Anda di halaman 1dari 12

BAGIAN 188

INFEKSI JAMUR SUPERFISIALIS



Sekilas tentang infeksi jamur superfisialis
Spesies dermatofit terdiri dari tiga genus yaitu : Epidermophyton, Microsporum, dan Tricophyton.
Ketiganya dibagi lagi menurut tiga habitat alami ( manusia, hewan, dan tanah)
Dermatofit menginfeksi jaringan keratin yaitu kulit, rambut, dan kuku
Pemeriksaan mikroskopik, kultur, evaluasi menggunakan lampu wood dan pemeriksaan
histopatologi semuanya dapat berguna untuk menetapkan suatu dermatofitosis
Tricophyton merupakan spesies terisolasi yang umum ditemukan di Amerika Serikat
Beberapa preparat topikal (imidazol dan allylamin) dan agen oral (griseofulvin, itraconazol,
fluconazol, dan terbinafin) merupakan pilihan terapi anti jamur yang efektif untuk dermatofitosis
Tinea nigra adalah infeksi dermatofit superfisial yang menyerupai acral lentiginous melanoma
Piedra,yang terdiri dari bentuk hitam dan putih, adalah infeksi jamur superfisial asimtomatis pada
batang rambut

MIKOSIS
Mikosis terdiri dari tiga bentuk: (1) superfisial, meliputi stratum korneum, rambut, kuku, (2)
subkutaneus, meliputi dermis dan/atau jaringan subkutan dan, (3) deep/sistemik, mewakili penyebaran
organisme secara hematogen termasuk patogen oportunistik pada host yang immunocompromised.
Fokus pada bagian ini adalah mikosis superfisial dan polanya pada infeksi kulit (tabel 188-1). Daftar
istilah pada bagian ini terdapat pada tabel 188-2.


Book Reading. Kamis, 29 Agustus 2013
Asmahani Thohiroh/dr. Afif Nurul, Sp.KK

DERMATOFIT
Jamur secara keseluruhan terdiri lebih dari 1,5 juta spesies di seluruh dunia. Dermatofit ( istilah ini
berasal dari bahasa yunani untuk tanaman kulit) termasuk dalam keluarga dari arthodermatacea dan
diwakili oleh 40 spesies yang dibagi dalam tiga genus : Epidermophyton, Microsporum, dan Tricophyton.
Di Amerika Serikat, spesies Tricophyton dan dinamakan T.rubrum dan T. interdigitale, mewakili spesies
yang paling umum dan terisolasi. Dermatofit diklasifikasikan menurut habitat alaminya-manusia,
hewan atau tanah. Kemampuan mereka dalam melekatkan dan menginvasi jaringan keratin dari hewan
dan manusia dan menggunakan produk yang didegradasi sebagai sumber nutrisi untuk dasar molekul
pada infeksi jamur superfisial dari kulit, rambut dan kuku, dinamakan dermatofitosis.

TAKSONOMI DAN EPIDEMIOLOGI
Modifikasi terkini dari sistem taksononomi pada dermatofit mempengaruhi penyebutan pada praktek
klinis. Taksonomi sebelumnya sebagian besar berdasarkan pada karakteristik khas dari dermatofit,
penamaan terbaru dari analisis genotif mengharuskan penyusunan kembali beberapa kelompok karena
banyak dari beberapa perbedaan genotif tidak mencerminkan fenotifnya dan vice versa. Taksonomi
terbaru termasuk sintesis dari data terbaru berdasarkan atas sekuensing dari variabel daerah genom
seperti daerah internal transcribed spacer (ITS) dari DNA ribosom jamur sama seperti karakteristik
fenotif klasik. Kesulitan dalam merancang sistem taksonomi dermatofit tersebut untuk mengurangi
keanekaragaman genetik karena spesiasi terbaru dan populasi dari kesamaan ekologi. Secara fenotif,
hal ini tercermin dengan kesamaan dan manifestasi klinis yang diakibatkan oleh beberapa spesies
dermatofit yang berbeda secara taksonomi. Sebagai catatan, bagaimanapun juga kerangka terbaru
sedang dalam proses dan taksonomi tersebut kemungkinan dapat mengalami perbaikan lebih lanjut
dimasa yang akan datang. Tabel 188-3 mendaftar dermatofit yang paling umum ditemui termasuk
taksonomi terbaru menurut habitat dan reservoir alami mereka. Untuk menghindari kebingungan
dalam status dinamis dari taksonomi maupun untuk tetap mencerminkan nomenklatur terbaru dari
literatur, maka chapter ini akan tetap menggunakan kedua nomenklatur, sehingga menimbulkan
perbedan yang nyata. Penulis berharap nomenklatur yang lebih dipersatukan dapat diterima pada bab
ini di edisi yang akan datang.
Klasifikasi tambahan dari jamur superfisialis berdasarkan habitat alaminya berhubungan secara
klinis karena dermatofitosis antropofilik, zoofilik, dan geofilik memberikan informasi yang penting
mengenai sumber infeksi dan menunjukkan gambaran klinis yang bervariasi.
Spesies ANTROPOFILIK secara khusus terbatas pada host manusia dan ditransmisikan melalui kontak
secara langsung. Kulit yang terinfeksi atau rambut yang tertinggal di baju,sisir,topi, kaus kaki dan
handuk sebagai contoh dapat sebagai sumber reservoar. Tidak seperti infeksi geofilik dan zoofilik yang
jarang, infeksi antropofilik sering mewabah di alam. Dermatofit ini telah beradaptasi pada manusia
sebagai host dan menimbulkan respon host yang ringan sampai non inflamasi.
Spesies ZOOFILIK ditransmisikan dari hewan ke manusia, kucing, anjing, kelinci, guinea pig, burung,
kuda, sapi, dan hewan lainnya merupakan sumber dari infeksi. Transmisi dapat terjadi melaui kontak
langsung dengan hewan tersebut, atau secara langsung melalui rambut hewan yang terinfeksi. Area
terbuka seperti scalp, janggut, wajah, dan tangan merupakan tempat infeksi tersering. Microsorum
canis sering ditransmisikan kepada manusia melalui kucing dan anjing, sementara guinea pig dan
kelinci adalah sumber tersering dari infeksi manusia dengan strain zoofilik dari T. interdigitale.
Sementara adaptasi host oleh dermatofit zoofilik akan menyebabkan infeksi yang tersembunyi,
dermatofit ini cenderung menghasilkan respon inflamasi yang akut dan hebat pada manusia.
Jamur GEOFILIK menyababkan infeksi pada manusia yang jarang melalui kontak langsung terhadap
tanah. Microsporum gypseum adalah dermatofit geofilik yang paling umum ditemukan pada kultur dari
manusia dimana berpotensi menjadi penyebaran epidemik karena virulensinya yang tinggi pada strain
geofilik tersebut sehingga mampu membentuk spora yang hidup lama dan dapat bertempat tinggal di
selimut atau alat kecantikan. Sama seperti infeksi zoofilik, dermatofit geofilik mempunyai ciri khas
dalam menyebabkan respon inflamasi hebat.
Gambaran klinis dari dermatofit berdasarkan tidak hanya pada sumber namun juga pada faktor host.
Individu yang immunocompramised lebih rentan terkena infeksi dermatofit yang refarakter atau
terkena deep mikosis. Yang menarik, hanya keparahan dari dermatofit yang meningkat pada infeksi HIV
bukan prevalensinya. Faktor host lainnya seperti usia, jenis kelamin, dan ras merupakan faktor
epidemiologi tambahan untuk infeksi, walaupun hubungan dengan kerentanan terhadap dermatofit
masih belum jelas. Sebagai contoh, infeksi dermatofit prevalensinya 5 kali lebih tinggi pada laki-laki
daripasa wanita.
Infeksi jamur superfisialis merupakan problem dunia yang menyerang lebih dari 20-25 %
populasi. Beberapa spesies menunjukkan distribusi yang tersebar sebaliknya spesies lainnya terbatas
secara geografis. Oleh karena itu, spesies utama sangat menggambarkan perbedaan geografik seperti
pada kasus tinea capitis. Di Amerika Trychopyton tonsuran telah menggantikan Microsporum audounii
sebagai penyebab utama tinea capitis pada pertengahan kedua abad 20, dan M.canis menjadi
penyebab kedua terbanyak. Di Eropa M.canis tetap menjadi penyebab utama tinea capitis walaupun
terdapat peningkatan individu oleh T. tonsurans. Profil dari etiologi berbeda pada Afrika dimana
M.audounii, Tricophyton soudanense, dan Trichopyton violeceum merupakan patogen yang paling
umum. Bagaimanapun ,perpindahan manusia dan migrasi menyebabkan pola infeksi yang dinamis,
sebagai contoh Tricophyton soudanense, dan Trichopyton violeceum yang terbatas pada Afrika dapat
diisolasi pada kasus tinea capitis tahun 2007 di Amerika Serikat. Kebiasaan lokal mungkin juga
berpengaruh pada rasio dan pola dari dermatofit. Penggunaan alas kaki yang nyaman namun oklusif
pada industri, sebagai contoh telah menyebabkan tinea pedis dan onikomikosis lebih sering ditemukan
pada wilayah tersebut.

PATOGENESIS
Dermatofit mempunyai peralatan yang luas pada enzim (protease keratolitik, lipase dll) yang berperan
sebagai faktor virulensi, menyebabkan invasi dan perlekatan pada kulit, rambut, dan kuku dan juga
memanfaatkan keratin sebagai sumber nutrisi untuk bertahan hidup. Langkah awal pada infeksi
dermatofit adalah perlekatan pada keratin diikuti oleh invasi dan pertumbuhan dari elemen miselium,
sehingga menyebabkan degradasi keratin dan diikuti dengan pelepasan dari mediator-mediator
proinflamasi, dan host menghasilkan respon inflamasi dengan beberapa derajat yang berbeda-beda.
Bentuk klasik ringworm atau morfologi anular dari tinea corporis berasal dari reaksi inflamasi dari
host terhadap meluasnya dermatofit yang diikuti oleh reduksi atau pembersihan dari elemen jamur
dari dalam plak, dan pada beberapa kasus karena resolusi yang spontan dari infeksi.
PERLEKATAN. Dermatofit menghadapi beberapa bentuk dari pertahanan host sebelum hifa tumbuh
dengan subur pada jaringan keratin. Langkah pertama adalah suksesnya perlekatan dari arthokonidia,
spora aseksual yang dibentuk oleh fragmentasi dari hifa, ke permukaan jaringan keratin. Bentuk
nonspesifik awal dari pertahanan host termasuk asam lemak yang bersifat fungistatik pada sebum dan
kompetisi terhadap kolonisasi bakteri. Beberapa penelitian terbaru difokuskan pada langkah
molekululer perlekatan arthokonidia pada permukaan keratin. Dermatofitosis telah dikenal dalam
penggunaan selektif armamentarium proteolitik selama proses perlekatan dan invasi. Dasar dari
serangan yang terkonsentrasi tinggi ini dapat dijelaskan sebagian dengan upregulasi spesifik dari
multiple gen yang diinduksi oleh kontak dengan keratin, sebagaimana telah ditunjukkan dengan
ekspresi gen yang berbeda pada analisis T.rubrum. Setelah beberapa jam dari berhasilnya perlekatan ,
spora mulai tumbuh untuk persiapan langkah selanjutnya dalam rantai infeksi dan invasi.
INVASI. Trauma dan maserasi memfasilitasi penetrasi dari dermatofit melalui kulit. Invasi dari
pertumbuhan elemen jamur merupakan hasil selanjutnya melalui sekresi dari protease spesifik, lipase
dan ceramidase, produk digestif yang juga menyediakan nutrisi bagi jamur. Yang menarik, mannans
yaitu komponen dari dinding sel jamur menunjukkan efek penghambatan dari proliferasi keratinosit
dan cell mediated imunity.
RESPON HOST. Dermatofit menghadapi jajaran respon host dari beberapa dermatofit menghadapi
susunan respon host dari beberapa lapis mekanisme nonspesifik yang meliputi asam lemak
fungistatik,peningkatan proliferasi epidermis dan sekresi mediator inflamasi dari cell mediated
immunity. Pada mekanisme pertahanan keratinosit mewakili perbatasan awal dari sel yang hidup untuk
menghadapi invasi dari elemen jamur. Posisi kunci dari keratinosit terlihat dari respon kompleks
mereka untuk menginvasi termasuk proliferasi untuk meningkatkan pelepasan -defensin 2
21

manusia sama seperti sitokin proinflamasi (IFN-, TNF, IL-1, 8, 16 dan 17) yang kemudian
mengaktifasi sistem ini. Sesekali lapisan terdalam dari epidermis terlibat pertahanan non spesifik yang
baru seperti kompetisi dari besi dengan menimbulkan transferin yang tidak disaturasi. Tingkatan dari
reaksi inflamasi host tergantung dari status imunitas dari host maupun habitat alami dari spesies
dermatofit yang terlibat. Menariknya, dermatofit anthropofilik menginduksi sekresi dari profil sitokin
terbatas pada keratinosit in vitro dibandingkan dengan spesies zoofilik. Perbedaan ini mungkin
mencerminkan penambahan dari respon inflamasi yang diobservasi secara luas pada spesies zoofilic.
Level selanjutnya dari pertahanan adalah cell mediated immunity yang dihasilkan dari response
specific delayed type hypersensitivity melawan invasi jamur. Respon inflamasi berhubungan dengan
hipersensitivitas ini diasosiasikan dengan resolusi klinis, sedangkan cell mediated immunity yang tidak
sempurna dapat menyebabkan dermatofit yang kronis atau rekuren. Respon Th2 tidak melindungi
selama pasien dengan titer antigen antibodi jamur yang meningkat, karena pasien dengan titer antigen
antibodi yang meningkat mempunyai infeksi dermatofit yang menyebar luas. Peran yang mungkin
untuk respon Th17 terhadap infeksi dermatofit memberi kesan bahwa penemuan terbaru dari
perlekatan elemen hifa terhadap Dektin-2 yaitu pola dari lektin tipe C yang mengenali reseptor pada sel
dendritik, yang sangat penting untuk menginduksi respon dari Th17. Akan tetapi, pentingnya respon
imun dari Th17 terhadap dermatofit masih memerlukan penjelasan lebih lanjut.

GENETIK
Meskipun observasi epidemiologi mengusulkan predisposisi genetik terhadap infeksi jamur,
wawasan molekular yang mengkonfirmasi hipotesa ini masih kurang tepat. Baru-baru ini rupanya 2
famili dengan kerentanan yang meningkat terhadap infeksi jamur dan mutasi pada jalur pengenalan
terhadap jamur dari lectin tipe C telah dijelaskan. Sebagai tambahan, mutasi pada CARB9 sebuah
molekul adaptor yang merujuk pada dectin 1 dan dectin 2, yang menyebabkan kegagalan aktifasi Th17,
diasosiasikan dengan kerentanan terhadap kandidiasis mukokutaneus kronis beserta dengan infeksi
dermatofit yang kronis.

PROSEDUR DIAGNOSTIK
(Tabel 188-4)
Diagnostik klinis dari infeksi dermatofit dapat dikonfirmasi dengan deteksi secara mikroskopis
dari elemen jamur, dengan identifikasi dari spesies melalui kultur, atau dengan bukti histologis dari
keberadaan hifa pada stratum korneum. Dan juga pola fluoresensi dengan pemeriksaan lampu wood
dapat mendukung dugaan klinis.

PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS
Walaupun evaluasi mikroskopis dari potasium hydroxide (KOH) terhadap sampel dari skuama
tidak diperbolehkan untuk spesifikasi atau karakterisasi dari profil kerentanan, ini digunakan
(underused) sebagai peralatan bedside yang cepat dan murah untuk memberikan bukti adanya
dermatofitosis. Pada dermatofitosis yang meliputi kulit, rambut, atau kuku, hifa yang bercabang dan
bersepta tanpa penyempitan (gambar 188-1) dapat divisualisasikan di bawah mikroskop dengan KOH
10-20%. Semua dermatofitosis superfisialis tampak sama ketika divisualisasikan pada perlakuan
tersebut. Karena pemeriksaan KOH dapat menyebabkan hasil false-negative hingga 15% kasus, pasien
yang dicurigai mempunyai dermatofitosis pada pemeriksaan klinis harus diobati. Konfirmasi kultur
harus diperhatikan apabila jika pengobatan sistemik diperlukan, seperti pada kasus tinea kapitis.
Skuama dari kulit harus dikumpulkan dengan scrapping pada area yang terkena dengan benda
berujung tumpul dari tepi yang terbaru. Clipping pada kuku yang tebal harus melibatkan daerah yang
dystropic, dari ujung distal ke proximal tanpa menyebabkan luka. Rambut harus dicabut (tidak
dipotong), kemudian diletakkan pada slide glass dan dicampur dengan KOH 10-20% kemudian ditutup
dengan coverslip. Dipanaskan perlahan dengan api yang kecil untuk penetrasi yang lebih baik dari
cairan KOH ke dalam keratin. Mikroskop dengan cahaya rendah akan menunjukkan 3 kemungkinan
dari pola infeksi (gambar 188-2) :( 1) Ektotrik-artrokonidia kecil atau besar yang membentuk lapisan di
sekeliling batang rambut 2) Endotrik-artrokonidia di dalam batang rambut atau 3) favus hifa dan
ruangan udara dalam batang rambut)
Kultur spesifikasi dari jamur superfisialis berdasarkan karakteristik makroskopis,mikroskopis dan
metabolik dari organisme. Ketika beberapa dermatofit dengan mudah diidentifikasi berdasarkan kultur
isolasi primer mereka, sebagian besar memerlukan diferensiasi lebih lanjut melalui subkultur pada
media spesifik (kultur identifikasi) atau melalui tes biokimia spesifik.
Sabouraud dextrose agar (SDA) adalah media isolasi yang sering digunakan untuk dermatofit
dan merupakan medium dimana paling banyak didapatkan dasar dari deskripsi morfologi. Eliminasi dari
kontaminan jamur, ragi dan bakteri tercapai dengan penambahan cycloheximide dan cloramphenicol
(+/- gentamicin) pada media dan membuat selektifitas yang tinggi untuk isolasi dermatofit. Penemuan
dari koloni membutuhkan 5-7 hari pada kasus Epidermophyton floccosum dan sampai 4 minggu untuk
Trichphyton verrucosum. Kultur diinkubasi pada temperatur ruangan (20 C - 25C) untuk paling tidak 4
minggu sebelum disimpulkan sebagai tidak tumbuh. Dermatofit tes medium (DTM) adalah alternatif
media isolasi yang mengandung indikator PH phenol red. Media tersebut akan berubah menjadi merah
ketika aktifitas proteolitik dermatofit meningkatkan PH sampai 8 atau lebih, dan akan tetap berwarna
kekuningan pada pertumbuhan sebagian besar saprophytes. Non dermatofit terasamkan oleh produk
dan merubah media menjadi kuning. Ketika DTM berperan sebagai alternatif yang bagus untuk isolasi
dermatofit, ini mungkin tidak diperbolehkan identifikasi secara langsung oleh karena pertumbuhan
yang berubah-ubah dan morfologi dari dermatofit dalam DTM. Tabel 188-5 menjelaskan gambaran
mikroskopis secara umum dari mikrokonidia dan makrokonidia dari 3 genus dermatofit, sedangkan
tabel 188-6 menjelaskan koloni dan gambaran mikroskopis dari spesies dermatofit yang paling sering
dikenal.
Identifikasi dari jamur yang diisolasi difasilitasi oleh subkultur dari media spesifik seperti potato
dextrose agar (PDA) atau Borellis lactrimel agar (BLA) yang menstimulasi pembentukan spora, produksi
pigmen dan pembentukan morfologi yang tipikal. Akhirnya, dermatofit dapat dideferensiasi lebih lanjut
melalui kemampuan mereka untuk menumbuhkan autoclaved polished rice, perforasi dari strand
pendek dari rambut in vitro atau hidrolisis urea (tes urease ), atau membutuhkan suplemen nutrisi
untuk pertumbuhan (tabel 188-7).
HISTOPATOLOGI
Biopsi kulit tidak selalu digunakan untuk pemeriksaan dermatofit. Erupsi kulit yang terbatas dan
dicurigai seagai dermatofit dengan pemeriksaan KOH yang samar-samar sering diterapi walaupun hasil
dari konfirmasinya masih kurang. Biopsi dapat digunakan untuk diagnosis ketika agen sistemik
dipertimbangkan untuk terapi rekalsitran atau erupsi yang meluas. Biopsi dapat digunakan untuk
membantu diagnosis granuloma Majocchi dimana dengan pemeriksaan KOH dari skuama permukaan
sering negatif. Biopsi juga terkadang berguna untuk mengkonfirmasi adanya hifa yang melibatkan
batang rambut pada scalp dari tinea capitis, walaupun kultur diperlukan untuk spesifikasi dari patogen.
Ketika terdapat hifa,maka akan terlihat pada stratum korneum dengan pemeriksaan dengan
pengecatan hematoxylin dan eosin. Oleh karena pengecatan khusus, periodic acid Schiff (PAS) dan
pengecatan methenamine silver paling sering menyorot hifa yang biasanya hampir tidak terlihat
dengan pengecatan rutin. Walaupun kultur merupakan tes yang paling spesifik untuk onikomikosis,
pemeriksaan PAS pada pengguntingan kuku adalah yang paling sensitif, dan meniadakan kebutuhan
menunggu berminggu-minggu untuk hasilnya.
FLUORESCENCE DENGAN CAHAYA WOOD
Pemeriksaan dari area tegas rambut yang terkena seperti scalp atau jenggot dengan lampu Wood
(365nm) dapat menunjukkan fluoresensi pteridine dari rambut yang terinfeksi .Rambut yang
terfluoresensi harus dipilih untuk pemeriksaan lanjutan termasuk kultur. Ketika organisme ektotrik
M.canis dan M. audounii dapat terfluoresensi dengan pemeriksaan lampu Wood, organisme endotrik
T.tonsurans tidak akan terfluoresensi. T.tonsurans yang merupakan penyebab tersering dari tinea
capitis pada AS, dengan demikian terbatas pada penggunaan dengan lampu Wood. Tabel 188-8
mendaftar pola tersering dari dermatofit yang melibatkan rambut dan fluoresensi.

Anda mungkin juga menyukai