spesifik fungi yang zoofilik, misalnya Tricophyton verrucostom, dan Tricophyton
mentagrophytes.
Patologi dan gejala klinis
Kelainan pada kulit disertai folikulitis terdapat di daerah dagu dan dapat menyebar. Bila
disebabkan oleh fungi zoofilik, kelainan ini dapat menyebabkan semua rambut yang terinfeksi
menjadi rontok. Tinea barbae dapat sembuh tanpa pengobatan

g) Tinea unguium (onimikosis)


Tinea unguium, biasa disebut juga dengan onikomikosis. Kelainan ini disebabkan oleh fungi
dermatofita bisanya spesies Epidermophyton floccosum, Tricophyton rubrum, dan
Tricophyton mentagrophytes. Fungi tersebut menginfeksi di bagian kuku. Penyakit ini
terdapat di seluruh dunia.
Infeksi kuku dapat terjadi setelah tinea pedis yang berkepanjangan. Dengan invasi hifa, kuku
menjadi kuning, rapuh, menebal dan mudah rontok. Infeksi dapat mengenai satu atau lebih
kuku kaki atau tangan.
Patologi dan gejala klinis
Kelainan dapat mengenai satu kaku atau lebih. Permukaan kuku tidak rata atau lebih.
Permukaan kuku tidak rata. Kuku menjadi rapuh atau keras, dan kuku yang trekena dapat
terkikis. Penyembuhan penyakit ini memerlukan waktu beberapa bulan sampai satu tahun.

Daftar Pustaka
Staf Pengajar Departemen Parasitologi FKUI. 2013. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran.
Jakarta: Badan Penerbit FKUI
Jawetz. 2010. Mikrobiologi Kedokteran – Edisi 25. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Linuwih, Sri. 2016. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin - Edisi 7. Jakarta: Badan Penerbit FKUI

Anda mungkin juga menyukai