Anda di halaman 1dari 14

DEFINISI

Dermatofit berkemampuan menginfeksi struktur kulit yang berkeratinin,


termasuk stratum korneum, kuku, dan rambut. Istilah dermatofitosis berarti infeksi
yang disebabkan oleh dermatofit. Lebih jauh lagi diklasifikasikan berdasarkan
jaringan utama yang terlibat; epidermomycosis/ ringworm (dermatofitosis epidermal/
superfisial), trichomycosis (dermatofitosis rambut dan folikel rambut), atau
onychomycosis (dermatofitosis pada kuku). Karena struktur anatomi yang terlibat
berbeda, epidermomycosis, trichomycosis, dan onychomycosis juga berbeda secara
klinis. Istilah tinea digunakan pada dermatofitosis dan dimodifikasi sesuai dari
bagian tubuh yang terinfeksi, misalnya tinea fasialis (dermatofitosis pada wajah)
atau tinea pedis (dermatofitosis pada kaki).1

Tinea fasialis ( tinea faciei) adalah suatu dermatofitosis superfisial yang


terbatas pada kulit yang tidak berambut di daerah wajah, serta memiliki
karakteristik sebagai plak eritem tunggal atau multipel yang gatal, yang
melingkar dengan batas yang jelas maupun tidak jelas. Pada pasien anak-anak dan
wanita, infeksi dapat terlihat pada setiap permukaan wajah, termasuk pada bibir
bagian atas dan dagu. Pada pria, kondisi ini disebut juga tinea barbae karena
infeksi dermatofit terjadi pada daerah yang berjanggut.1,2

EPIDEMIOLOGI
Penyakit ini terdapat di seluruh dunia dan lebih banyak terjadi pada daerah-
daerah tropis dengan temperatur dan kelembaban yang tinggi. Tinea fasialis
banyak terjadi pada anak-anak. Beberapa peneliti menyimpulkan bahwa wanita
mungkin lebih sering terinfeksi daripada pria . Pada wanita, infeksi dermatofit
pada wajah dapat didiagnosis sebagai tineafasialis, sedangkan infeksi-infeksi lain
yang terjadi pada pria di daerah yang sama didiagnosis sebagai tinea barbae.2

Tinea fasialis dapat terjadi pada semua umur, dengan dua usia insiden
puncak.Usia insiden pertama meningkat pada anak-anak karena kebiasaan mereka
kontak dengan hewan peliharaan. Kasus yang jarang dapat terjadi pada neonatus

1
yang mungkin terinfeksi dari kontak langsung dari saudara mereka yang terinfeksi
atau kontak langsung dari hewan peliharaan. Usia insiden yang lain dapat
meningkat pada usia 20-40 tahun.1,2

ETIOLOGI
Dermatofitosis disebabkan oleh jamur yang berasal dari genus
Microsporum,Trichophyton dan Epidermophyton. Organisme-organisme ini, yang
disebut dermatofit, adalah agen patogenik yang keratinofilik. Klasifikasi
dermatofit, antara lain:3,4

1. Zoophilic dermatofit; sering ditemukan pada hewan tetapi dapat ditransmisikan


ke manusia, dapat menyebabkan inflamasi akut berupa pustul dan vesikel.
Beberapa spesies dermatofit jenis ini, antara lain:
a. Spesies yang terdistribusi di seluruh dunia: M. canis var. canis (terdapat
pada kucing, anjing, domba, babi, hewan pengerat, dan monyet), M.
gallinae (terdapat pada ayam, kucing, dan hewan pengerat), M. nanum
(terdapat pada babi), T. equinum (terdapat pada kuda), T. mentagrophytes var.
mentagrophytes (terdapat pada kucing, anjing, domba, babi, hewan pengerat,
dan monyet, T. mentagrophytes var. quinkeanum (terdapat pada kucing, anjing,
dan tikus).

b. Spesies yang terbatas pada letak geografis: M. canis var. distortum


(terdapat pada kucing, anjing, kuda, monyet; tersebar di Amerika Serikat,
Amerika Selatan, Australia, dan Selandia Baru)

2. Anthropophilic dermatofit; sering ditemukan pada manusia dan sangat jarang


ditransmisikan ke hewan, menyebabkan inflamasi ringan atau tidak ada inflamasi
sama sekali, bersifat kronik. Beberapa spesies dermatofit jenis ini, antara lain.

a.Spesies yang terdistribusi di seluruh dunia: E. floccosum, M. audouinii, T.


mentagrophytes var. intergitale, T. rubrum, dan T. tonsurans

2
b. Spesies yang terbatas pada letak geografis : M. ferrugineum (tersebar di Afrika,
India, Eropa Timur, Asia, dan Amerika Selatan, T. concentricum (tersebar di Pulau
Pasifik, India, dan Amerika Selatan), T. gourvilii (tersebar di Afrika Tengah dan
Afrika Selatan), T. megninii, T. schoenleinii, T. soudanense, dan T. violaceum.

3. Geophilic dermatofit; sering ditemukan pada tanah, karena mereka


mendekomposisi rambut, bulu, dan sumber-sumber keratin yang lain. Jenis
dermatofit ini tidak hanya menginfeksi manusia, tetapi juga hewan, menyebabkan
inflamasi yang moderat. Beberapa spesies dermatofit jenis ini, antara lain: M.
cookie, M. gypseum, M. fulvum, M. vanbreuseghemii, M. amazonicum, M.
praecox, T. ajelloi, dan T. terrestre.

Agen penyebab tinea fasialis juga sangat bervariasi dan tergantung pada
letak geografisnya: 1,2,5
1. Secara umum, reservoir hewan pada zoophilic dermatofit, terutama
Microsporum canis, terdapat pada hampir semua hewan peliharaan.
2. Di Asia, Trichophyton violaceum dan Trichophyton rubrum yang tersering.
3. Di Amerika Utara, Trichophyton tonsurans adalah pathogen yang utama.
4. Di Brazil, Trichophyton rubrum yang tersering. Namun, Trichophyton raubitschekii
yang merupakan spesies jamur baru di Brazil, yang memiliki kesamaan sifat
dengan Trichophyton rubrum , telah diteliti dapat menjadi agen penyebab tinea
fasialis.

PATOMEKANISME
Invasi epidermis oleh dermatofit mengikuti pola biasa pada infeksi yang
diawali dengan pelekatan antara artrokonidia dan keratinosit yang diikuti dengan
penetrasi melalui sel dan antara sel serta perkembangan dari respon penjamu.6

Perlekatan
Pada stratum korneum, fase pertama dari invasi dermatofit melibatkan infeksi
artrokonidia ke keratinosit. Secara in vitro , proses ini komplit dalam waktu 2 jam
setelah kontak, dimana stadium germinasi dan penetrasi keratinosit timbul.

3
Perkecambahan arthroconidia dan perpanjangan hifa yang mengikuti proses
adhesi radial dan in vitro, ada bukti lekukan keratinosit di bawah tempat hifa
tumbuh, mungkin sebagai akibat aksi enzimatik. Berbagai dermatofit
menunjukkan kerja yang sama, yang tidak terpengaruhi oleh sumber keratinosit.
Dermatofit ini harus bertahan dari efek sinar ultraviolet, temperatur dan
kelembaban yang bervariasi, kompetisi dengan flora normal, dan dari asam lemak
yang bersifat fungistatik.4,6

Penetrasi
Diketahui secara luas dermatofit bersifat keratinofilik. Kerusakan yang
ditimbulkan di sekitar penetrasi hifa diperkirakan berasal dari proses digesti
keratin. Dermatofit akan menghasilkan enzim-enzim tertentu (proteolitik),
termasuk enzim keratinase dan lipase, yang dapat mengakibatkan dermatofit
tersebut akan menginvasi stratum korneum dari epidermis. Proteinase lainnya dan
kerja mekanikal akibat pertumbuhan hifa mungkin memiliki peran. Meskipun
demikian, masih sulit untuk membuktikan mekanisme produksi enzim oleh
dermatofit dengan aktivitas keratin-specific proteinase. Trauma dan maserasi juga
memfasilitasi proses penetrasi ini.1,4,6

Pertahanan tubuh dan imunologi


Deteksi imun dan kemotaktik dari sel-sel inflamasi terjadi melalui mekanisme
yang umum. Beberapa jamur memproduksi faktor kemotaktik yang memiliki berat
molekul yang rendah, seperti yang diproduksi oleh bakteri. Komplemen lainnya
yang teraktivasi, membuat komplemen yang tergantung oleh faktor kemotaktik.
Keratinosit mungkin dapat menginduksi kemotaktik dengan memproduksi IL-8
sebagai respon kepada antigen seperti trichophytin. Kandungan serum dapat
menghambat pertumbuhan dermatofit, sebagai contohnya antara lain unsaturated
transferring dan asam lemak yang diproduksi oleh glandula sebasea (derivate
undecenoic acid).4,6

4
Hipersensitivitas tipe IV atau delayed-type hypersensitivity memegang peran yang
penting dalam menyembuhkan dermatofitosis. Kemampuan imunitas seluler ini
diatur oleh sekresi interferon dari limfosit T-helper tipe 1. Pada pasien tanpa
paparan dermatofit sebelumnya, infeksi primer menyebabkan infeksi minimal, dan
tes trichophytin negative. Infeksi ini menimbulkan eritema ringan dan skuama,
sebagai akibat dari meningkatnya turn-over keratinosit. Terdapat hipotesis bahwa
antigen dermatofit diproses oleh sel epidermal Langerhans dan dipresentasikan
dalam limfonodus lokal ke limfosit T. LimfositT kemudian akan berprolifeasi dan
akan bermigrasi ke dermis dan epidermis untuk melawan jamur. Pada saat ini, lesi
akan mengalami inflamasi, dan epidermis akan menjadi permiabel terhadap
transferin dan sel-sel yang bermigrasi, sehingga dengan segera jamur dapat
dibersihkan dan lesi menyembuh secara spontan. Tes trichophytin sekarang
menjadi positif.4

Gambar 1. Patomekanisme tinea fasialis (dikutip dari kepustakaan 1)

DIAGNOSIS
Penderita tinea fasialis biasanya datang dengan keluhan rasa gatal dan
terbakar,dan memburuk setelah paparan sinar matahari (fotosensitivitas). Namun,
kadang-kadang,penderita tinea fasialis dapat memberikan gejala yang
asimptomatis. Tanda klinis yang dapat ditemukan pada tinea fasialis, antara lain:

5
bercak, makulasampai dengan plak, sirkular, batas yang meninggi, dan regresi
sentral memberi bentuk seperti ring-like appearance. Kemerahan dan skuama tipis
dapat ditemukan. 1,7,8

1. Anamnesis
Hal-hal yang dapat kita temukan dari anamnesis, antara lain:1,7
Rasa gatal di bagian wajah, disertai sensasi terbakar dan memburuk setelah
paparan sinar matahari.
Ada riwayat kontak dengan hewan peliharaan
Ada riwayat kontak langsung dengan penderita dermatofitosis
Ada riwayat penggunaan bersama barang-barang penderita dermatofitosis,
misalnya handuk.

2. Pemeriksaan Fisis
Pada pemeriksaan fisis dapat kita temukan makula sampai dengan plak yang
berbatas tegas, batas yang meninggi, dan regresi sentral. Skuama biasanya
nampak,namun minimal. Lesi berwarna merah sampai merah muda. Pada
penderita yang berkulit hitam, terjadi lesi hiperpigmentasi. Lesi bisa terdapat pada
seluruh bagian wajah, tetapi biasanya tidak simetris.1

Gambar 2. Lesi asimetris, berbatas tegas, plak eritema, dengan skuama dan krusta
(dikutip dari kepustakaan 1)

6
Gambar 3. Plak eritema dengan skuama minimal, tetapi cukup untuk melakukan
pemeriksaan KOH (dikutip dari kepustakaan 1)

3.Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada tinea
fasialis,antara lain:6,7,9,10

a. Pemeriksaan KOH (Kalium hidroksida)


Tujuan: menemukan hifa sehingga dapat memastikan diagnosis bahwa
telah terjadi infeksi dermatofit. Prosedur: ambil kerokan kulit dari tepi lesi
yang aktif dengan menggunakan scalpel. Sebelumnya, kita bersihkan lebih
dahulu dengan kapas alkohol, padabagian yang akan dikerok. Pindahkan
kerokan kulit tersebut pada kaca objek dan teteskan KOH 10% (jika
sampel berasal dari rambut), 20% (jika sampel berasaldari kulit), 30%
(jika sampel berasal dari kuku). Tutup dengan menggunakan penutup kaca
objek kemudian lihat di bawah mikroskop. Pada kasus-kasus dengan risiko
infeksi tinea yang tinggi dan hasil pemeriksaan KOH negatif, perlu
dilakukan pemeriksaan kultur.

7
Gambar 5. Preparat KOH yang diambil dari seseorang dengan dermatofitosis epidermal.
Tampak struktur hifa dan formasi spora (dikutip dari kepustakaan 15)

Gambar 6. Kiri: pemeriksaan KOH positif (dikutip dari kepustakaan 16) - Kanan: dalam
chlorazol black stain, gambar dermatofit Trichophyton tonsurans (dikutip dari
kepustakaan 2)

b. Pemeriksaan lampu Wood (sinar ultraviolet)


Pemeriksaan lampu Wood ditemukan oleh Margarot dan Deveze pada
tahun1925. Beberapa spesies dermatofit tertentu yang berasal dari
genus Microsporum menghasilkan substansi yang dapat membuat lesi
menjadi warna hijau ketika disinari lampu Wood dalam ruangan yang
gelap. Dermatofit yang lain, seperti T. schoenleinii memproduksi warna
hijau pucat. Ketika hasilnya positif, ini akan sangat berguna. Namun

8
sayangnya, pemeriksaan ini kadang tidak terlalu bermanfaat sebab
beberapa dermatofit yang hidup di daerah Amerika Serikat,tidak dapat
terfluoresensi.

c. Pemeriksaan Kultur

Pemeriksaan ini membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang mahal,
tetapi pemeriksaan ini sangat berguna ketika pemeriksaan yang lain
meragukan. Spesimen dibiakkan pada Saborauds dextrose agar dan
penambahan obat sikloheksimid atau kloramfenikol untuk mencegah
bakteri lain tumbuh. Dibutuhkan waktu 7-21 hari untuk membiakkannya..

d. Biopsi kulit

Pemeriksaan ini seringkali tidak dibutuhkan. Dapat dilakukan jika


diagnosis sulitditegakkan atau infeksi tidak respon pada pengobatan yang
diberikan.

DIAGNOSIS BANDING
Beberapa diagnosis banding pada tinea fasialis, antara lain:1,2,11

Dermatitis seboroik
Dermatitis seboroik adalah dermatosis kronik yang tersering, yang
memiliki gambaran kemerahan dan skuama yang terjadi pada daerah-
daerah yang memiliki kelenjar keringat yang aktif, seperti wajah dan kulit
kepala, juga di daerah dada. Gejala yang timbul berupa gatal, sangat
bervariasi, biasanya gatal semakin memburuk dengan meningkatnya
perspirasi. Pada pemeriksaan fisis ditemukan makula atau papul berwarna
kemerahan atau keabu-abuan dengan skuama kering berwarna putih.
Ukurannya bervariasi, antara 5-20 mm. Berbatas tegas, sering terdapat

9
krusta dan celah pada telinga luar bagian belakang. Skuama yang terdapat
pada kulit kepala inilah yang sering disebut sebagai ketombe.

Gambar 7. Dermatitis seboroik pada wajah. Terlihat eritema dan skuama kekuningan pada
dahi, pipi, plica nasolabialis, dan dagu (dikutip dari kepustakaan 1)

Rosasea (Acne Rosacea)


Rosasea (papulopustular dan eritematotelangiektasia) ditandai dengan
eritema persisten fasialis dan flushing bersama dengan telangiektasis,
edema sentral wajah, rasa terbakar dan tertusuk, kasar dan bersisik atau
kombinasi dari beberapa tanda dan gejala yang ada. Rasa terbakar dan
tertusuk pada wajah dapat timbul pada papulopustular rosasea, tapi dapat
muncul bersama eritematotelangiektasis rosasea. Pada kedua subtipe,
eritema dapat muncul di regio periorbita. Edema dapat ringan maupun
berat, sering ditemukan pada glabella dan dahi. Phymatous rosasea
ditandaidengan orifisium patulosa folikular, penebalan kulit, dan kontur
permukaan wajah yang iregular di daerah yang konveks. Phymatous
rosasea dapat muncul di hidung dan di dagu, dahi, kelopak mata dan
telinga.

10
Gambar 10. A) subtipe eritematotelangiektasis. B) subtipe papulopustular. Tampak
eritema persisten dengan papul dan pustul kecil. C) subtipe papulopustular yang parah
(severe). D) subtipe phymatous berat (dikutip dari kepustakaan 11)

PENATALAKSANAAN
1. Sistemik1,2
Untuk pengobatan sistemik dalam mengeradikasi dermatofit, obat-obatan
oralyang digunakan, antara lain:

Flukonazol: orang dewasa 150 200 mg/minggu selama 4 6 minggu,


sedangkan 4 6 minggu. Sediaan fluconazole tablet 100, 150, 200 mg;
suspense oral (10 or 40 mg/ml); dan intravena 400 mg.
Griseofulvin: Orang dewasa 500 1000 mg/hari (atau lebih) selama 4
minggu, sedangkan anak-anak 15 20 mg/kg/hari selama 4 minggu.
Micronized : 250 atau 500 mg tablet; 125 mg/sendok teh suspensi.
Ultramicronized : 165 atau330 mg tablet. Aktif hanya melawan dermatofit,
kurang efektif daripada Triazoles. Efek samping yang dapat ditimbulkan,
antara lain: nyeri kepala,mual/ muntah, fotosensitivitas. Infeksi T. rubrum
Dan T. tonsurans dapat kurang berespon. Sebaiknya diminum dengan
makanan berlemak untuk memaksimalkan penyerapan.
Itrakonazol: untuk dewasa 400 mg/hari selama 1 minggu dan untuk anak-
anak 5 mg/kg/hari selama 1 minggu. Sediaannya 100 mg dalam kapsul;

11
solusiooral (10 mg/ml) dalam intravena. Untuk Triazole, kerjanya
membutuhkan pH asam pada lambung agar kapsulnya larut. Dapat
menimbulkan aritmia ventricular bila dikonsumsi bersama terfenadine/
astemizole, meskipun jarang. Golongan azole lainnya, yaitu ketokonazole
juga memiliki potensial interaksi dengan obatlain, seperti agen
hipoglikemik oral, kalsium antagonis, fenitoin, dan lain-lain.
Terbinafin: dosis untuk dewasa adalah 250 mg/hari selama 2 minggu, dan
dosis anak-anak adalah 62,5 mg/hari (<20 kg), 125 mg/hari (20 40 kg)
atau 250mg/hari (>40 kg) selama 2 minggu. Sediaannya 250 mg dalam
tablet. Dapat menyebabkan mual, dispepsia, nyeri perut, kehilangan
pengecapan. Pengobatan topikal dinilai memiliki respon yang baik
terhadap infeksi yang terjadi, apalagi bila tidak terjadi folikulitis.

2. Pengobatan topikal untuk Tinea Fasialis1

Preparat ini efektif untuk dermatofit


pada kulit, tetapitidak untuk rambut
ataupun kuku.

Preparat tersebut diaplikasikan 2


Preparat topikal anti jamur
kali sehari pada areayang terkena
lesi secara optimal selama 4
minggutermasuk 1 minggu setelah
lesi telah bersih.

Diaplikasikan paling kurang 3 cm di


sekitar batas areayang terkena.)

Kotrimazol (Lotrimin, Mycelex)


Imidazoles Mikonazol (Micatin)

Ketokonazol (Nizoral)

Ekonazol (Spectazole)

Oxikonizol (Oxistat)

12
Sulkonizol (Exelderm)

Naftifin (Naftin)
Allylamines Terbinafin (Lamisil)

Naphthionates Tolnaftat (Tinactin)

Substituted pyridone Siklopirox olamin (Loprox)

DAFTAR PUSTAKA

1. Wolff K, Johnson RA, Suurmond D. Tinea Facialis. In : Fitzpatricks


Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology. 5th ed. United States:
The McGraw-Hill Companies; 2007. p. 1-7,20-2.

13
2. Starova A, Stefanova MB, Skerlev M. Tinea Faciei- Hypo Diagnosed
Facial Dermatoses. In: Macedonian Journal of Medical Sciences.
Macedonia; 2010. p. 28-30.
3. Anonymous. Dermatophytosis. In: Institute for International Cooperation
in Animal Biologics. Iowa; 2005. p. 1-6.
4. Nelson MM, Martin AG, Heffernan MP. Superficial Fungal Infections:
Dermatophytosis, onychomycosis, tinea nigra, piedra. In: Freedberg IM,
Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI, editors.
Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. 6 th ed. New York: The
McGraw-Hill Companies; 2009. p. 1993-4.
5. Costa AR, Criado PR, Valente NYS, Sittart JAS, Stelmach RS,
Vasconcellos C. Trichophyton Raubitschekii A New Agent of
Dermatophytosis in Brazil?. In: Dermatology Online Journal. Vol. 9.
Brazil: 2003; 9(1): 6.
6. Hay RJ, Moore MK. Mycology. In: Burns T, Breathnach S, Cox N,
Griffiths C, editors. Rooks Textbook of Dermatology. 7th ed. USA:
BlackwellPublishing; 2004. p. 5-6, 22-3.
7. Hainer BL. Dermatophyte infections. Carolina: Medical University of
South Carolina; 2003. p. 101-8.
8. Khaled A, Chtourou O, Zeglaoui F, Fazaa B, Jones M, Kamoun MR. Tinea
Faciei: A Report on Four Cases. Acta Dermatoven APA 2007; 16 (4): 170-
3.
9. Trozak DJ, Tennehouse DJ, Russell JJ. Dermatology Skills for Primary
Care, An Illustrated Guide. New Jersey: Humana Press; 2006. p. 121-6.
10. Thomas B. Clear Choices in Managing Epidermal Tinea Infections. The
Journal of Family Practice 2003; 52 (11): 850-4, 861.
11. Wolff K, Johnson RA. Rosacea. In: Fitzpatricks Color Atlas and Synopsis
of Clinical Dermatology. 6 th ed. United states: McGraw Hill; 2009. p. 707-
8.

14

Anda mungkin juga menyukai