PENDAHULUAN
Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya
stratum korneum pada epidermis, rambut, dan kuku, yang disebabkan golongan jamur
dermatofita.1 Berdasarkan genus mereka, dermatofita dapat diklasifikasikan menjadi tiga
kelompok: Trichophyton (yang menyebabkan infeksi pada kulit, rambut, dan kuku),
epidermophyton (yang menyebabkan infeksi pada kulit dan kuku), dan Microsporum (yang
menyebabkan infeksi pada kulit dan rambut). Berdasarkan cara penularan, dermatofitosis
diklasifikasikan sebagai anthrofilik, zoofilik, dan geopfilik.2 Akhirnya, berdasarkan bagian
tubuh yang terkena, diklasifikasikan secara klinis menjadi tinea capitis (kepala), tinea fasial
(wajah), tinea barbae (janggut), tinea corporis (tubuh), tinea manus (tangan), tinea cruris
(selangkangan), tinea pedis (kaki), dan tinea unguium (kuku).Varian klinis lainnya termasuk
tinea imbricata, tinea pseudoimbricata, dan granuloma Majocchi.1
Infeksi dermatofitosis diperkirakan mengenai sekitar 20-25% dari populasi di seluruh
dunia.3 Penyakit ini tersebar di seluruh dunia terutama daerah tropis. Menyerang pria
maupun wanita semua umur terutama dewasa. Heterogenitas ini dalam prevalensi infeksi
dermatofitosis di berbagai negara dikaitkan dengan faktor-faktor seperti iklim (kelembaban,
suhu), gaya hidup (higienitas), keterlibatan dalam kegiatan di luar ruangan dan prevalensi
penyakit yang mendasari (diabetes, kekurangan gizi, gangguan fungsi hati dan ginjal, serta
imunosupresi). Faktor lain adalah keengganan pasien untuk mencari pengobatan karena sifat
ringan dari penyakit atau karena malu, kecuali kondisi penyakit menjadi serius sehingga
mempengaruhi kualitas hidup.4
Salah satu pembagian dermatofitosis berdasarkan lokasi bagian tubuh manusia yang
diserang, salah satunya adalah tinea corporis yaitu dermatofitosis yang menyerang daerah
kulit tak berambut (glabrous skin) pada wajah, badan, lengan, dan tungkai. Sedangkan
dermatofitosis yang sering ditemukan pada lipat paha, daerah perineum, dan sekitar anus
disebut tinea cruris. Tricophyton rubrum merupakan penyebab infeksi yang paling umum
diseluruh dunia dan sekitar 47 % menyebabkan tinea corporis.5 Pada tinea corporis yang
menahun, tanda radang mendadak biasanya tidak terlihat lagi. Kelainan ini dapat terjadi pada
setiap bagian tubuh dan bersama-sama dengan kelainan pada sela paha dalam hal ini disebut
tinea corporis et cruris atau sebaliknya tinea cruris et corporis.1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Dermatofitosis (=Tinea, Ringworm) adalah infeksi jamur dermatofit (spesies
Microsporum, Tricophyton dan Epidermophyton) yang menyerang epidermis bagian
superfisialis (stratum korneum), kuku dan rambut.2
Salah satu pembagian dermatofitosis berdasarkan lokasi bagian tubuh manusia
yang diserang, salah satunya adalah Tinea corporis yaitu dermatofitosis pada kulit
tubuh tidak berambut (glabrous skin) kecuali bagian telapak tangan, telapak kaki, dan
daerah inguinal. Sedangkan Tinea cruris adalah dermatofitosis subakut atau kronis
pada lipat paha, daerah perineum, dan sekitar anus.1
2.2 Epidemiologi
2
2.3 Etiologi
Dermatofita adalah golongan jamur yang menyebabkan dermatofitosis.
Golongan jamur ini mempunyai sifat mencerna keratin. Dermatofita termasuk
kelas Fungi imperfecti, yang terbagi menjadi tiga genus, yaitu Microsporum,
Tricophyton, dan Epidemophyton.1
Walaupun semua dermatofita bisa menyebabkan tinea corporis, namun
penyebab yang paling umum adalah Trichophyton rubrum dan Trichophyton
mentagrophytes, begitupun dengan penyebab utama dari tinea cruris yaitu
Trichopyhton rubrum (90%), Trichopyhton tonsurans (6%), dan Trichophyton
mentagrophytes (4%).
2.4 Klasifikasi
Terdapat berbagai variasi gambaran klinis dermatofitosis, hal ini bergantung
pada spesies penyebab, ukuran inoculum jamur, bagian tubuh yang terkena, dan istem
imun pejamu. Berdasarkan lokasi anatomi yang terinfeksi, dermatofitosis
diklasifikasikan menjadi :1
Selain 6 bentuk tinea masih dikenal istilah yang mempunyai arti khusus, yang
dianggap sebagai sinonim tinea corporis. yaitu :
Tinea imbrikata : dermatofitosis dengan susunan squama yang
konsentris dan disebabkan oleh trichophyton concentricum.
Tinea favosa (favus) : dermatofitosis yang disebabkan oleh tricophyton
schoenleini, secara klinis antara lain terbentuk skutula dan berbau seperti tikus
(mousy odor)
Tinea fasialis, tinea aksilaris, yang juga menunjukkan daerah kelainan
Tinea sirsinata, arkuata yang merupakan penamaan deskriptif morfologis.
3
Pada akhir-akhir ini dikenal nama tinea incognito, yang berarti dermatofitosis
dengan bentuk klinis tidak khas oleh karena telah diobati dengan steroid topical kuat.
2.5 Patogenesis
Dermatofita ialah golongan jamur yang menyebabkan dermatofitosis.
Golongan jamur ini mempuyai sifat mencernakan keratin. Terjadinya penularan
dermatofitosis adalah melalui 3 cara yaitu:2
Antropofilik (transmisi dari manusia ke manusia)
Ditularkan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui lantai kolam
renang dan udara sekitar rumah sakit/klinik, dengan atau tanpa reaksi
keradangan (silent “carrier”). Spesies antopofilik (E. floccosum, M. audouinii,
M. ferrugineum, T. metagorophyte, var. interdigitale = T. interdigitale, T.
rubrum, T. tonsurans) mengakibatkan reaksi radang ringan dan kronis /
kambuh-kambuhna.
Zoofilik (transmisi dari hewan ke manusia)
Ditularkan melalui kontak langsung maupun tidak langsung melalui bulu
binatang yang terinfeksi dan melekat di pakaian, atau sebagai kontaminan
pada rumah / tempat tidur hewan, tempat makanan dan minuman hewan.
Spesies Zoofilik (M.canis pada anjing dan kucing, T. mentagrophytes var.
mentagrophytes = T. mentagrophytes pada binatang mengerat).
Geofilik (transmisi dari tanah ke manusia)
Secara sporadis menginfeksi manusia dan menimbulkan reaksi radang
hebat/akut.
Tidak semua orang rentan terhadap infeksi jamur, bahkan ketika mereka
memiliki faktor risiko yang sama. Ada bukti predisposisi famili atau genetik yang
dapat dimediasi oleh defek spesifik pada imunitas bawaan dan adaptif. Salah satu
penyakit jamur pertama yang diduga memiliki predisposisi genetik adalah Tokelau
atau tinea imbricata.7
4
tubuh lebih rentan terhadap perkembangan infeksi dermatofita seperti daerah
intertriginosa (lipatan dan selangkangan) di mana terdapat kelebihan keringat,
maserasi, dan pH basa mendukung pertumbuhan jamur. Setelah inokulasi ke kulit
inang, kondisi yang sesuai mendukung infeksi untuk berkembang melalui tahapan
berikut :8
5
2. Respon Imun Spesifik
Respons imun bawaan
6
pembersihan infeksi sedangkan infeksi kronis dikaitkan dengan IH
tinggi dan DTH rendah.
7
ditutupi skuama dan kadang-kadang dengan banyak papul maupun vesikel di
sekelilingnya.1 Umunya hiperpigmentasi postinflamasi pada orang yang berkulit
gelap. Erosi dan keluarnya cairan biasanya akibat garukan. Distribusi pada paha
dan lipat paha; dapat meluas ke bokong. Skrotum dan penis jarang terlibat.9
8
a. Hifa bersepta : gambaran double contour ( 2 garis lurus sejajar,
ransparan) besepta / sekat dan bercabang
b. Arthrokonidia / arthrospora : spora berderet, merupakan
pecahan-pecahan ujung hifa
Gambar 4.
Dermatofitosis:
Pemeriksaan KOH
Multiple, bersepta,
struktur seperti pipa
(hifa atau miselia)
dan bentuk spora
pada skala besar
9
Gambar 5. Dermatitis seboroik 9
PSORIASIS
Merupakan penyakit kulit yang bersifat kronik,residif,dan tidak infeksius.
Efloresensi : plak eritematosa berbatas tegas ditutupi skuama tebal,berlapis-
lapis dan berwarna putih mengkilat.Terdapat tiga fenomena,yaitu bila di gores
dengan benda tumpul menunjukkan tanda tetesan lilin. Kemudian bila skuama
dikelupas satu demi satu sampai dasarnya akan tampak bintik-bintik
perdarahan,dikenal dengan nama Auspitz sign.Adanya fenomena Koebner /
reaksi isomorfik yaitu timbul lesi-lesi yang sama dengan kelainan psoriasis
akibat bekas trauma / garukan.
Gambar 6. Psoriasis 9
10
PITIRIASIS ROSEA
Merupakan keradangan kulit akut berupa lesi papuloskuamosa pada
badan,lengan atas bagian proksimal dan paha atas. Efloresensi:papul / plak
eritematosa berbentuk oval dengan skuama collarette(skuama halus di
pinggir). Lesi pertama (Mother patch/Herald patch) berupa bercak yang
besar,soliter,oval dan anular berdiameter dua sampai enam cm. Lesi tersusun
sesuai lipatan kulit sehingga memberikan gambaran menyerupai pohon
cemara (Christmas tree).
2.9 Penatalaksanaan
11
Obat :
- Salep Whitfield sehari 2 kali (acidum salicylicum 3% + acidum
benzoic 6%)
- Salep 2-4 / 3-10 sehari 2 kali (acidum salicylicum 2-3% + sulfur
prespitatum 4-10%)
- Derivat azol : ketokonazol 2%, mikonazol 2%, klotrimasol 1%,
sangat berguna terhadap kasus-kasus yang diragukan
penyebabnya dermatofita atau candida, sehari 2 kali.
Pengobatan umumnya minimal selama 3 minggu (2 minggu sesudah KOH
negatif/ klinis membaik), untuk mencegah kekambuhan pada obat fungistatik.
3. Obat oral
Lamanya : a. Obat fungistatik : 2-4 minggu
b. Obat fungisidal : 1-2 minggu
Obat :
- Griseofulvin
Anak : 10 mg/kgBB/hari
Dewasa : 500 – 1000mg/hari
- Ketokonazole
Anak : 3-6 mg/kgBB/hari
Dewasa : 1 tablet (200 mg)/hari
- Itrakonazole
Anak : 3-5 mg/kgBB/hari
Dewasa : 1 kapsul (100 mg)/hari
- Terbinafine
Anak : 3-5 mg/kgBB/hari
Dewasa : 1 kapsul (250 mg)/hari
12
Tabel 1. Pilihan pengobatan untuk tinea pada lansia, anak-anak, dan
ibu hamil 10
Untuk pasien usia lanjut dengan lesi kulit tunggal dan beberapa
komorbiditas / pada polifarmasi, terapi topikal saja dapat diberikan. Situasi di
mana terapi sistemik diindikasikan meliputi; (a) tinea melibatkan dua atau lebih
daerah secara bersamaan, misalnya, tinea corporis dengan tinea cruris, (b) tinea
corporis dengan keterlibatan luas di mana terapi topikal mungkin tidak praktis, (c)
tinea pedis terutama moccasin atau tipe vesikular, dan (d) kegagalan pengobatan
berulang dengan agen topikal yang berbeda.10
2.10 Prognosis
Prognosis tergantung penyebab, disiplin pengobatan, status imunologis dan
sosial budayanya, tetapi pada umumnya baik.
13
BAB III
LAPORAN KASUS
Nama : Tn. TW
Umur : 59 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Status Pernikahan : Menikah
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Petani
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Sentani
Suku : Sentani
Tanggal Pemeriksaan : 25 Juni 2018
Ruangan : Poli Kulit
No. RM : 46 99 33
3.2. Anamnesis
14
Pasien sehari-harinya selain berkebun juga sering turun ke danau untuk
mencari ikan, sehingga terkadang pakaian basah dan dibiarkan mengering sendiri
di badan pasien. Pasien mudah berkeringat dan apabila berkeringat tidak di lap,
keringat dibiarkan mengering sendiri dan tidak ganti baju. Pasien juga sering hanya
mandi 1x sehari menggunakan sabun batang dan menggunakan air dari sumur.
E. Riwayat Pengobatan :
Pasien sudah pernah berobat sebelumnya dengan menggunakan obat yang
diberikan oleh dokter, yaitu berupa salep dan obat minum Griseovulfin. Setelah
memakai obat salep, keluhan menjadi berkurang. Akan tetapi, setelah minum obat
griseovulfin pasien mengatakan badan seperti terasa panas sehingga pasien
berhenti minum obat tersebut. Keluhan muncul lagi sejak 2 minggu yang lalu dan
penderita belum mendapat pengobatan.
F. Riwayat Alergi :
Pasien tidak memiliki riwayat alergi makanan.
Alergi obat Griseovulfin
15
- Pernafasan : 20 x/menit
- Berat badan : 69 kg
- Tinggi : 167 cm
- Status gizi : Normal (BMI = 24,7%)
Kepala : Bentuk normocephali
- Kulit kepala : Kelainan kulit (-)
- Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
- Hidung : Tidak ada septum deviasi, sekret (-)
- Mulut : Bibir sianosis (-), karies gigi (-), tonsil T1-T1 tenang,
faring tidak hiperemis
- Telinga : Normotia, serumen -/-
Leher : Tidak terdapat pembesaran KGB dan tiroid
Thorax :
- Inspeksi : Bentuk simetris, gerak napak simetris
- Palpasi : Vokal fremitus sama kuat kanan dan kiri
- Perkusi : Sonor di semua lapang paru
- Auskultasi : Suara napas vesikuler, ronchi -/-, wheezing -/-, bunyi
jantung I-II reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen :
- Inspeksi : Datar
- Palpasi : Supel, hepar & lien tidak teraba, nyeri tekan(-)
- Perkusi : Timpani di semua kuadran abdomen
- Auskultasi : Bising usus (+)
Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas :
- Superior : Oedem (-), deformitas (-), kelainan sendi (-), kelainan
kulit (lihat status dermatologis), kelainan kuku : pitting
nail (-), onikolisis (-),
diskolorasi (-)
- Inferior : Oedem (-), deformitas (-), kelainan sendi (-), kelainan
kulit (-), kelainan kuku : pitting nail (-), onikolisis (-),
diskolorasi (-)
16
2. Status Dermatologis
Lokasi : Regio abdominal, regio antebrachialis sinistra, regio lipat paha
kiri dan kanan
Distribusi : Regional
Bentuk : Bulat hingga tidak teratur dengan permukaan yang tidak rata
dan kasar.
Susunan : Poliksiklik
Batas : Sirkumskrip
Ukuran : Lentikular, numular sampai plakat
Efloresensi : Primer : makula hiperpigmentasi dengan papul lentikular
17
Gambar 9. Regio antebrachialis sinistra
18
Gambar 11. Hasil pemeriksaan KOH
3.5. Resume
19
Dari pemeriksaan fisik didapatkan status generalis dalam batas normal. Hasil
BMI menunjukkan status gizi pasien tergolong normal. Status dermatologikus
didapatkan distribusi regional pada regio abdominal bagian bawah, antebrachi sinistra
dan sela paha bilateral. Lesinya multipel, sebagian diskret sebagian konfluens, bentuk
ireguler, ukuran bervariasi dari lentikular hingga plakat, berbatas tegas, menimbul dari
permukaan kulit, kering, tepi aktif. Efloresensi makula hiperpigmentasi, papul, plak
hiperpigmentasi, disertai skuama, krusta dan erosi.
Dari pemeriksaan penunjang didapatkan pemeriksaan mikologik (+) dimana
didapatkan gambaran hifa 1-2/LP dan spora 20-30/LP pada sediaan langsung kerokan
kulit dengan KOH 10%.
1. Pemeriksaan faal hati. Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan terapi pasien,
karena beberapa anti fungi bersifat hepatotoksik.
2. Pemeriksaan kultur jamur menggunakan medium agar dekstrosa Sabouraud 1.
Hasil yang diharapkan tumbuhnya kolonisasi jamur untuk menentukan spesies
jamur.
2.8. Penatalaksanaan
1. Umum
Memberikan edukasi kepada pasien mengenai penyakit yang diderita serta
pengobatannya
Memotivasi pasien untuk rutin kontrol dan tidak menghentikan pengobatan
tanpa seizin dokter
Memberikan edukasi kepada pasien agar tidak menggaruk kulit yang terasa
gatal karna dapat menyebabkan luka dan infeksi sekunder, dan setelah
menyentuh bagian lesi sebaiknya cuci tangan agar tidak menyebar ke bagian
tubuh lain
20
Memelihara dan menjaga kebersihan
Menggunakan pakaian yang menyerap keringat, tidak ketat, dan menghindari
kulit lembab
Tidak menggunakan pakaian, handuk ataupun peralatan pribadi secara
bergantian atau bersama-sama dengan anggota keluarga lain.
2. Khusus
Topikal
- Anti fungi topikal : Krim Ketokonazol 2% (dioleskan 2 kali
sehari pagi dan sore pada lesi).
Sistemik
- Anti fungi oral : Itrakonazol tab 100mg 1x1 per hari selama 2
minggu
- Anti histamin oral : Cetirizine tab 10mg 1x1 per hari
2.9. Prognosis
21
BAB IV
PEMBAHASAN
Dari hasil anamnesis didapatkan bahwa penderita mengeluh adanya bercak kehitaman
disertai rasa gatal pada perut bagian bawah, tangan kiri, serta lipat paha kiri dan kanan sejak
1 tahun yang lalu. Awalnya berupa bintik kecil yang muncul pada lipat paha, makin lama
makin besar, dimana rasa gatal tersebut bertambah hebat apabila penderita berkeringat.
Keluhan gatal ini merupakan keluhan utama yang diakibatkan oleh infeksi jamur khususnya
dermatofitosis, dimana tinea corporis dan cruris termasuk didalamnya. Penyakit ini berjalan
perlahan-lahan, sehingga butuh waktu lama untuk mendapatkan suatu gambaran lesi dengan
diameter yang besar. Pada pasien ini, lesi diawali dengan bintik eritema kecil yang semakin
lama semakin membesar dan meluas, memberikan gambaran klinis yang khas untuk infeksi
tinea corporis dan cruris.
Berdasarkan pemeriksaan fisik pada daerah abdominal setinggi umbilical dan daerah
antebrachii sinistra didapatlan adanya lesi dengan efloresensi berupa makula hiperpigmentasi,
bentuk anular/polisiklik dengan batas tegas, diameter bervariasi, tampak adanya central
healing dan tepi lesi aktif dengan papul-papul eritema diatasnya, disertai skuama putih tipis.
Bentuk dan sifat lesi ini sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa Tinea corporis
memiliki gambaran lesi dengan bentuk anular/polisiklik dengan central healing dan tepi
aktif. Tepi lesi aktif (peradangan pada tepi lebih nyata daripada daerah tengahnya), ditutupi
skuama dan kadang-kadang dengan beberapa papul. Bila penyakit ini menjadi menahun,
dapat berupa bercak hitam disertai sedikit sisik. Erosi dan keluarnya cairan biasanya akibat
garukan.
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik di daerah lipat paha dengan memperhatikan sifat
lesi yang ada didapatkan efloresensi berupa macula hiperpigmentasi, bentuk geografikal
dengan ukuran seluas lipatan paha, batas tegas, tampak central healing dan tepi lesi aktif
dengan papul dan krusta ditepi, disertai skuama putih tipis. Bentuk dan sifat lesi ini sesuai
dengan teori yang menyebutkan bahwa Tinea cruris memiliki bentuk lesi berupa lesi berbatas
tegas yang bilateral pada lipat paha kiri dan kanan. Mula-mula sebagai bercak eritematosa,
gatal, lama kelamaan meluas, dapat meliputi skrotum, pubis, gluteal, bahkan sampai bokong
dan perut bawah. Tepi lesi aktif (peradangan pada tepi lebih nyata daripada daerah
tengahnya), ditutupi skuama dan kadang-kadang dengan beberapa papul dan vesikel1. Bila
penyakit ini menjadi menahun, dapat berupa bercak hitam disertai sedikit sisik. Erosi dan
keluarnya cairan biasanya akibat garukan.
22
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk pasien ini berupa pemeriksaan KOH
10%. Dari hasil pemeriksaan penujang KOH 10% ditemukan gambaran morfologi hifa 1-
2/LP dan spora 20-30/LP. Hal ini menunjukkan bahwa infeksi kulit tersebut disebabkan oleh
jamur penyebab Tinea corporis dan cruris.
Pada pasien ini penatalaksanaan yang dilakukan adalah dengan memberikan
pengobatan secara topikal dan sistemik. Pertimbangan pemberian pengobatan sistemik pada
pasien ini adalah bahwa telah terjadi perluasan lesi ke daerah abdominal, antebrachii sinistra
dan paha bagian atas dari lesi primer di lipat paha.
Obat topikal yang diberikan adalah krim Ketokonazole 2 % yang dioleskan dua kali
sehari, obat tersebut diberikan selama 2 minggu. Obat sistemik yang diberikan adalah
Itrakonazole 1x100 mg selama 2 minggu.
Ketokonazole dan Itrakonazole merupakan obat golongan azol. Obat tersebut bekerja
dengan menghambat enzim lanosterol 14-alpha-demethylase, yang berfungsi mengubah
lanosterol menjadi ergosterol, suatu komponen penting dari dinding sel jamur. Kerusakan
membran sel jamur tersebut terjadi karena meningkatnya permeabilitas dan ketidakmampuan
sel untuk bereproduksi, sehingga menyebabkan kematian sel jamur.
Prognosis dari dermatofita bergantung pada bentuk klinis, penyebab spesies
dermatofita dan hospesnya sendiri, termasuk sosial budaya dan status imunologisnya. Tapi
pada umumnya prognosis penyakit ini adalah baik.
23
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. KESIMPULAN
Tinea corporis adalah dermatofitosis pada kulit tubuh tidak berambut
(glabrous skin) kecuali bagian telapak tangan, telapak kaki, dan daerah inguinal.
Sedangkan Tinea cruris adalah dermatofitosis subakut atau kronis pada lipat paha,
daerah perineum, dan sekitar anus..
Gambaran klinis bermula sebagai bercak/patch eritematosa yang gatal dan lama
kelamaan semakin meluas dengan tepi lesi yang aktif (peradangan pada tepi lebih
nyata daripada daerah tengahnya), central healing, batas tegas, bentuk bervariasi,
ditutupi skuama, dan kadang-kadang dengan banyak vesikel kecil-kecil.
Pengobatan dapat diberikan secara topikal dan sistemik. Faktor-faktor
predisposisi terjadinya Tinea cruris dan Tinea corporis adalah kelembapan dan
kurangnya higienitas perorangan. Prognosis penyakit ini adalah baik.
5.2. Saran
Dalam pengobatan tinea corporis dan cruris, selain pengobatan secara
farmakologis, juga penting adanya KIE terhadap pasien dan keluarganya terutama
mengenai higiene perorangan, termasuk juga disiplin dalam menjalani pengobatan.
24
DAFTAR PUSTAKA
25